Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH

“KEHAMILAN DENGAN APENDISITIS AKUT”.

Dosen Pembimbing : Ririn Indriani, SST, M.Tr.Keb

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah Pengantar Feto Maternal

Disusun oleh :

Kelompok 1

Nama anggota:

1. Dhea Fauziah (P17312215172)


2. Eryna Rezki Adella (P17312215160)
3. Ema Hernitanfnfnfnf (P17312215167)
4. Misdawati skjsmmkdjskdjskjskjdskdjskksdskd(P17312215178)
5. Nadya Sari Komala (P17312215179)
6. Nor Adha Aprilea (P17312215175)
7. Rakhma Mulianisa (P17312215157)
8. Rahmi (P17312215184)

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
PROGRAM STUDI PROFESI KEBIDANAN
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan
hidayah-Nyalah sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah Konsep
Kebidanan yang berjudul “Kehamilan dengan Apendistisis Akut”.

Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari bahwa dalam makalah ini
masih terdapat banyak kesalahan dan kekeliruan serta jauh dari kesempurnaan
sebagaimana yang kita harapkan. Oleh karena itu, dengan senang hati kami
senantiasa mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi
kesempurnaan makalah ini di kemudian hari.

Demikianlah makalah ini disusun, semoga dapat bermanfaat bagi kita semua
dan semoga jerih payah kita mendapat berkah dari Tuhan Yang Maha Esa,
Aamiin.

Banjarmasin, 13 Agustus 2021

Kelompok 1

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii


DAFTAR ISI ................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................. 4
B. Rumusan Masalah ........................................................................ 5
C. Tujuan Penelitian ......................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 8
A. Pengertian Kehamilan .................................................................. 7
B. Pengertian Apendistisis ................................................................ 7
C. Etiologi ......................................................................................... 7
D. Epidemiologi ................................................................................ 8
E. Patofisiologi ................................................................................. 8
F. Sejarah dan Fisik .......................................................................... 9
G. Evaluasi ...................................................................................... 10
H. Penatalaksanaan ......................................................................... 13
I. Diagnosis Banding ..................................................................... 14
J. Prognosis .................................................................................... 15
K. Komplikasi ................................................................................. 16
L. Konsultasi................................................................................... 16
M. Pencegahan dan Pendidikan Pasien ........................................... 17
N. Meningkatan Hasil Tim Kesehatan ............................................ 16
BAB III TINJAUAN KASUS ...................................................................... 20
A. Kasus Vintege ............................................................................ 20
B. Study Kasus ................................................................................ 24
BAB IV PENUTUP .................................................................................... 26
A. Kesimpulan ................................................................................ 27
B. Saran........................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 29

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Apendisitis merupakan peradangan pada umbai cacing atau apendisitis
versiformis. Orang awam menyebunya sebagai peradangan pada usus buntu.
Usus buntu ini merupakan penonjolan keci berbentuk halus sebesar jari
kelingking yang berada di usus besar tepatnya di daerah perbatasan dengan
usus. Sesuai namanya, usus buntu merupakan benar-benalr salurun usus
yung ujungnyn buntu. Usus buntu ini memiliki beberupa fungsi pertahanan
tubuh, namun bukan merupakan organ yang penting.
Apendisitis merupukan salah sutu penyebab dari akut abdomen dan
beberapa indikasi untuk dilakukan operasi abdomen kegawatdaruratan.
Insidensi apendisitis akut di Indonesin menempati urutan tertinggi di atara
kasus kegawatan abdomen. Apendisitis umumnya penyakit pada usia
belasan dan awal 20- an dengan penurunan setelah usia 30 tuhun.
Diagnosis apendistis harus ditegakkan dini dan tindakan harus segera
dilakukan. Keterlambatan diagnosis dapat menyebabkan penyulit perforasi
dengan segala akibatnya. Peranan pemeriksaan penunjang khususnya di
bidang radiologi sangat penting untuk mambantu penegakan diagnosis
apendisitis sehingga penanganan yang diberikan dapat dilakukan dengan
cepat, tepat, dan akurat berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut
Apendisitis selama kehamilan menyebabkan suatu dilema klinis. Perubahan
anatomis seperti yang diuraikan diatas, sebagai akibat membesarnya uterus,
dan peningkatan vaskularisasi di daerah pelvis menyebabkan sulitnya untuk
melokulisir infeksi sebagai suatu mekanisme pertahanan alamiah. Gejala
klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium tidaklah memberikan gambaran
akurat terhadap proses infeksi pengobatan konservatif tidak merupakan
pilihan malahan dapat menyebabkan keadaan yang berbahaya. Lebih
bijaksana untuk melakukan pembedahan eksplorasi walaupun tidak ditemui

4
kelainan apa-apa daripada menunggu berkembangnya gejala dan tanda yang
mengarah kepada apendisitis.
Pembedahan segala merupakan pilihan pengobatan dan akan memberikan
hasil yang memuaskan pada berbagai usia gestasi asalkan belum terjadi
perforasi. Anestesi yang dilakukan oleh orang yang berpengalaman
menangani wanita hamil lebih penting dari metode anestesi yang digunakan.
Perlakuan yang gentle terhadap uterus selama operasi sangatlah penting
untuk mencegah timbulnya komplikasi obstetri. Drainase yang sesuai untuk
material purulen harus digunakan untuk mencegah komplikasi operasi
setelah operasi. Terapi antibiotika ajuvan diperlakukan pada kebanyakan
kasus. Ada banyak pilihan antibiotika yang dapat digunakan dan relatif
aman selama kehamilan, antibiotika seperti tetrasiklin atau kloramfenikol
harus dihindari. Tokolitik post operatif hanya diperlukan jika ada indikasi
adanya ancaman persalinan prematur.
Ruptur atau perforasi dari abses apendiks yang terdeteksi dengan uterus dan
peritonitis akan membawa akibat buruk dari kelangsungan kehamilan.
Secara umum, dengan intervensi segera dan tidak adanya komplikasi
supurasi, prognosis untuk kelangsungan kesehatan bagi ibu dan janin selama
kehamilan adalah baik.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian kehamilan
2. Apa pengertian apendisitis
3. Apa saja etiologi apendisitis
4. Bagaimana epidemiologi apendisitis
5. Bagaimana patofisiologi apendisitis
6. Bagaimana sejarah dan fisik kehamilan dengan apendisitis akut
7. Bagaimana evaluasi kehamilan dengan apendisitis akut
8. bagaimana penatalaksanaan kehamilan dengan apendisitis akut
9. Bagaimana diagnosis banding kehamilan dengan apendisitis akut
10. Bagaimana prognosis kehamilan dengan apendisitis akut

5
11. apa saja komplikasi kehamilam dengan apendisitis akut jika tidak
diobati
12. Tahapan apa saja konsultasi kehamilan dengan apendisitis akut
13. Bagaimana pencegahan dan pendidikan pasien apendisitis
14. Bagaimana cara meningkatkan hasil tim kesehatan

C. Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah.
1. Mengetahui pengertian kehamilan
2. Mengetahui pengertian apendisitis
3. Mengetahui etiologi apendisitis
4. Mengetahui epidemiologi apendisitis
5. Mengetahui patofisiologi apendisitis
6. Mengetahui sejarah dan fisik kehamilan dengan apendisitis akut
7. Mengetahui evaluasi kehamilan dengan apendisitis akut
8. Mengetahui penatalaksanaan kehamilan dengan apendisitis akut
9. Mengetahui diagnosis banding kehamilan dengan apendisitis akut
10. Mengetahui prognosis kehamilan dengan apendisitis akut
11. Mengetahui komplikasi kehamilam dengan apendisitis akut jika tidak
diobati
12. Mengetahui tahapan konsultasi kehamilan dengan apendisitis akut
13. Mengetahui pencegahan dan pendidikan pasien apendisitis
14. Mengetahui cara meningkatkan hasil tim kesehatan

6
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Pengertian Kehamilan
Menurut Federasi Obstetri Ginekologi Internasional, kehamilan
didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum
dan dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi.
Kehamilan adalah fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan
ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Bila dihitung dari
saat fertilisasi sampai lahirnya bayi, kehamilan normal akan berlangsung
dalam waktu 40 minggu atau 10 bulan atau 9 bulan menurut kalender
internasional (Prawihardjo,2011).

B. Pengertian Apendisitis
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis. Ini
adalah organ berongga yang terletak di ujung sekum, biasanya di kuadran
kanan bawah perut. (Jones et al., 2021).

C. Etiologi
Penyebab apendisitis adalah obstruksi lumen. Stasis feses dan fekalit
(feses yang yang sudah mengeras) paling sering menyebabkan fenomena
ini; namun, hiperplasia limfoid, neoplasma, sisa buah dan sayuran, barium
yang tertelan, dan parasit adalah kemungkinan faktor lain yang
bertanggung jawab atas terjadinya obstruksi (Aptilon Duque and Mohney,
2021).
Tumor apendiks seperti tumor karsinoid, parasit usus, dan jaringan
limfatik yang hipertrofi semuanya diketahui sebagai penyebab obstruksi
apendiks dan apendisitis. Seringkali, penyebab dari apendisitis akut tidak
diketahui dengan pasti. Ketika lumen apendiks tersumbat, bakteri akan
menumpuk di apendiks dan menyebabkan peradangan akut dengan
perforasi dan pembentukan abses. (Jones et al., 2021)

7
D. Epidemiologi
Apendisitis paling sering terjadi antara usia 5 dan 45 dengan usia
rata-rata 28 tahun. Insidennya kira-kira 233/100.000 orang. Laki-laki
memiliki predisposisi yang sedikit lebih tinggi untuk mengembangkan
apendisitis akut dibandingkan dengan perempuan, dengan kejadian seumur
hidup 8,6% untuk pria dan 6,7% untuk wanita. Ada sekitar 300.000
kunjungan rumah sakit setiap tahun di Amerika Serikat untuk masalah
terkait usus buntu (Jones et al., 2021).
Apendisitis akut didiagnosis pada 1 dari 800 hingga 1 dari 1500
kehamilan, dengan insiden yang lebih tinggi selama trimester kedua.
Morbiditas dan mortalitas ibu setelah apendektomi rendah dan sebanding
dengan wanita yang tidak hamil. Risiko kehilangan janin selama
apendektomi tanpa komplikasi adalah 2%, namun, dengan adanya
peritonitis umum, dan abses peritoneal, kehilangan janin dapat meningkat
hingga 6%. Dengan adanya perforasi bebas, risiko kehilangan janin dapat
meningkat hingga 36%.
Insiden persalinan prematur akibat apendektomi adalah 4%, dan
11% pada kasus yang rumit. Hubungan antara apendektomi negatif dengan
persalinan prematur dan kehilangan janin masing-masing adalah 10% dan
4%(Aptilon Duque and Mohney, 2021).

E. Patofisiologi
Patofisiologi apendisitis kemungkinan berasal dari obstruksi lubang
apendiks. Hal ini menyebabkan peradangan, iskemia lokal, perforasi, dan
perkembangan abses yang terkandung atau perforasi nyata dengan
peritonitis yang dihasilkan. Obstruksi ini dapat disebabkan oleh
hiperplasia limfoid, infeksi (parasit), fekalit, atau tumor jinak atau ganas
(Jones et al., 2021).
Obstruksi apendiks menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal
dan distensi karena sekresi mukus yang berkelanjutan serta produksi gas
oleh bakteri yang berada di dalam apendiks; hal ini menyebabkan
kerusakan progresif dari drainase vena, menyebabkan iskemia mukosa

8
pertama, diikuti oleh iskemia full-thickness, dan akhirnya perforasi
dinding appendiks. Stasis distal dari obstruksi memungkinkan
pertumbuhan bakteri yang berlebihan di dalam apendiks, menghasilkan
pelepasan inokulum bakteri yang lebih besar ke rongga peritoneum pada
kasus apendisitis perforasi (Aptilon Duque and Mohney, 2021).
Organisme umum termasuk Escherichia coli, Peptostreptococcus,
Bacteroides, dan Pseudomonas. Setelah peradangan dan nekrosis yang
signifikan terjadi, apendiks berisiko mengalami perforasi, menyebabkan
abses lokal dan terkadang peritonitis(Jones et al., 2021).
Bakteri intraluminal dalam usus buntu mirip dengan yang
ditemukan di usus besar; oleh karena itu, terapi antibiotik harus mencakup
cakupan untuk bakteri gram negatif dan gram positif serta anaerob.
Distensi apendiks bertanggung jawab atas nyeri perut viseral dan
samar-samar yang sering digambarkan oleh pasien yang terkena. Rasa
sakit biasanya tidak terlokalisasi ke kuadran kanan bawah sampai
ujungnya menjadi meradang dan mengiritasi peritoneum parietal yang
berdekatan atau terjadi perforasi, mengakibatkan peritonitis lokal.(Aptilon
Duque and Mohney, 2021).

F. Sejarah dan fisik


Dalam skenario klasik apendisitis, pasien pertama-tama
menggambarkan nyeri periumbilikal yang bermigrasi ke kuadran kanan
bawah. Setelah timbulnya rasa sakit, anoreksia, mual, muntah, demam
dapat berkembang. Gejala non-klasik termasuk malaise, mulas, perut
kembung, sembelit, dan diare.(Aptilon Duque and Mohney, 2021).
Beberapa pasien mungkin datang dengan ciri-ciri yang tidak biasa.
Pada pasien ini, rasa sakit mungkin telah membangunkan pasien dari tidur.
Selain itu, pasien yang jarang mungkin mengeluh sakit saat berjalan atau
batuk. Nyeri pada ekstensi pasif kaki kanan dengan pasien dalam posisi
dekubitus lateral kiri dikenal sebagai tanda psoas. Manuver ini
meregangkan otot psoas mayor, yang dapat teriritasi oleh apendiks
retrosekal yang meradang. Pasien sering melenturkan pinggul untuk

9
memperpendek otot psoas mayor dan menghilangkan rasa sakit.(Jones et
al., 2021).
Menurut Jones et al., (2021) pada pemeriksaan fisik
temuanseringkali tidak kentara, terutama pada apendisitis dini.
Namun Saat peradangan berlanjut, tanda-tanda peradangan
peritoneum berkembang. Tanda-tandanya meliputi:
1. Penjagaan kuadran kanan bawah dan nyeri tekan yang memantul di
atas titik McBurney (1,5 hingga 2 inci dari spina iliaka anterior
superior (ASIS) pada garis lurus dari ASIS ke umbilikus)tulang rusuk).
2. Tanda Rovsing (nyeri kuadran kanan bawah yang ditimbulkan oleh
palpasikuadran kiri bawah)
3. Tanda Dunphy (nyeri perut yang meningkat dengan batuk)
Wanita hamil cenderung memiliki presentasi apendisitis klasik
dibandingkan wanita tidak hamil dengan usia yang sama, terutama pada
tahap akhir kehamilan; namun, sebagian besar wanita hamil masih akan
merasakan sakit perut, mendekati titik McBurney. Karena lokasi apendiks
dapat bermigrasi ke cephalad(ke arah ujung anterior/atas) dengan uterus
yang membesar, nyeri dapat dijelaskan di sisi kanan atau bahkan di
kuadran kanan atas seiring kemajuan kehamilan. Nyeri perut mungkin
kurang menonjol selama kehamilan karena rahim gravid mengangkat
dinding perut anterior menjauh dari apendiks yang meradang. Pada pasien
hamil, rahim juga dapat menghambat kontak antara omentum(jaringan
lemak yang berada di rongga perut) dan apendiks yang meradang (Aptilon
Duque and Mohney, 2021).
Tanda-tanda terkait lainnya seperti tanda psoas (nyeri pada rotasi
eksternal atau ekstensi pasif pinggul kanan menunjukkan apendisitis
retrocecal) atau tanda obturator (nyeri pada rotasi internal pinggul kanan
yang menunjukkan panggul usus buntu) jarang terjadi. Perjalanan waktu
gejala bervariasi tetapi biasanya berkembang dari apendisitis dini pada 12
hingga 24 jam hingga perforasi pada lebih dari 48 jam. Tujuh puluh lima
persen pasien datang dalam waktu 24 jam setelah timbulnya gejala. Risiko

10
pecahnya bervariasi tetapi sekitar 2% pada 36 jam dan meningkat sekitar
5% setiap 12 jam setelah itu (Jones et al., 2021).

G. Evaluasi
Menurut Aptilon Duque and Mohney tahun 2021, evaluasi yang dilakukan
adalah:
1. Pemeriksaan Laboratorium
Berbeda dengan kebanyakan pasien tidak hamil dengan
apendisitis yang memiliki leukositosis pra operasi (lebih besar dari
10.000 sel/mikroL) dan dominasi neutrofilik, leukositosis setinggi
16900 sel/mikroL mungkin merupakan temuan normal pada wanita
hamil, dan selama persalinan , jumlah tersebut dapat meningkat hingga
29.000 sel/mikroL, dengan sedikit dominasi neutrofilik. Oleh karena
itu adanya leukositosis merupakan indikator yang tidak dapat
diandalkan dalam pemeriksaan apendisitis.
Hematuria mikroskopis dan piuria dapat terjadi ketika apendiks
yang meradang dekat dengan kandung kemih atau ureter, tetapi temuan
ini tidak spesifik dan umumnya dilaporkan pada kurang dari 20 persen
pasien.
Peningkatan ringan pada bilirubin serum (bilirubin total lebih
dari 1,0 mg/dL) telah dijelaskan sebagai penanda perforasi apendiks
(sensitivitas 70% dan spesifisitas 86%). Namun, dokter tidak boleh
menggunakan temuan ini saja sebagai alat diagnostik.
Peningkatan kadar protein c-reaktif terjadi pada apendisitis,
tetapi ini merupakan tanda peradangan yang tidak spesifik.
2. Pencitraan
Karena risiko apendektomi negatif, pencitraan rutin
direkomendasikan pada semua pasien hamil dengan suspek apendisitis,
untuk mendapatkan akurasi dalam diagnosis. Studi awal pilihan adalah
USG dengan kompresi bertingkat kuadran kanan bawah mulai dari
titik nyeri maksimal dan pemindaian antara batas panggul, arteri iliaka,
dan otot psoas. Ultrasound memiliki keuntungan karena aman untuk

11
kehamilan dan tersedia dengan mudah. Ultrasonografi juga membantu
untuk memberikan informasi tentang kesejahteraan janin dan penyebab
kebidanan dari sakit perut. Kriteria diagnosis US sama seperti pada
pasien tidak hamil; usus buntu yang meradang tampak membesar
(lebih besar dari 6 mm), tidak bergerak, dan tidak dapat
dikompres.Namun, USG adalah alat yang bergantung pada pengguna,
dan keberadaan rahim gravid selama kehamilan akan mengurangi
sensitivitas dan spesifisitas USG (78%) (83%).
Jika temuan USG tidak meyakinkan, magnetic resonance
imaging (MRI) tanpa kontras gadolinium tetap menjadi alternatif yang
aman untuk konfirmasi atau eksklusi apendisitis selama kehamilan,
karena memberikan resolusi jaringan lunak yang baik dan kekurangan
radiasi pengion, dengan sensitivitas dan spesifisitas yang sangat baik
yang tetap utuh pada pasien hamil. Penggunaan rutin MRI pada pasien
hamil mengurangi tingkat apendektomi negatif hampir 50% dan tidak
meningkatkan tingkat perforasi. Untuk alasan ini, jika tersedia,
penggunaan MRI secara bebas pada pasien hamil yang diduga
menderita apendisitis akut direkomendasikan. Ketika MRI tidak
tersedia atau hanya tersedia secara terbatas, keputusan tentang
penundaan apendektomi untuk mendapatkan studi MRI memerlukan
semua informasi klinis dan pencitraan yang tersedia, karena
konsekuensi potensial yang terkait dengan apendektomi negatif dan
perforasi apendiks parah. MRI telah terbukti berkinerja relatif baik
dalam beberapa studi retrospektif terbatas mulai dari 97 hingga 100%
sensitif.
Meskipun dapat diperdebatkan, penggunaan CT scan mungkin
diperbolehkan ketika USG tidak meyakinkan dan MRI tidak tersedia.
Penggunaan CT scan mengurangi tingkat apendektomi negatif secara
signifikan dibandingkan dengan penilaian klinis saja atau
dikombinasikan dengan pencitraan USG, dan beberapa penulis
menyimpulkan bahwa itu harus digunakan jika temuan USG samar-
samar. Diperdebatkan, jumlah radiasi selama CT scan terbatas di

12
bawah ambang batas yang diperlukan untuk menyebabkan malformasi
janin, dan sebagian besar kasus apendisitis pada kehamilan terjadi pada
tahap akhir kehamilan ketika organogenesis sudah lengkap. Jika
diputuskan untuk menggunakan CT selama kehamilan untuk kasus
yang tidak meyakinkan, perawatan harus dilakukan untuk melakukan
penelitian sesedikit mungkin tanpa pemberian bahan kontras
intravena(Aptilon Duque and Mohney, 2021).

H. Metode diagnosis
Menurut Baresti, Sarah W. dan Rahmanto (2017) Salah satu
sistem skoring terbaru yang ditemukan di wilayah Asia Tenggara
adalah skor Raja Isteri Pengiran Anak Saleha Appendicitis (RIPASA)
pada tahun 2010. Penggunaan skor RIPASA dapat dipertimbangkan
sebagai pengganti skor Alvarado dalam membantu diagnosis
apendisitis akut karena memiliki akurasi, sensitivitas dan nilai duga
negatif yang lebih tinggi. Selain itu, skor ini lebih cocok digunakan
untuk populasi Asia Tenggara.
Hal ini didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Banepali et al. (2019) yang menunjukan tingkat apendektomi negatif
11,67 % diamati (9,64 % untuk laki-laki dan 16,22 % untuk
perempuan). Apendisitis dengan komplikasi ditemukan pada 27,36%
pasien. Modified Alvarado score memiliki sensitivitas 61,32 % dan
spesifisitas 71,43% pada nilai cut of 7. Pada cut off > 7,5 untuk
apendisitis akut, skor RIPASA memiliki sensitivitas 97,17% dan
spesifisitas 57,14%. Akurasi skor Alvarado adalah 62,5% sedangkan
untuk skor RIPASA adalah 92,5%.(Baresti, Sarah W.; Rahmanto
2017).
Appendicitis (RIPASA) yang pertama kali diperkenalkan oleh
Chong et al. pada tahun 2010. Skor ini didapatkan dari identifikasi dan
analisis temuan klinis dan laboratorium serta hasil operasi pada pasien
apendisitis di Rumah Sakit Raja Isteri Pengiran Anak Saleha, Brunei
Darusalam. Dalam skor ini, terdapat 15 parameter yang digunakan

13
meliputi demografi pasien, keluhan, hasil pemeriksaan fisik dan
laboratorium. Jenis kelamin laki-laki dan usia kurang dari 39 tahun
memiliki skor yang lebih tinggi (Baresti, Sarah W.; Rahmanto 2017).
Skor minimal RIPASA adalah 2 dan skor maksimal 16. Batas
skor RIPASA untuk kemungkinan besar mengalami apendisitis akut
adalah 7,5-11. Pasien perlu dikonsultasikan dengan ahli bedah dan
skor diulang 1-2 jam kemudian. Apabila skor masih tinggi, maka perlu
dilakukan prosedur apendektomi. Sedangkan, pada pasien wanita,
disarankan untuk menjalani pemeriksaan USG untuk menyingkirkan
penyebab ginekologis pada nyeri Right Iliaca Fossa (RIF). Skor lebih
dari 12 dinyatakan sebagai apendisitis akut definite dan perlu
dilakukan apendektomi. Parameter dan interpretasi skor RIPASA lebih
lengkap dapat dilihat pada tabel 2.8. (Baresti, Sarah W.; Rahmanto
2017).

Gambar 1.Skor RIPASA dan Interpretasi

14
I. Penatalaksanaan
Biasanya, pengobatan kuratif apendisitis akut adalah usus buntu.
Pengobatan antibiotik perioperatif harus menyediakan cakupan untuk
bakteri Gram-negatif dan Gram-positif (biasanya dengan sefalosporin
generasi kedua) dan cakupan untuk anaerob (klindamisin atau
metronidazol). Menunda intervensi bedah selama lebih dari 24 jam setelah
gejala pertama kali muncul meningkatkan risiko perforasi.
Jika ada perforasi apendiks, manajemen akan tergantung pada sifat
perforasi. Sebuah perforasi bebas yang menyebabkan penyebaran nanah
dan bahan feses ke dalam rongga peritoneum kemungkinan akan
mengakibatkan pasien terlihat sangat sakit dan septik dengan peningkatan
risiko persalinan prematur dan kelahiran dan kehilangan janin. Pasien-
pasien ini memerlukan laparotomi segera untuk usus buntu dengan irigasi
dan drainase rongga peritoneum.
Pasien tidak hamil yang datang dengan gejala yang berlangsung
lama (lebih dari lima hari) dan ditemukan adanya perforasi (phlegmon atau
abses) biasanya awalnya diobati dengan antibiotik, cairan intravena, dan
istirahat usus. Karena proses apendiks telah ditutup, sebagian besar pasien
ini akan menunjukkan respons klinis yang baik terhadap manajemen
nonoperatif. Pembedahan segera pada pasien ini berkorelasi dengan
peningkatan morbiditas karena adanya perlengketan dan inflamasi yang
memerlukan diseksi ekstensif yang dapat menyebabkan cedera pada
struktur yang berdekatan. Mungkin ada perkembangan komplikasi pasca
operasi yang serius seperti abses atau fistula enterokutaneus,
membutuhkan operasi ulang untuk reseksi yang lebih luas, dan kebutuhan
untuk kolostomi. Oleh karena itu, pada pasien ini, pendekatan nonoperatif
adalah pilihan yang masuk akal selama mereka tidak tampak sakit.
Meskipun ada bukti kuat untuk mendukung pendekatan ini untuk
mengatasi perforasi pada individu yang tidak hamil, bukti mengenai
wanita hamil hanya sedikit. Untuk alasan ini, ketika perforasi dinding usus
buntu terjadi pada wanita hamil, disarankan untuk melanjutkan dengan
hati-hati dan memantau pasien ini di rumah sakit untuk menghindari

15
sepsis, persalinan prematur, atau kehilangan janin. Informasi mengenai
drainase intervensi abses apendiks pada pasien hamil tidak tersedia.
Dua pendekatan utama untuk apendektomi adalah laparoskopi dan
teknik terbuka. Tidak ada percobaan acak yang telah dilakukan untuk
menunjukkan bahwa satu teknik lebih baik dari yang lain; oleh karena itu,
pilihan teknik harus didasarkan pada status dan preferensi klinis pasien,
usia kehamilan, dan tingkat pengalaman ahli bedah. Namun, pedoman saat
ini menyatakan bahwa laparoskopi apendektomi adalah standar perawatan
pada pasien hamil karena aman, memungkinkan identifikasi lebih mudah
dari variabel lokasi apendiks, dan menawarkan kesempatan untuk evaluasi
perut untuk setiap proses patologis terkait.
Beberapa rekomendasi untuk teknik laparoskopi adalah modifikasi
yang mencakup sedikit posisi lateral kiri pasien (selama paruh kedua
kehamilan), penggunaan pendekatan akses terbuka (teknik Hasson) untuk
penempatan trocar awal untuk menghindari cedera pada rahim gravid,
membatasi tekanan insuflasi intraabdominal kurang dari 12 mmHg, dan
penyesuaian posisi port untuk tinggi fundus.
Saat melakukan teknik usus buntu terbuka pada wanita hamil,
sayatan melintang dibuat pada titik nyeri maksimal, dan tidak harus pada
titik McBurney. Ketika diagnosis kurang pasti, sayatan vertikal garis
tengah bawah dapat menjadi pilihan yang memungkinkan karena
memungkinkan pemaparan perut untuk diagnosis dan pengobatan kondisi
bedah lain yang menyerupai radang usus buntu (Aptilon Duque and
Mohney, 2021).

J. Diagnosis Banding
Pembanding suspek apendisitis akut selama kehamilan mencakup
gangguan yang biasanya dipertimbangkan pada individu yang tidak hamil.
Oleh karena itu dokter harus mempertimbangkan divertikulitis cecal,
divertikulitis Meckel, ileitis akut, penyakit radang usus (Crohn dan kolitis
ulserativa), kolik ginjal, dan infeksi saluran kemih. Kondisi ginekologi

16
dalam diagnosis banding termasuk abses tubo-ovarium, penyakit radang
panggul, kista ovarium pecah, ovarium, dan torsi tuba fallopi.
Juga, dan yang lebih penting, penyebab nyeri perut bagian bawah
yang berhubungan dengan kehamilan, demam, leukositosis, mual/muntah,
dan perubahan fungsi usus perlu dipertimbangkan, seperti solusio plasenta,
ruptur uteri, preeklamsia, HELLP (hemolisis, peningkatan fungsi hati). tes,
trombosit rendah) sindrom. Selama awal kehamilan, kehamilan ektopik
memerlukan pengecualian. Juga, pertimbangkan sindrom ligamen bundar
sebagai kemungkinan. Kondisi ini merupakan penyebab umum nyeri
ringan kuadran kanan bawah pada awal kehamilan(Aptilon Duque and
Mohney, 2021).

K. Prognosis
Jika didiagnosis dan diobati secara dini, dalam waktu 24 hingga 48
jam, pemulihan dan prognosis akan sangat baik. Kasus yang hadir dengan
abses lanjut, sepsis, dan peritonitis mungkin memiliki perjalanan yang
lebih lama dan rumit, mungkin memerlukan pembedahan tambahan atau
intervensi lain (Jones et al., 2021).
Menurut pengamatan, prognosis jangka panjang untuk wanita yang
menjalani usus buntu selama kehamilan umumnya baik. Morbiditas yang
sudah ada sebelumnya, dan bukan operasi itu sendiri, adalah faktor risiko
yang lebih besar untuk kejadian obstetrik yang merugikan
pascaoperasi(Aptilon Duque and Mohney, 2021).

L. Komplikasi
Apendisitis yang tidak diobati dapat berkembang menjadi
komplikasi berat dengan morbiditas tinggi, perforasi apendiks dan akan
bermanifestasi sebagai salah satu dari dua hasil: perforasi bebas, atau
perforasi tertutup atau tertutup. Perforasi terbuka menyebabkan
penyebaran nanah dan bahan feses ke dalam rongga peritoneum, yang
kemungkinan akan mengakibatkan pasien terlihat sangat sakit dan septik

17
dengan peningkatan risiko persalinan dan kelahiran prematur dan
kehilangan janin. Perforasi yang terkandung dapat menyebabkan abses
peritoneal atau phlegmon yang terbentuk di sekitar usus buntu yang pecah
dan memerlukan pengobatan antibiotik yang diperpanjang dan
kemungkinan drainase. Komplikasi dari operasi itu sendiri bisa luas dan
mencakup infeksi (abses peritoneum pascaoperasi), perdarahan, dan
kerusakan pada struktur yang berdekatan(Aptilon Duque and Mohney,
2021).
Angka perforasi pada apendisitis kehamilan lebih tinggi daripada
pasien apendisitis normal karena keterlambatan, yang meningkatkan angka
kematian dan kesakitan ibu dan janin. Tingkat perforasi apendisitis
keseluruhan telah dilaporkan 14% pada pasien hamil. Dua dari pasien
kami didiagnosis dengan apendisitis perforasi. Sementara rata-rata lama
tinggal di rumah sakit adalah 2,96 (2-5) hari, rata-rata lama tinggal di
rumah sakit adalah lima hari pada pasien yang didiagnosis dengan
apendisitis perforasi(Yavuz et al., 2021).

M. Konsultasi
Setiap kasus dugaan apendisitis pada kehamilan memerlukan
konsultasi OB-GYN untuk menyingkirkan penyebab nyeri obstetri dan
ginekologi serta untuk memastikan kesejahteraan janin sebelum dan
sesudah anestesi(Aptilon Duque and Mohney, 2021).

N. Pencegahan dan pendidikan pasien


Apendiks adalah kantong tipis yang menggantung dari usus besar.
Ketika terinfeksi dan meradang, itu menyebabkan kondisi yang disebut
radang usus buntu. Kondisi ini bisa sangat menyakitkan, dan jika tidak
diobati, sangat serius, karena usus buntu bisa pecah, menyebabkan infeksi
yang mengancam jiwa. Untungnya, radang usus buntu, bila diketahui tepat
waktu, dapat dengan mudah diobati.
Apendisitis biasanya pertama kali muncul sebagai nyeri perut yang
parah. Rasa sakit ini bisa mulai di dekat pusar dan kemudian pindah ke sisi

18
kanan bawah. Gejala umum lainnya termasuk kehilangan nafsu makan,
mual, dan muntah, dan demam tinggi. Namun, berbagai gejala dapat
muncul, termasuk sakit perut, buang air besar tidak teratur (sembelit atau
diare). Selama kehamilan, identifikasi gambar dan diagnosisnya mungkin
sulit karena banyak dari gejala ini muncul selama kehamilan normal.
Seorang dokter atau tim klinisi akan membuat diagnosis apendisitis
melalui wawancara menyeluruh dan pemeriksaan fisik. Jika perlu, mereka
akan memesan tes khusus seperti USG atau MRI untuk memberikan
informasi yang lebih tepat mengenai sumber nyeri perut. Sangat penting
bahwa selama waktu ini, seorang ginekolog harus memeriksa pasien
hamil.
Ketika salah satu gejala yang tercantum di atas muncul, sangat
penting untuk mencari perawatan medis. Risiko usus buntu untuk pecah
meningkat setelah 24 jam pertama dari timbulnya gejala; Oleh karena itu,
identifikasi dan pengobatan dini sangat penting dan akan berdampak
langsung pada hasil kesehatan dan kehamilan pasien.
Pengobatan radang usus buntu adalah operasi pengangkatan usus
buntu yang dapat dilakukan dengan dua cara: operasi terbuka di mana usus
buntu akan diangkat melalui sayatan tunggal yang cukup besar untuk
menarik usus buntu atau operasi laparoskopi di mana instrumen tipis dan
kamera dimasukkan ke perut melalui beberapa sayatan kecil untuk
melakukan operasi, dan pengangkatan usus buntu terjadi melalui salah satu
lubang kecil.
Perawatan untuk usus buntu yang rumit atau "meledak" mungkin
akan lebih rumit daripada jika tidak pecah, karena semua bahan yang
keluar dari usus buntu perlu dibersihkan. Jika usus buntu pecah, tetapi
beberapa hari telah berlalu, kemungkinan tubuh sudah membentuk
kantong di sekitar usus buntu yang menghalangi infeksi. Dalam hal ini,
pengobatan terdiri dari terapi antibiotik dan pemantauan ketat, dan tidak
segera menjalani operasi. Namun, operasi pada akhirnya akan diperlukan.
Pengobatan untuk apendisitis sederhana tanpa operasi bukanlah
standar perawatan, tetapi dapat dilakukan. Namun, kemungkinan radang

19
usus buntu kembali tinggi. Pasien dan dokter mereka harus mendiskusikan
alternatif, termasuk risiko untuk pasien dan kehamilan itu sendiri(Aptilon
Duque and Mohney, 2021).

O. Meningkatkan Hasil Tim Kesehatan


Apendisitis akut selama kehamilan menimbulkan dilema diagnostik.
Pasien-pasien ini mungkin menunjukkan tanda dan gejala non-spesifik
seperti muntah, mual, dan leukositosis. Penyebab nyeri perut akut dapat
disebabkan oleh berbagai diagnosis, termasuk etiologi ginekologi,
obstetrik, gastrointestinal, urologi, metabolik, dan vaskular. Sementara
pemeriksaan fisik dapat mengungkapkan bahwa pasien memiliki perut
yang dioperasi, penyebabnya sulit diketahui tanpa studi pencitraan yang
tepat. Gangguan ini paling baik dikelola oleh tim interprofesional untuk
memastikan diagnosis dan pengobatan yang cepat.
Ahli bedah umum harus selalu terlibat dalam perawatan pasien
hamil dengan suspek apendisitis. Namun, penting untuk berkonsultasi
dengan dokter kandungan dan ginekolog untuk menyingkirkan masalah
yang berkaitan dengan kehamilan, dan spesialis lainnya sesuai dengan
temuan klinis dan kecurigaan.
Perawat juga merupakan anggota penting dari kelompok
interprofessional, karena mereka akan memantau tanda-tanda vital pasien.
Perawat harus menahan diri dari pemberian obat nyeri sampai ahli bedah
telah memeriksa pasien.
Pada periode pasca operasi, apoteker akan memastikan bahwa
pasien menggunakan analgesik, antiemetik, dan antibiotik yang tepat,
melakukan pemeriksaan catatan pengobatan untuk interaksi obat, dan
memverifikasi dosis pada semua obat yang diberikan.
Ahli radiologi juga memainkan peran penting dalam menentukan
penyebabnya.
Pedoman Society of American Gastrointestinal and Endoscopic
Surgeons (SAGES) menyatakan bahwa laparoskopi apendektomi aman
pada kehamilan dan merupakan standar perawatan pada pasien hamil. Ini

20
adalah pedoman berbasis bukti yang ditinjau oleh komite ahli
interprofesional. Pedoman saat ini telah dikembangkan setelah tinjauan
lengkap literatur medis saat ini dari jurnal peer-review untuk menentukan
kesesuaian pencitraan radiologis dan prosedur pengobatan oleh komite.
Dalam kasus di mana bukti tidak definitif atau minimal, pendapat ahli dari
spesialis dapat digunakan untuk merekomendasikan jenis pencitraan atau
perawatan. Dengan tantangan unik radang usus buntu pada kehamilan,
pendekatan tim interprofessional adalah jalan terbaik untuk memandu hasil
yang sukses baik untuk ibu dan anak yang belum lahir(Aptilon Duque and
Mohney, 2021).

21
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. KASUS VIGNETTE

Kasus 1 : Eryna Rezki Adella


Ny. A G1P0A0 hamil 24 minggu datang ke PMB pada tanggal 13-05-2021 dengan
keluhan nyeri pada bagian bawah perutnya ibu juga mengatakan bahwa nafsu makannya
menurun dan mengalami muntah selama 2 hari, ibu juga merasa lemas, susah BAB dan
perut terasa kembung. Setelah dilakukan pemeriksaan didapatkan hasil TD:
120/80mmHg, N: 90x/m, S: 37,9°C RR: 22x/m, pemeriksaan abdomen: ibu merasakan
nyeri pada bagian kuadran kanan bawah perutnya.
Apakah diagnosa dari masalah pada kasus diatas dan berikan penataksanaan pada kasus
tersebut?
Penatalaksanaan
1. Memberitahukan hasil pemeriksaan pada Ny. A bahwa TD:120/80mmHg, N:90x/m S:
37,5°C RR: 22x/m. Ibu mengetahui kondisinya
2. Menjelaskan kepada ibu bahwa keadaannya kurang baik serta ibu mengalami demam
dan dari hasil pemeriksaan abdomen ibu dicurigai mengalami apendisitis. Ibu
mengetahui kondisinya
3. Mennganjurkan kepada ibu untuk pemeriksaan lebih lanjut ibu perlu memeriksakan
dirinya kerumah sakit. Ibu mengerti dan mau mengikuti saran bidan.

Kasus 2 : Rakhma Mulianisaa


Ny. Z hamil 12 minggu datang ke Puskesmas pada tanggal 13-08-2021 pukul 08.00 WIB
dengan keluhan rasa sakit selama 3 hari pada perut, biasanya mulai di bagian tengah dekat
pusar dan perlahan berpindah ke sisi kanan dalam beberapa jam, ibu juga mengatakan
bahwa nafsu makannya menurun serta mengalami mual muntah dalam 3 hari dengan
frekuensi muntah 2 kali dalam sehari, merasa lemas dan perut terasa kembung. HPHT :
09-05-2021 , TP : 23-01-2022. Hasil pemeriksaan didapatkan Keadaan umum lemah,
kesadaran : compos mentis. Suhu tubuh ibu 37,5°C, TD:110/80mmHg, N:90x/m RR:
21x/m. Balottement (+), TFU 1 jari diatas symphysis Apa penatalaksanaan dari masalah
pada kasus diatas? Berikut ciri dari Apendisitis kecuali

22
Pilihan jawaban :
a. Sakit dibagian tengah dekat pusar dan perlahan berpindah ke sisi kanan
b. Demam
c. Konstipasi
d. Mual muntah secara berlebih
e. Perdarahan
Jawaban : E. Perdarahan

Kasus 3: Noor Adha Aprilea


Seorang perempuan usia 28 tahun Post operasi apendiktomi hari-1. Dari hasil pengkajian,
didapatkan pasien mengeluh nyeri pada daerah luka post operasi, skala nyeri 8,
pusing,mual, perut terasa kembung dan merasa lemas, suhu tubuh 37,5 ºC, TD 130/90
mmHg, frekuensi nadi 87x/menit, frekuensi napas 20x/menit. Apakah masalah utama
yang muncul dari kasus diatas ?
Pilihan jawaban
a. Nausea
b. Nyeri akut
c. Hipertermia
d. Risiko cidera
e. Intoleransi aktivitas
jawaban : B. Nyeri Akut

Kasus 4 : Ema Hernita


Ibu G2P1A0 UK 20 minggu datang ke RSUD Sejahtera dengan keluhan nyeri perut kanan
bawah seperti ditusuk-tusuk, kesulitan buang air besar, wajah meringis kesakitan, mual
dan muntah serta nafsu makan kurang. Hasil pemeriksaan didapatkan keadaan umum
kurang baik, TB: 160 cm, BB: 60 kg, TD: 110/80 mmHg, N: 80 x/menit, R: 26x/menit,
S:38,1°C, ballottement (+), TFU 3 jari dibawah pusat. Hasil pemeriksaan Ultrasonografi
(USG) menunjukkan apendiks mengalami peradangan. Hasil pemeriksaan Ultrasonografi

23
(USG) menunjukkan apendiks mengalami peradangan. Apakah masalah kebidanan yang
muncul dari kasus diatas?
a. Apendisitis akut
b. Nyeri akut
c. Risiko cidera
d. Nausea
e. Intoleransi aktivitas
Kunci Jawaban : A. Apendisitis akut
Alasan : Dari gejala-gejala yang ibu rasakan seperti nyeri nyeri perut kanan bawah
seperti ditusuk-tusuk, kesulitan buang air besar, wajah meringis kesakitan,
mual dan muntah serta nafsu makan kurang merupakan gejala terjadinya
peradangan pada usus buntu ditambah dengan hasil pemeriksaan USG yang
menunjukkan apendiks mengalami peradangan.

Kasus 5 : Rahmi
Pada tanggal 20 juli 2021 pukul 14.30 WITA Ibu datang ke RSUD Ratu Zalecha dengan
mengatakan nyeri pada bagian kanan bawah perutnya , nafsu makan menurun dan ibu
mengalami mual dan muntah dalam 3 hari, merasa lemas dan perut terasa kembung.
HPHT: 20-04-2021, TP: 27-01-2022. Hasil pemeriksaan didapatkan Keadaan umum
lemah, kesadaran : compos mentis, TD:110/70 mmHg, N:82x/m R: 22x/m, suhu tubuh
37,5°C ballotement (+). TFU 3 jari diatas simfisis. Pemeriksaan USG apendiks
mengalami peradangan. Pemeriksaan USG apendiks mengalami peradangan
Apa pertama yang harus dilakuakan bidan pada kasus tersebut ?
a. Melakukan pemasangan infus segera
b. Menganjurkan ibu istirahat
c. Memberitahu hasil pemeriksaan
d. Melakuakan operasi latarotomi
e. Menjelaskan keluhan ibu
Jawaban : C. Memberitahu hasil pemeriksaan

24
Kasus 6 : Misdawati
Ibu hamil G3P1A1 datang ke Puskesmas Hantakan pada tanggal 25 Juli 2021 pukul
09.00 WITA dengan keluhan mual muntah kurang lebih 3 hari, tidak nafsu makan,
nyeri pada bagian perut kanan bawah, sulit BAB dan perut terasa gembung. Kesadaran
compos mentis, TD: 110/80 mmHg, N: 89x/menit, R: 20x/menit, S: 36,5oC,
konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ekterik, ballotement (+), hasil pemeriksaan
laboraturium Hb: 12 gr/dl. Apa tindakan yang sesuai dengan kasus tersebut?
a. Merujuk kerumah sakit
b. Pemberian obat antibiotik
c. Dilakukan operasi
d. Berobat dirumah
e. Pemberian obat tradisional
Jawaban : B

Kasus 7 : Nadya Sari Komala


Ibu hamil G3P2A0 datang ke Puskesmas Perawatan Giri Mulya pada tanggal 15 Juni
2021 pukul 11.00 WITA dengan keluhan mual muntah kurang lebih 3 hari, tidak nafsu
makan, nyeri pada bagian perut kanan bawah, sulit BAB dan perut terasa gembung.
Kesadaran compos mentis, TD: 100/80 mmHg, N: 90x/menit, R: 20x/menit, S: 36,7 oC,
konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ekterik, ballotement (+), hasil pemeriksaan
laboraturium Hb: 11 gr/dl. Hasil pemeriksaan USG apendiks mengalami peradangan.
Pertanyaan soal
Diagnosis apakah yang sesuai dengan kasus tersebut ?
a. Apendisitis
b. Hiperemesis Gravidarum Grade 2
c. Nyeri akut
d. Infeksi salurah kemih
e. Hiperemesis Gravidarum Grade 3
Jawaban : A

25
KASUS 8 : Dhea Fauziah Nuraprilia

Ibu datang ke IGD PONEK B pada tanggal 07-02-2020 pukul 19.00 WITA. Dengan
keluhan mual muntah, tidak nafsu makan, dan nyeri di perut bagian kanan bawah,
sakitnya seperti tertikam benda tajam, sakitnya biasa muncul secara tiba-tiba serta
tidak bertahan lama. Ini merupakan kehamilan kedua. Anak pertama lahir ditolong
bidan, normal, spontan belakang kepala dengan BB 3000 gram dan PB 49 cm. Ibu
pernah ANC 2 kali di puskesmas. Riwayat ANC sebelumnya keadaan ibu dan janin
baik. . HPHT : 6-12-2019, TP : 11-09-2020. Ibu tidak pernah menderita penyakit
degenerative dan alergi terhadap obat atau makanan. Hasil Pemeriksaan KU lemah,
kesadaran compos mentis, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, mual/muntah
(+/+), BB 61 kg, TD 100/70 mmHg, N 104 x/menit, R 20 x/menit, ballotement (+), Hb
11,2 gr%, USG abdomen dengan hasil apendiks membesar dan tidak ada masa
disekitar ginjal kanan dan kiri. Apakah analisa kasus di atas?
a. G2P1A0 hamil 9 minggu dengan Apendisitis Akut
b. G2P1A0 hamil 9 minggu dengan Emesis Gravidarum
c. G2P1A0 hamil 9 minggu dengan Hiperemesis Gravidarum Grade 1
d. G2P1A0 hamil 9 minggu dengan Hiperemesis Gravidarum Grade 2
e. G2P1A0 hamil 9 minggu dengan Hiperemesis Gravidarum Grade 3
Jawaban : a. G2P1A0 hamil 9 minggu dengan Apendisitis Akut

B. STUDY KASUS
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU HAMIL DENGAN APENDISITIS
DI RS.ANSARI SALEH BANJARMASIN TAHUN 2021

KASUS
Ibu hamil umur 28 tahun datang ke RSUD H.Moch Ansari Saleh pada tanggal 05
Agustus 2021 pukul 10.00 WITA dengan mengatakan nyeri pada bagian bawah
perutnya sejak kemarin sore, ibu juga mengatakan bahwa nafsu makannya
menurun serta mengalami muntah dalam 2 hari, merasa lemas dan perut terasa
kembung, keadaan umum lemah, kesadaran : compos mentis, suhu tubuh ibu 38
°C, TD 120/80mmHg, N 90x/m RR 22x/m. HPHT : 15-05-2021, TP : 12-02-2022,
ballotement (+). TFU 3 jari diatas simfisis. Hasil laboratorium : Hb 11%dL,
leukosit 16900 sel/mikroL. Pemeriksaan USG apendiks yang meradang tampak
membesar (lebih besar dari 6 mm).

26
Bagaimanakah penatalaksanaan kasus diatas?
PENATALAKSANAAN
1. Memberitahukan hasil pemeriksaan dan asuhan yang akan diberikan kepada
ibu, bahwa kesadaran : compos mentis, suhu tubuh ibu 38°C,
TD:120/80mmHg, N:90x/m RR: 22x/m. HPHT : 15-05-2021 , TP : 12-02-
2022, ballotement (+). TFU 3 jari diatas simfisis. Hasil laboratorium : Hb
11%dL, leukosit 16900 sel/mikroL. Pemeriksaan USG apendiks yang
meradang tampak membesar (lebih besar dari 6 mm). Ibu mengerti
2. Menjelaskan kepada ibu bahwa ibu mengalami apendisitis yaitu peradangan
pada usus buntu. Ini adalah organ berongga yang terletak di ujung sekum,
biasanya di kuadran kanan bawah perut akibat obstruksi usus feses yang sudah
mengeras. Ibu mengerti.
3. Melakukan diagnosis dengan menggunakan skor RIPASA dan memberitahu
ibu hasil pemeriksaan skor yaitu 7,5 yang berarti ibu menderita apendisitis
akut. Ibu mengerti.
4. Melakukan informed choice dan informed consent kepada ibu bahwa rasa nyeri
yang dialami ibu adalah akibat dari radang usus atau apendisitis yang dialami
ibu, dan meminta pesetujuan ibu untuk melakukan kolaborasi dengan dokter
bedah, dokter spesialis anak, dokter spesialis obgyn, dokter anestesi dan
radiologi, dengan melakukan pengobatan antibiotik sampai operasi dilakukan.
Ibu bersedia.
5. Menjelaskan kepada ibu bahwa Jika operasi tidak dilakukan akan terjadi
perforasi apendiks yang akan menyebabkan penyebaran nanah dan bahan feses
ke dalam rongga peritoneum. Ibu mengerti.
6. Operasi laparotomi untuk pengangkatan usus buntu di ruang operasi oleh tim
dokter. Ibu menyetujuinya.
7. Memberitahukan ibu setelah post operasi ibu diberikan terapi Metronidazole
3x500gr, Ceftriaxone 1x2gr. Ibu menyetujuinya.
8. Menyarankan ibu setelah post op ibu untuk menjaga asupan nutrisi yaitu
memperbanyak asupan protein agar luka operasi cepat sembuh serta dilakukan
perawatan luka post op appendiktomi. Ibu menyetujuinya.

27
9. Memberitahukan ibu bahwa akan dirawat di RSUD H.Moch Ansari Saleh
selama 5 hari dari tanggal 5/8/21 sampai dengan tanggal tanggal 10/8/21
dengan post op. Ibu menyetujuinya
10. Melakukan observasi keadaan umum dan observasi dibagian bagian luka
post op. Luka jahitan tampak bersih dan kering, tidak ada pus. Observasi telah
dilakukan dan keadaan ibu baik.
11. Memberitahukan ibu bahwa ibu sudah bisa pulang dari Rumah Sakit
dikarenakan nyeri pada luka jahitan sudah berkurang, luka jahitan tampak
bersih dan kering, tidak ada pus. Sebelum pulang ibu diberi nasehat yaitu
anjuran untuk melakukan kontrol selanjutnya ke poli kandungan untuk
mendapatkan terapi atau tindakan pengobatan lebih lanjut .Ibu mengerti dan
bersedia.

28
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis. Apendisitis akut
selama kehamilan menimbulkan dilema diagnostik. Pasien-pasien ini mungkin
menunjukkan tanda dan gejala non-spesifik seperti muntah, mual, dan
leukositosis. Ada beberapa penyebab apendisitis diantaranya adalah obstruksi
yang terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi ini biasanya disebabkan karena
adanya timbunan tinja yang keras (fekalit), hiperplasia jaringan limfoid, tumor
apendiks, striktur, benda asing dalam tubuh, dan cacing askaris dapat pula
menyebabkan terjadinya sumbatan. Risiko kehilangan janin selama apendektomi
tanpa komplikasi adalah 2%, namun, dengan adanya peritonitis umum, dan abses
peritoneal, kehilangan janin dapat meningkat hingga 6%. Dengan adanya perforasi
bebas, risiko kehilangan janin dapat meningkat hingga 36%.
Pada kehamilan insiden persalinan prematur akibat apendektomi adalah 4%,
dan 11% pada kasus yang rumit. Hubungan antara apendektomi negatif dengan
persalinan prematur dan kehilangan janin masing-masing adalah 10% dan 4%
(Aptilon Duque and Mohney, 2021).
Patofisiologi apendisitis kemungkinan berasal dari obstruksi lubang
apendiks. Hal ini menyebabkan peradangan, iskemia lokal, perforasi, dan
perkembangan abses yang terkandung atau perforasi nyata dengan peritonitis yang
dihasilkan. Nyeri perut mungkin kurang menonjol selama kehamilan karena rahim
gravid mengangkat dinding perut anterior menjauh dari apendiks yang meradang.
Pada pasien hamil, rahim juga dapat menghambat kontak antara
omentum(jaringan lemak yang berada di rongga perut) dan apendiks yang
meradang (Aptilon Duque and Mohney, 2021).

B. Saran

29
Diharapkan mahasiswa dapat memahami tentang Kehamilan dengan
apendisitis akut sehingga dapat mengaplikasikan dan memberikan asuhan
kebidanan yang sesuai dan tepat. Dalam penulisan makalah ini masih banyak
terdapat kekurangan oleh karena itu kami mohon saran yang membangun. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

30
DAFTAR PUSTAKA

Aptilon Duque, G., Mohney, S., 2021. Appendicitis in Pregnancy, in: StatPearls.
StatPearls Publishing, Treasure Island (FL).
Banepali, Niroj, Kamal Koirala, Rupesh Mukhiya, and Rakesh Roshan Sthapit.
2019. “A Comparative Study of RIPASA Score and Modified Alvarado
Score in Acute Appendicitis in Nepalese Population.” Nepalese Medical
Journal 2(2):224–28. doi: 10.3126/nmj.v2i2.25369.
Baresti, Sarah W.; Rahmanto, T. 2017. “Sistem Skoring Baru Untuk
Mendiagnosis Apendisistis Akut.” Jurnal Majority 6(3):169–73.
Jones, M.W., Lopez, R.A., Deppen, J.G., 2021. Appendicitis, in: StatPearls.
StatPearls Publishing, Treasure Island (FL).
Prawirohardjo, Sarwomo. 2011. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
Yavuz, Y., Sentürk, M., Gümüş, T., Patmano, M., 2021. Acute appendicitis in
pregnancy. Ulus. Travma Ve Acil Cerrahi Derg. Turk. J. Trauma Emerg.
Surg. TJTES 27, 85–88. https://doi.org/10.14744/tjtes.2020.22792

31
Slide 1

KEHAMILAN DENGAN APENDISITIS AKUT


Dosen Pembimbing: Ririn Indriani, SST,.M.Tr.Keb

Kelompok 1
Rakhma Mulianisaa (P17312215157)
Eryna Rezki Adella (P17312215160)
Ema Hernita (P17312215167)
Dhea Fauziah Nuraprilia (P17312215172)
Noor Adha Aprilea (P17312215175)
Misdawati (P17312215178)
Nadya Sari Kumala (P17312215179)
Rahmi (P17312215184)
KEMENTERIAN KESEEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN MALANG
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN
TAHUN AJARAN 2021/2022

Slide 2

Kehamilan
Adalah fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan
dengan nidasi atau implantasi. Bila dihitung dari saat fertilisasi sampai
lahirnya bayi, kehamilan normal akan berlangsung dalam waktu 40 minggu
atau 10 bulan atau 9 bulan menurut kalender internasional
(Prawihardjo,2011).

Apendisitis
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis. Ini adalah organ
berongga yang terletak di ujung sekum, biasanya di kuadran kanan bawah
perut. (Jones et al., 2021)

Etiologi
Penyebab apendisitis adalah obstruksi lumen. Stasis feses dan fekalit (feses
yang yang sudah mengeras) paling sering menyebabkan fenomena ini;
namun, hiperplasia limfoid, neoplasma, sisa buah dan sayuran, barium yang
tertelan, dan parasit adalah kemungkinan faktor lain yang bertanggung jawab
atas terjadinya obstruksi (Aptilon Duque and Mohney, 2021).

32
Slide 3

Epidemiologi
Apendisitis paling sering terjadi antara usia 5 dan 45 dengan usia rata-rata 28
tahun. Insidennya kira-kira 233/100.000 orang. Laki-laki memiliki predisposisi
yang sedikit lebih tinggi untuk mengembangkan apendisitis akut dibandingkan
dengan perempuan, dengan kejadian seumur hidup 8,6% untuk pria dan 6,7%
untuk wanita. Ada sekitar 300.000 kunjungan rumah sakit setiap tahun di
Amerika Serikat untuk masalah terkait usus buntu (Jones et al., 2021).
Patofisiologi

Patofisiologi
apendisitis kemungkinan berasal dari obstruksi lubang apendiks. Hal ini
menyebabkan peradangan, iskemia lokal, perforasi, dan perkembangan abses
yang terkandung atau perforasi nyata dengan peritonitis yang dihasilkan.
Obstruksi ini dapat disebabkan oleh hiperplasia limfoid, infeksi (parasit), fekalit,
atau tumor jinak atau ganas (Jones et al., 2021).

Slide 4

Sejarah dan fisik


Dalam skenario klasik apendisitis,
pasien pertama-tama
menggambarkan nyeri
periumbilikal yang bermigrasi ke
kuadran kanan bawah. Setelah
timbulnya rasa sakit, anoreksia,
mual, muntah, demam dapat
berkembang. Gejala non-klasik
termasuk malaise, mulas, perut
kembung, sembelit, dan
diare.(Aptilon Duque and Mohney,
2021).

33
Slide 5

Evaluasi Penatalaksanaan
Pemeriksaan Laboratorium Biasanya, pengobatan kuratif
apendisitis akut adalah usus buntu.
Pencitraan Pengobatan antibiotik perioperatif
harus menyediakan cakupan untuk
bakteri Gram-negatif dan Gram-
positif (biasanya dengan sefalosporin
generasi kedua) dan cakupan untuk
anaerob (klindamisin atau
metronidazol). Menunda intervensi
bedah selama lebih dari 24 jam
setelah gejala pertama kali muncul
meningkatkan risiko perforasi.

Slide 6

Diagnosis Banding
Pembanding suspek apendisitis akut selama
kehamilan mencakup gangguan yang biasanya
dipertimbangkan pada individu yang tidak
hamil. Oleh karena itu dokter harus
mempertimbangkan divertikulitis cecal,
divertikulitis Meckel, ileitis akut, penyakit
radang usus (Crohn dan kolitis ulserativa),
kolik ginjal, dan infeksi saluran kemih.
Kondisi ginekologi dalam diagnosis banding
termasuk abses tubo-ovarium, penyakit radang
panggul, kista ovarium pecah, ovarium, dan
torsi tuba fallopi.

34
Slide 7

Prognosis
• Jika didiagnosis dan diobati secara dini, dalam waktu 24 hingga 48
jam, pemulihan dan prognosis akan sangat baik. Kasus yang hadir
dengan abses lanjut, sepsis, dan peritonitis mungkin memiliki
perjalanan yang lebih lama dan rumit, mungkin memerlukan
pembedahan tambahan atau intervensi lain (Jones et al., 2021).
• Menurut pengamatan, prognosis jangka panjang untuk wanita yang
menjalani usus buntu selama kehamilan umumnya baik. Morbiditas
yang sudah ada sebelumnya, dan bukan operasi itu sendiri, adalah
faktor risiko yang lebih besar untuk kejadian obstetrik yang merugikan
pascaoperasi(Aptilon Duque and Mohney, 2021).

Slide 8

Komplikasi
Apendisitis yang tidak diobati dapat
berkembang menjadi komplikasi
berat dengan morbiditas tinggi,
perforasi apendiks dan akan
bermanifestasi sebagai salah satu dari
dua hasil: perforasi bebas, atau
perforasi tertutup atau tertutup. Konsultasi
Perforasi terbuka menyebabkan Setiap kasus dugaan apendisitis pada
penyebaran nanah dan bahan feses ke kehamilan memerlukan konsultasi
dalam rongga peritoneum, yang OB-GYN untuk menyingkirkan
kemungkinan akan mengakibatkan penyebab nyeri obstetri dan
pasien terlihat sangat sakit dan septik ginekologi serta untuk memastikan
dengan peningkatan risiko persalinan kesejahteraan janin sebelum dan
dan kelahiran prematur dan sesudah anestesi(Aptilon Duque and
kehilangan janin. Mohney, 2021).

35
Slide 9

Pencegahan dan pendidikan pasien


oSeorang dokter atau tim klinisi akan membuat diagnosis apendisitis
melalui wawancara menyeluruh dan pemeriksaan fisik. Jika perlu,
mereka akan memesan tes khusus seperti USG atau MRI untuk
memberikan informasi yang lebih tepat mengenai sumber nyeri perut.
Sangat penting bahwa selama waktu ini, seorang ginekolog harus
memeriksa pasien hamil.
oKetika salah satu gejala yang tercantum di atas muncul, sangat penting
untuk mencari perawatan medis. Risiko usus buntu untuk pecah
meningkat setelah 24 jam pertama dari timbulnya gejala; Oleh karena
itu, identifikasi dan pengobatan dini sangat penting dan akan
berdampak langsung pada hasil kesehatan dan kehamilan pasien.

Slide 10

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU HAMIL DENGAN APENDISITIS


DI RS.ANSARI SALEH BANJARMASIN TAHUN 2021

KASUS
Ibu hamil datang ke RSUD H.Moch Ansari Saleh pada tanggal 05 Agustus
2021 pukul 10.00 WITA dengan mengatakan nyeri pada bagian bawah
perutnya ibu juga mengatakan bahwa nafsu makannya menurun serta
mengalami muntah dalam 2 hari, merasa lemas dan perut terasa kembung,
suhu tubuh ibu 37,5 C, TD:120/80mmHg, N:90x/m RR: 22x/m. HPHT : 15-
05-2021 , TP : 12-02-2022. Hasil pemeriksaan didapatkan Keadaan umum
lemah, kesadaran : compos mentis, TD:120/80mmHg, N:90x/m RR: 22x/m,
ballotement (+). TFU 3 jari diatas simfisis. Hasil laboratorium : Hb 11%dL,
leukosit 16900 sel/mikroL. Pemeriksaan USG apendiks yang meradang
tampak membesar (lebih besar dari 6 mm).
Bagaimanakah penatalaksanaan kasus diatas?

36
Slide 11

PENATALAKSANAAN

1. Memberitahukan hasil pemeriksaan dan asuhan yang akan diberikan kepada ibu, bahwa Keadaan umum lemah, kesadaran :
compos mentis, TD : 100/80 mmHg, N : 92 x/menit, R : 24 x/menit. Ibu mengerti

2. Menjelaskan kepada ibu bahwa ibu mengalami apendisitis yaitu peradangan pada usus buntu. Ini adalah organ berongga
yang terletak di ujung sekum, biasanya di kuadran kanan bawah perut akibat obstruksi usus feses yang sudah mengeras. Ibu
mengerti.

3. Melakukan informed choice dan informed consent kepada ibu bahwa rasa nyeri yang dialami ibu adalah akibat dari radang
usus atau apendisitis yang dialami ibu, dan meminta pesetujuan ibu untuk melakukan kolaborasi dengan dokter spesialis
Sp.OG, dengan melakukan pengobatan antibiotik sampai operasi dilakukan. Ibu bersedia.

4. Menjelaskan kepada ibu bahwa Jika operasi tidak dilakukan akan terjadi perforasi apendiks yang akan menyebabkan
penyebaran nanah dan bahan feses ke dalam rongga peritoneum. Ibu mengerti.

5. Operasi laparotomi untuk pengangkatan usus buntu di ruang operasi oleh dokter Sp.OG. Ibu menyetujuinya.

6. Memberitahukan ibu setelah post operasi ibu diberikan terapi Metronidazole 3x500gr, Ceftriaxone 1x2gr. Ibu
menyetujuinya.

Slide 12

Lanjutan..

7. Menyarankan ibu setelah post op ibu untuk menjaga asupan nutrisi yaitu memperbanyak asupan protein agar luka operasi
cepat sembuh serta dilakukan perawatan luka post op appendiktomi . Ibu menyetujuinya.

8. Memberitahukan ibu bahwa akan dirawat di RSUD H.Moch Ansari Saleh selama 5 hari dari tanggal 7/2/20 sampai dengan
tanggal tanggal 12/2/20 dengan post op. Ibu menyetujuinya

9. Melakukan observasi keadaan umum dan observasi dibagian bagian luka post op. Luka jahitan tampak bersih dan kering,
tidak ada pus. Observasi telah dilakukan dan keadaan ibu baik.

10. Memberitahukan ibu bahwa ibu sudah bisa pulang dari Rumah Sakit dikarenakan nyeri pada luka jahitan sudah
berkurang, luka jahitan tampak bersih dan kering, tidak ada pus. Sebelum pulang ibu diberi nasehat yaitu anjuran untuk
melakukan kontrol selanjutnya ke poli kandungan untuk mendapatkan terapi atau tindakan pengobatan lebih lanjut .Ibu
mengerti dan bersedia.

37
Slide 13

Terima Kasih

38

Anda mungkin juga menyukai