Anda di halaman 1dari 33

PROPOSAL PROYEK INOVASI

PENGARUH AROMATHERAPI LAVENDER TERHADAP


PENURUNAN INTENSITAS NYERI PADA IBU POST SC
(SECTIO CAESARE) DI RUANG KEBIDANAN
RSUD 45 KUNINGAN

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas


Praktik Klinik Stase Keperawatan Maternitas

Disusun Oleh:
Kelompok 6

1. Kramayudha Arnansyah 6. Shoolihaturrosyiidah


2. Azk Yaasir Abdilbary 7. Silvia Santika
3. Devi Dwi Intani 8. Linda Sintia
4. Feby Nurul Aini 9. Yessi Senti
5. Clarita Rena Putri 10. Dandy Andika Fajar

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
KUNINGAN
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT. yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyusun laporan
proyek inovasi stase keperawatan maternitas ini, sebagai salah satu tugas untuk
memenuhi tugas Pendidikan Profesi Ners Stase Keperawatan Maternitas. Shalawat serta
salam selalu tercurahkan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW yang telah membawa
sebuah cahaya dalam kegelapan dunia.
Dalam penyusunan laporan proyek inovasi stase keperawatan maternitas ini
tentu tidak lepas dari hambatan dan kesulitan, namun berkat pembingbing akademik dan
CI Klinik dan bantuan dari berbagai pihak maka hambatan dan kesulitan dapat teratasi
dengan baik.
Akhirnya hanya kepada Allah SWT kita kembalikan semua urusan dan semoga
laporan proyek inovasi stase keperawatan maternitas ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak, khususnya bagi penulis dan para pembaca pada umumnya. Semoga Allah SWT.
meridhai dan dicatat sebagai ibadah disisi-Nya, Aamiin.

Kuningan, Desember 2022

Penyusun

Kelompok 6

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................... i

DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang........................................................................................................... 1

1.2 Tujuan Proyek Inovasi................................................................................................ 3

1.3 Manfaat Proyek Inovasi.............................................................................................. 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................ 5

2.1 Konsep Persalinan Sectio Caesarea............................................................................. 5

2.2 Konsep Nyeri........................................................................................................... 12

2.3 Konsep Teori Aromatherapi Lavender...................................................................... 17

BAB III RENCANA KEGIATAN DAN STANDAR OPERASIONAL


PROSEDUR (SOP)............................................................................................ 22

3.1 Analisis Masalah...................................................................................................... 22

3.2 Rencana Kegiatan..................................................................................................... 22

3.3 Standar Oprasional Prosedur Aromatherapi Lavender..................................... 22

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 25

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta)


yang telah cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan melalui jalan lahir atau
jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri) (Herinawati 2019).
Persalinan merupakan proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari
uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan
cukup bulan (37-42) atau janin telah mencapai posisi presentasi ubun-ubun kecil,
presentasi kepala, lahir spontan pervagina dengan kekuatan ibu sendiri tanpa
melukai ibu dan bayi kecuali dilakukan episiotomi, berlangsung selama kurang dari
24 jam tanpa komplikasi baik pada ibu maupun bayinya (Hanifah et al., 2019)
Menurut World Helth Organization (WHO), lebih dari 10.000 kelahiran
hidup akibat komplikasi proses persalinan dan 451.000 terjadi kematian ibu akibat
komplikasi proses persalinan, yang sebagian besar (lebih dari 98%) terdapat di
Negara yang berkembang. Diperkirakan angka kematian ibu (AKI) di Negara yang
sedang berkembang terjadi 100-200 kali lebih tinggi dibandingkan Negara maju
(WHO, 2019). Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia terdapat penurunan dari
4.226 menjadi 4.221, dimana ada lima penyebab terbesar kematian ibu yaitu
perdarahan 1.280 kasus, hipertensi dalam kehamilan 1.066 kasus dan infeksi 207
kasus (Kementerian Kesehatan RI, 2019).
(World Health Organization, 2019). Berdasarkan data RISKESDAS tahun
2018, jumlah persalinan dengan metode Sectio Caesarea (SC) di Indonesia sebesar
17,6%. Indikasi dilakukannya persalinan secara Sectio Caesarea (SC) disebabkan
oleh beberapa komplikasi dengan persentase sebesar 23,2% diantaranya posisi janin
melintang/sunsang (3,1%), perdarahan (2,4%,) kejang (0,2%), ketuban pecah dini
(5,6%), partus lama (4,3%), lilitan tali pusat (2,9%), plasenta previa (0,7%),
plasenta tertinggal (0,8%), hipertensi (2,7%), dan lainnya (4,6%) (Kementerian
1
Kesehatan RI, 2018). Menurut data SKDI (Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia) tahun 2017, menyatakan angka kejadian persalinan di Indonesia dengan
metode SC sebanyak 17% dari total jumlah kelahiran di fasilitas kesehatan. Hal ini
menunjukkan terjadi peningkatan angka persalinan melalui metode Sectio Caesarea
(SC) (Kementerian Kesehatan RI, 2017).
Seseorang merasakan nyeri hebat post operasi atau pasca pembedahan dan
75% penderita mempunyai pengalaman yang kurang menyenangkan akibat
pengelolahan nyeri yang tidak adekuat. Hal itu diwajarkan karena nyeri dapat
menjadi pengalaman yang kurang menyenangkan akibat pengelolaan nyeri yang
tidak adekuat. Tingkat keparahan nyeri pasca operasi tergantung pada spikolog dan
fsiologi individu. Kehamilan, persalinan dan masa nifas merupakan suatu peristiwa
fisiologis dalam setiap perkembangan bagi wanita menjadi ibu. Peristiwa fisiologis
ini dapat berubah menjadi patologis atau trauma pada ibu karena nyeri yang
dialaminya. Beberapa ibu bahkan ada yang trauma untuk hamil dan melahirkan lagi
karena takut akan mengalami nyeri yang sama. Bagi ibu yang pernah melahirkan,
nyeri persalinan merupakan nyeri yang paling menyakitkan apalagi bagi ibu-ibu
yang baru pertama kali merasakannya (Magfuroh, 2019).
Rasa nyeri pada persalinan seperti rasa nyeri saat kala 1 merupakan
manifestasi dari adanya kontraksi (pemendekan) otot rahim. Kontraksi inilah yang
menimbulkan rasa sakit pada pinggang, daerah perut menjalar ke arah paha.
Kontraksi ini menyebabkan adanya pembukaan mulut rahim (serviks), dengan
adanya pembukaan ini maka akan terjadi persalinan (Herinawati 2019). Rasa nyeri
diperlukan untuk mengenali adanya kontraksi uterus selama proses persalinan, tetapi
kadang rasa nyeri tersebut bisa menimbulkan akibat patologis yang dirasakan terus
menerus, ditambah rasa cemas dan ketakutan yang dialami ibu bersalin. Hal ini dapat
mengakibatkan keletihan sehingga mengakibatkan penurunan kontraksi uterus dan
proses persalinan pun berlangsung lebih lama.
Saat ini, terdapat berbagai macam cara mengatasi rasa nyeri untuk proses
persalinan baik secara farmakologis atau menggunakan obat maupun non-
farmakologis atau tanpa obat-obatan. Cara-cara farmakologis adalah penggunaan
obat-obatan seperti penggunaan analgesia yaitu berupa cairan yang dimasukan ke
dalam tubuh sehingga tidak merasakan nyeri atau kontraksi. Pada kenyataannya,
1
penggunaan analgesia memiliki dampak negatif seperti depresi, gangguan
pernapasan ibu maupun janin, mual, muntah hingga ketergantungan (Dahny, 2018).
Adapun cara non-farmakologis yaitu dengan cara mengurangi hingga
menghilangkan nyeri tanpa penggunaan obat-obatan sehingga efek negatif dapat
dihindari. Cara nonfarmakologis yang sering digunakan saat ini seperti
Aromatherapi Lavender.
Aromatherapy digunakan sebagai salah satu pengobatan dengan
menggunakan bau-bauan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, bunga, pohon yang
berbau harum dan enak (Craig, 2014). Aromaterapi dapat juga didefinisikan
sebagai penggunaan terkendali esensial tanaman untuk tujuan terapeutik (Posadzki,
Watson, & Ernst, 2012).
Aroma lavender merupakan salah satu jenis aroma terapy yang dianggap
paling bermanfaat dari semua minyak astiri. Lavender dikenal untuk membantu
meringankan nyeri, sakit kepala, insomnia, ketegangan dan stress (depresi) melawan
kelelahan dan untuk mendapatkan relaksasi. Aromaterapy lavender menurut
(Tarsikah, 2012) merupakan salah satu minyak esensial analgesik yang mengandung
8% terpene dan 6% keton.
Berdasarkan hasil analisis masalah yang dilakukan di Ruang Kebidanan
RSUD 45 Kuningan pada tanggal 7 Desember sampai 8 Desember 2022, Hasil
wawancara kepada 3 pasien Selama 2 Jam Post Setion Caesarea diketahui bahwa
rata-rata mengalami nyeri pada rentang skala 5 – 6, sehingga kelompok tertarik
unuk melakukan proyek inovasi tentang intervensi nonfarmakologis untuk
mengatasi nyeri berdasarkan evidence based, yaitu pemberian Aromatherapi
Lavender. Implementasi akan dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari
Kepala Ruangan dan CI Ruangan. Implementasi ini akan dilakukan pada pasien
Post Setion Caesarea. Dokumentasi dilakukan pada saat implementasi diberikan
kepada pasien. Rencana terakhir yaitu mengevaluasi hasil dari implementasi yang
telah dilakukan untuk mengetahui hal apa saja yang perlu diperbaiki.
Berdasarkan hasil uraian diatas, kelompok 6 tertarik untuk melakukan
proyek inovasi tentang pengaruh Aromatherapi Lavender terhadap penurunan
intensitas nyeri pada ibu Post Setion Caesarea di Ruang Kebidanan RSUD 45
Kuningan.
1
1.2 Tujuan Proyek Inovasi

1.2.1 Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh Aromatherapi Lavender terhadap penurunan


intensitas nyeri pada pasien Post Setion Caesarea di Ruang Kebidanan RSUD
45 Kuningan tahun 2022.
1.2.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi gambaran skala nyeri sebelum diberikan Aromatherapi


Lavender pada pasien Post Setion Caesarea di Ruang Kebidanan RSUD 45
Kuningan tahun 2022.
2. Mengidentifikasi gambaran skala nyeri setelah diberikan Aromatherapi
Lavender pada pasien Post Setion Caesarea di Ruang Kebidanan RSUD 45
Kuningan tahun 2022.
3. Menganalisis pengaruh Aromatherapi Lavender terhadap penurunan
intensitas nyeri pada pasien Post Setion Caesarea di Ruang Kebidanan
RSUD 45 Kuningan tahun 2022.

1.3 Manfaat Proyek Inovasi

1.3.1 Manfaat Teoritis

Hasil proyek inovasi ini diharapkan dapat dijadikan sebagai


pengembangan keilmuan pengetahuan terutama bagi keperawatan maternitas dan
ilmu kebidanan khususnya terkait dengan terapi non farmakologis yaitu
Aromatherapi Lavender yang dapat dilakukan dalam menurunkan intensitas
nyeri pada pasien pasien Post Setion Caesarea.
1.3.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Perawat dan Bidan di Rumah Sakit

Diharapkan proyek inovasi ini dapat dijadikan referensi oleh Rumah


Sakit dan dapat di implementasikan oleh bidan dan perawat di Ruangan

1
sebagai salah satu intervensi non farmakologis untuk mengatasi nyeri pada
pasien Post Setion Caesarea berdasarkan evidence based
2. Bagi Pasien

Diharapkan proyek inovasi ini dapat meningkatkan pengetahuan


pasien dalam menurunkan intensitas nyeri pada pasien postnatal dan pasien
bisa mempraktekan sendiri untuk mengurangi rasa nyeri yang dirasakannya.

3. Bagi Mahasiswa
Diharapkan Dapat menambah wawasan dan pengetahuan mahasiswa
dalam menerapkan proyek inovasi ini, serta menjadi evidence based practice
bagi penelitian lanjutan.

1
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep persalinan Section Caesarea (SC)


2.1.1 Pengertian
Sectio Caesarea adalah suatu pembedahan guna melahirkan janin lewat insisi
pada dinding abdomen dan uterus persalinan buatan. Sehingga janin di lahirkan melalui
perut dan dinding perut dan dinding rahim agar anak lahir dengan keadaan utuh dan
sehat (Anjarsari, 2019). Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan
membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut (Martowirjo, 2018).
Sectio Caesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu
insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan
utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sagita, 2019).
2.1.2 Klasifikasi
Menurut Ramandanty (2019), klasifikasi bentuk pembedahan Sectio Caesarea
adalah sebagai berikut :
1. Sectio Caesarea Klasik
Sectio Caesarea Klasik dibuat vertikal pada bagian atas rahim. Pembedahan
dilakukan dengan sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira sepanjang 10
cm. Tidak dianjurkan untuk kehamilan berikutnya melahirkan melalui vagina
apabila sebelumnya telah dilakukan tindakan pembedahan ini.
2. Sectio Caesarea Transperitonel Profunda
Sectio Caesarea Transperitonel Profunda disebut juga low cervical yaitu
sayatan vertikal pada segmen lebih bawah rahim. Sayatan jenis ini dilakukan jika
bagian bawah rahim tidak berkembang atau tidak cukup tipis untuk
memungkinkan dibuatnya sayatan transversal. Sebagian sayatan vertikal
dilakukan sampai ke otot-otot bawah rahim.
3. Sectio Caesarea Histerektomi
Sectio Caesarea Histerektomi adalah suatu pembedahan dimana setelah janin
dilahirkan dengan Sectio Caesarea, dilanjutkan dengan pegangkatan rahim.
4. Sectio Caesarea Ekstraperitoneal

1
Sectio Caesarea Ekstraperitoneal, yaitu Sectio Caesarea berulang pada
seorang pasien yang sebelumnya melakukan Sectio Caesarea. Biasanya dilakukan
di atas bekas sayatan yang lama. Tindakan ini dilakukan denganinsisi dinding dan
faisa abdomen sementara peritoneum dipotong ke arah kepala untuk memaparkan
segmen bawah uterus sehingga uterus dapat dibuka secara ekstraperitoneum.
2.1.3 Etiologi
Menurut Martowirjo (2018), etiologi dari pasien Sectio Caesarea adalah sebagai
berikut :
1. Etiologi yang berasal dari ibu
a. Plasenta Previa Sentralis dan Lateralis (posterior) dan totalis.
b. Panggul sempit.
c. Disporsi sefalo-pelvik : ketidakseimbangan antara ukuran kepala dengan
panggul.
d. Partus lama (prognoled labor)
e. Ruptur uteri mengancam
f. Partus tak maju (obstructed labor)
g. Distosia serviks
h. Pre-eklamsia dan hipertensi
i. Disfungsi uterus
j. Distosia jaringan lunak.
2. Etiologi yang berasal dari janin
a. Letak lintang.
b. Letak bokong.
c. Presentasi rangkap bila reposisi tidak berhasil.
d. Presentasi dahi dan muka (letak defleksi) bila reposisi dengan cara-cara
lain tidak berhasil.
e. Gemeli menurut Eastma, sectiocaesarea di anjurkan :
1) Bila janin pertama letak lintang atau presentasi bahu (Shoulder
Presentation).
2) Bila terjadi interlok (locking of the twins).
3) Distosia oleh karena tumor.
4) Gawat janin.
1
f. Kelainan uterus :
1) Uterus arkuatus
2) Uterus septus
3) Uterus duplekus
4) Terdapat tumor di pelvis minor yang mengganggu masuk kepala janin
ke pintu atas panggul.

Sedangkan menurut Sagita (2019), indikasi ibu dilakukan Sectio Caesarea adalah
ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi
dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa
faktor Sectio Caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio sebagai
berikut :
1. CPD (Chepalo Pelvik Dispropotion) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak
sesuai dengan ukuran kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat
melahirkan secara normal.
2. PEB (Pre-Eklamasi Berat) adalah kesatuan penyakit yang langsung disebabkan
oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas.
3. KDP (Ketuban Pecah Dini) adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartus. Sebagian besar ketuban
pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu.
4. Bayi kembar, tak selamanya bayi kembar dilahirkan secara Sectio Caesarea. Hal
ini karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi
daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami
sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
5. Faktor hambatan jalan lahir, adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan
lahir yang tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan
bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
6. Kelainan Letak Janin
a. Kelainan pada letak kepala.
b. Letak sungsang.
2.1.4 Manifestasi Klinis
Menurut Martowirjo (2018), manifestasi klinis pada klien dengan post Sectio
Caesarea antara lain :
1
1. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan 600-800 ml.
2. Terpasang kateter, urin jernih dan pucat.
3. Abdomen lunak dan tidakada distensi.
4. Bising usus tidak ada.
5. Ketidaknyamanan untukmenghadapi situasi baru
6. Balutan abdomen tampak sedikit noda.
7. Aliran lokhia sedangdan bebas bekuan, berlebihan dan banyak
2.1.5 Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Martowirjo (2018), pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada ibu
Sectio Caesarea adalah sebagai berikut :
1. Hitung darah lengkap
2. Golongan darah (ABO),dan pencocokan silang, tes Coombs Nb.
3. Urinalisis : menentukn kadar albumin/glukosa.
4. Pelvimetri : menentukan CPD.
5. Kultur : mengidentifikasi adanya virus heres simpleks tipe II.
6. Ultrasonografi : melokalisasi plasenta menetukan pertumbuha,kedudukan, dan
presentasi janin.
7. Amniosintess : Mengkaji maturitas paaru janin.
8. Tes stres kontraksi atau non-stres : mengkaji respons janin terhadap
gerakan/stres dari polakontraksi uterus/polaabnormal.
9. Penetuan elektronik selanjutnya :memastikan status janin/aktivitas uterus.
2.1.6 Penatalaksanaan
Menurut Ramadanty (2019), penatalaksanan Sectio Caesarea adalah sebagai
berikut :
1. Pemberian Cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian
cairan per intavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak
terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya.
Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara
bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah
diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
2. Diet
1
Pemberian cairan per infus biasanya dihentikan setelah penderita flatus
lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan per oral. Pemberian
minuman 17 dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6
sampai 8 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
3. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi : Miring kanan dan kiri
dapat dimulai sejak 6 sampai 10 jam setelah operasi, Latihan pernafasan
dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin setelah
sadar, Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit
dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya, Kemudian posisi
tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler),
Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar
duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada
hari ke-3 sampai hari ke-5 pasca operasi.
4. Katerisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan rasa tidak
enak pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan
perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi
tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
5. Pemberian Obat-Obatan
a. Antibiotik cara pemilihan dan pemberian antibiotik sangat berbeda-beda
sesuai indikasi.
b. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan Obat
yang dapat di berikan melalui supositoria obat yang diberikan ketopropen
sup 2x/24 jam, melalui orang obat yang dapatdiberikan tramadol atau 18
paracetamol tiap 6 jam, melalui injeksi ranitidin 90-75 mg diberikan setiap
6 jam bila perlu.
c. Obat-obatan lain Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum
penderita dapat diberikan caboransia seperti neurobian I vit C. 8)
Perawatan luka Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila
basah dan berdarah harus dibuka dan diganti.
6. Pemeriksaan rutin
1
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu,
tekanan darah, nadi,dan pernafasan.
7. Perawatan Payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu
memutuskan tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang
mengencangkan payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi, biasanya
mengurangi rasa nyeri.
2.1.7 Komplikasi Sectio Caesarea
Beberapa komplikasi sectio caesarea, antara lain (Maryunani A,2016):
1. Perdarahan
Sectio Caesarea adalah operasi vaskuler dan hilangnya darah umumnya
antara 500 dan 100 ml. Perdarahan meningkat harus diantisipasi dalam kasus
plasenta previa, kehamilan ganda dimana mungkin ada gangguan retraksi dari
plasenta. Pasien dapat dengan cepat menjadi syok, untuk mengurangi
perdarahan yang banyak dilakukan penjahitan sumber perdarahan tersebut.
Namun, jika penjahitan itu gagal, mungkin perlu tindakan histerektomi.
2. Dehisensi dan eviserasi
Dehisensi berarti terbukanya lapisan kulit subkutan dan fasia pada luka
jahitan operasi. Pada eviserasi, peritoneum ikut terbuka sehingga omentum
dan organ intra abdomen dalam terklihat dari luar. Dehisensi mengakibatkan
infeksi, memperpanjang masa rawat inap dan dapat menyebabkan hernia
insisional
Dehisensi dan eviserasi umumnya terjadi dalam 2 minggu pasca operasi
dengan onset dalam 24 jam pertama. Diagnosis dibuat berdasarkan gambaran
klinis yang meliputi terlihatnya luka yang membuka, keluarnya cairan
serosanguinus dalam jumlah banyak dari luka jahitan operasi disertai dengan
tanda-tanda radang akut.
3. Gastrointestinal (mual dan muntah pasca operasi)
Sakit gangguan pada fungsi gastrointestinal tidak berbahaya. Hal ini
terjadi sebagai akibat dari anestesi, obat-obatan perioperatif, dan operasi itu
sendiri. Umumnya pasien akan merasa mual, yang kadang disertai dengan
muntah selama 12 pasca operasi.
1
2.1.8 Perawatan Post Section Caesarea
Pasien pasca operasi perlu mendapatkan perawatan sebagai berikut menurut
Hartanti (2014):
1. Ruang Pemulihan
Pasien dipantau dengan cermat di ruang pemulihan, meliputi jumlah
perdarahan dari vagina dan dilakukan palpasi fundus uteri untuk
memastikan bahwa uterus berkontraksi dengan kuat. Selain itu, pemberian
cairan intravena juga dibutuhkan. Kebutuhan akan cairan intravena
termasuk darah sangat bervariasi. Wanita dengan berat badan rata-rata
dengan hematokrit kurang dari atau sama dengan 30 dan volume darah serta
cairan ekstraseluler yang normal umumnya dapat mentoleransi kehilangan
darah sampai 2000ml.
2. Ruang Perawatan
Beberapa prosedur yang dilakukan di ruang perawatan adalah:
a. Monitor tanda-tanda vital
Tanda-tanda vital yang perlu di evaluasi adalah tekanan darah, nadi,
jumlah urin, jumlah perdarahan, status fundus uteri, dan suhu tubuh.
b. Analgesik
Pasien dengan berat badan rata-rata, dapat diberikan paling banyak
setiap 3 jam untuk menghilangkan nyeri, sedangkan pasien yang
menggunakan opioid, harus diberikan pemeriksaan rutin tiap jam untuk
memantau respirasi, sedasi, dan skor nyeri selama pemberian dan
sekurangnya 2 jam setelah penghentian pengobatan.
c. Terapi cairan dan makanan
Pemberian cairan intravena, pada umumnya mendapatkan 3 liter cairan
memadai untuk 24 jam pertama setelah tindakan, namun apabila
pengeluaran urin turun, dibawah 30ml/jam, wanita tersebut harus
segera dinilai kembali.
b. Pengawasan fungsi vesika urinaria dan usus
Kateter vesika urinaria umumnya dapat dilepas dalam waktu 12 jam
setelah operasi atau keesokan pagi setelah pembedahan dan pemberian
makanan padat bisa diberikan setelah 8 jam, bila tidak ada komplikasi.
1
c. Ambulasi
Mobilisasi pada klien post operasi menurut (Manuaba et al.
2009) dilakukan secara bertahap meliputi :
1) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi.
2) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang
sedini mungkin setelah sadar.
3) Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit
dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
4) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi
setengah duduk (semi fowler).
5) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan
belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan
sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke-5 pasca operasi.
d. Perawatan luka
Luka insisi diperiksa setiap hari dan jahitan kulit (atau klip)
pada hari keempat setelah pembedahan. Pada hari ketiga pasca
persalinan, mandi dengan pancuran tidak membahayakan luka insisi.
Fase – fase penyembuhan luka post operasi menurut (Kozier et
al. 2010) ada 3 (tiga) tahap, diantaranya:
1) Fase I (Fase Peradangan)
Fase peradangan berlangsung selama 3 sampai 4 hari, setelah
pembedahan. Pada fase ini terjadi penumpukan, benang – benang
fibrin dan membentuk gumpalan yang mengisi luka dan
pembuluh darah yang terputus. Leukosit mulai mencerna bakteri
dan jaringan yang rusak.
2) Fase II (Fase Proliferasi)
Fase Proliferasi (tahapan pertumbuhan sel dengan cepat)
berlangsung 3-21 hari setelah pembedahan. Leukosit mulai
berkurang dan luka berisi kolagen. Kolagen terus menumpuk dan
menekan pembuluh darah, sehingga suplai darah ke daerah luka
mulai berkurang. Luka akan tertutup dengan dibantu
pembentukan jaringan – jaringan fibrinous.
1
3) Fase III (Fase Maturasi)
Biasanya dimulai pada hari ke – 21 dan mucul setengah tahun
setelah perlukaan. Kolagen ditimbun dan luka semakin kecil atau
mengecil, tegang, jaringan elastis berkurang, timbul garis putih.
e. Pemeriksaan laboratorium
Hematokrit diukur setiap pagi hari setelah pembedahan.
Pemeriksaan ini dilakukan lebih dini apabila terdapat kehilangan
darah yang banyak selama operasi atau terjadi oliguria atau tanda-
tanda lain yang mengisyaratkan hipovolemia.
f. Menyusui
Menyusui dapat dimulai pada hari pasca operasi sectio caesarea.
g. Pencegahan infeksi pasca operasi
Morbiditas demam cukup sering dijumpai setelah sectio
caesarea. Infeksi panggul pasca operasi merupakan penyebab tersering
dari demam dan tetap terjadi pada sekitar 20% wanita walaupun telah
diberi antibiotik profilaksis.

2.2 Konsep Nyeri


2.2.1. Pengertian
Nyeri adalah suatu fenomena kompleks yang berpengaruh hanya pada
jaringan yang mengalami cedera atau penyakit. Nyeri merupakan suatu
pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan berkaitan
dengan kerusakan jaringan (Maryunani, 2013). Persepsi klien terhadap
nyeri dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, budaya, faktor kepribadiaan,
dan status psikologis (Maryunani, 2013).
Menurut Smeltzer, C & Bare, (2013) dalam Ainuhikma, L (2018)
Nyeri post operasi adalah nyeri yang dirasakan akibat dari hasil
pembedahan. Kejadian, intensitas dan durasi nyeri post operasi
berbedabeda dari pasien ke pasien, dari operasi ke operasi, dan dari rumah
sakit ke rumah sakit yang lain. Lokasi pembedahaan mempunyai efek
yang sangat penting yang hanya dapat dirasakan oleh pasien yang
1
mengalami nyeri post operasi. Aspek dari post operasi adalah untuk
menyelidiki adanya pengalaman nyeri yang mencakup persepsi dan
perilaku tentang nyeri. Nyeri post operasi adalah suatu reaksi yang
kompleks pada jaringan yang terluka pada proses pembedahaan yang
dapat dirasakan setelah adanya prosedur operasi.
2.2.2. Klasifikasi Nyeri
Menurut Asmadi, 2008 dalam Ainuhikma, L (2018) klasifikasi nyeri
diantaranya adalah :
1. Nyeri Berdasarkan Tempatnya
a. Pheriperal pain yaitu nyeri yang dirasakan pada permukaan tubuh
misalnya pada kulit dan mukosa.
b. Deep pain yaitu nyeri yang dirasakan pada permukaan tubuh yang
lebih dalam atau pada organ tubuh visceral.
c. Refered pain yaitu nyeri yang disebabkan karena penyakit pada salah
satu organ atau struktur dalam tubuh yang ditransmisikan ke daerah
bagian tubuh yang berbeda atau bukan daerah asal nyeri.
d. Central pain yaitu nyeri yang terjadi karena perangsangan sistem
syaraf pusat, batang otak, talamus, dan lain lain.
2. Nyeri Berdasarkan Sifatnya
a. Incidental pain yaitu nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu
menghilang.
b. Steady pain yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan
dalam waktu yang lama.
c. Paroxymal pain yaitu nyeri yang berintensitas tinggi dan kuat sekali.
Nyeri tersebut biasanya menetap ± 10-15 menit , lalu menghilang,
kemudian timbul lagi.
d. Nyeri Berdasarkan Lamanya Waktu Serangan
e. Nyeri Akut
Nyeri akut adalah nyeri yang awitanya tiba-tiba dan berkaitan
dengan cedera spesifik. Nyeri akut mengindikasikan bahwa kerusakan
atau cedera telah terjadi. Nyeri akut adalah nyeri yang dirasakan dalam
waktu yang singkat dan berakhir kurang dari enam bulan, sumber dan
1
daerah nyeri diketahui dengan jelas. Rasa nyeri adalah sebagai akibat
dari luka, seperti luka operasi atau pada suatu penyakit tertentu.
f. Nyeri Kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap
dalam periode waktu tertentu. Nyeri ini berlangsung diluar waktu
penyembuhan yang diperlukan dan tidak dapat dikaitkan dengan
penyebab atau cedera spesifik. Nyeri kronik tidak mempunyai awitan
yang ditetapkan dan sulit untuk diobati karena nyeri ini tidak
memberikan respons terhadap pengobatan yang diberikan. Nyeri kronik
sering didefinisikan sebagai nyeri yang berlangsung selama enam bulan
atau lebih. Nyeri kronik adalah nyeri yang dirasakan lebih dari enam
bulan. Nyeri ini memiliki pola yang beragam dan berlangsung selama
berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Pola yang beragam tersebut
diantaranya merupakan nyeri yang timbul dalam periode waktu tertentu
lalu timbul kembali (nyeri berulang) dan nyeri yang konstan, yaitu
nyeri yang dirasakan terus-menerus dan semakin lama terasa semakin
meningkat intensitasnya walaupun telah diberikan pengobatan.
2.2.3 Faktor penyebab
Menurut PPNI (2018), faktor penyebab masalah keperawatan nyeri adalah:
1. Agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma).
2. Agen pencedera kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia iritan).
3. Agen pencedera fisik (mis. Abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat
berat, prosedur operasi, trauma. Latihan fisik berlebihan).
2.2.4 Penatalaksanaan
Menurut Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SDKI) (PPNI, 2018)
intervensi manajemen nyeri yang dapat dilakukan adalah:
Manajemen Nyeri
1. Observasi:
a. Identifikasi lokasi, karakteristik durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri.
b. Identifikasi skala nyeri.
c. Identifikasi respons nyeri non verbal.
1
d. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri.
e. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan.
f. Monitor efek samping penggunaan analgetik.
2. Terapeutik:
a. Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri.
b. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan).
c. Fasilitasi istirahat dan tidur.
d. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri.
3. Edukasi:
a. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri.
b. Jelaskan strategi meredakan nyeri.
c. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri.
d. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
2. Kolaborasi:
a. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2.2.5 Cara Pengukuran Skala Nyeri
1. Numerical rating scale (NRS)
Skala numerik merupakan pengganti skala deskriptif yang terbagi menjadi
10 segmen dengan rentang 0-10. Skala 0 yaitu “tidak ada nyeri”, skala 1-3
“nyeri ringan”, skala 4-6 “nyeri sedang”, skala 7-10 “nyeri berat” (Andarmayo,
2013).

2. Skala Intensitas Nyeri Visual Analog Scale (VAS)


Skala analog visual (Visual Analog Scale) merupakan alat deskripsi verbal
yang memiliki garis lurus dan mewakili intensitas nyeri pada setiap ujung
garisnya. Untuk mengkaji nyeri biasanya pada ujung kiri bertandakan “tidak
1
nyeri”, dan pada ujung kanan bertandakan “nyeri sangat berat” atau “nyeri
tidak tertahankan” (Andarmayo, 2013)

3. Wong Baker Pain Rating Scale


Skala ini terdiri dari 6 wajah yang berbeda dalam menggambarkan nyeri.
Skala ini biasanya dilakukan pada pasien dewasa dan anak >3 tahun yang tidak
bisa menggambarkan nyeri dengan angka (Andarmayo, 2013).

2.2.6 Manajemen Nyeri


Menurut Kementerian Kesehatan (2022) bahwa manajemen nyeri bertujuan untuk
mengurangi rasa nyeri yang sampai mengganggu aktivitas penderita. Tujuan
manajemen nyeri antara lain: mengurangi rasa nyeri yang dirasakan, meningkatkan
fungsi bagian tubuh yang sakit dan meningkatkan kualitas hidup. Nyeri dapat
ditangani dengan menggunakan manajemen nyeri farmakologi dan non-farmakologi.
1. Manajemen nyeri farmakologi
Manajemen Nyeri Farmakologi Menghilangkan nyeri dengan pemberian
obat-obatan pereda nyeri. Penggunaan pada nyeri sangat hebat dan berlangsung
berjam-jam atau hingga berhari-hari. Obat-obatan yang digunakan jenis
analgesik. terdapat tiga jenis analgesik, yaitu:
a) Non-narkotik dan anti inflamasi non-steroid (NSAID): dapat digunakan
untuk nyeri ringan hingga sedang. Obat ini tidak menimbulkan depresi
pernapasan.

1
b) Analgesik narkotik atau opioid: diperuntukkan nyeri sedang hingga berat,
misalnya pasca operasi. Efek samping obat ini menimbulkan depresi
pernapasan, efek sedasi, konstipasi, mual, dan muntah.
c) Obat tambahan atau adjuvant (koanalgesik): obat dalam jenis sedatif, anti
cemas, dan pelemas otot. Obat ini dapat meningkatkan kontrol nyeri dan
menghilangkan gejala penyertanya. Obat golongan NSAID, golongan
kortikosteroid sintetik, golongan opioid memiliki onset sekitar 10 menit
dengan maksimum analgesik tercapai dalam 1-2 jam. Durasi kerja sekitar 6-8
jam.
2. Manajemen nyeri non-farmakologi
Manajemen Nyeri non-Farmakologi ada beberapa tindakan non-farmakologi
yang dapat dilakukan secara mandiri oleh perawat, yaitu:
a) Stimulasi dan Masase
Kutaneus Masase merupakan stimulasi kutaneus tubuh secara umum yang
dipusatkan pada punggung dan tubuh. Masase dapat mengurangi nyeri karena
membuat pasien lebih nyaman akibat relaksasi otot.
b) Kompres Dingin dan Hangat
Kompres dingin menurunkan produksi prostaglandin sehingga reseptor nyeri
lebih tahan terhadap rangsang nyeri dan menghambat proses
inflamasi. Kompres hangat berdampak pada peningkatan aliran darah
sehingga menurunkan nyeri dan mempercepat penyembuhan. Kedua kompres
ini digunakan secara hati-hati agar tidak terjadi cedera.
c) Transcutaneus Electric Nerve Stimulation (TENS)
TENS dapat digunakan untuk nyeri akut dan nyeri kronis. TENS dipasang di
kulit menghasilkan sensasi kesemutan, menggetar, atau mendengung pada
area nyeri. Unit TENS dijalankan menggunakan baterai dan
dipasangi elektroda.
d) Distraksi
Pasien akan dialihkan fokus perhatiannya agar tidak memperhatikan sensasi
nyeri. Individu yang tidak menghiraukan nyeri akan lebih tidak terganggu
dan tahan menghadapi rasa nyeri. Penelitian Fadli (2017) memaparkan
bahwa ada pengaruh distraksi pendengaran terhadap intensitas nyeri pada
1
klien fraktur. Terdapat penurunan skor nyeri setelah diberikan terapi distraksi
pendengaran.
e) Teknik Relaksasi
Relaksasi dapat berupa napas dalam dengan cara menarik
dan menghembuskan napas secara teratur. Teknik ini dapat menurunkan
ketegangan otot yang menunjang rasa nyeri. Penelitian Aini (2018)
menunjukkan ada pengaruh teknik relaksasi napas dalam terhadap penurunan
nyeri pada pasien fraktur.
f) Imajinasi
Terbimbing Pasien akan dibimbing dan diarahkan untuk menggunakan
imajinasi yang positif. Dikombinasi dengan relaksasi dan menggunakan suatu
gambaran kenyamanan dapat mengalihkan perhatian terhadap nyeri.
g) Terapi Musik
Pengaruh signifikan pemberian musik instrumental terhadap penurunan skala
nyeri pasien pra operasi fraktur. Musik instrumental dapat memberikan
ketenangan pada pasien. Pemberian musik dapat mengalihkan perhatian
pasien dan menurunkan tingkat nyeri yang dialami.
h) Aromatherapi
Aromatherapi dapat membuat tubuh dan pikiran menjadi santai.
Meningkatkan kualitas tidur dan membantu meringankan insomnia.
Meringankan rasa sakit dan membantu mengurangi stres.

2.3 Konsep Teori Aromatherapi Lavender


2.3.1 Pengertian Aromatherapi Lavender
Aromaterapi lavender adalah aromaterapi yang menggunakan bunga lavendula
atau biasa disebut lavender, yang memiliki zat aktif berupa linnaloolacetate dan
linalylacetate yang dapat berefek sebagai analgesik (Wolfgang & Michaela, 2008).
Kelebihan minyak lavender dibandingkan minyak esensial lainnya adalah kandungan
racunnya yang relatif sangat rendah, jarang menimbulkan alergi. Minyak lavender
berbau manis, floral, sangat herbal dan mempunyai tambahan bau seperti balsam.
Minyak lavender merupakan salah satu minyak yang paling aman, karena sering
digunakan untuk mengobati infeksi paru-paru, sinus, vagina dan kulit, juga
1
meringankan sakit kepala, nyeri otot, dan nyeri lainnya.
Bunga lavendula atau lavender merupakan tumbuhan berbunga dalam suku
lamiaceae yang memiliki 25-30 spesies. Lavender berasal dari wilayah selatan laut
tengah Afrika tropis dank e timur sampai India. Saat ini lavender telah ditanam dan
dikembangkan di seluruh dunia. Minyak aromaterapi lavender dikenal sebagai minyak
penenang, efek sedative lavendula angustifolia terjadi karena adanya senyawa-
senyawa coumarin dalam minyak tersebut (Plews-Ogan et al., 2005).
2.3.2 Sifat-Sifat Yang Terkandung Dalam Minyak Essensial Lavender
Sifat-sifat yang terkandung dalam minyak esensial lavender yaitu sebagai
antiseptik, antidepresan, meringankan stres dan sulit tidur, mengatasi gigitan serangga
(Sunito, 2010)
2.3.3 Efek Medis Minyak Essensial Lavender

Adapun efektivitas kimia bahan aktif minyak essensial tersebut dapat


dijelaskan melalui mekanisme menurut Sunito, (2010) sebagai berikut:
1. Butiran molekulnya sangat kecil dengan mudah dapat diserap melalui aliran
darah hingga pembuluh kapiler darah di seluruh jaringan tubuh. Zat-zat aktif
yang terdapat dalam minyak essensial ini kemudian diedarkan ke seluruh
jaringan tubuh, sehingga akan lebih mudah mencapai sasaran lokasi yang akan
diobati (target site).
2. Minyak essensial juga memiliki sifat mudah larut dalam lemak, sehingga dengan
mudah terserap ke dalam lapisan kulit dan lapisan kulit yang ada di bawahnya
(subkutan) bila dioleskan atau digosokkan.
3. Minyak esensial mampu meredakan ketegangan pada otot-otot yang sedang
mengalami kelelahan akibat aktivitas yang berlebihan.
4. Efek dari zat aktifnya dapat mempengaruhi lapisan dinding usus secara langsung,
selaput lendir, dan otot-otot pada dinding usus di sekitarnya bila dikonsumsi
secara internal melalui oral.
5. Minyak essensial juga mampu mempengaruhi impuls dan refleks saraf yang
diterima oleh ujung-ujung reseptor saraf pada lapisan terluar dari kulit, dibawah
lapisan epidermis. Selain itu, minyak ini dapat mempengaruhi aktivitas fungsi
kerja otak melalui sistem saraf yang berhubungan dengan indera penciuman.
Respons ini akan dapat merangsang peningkatan produksi masa penghantar saraf
1
otak (neurotransmitter), yaitu yang berkaitan dengan pemulihan kondisi psikis
(seperti emosi, perasaan, pikiran, dan keinginan).
6. Efek medis minyak essensial juga mampu mempengaruhi kelenjar getah bening.
Dalam hal ini, efektifitas zat-zat aktifnya dapat membantu produksi
prostaglandin yang berperan penting dalam meregulasi tekanan darah,
pengendalian rasa sakit, serta keseimbangan hormonal.
7. Minyak essensial juga ikut membantu kerja enzim, antara lain enzim pencernaan
yang berperan dalam menstimulasi nafsu makan, asam hidrokhlorik, pepsin,
musin dan substansi lain yang ada dilambung.
2.3.4 Manfaat Aromatherapi Lavender

Manfaat Aromaterapi menurut Riah, (2016) adalah:


1. Aromaterapi merupakan salah satu metode perawatan yang tepat dan efisien
dalam menjaga tubuh tetap sehat.
2. Aromaterapi banyak dimanfaatkan dalam pengobatan, khususnya untuk
membantu penyembuhan beragam penyakit, meskipun lebih ditujukan sebagai
terapi pendukung (support therapy).
3. Aromaterapi membantu meningkatkan stamina dan gairah seseorang, walapun
sebelumnya tidak atau kurang memiliki gairah dan semangat hidup.
4. Aromaterapi dapat menumbuhkan perasaan yang tenang pada jasmani, pikiran
dan rohani (soothing the physical, mind and spiritual).
5. Aromaterapi mampu menghadirkan rasa percaya diri, sikap yang berwibawa,
jiwa pemberani, sifat familiar, perasaan gembira, damai, juga suasana romantis.
6. Aromaterapi merupakan bahan analgesik, antiseptik dan antibakteri alami yang
dapat menjadikan makanan ataupun jasad renik menjadi lebih awet.
7. Aromatherapi dapat membuat tubuh dan pikiran menjadi santai. Meningkatkan
kualitas tidur dan membantu meringankan insomnia. Meringankan rasa nyeri
dan membantu mengurangi stres.
2.3.5 Cara Menggunakan Minyak Essensial Lavender

Cara menggunakan minyak esensial:


a. Kompres
Kompres adalah salah satu upaya dalam mengatasi kondisi fisik dengan
1
cara memanipulasi suhu tubuh atau dengan memblokir efek rasa sakit. Caranya
adalah dengan menambahkan 3-6 tetes minyak essensial pada setengah liter air.
Masukan handuk kecil pada air tersebut dan peras. Lalu, letakkan handuk
tersebut pada wilayah yang diinginkan. Bisa juga untuk mengompres wajah
dengan menambahkan 2 tetes minyak essensial pada satu mangkuk air hangat.
Masukan kain atau handuk kecil pada air dan peras. Letakan pada wajah selama
beberapa menit. Ulangi cara tersebut selama tiga kali.
b. Pemijatan /Massage
Pemijatan/massage termasuk salah satu cara terapi yang sudah berumur
tua. Meskipun metode ini tergolong sederhana, namun cara terapi ini masih
sering digunakan. Caranya adalah dengan menggunakan 7-10 tetes minyak
esensial yang sejenis dalam 10-14 tetes minyak dasar, atau tiga kali dari dosis
tersebut bila menggunakan tiga macam minyak esensial. Cara pemijatan ini
dapat dilakukan dengan suatu gerakan khusus melalui petrissage (mengeluti,
meremas, mengerol dan mencubit), effleurage (usapan dan belaian) friction
(gerakan menekan dengan cara memutar-mutarkan telapak tangan atau jari).
c. Steaming
Streaming merupakan salah satu cara alami untuk mendapatkan uap
aromatis melalui penguapan air panas. Dalam terapi ini, setidaknya digunakan
3-5 tetes minyak esensial dalm 250 ml air panas. Tutuplah kepala dan mangkok
dengan handuk, sambil muka ditundukkan selama 10-15 menit hingga uap
panas mengenai muka.
d. Hirup atau Inhalasi
Adapun maksud dari terapi ini adalah untuk menyalurkan khasiat zat-zat
yang dihasilkan oleh minyak esensial secara langsung atau melalui alat bantu
aroma terapi. Seperti tabung inhaler dan spray, anglo, lilin, kapas, tisu ataupun
pemanas elektrik. Zat-zat yang dihasilkan dapat berupa gas, tetes-tetes uap yang
halus, asap, serta uap sublimasi yang akan terhirup lewat hidung dan tertelan
lewat mulut. Caranya adalah teteskan satu tetes minyak esensial pada tisu, kapas
atau sapu tangan. Hirup selama menit 10-30 menit.
Mekanisme inhalasi terhadap nyeri yaitu perjalanan masuknya
aromaterapi, ketika minyak atsiri dalam hal ini adalah aroma lavender dihirup,
1
molekul yang mudah menguap (volatile) dari minyak tersebut dibawa oleh arus
udara ke “atap” hidung dimana silia-silia yang lembut muncul dari sel-sel
reseptor. Ketika molekul-molekul itu menempel pada rambut-rambut tersebut,
suatu pesan eletrokimia akan ditransmisikan melalui bola dan saluran olfaktory
ke dalam sistem limbik. Hal ini akan merangsang memori dan respons
emosional. Hipotalamus berperan sebagai relay dan regulator, memunculkan
pesan-pesan yang harus disampaikan ke bagian otak serta bagian badan yang
lain. Pesan yang diterima itu kemudian diubah menjadi tindakan yang berupa
pelepasan senyawa elektrokimia yang menyebabkan euphoria (kesenangan yang
berlebihan), relaks atau sedatif. Sistem limbik ini terutama digunakan dalam
ekspresi emosional. Bau yang dihasilkan aromaterapi akan berikatan dengan
gugus steroid di dalam kelenjar keringat, yang disebut osmon, yang mempunyai
potensi sebagai penenang kimia alami. Respon bau yang dihasilkan akan
merangsang kerja sel neurokimia otak. Sebagai contoh, bau yang
menyenangkan akan menstimulasi thalamus untuk mengeluarkan enkefalin yang
berfungsi sebagai penghilang rasa sakit alami dan menghasilkan perasaan
sejahtera (Dwijayanti, 2014).
Hal ini menyatakan bahwa aromaterapi akan merangsang keluarnya
hormon enfekalin, serotonin dan endorfin. Enkefalin dianggap dapat
menimbulkan hambatan presinaptik dan hambatan pasca sinaptik pada serabut-
serabut nyeri tipe C dan tipe delta A dimana mereka bersinaps di kornu dorsalis.
Proses tersebut mencapai inhibisi dengan penghambatan saluran kalsium.
Penghambatan nyeri tersebut yaitu dengan memblok reseptor nyeri sehingga
nyeri tidak dikirim ke korteks serebri dan selanjutnya akan menurunkan persepsi
nyeri. Sesuai dengan teori gate control yang dikemukakan oleh Melzack dan
Wall bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls
nyeri dihambat saat sebuah pertahanan ditutup, sehingga dapat menurunkan
intensitas nyeri yang dirasakan (Dwijayanti, 2014).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Maryani, 2020 dapat disimpulkan
setelah diberikan aromaterapi lavender terjadi pengurangan nyeri nifas ditandai
dengan ibu merasa rileks, nyaman. Aromaterapi lavender selain dapat
mengurangi rasa nyeri nifas juga dapat mengurangi kecemasan dan mencegah
1
depresi post partum. Aromaterapi lavender dapat menjadi alternatif pengobatan
nonfarmakologi dalam pengurangan rasanyeri pada masa nifas yang diakibatkan
oleh luka post operasi section caesaria aman untuk diberikan dan tidak ada
efeksamping.

BAB III

RENCANA KEGIATAN DAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

3.1 Analisis Masalah

1. Ruangan : Ruang Kebidanan RSUD 45 Kuningan.

2. Masalah yang ditemukan : Sebagian besar pasien dengan Sectio Caesare (SC) yang ada
di Ruang Kebidanan mengeluh nyeri, sehingga kelompok 6 tertarik untuk
mengimplementasikan Aromatherapi Lavender untuk menurunkan intensitas nyeri.

3. Tanggal pengkajian : Desember 2022.

1
3.2 Rencana Kegiatan

No Masalah Kegiatan Sasaran Media Waktu


Pelaksanaan
1 Nyeri pada Memberikan Pasien SC SOP Desember 2022
luka post Aromatherapi (Sectio Caesare) Aromatherapi
SC (Sectio Lavender pengambilan sampel Lavender
Caesare) menggunakan teknik
accidental sampling.

3.3 Standar Oprasional Prosedur Aromaterapi Lavender

SOP PEMBERIAN INHALASI AROMATERAPI LAVENDER


STASE KEPERAWATAN MATERNITAS
PROGRAM STUDI PROFESI NERS TAHUN 2022-2023

Pengertian Aroma terapi lavender adalah wewangian berbentuk essential oil untuk
meringankan sakit kepala, mual, muntah, serta intensitas nyeri pasca
operasi maupun pesien dengan penyakit dalam seperti infeksi paru-paru,
sinus. Terapi ini termasuk terapi non farmakologi.
Tujuan Sebagai acuan pemberian aromaterapi lavender pada pasien pasca operasi
maupun pasien penyakit dalam.
Indikasi Diberikan pada pasien yang memiliki keluhan sakit kepala, mual, muntah,
dan nyeri.
Prinsip Bersih
Alat dan Bahan 1. Aromaterapi lavender essential oil
2. Diffuser
3. Air
4. Handscoon
Prosedur Tindakan 1. Pengkajian

1
Cek perencanaan keperawatan pasien
2. Perencanaan
a. Cuci tangan diair yang mengalir
b. Pakai handscoon
c. Persiapan alat
d. Persiapan pasien: jelaskan prosedur pelaksanaan tindakan dan atur
posisi pasien
3. Pelaksanaan
a. Dilakukan 24 jam setelah post SC
b. Persiapan pasien
4. Prosedur tindakan
a. Preinteraksi
1) Cek catatan keperawatan dan catatan medis pasien
2) Identifikasi faktor atau kondisi yang dapat menyebabkan
kontraindikasi
3) Siapkan alat dan bahan
b. Tahap orientasi
1) Beri salam terapeutik, panggil pasien dengan namanya kemudian
perawat memperkenalkan diri
2) Menyakan keluhan pasien
3) Jelaskan tujuan, prosedur dan lamanya tindakan pada pasien
4) Pengaturan posisi yang nyaman bagi pasien
c. Tahap kerja
1) Jaga privasi pasien
2) Atur posisi pasien senyaman mungkin
3) Menjelaskan numeric rating scale
4) Kaji skala nyeri sebelum dilakukan intervensi
5) Lakukan cuci tangan dan menggunakan handscoon
6) Tuangkan air secukupnya ke dalam diffuser
7) Teteskan 3 tetes aromatepi lavender essential oil pada diffuser
8) Colokkan humadifire ke stopkontak
9) Anjurkan pasien untuk menghirup aromaterapi lavender essential
1
oil selama 10 menit
10) Setelah terapi selesai rapihkan alat dan atur posisi nyaman untuk
pasien
11) Cuci tangan
12) Kaji skala nyeri setelah dilakukan intervensi
d. Terminasi
1) Evaluasi hasil kegiatan
2) Berikan umpan balik positif
3) Salam terapeutik untuk mengakhiri intervensi
Evaluasi Observasi apakah pasien masih mengalami keluhan
Dokumentasi Dokumentasikan hasil penilaian dalam catatan observasi

1
DAFTAR PUSTAKA

Ainuhikma, L. (2018). Asuhan Keperawatan Post Sectio Caesarea Dengan Fokus Studi
Pengelolaan Nyeri Akut Di RSUD Djojonegoro Kabupaten Temanggung. KTI.

Andarmoyo, S. (2013). Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Ar-Ruzzmedia Yogyakarta.

Anisa A’in, Desak Gede Agung S, E. Y. (2019). Aromaterapi Lavender Dalam Upaya Menurunkan
Nausea dan Vomiting Pasien Kanker Payudara yang Menjalani Kemoterapi Di RSUD Dr.
Soetomo Surabaya. Universitas Airlangga.

Arbour, C., & Gelinas, C. (2011). Setting goal for pain management when using a behavioral scale:
example with the Critical Care Pain Observation Tools. Critical Care Nurse Journal.
American Association of Critical Care Nurse, Vol.31, No. 6.

Cuciati, Wardy, A., & Irawati, D. (2016). Pengaruh Relaksasi (Aromaterapi Lavender) Terhadap
Penurunan Skala Nyeri Pada Klien Cephalgia Primer (Migren) Di Puskesmas Margadana Kota
Tegal. FJK UMJ, 1(1), 1–9.

Craig, H. (2014). Aromatherapy.Retrieved from. Diambil kembali dari


http://www.craighospital.org/respiratorydocuments/heathinfo/PDFs/801.CAM.Aromatherapy
.pdf

Desi Rahmatika, Indhit Tri Utami, J. P. (2021). Penerapan Aromaterapi Lavender Terhadap Pasien
Nyeri Kepala Di Ruang Saraf RSUD Jend. Ahmad Yani Metro. Cendekia Muda.

Dewi, Iga Prima, D. (2013). Aromaterapi Lavender Sebagai Media Relaksasi. Universitas Udayana:
Bagian Farmasi Fakultas Kedokteran

Dwijayanti, W. (2014). Efek Aromaterapi Lavender Inhalasi terhadap Intensitas Nyeri Pasca Sectio
Caesaria. Medica Hospitalia: Journal of Clinical Medicine, 2(2).

29
Maryani, D. (2020). Efek Aroma Terapi Lavender Mengurangi Nyeri Post SC. Universitas
Bengkulu.

PPNI. (2018a). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (1st ed.). Jakarta Selatan: DPP PPNI.

PPNI. (2018b). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (1st ed.). Jakarta Selatan: DPP PPNI.

Ramandanty. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Ibu Post Operasi Sectio Caesarea Di Ruang
Mawar Rsud Aw Sjahranie Samarinda. Repository, Poltekkes Kalimantan Timur.

Sagita, F. Erin. (2019). Asuhan Keperawatan Ibu Post Partum Dengan Post Operasi Sectio
Caesarea Di Ruangan Rawat Inap Kebidanan Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2019. Tulis
Ilimiah, Prodi D-III Keperawatan. Padang : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Perintis Padang.

Wahyuni, R., & Rohani, S. (2019). Faktor-faktor yang berhubungan dengan riwayat
persalinan sectio caesarea. Wellness And Healthy Magazine, 1(1), 101-107.

30

Anda mungkin juga menyukai