Disusun Oleh:
Kelompok 6
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT. yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyusun laporan
proyek inovasi stase keperawatan maternitas ini, sebagai salah satu tugas untuk
memenuhi tugas Pendidikan Profesi Ners Stase Keperawatan Maternitas. Shalawat serta
salam selalu tercurahkan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW yang telah membawa
sebuah cahaya dalam kegelapan dunia.
Dalam penyusunan laporan proyek inovasi stase keperawatan maternitas ini
tentu tidak lepas dari hambatan dan kesulitan, namun berkat pembingbing akademik dan
CI Klinik dan bantuan dari berbagai pihak maka hambatan dan kesulitan dapat teratasi
dengan baik.
Akhirnya hanya kepada Allah SWT kita kembalikan semua urusan dan semoga
laporan proyek inovasi stase keperawatan maternitas ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak, khususnya bagi penulis dan para pembaca pada umumnya. Semoga Allah SWT.
meridhai dan dicatat sebagai ibadah disisi-Nya, Aamiin.
Penyusun
Kelompok 6
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................... 1
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
sebagai salah satu intervensi non farmakologis untuk mengatasi nyeri pada
pasien Post Setion Caesarea berdasarkan evidence based
2. Bagi Pasien
3. Bagi Mahasiswa
Diharapkan Dapat menambah wawasan dan pengetahuan mahasiswa
dalam menerapkan proyek inovasi ini, serta menjadi evidence based practice
bagi penelitian lanjutan.
1
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
1
Sectio Caesarea Ekstraperitoneal, yaitu Sectio Caesarea berulang pada
seorang pasien yang sebelumnya melakukan Sectio Caesarea. Biasanya dilakukan
di atas bekas sayatan yang lama. Tindakan ini dilakukan denganinsisi dinding dan
faisa abdomen sementara peritoneum dipotong ke arah kepala untuk memaparkan
segmen bawah uterus sehingga uterus dapat dibuka secara ekstraperitoneum.
2.1.3 Etiologi
Menurut Martowirjo (2018), etiologi dari pasien Sectio Caesarea adalah sebagai
berikut :
1. Etiologi yang berasal dari ibu
a. Plasenta Previa Sentralis dan Lateralis (posterior) dan totalis.
b. Panggul sempit.
c. Disporsi sefalo-pelvik : ketidakseimbangan antara ukuran kepala dengan
panggul.
d. Partus lama (prognoled labor)
e. Ruptur uteri mengancam
f. Partus tak maju (obstructed labor)
g. Distosia serviks
h. Pre-eklamsia dan hipertensi
i. Disfungsi uterus
j. Distosia jaringan lunak.
2. Etiologi yang berasal dari janin
a. Letak lintang.
b. Letak bokong.
c. Presentasi rangkap bila reposisi tidak berhasil.
d. Presentasi dahi dan muka (letak defleksi) bila reposisi dengan cara-cara
lain tidak berhasil.
e. Gemeli menurut Eastma, sectiocaesarea di anjurkan :
1) Bila janin pertama letak lintang atau presentasi bahu (Shoulder
Presentation).
2) Bila terjadi interlok (locking of the twins).
3) Distosia oleh karena tumor.
4) Gawat janin.
1
f. Kelainan uterus :
1) Uterus arkuatus
2) Uterus septus
3) Uterus duplekus
4) Terdapat tumor di pelvis minor yang mengganggu masuk kepala janin
ke pintu atas panggul.
Sedangkan menurut Sagita (2019), indikasi ibu dilakukan Sectio Caesarea adalah
ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi
dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa
faktor Sectio Caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio sebagai
berikut :
1. CPD (Chepalo Pelvik Dispropotion) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak
sesuai dengan ukuran kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat
melahirkan secara normal.
2. PEB (Pre-Eklamasi Berat) adalah kesatuan penyakit yang langsung disebabkan
oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas.
3. KDP (Ketuban Pecah Dini) adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartus. Sebagian besar ketuban
pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu.
4. Bayi kembar, tak selamanya bayi kembar dilahirkan secara Sectio Caesarea. Hal
ini karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi
daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami
sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
5. Faktor hambatan jalan lahir, adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan
lahir yang tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan
bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
6. Kelainan Letak Janin
a. Kelainan pada letak kepala.
b. Letak sungsang.
2.1.4 Manifestasi Klinis
Menurut Martowirjo (2018), manifestasi klinis pada klien dengan post Sectio
Caesarea antara lain :
1
1. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan 600-800 ml.
2. Terpasang kateter, urin jernih dan pucat.
3. Abdomen lunak dan tidakada distensi.
4. Bising usus tidak ada.
5. Ketidaknyamanan untukmenghadapi situasi baru
6. Balutan abdomen tampak sedikit noda.
7. Aliran lokhia sedangdan bebas bekuan, berlebihan dan banyak
2.1.5 Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Martowirjo (2018), pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada ibu
Sectio Caesarea adalah sebagai berikut :
1. Hitung darah lengkap
2. Golongan darah (ABO),dan pencocokan silang, tes Coombs Nb.
3. Urinalisis : menentukn kadar albumin/glukosa.
4. Pelvimetri : menentukan CPD.
5. Kultur : mengidentifikasi adanya virus heres simpleks tipe II.
6. Ultrasonografi : melokalisasi plasenta menetukan pertumbuha,kedudukan, dan
presentasi janin.
7. Amniosintess : Mengkaji maturitas paaru janin.
8. Tes stres kontraksi atau non-stres : mengkaji respons janin terhadap
gerakan/stres dari polakontraksi uterus/polaabnormal.
9. Penetuan elektronik selanjutnya :memastikan status janin/aktivitas uterus.
2.1.6 Penatalaksanaan
Menurut Ramadanty (2019), penatalaksanan Sectio Caesarea adalah sebagai
berikut :
1. Pemberian Cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian
cairan per intavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak
terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya.
Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara
bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah
diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
2. Diet
1
Pemberian cairan per infus biasanya dihentikan setelah penderita flatus
lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan per oral. Pemberian
minuman 17 dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6
sampai 8 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
3. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi : Miring kanan dan kiri
dapat dimulai sejak 6 sampai 10 jam setelah operasi, Latihan pernafasan
dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin setelah
sadar, Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit
dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya, Kemudian posisi
tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler),
Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar
duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada
hari ke-3 sampai hari ke-5 pasca operasi.
4. Katerisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan rasa tidak
enak pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan
perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi
tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
5. Pemberian Obat-Obatan
a. Antibiotik cara pemilihan dan pemberian antibiotik sangat berbeda-beda
sesuai indikasi.
b. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan Obat
yang dapat di berikan melalui supositoria obat yang diberikan ketopropen
sup 2x/24 jam, melalui orang obat yang dapatdiberikan tramadol atau 18
paracetamol tiap 6 jam, melalui injeksi ranitidin 90-75 mg diberikan setiap
6 jam bila perlu.
c. Obat-obatan lain Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum
penderita dapat diberikan caboransia seperti neurobian I vit C. 8)
Perawatan luka Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila
basah dan berdarah harus dibuka dan diganti.
6. Pemeriksaan rutin
1
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu,
tekanan darah, nadi,dan pernafasan.
7. Perawatan Payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu
memutuskan tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang
mengencangkan payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi, biasanya
mengurangi rasa nyeri.
2.1.7 Komplikasi Sectio Caesarea
Beberapa komplikasi sectio caesarea, antara lain (Maryunani A,2016):
1. Perdarahan
Sectio Caesarea adalah operasi vaskuler dan hilangnya darah umumnya
antara 500 dan 100 ml. Perdarahan meningkat harus diantisipasi dalam kasus
plasenta previa, kehamilan ganda dimana mungkin ada gangguan retraksi dari
plasenta. Pasien dapat dengan cepat menjadi syok, untuk mengurangi
perdarahan yang banyak dilakukan penjahitan sumber perdarahan tersebut.
Namun, jika penjahitan itu gagal, mungkin perlu tindakan histerektomi.
2. Dehisensi dan eviserasi
Dehisensi berarti terbukanya lapisan kulit subkutan dan fasia pada luka
jahitan operasi. Pada eviserasi, peritoneum ikut terbuka sehingga omentum
dan organ intra abdomen dalam terklihat dari luar. Dehisensi mengakibatkan
infeksi, memperpanjang masa rawat inap dan dapat menyebabkan hernia
insisional
Dehisensi dan eviserasi umumnya terjadi dalam 2 minggu pasca operasi
dengan onset dalam 24 jam pertama. Diagnosis dibuat berdasarkan gambaran
klinis yang meliputi terlihatnya luka yang membuka, keluarnya cairan
serosanguinus dalam jumlah banyak dari luka jahitan operasi disertai dengan
tanda-tanda radang akut.
3. Gastrointestinal (mual dan muntah pasca operasi)
Sakit gangguan pada fungsi gastrointestinal tidak berbahaya. Hal ini
terjadi sebagai akibat dari anestesi, obat-obatan perioperatif, dan operasi itu
sendiri. Umumnya pasien akan merasa mual, yang kadang disertai dengan
muntah selama 12 pasca operasi.
1
2.1.8 Perawatan Post Section Caesarea
Pasien pasca operasi perlu mendapatkan perawatan sebagai berikut menurut
Hartanti (2014):
1. Ruang Pemulihan
Pasien dipantau dengan cermat di ruang pemulihan, meliputi jumlah
perdarahan dari vagina dan dilakukan palpasi fundus uteri untuk
memastikan bahwa uterus berkontraksi dengan kuat. Selain itu, pemberian
cairan intravena juga dibutuhkan. Kebutuhan akan cairan intravena
termasuk darah sangat bervariasi. Wanita dengan berat badan rata-rata
dengan hematokrit kurang dari atau sama dengan 30 dan volume darah serta
cairan ekstraseluler yang normal umumnya dapat mentoleransi kehilangan
darah sampai 2000ml.
2. Ruang Perawatan
Beberapa prosedur yang dilakukan di ruang perawatan adalah:
a. Monitor tanda-tanda vital
Tanda-tanda vital yang perlu di evaluasi adalah tekanan darah, nadi,
jumlah urin, jumlah perdarahan, status fundus uteri, dan suhu tubuh.
b. Analgesik
Pasien dengan berat badan rata-rata, dapat diberikan paling banyak
setiap 3 jam untuk menghilangkan nyeri, sedangkan pasien yang
menggunakan opioid, harus diberikan pemeriksaan rutin tiap jam untuk
memantau respirasi, sedasi, dan skor nyeri selama pemberian dan
sekurangnya 2 jam setelah penghentian pengobatan.
c. Terapi cairan dan makanan
Pemberian cairan intravena, pada umumnya mendapatkan 3 liter cairan
memadai untuk 24 jam pertama setelah tindakan, namun apabila
pengeluaran urin turun, dibawah 30ml/jam, wanita tersebut harus
segera dinilai kembali.
b. Pengawasan fungsi vesika urinaria dan usus
Kateter vesika urinaria umumnya dapat dilepas dalam waktu 12 jam
setelah operasi atau keesokan pagi setelah pembedahan dan pemberian
makanan padat bisa diberikan setelah 8 jam, bila tidak ada komplikasi.
1
c. Ambulasi
Mobilisasi pada klien post operasi menurut (Manuaba et al.
2009) dilakukan secara bertahap meliputi :
1) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi.
2) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang
sedini mungkin setelah sadar.
3) Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit
dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
4) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi
setengah duduk (semi fowler).
5) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan
belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan
sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke-5 pasca operasi.
d. Perawatan luka
Luka insisi diperiksa setiap hari dan jahitan kulit (atau klip)
pada hari keempat setelah pembedahan. Pada hari ketiga pasca
persalinan, mandi dengan pancuran tidak membahayakan luka insisi.
Fase fase penyembuhan luka post operasi menurut (Kozier et
al. 2010) ada 3 (tiga) tahap, diantaranya:
1) Fase I (Fase Peradangan)
Fase peradangan berlangsung selama 3 sampai 4 hari, setelah
pembedahan. Pada fase ini terjadi penumpukan, benang benang
fibrin dan membentuk gumpalan yang mengisi luka dan
pembuluh darah yang terputus. Leukosit mulai mencerna bakteri
dan jaringan yang rusak.
2) Fase II (Fase Proliferasi)
Fase Proliferasi (tahapan pertumbuhan sel dengan cepat)
berlangsung 3-21 hari setelah pembedahan. Leukosit mulai
berkurang dan luka berisi kolagen. Kolagen terus menumpuk dan
menekan pembuluh darah, sehingga suplai darah ke daerah luka
mulai berkurang. Luka akan tertutup dengan dibantu
pembentukan jaringan jaringan fibrinous.
1
3) Fase III (Fase Maturasi)
Biasanya dimulai pada hari ke 21 dan mucul setengah tahun
setelah perlukaan. Kolagen ditimbun dan luka semakin kecil atau
mengecil, tegang, jaringan elastis berkurang, timbul garis putih.
e. Pemeriksaan laboratorium
Hematokrit diukur setiap pagi hari setelah pembedahan.
Pemeriksaan ini dilakukan lebih dini apabila terdapat kehilangan
darah yang banyak selama operasi atau terjadi oliguria atau tanda-
tanda lain yang mengisyaratkan hipovolemia.
f. Menyusui
Menyusui dapat dimulai pada hari pasca operasi sectio caesarea.
g. Pencegahan infeksi pasca operasi
Morbiditas demam cukup sering dijumpai setelah sectio
caesarea. Infeksi panggul pasca operasi merupakan penyebab tersering
dari demam dan tetap terjadi pada sekitar 20% wanita walaupun telah
diberi antibiotik profilaksis.
1
b) Analgesik narkotik atau opioid: diperuntukkan nyeri sedang hingga berat,
misalnya pasca operasi. Efek samping obat ini menimbulkan depresi
pernapasan, efek sedasi, konstipasi, mual, dan muntah.
c) Obat tambahan atau adjuvant (koanalgesik): obat dalam jenis sedatif, anti
cemas, dan pelemas otot. Obat ini dapat meningkatkan kontrol nyeri dan
menghilangkan gejala penyertanya. Obat golongan NSAID, golongan
kortikosteroid sintetik, golongan opioid memiliki onset sekitar 10 menit
dengan maksimum analgesik tercapai dalam 1-2 jam. Durasi kerja sekitar 6-8
jam.
2. Manajemen nyeri non-farmakologi
Manajemen Nyeri non-Farmakologi ada beberapa tindakan non-farmakologi
yang dapat dilakukan secara mandiri oleh perawat, yaitu:
a) Stimulasi dan Masase
Kutaneus Masase merupakan stimulasi kutaneus tubuh secara umum yang
dipusatkan pada punggung dan tubuh. Masase dapat mengurangi nyeri karena
membuat pasien lebih nyaman akibat relaksasi otot.
b) Kompres Dingin dan Hangat
Kompres dingin menurunkan produksi prostaglandin sehingga reseptor nyeri
lebih tahan terhadap rangsang nyeri dan menghambat proses
inflamasi. Kompres hangat berdampak pada peningkatan aliran darah
sehingga menurunkan nyeri dan mempercepat penyembuhan. Kedua kompres
ini digunakan secara hati-hati agar tidak terjadi cedera.
c) Transcutaneus Electric Nerve Stimulation (TENS)
TENS dapat digunakan untuk nyeri akut dan nyeri kronis. TENS dipasang di
kulit menghasilkan sensasi kesemutan, menggetar, atau mendengung pada
area nyeri. Unit TENS dijalankan menggunakan baterai dan
dipasangi elektroda.
d) Distraksi
Pasien akan dialihkan fokus perhatiannya agar tidak memperhatikan sensasi
nyeri. Individu yang tidak menghiraukan nyeri akan lebih tidak terganggu
dan tahan menghadapi rasa nyeri. Penelitian Fadli (2017) memaparkan
bahwa ada pengaruh distraksi pendengaran terhadap intensitas nyeri pada
1
klien fraktur. Terdapat penurunan skor nyeri setelah diberikan terapi distraksi
pendengaran.
e) Teknik Relaksasi
Relaksasi dapat berupa napas dalam dengan cara menarik
dan menghembuskan napas secara teratur. Teknik ini dapat menurunkan
ketegangan otot yang menunjang rasa nyeri. Penelitian Aini (2018)
menunjukkan ada pengaruh teknik relaksasi napas dalam terhadap penurunan
nyeri pada pasien fraktur.
f) Imajinasi
Terbimbing Pasien akan dibimbing dan diarahkan untuk menggunakan
imajinasi yang positif. Dikombinasi dengan relaksasi dan menggunakan suatu
gambaran kenyamanan dapat mengalihkan perhatian terhadap nyeri.
g) Terapi Musik
Pengaruh signifikan pemberian musik instrumental terhadap penurunan skala
nyeri pasien pra operasi fraktur. Musik instrumental dapat memberikan
ketenangan pada pasien. Pemberian musik dapat mengalihkan perhatian
pasien dan menurunkan tingkat nyeri yang dialami.
h) Aromatherapi
Aromatherapi dapat membuat tubuh dan pikiran menjadi santai.
Meningkatkan kualitas tidur dan membantu meringankan insomnia.
Meringankan rasa sakit dan membantu mengurangi stres.
BAB III
2. Masalah yang ditemukan : Sebagian besar pasien dengan Sectio Caesare (SC) yang ada
di Ruang Kebidanan mengeluh nyeri, sehingga kelompok 6 tertarik untuk
mengimplementasikan Aromatherapi Lavender untuk menurunkan intensitas nyeri.
1
3.2 Rencana Kegiatan
Pengertian Aroma terapi lavender adalah wewangian berbentuk essential oil untuk
meringankan sakit kepala, mual, muntah, serta intensitas nyeri pasca
operasi maupun pesien dengan penyakit dalam seperti infeksi paru-paru,
sinus. Terapi ini termasuk terapi non farmakologi.
Tujuan Sebagai acuan pemberian aromaterapi lavender pada pasien pasca operasi
maupun pasien penyakit dalam.
Indikasi Diberikan pada pasien yang memiliki keluhan sakit kepala, mual, muntah,
dan nyeri.
Prinsip Bersih
Alat dan Bahan 1. Aromaterapi lavender essential oil
2. Diffuser
3. Air
4. Handscoon
Prosedur Tindakan 1. Pengkajian
1
Cek perencanaan keperawatan pasien
2. Perencanaan
a. Cuci tangan diair yang mengalir
b. Pakai handscoon
c. Persiapan alat
d. Persiapan pasien: jelaskan prosedur pelaksanaan tindakan dan atur
posisi pasien
3. Pelaksanaan
a. Dilakukan 24 jam setelah post SC
b. Persiapan pasien
4. Prosedur tindakan
a. Preinteraksi
1) Cek catatan keperawatan dan catatan medis pasien
2) Identifikasi faktor atau kondisi yang dapat menyebabkan
kontraindikasi
3) Siapkan alat dan bahan
b. Tahap orientasi
1) Beri salam terapeutik, panggil pasien dengan namanya kemudian
perawat memperkenalkan diri
2) Menyakan keluhan pasien
3) Jelaskan tujuan, prosedur dan lamanya tindakan pada pasien
4) Pengaturan posisi yang nyaman bagi pasien
c. Tahap kerja
1) Jaga privasi pasien
2) Atur posisi pasien senyaman mungkin
3) Menjelaskan numeric rating scale
4) Kaji skala nyeri sebelum dilakukan intervensi
5) Lakukan cuci tangan dan menggunakan handscoon
6) Tuangkan air secukupnya ke dalam diffuser
7) Teteskan 3 tetes aromatepi lavender essential oil pada diffuser
8) Colokkan humadifire ke stopkontak
9) Anjurkan pasien untuk menghirup aromaterapi lavender essential
1
oil selama 10 menit
10) Setelah terapi selesai rapihkan alat dan atur posisi nyaman untuk
pasien
11) Cuci tangan
12) Kaji skala nyeri setelah dilakukan intervensi
d. Terminasi
1) Evaluasi hasil kegiatan
2) Berikan umpan balik positif
3) Salam terapeutik untuk mengakhiri intervensi
Evaluasi Observasi apakah pasien masih mengalami keluhan
Dokumentasi Dokumentasikan hasil penilaian dalam catatan observasi
1
DAFTAR PUSTAKA
Ainuhikma, L. (2018). Asuhan Keperawatan Post Sectio Caesarea Dengan Fokus Studi
Pengelolaan Nyeri Akut Di RSUD Djojonegoro Kabupaten Temanggung. KTI.
Anisa Ain, Desak Gede Agung S, E. Y. (2019). Aromaterapi Lavender Dalam Upaya Menurunkan
Nausea dan Vomiting Pasien Kanker Payudara yang Menjalani Kemoterapi Di RSUD Dr.
Soetomo Surabaya. Universitas Airlangga.
Arbour, C., & Gelinas, C. (2011). Setting goal for pain management when using a behavioral scale:
example with the Critical Care Pain Observation Tools. Critical Care Nurse Journal.
American Association of Critical Care Nurse, Vol.31, No. 6.
Cuciati, Wardy, A., & Irawati, D. (2016). Pengaruh Relaksasi (Aromaterapi Lavender) Terhadap
Penurunan Skala Nyeri Pada Klien Cephalgia Primer (Migren) Di Puskesmas Margadana Kota
Tegal. FJK UMJ, 1(1), 1–9.
Desi Rahmatika, Indhit Tri Utami, J. P. (2021). Penerapan Aromaterapi Lavender Terhadap Pasien
Nyeri Kepala Di Ruang Saraf RSUD Jend. Ahmad Yani Metro. Cendekia Muda.
Dewi, Iga Prima, D. (2013). Aromaterapi Lavender Sebagai Media Relaksasi. Universitas Udayana:
Bagian Farmasi Fakultas Kedokteran
Dwijayanti, W. (2014). Efek Aromaterapi Lavender Inhalasi terhadap Intensitas Nyeri Pasca Sectio
Caesaria. Medica Hospitalia: Journal of Clinical Medicine, 2(2).
29
Maryani, D. (2020). Efek Aroma Terapi Lavender Mengurangi Nyeri Post SC. Universitas
Bengkulu.
PPNI. (2018a). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (1st ed.). Jakarta Selatan: DPP PPNI.
PPNI. (2018b). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (1st ed.). Jakarta Selatan: DPP PPNI.
Ramandanty. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Ibu Post Operasi Sectio Caesarea Di Ruang
Mawar Rsud Aw Sjahranie Samarinda. Repository, Poltekkes Kalimantan Timur.
Sagita, F. Erin. (2019). Asuhan Keperawatan Ibu Post Partum Dengan Post Operasi Sectio
Caesarea Di Ruangan Rawat Inap Kebidanan Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2019. Tulis
Ilimiah, Prodi D-III Keperawatan. Padang : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Perintis Padang.
Wahyuni, R., & Rohani, S. (2019). Faktor-faktor yang berhubungan dengan riwayat
persalinan sectio caesarea. Wellness And Healthy Magazine, 1(1), 101-107.
30