Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN


MASA NIFAS DENGAN ATONIA UTERI

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Praktek Asuhan Kebidanan
Kegawatdaruratan (Stase VIII) diProgram Studi Profesi Bidan

DISUSUN OLEH:

MUTIA
P20624823059

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN TASIKMALAYA
JURUSAN KEBIDANAN
2024
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT, Rabb semesta alam. Limpahan rahmat,
karunia dan hidayah-Nya yang berlimpah dan tiada akan pernah habis terhitung.
Sungguh, maha besar Allah karena telah meridhai sehingga penulis dapat
menyelesaikan Laporan Pendahuluan mengenai Asuhan Kebidanan
Kegawatdaruratan Masa Nifas dengan Atonia Uteri. Laporan ini dipergunakan
untuk memenuhi Tugas Stase VIII Program Studi Profesi Bidan Politeknik
Kementerian Kesehatan Tasikmalaya. Laporan ini bisa diselesaikan tidak terlepas
dari bantuan banyak pihak yang telah memberikan masukan-masukan kepada
saya. Untuk itu saya mengucapkan banyak terimakasih kepada:
1. Hj. Ani Radiati, S. Pd, M. Kes selaku Direktur Poltekkes Kemenkes
Tasikmalaya
2. Nunung Mulyani, APP, M. Kes selaku Ketua Jurusan Kebidanan
3. Dr. Meti Widiya Lestari, SST M. Keb selalu Ketua Prodi Profesi Bidan
4. Sri Gustini,SST, M. Keb selaku Dosen Pembimbing Stase VIII
5. Qanita Wulandara, SST, M.Keb selaku Dosen Penguji Stase VIII
6. Kulfa Solehah, SST selaku CI ruang VK
7. Bidan dan Perawat yang telah membantu selama asuhan kebidanan
kegawatdaruratan maternal dan neonatal
8. Kedua orang tua yang telah memberi dukungan secara fisik dan psikis.
Serta kepada beberapa pihak seperti teman dan kerabat yang tidak bisa
disebutkan satu persatau
Dalam penyusunan Laporan Pendahuluan mengenai Asuhan Kebidanan
Kegawatdaruratan Masa Nifas dengan Atonia Uteri. ini saya menyadari masih
banyak kekurangan dan kelemahannya. Oleh karena itu saya memerlukan kritik
dan saran yang bersifat membangun untuk menyempurnakan laporan ini. Akhir
kata, saya barharap Laporan ini bemanfaat khususnya bagi saya dan umumnya
bagi seluruh mahasiswa dan pembaca.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb

i
Banjar, 05 Februari 2024

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................... 1

A. Latar Belakang ........................................................................................ 1

B. Tujuan ..................................................................................................... 2

C. Manfaat ................................................................................................... 3

BAB 1I TINJAUAN TEORI .............................................................................. 4

A. Kondep Dasar Masa Nifas ..................................................................... 4

B. Kasus Kegawatdaruratan Masa Nifas dengan atonia uteri ..................... 7

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 12

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Atonia uteri merupakan kondisi kegagalan uterus dalam berkontraksi
dengan baik setelah persalinan. Perdarahan berat akibat atonia uteri sangat
berbahaya karena selain dapat meningkatkan angka mortalitas meternal juga
dapat meningkatkan angka morbiditas meliputi anemia berat yang
menyebabkan ibu memerlukan transfusi darah, kurangnya perfusi jaringan
sehingga terjadi kegagalan organ. Perdarahan pasca persalinan karena atonia
uteri yang tidak ditangani dengan tepat bisa mengakibatkan syok dan
menurunnya kesadaran akibat banyaknya darah yang keluar. Hal ini dapat
menyebabkan gangguan sirkulasi darah ke seluruh tubuh dan dapat
menyebabkan hipovolemik berat. (Satriyandari And Hariyati, 2017)
Pada tahun 2019 AKI di negara-negara ASEAN sudah menempati posisi
40-60 per 100.000 kelahiran hidup, pada tahun 2015 menurut WHO, AKI
akibat perdarahan postpartum karena atonia uteri 50-60% kasus . Di Indonesia
pada tahun 2019 (AKI) menjadi 4.221 kematian ibu di Indonesia berdasarkan
laporan, penyebab kematian ibu terbanyak adalah perdarahan 1.280 kasus dan
AKI karena perdarahan atonia uteri 75-80% kasus.
Atonia uteri disebabkan oleh berbagai faktor resiko yang dapat dibagi
menjadi dua faktor risiko pada antepartem dan intrapartem. Faktor risiko
antepartem terdiri dari anemia sejak masa kehamilan (HB < 9 gr/dl),
peningkatan umur ibu, grande multipara, distensi uterus berlebihan
(kehamilan kembar, makrosomia, polihidramnoin), dan riwayat perdarahan
postpartum sedangkan risiko intrapartum terdiri dari anastesi umum,
percepatan persalinan, persalinan lama, kala 3 memanjang, dan partus
precipitatus. Atonia uteri dapat menyebabkan perdarahan, dampak dari
perdarahan adalah kematian, terjadinya atonia uteri disebabkan karena serabut
miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang bervaskularisasi daerah
implantasi plasenta yang tidak berkontraksi. Sekitar (75%- 80%) perdarahan
yang terjadi pada masa nifas diakibatkan atonia uteri (Nurchairina, 2017).

1
Atonia uteri merupakan penyebab utama dari perdarahan postpartum yang
menyebabkan angka kematian ibu, Jika faktor risiko pada ibu semakin banyak
maka akan semakin meningkat pula kejadian HPP, maka upaya bidan cara
menurunkan AKI dengan mengatasi kematian ibu melalui meningkatkan
kesehatan ibu.
Masih tingginya AKI berdasarkan data selama kurun waktu 25 tahun yaitu
1990 sampai dengan 2015, Data World Health Organization (WHO) mengenai
status kesehatan nasional pada capaian target Sustainable Development Goals
(SDGs) menyatakan secara global sekitar 830 wanita meninggal setiap hari
karena komplikasi selama kehamilan dan persalinan, dengan tingkat AKI
sebanyak 216 per 100.000 kelahiran hidup (WHO, 2017) Sebanyak 99 persen
kematian ibu akibat masalah kehamilan, persalinan atau kelahiran terjadi di
negara-negara berkembang. Rasio AKI masih dirasa cukup tinggi
sebagaimana ditargetkan menjadi 70 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun
2030 (WHO, 2017). Keberhasilan upaya kesehatan ibu, di antaranya dapat
dilihat dari indikator Angka Kematian Ibu (AKI) (Widiarini, 2017).
Berdasarkan latar belakang penulis tertarik melakukan asuhan kebidanan
kegawatdaruratan pada masa nifas dengan atonia uteri di RSUD Kota Banjar
Tahu 2024.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui kesesuaian teori dengan kasus yang ditemukan dilapangan
tentang asuhan kebidanan kegawatdaruratan masa nifas dengan atonia
uteri.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui konsep dasar masa nifas
b. Untuk mengetahui kasus kegawtdaruratan pada masa nifas dengan
atonia uteri

2
C. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Sebagai upaya pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang ilmu
kebidanan mengenai asuhan kebidanan kegawatdaruratan masa nifas
dengan atonia uteri.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Bidan
Sebagai masukan bagi bidan tentang asuhan kebidanan
kegawatdaruratan masa nifas dengan atonia uteri sehingga dapat
memberikan pelayanan optimal.
b. Bagi Institusi Pendidikan
Laporan ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan informasi
kepustakaan di Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya
c. Bagi Mahasiswa
Laporan ini dapat dijadikan bekal untuk pengembangan profesi
kebidanan dan dapat meningkatkan kemampuan mahasiswa untuk
mengetahui gambaran asuhan kebidanan kegawatdaruratan masa nifas
dengan atonia uteri.

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Masa Nifas


1. Pengertian
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah lahirnya pasenta dan
berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum
hamil. Masa nifas dimulai sejak 2 jam setelah lahirnya pasenta sampai
dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu. Sekitar 50% kematian ibu terjadi
dalam 24 jam pertama post partum sehingga pelayanan pasca persalinan
yang berkualitas harus terselenggara pada masa itu untuk memenuhi
kebutuhan ibu dan bayi (Vivian, 2016).
2. Tujuan
Tujuan dari pemberian asuhan pada masa nifas yaitu:
a. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologis.
b. Melaksanakan skrining secara komprehansif, deteksi dini,
mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun
bayi.
c. Memberikan pendidikan ukesehatan tentang perawatan kesehatan
diri, nutrisi, KB, cara dan manfaat menyusui, pemberian imunisasi
serta perawatan bayi sehari-hari.
d. Memberikan pelayanan keluarga berencana. 5. Mendapatkan
kesehatan emosi (Damai, 2014).
3. Tahapan Masa Nifas
Masa nifas terbagi menjadi tiga tahapan, yaitu:
a. Puerperium Dini Suatu masa kepulihan dimana ibu diperbolehkan untuk
berdir dan berjalan-jalan.
b. Puerperium Intermedial Suatu masa dimana kepulihan organ-organ
reproduksi selama kurang lebih enam minggu.

4
c. Remote Puerperium Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat
kembali dalam keadaan sempurna terutama bila ibu selama hamil atau
waktu persalinan mengalami komplikasi (Reni, 2017).
4. Perubahan Masa Nifas
Pada masa nifas terjadi beberapa perubahan, antara lain:
a. Perubahan Uterus
Involusi uteri adalah proses uterus kembali ke kondisi sebelum hamil.
Uterus biasanya berrada di organ pelvik pada hari ke-10 setelah
persalinan.Involusi uterus lebih lambat pada multipara.
b. Pengeluaran Lokea
Adalah cairan sekret yang berasal dari cavum uteri dan vagina selama
masa nifas. Lochea terbagi menjadi 4 jenis yaitu:
1) Lokia Rubra: berwarna merah karena berisi darah segar dan sisa-sisa
selaput ketuban, inilah lokia yang akan keluar selama 2 sampai 3 hari
postpartum.
2) Lokia Sanguilenta: berwarna merah kuning berisi darah dan lendir
yang keluar pada hari ke-3 sampai ke-7 pasca persalinan.
3) Lokia Serosa: Lochea ini berbentuk serum dan berwarna merah jambu
kemudian menjadi kuning. Cairan tidak berdarah lagi pada hari ke-7
sampai hari ke-14 pasca persalinan.
4) Lokia Alba: dimulai dari hari ke-14 kemudian makin lama makin
sedikit hingga sama sekali berhenti sampai satu dua minggu
berikutnya. Bentuknya seperti cairan putih berbentuk krim serta terdiri
atas leukosit dan sel-sel desidua. (Nengah & Surinati, 2013).
c. Payudara/Laktasi
ASI dihasilkan oleh kerja gabungan antara hormone dan refleks.
Kelenjar hipofise didasar otak menghasilkan hormon prolactin akan
membuat sel kelenjar payudara menghasilkan ASI. Prolaktin adalah
hormone pertama yang bertanggung jawab dalam proses laktasi. Dengan
rangsangan hisap bayi yang mengeluarkan prolaktin dari adeni hipofise
dan oksitosin dari neurohipofise. Pada saat yang sama akan menstimulasi

5
saraf melalui tulang belakang ke hypothalamus untuk menekan
pengeluaran faktor terhambat terhadap laktasi.
d. Perubahan Lain
Suhu badan wanita inpartu tidak lebih 37,5 ºC sesudah partus dapat
naik 0,5 ºC dari keadaan normal tetapi tidak melebihi 38 ºC, sesudah 12
jam pertama melahirkan umumnya suhu badan akan kembali normal.
Bila suhu badan >38 ºC mungkin ada infeksi.
5. Adaptasi Psikologis Ibu Masa Nifas
Dalam menjalani adaptasi setelah melahirkan, ibu akan mengalami fasefase
sebagai berikut:
a. Fase Taking In (1-2 hari post partum)
Wanita menjadi pasif dan sangat tergantung dan berfokus pada dirinya.
Mengulang-ulang menceritakan pengalaman proses bersalin yang
dialaminya. Wanita baru melahirkan ini perlu istirahat atau tidur untuk
mencegah gejala kurang tidur dengan gejala lelah, cepat tersinggung,
campur baur dengan proses pemulihan.
b. Fase Taking Hold (2-4 hari post partum)
Ibu khawatir akan kemampuannya untuk merawat bayinya dan khawatir
tidak mampu bertanggung jawab untuk merawat bayinya. Wanita post
partum ini berpusat pada kemampuannya dalam mengontrol diri, fungsi
tubuh. Berusaha untuk menguasai kemampuan untuk merawat bayinya,
cara menggendong dan menyusui, memberi minum, mengganti popok.
Wanita pada masa ini sangat sensitive akan ketidak mampuannya, cepat
tersinggung dan cenderung menganggap pemberitahuan bidan atau
perawat sebagai teguran, maka hati-hati dalam berkomunikasi dengan
wanita ini dan perlu memberi support.
c. Fase Letting Go
Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya
yang berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai
menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya.Keinginan untuk
merawat diri dan bayinya meningkat pada fase ini. Ibu merasa percaya

6
diri akan peran barunya, lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan
dirinya dan bayinya. Dukungan suami dan keluarga dapat membantu
merawat bayi. Kebutuhan akan istirahat masih diperlukan ibu untuk
menjaga kondisi bayinya. Hal-hal yang harus dipenuhi selama nifas
adalah sebagai berikut:
1) Fisik: Istirahat, asupan gizi, lingkungan bersih.
2) Psikologi: Dukungan dari keluarga sangat diperlukan.
3) Sosial: Perhatian, rasa kasih sayang (Yetti, 2016).

B. Kasus Kegawatdaruratan Masa Nifas


a. Pengerian Atonia Uteri
Keadaan lemahnya tonus/kontraksi rahim yang menyebabkan uterus
tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi
plasenta setelah bayi dan plasenta lahir.
b. Etiologi
Penyebab tersering kejadian pada ibu dengan atonia uteri antara lain:
1) Placenta yang baru lepas sebagian
Bila seluruh bagian placenta masih melekat, biasanya tidak terjadi
pendarahan, tetapi bila sebagian placenta sudah terlepas, maka akan
terjadi robekan pada sinus-sinus meternalis, sedangkan sebagian
plasenta yang masih melekat akan menghambat kontraksi dan
retraksi dan otot-otot uterus sehingga menyebabkan pendarahan.
2) Tertinggalnya kotiledon
Sebagian placenta serta selaput ketuban akan mengganggu aktivitas
otot-otot uterus untuk dapat berkontraksi dan beretraksi secara
efisien sehingga pendarahan akan terus terjadi
3) Persalinan yang terlalu cepat (partus presipitalis)
Bila uterus sudah berkontraksi terlalu kuat dan terus menerus selama
kala I dan kala II persalinan (kontraksi yang hipertonik maka otot-
otot uterus akan kekurangan kemampuannya untuk beretraksi
setelah bayi lahir.

7
4) Persalinan lama
Dapat menyebabkan terjadinya inertia uteri karena kelelahan pada
otot-otot uterus.
5) Polihidramon dan kehamilan kembar
Pada kondisi ini miometrium teregang dengan hebat sehingga
kontraksinya setelah kelahiran bayi akan menjadi tidak efesien
6) Placenta previa
Pada placenta previa, sebagian atau seluruh tempat melekatnya
placenta adalah pada segmen bawah uterus, di mana lapisan ototnya
amat tipis dan hanya mengandung sedikit serat otot oblik. Hal ini
menyebabkan kontrol terhadap pendarahan di bagian ini amat buruk.
7) Solusio placenta
Bila terjadi solusio placenta maka darah di dalam rongga uterus
dapat meresap menjadi tidak efektif. Solusio placenta yang berat
dapat mengakibatkan terjadinya uterus souveilaire.
8) Anestesi umum
Beberapa otot anestesi merupakan relaksasi otot yang amat kuat,
rnisalnya halotan dan siklopropan.
9) Penanganan yang salah pada persalinan kala III
Kebiasaan melakukan rangsangan yang berlebihan pada daerah
fundus atau manipulasi pada uterus, dapat menimbulkan terjadinya
kontraksi yang tidak teratur (aritmik) sehingga hanya sebagian saja
dari placenta yang terlepas dan hilangnya kemampuan uterus untuk
beretraksi.
10) Kandung kemih yang penuh
Bila kandung kemih penuh, maka letaknya yang amat berdekatan
dengan uterus di rongga abdomen pada akhir kala II akan
mempengaruhi kontraksi dan retraksi uterus. Kandung kemih yang
penuh juga dapat menyebabkan kesalahan dalam menatalaksana
persalinan kala III karena kesulitan untuk menilai uterus.

8
11) Nutrisi
Bila ibu mengalami kekurangan gizi maka kemampuan otot uterus
berkurang.
12) Penyebab lain yang belum diketahui
Pada kasus atonia uteri mungkin saja tidak didapatkan kondisi-
kondisi seperti di atas sehingga faktor penyebabnya tetap tidak
diketahui.
c. Faktor Predisposisi
1) Riwayat post partum atau retensi placenta pada persalinan terdahulu.
Pada kondisi ini akan timbul resiko terjadi hal yang sama pada
persalinan sekarang.
2) Paritas tinggi, pada setiap kehamilan dan persalinan akan terjadi
perubahan serabut oto menjadi jaringan ikat pada uterus. Hal ini
dapat menurunkan kemampuan uterus untuk berkontraksi sehingga
sulit melakukan penekanan pada pembuluh-pembuluh darah yang
terbuka setelah lepasnya placenta. Resiko terjadinya hal ini akan
meningkat setelah persalinan ketiga atau lebih.
3) Mioma uteri, akan mengganggu aktivitas uterus yang efisien.
4) Anemia, wanita yang mengalami persalinan dengan kadar Hb yang
rendah (dibawah 10 g/dl), akan cepat terganggu kondisinya bila
terjadi kehilangan darah meskipun hanya sedikit. Anemia
dihubungkan dengan kelemahan yang dapat dianggap sebagai
penyebab langsung dan Atonia Uteri.
5) Ketosis, pengaruh ketosis terhadap aktivitas uterus belum jelas.
Penelitian menunjukkan bahwa 40 % wanita mengalami ketonuria
pada suatu saat selama persalinannya. Bila persalinan berjalan baik
maka keadaan tersebut tidak mempengaruhi kondisi ibu maupun
jariin. Di dapatkan hubungan bermakna antara ketosis dengan
kebutuhan akan akselerasi oksitosin persalinan baru berakhir setelah
lebih dan 12 jam. Maka dianjurkan melakukan korelasi terhadap
ketosis.

9
d. Tanda Gejala
1) Gejala yang jelas adalah pendarahan tampak banyak dan terus
mengalir beberapa saat setelah anak lahir, darah merah tua dan
terjadinya syok pada ibu.
2) Gejala lain yang dapat diawasi meskipun tidak tampak pendarahan
yang nyata/ hanya sedikit pendarahan adalah: Ibu mengeluh
mengantuk, pusing, lemak/mual.
3) Banyak keringat/ keringat dingin.
4) Tampak pucat.
5) Frekuensi nadi meningkat.
6) Tekanan darah menurun.
7) Uterus teraba membesar, lunak dan kehilangan tonusnya.
e. Penanganan
1) Masase fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta (maksimal 15
detik). Masase merangsang kontraksi uterus. Sambil melakukan
masase sekaligus dapat dilakukan penilaian kontraksi uterus.
2) Bersihkan bekuan darah dan/atau selaput ketuban dari vagina dan
lubang serviks. Bekuan darah dan selaput ketuban dalam vagina dan
saluran serviks akan dapat menghalangi kontraksi uterus secara baik.
3) Pastikan bahwa kandung kemih kosong. Jika penuh dan dapat
dipalpasi, lakukan katerisasi menggunakan teknik aseptic. Kandung
kemih yang penuh akan menghalangi uterus berkontraksi secara
baik.
4) Lakukan kompresi bimanual internal selama 5 menit Kompresi ini
memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah dinding uterus
dan juga merangsang miometrium untuk berkontraksi. Jika kompresi
bimanual tidak berhasil setelah 5 menit, diperlukan tindakan lain.
5) Anjurkan keluarga untuk mulai membantu kompresi bimanual
eksternal Keluarga dapat meneruskan proses kompresi bimanual
secara eksternal selama penolong melakukan langkah-langkah
selanjutnya.

10
6) Keluarkan tangan perlahan-lahan
7) Berikan ergometrin 0,2 mg IM (kontraindikasi hipertensi) atau
misoprostol 600-1000 mcg. Ergometrin dan misoprostol akan
bekerja dalam 5-7 menit dan menyebabkan uterus berkontraksi
8) Pasang infus menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500
cc Ringer Laktat + 20 unit oksitosin. Habiskan 500cc pertama
secepat mungkin. Jarum besar memungkinkan pemberian larutan IV
secara cepat atau untuk transfusi darah. Ringer Laktat akan
membantu memulihkan volum cairan yang hilang selama
perdarahan. Oksitosin IV dengan cepat merangsang kontraksi uterus.
9) Ulang kompresi bimanual internal. KBI yang digunakan bersama
dengan ergometrin dan oksitosin atau misoprostol akan membuat
uterus berkontraksi.
10) Rujuk segera. Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 1 sampai
2 menit, hal ini bukan atonia sederhana. Ibu membutuhkan
perawatan gawatdarurat di fasilitas yang mampu melaksanakan
tindakan bedah dan transfusi darah.
11) Dampingi ibu ke tempat rujukan. Teruskan melakukan KBI.
Kompresi uterus ini memberikan tekanan langsung pada pembuluh
darah dinding uterus dan merangsang miometrium untuk
berkontraksi.
12) Lanjutkan infus Ringer Laktat + 20 unit oksitosin dalam 500 cc
larutan dengan laju 500/jam hingga tiba di tempat rujukan atau
hingga menghabiskan 1,5 L infus. Kemudian berikan 125 cc/jam.
Jika tidak tersedia cairan yang cukup, berikan SOOcc kedua dengan
kecepatan sedang dan berikan minimum untuk rehidrasi. Ringer
Laktat akan membantu memulihkan volume cairan yang hilang
selama perdarahan. Oksitosin IV akan dengan cepat merangsang
kontraksi uterus.

11
DAFTAR PUSTAKA

Wiknjosastro, Hanifa. 2010. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo.
Prawirohardjo. 2010. Buku Acuhan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
Nugroho. Taufan, L. Buku Ajar Asuhan Kebidanan I (Kehamilan). Yogyakarta:
Nurrul Jannah. 2010. Askeb II Persalinan. Jakarta: EGC
Roito, dkk. 2013. Asuhan Kebidanan Postpartum. Bandung: Refika Aditama.
Rukiyah, A. 2012. Asuhan Kebidanan II (Persalinan). Jakarta: Trans Info
Media
Romauli dan Suryati S. 2011. Asuhan Kebidanan 1 Konsep Dasar Asuhan
Kehamilan. Yogyakarta: Nuha Medika
Siwi, W. E. 2015. Asuhan Kebidanan Pada Kehamilan. Yogyakarta: Pustaka Baru
Press.
Salemba medika.
Withdrawl Bleeding, 2013. Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Walyani. 2015. Asuhan Kebidanan Ibu Nifas. Yogyakarta: Gosyen Publishing.

12

Anda mungkin juga menyukai