Oleh :
NIM : P07124223091
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat rahmat-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah mata kuliah asuhan
kebidanan kegawatdaruratan maternal dan neonatal yang berjudul “Atonia Uteri dalam
Adapun maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini, untuk memenuhi tugas individu
mata kuliah asuhan kebidanan kegawatdaruratan maternal dan neonatal dan juga
makalah. Dengan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ni
Nyoman Suindri, S.Si.T., M.Keb selaku dosen pengampu mata kuliah asuhan kebidanan
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan
menuju kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, penulis berharap makalah ini dapat
i
DAFTAR ISI
Cover
Kata Pengantar....................................................................................................i
Daftar Isi...............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...............................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................2
C. Tujuan Penulisan............................................................................................2
D. Manfaat Penulisan..........................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
ii
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.....................................................................................................24
B. Saran...............................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
ibu akibat
dari proses kehamilan, persalinan, dan pasca persalinan yang dijadikan indikator derajat ke
sehatan perempuan. AKI di Indonesia bisa dikatakan masih tergolong tinggi dibandingkan
(SDG’s) untuk angkakematian ibu adalah 70 per 100.000 kematian. Di Indonesia sekitar
disebabkanoleh perdarahan, 13% eklamsi atau gangguan akibat hpertensi saat kehamilan,
semua wanitayang sedang hamil memiliki resiko perdarahan pasca persalinan. Perdarahan
pasca persalinan yangmenyebabkan kematian ibu ini sebanyak 45% terjadi pada 24 jam
pertama setelah bayi lahir, 68-73%dalam satu minggu setelah bayi lahir dan 82-88%
dalam dua minggu setelah bayi lahir . Faktor resiko terjadinya perdarahan postpartum
yaitu : usia, paritas, janin besar, riwayat persalinan sebelumnya,anemia, partus lama,
penanganan yang salah pada kala III, hipertensi dalam kehamilan, kelainanuterus, infeksi
melahirkan di Indonesia. Perdarahan pasca persalinan atau hemorragic post partum (HPP)
adalah kehilangan darah melebihi 500 ml yang terjadi setelah bayi lahir.
iv
Perdarahan pascapersalinan di bagi menjadi perdarahan pascapersalinan primer dan
sekunder. Perdarahan pascapersalinan primer (Early HPP) terjadi dalam 24 jam pertama.
Sedangkan perdarahan pascapersalinan sekunder (Late HPP) terjadi setelah 24 jam pertama.
melahirkan. Atonia uteri terjadi karena kegagalan mekanisme ini. Perdarahan pospartum
pembuluh darah yang memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi
B. Rumusan Masalah
v
C. Tujuan Penulisan
Tujuan yang ingin dicapai dari beberapa rumusan masalah di atas adalah
sebagai berikut :
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Penulis
2. Bagi Pembaca
vi
BAB II
PEMBAHASAN
kehilangan darah melebihi 500 ml yang terjadi setelah bayi lahir. (Cunningham,
itu tidak banyak, sebab kontraksi dan retraksi otot-otot uterus menekan pembuluh-
darah tersumbat oleh bekuan darah. Seorang wanita sehat dapat kehilangan 500
ml darah tanpa akibat buruk. Volume darah yang hilang juga bervariasi akibatnya
sesuai dengan kadar hemoglobin ibu. Seseorang ibu dengan kadar hemoglobin
normal akan dapat menyesuaikan diri terhadap kehilangan darah yang akan
atonia uteri (50-60%), retensio plasenta(16 – 17%), robekan jalan lahir (4-5%),
ruptur uteri, sisa plasenta, dan kelainan pembekuan darah. Terbanyak dalam 2 jam
7
adalah robekan jalan lahir, subinvolusi didaerah insersi plasenta,dan sisa plasenta
atau membran.
akibat dari hipofibrinogenemia (solusio plasenta, retensi janin mati dalam uterus,
emboli air ketuban). Apabila sebagian plasenta lepas sebagian lagi belum, terjadi
perdarahan karena uterus tidak bisa berkontraksi dan beretraksi dengan baik pada
batas antara dua bagian itu. Selanjutnya, apabila sebagian besar plasenta sudah
lahir, tetapi sebagian kecil masih melekat pada dinding uterus, dapat timbul
B. Atonia Uteri
1. Definisi
Atonia uteria (relaksasi otot uterus) adalah uterus tidak berkontraksi dalam
15 detik setelah dilakukan pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir). (JNPKR,
8
Hal-hal yang dapat menyebabkan atonia uteri antara :
uterus.
darah.
9
Gambar 2.1 Gambaran Atonia Uteri
primer)
4. Diagnosis
banyak dalam waktu pendek. Tetapi bila perdarahan sedikit dalam waktu
10
tampak pucat. Nadi dan pernafasan menjadi cepat, dan tekanan darah
menurun.
yang pecah
11
5. Diagnosis Banding
Atonia uteri Robekan Retensio Sisa plasenta Inversio uteri Perdarahan Ruptura uteri
jalan lahir plasenta terlambat
Uterus Tidak Kontraksi baik Kontraksi baik Uterus Tidak teraba Subinvolusi
berkontraksi & berkontraksi
lembek tetapi tinggi
fundus tidak
berkurang
Plasenta Lengkap Blm lahir > 30 Tdk lengkap Tampak tali pusat
mnt ( jika plasenta
blm lahir )
Perdarahan Segera setelah Darah segar yg Segera Segera Segera > 24 jam pasca Segera
persalinan mengalir partus (perdarahan
(HPP primer) segera setelah intraabdominal /
bayi lahir vaginum )
Lain-lain Syok -Pucat -Tali pusat putus -Lumen vagina -Nyeri tekan - Nyeri perut
-Lemah akibat traksi terisi massa perut bawah berat
-Menggigil berlebihan -Nyeri -Anemia - Shock
-Inversio uteri -Pucat & limbung -Demam - Nyeri tekan
akibat tarikan perut
-Perdarahan - Denyut nadi ibu
lanjutan cepat
Tabel 2.1 Diagnosa Banding Atonia Uteri
12
6. Pencegahan
Antenatal care (ANC) yang baik dan mencegah terjadinya anemia dalam kehamilan
merupakan hal yang paling penting. Karena pada persalinan nanti, kehilangan darah dalam
Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan pospartum
lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai terapi. Menejemen
aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan
transfusi darah.
Kegunaan utama oksitosin sebagai pencegahan atonia uteri yaitu onsetnya yang cepat,
dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani seperti ergometrin.
Pemberian oksitosin paling bermanfaat untuk mencegah atonia uteri. Pada manajemen kala III
harus dilakukan pemberian oksitosin setelah bayi lahir. Aktif protokol yaitu pemberian 10 unit
IM, 5 unit IV bolus atau 10-20 unit per liter IV drip 100-150 cc/jam.
Analog sintetik oksitosin, yaitu karbetosin, saat ini sedang diteliti sebagai uterotonika
untuk mencegah dan mengatasi perdarahan pospartum dini. Karbetosin merupakan obat long-
acting dan onset kerjanya cepat, mempunyai waktu paruh 40 menit dibandingkan oksitosin 4-10
oksitosin drip pada pasien yang dilakukan operasi sesar. Karbetosin ternyata lebih efektif
dibanding oksitosin.
7. Penatalaksanaan
a. Resusitasi
resusitasi dengan oksigenasi dan pemberian cairan cepat, monitoring tanda-tanda vital,
monitoring jumlah urin, dan monitoring saturasi oksigen. Pemeriksaan golongan darah
13
b. Masase dan kompresi bimanual
Masase dan kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi uterus yang akan
(maksimal 15 detik).
c. Uterotonika
hipofisis. Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya meningkat seiring
dengan meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya reseptor oksitosin. Pada dosis
rendah oksitosin menguatkan kontraksi dan meningkatkan frekuensi, tetapi pada dosis
tinggi menyababkan tetani. Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV, untuk
perdarahan aktif diberikan lewat infus dengan ringer laktat 20 IU perliter, jika sirkulasi
oksitosin sangat sedikit ditemukan yaitu nausea dan vomitus, efek samping lain yaitu
menyebabkan tetani uteri setelah 5 menit pemberian IM. Dapat diberikan secara IM 0,25
mg, dapat diulang setiap 5 menit sampai dosis maksimum 1,25 mg, dapat juga diberikan
langsung pada miometrium jika diperlukan (IMM) atau IV bolus 0,125 mg. obat ini
dikenal dapat menyebabkan vasospasme perifer dan hipertensi, dapat juga menimbulkan
nausea dan vomitus. Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan hipertensi.
intramuscular, dan rectal. Pemberian secara IM atau IMM 0,25 mg, yang dapat diulang
setiap 15 menit sampai dosis maksimum 2 mg. Pemberian secara rektal dapat dipakai
14
merupakan uterotonika yang efektif tetapi dapat menimbulkan efek samping
prostaglandin seperti: nausea, vomitus, diare, sakit kepala, hipertensi dan bronkospasme
yang disebabkan kontraksi otot halus, bekerja juga pada sistem termoregulasi sentral,
oksigen. Uterotonika ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan kelainan
jarang ditemukan dan sebagian besar dapat hilang sendiri. Dari beberapa laporan kasus
disebabkan atonia uteri dengan angka kesuksesan 84%-96%. Perdarahan pospartum dini
sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri maka perlu dipertimbangkan penggunaan
cavum uteri mungkin dapat bermanfaat untuk mengatasi atonia uteri. Pemberian 1-2
liter salin 47°C-50°C langsung ke dalam cavum uteri menggunakan pipa infus. Tangan
operator tidak boleh menghalangi vagina untuk memberi jalan salin keluar.
Penggunaan uterine packing saat ini tidak disukai dan masih kontroversial.
maksimum pada dinding uterus. Segmen bawah rahim harus terisi sekuat mungkin,
diberikan. Uterine packing dipasang selama 24-36 jam, sambil memberikan resusitasi
cairan dan transfusi darah masuk. Uterine packing diberikan jika tidak tersedia fasilitas
15
e. Operatif
keberhasilan 80-90%. Pada teknik ini dilakukan ligasi arteri uterina yang berjalan
disamping uterus setinggi batas atas segmen bawah rahim. Jika dilakukan SC, ligasi
dilakukan 2-3 cm dibawah irisan segmen bawah rahim. Untuk melakukan ini diperlukan
jarum atraumatik yang besar dan benang absorbable yang sesuai. Arteri dan vena uterina
diligasi dengan melewatkan jarum 2-3 cm medial vasa uterina, masuk ke miometrium
keluar di bagian avaskular ligamentum latum lateral vasa uterina. Saat melakukan ligasi
hindari rusaknya vasa uterina dan ligasi harus mengenai cabang asenden arteri
miometrium, untuk itu penting untuk menyertakan 2-3 cm miometrium. Jahitan kedua
dapat dilakukan jika langkah diatas tidak efektif dan jika terjadi perdarahan pada
segmen bawah rahim. Dengan menyisihkan vesika urinaria, ligasi kedua dilakukan
bilateral pada vasa uterina bagian bawah, 3-4 cm dibawah ligasi vasa uterina atas. Ligasi
ini harus mengenai sebagian besar cabang arteri uterina pada segmen bawah rahim dan
cabang arteri uterina yang menuju ke servik, jika perdarahan masih terus berlangsung
Ligasi arteri Iliaka Interna. Identiffikasi bifurkasiol arteri iliaka, tempat ureter
menyilang, untuk melakukannya harus dilakukan insisi 5-8 cm pada peritoneum lateral
paralel dengan garis ureter. Setelah peritoneum dibuka, ureter ditarik ke medial
kemudian dilakukan ligasi arteri 2,5 cm distal bifurkasio iliaka interna dan eksterna.
Klem dilewatkan dibelakang arteri, dan dengan menggunakan benang non absobable
dilakukan dua ligasi bebas berjarak 1,5-2 cm. Hindari trauma pada vena iliaka interna.
Identifikasi denyut arteri iliaka eksterna dan femoralis harus dilakukan sebelum dan
sesudah ligasi. Risiko ligasi arteri iliaka adalah trauma vena iliaka yang dapat
16
menyebabkan perdarahan. Dalam melakukan tindakan ini dokter harus
ditemukan oleh Christopher B Lynch 1997, sebagai tindakan operatif alternative untuk
operatif. Insidensi mencapai 7-13 per 10.000 kelahiran, dan lebih banyak terjadi pada
a. Lakukan massage pundus uteri segera setelah plasenta dilahirkan : massage merangsang
kontraksi uterus.
b. Bersihkan kavum uteri dari selaput ketuban dan gumpalan darah : selaput ketuban atau
gumpalan darah dalam kavum uteri akan dapat menghalangi kontraksi uterus secara
baik.
c. Mulai melakukan kompresi bimanual interna. Jika uterus berkontraksi keluarkan tangan
setelah 1-2 menit. Jika uterus tetap tidak berkontraksi teruskan kompresi bimanual
interna hingga 5 menit : sebagian besar atonia uteri akan teratasi dengan tindakan ini.
Jika kompresi bimannual tidak berhasil setelah 5 menit, dilakukan tindakan lain
17
Gambar 2.2 Kompresi Bimanual Internal
d. Minta keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksterna : Bila penolong hanya
seorang diri, keluarga dapat meneruskan proses kompresi bimanual secara eksternal
diberikan secara intramuskuler akan mulai bekerja dalam 5-7 menit dan akan
sebelumnya.
18
f. Berikan infuse cairan larutan ringer laktat dan oksitoksin 20 IU/500 ml : anda telah
memberikan oksitoksin pada waktu penatalaksanaan aktif kala tiga dan metil ergometrin
berkontraksi. Ringer laktat akan membantu memulihkan volume cairan yang hilang
selama atoni. Jika uterus wanita belum berkontraksi selama 6 langkah pertama, sangat
g. Mulai lagi kompresi bimanual interna atau pasang tampon uterovagina : jika atonia uteri
tidak teratasi setelah 7 langkah pertama, mungkin ibu mengalami masalah serius
lainnya. Tampon utero vagina dapat dilakukan bila penolong telah terlatih. Segera
19
Gambar 2.4 Penatalaksanaan Atonia Uteri
20
Kompresi Bimanual Ligasi Arteri Hipogastrica
Uterus Tampon Uterovagina
Hipogastrica
8. Komplikasi
terjadinya infeksi purpuralis karena daya tahan tubuh penderita berkurang. Perdarahan
banyak kelak bisa menyebabkan sindroma Sheehan sebagai akibat nekrosis pada
penurunana fungsi seksual dengan atrofi alat-alat genital, kehilangan rambut pubis dan
ketiak, penurunan metabolisme dan hipotensi, amenorea dan kehilangan fungsi laktasi.
21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
memadai selama dan setelah persalinan. Atonia uteri menjadi penyebab paling
terkait dengan atonia uteri. Biasanya, otot rahim berkontraksi selama persalinan
dan segera setelah plasenta lahir. Namun, pada atonia uteri tidak demikian.
Penyebab atonia uteri belum diketahui secara pasti tetapi terdapat beberapa
faktor predisposisi.
Diagnosis atonia uteri dapat ditegakkan bila setelah bayi dan plasenta
lahir ternyata pendarahan masih aktif dan banyak, bergumpal dan pada palpasi
didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih dengan kontraksi yang
lebih lembek. Perdarahan berat akibat atonia uteri sangat berbahaya karena
atonia uteri. Kompresi bimanual dari pembuluh darah dapat mengurangi aliran
B. Saran
Penatalaksaan dari atonia uteri ini harus dipahami dengan baik oleh
morbiditas dan mortalitas pada ibu yang disebabkan oleh penanganan atonia
22
uteri yang tidak tepat.
kala III dengan tepat. Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, penulis
berharap pembaca memahami makalah ini serta dapat dipakai acuan literatur
selanjutnya.
23
DAFTAR PUSTAKA
Ende, H. B., Lozada, M. J., Chestnut, D. H., Osmundson, S. S., Walden, R. L., Shotwell, M.
S., & Bauchat, J. R. (2021). Risk Factors for Atonic Postpartum Hemorrhage: A
Systematic Review and Meta-analysis. In Obstetrics and Gynecology (Vol. 137, Issue
https://doi.org/10.1097/AOG.0000000000004228
Julizar, M. and Sukandar, H., 2019. ANALISIS FAKTOR RISIKO ATONIA UTERI. Care:
Kim, M. L., Hur, Y. M., Ryu, H., Lee, M. J., Seong, S. J., & Shin, J. S., 2020. Clinical
During The Cesarean Delivery Of Twins. BMC pregnancy and childbirth, 20(1),
40. https://doi.org/10.1186/s12884-019-2716-6
Listiawati, A., 2022. Identifikasi Partus Lama Dengan Kejadian Atonia Uteri (Doctoral
Muharrina, C. R., & Martina. (2020). Hubungan Riwayat Persalinan Lama dengan Kejadian
Atonia Uteri pada Ibu Bersalin di Wilayah Kerja Puskesmas Darul Imarah Tahun
Sung, H., Ferlay, J., Siegel, R. L., Laversanne, M., Soerjomataram, I., Jemal, A., & Bray, F.
Mortality Worldwide for 36 Cancers in 185 Countries. CA: A Cancer Journal for
24
Riya, R. and Wulandari, R., 2022. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Atonia Uteri Di Rsud H. Abdul Manap Kota Jambi. Midwifery Health Journal,
7(2).
Valiuliene, V., Vitartaite, M. and Rimaitis, K., 2021. Prophylactic dose of oxytocin for
Annual Meeting.
25