ATONIA UTERI ”
OLEH:
NABILAH NADIA RAHMA
NIM.(2114315401013)
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan rahmat, taufiq dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan asuhan kebidanan komprehensif
ini tepat pada waktunya dengan judul “ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF PADA
KASUS ATONIA UTERI” dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan postpartum dini (50%),
dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi postpartum. Kontraksi
uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan.
Atonia uteri terjadi karena kegagalan mekanisme ini.
Indonesia tercatat sebagai negara dengan angka kematian maternal yang masih
tinggi. Selain faktor kemiskinan dan masalah aksesiblitas penanganan kelahiran, 75%
hingga 85% kematian maternal disebabkan obstetri langsung, terutama akibat
perdarahan. Padahal 90% dari kematian itu bisa dihindari.
Walau kebanyakan ibu sudah memeriksakan kehamilannya di pusat pelayanan
kesehatan secara teratur, namun 70% persalinan masih terjadi dirumah. Masalahnya,
sangat sedikit pihak yang mengetahui diagnosis dan pengelolaan perdarahan akibat
keadaan darurat ini. Jika saja hal ini bisa dilakukan, bukan mustahil angka kematian ibu
dapat ditekan.
B. TUJUAN PENULISAN
a. Tujuan Umum
b. Tujuan Khusus
• Mahasiswa dapat melakukan pengkajian data
• Mahasiswa dapat mengidentifikasi diagnosa dan masalah
• Mahasiswa dapat mengidentifikasi diagnosa dan masalah potensial
• Mahasiswa dapat mengidentifikasi kebutuhan segera
• Mahasiswa dapat merencanakan asuhan kebidanan
• Mahasiswa dapat melaksanakan asuhan kebidanan yang telah direncanakan
• Mahasiswa dapat mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan
C. METODE PENULISAN
4
Metode penulisan yang digunakan adalah metode kepustakaan, wawancara, observasi
D. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I Pendahuluan
BAB IV Pembahasan
BAB V Penutup
DAFTAR PUSTAKA
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Banyak masalah yang kini diwaspadai pakar kesehatan Indonesia berkaitan dengan terus
berlangsungnya krisis multidimensial di negeri ini. Diantara masalah itu adalah, bangkitnya
kembali angka kesakitan dan kematian akibat TB Paru, "lost generation" akibat kurang gizi pada
anak, dan kematian ibu - anak dalam proses kelahiran.
Indonesia tercatat sebagai negara dengan angka kematian maternal yang masih tinggi.
Selain faktor kemiskinan dan masalah aksesibilitas penanganan kelahiran, 75 persen hingga 85
persen kematian maternal disebabkan obstetri langsung, terutama akibat perdarahan. Padahal,
90 persen dari kematian itu bisa dihindari.
A. Pengertian
Atonia uteria (relaksasi otot uterus) adalah Uteri tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah
dilakukan pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir). (JNPKR, Asuhan Persalinan Normal,
Depkes Jakarta ; 2002)
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%), dan
merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi postpartum.
(http://www.drjaka.com/2010/01/atonia-uteri.html)
6
Sumber: http://www.google.co.id
B. Etiologi
Atonia uteri dapat terjadi pada ibu hamil dan melahirkan dengan faktor predisposisi
(penunjang ) seperti :
5. Malnutrisi
6. Dapat juga karena salah penanganan dalam usaha melahirkan plasenta, sedangkan
sebenarnya belum terlepas dari uterus.
7
C. Patofisiologi
8
D. Manifestasi klinis
a. Uterus tidak berkontraksi dan lembek
Kegunaan utama oksitosin sebagai pencegahan atonia uteri yaitu onsetnya yang cepat, dan
tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani seperti ergometrin.
Pemberian oksitosin paling bermanfaat untuk mencegah atonia uteri. Pada manajemen kala
III harus dilakukan pemberian oksitosin setelah bayi lahir. Aktif protokol yaitu pemberian 10
unit IM, 5 unit IV bolus atau 10-20 unit per liter IV drip 100-150 cc/jam.
Analog sintetik oksitosin, yaitu karbetosin, saat ini sedang diteliti sebagai uterotonika untuk
mencegah dan mengatasi perdarahan pospartum dini. Karbetosin merupakan obat long-
acting dan onset kerjanya cepat, mempunyai waktu paruh 40 menit dibandingkan oksitosin
4-10 menit. Penelitian di Canada membandingkan antara pemberian karbetosin bolus IV
dengan oksitosin drip pada pasien yang dilakukan operasi sesar. Karbetosin ternyata lebih
efektif dibanding oksitosin.
F. Manajemen resusitasi
1. Resusitasi
Apabila terjadi perdarahan pospartum banyak, maka penanganan awal yaitu resusitasi
dengan oksigenasi dan pemberian cairan cepat, monitoring tanda-tanda vital, monitoring
jumlah urin, dan monitoring saturasi oksigen. Pemeriksaan golongan darah dan
crossmatch perlu dilakukan untuk persiapan transfusi darah.
Masase dan kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi uterus yang akan
menghentikan perdarahan.
9
Pemijatan fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta (max 15 detik)
Evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus berlangsung, periksa apakah
perineum / vagina dan serviks mengalami laserasi dan jahit atau rujuk segera
Bersihkanlah bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina & lobang serviks
- Jika uterus berkontraksi, teruskan KBI selama 2 menit, keluarkan tangan perlahan-
lahan dan pantau kala empat dengan ketat.
- Jika uterus tidak berkontraksi, maka : Anjurkan keluarga untuk mulai melakukan
kompresi bimanual eksternal; Keluarkan tangan perlahan-lahan; Berikan ergometrin
0,2 mg LM (jangan diberikan jika hipertensi); Pasang infus menggunakan
jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 ml RL + 20 unit oksitosin. Habiskan
500 ml pertama secepat mungkin; Ulangi KBI.
a. Jika uterus berkontraksi, pantau ibu dengan seksama selama kala empat
G. Uterotonika
Yang dimaksud pencegahan dengan obat adalah pemberian obat uterotonika setelah
lahirnya plasenta. Namun, pemberian obat ini sama sekali tidak dibolehkan sebelum bayi
lahir. Keuntungan pemberian uterotonika ini adalah untuk mengurangi perdarahan kala III
dan mempercepat lahirnya plasenta. Karena itu, pemberian pencegahan dapat diberikan
pada setiap persalinan atau bila ada indikasi tertentu.
Indikasi yang dimaksud, adalah hal-hal yang dicurigai akan menimbulkan perdarahan pasca
persalinan. Yaitu;
10
3. Jarak kehamilan yang dekat (kurang dari dua tahun).
4. Bekas operasi Caesar.
5. Pernah abortus (keguguran) sebelumnya.
Bila terjadi riwayat persalinan kurang baik, ibu seyogyanya melahirkan dirumah
sakit, dan jangan di rumah sendiri.
2. hasil pemeriksaan waktu bersalin, misalnya:
1. Persalinan/kala II yang terlalu cepat, sebagai contoh setelah ekstraksi vakum,
forsep.
2. Uterus terlalu teregang, misalnya pada hidramnion, kehamilan kembar, anak
besar.
3. Uterus yang kelelahan, persalinan lama.
4. Uterus yang lembek akibat narkosa.
5. Inersia uteri primer dan sekunder.
Oksitosin merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus posterior hipofisis. Obat
ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya meningkat seiring dengan meningkatnya
umur kehamilan dan timbulnya reseptor oksitosin. Pada dosis rendah oksitosin menguatkan
kontraksi dan meningkatkan frekwensi, tetapi pada dosis tinggi menyababkan tetani.
Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV, untuk perdarahan aktif diberikan lewat infus
dengan ringer laktat 20 IU perliter, jika sirkulasi kolaps bisa diberikan oksitosin 10 IU
intramiometrikal (IMM). Efek samping pemberian oksitosin sangat sedikit ditemukan yaitu
nausea dan vomitus, efek samping lain yaitu intoksikasi cairan jarang ditemukan.
11
rectal. Pemberian secara IM atau IMM 0,25 mg, yang dapat diulang setiap 15 menit sampai
dosis maksimum 2 mg. Pemberian secara rektal dapat dipakai untuk mengatasi perdarahan
pospartum (5 tablet 200 µg = 1 g). Prostaglandin ini merupakan uterotonika yang efektif tetapi
dapat menimbulkan efek samping prostaglandin seperti: nausea, vomitus, diare, sakit kepala,
hipertensi dan bronkospasme yang disebabkan kontraksi otot halus, bekerja juga pada sistem
termoregulasi sentral, sehingga kadang-kadang menyebabkan muka kemerahan,
berkeringat, dan gelisah yang disebabkan peningkatan basal temperatur, hal ini
menyebabkan penurunan saturasi oksigen. Uterotonika ini tidak boleh diberikan pada pasien
dengan kelainan kardiovaskular, pulmonal, dan disfungsi hepatik. Efek samping serius
penggunaannya jarang ditemukan dan sebagian besar dapat hilang sendiri. Dari beberapa
laporan kasus penggunaan prostaglandin efektif untuk mengatasi perdarahan persisten yang
disebabkan atonia uteri dengan angka kesuksesan 84%-96%. Perdarahan pospartum dini
sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri maka perlu dipertimbangkan penggunaan
uterotonika ini untuk mengatasi perdarahan masif yang terjadi.
Jika uterotonika gagal menghentikan perdarahan, pemberian air panas ke dalam cavum uteri
mungkin dapat bermanfaat untuk mengatasi atonia uteri. Pemberian 1-2 liter salin 47°C-50°C
langsung ke dalam cavum uteri menggunakan pipa infus. Tangan operator tidak boleh
menghalangi vagina untuk memberi jalan salin keluar.
Penggunaan uterine packing saat ini tidak disukai dan masih kontroversial. Efeknya adalah
hiperdistended uterus dan sebagai tampon uterus.
I. Operatif
12
Beberapa penelitian tentang ligasi arteri uterina menghasilkan angka keberhasilan 80-90%.
Pada teknik ini dilakukan ligasi arteri uterina yang berjalan disamping uterus setinggi batas
atas segmen bawah rahim. Jika dilakukan SC, ligasi dilakukan 2-3 cm dibawah irisan segmen
bawah rahim. Untuk melakukan ini diperlukan jarum atraumatik yang besar dan benang
absorbable yang sesuai. Arteri dan vena uterina diligasi dengan melewatkan jarum 2-3 cm
medial vasa uterina, masuk ke miometrium keluar di bagian avaskular ligamentum latum
lateral vasa uterina. Saat melakukan ligasi hindari rusaknya vasa uterina dan ligasi harus
mengenai cabang asenden arteri miometrium, untuk itu penting untuk menyertakan 2-3 cm
miometrium. Jahitan kedua dapat dilakukan jika langkah diatas tidak efektif dan jika terjadi
perdarahan pada segmen bawah rahim. Dengan menyisihkan vesika urinaria, ligasi kedua
dilakukan bilateral pada vasa uterina bagian bawah, 3-4 cm dibawah ligasi vasa uterina atas.
Ligasi ini harus mengenai sebagian besar cabang arteri uterina pada segmen bawah rahim
dan cabang arteri uterina yang menuju ke servik, jika perdarahan masih terus berlangsung
perlu dilakukan bilateral atau unilateral ligasi vasa ovarian.
Identiffikasi bifurkasiol arteri iliaka, tempat ureter menyilang, untuk melakukannya harus
dilakukan insisi 5-8 cm pada peritoneum lateral paralel dengan garis ureter. Setelah
peritoneum dibuka, ureter ditarik ke medial kemudian dilakukan ligasi arteri 2,5 cm distal
bifurkasio iliaka interna dan eksterna. Klem dilewatkan dibelakang arteri, dan dengan
menggunakan benang non absobable dilakukan dua ligasi bebas berjarak 1,5-2 cm.
Hindari trauma pada vena iliaka interna. Identifikasi denyut arteri iliaka eksterna dan
femoralis harus dilakukan sebelum dan sesudah ligasi.
Risiko ligasi arteri iliaka adalah trauma vena iliaka yang dapat menyebabkan perdarahan.
Dalam melakukan tindakan ini dokter harus mempertimbangkan waktu dan kondisi
pasien.
• Teknik B-Lynch
Teknik B-Lynch dikenal juga dengan “brace suture”, ditemukan oleh Christopher B Lynch
1997, sebagai tindakan operatif alternative untuk mengatasi perdarahan pospartum akibat
atonia uteri.
• Histerektomi
13
Histerektomi peripartum merupakan tindakan yang sering dilakukan jika terjadi
perdarahan pospartum masif yang membutuhkan tindakan operatif. Insidensi mencapai
7-13 per 10.000 kelahiran, dan lebih banyak terjadi pada persalinan abdominal
dibandingkan vaginal.
A.Penanganan Umum
1. Mintalah Bantuan. Segera mobilisasi tenaga yang ada dan siapkan fasilitas tindakan
gawat darurat.
2. Lakukan pemeriksaan cepat keadaan umum ibu termasuk tanda vital(TNSP).
3. Jika dicurigai adanya syok segera lakukan tindakan. Jika tanda -tanda syok tidak
terlihat, ingatlah saat melakukan evaluasi lanjut karena status ibu tersebut dapat
memburuk dengan cepat.
4. Jika terjadi syok, segera mulai penanganan syok.oksigenasi dan pemberian cairan
cepat, Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch perlu dilakukan untuk
persiapan transfusi darah.
5. Pastikan bahwa kontraksi uterus baik:
6. lakukan pijatan uterus untuk mengeluarkan bekuan darah. Bekuan darah yang
terperangkap di uterus akan menghalangi kontraksi uterus yang efektif. berikan 10
unit oksitosin IM
7. Lakukan kateterisasi, dan pantau cairan keluar-masuk.
8. Periksa kelengkapan plasenta Periksa kemungkinan robekan serviks, vagina, dan
perineum.
9. Jika perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah.
1. Jika Hb kurang dari 7 g/dl atau hematokrit kurang dari 20%( anemia berat):berilah sulfas
ferrosus 600 mg atau ferous fumarat 120 mg ditambah asam folat 400 mcg per oral
sekali sehari selama 6 bulan;
2. Jika Hb 7-11 g/dl: beri sulfas ferrosus 600 mg atau ferous fumarat 60 mg ditambah asam
folat 400 mcg per oral sekali sehari selama 6 bulan;
B. Penanganan Khusus
14
• Kenali dan tegakkan diagnosis kerja atonia uteri.
• Teruskan pemijatan uterus.Masase uterus akan menstimulasi kontraksi uterus yang
menghentikan perdarahan.
• Oksitosin dapat diberikan bersamaan atau berurutan
• Jika uterus berkontraksi.Evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus
berlangsung, periksa apakah perineum / vagina dan serviks mengalami laserasi dan
jahit atau rujuk segera.
• Jika uterus tidak berkontraksi maka :Bersihkanlah bekuan darah atau selaput ketuban
dari vagina & ostium serviks. Pastikan bahwa kandung kemih telah kosong
Peralatan :
- sarung tangan steril; dalam keadaan sangat gawat; lakukan dengan tangan telanjang
yang telah dicuci
Teknik :
- Basuh genetalia eksterna dengan larutan disinfektan; dalam kedaruratan tidak diperlukan
a. Tangan kanan (luar) menekan dinding abdomen diatas fundus uteri dan menangkap
uterus dari belakang atas
- uterus bimanual dapat ditangani tanpa kesulitan dalam waktu 10-15 menit.
- Bila uterus refrakter oksitosin, dan perdarahan tidak berhenti setelah kompresi
bimanual, maka histerektomi tetap merupakan tindakan terakhir!
Lampiran
Atonia uteri
perdarahan segera setelah anak Bekuan darah pada serviks atau
lahir posisi telentang akan
menghambat aliran darah keluar
Retensio plasenta
perdarahan segera Inversio uteri akibat tarikan
Plasenta atau sebagian selaput Uterus berkontraksi tetapi tinggi Retensi sisa plasenta
16
tidak lengkap fundus tidak berkurang
perdarahan segera
Dosis dan cara IV: 20 U dalam 1 L IM atau IV (lambat): 0,2 Oral atau rektal 400 mg
pemberian awal larutan garam fisiologis mg
dengan tetesan cepat
IM: 10 U
Dosis lanjutan IV: 20 U dalam 1 L Ulangi 0,2 mg IM 400 mg 2-4 jam setelah
larutan garam fisiologis setelah 15 menit dosis awal
dengan 40 tetes/menit
Bila masih diperlukan,
beri IM/IV setiap 2-4
jam
Dosis maksimal per hari Tidak lebih dari 3 L Total 1 mg (5 dosis) Total 1200 mg atau 3
larutan fisiologis dosis
17
Kontraindikasi atau hati- Pemberian IV secara Preeklampsia, vitium
hati cepat atau bolus kordis, hipertensi Nyeri kontraksi
Asma
18
BAB III
TINJAUAN KASUS
I. Pengkajian Data
A. Data Subyektif
1. Identitas/Biodata
Alamat : Karangkates
- Ibu tidak pernah mengalami sakit jantung, tekanan darah tinggi, kencing manis, malaria,
penyakit menular seksual, atau yang lain.
Ibu mengatakan tidak sedang menderita suatu penyakit yang mempengaruhi persalinan
seperti tekanan darah tinggi, jantung, kencing manis, sesak nafas.
Ibu mengatakan dalam keluarga tidak ada yang menderita suatu penyakit menular maupun
menurun, seperti jantung, kencing manis, TBC, darah tinggi dll, serta tidak ada riwayat
kembar.
19
5. Riwayat Haid
Menarche : 13 tahun
Siklus : 28 hari
20
normal, bayi bayi lahir perempuan, BBL
lahir pada usia langsung 3200 gr, PBL 51
kehamilan 9 menangis. Ari-ari cm, bayi lahir
bulan berjenis tidak dirogoh, ibu langsung
kelamin laki- tidak diinfus. menangis. Ari-ari
laki. tidak dirogoh, ibu
tidak diinfus
- Kehamilan
Ibu mengatakan ini kehamilannya yang keempat. Selama hamil, ibu tidak mengalami tanda
bahaya kehamilan yaitu, air ketuban keluar sebelum waktunya, perdarahan pervaginam pada
hamil muda mapun hamil tua, bengkak pada kaki, tangan atau wajah disertai sakit kepala
yang hebat atau kejang, demam atau panas tinggi, batuk lama, jantung berdebar-debar,
lemah.
– Persalinan
Ibu senang bayi perempuannya lahir dan langsung menangis, ari-ari lahir tanpa dirogoh. Ibu
mengatakan tidak merasa mules pada perutnya.
a. Pola Nutrisi
21
Ibu terakhir makan pukul 11.00 di Polindes dengan porsi sedang. Selama persalinan, ibu
hanya minum minuman manis.
b. Eliminasi
Ibu telah BAB 1 kali pada pagi hari setelah bangun tidur pukul 05.00 WIB dan BAK terakhir
pukul 12.30 WIB.
9. Keadaan psikososial
Ibu mengatakan sudah lega karena bayi dan ari-arinya telah lahir dengan lancar dan selamat.
Ibu merasa saat ini lebih tenang karena ada suami yang menemaninya.
B. Data Obyektif
Pemeriksaan Umum
Kesadaran : composmentis
Tanda-tanda vital
TD : 100/70 mmHg
Nadi : 90 x /menit
RR : 24 x / menit
Suhu : 37,20 C
TP : 25 September 2021
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi:
Mata : konjungtiva merah muda, fungsi penglihatan baik, sclera putih, dan tidak ada
oedema.
22
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid maupun vena jugularis
Vulva : tidak ada varises, perdarahan pervaginam 400 cc, tidak terdapat robekan jalan
lahir.
Palpasi
Abdomen : TFU 2 jari di bawah pusat, uterus teraba lembek, setelah 15 detik plasenta lahir
uterus tidak berkontraksi.
Data Penunjang:
C. Analisa
D. Penatalaksanaan
1. Memberitahu ibu akan dilakukan kompresi bimanual interna yaitu suatu tindakan
dengan memasukkan tangan ke dalam alat kelamin dan menekan rahim untuk
merangsang rahim agar berkontraksi.
3. Memersihkan bagian bawah ibu dan mengganti duk dengan yang bersih.
4. Mencuci tangan lalu memakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril.
23
5. Membersihakn vulva dengan cairan antiseptik
7. Dengan lembut memasukkan tangan dengan cara menyatukan kelima ujung jari melalui
introitus ke dalam vagina ibu.
8. Memeriksa vagina dan serviks, dan membersihkan selaput ketuban atau bekuan darah
pada kavum uteri.
9. Mengepalkan tangan dalam dan tempatkan pada forniks anterior, tekan dinding anterior
uterus ke arah tangan luar yang menahan, dan tangan yang lain mendorong dinding
posterior uterus ke arah depan dan menjangkau sejauh mungkin seolah-olah tangan
yang di dalam dan di luar bertemu.
11. Mengajarkan keluarga untuk melakukan kompresi bimanul eksterna karena uterus
tetap tidak berkontraksi:
12. Meletakkan satu tangan pada dinding abdomen dan dinding depan korpus uteri dan
diatas simpisis pubis.
13. Meletakkan tangan lain pada dinding abdomen dan dinding belakang korpus uteri,
sejajar dengan dinding depan korpus uteri. Mengusahakan memegang bagian
belakang uterus seluas mungkin.
14. Melakukan kompresi uterus dengan cara saling mendekatkan tangan depan belakang
agar pembuluh darah di dalam anyaman myometrium dapat dijepit secara manual.
16. Memasang infus dengan jarum ukuran 18, dan memberikan infus RL 500 + 20 unit
oksitosin dan digrojok dalam waktu 10 menit.
17. Memakai sarung tangan steril dan mengulangi KBI selama 2 menit dan melanjutkannya
selama 5 menit karena kontraksi uterus baik.
24
BAB IV
PEMBAHASAN
Setelah melakukan Asuhan Kebidanan pada Ny”S” P4004 Ab000 partus spontan
pervaginam kala IV dengan atonia uteri, penulis tidak menemukan kesenjangan antara teori
dengan praktek. Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan didapatkan hasil bahwa uterus
tidak berkontraksi dan lembek dan terjadi perdarahan segera setelah anak lahir (post partum
primer). Asuhan Kebidanan yang diberikan kepada Ny.”S” yaitu dengan melakukan kompresi
bimanual interna (KBI) dan kompresi bimanual eksterna (KBE) yang prosedurnya sudah
sesuai dengan dengan standar pelayanan kebidanan sehingga atonia uteri dapat teratasi.
25
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pengkajian data yang dilakukan petugas cukup mudah karena klien mudah mengerti
dengan penjelasan dan pertanyaan- pertanyaan yang diajukan petugas sehingga
lebih kooperatif. Didapatkan data bahwa Ibu tidak sedang menderita suatu penyakit
yang mempengaruhi kehamilan seperti tekanan darah tinggi, jantung, kencing manis,
sesak nafas. Persalinan berjalan normal.
2. Dari pemeriksaan yang dilakukan didaatkan diagnose Ny.”S” P4004 Ab000 partus
spontan pervaginam kala IV dengan atonia uteri
3. Intervensi yang dilakukan adalah dengan kompresi bilmanual interna (KBI) dan
kompresi bilmanual eksterna (KBE)
5. Evaluasi didapatkan ibu senang karena tidak sampai dirujuk. Keadaan ibu dan bayi
baik.
B. Saran
- Bagi bidan
2. Hendaknya terampil dalam penatalaksanaan atonia uteri secara cepat dan tepat
26
DAFTAR PUSTAKA
Bobak, Lowdermilk, Jensen. Buku ajar keperawatan maternitas. Alih bahasa: Maria A. Wijayarini,
Peter I. Anugerah. Jakarta: EGC. 2004
Heller, Luz. Gawat darurat ginekologi dan obstetric. Alih bahasa H. Mochamad martoprawiro, Adji
Dharma. Jakarta: EGC, 1997.James R Scott, et al. Danforth buku saku obstetric dan
ginekologi. Alih bahasa TMA Chalik. Jakarta: Widya Medika, 2002.
http://www.drjaka.com/2010/01/atonia-uteri.html
Manuaba, Ida Bagus Gede. Ilmu kebidanan, penyakit kandungan dan keluarga berencana.
Jakarta: EGC, 1998.
FK Unpad. Obstetri fisiologi, Bagian Obstetri dan Ginekologi. Fakultas Kedokteran Unversitas
Padjajaran Bandung, 1993.
27