Anda di halaman 1dari 25

STUDI KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA AKSEPTOR LAMA KB


SUNTIK 1 BULAN DI PMB “X”
KOTA MALANG

PROPOSAL LAPORAN TUGAS AKHIR

Oleh :

NABILAH NADIA RAHMA


NIM : 2114315401013

PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAHARANI
JANUARI, 2024
STUDI KASUS
ASUHAN KEBIDANAN PADA AKSEPTOR LAMA KB
SUNTIK 1 BULAN DI PMB “X”
KOTA MALANG

PROPOSAL LAPORAN TUGAS AKHIR

Disusun untuk memenuhi persyaratan


memperoleh gelar Ahli Madya Kebidanan

Oleh :

NABILAH NADIA RAHMA


NIM : 2114315401013

PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAHARANI
JANUARI, 2024
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keluarga berencana merupakan upaya penggunaan alat kontrasepsi
untuk mengurangi atau merencanakan jumlah dan lamanya kehamilan yang
akan datang. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa
keluarga berencana adalah suatu kegiatan yang dapat membantu pasangan
menghindari kehamilan yang tidak diinginkan dan memiliki anak yang benar-
benar diinginkan dengan menentukan jumlah anak yang akan dilahirkan, serta
jarak dan waktu kehamilan juga berdasarkan waktu kelahiran usia pasangan
(WHO, 2018).
Kontrasepsi memiliki cara kerja berbeda-beda, namun tujuan
umumnya adalah untuk mencegah ovulasi, melumpuhkan sperma, atau
mencegah bertemunya sel telur dan sperma yang berujung pada kehamilan.
Dengan demikian, gerakan KB memberikan kebebasan lebih kepada
masyarakat untuk bertindak sesuai keinginan, selera, kepuasan, dan
kemandiriannya (Evitasari et al., 2019).
Menurut Pusat Kajian Anggaran Republik Indonesia, Angka
Kematian Ibu (AKI) (per 100.000 kelahiran hidup) cenderung menurun dari
390 pada tahun 1991 menjadi 230 pada tahun 2020, atau terjadi penurunan
sebesar 1,80% setiap tahunnya. Meskipun angka kematian mengalami
penurunan, namun AKI belum mencapai target MDGS 2015 yaitu 102 dan
target SDGs 2030 yaitu kurang dari 70 per 100.000 kelahiran hidup (Alvaro,
2021).
Angka kematian ibu terkait dengan cakupan Keluarga Berencana
nasional masih berada pada angka 60%. AKI merupakan angka kematian ibu
pada masa kehamilan, persalinan dan masa nifas (Ernawati et al., 2022).
Angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi secara global, sebanding
dengan negara-negara miskin seperti Bangladesh, India, Pakistan dan lain-
lain. Pada tahun 2017, angka kematian masih berkisar antara 259 hingga 305
per 100.000 kelahiran, jauh dari target sebesar 102 per 1.000 kelahiran.
Perilaku reproduksi yang mendorong AKI dalam hal ini adalah 4T: kehamilan
terlalu banyak, terlalu berdekatan, terlalu muda, dan terlalu tua.
Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) tahun 2015 menyebutkan
bahwa angka harapan hidup saat lahir penduduk Indonesia terus meningkat
seiring dengan angka kematian bayi sebagai dampak dari pencapaian target
SDGs pada tahun 2030. Pada tahun 2015, angka harapan hidup saat lahir
sebesar 72,51% dan kemungkinan akan meningkat menjadi 75,47% pada
tahun 2045. Mengingat tingkat pertumbuhan di Indonesia yang sangat tinggi,
salah satu cara untuk menurunkannya adalah dengan melaksanakan program
Keluarga Berencana (KB) pemerintah. Pengurangan jumlah penduduk di
Indonesia sangat diperlukan untuk menjaga keseimbangan jumlah penduduk
(Badan Pusat Statistik, 2021).
Target cakupan pelayanan KB yang terangkum dalam arah sukses
program Millenium Development Goals (MDG‟s) oleh Pemerintah Indonesia
adalah sebesar 70%. Tujuan utama pelaksanaan program KB adalah untuk
menurunkan jumlah pasangan usia subur (PUS) yang ingin melakukan KB,
namun pelayanan KBnya tidak terpenuhi (unmet need) menjadi kurang lebih
6,5%, dimana tujuannya adalah 8,3%, meningkatkan partisipasi laki-laki
dalam penyelenggaraan KB dari 7,5% menjadi sekitar 8%. Data hasil Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002-2017, TFR tetap
sebesar 2,6 anak per perempuan dan pada tahun 2018 angka kelahiran total
(TFR) menurun menjadi 2,4% per perempuan (Yanti dan Lamaindi, 2021).
Berdasarkan Profil Kesehatan tahun 2022, hasil pendataan BKKBN
menunjukkan angka prevalensi PUS pada peserta KB di Indonesia pada tahun
2022 sebesar 59,9%. Mayoritas akseptor memilih metode kontrasepsi
modern: suntikan sebanyak 61,9%, disusul pil sebanyak 13,5%. Hal ini terjadi
setiap tahunnya dan peserta KB lebih memilih metode kontrasepsi jangka
pendek dibandingkan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP). Kemudian
implan 10,6%, IUD 7,7%, MOW 3,8%, kondom 2,3%, MOP 0,2%, MAL
0,0%. Berdasarkan data tersebut, pola pemilihan jenis alat kontrasepsi,
sebagian besar masyarakat aktif KB memilih suntik sebagai alat kontrasepsi
dibandingkan yang lain. Namun dibandingkan dengan metode kontrasepsi
jangka panjang (MKJP), KB suntik merupakan metode kontrasepsi jangka
pendek dan kurang efektif dalam menunda dan mengakhiri kehamilan. (Profil
Kesehatan Indonesia, 2022).
Berdasarkan data kesehatan Provinsi Jawa Timur ditemukan bahwa
capaian cakupan KB aktif di 6 kabupaten/kota yaitu Kabupaten Pamekasan,
Kabupaten Sampang, Kabupaten Pacitan, Kota Probolinggo, Kota Malang
dan Kabupaten Banyuwangi masih di bawah target (70%). Hal ini disebabkan
karena banyak peserta KB aktif yang menggunakan metode jangka pendek,
sehingga angka putus dropout akan tinggi (Profil Kesehatan Provinsi Jawa
Timur, 2022)
Menurut Dinas Kesehatan Kota Malang, pada tahun 2022 jumlah
Pasangan Usia Subur (PUS) di Kota Malang sebanyak 150.343 PUS dan
jumlah peserta KB aktif sebanyak 100.650 orang. Dari jumlah tersebut,
peserta KB aktif paling banyak menggunakan KB suntik yakni 57.876,
disusul pil - 14.580, IUD - 16.221, implan - 4.860, MOU - 4.072, kondom -
3.011 dan 30 MOP. Capaian Dinas Kesehatan Kota Malang Tahun 2022
Puskesmas Bareng memiliki jumlah peserta KB aktif terbanyak yakni sebesar
76,6% (Dinas Kesehatan Kota Malang, 2022).
Efek samping yang paling sering dialami oleh mereka yang menerima
suntik 1 bulan antara lain perubahan pola menstruasi, sakit kepala, mual,
penurunan berat badan, dan penambahan berat badan akibat hormon
progesteron (Setyoningsih, 2020). Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Muayah (2022), diketahui bahwa dari 53 responden yang
melakukan suntik KB 1 bulan mayoritas mengalami stres ringan, sebanyak 41
responden (77,4%) disebabkan oleh penambahan berat badan pada KB
sebesar 1 bulan. bulan. bulan. pengguna injeksi. Hal ini juga sesuai dengan
penelitian Rufaridah (2020), menemukan bahwa selisih rata-rata antara pre-
test dan post-test alat kontrasepsi suntik selama 1 bulan adalah 3,71 kg/m 2,
artinya ada pengaruh terhadap perubahan berat badan pada ibu hamil
kelompok yang menerimanya. yang menggunakan kontrasepsi suntik selama
sebulan. Penelitian lain juga dilakukan oleh Hidayah (2021), didapatkan rata-
rata pertambahan berat badan masyarakat yang memakai KB suntik dalam 1
bulan dengan jumlah akseptor 30 orang, dari berat badan sebelum sampai
dengan berat badan sesudahnya diperoleh rata-rata pertambahan berat badan
sebesar 1,3 kg.
Dalam sebuah penelitian Indriani (2019), menjelaskan bahwa
penggunaan alat kontrasepsi suntik selama 1 bulan akan menimbulkan
masalah jangka panjang, salah satunya menyebabkan penambahan berat
badan. Menurut Suratun (2020), dalam penelitiannya menyatakan bahwa
hormone progesteron meningkatkan nafsu makan dan menurunkan aktivitas
fisik, sehingga penggunaan alat kontrasepsi selama 1 bulan dapat
menyebabkan penambahan berat badan. Hal ini sejalan dengan penelitian
Sutriani (2019), yang menyatakan bahwa kenaikan berat badan mungkin
disebabkan oleh asupan energi yang melebihi kebutuhan tubuh, yang
biasanya dialami oleh orang yang kurang berolahraga atau kurang aktivitas
fisik. Akibatnya energi yang masuk ke dalam tubuh tidak dibakar atau
digunakan dan kemudian disimpan sebagai lemak.
Dampak efek samping penggunaan KB suntik selama 1 bulan jika
tidak segera ditangani dapat mengakibatkan menurunnya daya tahan tubuh
sehingga mudah terserang penyakit, menurunnya aktivitas yang berhubungan
dengan kemampuan melakukan pekerjaan fisik dan perubahan siklus ovulasi.
Selain itu, akseptor yang mengalami kenaikan berat badan seringkali
mempunyai permasalahan psikologis berupa gangguan citra tubuh, sehingga
akseptor cenderung memiliki harga diri yang rendah dan ketidakpastian
kurang percaya diri terhadap lingkungannya (body image) (Wardani et al.,
2019).
Upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan berat badan secara
alami antara lain dengan membatasi atau mengurangi asupan energi melalui
aktivitas fisik dan kombinasi keduanya yang diikuti dengan mengonsumsi
makanan berkalori tinggi (Wuri et al., 2019). Untuk mengetahui lebih lanjut
mengenai efek samping suntik KB bulanan, Badan Kesehatan Keluarga
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah menerbitkan program KB
ABPK (Kemenkes RI, 2018).
ABPK dengan KB merupakan panduan standar pelayanan konseling
KB yang tidak hanya memuat informasi terkini mengenai kontrasepsi atau
KB, namun juga memberikan standar proses dan langkah konseling KB
berbasis hak kepada klien KB dan Inform Choice (Widiantari & Widiastuti,
2021). ABPK juga mempunyai fungsi ganda antara lain membantu
pengambilan keputusan tentang metode KB, membantu menyelesaikan
permasalahan dalam penggunaan KB, membantu pekerjaan penyedia layanan
kesehatan (tenaga kesehatan), memberikan rujukan atau informasi teknis, dan
alat peraga untuk pelatihan penyedia layanan kesehatan baru (profesional
kesehatan). Hal ini merupakan aspek yang sangat penting dalam pelayanan
keluarga Berencana (Widiantari & Widiastuti, 2021). Konseling yang
berkualitas antara klien dengan penyedia layanan kesehatan (tenaga
kesehatan) merupakan salah satu indikator penting keberhasilan program
Keluarga Berencana (KB) karena dapat mengurangi dampak risiko yang
timbul setelah terjadi efek samping dari metode kontrasepsi yang dipilih
(Kasim et al., 2021)
Berdasarkan uraian dan data di atas, maka peneliti sangat tertarik
untuk mempelajari “Asuhan Kebidanan pada Ibu Akseptor KB Suntik 1
Bulan di PMB “X” Kota Malang Tahun 2024”. Tersedianya pelayanan
asuhan kebidanan Keluarga Berencana diharapkan dapat mencegah dampak
negatif penggunaan kontrasepsi dan meningkatkan kualitas tenaga kerja dan
sumber daya manusia.
1.2 Batasan LTA
Bagaimanakah studi kasus asuhan kebidanan pada akseptor lama KB
suntik 1 bulan di PMB “X” Kota Malang?
1.3 Tujuan Penyusunan LTA
1.3.1 Tujuan Umum
Memberikan asuhan kebidanan pada akseptor KB suntik 1 bulan di
PMB “X” Kota Malang dengan menggunakan pendekatan manajemen
asuhan kebidanan SOAP.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Melakukan pengkajian sesuai kasus yaitu pada akseptor KB suntik
1 bulan di PMB “X” Kota Malang.
2. Menyusun analisa sesuai kasus yaitu pada akseptor KB suntik 1
bulan di PMB “X” Kota Malang.
3. Melaksanakan dan mengevaluasi asuhan kebidanan secara
kontinyu sesuai kasus yaitu pada akseptor KB suntik 1 bulan di
PMB “X” Kota Malang.
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoretis
Meningkatkan pengetahuan, pemahaman, informasi, dan keterampilan
penulis tentang menerapkan asuhan kebidanan pada akseptor KB
suntik 1 bulan.
1.4.2 Manfaat Aplikatif
1. Bagi Penulis
a. Asuhan kebidanan yang dilakukan dapat menambah wawasan
penulis tentang pemberian asuhan kebidanan pada akseptor KB
suntik 1 bulan.
b. Menambah keterampilan penulis dalam memberikan asuhan
kebidanan pada akseptor KB suntik 1 bulan.
c. Menambah pemahaman penulis dalam penerapan proses
manajemen asuhan kebidanan pada akseptor KB suntik 1
bulan.
2. Bagi Akseptor KB Suntik 1 Bulan
a. Menambah pengetahuan bagi akseptor KB suntik 1 bulan
tentang pemakaian alat kontrasepsi yang dipilih.
b. Mendapatkan asuhan kebidanan keluarga berencana dengan
alat kontrasepsi suntik 1 bulan sesuai dengan standart
pelayanan kebidanan secara komprehensif.
c. Mendapatkan manfaat yang sesuai dari penggunaan KB suntik
1 bulan.
3. Bagi Masyarakat
a. Menambah pengetahuan masyarakat tentang pemberian
pelayanan KB suntik 1 bulan.
b. Mendapatkan pelayanan asuhan kebidanan keluarga berencana
menggunakan metode kontrasepsi KB suntik 1 bulan.
4. Bagi Lahan Praktek
a. Dapat dijadikan acuan dalam memberikan asuhan kebidanan
keluarga berencana pada akseptor KB suntik 1 bulan secara
komprehensif.
b. Sebagai bahan pertimbangan untuk meningkatkan mutu
pelayanan terutama dalam asuhan kebidanan keluarga
berencana pada akseptor KB suntik 1 bulan.
5. Bagi Institusi Pendidikan
a. Untuk memperluas pengetahuan tentang pemberian asuhan
kebidanan keluarga berencana pada akseptor KB suntik 1
bulan.
b. Dapat digunakan untuk acuan dalam meningkatkan kualitas
pembelajaran terutama dalam kegiatan praktikum asuhan
kebidanan keluarga berencana pada akseptor KB suntik 1
bulan.
c. Dapat digunakan sebagai referensi dalam pendidikan untuk
mahasiswa prodi D3 kebidanan dalam penelitian berikutnya.
BAB 2
PENDAHULUAN

2.1 Keluarga Berencana


2.1.1 Pengertian Keluarga Berencana
Pengertian Keluarga Berencana (KB) adalah upaya peningkatan
kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia
perkawinan (PUP), pengaturan usia kelahiran, pembinaan ketahanan
keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga kecil, bahagia dan
sejahter (Sujiyatini, 2018).
Menurut World Health Organization (WHO) Keluarga Berencana
(KB) merupakan tindakan yang membantu pasangan suami istri untuk
menghindari kehamilan yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran
yang memang sangat diinginkan mengatur interval diantara kehamilan,
mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan usia suami istri
menentukan jumlah anak dalam keluarga. (WHO, 2018)
2.1.2 Tujuan Program KB
Menurut (Airindya, 2022) ada beberapa tujuan penting
dilaksanakannya program keluarga berencana, diantaranya :
1. Membentuk keluarga kecil sejahtera sesuai dengan kondisi
ekonomi keluarga tersebut.
2. Mencanangkan keluarga kecil dengan hanya dua anak.
3. Mencegah terjadinya pernikahan di usia dini
4. Menekan angka kematian ibu dan bayi akibat hamil di usia yang
terlalu muda atau terlalu tua
5. Menekan jumlah penduduk serta menyeimbangkan jumlah
kebutuhan dengan jumlah penduduk di Indonesia
2.1.3 Manfaat Program Keluarga Berencana
Menurut (Airindya, 2022) manfaat program KB bagi pasangan
suami istri, antara lain :
1. Menekan kehamilan yang tidak direncanakan
2. Membentuk keluarga yang berkualitas
3. Mendorong kecukupan ASI dan pola asuh anak yang baik
4. Mencegah gangguan kesehatan mental keluarga
5. Menurunkan angka kematian bayi dan ibu
6. Mencegah gangguan kesehatan reproduksi
7. Mencegah terjadinya penyakit menular seksual
2.2 Kontrasepsi
2.2.1 Pengertian Kontrasepsi
Kontrasepsi adalah alat atau obat yang salah satu upayanya untuk
mencegah kehamilan atau tidak ingin menambah keturunan. Cara kerja
kontrasepsi yaitu mencegah ovulasi, mengentalkan lender serviks dan
membuat rongga indung rahim yang tidak siap menerima pembuahan
dan memnghalangi bertemunya sel telur dengan sel sperma (Kasim &
Muchtar, 2019).
2.2.2 Tujuan Kontrasepsi
Tujuan menggunakan kontrasepsi adalah mengatur pendewasaan
perkawinan, mengatur kehamilan dan kelahiran, memelihara kesehatan
ibu dan anak, dan peningkatan ketahanan, kesejahteraan keluarga
(Rusmin et al., 2019).
2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Kontrasepsi
1. Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu factor yang mempengaruhi
dalam pemilihan metode kontrasepsi. Semakin tinggi pendidikan
seseorang makan akan mudah menerima informasi mengenai KB.
Pendidikan sangat penting untuk mendapatkan informasi,
sehingga dapat meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup
sesorang (Syukaisih, 2015).
2. Pengetahuan
Pengetahuan sangat penting dalam pemilihan kontrasepsi, karena
seseorang yang kurang pengetahuan tidak bisa memilih jenis-jenis
kontrasepsi. Sehingga seseorang tersebut memilih kontrasepsi
seperti kebanyakan yang dipakai orang lain (Syukaisih, 2015).
3. Usia
Usia dapat mempengaruhi dalam pemilihan kontrasepsi, klien
yang menjadi akseptor KB sebagian besar berusia sekitar 16-35
tahun (Syukaisih, 2015).
2.2.4 Jenis-Jenis Metode Kontrasepsi
Menurut (Irawan, 2020) beberapa jenis alat kontrasepsi sebagai
berikut :
1. Jenis Kontrasepsi Hormonal
a. Kontrasepsi Pil
Menurut (Nani, 2018) metode yang efektif untuk mencegah
kehamilan dan salah satu metode yang paling disukai karena
kesuburan langsung kembali bila penggunaan dihentikan. Cara
kerjanya yaitu mencegah ovulasi, mengurangi dan
mengentalkan jumlah lendir serviks sehingga menurunkan
kemampuan penetrasi sperma, menjadikan selaput lendir
rahim tipis dan atropi, menghambat transportasi gamet dan
tuba. Pil KB harus dikonsumsi secara rutin setiap hari selama
21-35 hari dalam 1 siklus dan berkelanjutan, sesuai dengan
jenis pil KB yang dikonsumsi. Jenis-jenis kontrasepsi pil :
1) Pil Kombinasi
Pil KB kombinasi ini merupakan gabungan dari
macam-macam hormone buatan antara lain yaitu estrogen
dan progesterone, kemudian membuat ovarium
mengeluarkan sel telurnya. Tidak semua wanita bisa
menggunakan bisa menggunakan pil kombinasi seperti
halnya wanita yang memiliki masalah kesehatan sebagai
berikut:
a) Menderita hepatitis
b) Menderita penyakit seperti pembekuan darah
c) Menderita gejala stroke
d) Menderita diabetes
Keuntungan dari kontrasepsi pil kombinasi ini
adalah cukup efektif dalam penggunaannya, frekuensi
koitus tidak perlu diatur, siklus haid jadi teratur dan
keluhan-keluhan dismenorea yang primer menjadi
berkurang atau hilang sama sekali. Kerugian dari pil
kombinasi ini yaitu harus dikonsumsi setiap hari, dan
menimbulkan efek samping yang bersifat sementara
seperti mual-muntah, payudara nyeri, sakit kepala.
2) Mini Pil
Mini pil ini hanya mengandung progestin saja
sehingga lebih aman bagi wanita yang tidak cocok dengan
pil kombinasi. Adapun ketentuan wanita yang tidak boleh
mengonsumsi mini pil ini adalah sebagai berikut :
a) Hamil atau diduga hamil
b) Mengalami perdarahan pervagina
c) Menderita mioma uterus
d) Menderita atau mempunyai riwayat kanker payudara
e) Menderita stroke
Keuntungan pemakaian mini pil ini karena baik
dikonsumsi oleh ibu menyusui karena tidak mengandung
zat yang menyebabkan pengurangan produksi ASI. Mini
pil ini dikonsumsi mulai hari pertama sampai hari kelima
masa haid/ menstruasi. Mini pil tidak mengganggu
hubungan seksual, nyaman dan mudah digunakan,
mengurangi nyeri haid, serta kesuburan cepat kembali.
Kerugian dari mini pil ini dapat menyebabkan
gangguan haid, resiko kehamilan ektopik cukup tinggi
apabila mengonsumsi satu pil saja menjadi kegagalan yang
lebih besar dan peningkatan atau penurunan berat badan.
b. Kontrasepsi Suntik
Kontrasepsi suntik adalah alat kontrasepsi yang disuntikkan
kedalam tubuh kemudian masuk ke pembuluh darah dan
diserap oleh tubuh berguna untuk mencegah kehamilan.
Menurut (Qomariah & Sartika, 2019) beberapa jenis
kontrasepsi suntik sebagai berikut :
1) Suntik 1 Bulan (Suntik Kombinasi)
Kontrasepsi suntik 1 bulan ini mengandung
hormone Medroxy progesterone Acetate (hormong
progestin) dan Estradiol Cypionate (hormong estrogen).
Komposisi hormone dan cara kerja suntikan KB 1 bulan
mirip dengan pil KB kombinasi. Suntikan pertama
diberikan 7 hari pertama periode menstruasi atau 6 minggu
setelah melahirkan bila tidak menyusui. Dosis kontrasepsi
suntik cyclofem 25mg Medroksi Progesteron Asetat dan 5
mg Estradiol Sipionat diberikan setiap bulan.
2) Suntik 3 Bulan (DMPA)
Depo Medroksiprogesteron Asetat (Depoprovera),
mengandung 150 mg DMPA, yang diberikan setiap 3
bulan dengan cara disuntik intra muscular di daerah
bokong, disimpan dalam suhu 200C - 250C. Suntikan
diberikan setiap 90 hari.
c. Kontrasepsi Implan
Kontrasepsi implant adalah suatu alat kontrasepsi yang
disusupkan dibawah kulit, biasanya dilengan bagian atas.
Implant mangandung levonogestrel. Cara kerja dari
kontrasepsi implant ini sama dengan kontrasepsi pil. Menurut
(Larasati, 2017) jenis okntrasepsi implant sebagai berikut :
1) Norplant : terdiri dari 6 batang silastik lembut
berongga dengan panjang 3,4 cm, dengan diameter 2,4 mm
yang diisi dengan 36 mg Levonogestrel dan lama kerjanya
5 tahun.
2) Implanon : terdiri dari satu batang putih lentur dengan
panjang kira-kira 40 mm dan diameter 2 mm yang diisi
dengan 68 mg 3 Keto desogestrel dan lama kerjanya 3
tahun.
3) Indoplant : terdiri dari 2 batang yang diisi dengan 75
mg Levonogestrel dengan lama kerja 3 tahun.
2. Jenis Kontrasepsi Non-Hormonal
a. Kondom
Kondom adalah alat kontrasepsi yang digunakan untuk
menghalangi sperma memasuki vagina dan mencapai sel telur.
Bahan utama dari kontrasepsi kondom berupa lateks.
Pemakaian kondom yang benar dapat mencegah kehamilan
hingga 98%. Namun jika pemasangannya kurang tepat, maka
efektivitas kondom dalam mencegah kehamilan dapat turun
menjadi 85% (Sienny, 2022).
b. Intra Uterine Device (IUD)
Menurut (Annisa, 2023) IUD (intrauterine device) atau bisa
juga disebut sebagai KB spiral. Alat kontrasepsi ini berbahan
plastic, memiliki bentuk seperti huruf „T‟ dan dipasang di
dalam rahim untuk mencegah bertemunya sperma dan sel telur
yang menyebabkan kehamilan. KB IUD ini terbagi dalam dua
jenis, yaitu sebagai berikut :
1) IUD yang dilapisi tembaha atau IUD non-hormonal
Fungsi KB IUD non-hormonal adalah membantu
mencegah kehamilan dengan cara menghalangi sel sperma
masuk ke dalam salurang antara rahim dengan indung telur
(tuba falopi).
2) IUD yang menghasilkan hormone progesterone atau IUD
hormonal
Penggunaan KB IUD hormonal dapat menyebabkan lendir
serviks mengental dan membuat sperma kesulitan berenag
di dalam rahim. IUD jenis ini juga mampu menipiskan
dinding rahim yang seharusnya menebal saat pembuahan
terjadi. Hal ini dapat menghentikan terjadinya pelepasan
sel telur (ovulasi) dan mencegah sel sperma membuahi sel
telur.
c. Metode sederhana atau vaginal
Metode vaginal ini menggunakan spermisid atau tisu KB,
difragma, dan kap. Alat kontrasepsi ini dapat dipakai sendiri
oleh para wanita, Caranya yakni dengan memasukkannya
kedalam vagina sebelum berhubungan seks (Irawan, 2020).
d. Tubektomi
Tubektomi merupakan alat kontrasepsi yang bersifat
permanen. Tubektomi memiliki prosedur pemotongan atau
penutupan tuba falopi, yaitu saluran yang menghubungkan
indung telur (ovarium) dan rahim. Prosedur ini membuat sel-
sel telur tidak bisa memasuki rahim sehingga tidak dapat
dibuahi. Tubektomi juga dapat mengahalangi sperma masuk
ke dalam tuba falopi. Tubektomi dapat dilakukan kapan saja,
termasuk setelah menjalani persalinan normal maupun caesar
(Pittara, 2022).
e. Vasektomi
Vasektomi bisa disebut juga sebagai sterilisasi atau
kontrasepsi permanen pada pria. Vasektomi adalah prosedur
kontrasepsi pada pria yang dilakukan dengan cara memutus
dan mengikat saluran sperma dari buah zakar (testis). Dengan
demikian air mani tidak akan mengandung sperma ketika
ejakulasi sehingga kehamilan dapat dicegah (Pittara, 2023).
3. Jenis Kontrasepsi Alami
a. Sistem KB kalender
Sistem KB kalender adalah salah satu metode mencegah
kehamilan dengan memanfaatkan kalender sebagai alat
pemantau siklus masa subur. Saat menggunakan metode ini
perempuan harus mencatat kapan siklus menstruasi yang
mereka jalani dan dijadikan sebagai penghitungan masa subur
di siklus berikutnya. Pasangan yang menggunakan metode ini
pantang melakukan hubungan seks pada masa subur wanita.
Jika ingin melakukannya harus menggunakan alat kontrasepsi
sperti kondom (Fitri, 2020).
b. MAL (Metode Amenore Laktasi)
Menurut (Karinta, 2021) amenore laktasi adalah sebuah
metode alat kontrasepsi alami yang didasarkan oleh kyakinan
bahwa laktasi atau menyusui dapat menyebabkan ibu
mengalami amenore (tidak mengalami menstruasi). Disisi lain
amenore laktasi juga dapat dikatakan sebagai waktu dimana
menyusui atau pemberian ASI eksklusif dapat menekan
menstruasi dan kesuburan. Metode amenore laktasi sangat
efektif bila :
1) Belum mengalami menstruasi lagi setelah melahirkan
2) Bayi selalu menyusu ASI eksklusif dan tidak mendapatkan
makanan maupun minuman lainnya
3) Bayi berusia kurang dari 6 bulan
2.3 Kontrasepsi Suntik 1 Bulan
KB suntik 1 bulan atau yang disebut suntikan kombinasi merupakan
alat kontrasepsi yang digunakan untuk mencegah kehamilan. Jenis kontrasepsi
hormonal ini diberikan setiap 1 bulan sekali melalui suntikan. KB suntik 1
bulan atau suntikan kombinasi ini mengandung 25 mg medroxyprogesterone
dan 5 mg estradiol sipionat, yaitu preparat hormone yang dapat mencegah
pelepasan sel telur (ovulasi), mengentalkan lendir serviks (leher rahim), dan
menurunkan kesuburan dinding rahim. Dengan begitu, sperma akan lebih sulit
membuahi sel telur, atau sel telur yang sudah dibuahi akan sulit menempel di
dinding rahim (Meva, 2022).
2.3.1 Cara Kerja
Menurut (Inayah, 2022) cara kerja dari KB suntik kombinasi
adalah sebagai berikut :
1. Menekan ovulasi
2. Membuat lendir serviks menjadi kental sehingga penetrasi sperma
terganggu
3. Perubahan pada endometrium (atrofi) sehingga implantasi
terganggu
4. Menghambat transportasi gamet oleh tuba
2.3.2 Efektifitas
Kb suntik kombinasi atau KB suntik 1 bulan sangat efektif yakni
(0,1-0,4 kehamilan per 100 perempuan) selama tahun pertama
penggunaan.
2.3.3 Indikasi Penggunaan Suntik KB 1 Bulan
Menurut (Inayah, 2022) akseptor yang boleh menggunakan
suntikan kombinasi sebagai berikut :
1. Usia reproduksi
2. Telah memiliki anak, ataupun yang belum memiliki anak
3. Ingin mendapatkan kontrasepsi dengan efektivitas yang tinggi
4. Menyusui ASI pascapersalinan >6 bulan
5. Pascapersalinan dan tidak menyusui
6. Anemia
7. Nyeri haid hebat
8. Haid teratur
9. Riwayat kehamilan ektopik
10. Sering lupa menggunakan pil kontrasepsi
2.3.4 Kontraindikasi Suntik KB 1 Bulan
Menurut (Inayah, 2022) akseptor yang tidak boleh menggunakan
suntikan kombinasi sebagai berikut :
1. Hamil atau diduga hamil
2. Menyusui dibawah 6 minggu pasca persalinan
3. Perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya
4. Penyakit hati akut (virus hepatitis)
5. Usia >35 tahun yang merokok
6. Riwayat penyakit jantung, stroke, atau dengan tekanan darah tinggi
(>180/110mmHg)
7. Riwayat kelainan tromboemboli atau dengan kencing manis ?20
tahun
8. Kelainan pembuluh darah yang menyebabkan sakit kepala atau
migran
9. Keganasan pada payudara
2.3.5 Kelebihan KB Suntik 1 Bulan
Menurut (Hillary, 2023) kelebihan dari penggunaan suntikan
kombinasi adalah sebagai berikut :
1. Efektif mencegah kehamilan
2. Mudah digunakan
3. Mengurangi resiko berbagai penyakit
4. Bersifat sementara
2.3.6 Kekurangan KB Suntik 1 Bulan
Menurut (Sienny, 2023) kekurangan dari penggunaan suntikan
kombinasi adalah sebagai berikut :
1. Memiliki resiko terjadinya perdarahan tidak normal, meski jarang
terjadi
2. Menyebabkan pusing dan nyeri payudara
3. Tidak dianjurkan bagi wanita yang menderita migraine
4. Tidak melindungi dari infeksi menular seksual
2.3.7 Waktu Mulai Menggunakan Suntik KB 1 Bulan
Menurut (Inayah, 2022) beberapa waktu yang tepat untuk memulai
penggunaan suntikan kombinasi adalah sebagai berikut :
1. Suntikan pertama dapat diberikan dalam waktu 7 hari siklus haid.
Tidak diperlukan kontrasepsi tambahan.
2. Bila suntikan pertama diberikan setelah hari ke 7 siklus haid,
akseptor tidak boleh melakukan hubungan seksual selama 7 hari
atau menggunakan kontrasepsi lain untuk 7 hari.
3. Bila klien tidak haid, suntikan pertama dapat diberikan setiap saat,
asal dapat dipastikan ibu tersebut tidak sedang hamil. Akseptor
tidak boleh melakukan hubungan seksual untuk 7 hari lamanya
atau menggunakan metode kontrasepsi lain selama masa waktu 7
hari.
4. Bila klien pascapersalinan 6 bulan, menyusui, serta belum haid,
suntikan pertama dapat diberikan, asal dapat dipastikan tidak
hamil.
5. Bila pasca persalinan >6 bulan, menyusui, serta telah haid, maka
suntikan pertama diberikan pada siklus haid hari 1 dan 7.
6. Bila pasca bersalin <6 bulan dan menyusui, jangan diberikan
suntikan kombinasi.
7. Bila pasca bersalin 3 minggu, dan tidak menyusui, suntikan
kombinasi dapat diberi.
8. Pasca keguguran, suntikan kombinasi dapat segera diberikan atau
dalam waktu 7 hari.
9. Ibu yang sedang menggunakan metode kontrasepsi sebelumnya
secara benar, suntikan kombinasi dapat segera diberikan tanpa
perlu menunggu haid. Bila ragu, perlu dilakukan uji kehamilan
terlebih dahulu.
10. Bila kontrasepsi sebelumnya juga kontrasepsi hormonal, dan ibu
tersebut ingin menggantinya dengan suntikan kombinasi, maka
suntikan kombinasi tersebut dapat diberikan sesuai jadwal
kontrasepsi sebelumnya. Tidak diperlukan metode kontrasepsi
yang lain.
11. Ibu yang menggunakan metode kontrasepsi nonhormonal dan ingin
menggantinya dengan metode hormonal suntikan kombinasi, maka
suntikan pertama dapat segera diberikan, asal saja diyakini ibu
tersebut tidak sedang hamil, dan pemberiannya tanpa perlu
menunggu datangnya haid. Bila diberikan pada hari ke 1-7 siklus
haid, metode kontrasepsi yang lain tidak diperlukan. Bila
sebelumnya menggunakan AKDR, dan ingin menggantinya dengan
suntikan kombinasi, maka suntikan pertama diberikan hari ke 1-7
siklus haid. Cabut segera AKDR.
2.3.8 Cara Penggunaan
Cara dalam penggunaan suntikan kombinasi adalah dengan
memberikan suntikan kombinasi setiap bulan dengan suntikan secara
IM (intra muscular) di area bokong, lengan atas, atau paha. Akseptor
diminta datang setiap 4 minggu sekali. Suntikan ulang dapat diberikan
7 hari lebih awal. Dapat juga diberikan setelah 7 hari dari jadwal yang
telah ditentukan, namun dengan syarat diyakini bahwa akseptor
tersebut tidak sedang hamil. Tidak diperbolehkan melakukan
hubungan seksual selama 7 hari atau menggunaan metode kontrasepsi
lain untuk 7 hari diawal pemakaian (Inayah, 2022).
2.3.9 Efek Samping
Menurut (Hillary, 2023) efek samping dari pemakaian KB suntik 1
bulan adalah sebagai berikut :
1. Perdarahan Vagina di luar waktu menstruasi
2. Sakit kepala
3. Siklus menstruasi tidak teratur
4. Kenaikan berat badan
5. Payudara nyeri atau bengkak
6. Vagina gatal atau keputihan
2.4 Berat Badan
2.4.1 Definisi Berat Badan
Berat badan adalah suatu ukuran yang diperlukan untuk sebuah
pengukuran pertumbuhan fisik dan diperlukan untuk seseorang dalam
menerima dosis oabat yang dibutuhkan. Definisi lain dari berat badan
yaitu beberapa jumlah komponen tubuh seperti protein, lemak, air,
meineral. Sedangkan untuk peningkatan berat badan adalah kondisi
dimana jumlah berat badan seseorang melebihi normal dan melebihi
berat badan semula (Anggraeni, 2017)
Berat badan adalah hasil dari penurunan maupun peningkatan pada
semua jaringan tubuh, antara lain tulang, otot, lemak, dan cairan tubuh
lainnya. Sehingga peningkatan berat badan dapat diartikan berubahnya
ukuran berat yang diakibatkan dari peningkatan maupun penurunan
konsumsi makan yang diubah menjadi lemak dan disimpan dibawah
kulit. (Istiany, 2018).
2.4.2 Kenaikan Berat Badan
Kenaikan berat badan kemungkinan disebabkan karena hormone
progesterone yang mempermudah perubahan gula dan karbohidrat
menjadi lemak, sehingga lemak banyak yang tertumpuk di bawah kulit
dan menurunkan aktivitas fisik, selain itu juga merangsang pusat
pengendali nafsu makan di hipotalamus yang dapat menyebabkan
akseptor makan lebih banyak dari biasanya sehingga hal tersebut dapat
mengakibatkan berat badan bertambah (Agustina, 2018).
2.4.3 Faktor yang Mempengaruhi Kenaikan Berat Badan
1. Faktor Lingkungan
Lingkungan juga mempengaruhi kondisi tubuh atau berat badan
seseorang seperti, makanan apa yang dikonsumsi, frekuensi makan
dalam satu hari, dan bagaimana aktivitas yang dilakukan
(Hardiansyah, 2017).
2. Faktor Usia
Ketika usia bertambah atau semakin tua yang menyebabkan
seseorang tersebut jadi semakin kurang aktif bergerak maka masa
otot tubuh akan cenderung menurun dan menyebabkan
perlambatan tingkat pembakaran kalori, sehingga tubuh akan sulit
membakar kalori yang masuk dan terjadi penumpukan energy
(Hardinsyah, 2017).
3. Faktor Psikis
Seseorang yang sedang mengalami stress atau kekecewaan dapat
mengakibatkan gangguan pola makan, seperti peningkatan nafsu
makan (Hardinsyah, 2017).
4. Menurunnya Aktivitas Fisik
Jika aktivitas fisik seseorang kurang dan orang tersebut
mengkonsumsi makanan yang mengandung banyak lemak akan
berdampak negative terhadap kondisi tubuh seseorang. Sedangkan
aktivitas fisik itu sendiri diperlukan untuk membakar energy di
dalam tubuh (Kurdanti, 2015).
5. Kebiasaan Pola Makan
Dimisalkan seseorang memiliki pola makan yang asupan
karbohidratnya tinggi. Sedangkan karbohidrat memiliki kadar gula
yang tinggi yang dapat memicu penambahan berat badan. Di dalam
tubuh, pada sebagian karbohidrat di sirkulasi darah dalam bentuk
glukosa. Sebagian lagi di jaringan otot dan sebagian lagi di hati
dalam bentuk glikogen dan sisanya menjadi simpanan lemak yang
nantinya berfungsi sebagai cadangan energy dalam tubuh
(Rahmandita, 2017).
6. Pemakaian Kontrasepsi
Peningkatan berat badan sering terjadi terutama disebabkan karena
penggunaan kontrasepsi suntik. Hal ini karena kandungan hormone
estrogen dan progesterone yang ada pada kontrasepsi suntik.
Progesterone dapat merangsang peningkatan nafsu makan,
sehingga kontrasepsi suntik dapat mengakibatkan bertambahnya
berat badan (Khoirian, 2017).
2.4.4 Akibat dan Upaya Dalam Mengatasi Kenaikan Berat Badan yang
Berlebih
Peningkatan berat badan yang berlebih akan menyebabkan
timbulnya beberapa penyakit seperti obesitas, hipertensil diabetes
mellitus, dan penyakit jantung (Herawati, 2015). Upaya yang perlu
dilakukan tenaga kesehatan memberikan KIE (Komunikasi, Informasi
serta Edukasi) tentang penyebab terjadinya, dan menganjurkan klien
untuk melakukan diet rendah kalori serta olahraga yang teratur
(Kamariyah dkk, 2017)
2.5 ABPK Ber-KB
2.5.1 Pengertian ABPK ber-KB
Lembar balik Alat Bantu Pengambilan Keputusan ber-KB (ABPK)
adalah sebuah alat bantu kerja interaktif, yang diperuntukkan bagi
penyedia layanan (tenaga kesehatan) dalam membantu klien memilih
dan memakai metode KB yang paling sesuai dengan kebutuhannya,
memberikan informasi yang diperlukan dalam pemberian pelayanan
KB yang berkualitas, serta menawarkan saran atau panduan mengenai
cara membangun komunikasi dan melakukan konseling secara efektif
Lembar balik ABPK dirancang sebagai lembar balik dua sisi, dimana
satu sisi menampilkan gambar dan informasi dasar untuk klien dan sisi
lainnya berisi informasi teknis dan panduan yang lebih rinci untuk
penyedia layanan. (Kemenkes RI, 2021)
Alat bantu pengambilan keputusan (ABPK) merupakan lembar
balik yang dikembangkan bersama dengan WHI dan digunakan untuk
membantu petugas melakukan konseling sesuai standar dengan adanya
tanda pengingat mengenai keterampilan konseling yang perlu
dilakukan dan informasi yang perlu diberikan sesuai dengan kebutuhan
klien (BKKBN, 2017).
2.5.2 Tujuan dan Manfaat
Menurut (Kemenkes RI, 2020) tujuan dan manfaat dari ABPK ber-
KB adalah sebagai berikut :
1. Mendorong klien untuk terlibat secara aktif dan optimal dalam
pengambilan keputusan KB, sehingga keputusan mengenai alat
kontrasepsi yang digunakan pu sesuai dengan kebutuhan dan
kondisinya.
2. Membantu penyedia layanan untuk meningkatkan kualitasnya
dalam pemberian informasi teknis mengenai penggunaan alat
kontrasepsi dan topic kesehatan reproduksi lainnya sesuai
kebutuhan klien.
3. Mengoptimalkan keterampilan konseling dan komunikasi pada
penyedia layanan agar dapat mengembangkan interaksi yang lebih
positif dengan klien.
Untuk memenuhi ketiga tujuan diatas, maka lembar balik ABPK
memang dikembangkan penggunaannya sebagai berikut ini :
1. Alat bantu pengambilan keputusan
2. Alat pemecah masalah
3. Acuan referensi bagi penyedia layanan dalam memberikan
informasi
4. Alat penguat pelatihan
2.5.3 Prinsip Konseling yang Dipakai Dalam ABPK ber-KB
Menurut (Kemenkes RI, 2020) prinsip dalam ABPK ber-KB
adalah sebagai berikut :
1. Klien yang membuat keputusan
2. Provider membantu klien menimbang dan membuat keputusan
yang paling tepat bagi klien
3. Sejauh memungkinkan keinginan klien dihargai/ dihormati
4. Provider menaggapi pernyataan, pertanyaan ataupun kebutuhan
klien
5. Provider harus mendengar apa yang dikatakan klien untuk
mengetahui apa yang harus ia lakukan selanjutnya

Anda mungkin juga menyukai