SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAHARANI JANUARI, 2024 STUDI KASUS ASUHAN KEBIDANAN PADA AKSEPTOR LAMA KB SUNTIK 1 BULAN DI PMB “X” KOTA MALANG
PROPOSAL LAPORAN TUGAS AKHIR
Disusun untuk memenuhi persyaratan
memperoleh gelar Ahli Madya Kebidanan
Oleh :
NABILAH NADIA RAHMA
NIM : 2114315401013
PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA KEBIDANAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAHARANI JANUARI, 2024 BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keluarga berencana merupakan upaya penggunaan alat kontrasepsi untuk mengurangi atau merencanakan jumlah dan lamanya kehamilan yang akan datang. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa keluarga berencana adalah suatu kegiatan yang dapat membantu pasangan menghindari kehamilan yang tidak diinginkan dan memiliki anak yang benar- benar diinginkan dengan menentukan jumlah anak yang akan dilahirkan, serta jarak dan waktu kehamilan juga berdasarkan waktu kelahiran usia pasangan (WHO, 2018). Kontrasepsi memiliki cara kerja berbeda-beda, namun tujuan umumnya adalah untuk mencegah ovulasi, melumpuhkan sperma, atau mencegah bertemunya sel telur dan sperma yang berujung pada kehamilan. Dengan demikian, gerakan KB memberikan kebebasan lebih kepada masyarakat untuk bertindak sesuai keinginan, selera, kepuasan, dan kemandiriannya (Evitasari et al., 2019). Menurut Pusat Kajian Anggaran Republik Indonesia, Angka Kematian Ibu (AKI) (per 100.000 kelahiran hidup) cenderung menurun dari 390 pada tahun 1991 menjadi 230 pada tahun 2020, atau terjadi penurunan sebesar 1,80% setiap tahunnya. Meskipun angka kematian mengalami penurunan, namun AKI belum mencapai target MDGS 2015 yaitu 102 dan target SDGs 2030 yaitu kurang dari 70 per 100.000 kelahiran hidup (Alvaro, 2021). Angka kematian ibu terkait dengan cakupan Keluarga Berencana nasional masih berada pada angka 60%. AKI merupakan angka kematian ibu pada masa kehamilan, persalinan dan masa nifas (Ernawati et al., 2022). Angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi secara global, sebanding dengan negara-negara miskin seperti Bangladesh, India, Pakistan dan lain- lain. Pada tahun 2017, angka kematian masih berkisar antara 259 hingga 305 per 100.000 kelahiran, jauh dari target sebesar 102 per 1.000 kelahiran. Perilaku reproduksi yang mendorong AKI dalam hal ini adalah 4T: kehamilan terlalu banyak, terlalu berdekatan, terlalu muda, dan terlalu tua. Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) tahun 2015 menyebutkan bahwa angka harapan hidup saat lahir penduduk Indonesia terus meningkat seiring dengan angka kematian bayi sebagai dampak dari pencapaian target SDGs pada tahun 2030. Pada tahun 2015, angka harapan hidup saat lahir sebesar 72,51% dan kemungkinan akan meningkat menjadi 75,47% pada tahun 2045. Mengingat tingkat pertumbuhan di Indonesia yang sangat tinggi, salah satu cara untuk menurunkannya adalah dengan melaksanakan program Keluarga Berencana (KB) pemerintah. Pengurangan jumlah penduduk di Indonesia sangat diperlukan untuk menjaga keseimbangan jumlah penduduk (Badan Pusat Statistik, 2021). Target cakupan pelayanan KB yang terangkum dalam arah sukses program Millenium Development Goals (MDG‟s) oleh Pemerintah Indonesia adalah sebesar 70%. Tujuan utama pelaksanaan program KB adalah untuk menurunkan jumlah pasangan usia subur (PUS) yang ingin melakukan KB, namun pelayanan KBnya tidak terpenuhi (unmet need) menjadi kurang lebih 6,5%, dimana tujuannya adalah 8,3%, meningkatkan partisipasi laki-laki dalam penyelenggaraan KB dari 7,5% menjadi sekitar 8%. Data hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002-2017, TFR tetap sebesar 2,6 anak per perempuan dan pada tahun 2018 angka kelahiran total (TFR) menurun menjadi 2,4% per perempuan (Yanti dan Lamaindi, 2021). Berdasarkan Profil Kesehatan tahun 2022, hasil pendataan BKKBN menunjukkan angka prevalensi PUS pada peserta KB di Indonesia pada tahun 2022 sebesar 59,9%. Mayoritas akseptor memilih metode kontrasepsi modern: suntikan sebanyak 61,9%, disusul pil sebanyak 13,5%. Hal ini terjadi setiap tahunnya dan peserta KB lebih memilih metode kontrasepsi jangka pendek dibandingkan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP). Kemudian implan 10,6%, IUD 7,7%, MOW 3,8%, kondom 2,3%, MOP 0,2%, MAL 0,0%. Berdasarkan data tersebut, pola pemilihan jenis alat kontrasepsi, sebagian besar masyarakat aktif KB memilih suntik sebagai alat kontrasepsi dibandingkan yang lain. Namun dibandingkan dengan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP), KB suntik merupakan metode kontrasepsi jangka pendek dan kurang efektif dalam menunda dan mengakhiri kehamilan. (Profil Kesehatan Indonesia, 2022). Berdasarkan data kesehatan Provinsi Jawa Timur ditemukan bahwa capaian cakupan KB aktif di 6 kabupaten/kota yaitu Kabupaten Pamekasan, Kabupaten Sampang, Kabupaten Pacitan, Kota Probolinggo, Kota Malang dan Kabupaten Banyuwangi masih di bawah target (70%). Hal ini disebabkan karena banyak peserta KB aktif yang menggunakan metode jangka pendek, sehingga angka putus dropout akan tinggi (Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2022) Menurut Dinas Kesehatan Kota Malang, pada tahun 2022 jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) di Kota Malang sebanyak 150.343 PUS dan jumlah peserta KB aktif sebanyak 100.650 orang. Dari jumlah tersebut, peserta KB aktif paling banyak menggunakan KB suntik yakni 57.876, disusul pil - 14.580, IUD - 16.221, implan - 4.860, MOU - 4.072, kondom - 3.011 dan 30 MOP. Capaian Dinas Kesehatan Kota Malang Tahun 2022 Puskesmas Bareng memiliki jumlah peserta KB aktif terbanyak yakni sebesar 76,6% (Dinas Kesehatan Kota Malang, 2022). Efek samping yang paling sering dialami oleh mereka yang menerima suntik 1 bulan antara lain perubahan pola menstruasi, sakit kepala, mual, penurunan berat badan, dan penambahan berat badan akibat hormon progesteron (Setyoningsih, 2020). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Muayah (2022), diketahui bahwa dari 53 responden yang melakukan suntik KB 1 bulan mayoritas mengalami stres ringan, sebanyak 41 responden (77,4%) disebabkan oleh penambahan berat badan pada KB sebesar 1 bulan. bulan. bulan. pengguna injeksi. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Rufaridah (2020), menemukan bahwa selisih rata-rata antara pre- test dan post-test alat kontrasepsi suntik selama 1 bulan adalah 3,71 kg/m 2, artinya ada pengaruh terhadap perubahan berat badan pada ibu hamil kelompok yang menerimanya. yang menggunakan kontrasepsi suntik selama sebulan. Penelitian lain juga dilakukan oleh Hidayah (2021), didapatkan rata- rata pertambahan berat badan masyarakat yang memakai KB suntik dalam 1 bulan dengan jumlah akseptor 30 orang, dari berat badan sebelum sampai dengan berat badan sesudahnya diperoleh rata-rata pertambahan berat badan sebesar 1,3 kg. Dalam sebuah penelitian Indriani (2019), menjelaskan bahwa penggunaan alat kontrasepsi suntik selama 1 bulan akan menimbulkan masalah jangka panjang, salah satunya menyebabkan penambahan berat badan. Menurut Suratun (2020), dalam penelitiannya menyatakan bahwa hormone progesteron meningkatkan nafsu makan dan menurunkan aktivitas fisik, sehingga penggunaan alat kontrasepsi selama 1 bulan dapat menyebabkan penambahan berat badan. Hal ini sejalan dengan penelitian Sutriani (2019), yang menyatakan bahwa kenaikan berat badan mungkin disebabkan oleh asupan energi yang melebihi kebutuhan tubuh, yang biasanya dialami oleh orang yang kurang berolahraga atau kurang aktivitas fisik. Akibatnya energi yang masuk ke dalam tubuh tidak dibakar atau digunakan dan kemudian disimpan sebagai lemak. Dampak efek samping penggunaan KB suntik selama 1 bulan jika tidak segera ditangani dapat mengakibatkan menurunnya daya tahan tubuh sehingga mudah terserang penyakit, menurunnya aktivitas yang berhubungan dengan kemampuan melakukan pekerjaan fisik dan perubahan siklus ovulasi. Selain itu, akseptor yang mengalami kenaikan berat badan seringkali mempunyai permasalahan psikologis berupa gangguan citra tubuh, sehingga akseptor cenderung memiliki harga diri yang rendah dan ketidakpastian kurang percaya diri terhadap lingkungannya (body image) (Wardani et al., 2019). Upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan berat badan secara alami antara lain dengan membatasi atau mengurangi asupan energi melalui aktivitas fisik dan kombinasi keduanya yang diikuti dengan mengonsumsi makanan berkalori tinggi (Wuri et al., 2019). Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai efek samping suntik KB bulanan, Badan Kesehatan Keluarga Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah menerbitkan program KB ABPK (Kemenkes RI, 2018). ABPK dengan KB merupakan panduan standar pelayanan konseling KB yang tidak hanya memuat informasi terkini mengenai kontrasepsi atau KB, namun juga memberikan standar proses dan langkah konseling KB berbasis hak kepada klien KB dan Inform Choice (Widiantari & Widiastuti, 2021). ABPK juga mempunyai fungsi ganda antara lain membantu pengambilan keputusan tentang metode KB, membantu menyelesaikan permasalahan dalam penggunaan KB, membantu pekerjaan penyedia layanan kesehatan (tenaga kesehatan), memberikan rujukan atau informasi teknis, dan alat peraga untuk pelatihan penyedia layanan kesehatan baru (profesional kesehatan). Hal ini merupakan aspek yang sangat penting dalam pelayanan keluarga Berencana (Widiantari & Widiastuti, 2021). Konseling yang berkualitas antara klien dengan penyedia layanan kesehatan (tenaga kesehatan) merupakan salah satu indikator penting keberhasilan program Keluarga Berencana (KB) karena dapat mengurangi dampak risiko yang timbul setelah terjadi efek samping dari metode kontrasepsi yang dipilih (Kasim et al., 2021) Berdasarkan uraian dan data di atas, maka peneliti sangat tertarik untuk mempelajari “Asuhan Kebidanan pada Ibu Akseptor KB Suntik 1 Bulan di PMB “X” Kota Malang Tahun 2024”. Tersedianya pelayanan asuhan kebidanan Keluarga Berencana diharapkan dapat mencegah dampak negatif penggunaan kontrasepsi dan meningkatkan kualitas tenaga kerja dan sumber daya manusia. 1.2 Batasan LTA Bagaimanakah studi kasus asuhan kebidanan pada akseptor lama KB suntik 1 bulan di PMB “X” Kota Malang? 1.3 Tujuan Penyusunan LTA 1.3.1 Tujuan Umum Memberikan asuhan kebidanan pada akseptor KB suntik 1 bulan di PMB “X” Kota Malang dengan menggunakan pendekatan manajemen asuhan kebidanan SOAP. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Melakukan pengkajian sesuai kasus yaitu pada akseptor KB suntik 1 bulan di PMB “X” Kota Malang. 2. Menyusun analisa sesuai kasus yaitu pada akseptor KB suntik 1 bulan di PMB “X” Kota Malang. 3. Melaksanakan dan mengevaluasi asuhan kebidanan secara kontinyu sesuai kasus yaitu pada akseptor KB suntik 1 bulan di PMB “X” Kota Malang. 1.4 Manfaat 1.4.1 Manfaat Teoretis Meningkatkan pengetahuan, pemahaman, informasi, dan keterampilan penulis tentang menerapkan asuhan kebidanan pada akseptor KB suntik 1 bulan. 1.4.2 Manfaat Aplikatif 1. Bagi Penulis a. Asuhan kebidanan yang dilakukan dapat menambah wawasan penulis tentang pemberian asuhan kebidanan pada akseptor KB suntik 1 bulan. b. Menambah keterampilan penulis dalam memberikan asuhan kebidanan pada akseptor KB suntik 1 bulan. c. Menambah pemahaman penulis dalam penerapan proses manajemen asuhan kebidanan pada akseptor KB suntik 1 bulan. 2. Bagi Akseptor KB Suntik 1 Bulan a. Menambah pengetahuan bagi akseptor KB suntik 1 bulan tentang pemakaian alat kontrasepsi yang dipilih. b. Mendapatkan asuhan kebidanan keluarga berencana dengan alat kontrasepsi suntik 1 bulan sesuai dengan standart pelayanan kebidanan secara komprehensif. c. Mendapatkan manfaat yang sesuai dari penggunaan KB suntik 1 bulan. 3. Bagi Masyarakat a. Menambah pengetahuan masyarakat tentang pemberian pelayanan KB suntik 1 bulan. b. Mendapatkan pelayanan asuhan kebidanan keluarga berencana menggunakan metode kontrasepsi KB suntik 1 bulan. 4. Bagi Lahan Praktek a. Dapat dijadikan acuan dalam memberikan asuhan kebidanan keluarga berencana pada akseptor KB suntik 1 bulan secara komprehensif. b. Sebagai bahan pertimbangan untuk meningkatkan mutu pelayanan terutama dalam asuhan kebidanan keluarga berencana pada akseptor KB suntik 1 bulan. 5. Bagi Institusi Pendidikan a. Untuk memperluas pengetahuan tentang pemberian asuhan kebidanan keluarga berencana pada akseptor KB suntik 1 bulan. b. Dapat digunakan untuk acuan dalam meningkatkan kualitas pembelajaran terutama dalam kegiatan praktikum asuhan kebidanan keluarga berencana pada akseptor KB suntik 1 bulan. c. Dapat digunakan sebagai referensi dalam pendidikan untuk mahasiswa prodi D3 kebidanan dalam penelitian berikutnya. BAB 2 PENDAHULUAN
2.1 Keluarga Berencana
2.1.1 Pengertian Keluarga Berencana Pengertian Keluarga Berencana (KB) adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan (PUP), pengaturan usia kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga kecil, bahagia dan sejahter (Sujiyatini, 2018). Menurut World Health Organization (WHO) Keluarga Berencana (KB) merupakan tindakan yang membantu pasangan suami istri untuk menghindari kehamilan yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang sangat diinginkan mengatur interval diantara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan usia suami istri menentukan jumlah anak dalam keluarga. (WHO, 2018) 2.1.2 Tujuan Program KB Menurut (Airindya, 2022) ada beberapa tujuan penting dilaksanakannya program keluarga berencana, diantaranya : 1. Membentuk keluarga kecil sejahtera sesuai dengan kondisi ekonomi keluarga tersebut. 2. Mencanangkan keluarga kecil dengan hanya dua anak. 3. Mencegah terjadinya pernikahan di usia dini 4. Menekan angka kematian ibu dan bayi akibat hamil di usia yang terlalu muda atau terlalu tua 5. Menekan jumlah penduduk serta menyeimbangkan jumlah kebutuhan dengan jumlah penduduk di Indonesia 2.1.3 Manfaat Program Keluarga Berencana Menurut (Airindya, 2022) manfaat program KB bagi pasangan suami istri, antara lain : 1. Menekan kehamilan yang tidak direncanakan 2. Membentuk keluarga yang berkualitas 3. Mendorong kecukupan ASI dan pola asuh anak yang baik 4. Mencegah gangguan kesehatan mental keluarga 5. Menurunkan angka kematian bayi dan ibu 6. Mencegah gangguan kesehatan reproduksi 7. Mencegah terjadinya penyakit menular seksual 2.2 Kontrasepsi 2.2.1 Pengertian Kontrasepsi Kontrasepsi adalah alat atau obat yang salah satu upayanya untuk mencegah kehamilan atau tidak ingin menambah keturunan. Cara kerja kontrasepsi yaitu mencegah ovulasi, mengentalkan lender serviks dan membuat rongga indung rahim yang tidak siap menerima pembuahan dan memnghalangi bertemunya sel telur dengan sel sperma (Kasim & Muchtar, 2019). 2.2.2 Tujuan Kontrasepsi Tujuan menggunakan kontrasepsi adalah mengatur pendewasaan perkawinan, mengatur kehamilan dan kelahiran, memelihara kesehatan ibu dan anak, dan peningkatan ketahanan, kesejahteraan keluarga (Rusmin et al., 2019). 2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Kontrasepsi 1. Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu factor yang mempengaruhi dalam pemilihan metode kontrasepsi. Semakin tinggi pendidikan seseorang makan akan mudah menerima informasi mengenai KB. Pendidikan sangat penting untuk mendapatkan informasi, sehingga dapat meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup sesorang (Syukaisih, 2015). 2. Pengetahuan Pengetahuan sangat penting dalam pemilihan kontrasepsi, karena seseorang yang kurang pengetahuan tidak bisa memilih jenis-jenis kontrasepsi. Sehingga seseorang tersebut memilih kontrasepsi seperti kebanyakan yang dipakai orang lain (Syukaisih, 2015). 3. Usia Usia dapat mempengaruhi dalam pemilihan kontrasepsi, klien yang menjadi akseptor KB sebagian besar berusia sekitar 16-35 tahun (Syukaisih, 2015). 2.2.4 Jenis-Jenis Metode Kontrasepsi Menurut (Irawan, 2020) beberapa jenis alat kontrasepsi sebagai berikut : 1. Jenis Kontrasepsi Hormonal a. Kontrasepsi Pil Menurut (Nani, 2018) metode yang efektif untuk mencegah kehamilan dan salah satu metode yang paling disukai karena kesuburan langsung kembali bila penggunaan dihentikan. Cara kerjanya yaitu mencegah ovulasi, mengurangi dan mengentalkan jumlah lendir serviks sehingga menurunkan kemampuan penetrasi sperma, menjadikan selaput lendir rahim tipis dan atropi, menghambat transportasi gamet dan tuba. Pil KB harus dikonsumsi secara rutin setiap hari selama 21-35 hari dalam 1 siklus dan berkelanjutan, sesuai dengan jenis pil KB yang dikonsumsi. Jenis-jenis kontrasepsi pil : 1) Pil Kombinasi Pil KB kombinasi ini merupakan gabungan dari macam-macam hormone buatan antara lain yaitu estrogen dan progesterone, kemudian membuat ovarium mengeluarkan sel telurnya. Tidak semua wanita bisa menggunakan bisa menggunakan pil kombinasi seperti halnya wanita yang memiliki masalah kesehatan sebagai berikut: a) Menderita hepatitis b) Menderita penyakit seperti pembekuan darah c) Menderita gejala stroke d) Menderita diabetes Keuntungan dari kontrasepsi pil kombinasi ini adalah cukup efektif dalam penggunaannya, frekuensi koitus tidak perlu diatur, siklus haid jadi teratur dan keluhan-keluhan dismenorea yang primer menjadi berkurang atau hilang sama sekali. Kerugian dari pil kombinasi ini yaitu harus dikonsumsi setiap hari, dan menimbulkan efek samping yang bersifat sementara seperti mual-muntah, payudara nyeri, sakit kepala. 2) Mini Pil Mini pil ini hanya mengandung progestin saja sehingga lebih aman bagi wanita yang tidak cocok dengan pil kombinasi. Adapun ketentuan wanita yang tidak boleh mengonsumsi mini pil ini adalah sebagai berikut : a) Hamil atau diduga hamil b) Mengalami perdarahan pervagina c) Menderita mioma uterus d) Menderita atau mempunyai riwayat kanker payudara e) Menderita stroke Keuntungan pemakaian mini pil ini karena baik dikonsumsi oleh ibu menyusui karena tidak mengandung zat yang menyebabkan pengurangan produksi ASI. Mini pil ini dikonsumsi mulai hari pertama sampai hari kelima masa haid/ menstruasi. Mini pil tidak mengganggu hubungan seksual, nyaman dan mudah digunakan, mengurangi nyeri haid, serta kesuburan cepat kembali. Kerugian dari mini pil ini dapat menyebabkan gangguan haid, resiko kehamilan ektopik cukup tinggi apabila mengonsumsi satu pil saja menjadi kegagalan yang lebih besar dan peningkatan atau penurunan berat badan. b. Kontrasepsi Suntik Kontrasepsi suntik adalah alat kontrasepsi yang disuntikkan kedalam tubuh kemudian masuk ke pembuluh darah dan diserap oleh tubuh berguna untuk mencegah kehamilan. Menurut (Qomariah & Sartika, 2019) beberapa jenis kontrasepsi suntik sebagai berikut : 1) Suntik 1 Bulan (Suntik Kombinasi) Kontrasepsi suntik 1 bulan ini mengandung hormone Medroxy progesterone Acetate (hormong progestin) dan Estradiol Cypionate (hormong estrogen). Komposisi hormone dan cara kerja suntikan KB 1 bulan mirip dengan pil KB kombinasi. Suntikan pertama diberikan 7 hari pertama periode menstruasi atau 6 minggu setelah melahirkan bila tidak menyusui. Dosis kontrasepsi suntik cyclofem 25mg Medroksi Progesteron Asetat dan 5 mg Estradiol Sipionat diberikan setiap bulan. 2) Suntik 3 Bulan (DMPA) Depo Medroksiprogesteron Asetat (Depoprovera), mengandung 150 mg DMPA, yang diberikan setiap 3 bulan dengan cara disuntik intra muscular di daerah bokong, disimpan dalam suhu 200C - 250C. Suntikan diberikan setiap 90 hari. c. Kontrasepsi Implan Kontrasepsi implant adalah suatu alat kontrasepsi yang disusupkan dibawah kulit, biasanya dilengan bagian atas. Implant mangandung levonogestrel. Cara kerja dari kontrasepsi implant ini sama dengan kontrasepsi pil. Menurut (Larasati, 2017) jenis okntrasepsi implant sebagai berikut : 1) Norplant : terdiri dari 6 batang silastik lembut berongga dengan panjang 3,4 cm, dengan diameter 2,4 mm yang diisi dengan 36 mg Levonogestrel dan lama kerjanya 5 tahun. 2) Implanon : terdiri dari satu batang putih lentur dengan panjang kira-kira 40 mm dan diameter 2 mm yang diisi dengan 68 mg 3 Keto desogestrel dan lama kerjanya 3 tahun. 3) Indoplant : terdiri dari 2 batang yang diisi dengan 75 mg Levonogestrel dengan lama kerja 3 tahun. 2. Jenis Kontrasepsi Non-Hormonal a. Kondom Kondom adalah alat kontrasepsi yang digunakan untuk menghalangi sperma memasuki vagina dan mencapai sel telur. Bahan utama dari kontrasepsi kondom berupa lateks. Pemakaian kondom yang benar dapat mencegah kehamilan hingga 98%. Namun jika pemasangannya kurang tepat, maka efektivitas kondom dalam mencegah kehamilan dapat turun menjadi 85% (Sienny, 2022). b. Intra Uterine Device (IUD) Menurut (Annisa, 2023) IUD (intrauterine device) atau bisa juga disebut sebagai KB spiral. Alat kontrasepsi ini berbahan plastic, memiliki bentuk seperti huruf „T‟ dan dipasang di dalam rahim untuk mencegah bertemunya sperma dan sel telur yang menyebabkan kehamilan. KB IUD ini terbagi dalam dua jenis, yaitu sebagai berikut : 1) IUD yang dilapisi tembaha atau IUD non-hormonal Fungsi KB IUD non-hormonal adalah membantu mencegah kehamilan dengan cara menghalangi sel sperma masuk ke dalam salurang antara rahim dengan indung telur (tuba falopi). 2) IUD yang menghasilkan hormone progesterone atau IUD hormonal Penggunaan KB IUD hormonal dapat menyebabkan lendir serviks mengental dan membuat sperma kesulitan berenag di dalam rahim. IUD jenis ini juga mampu menipiskan dinding rahim yang seharusnya menebal saat pembuahan terjadi. Hal ini dapat menghentikan terjadinya pelepasan sel telur (ovulasi) dan mencegah sel sperma membuahi sel telur. c. Metode sederhana atau vaginal Metode vaginal ini menggunakan spermisid atau tisu KB, difragma, dan kap. Alat kontrasepsi ini dapat dipakai sendiri oleh para wanita, Caranya yakni dengan memasukkannya kedalam vagina sebelum berhubungan seks (Irawan, 2020). d. Tubektomi Tubektomi merupakan alat kontrasepsi yang bersifat permanen. Tubektomi memiliki prosedur pemotongan atau penutupan tuba falopi, yaitu saluran yang menghubungkan indung telur (ovarium) dan rahim. Prosedur ini membuat sel- sel telur tidak bisa memasuki rahim sehingga tidak dapat dibuahi. Tubektomi juga dapat mengahalangi sperma masuk ke dalam tuba falopi. Tubektomi dapat dilakukan kapan saja, termasuk setelah menjalani persalinan normal maupun caesar (Pittara, 2022). e. Vasektomi Vasektomi bisa disebut juga sebagai sterilisasi atau kontrasepsi permanen pada pria. Vasektomi adalah prosedur kontrasepsi pada pria yang dilakukan dengan cara memutus dan mengikat saluran sperma dari buah zakar (testis). Dengan demikian air mani tidak akan mengandung sperma ketika ejakulasi sehingga kehamilan dapat dicegah (Pittara, 2023). 3. Jenis Kontrasepsi Alami a. Sistem KB kalender Sistem KB kalender adalah salah satu metode mencegah kehamilan dengan memanfaatkan kalender sebagai alat pemantau siklus masa subur. Saat menggunakan metode ini perempuan harus mencatat kapan siklus menstruasi yang mereka jalani dan dijadikan sebagai penghitungan masa subur di siklus berikutnya. Pasangan yang menggunakan metode ini pantang melakukan hubungan seks pada masa subur wanita. Jika ingin melakukannya harus menggunakan alat kontrasepsi sperti kondom (Fitri, 2020). b. MAL (Metode Amenore Laktasi) Menurut (Karinta, 2021) amenore laktasi adalah sebuah metode alat kontrasepsi alami yang didasarkan oleh kyakinan bahwa laktasi atau menyusui dapat menyebabkan ibu mengalami amenore (tidak mengalami menstruasi). Disisi lain amenore laktasi juga dapat dikatakan sebagai waktu dimana menyusui atau pemberian ASI eksklusif dapat menekan menstruasi dan kesuburan. Metode amenore laktasi sangat efektif bila : 1) Belum mengalami menstruasi lagi setelah melahirkan 2) Bayi selalu menyusu ASI eksklusif dan tidak mendapatkan makanan maupun minuman lainnya 3) Bayi berusia kurang dari 6 bulan 2.3 Kontrasepsi Suntik 1 Bulan KB suntik 1 bulan atau yang disebut suntikan kombinasi merupakan alat kontrasepsi yang digunakan untuk mencegah kehamilan. Jenis kontrasepsi hormonal ini diberikan setiap 1 bulan sekali melalui suntikan. KB suntik 1 bulan atau suntikan kombinasi ini mengandung 25 mg medroxyprogesterone dan 5 mg estradiol sipionat, yaitu preparat hormone yang dapat mencegah pelepasan sel telur (ovulasi), mengentalkan lendir serviks (leher rahim), dan menurunkan kesuburan dinding rahim. Dengan begitu, sperma akan lebih sulit membuahi sel telur, atau sel telur yang sudah dibuahi akan sulit menempel di dinding rahim (Meva, 2022). 2.3.1 Cara Kerja Menurut (Inayah, 2022) cara kerja dari KB suntik kombinasi adalah sebagai berikut : 1. Menekan ovulasi 2. Membuat lendir serviks menjadi kental sehingga penetrasi sperma terganggu 3. Perubahan pada endometrium (atrofi) sehingga implantasi terganggu 4. Menghambat transportasi gamet oleh tuba 2.3.2 Efektifitas Kb suntik kombinasi atau KB suntik 1 bulan sangat efektif yakni (0,1-0,4 kehamilan per 100 perempuan) selama tahun pertama penggunaan. 2.3.3 Indikasi Penggunaan Suntik KB 1 Bulan Menurut (Inayah, 2022) akseptor yang boleh menggunakan suntikan kombinasi sebagai berikut : 1. Usia reproduksi 2. Telah memiliki anak, ataupun yang belum memiliki anak 3. Ingin mendapatkan kontrasepsi dengan efektivitas yang tinggi 4. Menyusui ASI pascapersalinan >6 bulan 5. Pascapersalinan dan tidak menyusui 6. Anemia 7. Nyeri haid hebat 8. Haid teratur 9. Riwayat kehamilan ektopik 10. Sering lupa menggunakan pil kontrasepsi 2.3.4 Kontraindikasi Suntik KB 1 Bulan Menurut (Inayah, 2022) akseptor yang tidak boleh menggunakan suntikan kombinasi sebagai berikut : 1. Hamil atau diduga hamil 2. Menyusui dibawah 6 minggu pasca persalinan 3. Perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya 4. Penyakit hati akut (virus hepatitis) 5. Usia >35 tahun yang merokok 6. Riwayat penyakit jantung, stroke, atau dengan tekanan darah tinggi (>180/110mmHg) 7. Riwayat kelainan tromboemboli atau dengan kencing manis ?20 tahun 8. Kelainan pembuluh darah yang menyebabkan sakit kepala atau migran 9. Keganasan pada payudara 2.3.5 Kelebihan KB Suntik 1 Bulan Menurut (Hillary, 2023) kelebihan dari penggunaan suntikan kombinasi adalah sebagai berikut : 1. Efektif mencegah kehamilan 2. Mudah digunakan 3. Mengurangi resiko berbagai penyakit 4. Bersifat sementara 2.3.6 Kekurangan KB Suntik 1 Bulan Menurut (Sienny, 2023) kekurangan dari penggunaan suntikan kombinasi adalah sebagai berikut : 1. Memiliki resiko terjadinya perdarahan tidak normal, meski jarang terjadi 2. Menyebabkan pusing dan nyeri payudara 3. Tidak dianjurkan bagi wanita yang menderita migraine 4. Tidak melindungi dari infeksi menular seksual 2.3.7 Waktu Mulai Menggunakan Suntik KB 1 Bulan Menurut (Inayah, 2022) beberapa waktu yang tepat untuk memulai penggunaan suntikan kombinasi adalah sebagai berikut : 1. Suntikan pertama dapat diberikan dalam waktu 7 hari siklus haid. Tidak diperlukan kontrasepsi tambahan. 2. Bila suntikan pertama diberikan setelah hari ke 7 siklus haid, akseptor tidak boleh melakukan hubungan seksual selama 7 hari atau menggunakan kontrasepsi lain untuk 7 hari. 3. Bila klien tidak haid, suntikan pertama dapat diberikan setiap saat, asal dapat dipastikan ibu tersebut tidak sedang hamil. Akseptor tidak boleh melakukan hubungan seksual untuk 7 hari lamanya atau menggunakan metode kontrasepsi lain selama masa waktu 7 hari. 4. Bila klien pascapersalinan 6 bulan, menyusui, serta belum haid, suntikan pertama dapat diberikan, asal dapat dipastikan tidak hamil. 5. Bila pasca persalinan >6 bulan, menyusui, serta telah haid, maka suntikan pertama diberikan pada siklus haid hari 1 dan 7. 6. Bila pasca bersalin <6 bulan dan menyusui, jangan diberikan suntikan kombinasi. 7. Bila pasca bersalin 3 minggu, dan tidak menyusui, suntikan kombinasi dapat diberi. 8. Pasca keguguran, suntikan kombinasi dapat segera diberikan atau dalam waktu 7 hari. 9. Ibu yang sedang menggunakan metode kontrasepsi sebelumnya secara benar, suntikan kombinasi dapat segera diberikan tanpa perlu menunggu haid. Bila ragu, perlu dilakukan uji kehamilan terlebih dahulu. 10. Bila kontrasepsi sebelumnya juga kontrasepsi hormonal, dan ibu tersebut ingin menggantinya dengan suntikan kombinasi, maka suntikan kombinasi tersebut dapat diberikan sesuai jadwal kontrasepsi sebelumnya. Tidak diperlukan metode kontrasepsi yang lain. 11. Ibu yang menggunakan metode kontrasepsi nonhormonal dan ingin menggantinya dengan metode hormonal suntikan kombinasi, maka suntikan pertama dapat segera diberikan, asal saja diyakini ibu tersebut tidak sedang hamil, dan pemberiannya tanpa perlu menunggu datangnya haid. Bila diberikan pada hari ke 1-7 siklus haid, metode kontrasepsi yang lain tidak diperlukan. Bila sebelumnya menggunakan AKDR, dan ingin menggantinya dengan suntikan kombinasi, maka suntikan pertama diberikan hari ke 1-7 siklus haid. Cabut segera AKDR. 2.3.8 Cara Penggunaan Cara dalam penggunaan suntikan kombinasi adalah dengan memberikan suntikan kombinasi setiap bulan dengan suntikan secara IM (intra muscular) di area bokong, lengan atas, atau paha. Akseptor diminta datang setiap 4 minggu sekali. Suntikan ulang dapat diberikan 7 hari lebih awal. Dapat juga diberikan setelah 7 hari dari jadwal yang telah ditentukan, namun dengan syarat diyakini bahwa akseptor tersebut tidak sedang hamil. Tidak diperbolehkan melakukan hubungan seksual selama 7 hari atau menggunaan metode kontrasepsi lain untuk 7 hari diawal pemakaian (Inayah, 2022). 2.3.9 Efek Samping Menurut (Hillary, 2023) efek samping dari pemakaian KB suntik 1 bulan adalah sebagai berikut : 1. Perdarahan Vagina di luar waktu menstruasi 2. Sakit kepala 3. Siklus menstruasi tidak teratur 4. Kenaikan berat badan 5. Payudara nyeri atau bengkak 6. Vagina gatal atau keputihan 2.4 Berat Badan 2.4.1 Definisi Berat Badan Berat badan adalah suatu ukuran yang diperlukan untuk sebuah pengukuran pertumbuhan fisik dan diperlukan untuk seseorang dalam menerima dosis oabat yang dibutuhkan. Definisi lain dari berat badan yaitu beberapa jumlah komponen tubuh seperti protein, lemak, air, meineral. Sedangkan untuk peningkatan berat badan adalah kondisi dimana jumlah berat badan seseorang melebihi normal dan melebihi berat badan semula (Anggraeni, 2017) Berat badan adalah hasil dari penurunan maupun peningkatan pada semua jaringan tubuh, antara lain tulang, otot, lemak, dan cairan tubuh lainnya. Sehingga peningkatan berat badan dapat diartikan berubahnya ukuran berat yang diakibatkan dari peningkatan maupun penurunan konsumsi makan yang diubah menjadi lemak dan disimpan dibawah kulit. (Istiany, 2018). 2.4.2 Kenaikan Berat Badan Kenaikan berat badan kemungkinan disebabkan karena hormone progesterone yang mempermudah perubahan gula dan karbohidrat menjadi lemak, sehingga lemak banyak yang tertumpuk di bawah kulit dan menurunkan aktivitas fisik, selain itu juga merangsang pusat pengendali nafsu makan di hipotalamus yang dapat menyebabkan akseptor makan lebih banyak dari biasanya sehingga hal tersebut dapat mengakibatkan berat badan bertambah (Agustina, 2018). 2.4.3 Faktor yang Mempengaruhi Kenaikan Berat Badan 1. Faktor Lingkungan Lingkungan juga mempengaruhi kondisi tubuh atau berat badan seseorang seperti, makanan apa yang dikonsumsi, frekuensi makan dalam satu hari, dan bagaimana aktivitas yang dilakukan (Hardiansyah, 2017). 2. Faktor Usia Ketika usia bertambah atau semakin tua yang menyebabkan seseorang tersebut jadi semakin kurang aktif bergerak maka masa otot tubuh akan cenderung menurun dan menyebabkan perlambatan tingkat pembakaran kalori, sehingga tubuh akan sulit membakar kalori yang masuk dan terjadi penumpukan energy (Hardinsyah, 2017). 3. Faktor Psikis Seseorang yang sedang mengalami stress atau kekecewaan dapat mengakibatkan gangguan pola makan, seperti peningkatan nafsu makan (Hardinsyah, 2017). 4. Menurunnya Aktivitas Fisik Jika aktivitas fisik seseorang kurang dan orang tersebut mengkonsumsi makanan yang mengandung banyak lemak akan berdampak negative terhadap kondisi tubuh seseorang. Sedangkan aktivitas fisik itu sendiri diperlukan untuk membakar energy di dalam tubuh (Kurdanti, 2015). 5. Kebiasaan Pola Makan Dimisalkan seseorang memiliki pola makan yang asupan karbohidratnya tinggi. Sedangkan karbohidrat memiliki kadar gula yang tinggi yang dapat memicu penambahan berat badan. Di dalam tubuh, pada sebagian karbohidrat di sirkulasi darah dalam bentuk glukosa. Sebagian lagi di jaringan otot dan sebagian lagi di hati dalam bentuk glikogen dan sisanya menjadi simpanan lemak yang nantinya berfungsi sebagai cadangan energy dalam tubuh (Rahmandita, 2017). 6. Pemakaian Kontrasepsi Peningkatan berat badan sering terjadi terutama disebabkan karena penggunaan kontrasepsi suntik. Hal ini karena kandungan hormone estrogen dan progesterone yang ada pada kontrasepsi suntik. Progesterone dapat merangsang peningkatan nafsu makan, sehingga kontrasepsi suntik dapat mengakibatkan bertambahnya berat badan (Khoirian, 2017). 2.4.4 Akibat dan Upaya Dalam Mengatasi Kenaikan Berat Badan yang Berlebih Peningkatan berat badan yang berlebih akan menyebabkan timbulnya beberapa penyakit seperti obesitas, hipertensil diabetes mellitus, dan penyakit jantung (Herawati, 2015). Upaya yang perlu dilakukan tenaga kesehatan memberikan KIE (Komunikasi, Informasi serta Edukasi) tentang penyebab terjadinya, dan menganjurkan klien untuk melakukan diet rendah kalori serta olahraga yang teratur (Kamariyah dkk, 2017) 2.5 ABPK Ber-KB 2.5.1 Pengertian ABPK ber-KB Lembar balik Alat Bantu Pengambilan Keputusan ber-KB (ABPK) adalah sebuah alat bantu kerja interaktif, yang diperuntukkan bagi penyedia layanan (tenaga kesehatan) dalam membantu klien memilih dan memakai metode KB yang paling sesuai dengan kebutuhannya, memberikan informasi yang diperlukan dalam pemberian pelayanan KB yang berkualitas, serta menawarkan saran atau panduan mengenai cara membangun komunikasi dan melakukan konseling secara efektif Lembar balik ABPK dirancang sebagai lembar balik dua sisi, dimana satu sisi menampilkan gambar dan informasi dasar untuk klien dan sisi lainnya berisi informasi teknis dan panduan yang lebih rinci untuk penyedia layanan. (Kemenkes RI, 2021) Alat bantu pengambilan keputusan (ABPK) merupakan lembar balik yang dikembangkan bersama dengan WHI dan digunakan untuk membantu petugas melakukan konseling sesuai standar dengan adanya tanda pengingat mengenai keterampilan konseling yang perlu dilakukan dan informasi yang perlu diberikan sesuai dengan kebutuhan klien (BKKBN, 2017). 2.5.2 Tujuan dan Manfaat Menurut (Kemenkes RI, 2020) tujuan dan manfaat dari ABPK ber- KB adalah sebagai berikut : 1. Mendorong klien untuk terlibat secara aktif dan optimal dalam pengambilan keputusan KB, sehingga keputusan mengenai alat kontrasepsi yang digunakan pu sesuai dengan kebutuhan dan kondisinya. 2. Membantu penyedia layanan untuk meningkatkan kualitasnya dalam pemberian informasi teknis mengenai penggunaan alat kontrasepsi dan topic kesehatan reproduksi lainnya sesuai kebutuhan klien. 3. Mengoptimalkan keterampilan konseling dan komunikasi pada penyedia layanan agar dapat mengembangkan interaksi yang lebih positif dengan klien. Untuk memenuhi ketiga tujuan diatas, maka lembar balik ABPK memang dikembangkan penggunaannya sebagai berikut ini : 1. Alat bantu pengambilan keputusan 2. Alat pemecah masalah 3. Acuan referensi bagi penyedia layanan dalam memberikan informasi 4. Alat penguat pelatihan 2.5.3 Prinsip Konseling yang Dipakai Dalam ABPK ber-KB Menurut (Kemenkes RI, 2020) prinsip dalam ABPK ber-KB adalah sebagai berikut : 1. Klien yang membuat keputusan 2. Provider membantu klien menimbang dan membuat keputusan yang paling tepat bagi klien 3. Sejauh memungkinkan keinginan klien dihargai/ dihormati 4. Provider menaggapi pernyataan, pertanyaan ataupun kebutuhan klien 5. Provider harus mendengar apa yang dikatakan klien untuk mengetahui apa yang harus ia lakukan selanjutnya