Anda di halaman 1dari 7

PROPOSAL SKRIPSI

HUBUNGAN PARITAS, DUKUNGAN SUAMI DAN DUKUNGAN


PETUGAS KESEHATAN DENGAN PEMAKAIAN ALAT
KONTRASEPSI DALAM RAHIM PADA PASANGAN
USIA SUBUR DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS MANDALAWANGI
KABUPATEN PANDEGLANG
TAHUN 2022

Oleh:
RATNA MULYANA
07210400067

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU


PROGRAM STUDI KEBIDANAN
PROGRAM SARJANA TERAPAN
JAKARTA
2022
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
World Health Organization (WHO) tahun 2019 melaporkan bahwa
penggunaan kontrasepsi telah meningkat di banyak bagian dunia terutama di Asia
dan Amerika Latin. Secara global, pengguna kontrasepsi modern telah meningkat
tidak signifikan dari 54% pada tahun 1990 menjadi 57,4% pada tahun 2018. Secara
regional, proporsi pasangan usia subur 15-49 tahun melaporkan penggunaan
metode kontrasepsi modern telah meningkat minimal 6 tahun terakhir. Di Afrika
dari 23,6% menjadi 27,6%, di Asia dari 60,9% menjadi 61,6%, sedangkan Amerika
latin dan Karibia naik sedikit dari 66,7% menjadi 67%. Diperkiraan 225 juta
perempuan di negara-negara berkembang ingin menunda atau menghentikan
kesuburan tapi tidak menggunakan metode kontrasepsi apapun dengan alasan
terbatas pilihan metode kontrasepsi dan pengalaman efek samping (WHO, 2019).
Secara Nasional hasil pelayanan KB pada masa pandemi Covid-19 terdapat
penurunan jumlah penggunaan alat kontrasepsi yang mencapai 40% dan hampir
terjadi diseluruh wilayah di Indonesia. Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN) memprediksi baby boom atau ledakan angka
kelahiran berpotensi terjadi selama masa pandemi dan meningkatnya drop out atau
putus kesertaan ber-KB. Hal ini disebabkan dari terhambatnya akses untuk
mendapatkan pelayanan, menunda ke fasilitas kesehatan oleh karena kekhawatiran
tertular Covid-19 dan peningkatan hubungan suami istri tanpa menggunakan alat
kontrasepsi yang memiliki resiko hamil (Widiastuti & Arini, 2021).
BKKBN mencatat bahwa selama pandemi Covid-19, capaian peserta KB baru
mengalami penurunan yang signifikan dari 422.315 pada bulan Maret 2020 menjadi
371.292 dan 388.390 pada bulan April dan Mei 2020. Data dari BKKBN
menunjukkan bahwa peserta KB aktif di Indonesia menurut metode kontrasepsi
modern tahun 2020 yaitu pemakian IUD 7,35%, MOW 2,76%, MOP 0,5%, implan
7,2%, suntik 63,71%, kondom 1,24%, dan pil 17,24%. Kepesertaan KB aktif pada
bulan Maret 2020 terdapat penurunan dibandingkan bulan Februari 2020 di seluruh
Indonesia. KB IUD pada Februari 2020 dari 36.155 turun menjadi 23.383, implan
dari 81.062 menjadi 51.536, suntik dari 524.989 menjadi 341.109, pil 251.619
2

menjadi 146.767, kondom dari 31.502 menjadi 19.583, MOP dari 2.283 menjadi
1.196, dan MOW dari 13.571 menjadi 8.093 (BKKBN, 2021).
Pencapaian peserta KB baru di Provinsi Banten tahun 2020 sebesar 463.200
akseptor (148,65%) dari target Perkiraan Pemerintah Masyarakat (PPM) sebanyak
311.607 peserta KB baru. Cakupan akseptor baru untuk AKDR 27.514 (5,97%),
MOW 2.561 (0,55%), MOP 1.154 (0,25%), Kondom 42.466 (9,17%), Implant
36.513 (7,88%), Suntik 221.386 (47,79%), dan Pil 131.606 (28,41%) (BKKBN
Provinsi Banten, 2021). Data BKKBN Kabupaten Pandeglang menunjukkan
pencapaian peserta KB aktif dari Pasangan Usia Subur (PUS) di Pandeglang
sebanyak 275.495 jiwa yang sudah menjadi peserta KB aktif ada 85.890 jiwa,
dengan rincian pemakaian alat kontrasepsi AKDR 7.974 orang, MOW 656 orang,
MOP 565 orang, kondom 2.346 orang, implant 5.522 orang, suntik 38.948 orang
dan Pil 29.879 orang (BKKBN Kabupaten Pandeglang, 2021).
Berdasarkan data yang diuraikan di atas, penggunaan metode kontrasepsi
jangka panjang (MKJP) salah satunya yaitu Alat Kontrasepsi Dalam Rahim
(AKDR) sangat rendah dibandingkan dengan metode kontrasepsi jangka pendek
seperti KB suntik dan pil. Padahal AKDR atau disebut Intra Uterine Devices (IUD)
merupakan pilihan kontrasepsi yang terbaik jika dibandingkan dengan metode lain.
AKDR memiliki angka kegagalan 0,6-0,8 kehamilan per 100 wanita selama satu
tahun pertama penggunaan dan sangat efektif sampai 10 tahun serta membutuhkan
biaya yang ekonomis. Keuntungan penggunaan AKDR yaitu dapat diterima
masyarakat dengan baik, pemasangan tidak memerlukan teknis medis yang sulit,
kontrol medis yang ringan dan pulihnya kesuburan setelah AKDR dicabut
berlangsung baik (Handayani, 2014).
Rendahnya minat PUS menggunakan metode kontrasepsi AKDR dapat
disebabkan oleh faktor efek samping dari AKDR itu sendiri seperti waktu
menstruasi yang memanjang, perdarahan saat menstruasi, paparan infeksi, perasaan
tidak nyaman, demam, dan kehilangan benang pengikat (Indriani & Martini, 2017).
Selain efek samping, faktor lain yang memungkinkan dapat mempengaruhi PUS
tidak ikut serta dalam memilih AKDR adalah usia, paritas, pendidikan,
pengetahuan, pekerjaan, sosial budaya, jarak ke tempat pelayanan kesehatan,
kepemilikan BPJS, dukungan suami dan dukungan petugas kesehatan (Iswandari et
al., 2017). Pada penelitian ini, peneliti hanya fokus meneliti pada 3 variabel yang
3

memungkinkan dapat mempengaruhi rendahnya minat PUS dalam pemakaian


AKDR yaitu paritas, dukungan suami dan dukungan petugas kesehatan.
Paritas atau jumlah anak mempunyai kaitan erat dengan program KB karena
dengan mengetahui jumlah anak akseptor dapat diketahui pula tercapainya sasaran
program keluarga berencana, selain itu juga berpengaruh terhadap tingkat
kelangsungan penggunaan alat kontrasepsi. AKDR menjadi pilihan kontrasepsi
yang paling tidak menarik untuk seorang wanita yang masih menginginkan
kelahiran seorang anak sehingga menyebabkan rendahnya penggunaan AKDR
(Ostradela & Minarti, 2019). Penelitian Aldriana (2021) menunjukkan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara paritas dengan rendahnya PUS dalam pemilihan
kontrasepsi AKDR.
Dukungan suami dalam KB merupakan bentuk nyata dari kepedulian dan
tanggung jawab para pria. Suami yang merupakan kepala keluarga harus bijak
dalam mengambil keputusan termasuk dalam memberikan saran atau pendapat
dalam memilih kontrasepsi yang akan digunakan oleh istrinya. Kurangnya
dukungan suami yang diberikan akan mempengaruhi kepercayaan diri istri untuk
memilih kontrasepsi yang ingin digunakan (Pinamangun et al., 2018). Penelitian
yang dilakukan Rismawati & Purnamasari (2021) menunjukkan bahwa ada
hubungan antara dukungan suami dengan rendahnya minat PUS dalam pemilihan
MKJP. Diperkuat oleh penelitian Hasibuan et al. (2021) ada hubungan dukungan
suami pada wanita PUS dengan pemilihan alat kontrasepsi IUD.
Peran petugas sebagai sumber informasi kesehatan dapat mempengaruhi
calon akseptor KB dalam memilih metode kontrasepsi. Kurangnya konseling dan
pemberian informasi dari petugas kesehatan yang menyebabkan kurangnya
pengetahuan akseptor KB dalam memilih jenis alat kontrasepsi. Informasi yang
didapat dari petugas kesehatan dalam memberikan konseling atau Komunikasi
Informasi Edukasi (KIE) yang kurang dimengerti oleh calon akseptor KB dapat
membingungkan calon akseptor dan mengakibatkan akseptor lebih cenderung
memilih metode kontrasepsi yang banyak dipakai di masyarakat sekitarnya
(Mi’rajiah et al., 2019). Penelitian Trianingsih et al. (2021) menunjukkan hasil
bahwa ada hubungan antara dukungan petugas kesehatan pada wanita PUS dengan
pemilihan alat kontrasepsi IUD.
4

Berdasakan data yang diperoleh dari Puskesmas Mandalawangi Kabupaten


Pandeglang menunjukan bahwa dalam tiga tahun terakhir periode 2019-2021
jumlah PUS semakin bertambah namun jumlah peserta KB aktif semakin menurun
dengan jumlah pemakaian AKDR sangat rendah dan persentasenya menurun setiap
tahun. Hal ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor seperti paritas yang rendah yang
memungkinkan keinginan PUS untuk menambah anak, kurangnya dukungan dari
suami terkait kontrasepsi serta kurangnya dukungan dari petugas kesehatan
berkaitan dengan konseling KB yang juga diperparah dengan kondisi pandemi
Covid-19 yang memungkinkan akseptor KB enggan untuk berkunjung ke tempat
pelayanan KB.
Rincian data penggunaan kontrasepsi dari Puskesmas Mandalawangi dalam
kurun waktu 3 tahun (2019-2021) yaitu tahun 2019 PUS berjumlah 1.687 orang dan
peserta KB aktif 1.190 orang (70,54%) dengan akseptor KB IUD 17 orang (1,43%),
implant 130 orang (10,92%), pil 113 orang (9,50%), suntik 875 orang (73,53%),
MOW (%), MOP (%), kondom 55 orang (4,62%). Data tahun 2020 menunjukkan
jumlah PUS 1.730 orang dengan peserta KB aktif 1.177 orang (68,03%) dengan
akseptor KB IUD 13 orang (1,10%), implant 138 orang (11,72%), Pil 116 orang
(9,86%), suntik 871 orang (74%), MOW (0%), MOP (0%), kondom 39 orang
(3,31%). Tahun 2021 jumlah PUS sebanyak 1.771 orang peserta KB aktif 1.173
orang (66,23%) dengan akseptor KB IUD 9 orang (0,77%), implant 129 orang
(11%), Pil 116 orang (9,89%), suntik 879 orang (74,94%), MOW (0%), MOP (0%),
kondom 40 orang (3,41%) (Puskesmas Mandalawangi, 2022).
Survey pendahuluan yang dilakukan peneliti terhadap 10 orang PUS di
Puskesmas Mandalawangi dengan melakukan wawancara didapatkan data bahwa 5
orang diantaranya mengatakan mereka tidak tertarik menggunakan kontrasepsi
AKDR dengan alasan takut terhadap efek samping dan takut dengan proses
pemasangannya, lalu 3 orang diantaranya mengatakan selain takut dengan efek
sampingnya mereka juga tidak disarankan oleh suaminya menggunakan AKDR
karena masih ingin menambah anak, selanjutnya 2 orang mengatakan tidak
mengerti dengan alat kontrasepsi AKDR, mereka hanya tahu KB pil dan KB suntik
yang sering diapakai oleh masyarakat sekitarnya. Ketika ditanya alat kontrasepsi
apa yang mereka pilih jika ingin ber-KB, 7 orang diantaranya mengatakan mereka
5

lebih memilih KB suntik atau pil dengan alasan lebih praktis dan murah, lalu 3
orang diantaranya menjawab tidak mau menggunakan alat kontrasepsi apapun.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti merasa penting untuk
melakukan penelitian tentang “Hubungan paritas, dukungan suami dan dukungan
petugas kesehatan dengan pemakaian Alat Kontrasepsi Dalam Rahim pada
Pasangan Usia Subur di Wilayah Kerja Puskesmas Mandalawangi Kabupaten
Pandeglang tahun 2022”.

B. Road Map Penelitian


6

C. Urgensi Penelitian
Cakupan pemakaian AKDR oleh PUS di Puskesmas Mandalawangi dalam
kurun waktu 3 tahun terakhir periode (2019-2021) sangat rendah dan persentasenya
terus menurun dengan rata-rata cakupan setiap tahun hanya mencapai 1,10% dari
akseptor KB aktif. Mengacu pada data tersebut menjadi dasar peneliti ingin
mengangkat topik penelitian terkait dengan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
PUS tidak memilih kontrasepsi AKDR di Wilayah Kerja Puskesmas
Mandalawangi.
Peneliti sudah melakukan riset literature/jurnal terkait yang relevan untuk
menunjang penelitian ini. Pada penelitian terdahulu banyak disebutkan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya minat PUS menggunakan AKDR/IUD
antara lain adalah paritas, kurangnya dukungan suami dan dukungan petugas
kesehatan terkait dengan pemilihan kontrasepsi, sehingga peneliti merasa sangat
perlu mengkaji, menggali, membuktikan dan membandingkan hasil penelitian
terdahulu dengan penelitian saat ini dengan cara meneliti secara langsung dan
mengembangkan penelitian ini menggunakan metode dan konsep penelitian yang
berbeda.

Anda mungkin juga menyukai