Anda di halaman 1dari 89

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah utama yang sedang dihadapi negara-negara yang sedang

berkembang termasuk Indonesia adalah masih tingginya laju pertumbuhan

penduduk dan kurang seimbangnya penyebaran dan struktur umur penduduk.

Keadaan penduduk yang demikian telah mempersulit usaha peningkatan dan

pemerataan kesejahteraan rakyat. Semakin tinggi pertumbuhan penduduk

semakin besar usaha yang diperlukan untuk mempertahankan tingkat tertentu

kesejahteraan rakyat (BKKBN, 2019).

Menurut World Health Organization (WHO) penggunaan kontrasepsi

telah meningkat di banyak bagian dunia, terutama di Asia dan Amerika Latin

dan terendah di Sub-Sahara Afrika. Secara global, pengguna kontrasepsi

modern seperti pil KB, suntik KB, implan/norplant/susuk, AKDR/IUD/spiral,

vasektomi dan tubektomi telah meningkat tidak signifikan dari 54% pada

tahun 1990 menjadi 57,4% pada tahun 2014. Secara regional, proporsi Wanita

Usia Subur (WUS) 15-49 tahun melaporkan penggunaan metode kontrasepsi

modern telah meningkat minimal 6 tahun terakhir. Di Afrika dari 23,6%

menjadi 27,6%, di Asia telah meningkat dari 60,9% menjadi 61,6%,

sedangkan Amerika Latin dan Karibia naik sedikit dari 66,7% menjadi 67,0%.

Diperkirakan 225 juta perempuan di negara-negara berkembang ingin

menunda atau menghentikan kesuburan (WHO, 2014)


2

Pada saat program Keluarga Berencana (KB) resmi dicanangkan, rata-

rata pertumbuhan penduduk Indonesia 2,5 persen per tahun. Sekarang,

pertumbuhan penduduk Indonesia di kisaran 1,25 persen. Tanpa KB,

penduduk Indonesia pada 2020 diperkirakan mencapai lebih dari 400 juta

orang, faktanya Sensus penduduk 2020 mencatat penduduk Indonesia 270,2

juta orang.

Dalam rentang waktu lima tahun terakhir 2016 sampai dengan 2020,

proporsi perempuan menikah yang tidak mengikuti program KB sedikit

meningkat. Hal ini bisa ditelusuri dalam Survei Sosial Ekonomi Nasional

(Susenas). Data Susenas tersebut menunjukkan, pada 2016 sebanyak 29,75

persen dari 48,32 juta perempuan menikah tidak ber-KB atau sekitar 14,38

juta orang. Empat tahun kemudian, jumlahnya meningkat menjadi 31,2 persen

dari 49,25 juta perempuan menikah atau sekitar 15,37 juta perempuan. Namun

masih banyak anggota masyarakat yang tetap tidak mau menerima program itu

dengan berbagai alasan, mulai dari alasan kesehatan hingga masalah

kepercayaan atau agama. (BPS RI, 2019)

Data dari Seksi Kesehatan Keluarga Dinas Kesehatan Provinsi NTB

Tahun 2019 menunjukkan, dari total Pasangan Usia Subur (PUS) di NTB

sebanyak 883.791 PUS yang menggunakan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim

(AKDR) sebanyak 8,78% saja. Sementara dari data tersebut jumlah PUS di

Kabupaten Lombok Timur berjumlah 274.902 PUS terdiri dari pengguna

AKDR 17.908 PUS atau 6,51% dan non AKDR 169.987 PUS atau 61,83%.

Dari jumlah data tersebut dapat diuraikan pengguna AKDR sebanyak 17.908
3

PUS atau 6,51%, MOW 3.223 atau 1,17%, MOP 1.022 atau 0,3%, Kondom

2.272 atau 0,8%, Pil 24.790 atau 9%, Suntik 102.161 atau 37,16% dan Implan

sebanyak 36.569 atau 13,3%. Data diatas menunjukan penggunaan AKDR

relatif masih rendah.

Berbagai hal sudah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan

peminatan AKDR bagi akseptor, antara lain, Kordinasi Dinas Pemberdayaan

Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) dengan

Dinas Kesehatan dalam menyediakan alat-alat dan bahan habis pakai untuk

pelayanan kontrasepsi secara gratis di semua Puskesmas dan jejaring

kesehatan, Kemudian peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) melalui

pelatihan-pelatihan yang dilakukan secara berkala. (DP3AKB Lombok

Timur, 2021)

Namun demikian angka kematian ibu maternal naik menjadi 157 per

100.000 kelahiran ( 43 kasus dari 27.313 kelahiran hidup). Dari 43 kasus

kematian ibu maternal yang dilaporkan sekitar 40% terjadi pada usia lebih dari

35 tahun ke atas. Sedangkan dilihat dari jumlah anak/ paritas sekitar 25 % dari

total kematian. (KEMENKES RI, 2021)

Data ini menunjukkan bahwa Pasangan Usia Subur (PUS) dengan

kategori 4T yaitu terlalu muda melahirkan, terlalu sering melahirkan, terlalu

dekat jarak antar kelahiran, dan terlalu tua melahirkan, masih memberi

kontribusi terhadap angka kematian ibu. Rendahnya minat penggunaan AKDR

bisa menjadi salah satu penyebabnya. Akseptor KB hormonal lebih berisiko

tinggi dari pada akseptor yang menggunakan AKDR, sebagaimana kita


4

kehtahui bersama bahwa AKDR adalah metode kontrasepsi yang paling aman

dan paling sedikit efek sampingnya. (KEMENKES RI, 2021)

Berdasarkan hasil data yang didapat penulis, Di Desa Kerongkong

Kecamatan Suralaga Kabupaten Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara

Barat, jumlah PUS pada tahun 2020 sebanyak 347 PUS dengan cakupan

peserta KB-Aktif sebanyak 227 PUS atau 65,15 %. Dari data tersebut

diketahui bahwa peserta KB aktif yang menggunakan AKDR hanya 31 PUS

atau 8,1%, selebihnya didominasi oleh non AKDR yaitu sebanyak 181 PUS

atau sebesar 79,74 %, terutama kontrasepsi suntik yaitu sebesar 40,5 %. Jika

dilihat dari persentase dan data di atas, penggunaan metode kontrasepsi pada

wanita didominasi oleh alat kontrasepsi hormonal

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada bulan Oktober

2021 terhadap 20 PUS melalui teknik wawancara ditemukan hanya 1 orang

yang menggunakan KB jenis AKDR. Setelah wawancara lebih dalam dapat

diketahui bahwa hanya 5 persen dari akseptor yang memahami keuntungan

dan keefektifan dari AKDR, sedangkan 95 persen sisanya belum memahami

dengan baik. Selain itu ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi

rendahnya minat menggunakana alkon AKDR seperti usia, jumlah anak,

akseptor berpengaruh dalam pemilihan AKDR. Dan juga masih adanya sikap

ibu yang terpengaruh oleh info-info yang kurang mendukung terhadap efek

samping pemakaian AKDR.


5

Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik melakukan

penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya minat

penggunaan kontrasepsi AKDR di Desa Kerongkong wilayah kerja Puskesmas

Kerongkong. Hal ini akan menjadi kekhususan dalam penelitian ini. Pemilihan

Desa Kerongkong Kecamatan Suralaga sebagai fokus penelitian bertujuan

untuk menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya minat

penggunaan AKDR di Desa Kerongkong.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut di atas, penulis membuat rumusan masalah

penelitian sebagai berikut: “Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi

rendahnya minat penggunaan kontrasepsi AKDR di Desa Kerongkong Tahun

2021?”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang

mempengaruhi rendahnya minat penggunaan kontrasepsi AKDR di Desa

Kerongkong Wilayah Kerja Puskesmas Kerongkong Tahun 2021.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi pengaruh faktor usia, jumlah anak, pengetahuan, dan

sikap terhadap efek samping terhadap rendahnya minat penggunaan

kontrasepsi AKDR di Desa Kerongkong Wilayah Kerja Puskesmas

Kerongkong Tahun 2021.


6

b. Mengidentifikasi rendahnya minat penggunaan kontrasepsi AKDR di

Desa Kerongkong Wilayah Kerja Puskesmas Kerongkong Tahun 2021.

c. Menganalisis pengaruh faktor usia, jumlah anak, pengetahuan, dan

sikap terhadap efek samping terhadap rendahnya minat penggunaan

AKDR di Desa Kerongkong Wilayah Kerja Puskesmas Kerongkong

Tahun 2021.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Memperoleh pengalaman dalam melakukan penelitian yang

berhubungan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya minat

penggunaan kontrasepsi AKDR dan mengaplikasikan ilmu yang didapat

tentang penggunaan kontrasepsi.

2. Bagi Puskesmas

Bagi instansi di sini adalah Puskesmas Kerongkong untuk

memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya minat

penggunaan kontrasepsi AKDR.

3. Bagi Dinas Kesehatan

Sebagai masukan positif untuk mengambilan dan menerapkan

kebijakan dalam rangka kegiatan pemberian informasi dan edukasi

pemilihan metode kontrasepsi

4. Bagi Ilmu

Sebagai masukan untuk penelitian selanjutnya.

E. Keaslian Penelitian
7

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

Peneliti Judul Metode Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan


Penelitian
Mita Pemilihan Alat Kuantitatif Dengan hasil uji Variabel Teknik
Meilani Kontrasepsi dengan statistik yang bebas: umur sampling
dalam Rahim metode cross signifikan dan yang
(AKDR) pada sectional menunjukkan pendidikan digunakan
akseptor bahwa ada
Keluarga hubungan antara
Berencana umur ibu, paritas
ibu, pendidikan
ibu dan
pekerjaan
dengan
pemilihan alat
kontrasepsi
dalam rahim
pada akseptor
KB
Betristasia Hubungan Korelasional Hasil penelitian Pengumpulan Variabel
Puspitasar Penggunaan dengan menunjukkan data independen
i AKDR Dengan pendekatan dari 79 menggunakan yaitu
Kejadian Cross responden, 57 kuesioner penggunaan
Efek Samping Sectional responden (72%) AKDR
Pada Akseptor menggunakan
AKDR AKDR > 1 tahun
dan 52
responden (66%)
mengalami efek
samping
pemakaian
AKDR.
Sehingga dapat
disimpulkan
bahwa ada
hubungan antara
penggunaan
AKDR
dengan kejadian
efek samping
pada akseptor
AKDR
8

Eka Mega Hubungan Metode Kejadian Variabel Puskesmas


Sari Pemakaian Alat penelitian Vaginosis bebas: umur Jejaring
Kontrasepsi analitik Bakteri (VB), dan RSUP DR
Dalam Rahim observasional dan Candidiasis pendidikan Sardjito
(AKDR) cross Vulvovagina yaitu
Non Hormonal sectional (CVV), lebih Puskesmas
dengan study banyak dijumpai Jetis.
Kejadian pada pengguna Waktu
Vaginitis AKDR non penelitian
hormonal tetapi dimulai
tidak oleh pada bulan
Trichomonas Juli 2016
Vaginalis (TV).. sampai
dengan
Nopember
2016.
Yulizawati Analisis Faktor Metode Hasil Pengumpulan Lokasi
Yang komparatif perhitungan data penelitian
Berhubungan study dengan regresi logistik menggunakan kecamatan
Dengan rancangan ganda bahwa kuesioner Rengat
Peningkatan cross sikap WUS Kabupaten
Penggunaan sectional akseptor KB Indragiri
Alat survey berhubungan Hulu tahun
Kontrasepsi sangat signifikan 2020
Dalam Rahim (p < 0,001)
(AKDR) terhadap
penggunaan
AKDR.
Sementara
variabel
pengetahuan,
perilaku dan
motivasi tidak
berhubungan (p
= > 0,05).
Annisa Faktor-Faktor Penelitian ini Dengan analisa Variabel Metode
Rahma Yang merupakan statistik bebas : penelitian:
Adhyani Berhubungan penelitian didapatkan pendidikan, Kuantitatif
Dengan observasional bahwa status jumlah anak, deskriptif
Pemilihan analitik ekonomi pendapatan,
Kontrasepsi dengan (p=0,039) dan
Non IUD Pada desain penerimaan Sampel :
Akseptor KB cross informasi wanita usia
Wanita Usia sectional tentang KB 20-39 tahun
20-39 Tahun (p=0,011)
memiliki
hubungan yang
signifikan
terhadap
pemilihan jenis
9

kontrasepsi pada
akseptor wanita
usia 20-39 tahun.
Sedangkan
faktor tingkat
pendidikan
(p=0,722),
tingkat
pengetahuan
(p=0,371),
pengaruh agama
(p=0,266) dan
dukungan suami
(p=0,812) tidak
memiliki
hubungan yang
signifikan
dengan
pemilihan jenis
kontrasepsi pada
akseptor
wanita usia 20-
39 tahun
Radita Faktor-Faktor Penelitian Sebagian besar Sampel : Metode
Kusuma Yang observasional responden Pasangan Penelitian
ningrum Mempengaruhi analitik memilih non Usia
Pemilihan Jenis dengan MKJP sebagai Subur Variabel
Kontrasepsi metode jenis kontrasepsi bebas :
Yang cross- yang .
Digunakan sectional digunakan.
Pasangan Usia Faktor tingkat Variabel
Subur kesejahteraan terikat:
keluarga,
kepemilikan
Jamkesmas,
tingkat
pengetahuan,
dukungan
pasangan, dan
pengaruh agama
tidak memiliki
hubungan yang
bermakna
dengan
pemilihan jenis
kontrasepsi yang
digunakan pada
PUS. Faktor
umur
istri, jumlah
10

anak, dan tingkat


pendidikan
memiliki
hubungan yang
bermakna
dengan
pemilihan jenis
kontrasepsi yang
digunakan pada
PUS dan setelah
dilakukan uji
Binary
logistic diketahui
bahwa umur istri
merupakan
faktor yang
paling
berpengaruh

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah terletak pada

variabel bebas yaitu faktor-faktor yang mepengaruhi rendahnya minat

penggunaan kontrasepsi AKDR, metode penelitian kuantitatif deskriptif

dengan teknik sampling Random Sampling, instrumen penelitian, lokasi

penelitian di Desa Kerongkong Kecamatan Suralaga Kabupaten Lombok

Timur, serta waktu penelitian adalah tahun 2021.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis

1. Pengertian KB

KB adalah merupakan salah satu usaha untuk mencapai

kesejahteraan dengan jalan memberikan nasehat perkawinan, pengobatan

kemandulan dan penjarangan kelahiran (Depkes RI, 1999; 1). KB

merupakan tindakan membantu individu atau pasangan suami istri untuk

menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang

memang diinginkan, mengatur interval di antara kelahiran (Hartanto,

2004). KB adalah proses yang disadari oleh pasangan untuk memutuskan

jumlah dan jarak anak serta waktu kelahiran (Stright, 2004; 78). Tujuan

KB meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak serta mewujudkan keluarga

kecil yang bahagia dan sejahtera melalui pengendalian kelahiran dan

pengendalian pertumbuhan penduduk Indonesia.

Di samping itu KB diharapkan dapat menghasilkan penduduk yang

berkualitas, sumber daya manusia yang bermutu dan meningkatkan

kesejahteraan keluarga. Sasaran dari program KB, meliputi sasaran

langsung, yaitu pasangan usia subur yang bertujuan untuk menurunkan

tingkat kelahiran dengan cara penggunaan kontrasepsi secara

berkelanjutan, dan sasaran tidak langsung yang terdiri dari pelaksana dan

pengelola KB, dengan cara menurunkan tingkat kelahiran melalui


12

pendekatan kebijaksanaan kependudukan terpadu dalam rangka mencapai

keluarga yang berkualitas, keluarga sejahtera (Handayani, 2010; 29)

2. Kontrasepsi

a. Pengertian Kontrasepsi

Kontrasepsi adalah pencegaha terbuahinya sel telur oleh sel

sperma (konsepsi) atau pencegahan menempelnya sel telur yang telah

dibuahi ke dinding rahim (Taufan Nugroho dkk, 2014). Pasangan usia

subur berkisar antara usia 20-45 tahun di mana pasangan (laki-laki dan

perempuan) sudah cukup matang dalam segala hal terlebih organ

reproduksinya sudah berfungsi dengan baik. Ini dibedakan dengan

perempuan usia subur yang berstatus janda atau cerai. Pada masa ini

pasangan usia subur harus dapat menjaga dan memanfaatkan

reprduksinya yaitu menekan angka kelahiran dengan metode keluarga

berencana sehingga jumlah dan interval kehamilan dapat

diperhitungkan untuk meningkatkan kualitas reproduksi dan kualitas

generasi yang akan datang (Manuaba.2015)

b. Macam-macam kontrasepsi

Menurut (Atikah Proverawati, 2010)

1) Kontrasepsi Sederhana

a) Kondom

Kondom merupakan selubung/sarung karet tipis yang

dipasang pada penis sebagai tempat penampungan sperma yang

dikeluarkan pria pada saat senggama sehingga tidak tercurah


13

pada vagina. Cara kerja kondom yaitu mencegah pertemuan

ovum dan sperma atau mencegah spermatozoa mencapai

saluran genital wanita. Sekarang sudah ada jenis kondom untuk

wanita, angka kegagalan dari penggunaan kondom ini 5-21%.

b) Coitus Interuptus

Coitus interuptus atau senggama terputus adalah

menghentikan senggama dengan mencabut penis dari vagina

pada saat suami menjelang ejakulasi. Kelebihan dari cara ini

adalah tidak memerlukan alat/obat sehingga relatif sehat untuk

digunakan wanita dibandingkan dengan metode kontrasepsi

lain, risiko kegagalan dari metode ini cukup tinggi.

c) KB Alami

KB alami berdasarkan pada siklus masa subur dan tidak

masa subur, dasar utamanya yaitu saat terjadinya ovulasi.

Untuk menentukan saat ovulasi ada 3 cara, yaitu : metode

kalender, suhu basal, dan metode lendir serviks.

d) Diafragma

Diafragma merupakan suatu alat yang berfungsi untuk

mencegah sperma mencapai serviks sehingga sperma tidak

memperoleh akses ke saluran alat reproduksi bagian atas

(uterus dan tuba fallopi). Angka kegagalan diafragma 4-8%

kehamilan.
14

e) Spermicida

Spermicida adalah suatu zat atau bahan kimia yang dapat

mematikan dan menghentikan gerak atau melumpuhkan

spermatozoa di dalam vagina, sehingga tidak dapat membuahi

sel telur. Spermicida dapat berbentuk tablet vagina, krim dan

jelly, aerosol (busa/foam), atau tisu KB. Cukup efektif apabila

dipakai dengan kontrasepsi lain seperti kondom dan diafragma.

2) Kontrasepsi Hormonal dan Non Hormonal

a) Pil KB

Suatu cara kontrasepsi untuk wanita yang berbentuk pil

atau tablet yang berisi gabungan hormon estrogen dan

progesteron (Pil Kombinasi) atau hanya terdiri dari hormon

progesteron saja (Mini Pil). Cara kerja pil KB menekan ovulasi

untuk mencegah lepasnya sel telur wanita dari indung telur,

mengentalkan lendir mulut rahim sehingga sperma sukar untuk

masuk kedalam rahim, dan menipiskan lapisan endometrium.

Mini pil dapat dikonsumsi saat menyusui. Efektifitas pil sangat

tinggi, angka kegagalannya berkisar 1-8% untuk pil kombinasi,

dan 3-10% untuk mini pil.

b) Suntik KB

Suntik KB ada dua jenis yaitu, suntik KB 1 bulan

(cyclofem) dan suntik KB 3 bulan (DMPA). Cara kerjanya

sama dengan pil KB. Efek sampingnya dapat terjadi gangguan


15

haid, depresi, keputihan, jerawat, perubahan berat badan,

pemakaian jangka panjang bisa terjadi penurunan libido, dan

densitas tulang.

c) Implant

Implant adalah alat kontrasepsi yang disusupkan dibawah

kulit, biasanya dilengan atas. Cara kerjanya sama dengan pil,

implant mengandung levonogestrel. Keuntungan dari metode

implant ini antara lain tahan sampai 5 tahun, kesuburan akan

kembali segera setelah pengangkatan. Efektifitasnya sangat

tinggi, angka kegagalannya 1-3%.

d) Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) / Intra Uterine Device

(IUD)

Kontrasepsi non-hormonal AKDR atau IUD adalah alat

kontrasepsi yang dimasukkan kedalam rahim yang bentuknya

bermacam-macam, terdiri dari plastik (polyethyline), ada yang

dililit tembaga (Cu), dililit tembaga bercampur perak (Ag) dan

ada pula yang batangnya hanya berisi hormon progesteron.

Cara kerjanya, meninggikan getaran saluran telur sehingga

pada waktu blastokista sampai ke rahim endometrium belum

siap menerima nidasi, menimbulkan reaksi mikro infeksi.

(1) Jenis AKDR

(a) CuT-380A
16

Kecil, kerangka dari plastik yang fleksibel,

berbentuk huruf T diselubungi oleh kawat halus yang

terbuat dari tembaga (Cu).

(b) Lippesloop

Bentuknya disesuaikan dengan bentuk rongga

rahim, dibuat dari batang plastik yang dilenggkungkan

secara bolak-balik.

(c) Multi load 250

Bentuknya seperti kipas dan dililiti logam

tembaga, jenis terbarunya juga mengandung perak (ML

Cu 375). Ada tiga jenis ukuran multiload yaitu standar,

small, dan mini.

(d) Cooper seven (7)

Bentuknya seperti angka 7 dan diteliti logam tembaga.

(e) AKDR lain yang beredar di Indonesia adalah NOVA T

(schering).

Dua jenis AKDR terbaru yang telah disetujui

pemakaianya adalah progesterat, alat yang menyerupai

huruf T terbuat dari plastik permable dan mengandung

progesterone pada batangnya yang harus diganti setiap

tahun, dan tembaga T380 alat dari plastik berbentuk T

yang mengandung tembaga dan dapat bertahan selama

4 tahun (Pillitteri, 2010).


17

(2) Cara Kerja

(a) Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke

tubafalopi.

(b) Mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai

cavumuteri.

(c) AKDR bekerja terutama mencegah sperma dan ovum

bertemu, walaupun AKDR membuat sperma sulit

masuk kedalam alat reproduksi perempuan dan

mengurangi kemampuan sperma untuk fertilisasi.

(d) Memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam

uterus

(3) Keuntungan

(a) Sangat kontraseptif, efektivitasnya tinggi. Sangat efektif

99,2% - 99,4% atau 0,6-0,8 kehamilan / 100 perempuan

dalam setahun pertama (1 kegagalan dalam 125-170

kehamilan).

(b) AKDR dapat efektif segera setelah pemasangan.

(c) Metode jangka panjang (10 tahun proteksi dari CuT-

380A dan tidak perlu diganti).

(d) Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat-

ngingat.

(e) Tidak mempengaruhi hubungan seksual.


18

(f) Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu

takut untuk hamil.

(g) Tidak ada efek samping hormonal dengan Cu

IUD(CuT-380A).

(h) Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI.

(i) Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau setelah

obortus (apabila tidak terjadi infeksi).

(j) Dapat digunakan sampai menopause (1 tahun atau lebih

setelah haid terakhir). Tidak ada interaksi dengan obat-

obatan.

(4) Prioritas pemakaian AKDR

AKDR sangat diprioritaskan penggunaanya pada ibu

dalam masa menjarangkan kehamilan, mengakhiri

kesuburan dan menunda kehamilan, dengan jenis AKDR

CuT-380A.

(5) Kerugian atau Efek Samping

(a) Efek samping yang umum terjadi antara lain : (a)

erubahan siklus haid (umumnya 3 bulan pertama dan

kemudian akan berkurang); (b) Haid lebih lama dan

banyak; (c) Perdarahan dan spotting antar menstruasi;

(d) Saat haid lebih sakit

(b) Komplikasi lain : merasakan sakit dan kejang selama 3-

5 hari setelah pemasangan, perdarahan berat pada waktu


19

haid atau diantaranya, perporasi dinding uterus (sangat

jarang terjadi apabila pemasanganbenar).

(c) Tidak mencegah Infeksi Menular Seksual (IMS)

termasuk HIV/AIDS.

(d) Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS

atau yang sering berganti pasangan.

(e) Penyakit radang panggul (PRP) terjadi sesudah

perempuan dengan IMS memakai AKDR. PRP dapat

memicu infertilitas.

(f) Prosedur medis termasuk pemeriksaan pelvic

diperlukan dalam pemasangan AKDR. Pengguna tidak

dapat melepas AKDR oleh dirinya sendiri.

(g) Mungkin AKDR keluar dari uterus tanpa diketahui.

(h) Perempuan harus memeriksa benang AKDR dari waktu

ke waktu.

(6) Persyaratan pemakaian

Ada beberapa persyaratan penggunaan AKDR yaitu :

(a) Akseptor yang dapat menggunakan kontrasepsi AKDR

adalah : (a) Usia reproduktif; (b) Menginginkan

kontrasepsi jangka panjang; (c) Menyusui yang

menginginkan menggunakan kontrasepsi; (d) Setelah

melahirkan dan tidak menyusui bayi; (e) Setelah

mengalami abortus dan tidak terlihat adanya infeksi; (f)


20

Resiko rendah dari IMS; (g) Tidak menghendaki

metode hormonal; (h) Tidak menyukai untuk

mengingat-ngingat minum pil setiap hari.

(b) AKDR juga dapat dipakai pada ibu dalam segala

kemungkinan/keadaan seperti: (a) Perokok; (b) Pasca

keguguran atau kegagalan kehamilan apabila tidak

terlihat adanya infeksi; (c) Sedang memakai antibiotika

atau antikejang; (d) Gemuk atau kurus; (e) Ibu

menyusui..

(c) Ibu dalam keadaan seperti dibawah ini juga dapat

memakai AKDR yaitu : (a) Penderita tumor jinak

payudara; (b) Penderita kanker payudara; (c) Pusing-

pusing; (d) Sakit kepala; (e) Tekanan darah tinggi; (f)

Varises di tungkai atau vulva; (g) Penderita penyakit

jantung (termasuk penyakit jantung katup dapat diberi

antibiotika sebelum pemasangan AKDR); (h) Pernah

menderita stroke, penderita diabetes; (i) Penderita

penyakit empedu dan hati; (j) Malaria; (k)

Skistosomisis (tanpa anemia); (l) Penyakit tiroid; (m)

Epilepsy; (n) Non pelvik TBC; (o) Setelah kehamilan

ektopik; (p) Setelah pembedahan pelvic.

(Saifuddin,2010)
21

(7) Kontra Indikasi

Saifuddin (2010) mengatakan bahwa ibu yang tidak

boleh menggunakan alat kontrasepsi IUD adalah dengan

keadaan di bawah ini:

(a) Kontra indikasi absolut, antara lain: (a) Kehamilan

ektopik sebelumnya pada ibu nillipara; (b) Abnormal

itasuterus; (c) Inveksi panggul dan vagina setelah

diatasi AKDR dapat dipasang; (d) Kehamilan; (e)

Perdarahan saluran genetalia yang tidak terdiagnosis,

jika penyebabnya telah didiagnosis dan diatasi, AKDR

dapat dipasang; (f) Alergi terhadap komponen yang

terkandung dalam AKDR; (g) Penggantian katup

jantung; (h) karena peningkatan resiko infeksi

HIV/AIDS karena penurunan system kekebalan tubuh

dan; (i) peningkatan resiko infeksi akibat pemasangan

AKDR.

(b) Kontra indikasi relative, seperti: (a) Riwayat infeksi

panggul; (b) Fibroid, endometriosis; (c) Nullipara; (d)

Diabetes; (e) Dysmenorhoe dan atau menorhagie; (f)

Pengobatan dengan menggunakan penisilinamin dapat

mengurangi keefektifan tembaga. (Andrews,2010)


22

(8) Efektifitas AKDR

(a) Efektifitas dari AKDR dinyatakan dalam angka

kontinuitas yaitu berapa lama AKDR tetap tinggal in-

utero tanpa ekspulsi spontan, terjadinya kehamilan dan

pengangkatan atau pengeluaran karena alasan-alasan

medis atau pribadi.

(b) Efektifitas dari bermacam-macam AKDR tergantung

pada ukuran, bentuknya dan mengandung Cu atau

progesterone. Juga tergantung pada akseptornya yaitu

umur, paritas dan frekuensi senggama.

(c) Dari faktor-faktor yamg berhubungan dengan akseptor

yaitu umur dan paritas, diketahui: makin tua usia, makin

rendah angka kehamilan, eskpulsi dan

pengeluaran/pengangkatan AKDR. Makin muda,

terutama pada nulligravida, maka makin tinggi ekspulsi

dan pengangkatan AKDR (Hartanto,2010).

(9) Waktu pemasangan AKDR

Penggunaan AKDR sebaiknya dilakukan pada saat

(Saifuddin,2010) :

(d) Setiap waktu dalam siklus haid, yang dapat dipastikan

klien tidak hamil.

(e) Hari pertama sampai ke-7 siklus haid


23

(f) Segera setelah melahirkan, selama 48 jam pertama atau

setelah 4 minggu pascapersalinan

(g) Setelah terjadinya keguguran (segera atau dalam waktu

hari) apabila tidak ada gejalainfeksi.

(h) 1-5 hari setelah senggama yang tidakdilindungi.

3) Metoda Kontrasepsi Mantap (Kontap)

a) Tubektomi

Suatu kontrasepsi permanen untuk mencegah keluarnya

ovum dengan cara mengikat atau memotong pada kedua

saluran tuba fallopi (pembawa sel telur ke rahim),

efektivitasnya mencapai 99 %.

b) Vasektomi

Vasektomi merupakan operasi kecil yang dilakukan untuk

menghalangi keluarnya sperma dengan cara mengikat dan

memotong saluran mani (vas defferent) sehingga sel sperma

tidak keluar pada saat senggama, efektifitasnya 99%. (Suratun,

2008)

3. Rendahnya Minat PUS Dalam Pemilihan AKDR

a. Pengertian

Rendahnya minat PUS dalam pemilihan AKDR merupakan

tingkat motivasi PUS yang rendah untuk memilih AKDR sebagai alat

kontrasepsi yang disebabkan oleh faktor-faktor tertentu.


24

Minat lebih tetap (persisten) karena minat memuaskan

kebutuhan yang penting dalam kehidupan seseorang. Semakin kuat

kebutuhan ini, semakin kuat dan bertahan pada minat tersebut.

Semakin sering minat di ekspresikan dalam kegiatan, semakin kuatlah

minat tersebut. Minat akan padam apabila tidak disalurkan (Hurlock,

2012).

Minat adalah suatu fungsi jiwa untuk dapat mencapai sesuatu.

Minat merupakan kekuatan dari dalam dan tampak dari luar sebagai

gerak gerik dalam menjalankan fungsinya. Minat berhubungan erat

dengan pikiran dan perasaan (Purwanto, 2010).

b. Proses Minat

Menurut Purwanto (2010) proses minat terdiri dari:

1) Motif yaitu alasan, dasar dan pendorong

2) Motif perjuangan, dimana sebelum mengambil keputusan di dalam

batin terdapat beberapa motif yang bersifat luhur rendah serta

harus dipilih.

3) Keputusan yaitu pemilihan motif-motif yang ada dan

meninggalkan kemungkinan yang lain, sebab tidak mungkin

seseorang memiliki keinginan yang bermacam-macam pada waktu

yang sama.

4) Bertindak sesuai dengan keputusan yangdiambil


25

c. Aspek Minat

Menurut Hurlock (2012) minat mempunyai dua aspek,yaitu:

1) Aspek kognitif

Konsep yang membangun aspek kognitif minat didasarkan

pada pengalaman pribadi dan apa yang dipelajari di rumah, di

masyarakat serta dari berbagai media massa. Aspek kognitif minat

berupa keuntungan dan kepuasan pribadi yang dapat diperoleh dari

minat itu.

2) Aspek afektif

Aspek afektif atau bobot emosional konsep yang membangun

aspek kognitif minat dapat dinyatakan dalam sikap terhadap

kegiatan yang ditimbulkan oleh minat tersebut. Aspek afektif

berkembang dari pengalaman pribadi dan sikap orang yang penting

terhadap kegiatan yang berkaitan dengan minat tersebut serta dari

sikap yang dinyatakan dari berbagai media massa terhadap

kegiatan itu.

Menurut (Hurlock, 2012) aspek afektif lebih penting dari pada

aspek kognitif karena ada dua alasan, yaitu :

1) Aspek afektif mempunyai peran lebih besar dalam memotivasi

tindakan dari pada aspek kognitif. Bobot emosional positif dari

minat memperkuat minat dalam tindakan begitu pulasebaliknya.

2) Aspek afektif minat yang sudah terbentuk akan lebih tahan

terhadap perubahan dibandingkan dengan aspekkognitif.


26

Untuk mengubah aspek afektif minat sangat sulit. Oleh sebab

itu, pengaruh minat pada perilaku dan pada penyesuaian pribadi

dan sosial dalam perkembangan minat, harus lebih banyak

diberikan pada pengembangan bobot emosional positif dari pada

aspek kognitifnya (Hurlock, 2012).

d. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Minat

Menurut Totok (dalam Ahmad, 2007) terdapat beberapa faktor-

faktor yang dapat mempengaruhi tumbuh kembangnya minat, antara

lain :

1) Motivasi dan cita-cita

Adanya cita-cita dan dukungan motivasi yang kuat dari diri

seseorang, maka dapat membesarkan minat orang itu terhadap

suatu obyeknya. Apabila cita-cita dan motivasi tidak ada, maka

minat sulit ditumbuhkan.

2) Sikap terhadap suatuobyek

Sikap senang terhadap obyek, dapat membesarkan minat

seseorang terhadap obyek tersebut. Apabila sikap tidak senang

terhadap obyek, maka akan memperkecil minat seseorang terhadap

obyek tersebut.

3) Keluarga

Dukungan dari keluarga yaitu suami dan orang tua serta

keadaan sosial ekonomi dan pendidikan dapat mempengaruhi

minat seseorang terhadap obyek tertentu.


27

4) Fasilitas

Tersedianya fasilitas yang mendukung yaitu fasilitas

kesehatan, sarana prasarana maka akan memperbesar minat

seseorang terhadap obyek tertentu.

5) Teman pergaulan

Teman pergaulan yang mendukung, maka teman dapat

meningkatkan minat seseorang. Apabila teman pergaulan tidak

mendukung, maka akan menurunkan minat seseorang.

e. Pengukuran Minat

Menurut Nurkancana dan Sumartana terdapat beberapa metode

pengukuran minat yaitu:

1) Observasi

Minat dengan metode observasi mempunyai keuntungan

karena dapat mengamati dalam kondisi yang wajar, tidak dibuat-

buat. Observasi dapat dilakukan dalam setiap situasi dan

pencatatan hasil observasi dapat dilakukan selama observasi

berlangsung.

2) Interview

Pelaksanaan interview biasanya lebih baik dilakukan dalam

situasi yang tidak formal, sehingga percakapan akan lebih dapat

berlangsung bebas.
28

3) Angket atau kuesioner

Angket atau kuesioner jauh lebih efisien dalam penggunaan

waktu. Isi pertanyaan dalam kuesioner pada prinsipnya tidak jauh

berbeda dengan pertanyaan dengan menggunakan metode

interview.

4) Inventori

Inventori adalah suatu metode untuk mengadakan

pengukuran sejenis kuesioner. Perbedaannya dalam kuesioner

responden menulis jawaban yang relatif panjang, sedangkan

inventori responden memberi jawaban dengan memberi tanda cek,

lingkaran atau tanda yang lain yang berupa jawaban-jawaban

singkat.

Metode pengukuran minat dalam penelitian ini menggunakan

metode interview dan angket atau kuesioner, karena metode ini

sangat efektif dan efisien dalam penggunaan waktu.

4. Umur

Umur merupakan faktor intrinsik sesorang dalam pengambilan

keputusan untuk menentukan alat kontrasepsi yang akan digunakan. Umur

20 - 35 merupakan umur yang tidak beresiko karena masa ini merupakan

masa dimana organ, fungsi reproduksi dan sistem hormonal seorang

wanita cukup matang untuk mempunyai anak (Dewi dan Notobroto,

2014). Semakin tua usia seseorang maka pemilihan alat kontrasepsi ke


29

arah alat yang mempunyai efektivitas lebih tinggi yakni metode

kontrasepsi jangka panjang. (BKKBN, 2013)

(Siswosudharmo, 2009). Dalam perspektif demografi, rentang usia

seseorang untuk berproduksi adalah 15 - 49 tahun. Setelah melewati usia

tersebut maka secara fisiologis akan terjadi penurunan fungsi organ tubuh

secara perlahan-lahan sampai lanjut usia. Umur ibu yang kurang dari 20

tahun dianjurkan untuk menunda kehamilan dengan memakai pil, umur 20

- 30 tahun merupakan usia ideal yang paling aman untuk hamil dan

melahirkan, pada tahap ini dianjurkan agar pasangan usia subur yang

mempunyai satu anak untuk memakai cara yang efektif baik hormonal

maupun non hormonal, dan usia diatas 30 tahun mempunyai resiko

kehamilan dan persalinan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kurun

waktu reproduksi muda, sehingga dianjurkan untuk memakai alat

kontrasepsi yang efektif seperti kontap, implan dan AKDR.

Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan Nasution (2011)

mengatakan bahwa, perempuan yang berusia lebih tua cenderung empat

kali mempunyai peluang menggunakan AKDR dibandingkan dengan

perempuan yang lebih muda dan perempuan PUS yang berusia kurang dari

30 tahun dominan menggunakan Non MKJP (Metode Kontrasepsi Jangka

Panjang) seperti kondom, pil KB, dan suntik. Sedangkan Perempuan PUS

yang berusia lebih dari 30 tahun dominan menggunakan MKJP, seperti

implant, kontap, dan AKDR.


30

5. Jumlah Anak (Paritas)

a. Pengertian

Jumlah anak atau paritas adalah keadaan melahirkan anak baik

hidup ataupun mati, tetapi bukan aborsi, tanpa melihat jumlah

anaknya. Dengan demikian, kelahiran kembar hanya dihitung sebagai

satu kali paritas (Stedman, 2003).

Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dipunyai oleh

seorang perempuan (BKKBN, 2006).

Paritas adalah jumlah kehamilan yang menghasilkan janin yang

mampu hidup di luar rahim (28 minggu) (JHPIEGO,2008).

Jumlah paritas merupakan salah satu komponen dari status paritas

yang sering dituliskan dengan notasi G-P-Ab, dimana G menyatakan

jumlah kehamilan (gestasi), P menyatakan jumlah paritas, dan Ab

menyatakan jumlah abortus. Sebagai contoh, seorang perempuan

dengan status paritas G3P1Ab1, berarti perempuan tersebut telah

pernah mengandung sebanyak dua kali, dengan satu kali paritas dan

satu kali abortus, dan saat ini tengah mengandung untuk yang ketiga

kalinya (Stedman, 2003).

b. Klasifikasi Jumlah Paritas

Berdasarkan jumlahnya, maka paritas seorang perempuan dapat

dibedakan menjadi:
31

1) Nullipara

Nullipara adalah perempuan yang belum pernah melahirkan

anak sama sekali (Manuaba, 2009).

2) Primipara

Primipara adalah perempuan yang telah melahirkan seorang

anak, yang cukup besar untuk hidup di dunia luar (Verney, 2006).

Primipara adalah perempuan yang telah pernah melahirkan

sebanyak satu kali (Manuaba, 2009).

3) Multipara

Multipara adalah perempuan yang telah melahirkan seorang

anak lebih dari satu kali (Prawirohardjo, 2005) Multipara adalah

perempuan yang telah melahirkan dua hingga empat kali

(Manuaba, 2009)

4) Grandemultipara

Grandemultipara adalah perempuan yang telah melahirkan 5

orang anak atau lebih dan biasanya mengalami penyulit dalam

kehamilan dan persalinan (Manuaba, 2009)

Grandemultipara adalah perempuan yang telah melahirkan

lebih dari lima kali (Verney, 2006)

Grandemultipara adalah perempuan yang telah melahirkan

bayi 6 kali atau lebih, hidup atau mati (Rustam, 2005).


32

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi paritas menurut Friedman

adalah

1) Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang

terhadap perkembangan orang lain menuju ke arah suatu cita-cita

tertentu. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka makin

mudah dalam memperoleh menerima informasi, sehingga

kemampuan ibu dalam berpikir lebih rasional. Ibu yang

mempunyai pendidikan tinggi akan lebih berpikir rasional bahwa

jumlah anak yang ideal adalah 2 orang.

2) Pekerjaan

Pekerjaan adalah serangkaian tugas atau kegiatan yang harus

dilaksanakan oleh seseorang sesuai dengan jabatan atau profesi

masing-masing. Beberapa segi positif menurut (Jacinta F.

Rini,2002) adalah mendukung ekonomi rumah tangga. Pekerjaan

jembatan untuk memperoleh uang dalam rangka memenuhi

kebutuhan hidup dan untuk mendapatkan kualitas hidup yang baik

untuk keluarga dalam hal gizi, pendidikan, tempat tinggal,

sandang, liburan dan hiburan serta fasilitas pelayanan kesehatan

yang diinginkan. Banyak anggapan bahwa status pekerjaan

seseorang yang tinggi, maka boleh mempunyai anak banyak karena

mampu dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-sehari.


33

3) Keadaan ekonomi

Kondisi ekonomi keluarga yang tinggi mendorong ibu untuk

mempunyai anak lebih karena keluarga merasa mampu dalam

memenuhi kebutuhan hidup.

4) Latar Belakang Budaya

Cultur universal adalah unsur-unsur kebudayaan yang bersifat

universal, semua kebudayaan di dunia, seperti pengetahuan bahasa

dan khasanah dasar, cara pergaulan sosial, adat-istiadat, penilaian-

penilaian umum. Tanpa disadari, kebudayaan telah menanamkan

garis pengaruh sikap terhadap berbagai masalah.

Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya,

karena kebudayaan pulalah yang memberi corak pengalaman

individu-individu yang menjadi anggota kelompok masyarakat

asuhannya. Hanya kepercayaan individu yang telah mapan dan

kuatlah yang dapat memudarkan dominasi kebudayaan dalam

pembentukan sikap individual.

Latar belakang budaya yang mempengaruhi paritas antara lain

adanya anggapan bahwa semakin banyak jumlah anak, maka

semakin banyak rejeki.

5) Pengetahuan

Pengetahuan merupakan domain dari perilaku. Semakin tinggi

tingkat pengetahuan seseorang, maka perilaku akan lebih bersifat

langgeng. Dengan kata lain ibu yang tahu dan paham tentang
34

jumlah anak yang ideal, maka ibu akan berperilaku sesuai dengan

apa yang ia ketahui (Friedman, 2005).

6. Pengetahuan tentang AKDR

a. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu

seseorangterhadap suatu objek melalui indra yang dimilikinya

sehingga menghasilkan pengetahuan (Notoatmodjo, 2014).

Pengetahuan AKDR adalah hal yang diketahui oleh orang atau

responden terkait dengan alat kontrasepsi dalam hal ini AKDR.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting

dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour). Tingkat

pengetahuan di dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan

(Notoatmodjo, 2014), yaitu:

(1) Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini

adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan

seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

Oleh sebab itu, tahu merupakan tingkatan pengetahuan yang paling

rendah.

(2) Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui, dan dapat


35

mengintrepretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah

paham terhadap obyek atas materi dapat menjelaskan,

menyebutkan contoh, menyimpulkan, dan sebagainya terhadap

obyek yang dipelajari

(3) Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi rsebenarnya.

Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau pengguanaan

hukum-hukum, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks

atau yang lain.

(4) Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi

atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di

dalam suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama

lain.

(5) Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk

meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu

bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah

suatu bentuk kemampuan menyusun formulasi baru dari formulasi-

formulasi yang baru.


36

(6) Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untu melakukan

justfikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

Penilaian-penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang

ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah

ada. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan

menggunakan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi

materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden.

b. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut

Budiman danRiyanto (2013) yaitu (1) pendidikan, semakin tinggi

pendidikan seseorang makasemakin capat menerima dan memahami

suatu informasi sehingga pengetahuanyang dimiliki juga semakin

tinggi; (2) Informasi atau media massa, informasi mempengaruhi

pengetahuan seseorang jika sering mendapatkan informasi tentang

suatu pembelajaran maka akan menambah pengetahuan dan

wawasannya, sedangkan seseorang yang tidak sering menerima

informasi tidak akan menambah pengetahuan dan wawasannya; (3)

sosial, budaya dan ekonomi, seseorang yang mempunyai sosial budaya

yang baik maka pengetahuannya akan baik tapi jika sosial budayanya

kurang baik maka pengetahuannya akan kurang baik; (4) lingkungan,

lingkungan mempengaruhi proses masuknya pengetahuan kedalam

individu karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan
37

direspon sebagai pengetahuan oleh individu. Lingkungan yang baik

akan pengetahuan yang didapatkan akan baik tapi jikalingkungan

kurang baik maka pengetahuan yang didapat juga akan kurang baik;

(5) pengalaman, pengalaman bagaimana cara menyelesaikan

permasalahan daripengalaman sebelumnya yang telah dialami

sehingga pengalaman yang didapat bisa dijadikan sebagai pengetahuan

apabila medapatkan masalah yang sama; (6) usia, semakin

bertambahnya usia maka akan semakin berkembang pula daya tangkap

dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang diperoleh juga akan

semakin membaik dan bertambah.

c. Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara

aatau angket yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur

dari subjek ataupun responden kedalam pengetahuan yang ingin diukur

dan disesuaikan dengan tingkatannya. (Arikunto,2018). Lebih lanjut

pengukuran tingkat pengetahuan dapat dikategorikanmenjadi 3 yaitu

Pengetahuan baik jika responden menjawab 76 - 100% dengan benar

dari total pertanyaan. Pengetahuan cukup jika responden menjawab 56

- 75% dengan benar dari total pertanyaan. Pengetahuan kurang bila

responden menjawab < 56% dari total jawaban pertanyaan


38

B. Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel Terikat

Faktor yang mempengaruhi Rendahnya minat


rendahnya penggunaaan penggunaan AKDR
AKDR:
Usia
Jumlah Anak
Pengetahuan
Sikap terhadap efek Metode Kontrasepsi
samping penggunaan AKDR Implan
Sosial ekonomi MOW/ MOP
Pendapatan AKDR
Dukungan suami Suntikan
Pil
Kondom

Keterangan :

Diteliti
Tidak diteliti
Arah penelitian

Skema 2.1. Kerangka Konsep Faktor Yang Mempengaruhi Rendahnya Minat


Penggunaan AKDR
39

C. Hipotesis

Sugiyono menjelaskan bahwa hipotesis merupakan jawaban yang

sifatnya sementara terhadap rumusan masalah penelitian, yang mana rumusan

masalah tersebut sudah dinyatakan dalam bentuk pertanyaan. Hipotesis

disebut sementara karena jawaban yang diberikan baru berdasarkan pada teori.

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah da pengaruh faktor umur,

jumlah anak, pengetahuan dan sikap terhadap rendahnya minat penggunaan

kontrasepsi AKDR di Desa Kerongkong Wilayah Kerja Puseksmas

Kerongkong.
40

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Dan Desain Penelitian

1. Jenis Penelitian

Pada penelitian ini Penulis menggunakan metode Penelitian

Kuantitatif Deskriptif. Metode penelitian merupakan prosedur atau cara

ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan tertentu.

Menurut (Resseffendi 2010) mengatakan bahwa, “penelitian

deskriptif adalah penelitian yang menggunakan observasi, wawancara atau

angket mengenai keadaan sekarang ini, mengenai subjek yang sedang kita

teliti. Melalui angket dan sebagainya kita mengumpulkan data untuk

menguji hipotensis atau menjawab suatu pertanyaan. Melalui penelitian

deskriptif ini peneliti akan memaparkan yang sebenarnya terjadi mengenai

keadaan sekarang ini yang sedang diteliti.

Sugiyono (2017) mengatakan bahwa, metode penelitian pada

dasarnya merupakan ciri-ciri ilmiah untuk mendapatkan data dengan

tujuan dan kegunaan tertentu. Metode yang digunakan dalam pendekatan

kuantitatif . Untuk pendekatan penelitian dalam skripsi ini menggunakan

pendekatan penelitian kuantitatif, seperti yang dikemukakan (Sugiyono

2017) bahwa metode penelitian kuantitatif diartikan sebagai metode

penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk

meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data

menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat


41

kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk mengaju hipotensis yang telah

ditetapkan. Pendekatan kuantitatif ini digunakan oleh peneliti untuk

mengukur tingkat keberhasilan dalam faktor yang mempengaruhi

rendahnya minat alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) di Desa

Kerongkong yang merupakan wilayah kerja Puskesmas Kerongkong tahun

2020-2021.

2. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis

survey. Menurut Nana Syaodih (Dalam Saepulloh, Asep, & Bahrudin

2012:6) mengatakan bahwa survey digunakan untuk mengetahui gambaran

umum dari karakteristik populasi. Dalam penelitian ini penulis melakukan

survei dengan menggunakan penelitian kuantitatif deskriptif dengan teknik

sampling random sampling.

B. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling

1. Populasi

Menurut (Sugiyono 2018) Populasi adalah wilayah generasi yang

terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik

tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian

ditarik kesimpulannya.

Populasi dalam penelitian ini adalah wanita usia subur dari

Pasangan Usia Subur di Desa Kerongkong di wilayah kerja Puskesmas

Kerongkong yang berjumlah 227.


42

2. Sampel

Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 69 PUS yang dihitung

berdasarkan rumus Slovin (dalam Riduwan, 2005) adalah:

n = N/N(d)2 + 1

n = jumlah sampel

N = jumlah populasi

d = nilai presisi 90% atau sig = 10% (dalam Riduwan, 2005:65).

227 227 227


n= = = = 69,14 ≈ 69
( 227 x 0,01 ) +1
2
( 2,27 ) +1 3,27

3. Teknik Sampling

Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah random

sampling. Menurut Kerlinger (2006), simple random sampling adalah

metode penarikan dari sebuah populasi atau semesta dengan cara tertentu

sehingga setiap anggota populasi atau semesta tadi memiliki peluang yang

sama untuk terpilih atau terambil.

C. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan pada bulan 2 s/d 5 Maret 2022.

2. Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan di Desa Kerongkong wilayah kerja

Puskesmas Kerongkong.
43

D. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua kategori yaitu

variabel terikat (dependent variable), variabel bebas (independent variable)

(Notoatmodjo, 2015).

1. Variabel Terikat (Dependent Variable)

Variabel Terikat (dependent variable) adalah variabel yang

dipengaruhi atau menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Pada

penelitian ini variabel terikatnya adalah rendahnya minat penggunaan

AKDR.

2. Variabel Bebas (Independent Variable)

Variabel Bebas (independent variable) adalah variabel yang

mempengaruhi atau menjadi sebab timbulnya atau berubahnya variabel

terikat. Variabel bebas yang akan diteliti adalah usia, jumlah anak

(paritas), pengetahuan, dan sikap terhadap efek samping AKDR.

E. Definisi Operasional Penelitian


Tabel 3.1. Operasional Penelitian
Variabel Definisi Parameter / Alat Hasil Skala
Operasional Indikator Ukur Ukur Data
Usia Lama hidup PUS 20-35 Quisioner a. Berisiko Nominal
akseptor KB tahun jika <
dihitung dari 20 tahun
tanggal lahir atau
sampai >35
dengan tanggal tahun
pertama kali b. Tidak
penggunaan berisiko
metode ; jika
kontrasepsi yang 20-35
saat ini sedang tahun
44

digunakan
45

Jumlah Anak Total anak yang Jumlah anak Quisioner a. > 2 Nominal
masih hidup 2 maksimal b. ≤ 2
sampai pada saat
responden
Mulai
menggunakan
kontrasepsi
AKDR
Pengetahuan merupakan Pemahaman Quisioner a. Baik (bila Ordinal
AKDR domain yang akan AKDR responden
penting dalam menjawab
terbentuknya 76-100%)
perilaku terbuka b. Cukup
terhadap (bila
kontrasepsi responden
AKDR menjawab
56-75%)
c. Kurang
(bila
responden
menjawab
kurang dari
56%)
Sikap Pandangan/ cara Ada efek Quisioner a. Negatif : Nominal
terhadap berfikir seseorang samping dan Jika
efek tentang sesuatu tidak ada memiliki
samping hal yang efek persepsi
menurutnya benar samping yang tidak
terhadap efek baik,
samping terdapat
kontrasepsi efek
AKDR samping.
b. Positif :
Jika
memiliki
persepsi
yang baik,
tidak
memiliki
masalah
dengan
efek
samping
AKDR.
46

F. Instrumen Penelitian dan Metode Pengumpulan Data

1. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan

peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaan lebih mudah dan

hasilnya lebih baik, sehingga mudah diolah (Saryono, 2014). Pada

penelitian ini peneliti akan melakukan pengambilan data akseptor KB di

wilayah kerja Puskesmas Kerongkong Kecamatan Suralaga Kabupaten

Lombok Timur.

2. Metode Pengumpulan Data

Menurut (Riduwan, 2012) metode pengumpulan data adalah teknik

atau cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk pengumpulan

data. Untuk memperoleh data yang diperhatikan maka penulis

menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :

a. Angket (Questionnaire)

Menurut (Sugiyono, 2018:124) angket merupakan pengumpulan

data yang dilakukan dengan cara memberi kesepakatan pertanyaan

tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Angket ini merupakan

teknik pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu dengan pasti

variabel yang akan diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan dari

responden.
47

b. Wawancara

Menurut (Sugiyono, 2018:137-138) wawancara adalah suatu

percakapan antara dua orang atau lebih dan berlangsung antara

narasumber dan pewawancara.

Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila

ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan

yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal

dari responden yang akan lebih mendalam dan jumlah respondennya

sedikit/kecil.

c. Dokumentasi

Dokumentasi menurut (Sugiyono, 2018) dokumentasi adalah

untuk memperoleh data langsung dari tempat penelitian, meliputi

buku-buku yang relevan, peraturan-peraturan, laporan kegiatan, foto-

foto, film dokumenter, data yang relevan penelitian. Dokumentasi juga

dilakukan dalam penelitian untuk mengambil gambar responden pada

saat penelitian.Prosedur pengumpulan data yang dilakukan peneliti

adalah sebagai berikut:

d. Data yang dikumpulkan.

1) Data Primer

Adalah data yang dikumpulkan oleh peneliti sendiri yang diukur

dengan kuesioner yang diisi oleh peneliti yang meliputi antara lain:

a) Umur

b) Pengetahuan
48

c) Sikap terhadap efek samping AKDR

d) Jumlah anak

e) Pendidikan

2) Data sekunder

Adalah data yang dikumpulkan oleh instansi atau badan yang

terkait atau yang tidak dikumpulkan oleh peneliti sendiri, dan

digunakan oleh peneliti dalam melengkapi dan melaksanakan

penelitian.

G. Analisis Data

1. Pengolahan Data

Pengolahan data hasil penelitian dilakukan melalui tahapan sebagai

berikut:

a. Editing yaitu tindakan pengecekan data yang telah diperoleh untuk

menghindari kekeliruan kemudian mengalokasikan data – data tersebut

dalam bentuk kategori-kategori yang telah ditentukan.

b. Coding yaitu kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data

berbentuk angka. Misalnya variabel sikap terhadap efek samping

penggunaan AKDR dilakukan coding a = negatif, b = positif.

Pemberian kode sangat diperlukan terutama dalam rangka pengelolaan

data – data secara manual menggunakan kalkulator maupun dengan

komputer. Dengan data sudah diubah dalam bentuk angka-angka,

maka peneliti akan lebih mudah mentransfer kedalam komputer dan


49

mencari program perangkat lunak yang sesuai dengan data untuk

digunakan sebagai sarana analisa.

c. Tabulating yaitu hasil pengelompokan data kemudian ditampilkan

secara deskriptif dalam bentuk tabel sebagai bahan informasi.

d. Entry data

Tahapan ini bertujuan mengolah data yang didapat agar dapat ditarik

kesimpulan yang akan menjawab tujuan penelitian (Nursalam, 2015).

2. Analisis data yang akan digunakan adalah analisis univariat dan analisis

bivariat.

a. Analisis Univariat

Analisis ini digunakan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

angka/nilai karakteristik responden, gambaran responden memilih

kontrasepsi AKDR. Dengan perhitungan rumus, penentuan besarnya

presentase sebagai berikut (Budiarto, 2001).

f
X = x 100%
n

X = Hasil prosentase

f = Frekuensi hasil pencapaian

n = Total seluruh observasi

b. Analisis Bivariat

Analisis ini digunakan untuk menguji hipotesis yang telah

ditetapkan yaitu mempelajari hubungan antar variabel dengan

menggunakan “Uji Spearman Rank”. Kemudian dimasukkan dalam


50

tabel kontingensi 2 x 2. Setelah itu mencari nilai fekuensi harapan

(ekspektasi).

Hasil nilai ekspektasi dimasukkan dalam rumus untuk

menghitung X² hitung, sebagai berikut:

Ʃ(0−E) ²
X ²=
E

Dimana X² : X² hitung : Frekuensi yang diobservasi

E : Frekuensi yang diharapkan

Dari hasil perhitungan akan didapatkan X² hitung. Setelah itu X²

hitung dibandingkan dengan daerah kritis penolakan : dk = 1 untuk

tabel kontingensi 2 x 2 dengan level signifikansi 95 % yaitu 3,841.

1) Apabila X² hitung ≥3,841atau p-value ≤ 0,05 maka hasil

signifikansi Ha diterima dan Ho ditolak, berarti ada hubungan

antara variabel bebas dengan variabel terikat.

2) Apabila X² hitung <3,841atau p-value > 0,05 maka hasil

signifikansi Ha ditolak dan Ho diterima, berarti tidak ada hubungan

antara variabel bebas dengan variabel terikat.

H. Etika Penelitian

1. Etika

Etika diartikan “sebagai ilmu yang mempelajari kebaikan dan

keburukan dalam hidupmanusia khususnya perbuatan manusia yang

didorong oleh kehandak dengan didasari pikiran yang jernih dengan

pertimbangan perasaan”.
51

Etik ialah suatu cabang ilmu filsafat. Secara sederhana dapat

dikatakan bahwa etik adalah disiplin yang mempelajari tentang baik atau

buruk sikap tindakan manusia.

Etika merupakan bagian filosofis yang berhubungan erat dengan

nilai manusia dalam menghargai suatu tindakan, apakah benar atau salah,

dan penyelesaiannya baik atau tidak (Jones, 1994)

Menurut kode etik bidan internasional adalah bahwa bidan

seharusnya meningkatkan pengetahuannya melalui berbagai proses seperti

dari pengalaman pelayanan kebidanan dan dari riset kebidanan. Bidan

wajib mendukung penelitian yang bertujuan memajukan ilmu pengetahuan

kebidanan. Bidan harus siap untuk mengadakan penelitian dan siap untuk

memberikan pelayanan berdasarkan hasil penelitian. Pada dasarnya

penelitian bertujuan untuk :

a. Memajukan ilmu pengetahuan dalam kaitan untuk meningkatkan

pelayanan.

b. Kemajuan dalam bidang penelitian itu sendiri.

Menurut Helsinski prinsip dasar penelitian yang mengambil objek manusia

harus memenuhi ketentuan :

a. Bermanfaat bagi umat manusia

b. Harus sesuai dengan prinsip ilmiah dan harus didasarkan pengetahuan

yang cukup dari dukungan kepustakaan ilmiah.

c. Tidak membahayakan objek

d. Tidak merugikan atau menjadikan beban baik waktu


52

e. Harus selalu dibandingkan rasio untung , rugi resiko.

2. Syarat Penelitian kebidanan

a. Suka rela/ voluntary

Tidak ada unsur paksaan atau tekanan secara langsung maupun tidak

langsung atau adanya unsur ingin menyenangkan atau adanya

ketergantungan dan diperlukan informed consent.

b. Informed Consent Penelitian

Setiap profesi perlu mengatur anggotanya, bahwa dalam mengadakan

penelitian, penelitian wajib menjelaskan sejelas-jelasnya kepada objek

penelitian.selain itu penelitian perlu diyakinkan bahwa informasi yang

diberikan sudah adekuat,juga perlu adanya pemahaman yang adekuat

dari objek penelitian

c. Kerahasiaan

Tidak boleh membuka identitas objek penelitian baik individu,

kelmpok, maupun institusi . Adanya jaminan kerahasiaan dari

responden dapat memberikan rasa aman dan akan meningkatkan

keabsahan data yang diberikan.

d. Privacy

Penelitian seharusnya tidak mengganggu keleluasaan diri atau privacy

dalamhalrasa hormat dan harga diri, aspek sosial budaya dan tidak

mengganggu ketenangan hidup dan keleluasaan diri atau gerak, hal ni

juga berkaitan dengan kerahasiaan dan masalah pribadi.


53

e. Kelompok rawan

Kelompok rawan meliputi: wanita hamil, bayi, anakbalita, usia lanjut,

orang sakit berat, orang sakit mental, orang cacat yang tidak kompeten

dalam mengambil keputusan,termasuk juga kelompok minoritas dalam

suatu masyarakat.untuk penelitian pada kelompok tersebut masalah

etika perlu benar-benar diperhatikan agar tidak melanggar hak objek

penelitian atau terjadi eksploitasi dan eksperimen yang melanggar

kode etik penelitian. (Wahyuningsih;2007)

3. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada penelitian kebidanan

a. Masalah sensitif

Masalah sensitif artinya informasi yang dicari peneliti bisa sangat

sensitif dan pribadi, misalnya informasi tentang objek penelitian dalam

hal penderita AIDS/HIV positif, PHS, NAPZA, penyimpangan

perilaku sex, KDRT.

b. Keahlian peneliti

Untuk penelitian klinik menyangkut manusia tidak boleh bersifat

trial/coba-coba, tetapi harus didasari keilmuan yang kuat dan

dilakukan oleh orang yang kompeten ilmunya.

c. Pemakaian atau prosedur perijinan

Untuk melakukan penelitian harus ijin secara tertulis, setelah melalui

study pendahuluan dan melalui pengkajian proposal penelitian.


54

I. Alur Penelitian

STIKES Hamzar DIKES Kabupaten


Lombok Timur BAPPEDA
Lombok Timur

Penelitian populasi dan Pengambilan data Puskesmas Kalijaga


sampel awal

Turun Ke Lokasi
Penyusunan proposal Penelitian untuk
Ujian Proposal
penelitian penambilan data

Ujian Skripsi Penyusunan Skripsi Pengolahan Data

Gambar 3.2 : Alur Penelitian


J. Tahapan Penelitian

Adapun tahapan- tahapan yang melakukan dalam pelaksanaan penelitian

adalah sebagi berikut :

1. Tahap Persiapan

a. Observasi lokasi penelitian

b. Meminta surat permohonan izin penelitian dari STIKES Hamzar

Lombok Timur.

c. Mengajukan surat permohonan izin penelitian kepada BAPEDA

Lombok Timur untuk pengadaan data PUS tahun 2019 dan 2020

d. Berkonsultasi dengan dosen pembimbing untuk mengetahui efektifitas

penelitian dan hasil penelitian.


55

e. Mengajukan instrumen penelitian yaitu berupa angket ke para

responden.

2. Pelaksanaan Penelitian

a. Menjelaskan pada para responden akan penelitian yang sedang

dilakukan.

b. Melakukan interview atau membagikan quisioner kepada responden

c. Mencatat semua hasil interview atau jawaban quisioner.

3. Tahap Akhir

a. Mengumpulkan semua data hasil penelitian

b. Mengolah dan menganalisis data hasil penelitian

c. Menarik kesimpulan hasil penelitian

d. Penyusunan laporan hasil penelitian


56

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Puskesmas Kerongkong

a. Kondisi Geografis

Secara umum Puskesmas Kerongkong adalah salah satu

Puskesmas dari 29 Jumlah Puskesmas yang ada di Kabupaten Lombok

Timur, Secara geografis Puskesmas Kerongkong mempunyai letak

yang cukup strategis, yaitu berasa di jalur Kecamatan dan berada di

tengah rumh warga/penduduk di Desa Kerongkong Kec. Suralaga

dengan akses jalan yang cukup memadai. Puskesmas Induk berada di

Desa Kerongkong dengan luas wilayah 2,40 km2 dan jumlah

penduduk 1.969 jiwa, Laki-Laki: 926 Jiwa, Perempuan: 1.043

Jiwa, Kepadatan penduduk rata wilayah kerja Puskesmas adalah 193,6

jiwa/km2. Desa dengan kepadatan penduduk tertinggi adalah Desa

Anjani yaitu 10.287 jiwa.

b. Batas-batas Wilayah Kerja Puskesmas Kerongkong

Luas wilayah kerja secara keseluruhan adalah 27,02

km2 dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:

1) Sebelah Utara : Kecamatan Aikmel,

2) Sebelah Selatan ; Kecamatan Selong

3) Sebelah Timur : Kecamatan Labuhan Haji

4) Sebelah Barat : Kecamatan Sukamulia


57

2. Analisa Univariat

a. Faktor Usia

Pada penelitian ini usia responden dikelompokkan menjadi 2

kategori yaitu : beresiko (<20 dan >35 tahun dan tidak beresiko (20-35

tahun). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut :

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur di


Desa Kerokongkong Wilayah Kerja Puskesmas
Kerongkong Tahun 2021

No Usia n %
1 Beresiko (<20 dan >35 tahun) 39 56,5
2 Tidak Beresiko (20-35 tahun) 30 43,5
Jumlah 69 100
Sumber : Data Primer

Berdasarkan Tabel 4.1 di atas dapat dilihat bahwa dari 69

responden yang diteliti, lebih banyak yang berada pada kelompok usia

beresiko (<20 dan >35 tahun) sebanyak 39 orang (56,5%)

dibandingkan yang tidak beresiko (20-35 tahun) sebanyak 30 orang

(43,5%).

b. Faktor Jumlah Anak

Pada penelitian ini jumlah anak responden dikelompokkan

menjadi 2 kategori yaitu : ≤ 2 dan >2 . Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada Tabel 4.2 berikut :

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jumlah


Anak di Desa Kerokongkong Wilayah Kerja Puskesmas
Kerongkong Tahun 2021
No Jumlah Anak n %
1 ≤2 28 40,6
2 >2 41 59,4
Jumlah 69 100
Sumber : Data Primer
58

Berdasarkan Tabel 4.2 di atas dapat dilihat bahwa dari 69

responden yang diteliti, lebih banyak yang jumlah anaknya >2

sebanyak 41 orang (59,4%) dibandingkan yang jumlah anaknya ≤2

sebanyak 28 orang (40,6%).

c. Faktor Pengetahuan

Pada penelitian ini pengetahuan responden dikelompokkan

menjadi 3 kategori yaitu: baik, cukup dan kurang. Untuk lebih jelasnya

dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut :

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan


Pengetahuan di Desa Kerokongkong Wilayah Kerja
Puskesmas Kerongkong Tahun 2021

No Pengetahuan N %
1 Baik 12 17,4
2 Cukup 24 34,8
3 Kurang 33 47,8
Jumlah 69 100
Sumber : Data Primer

Berdasarkan Tabel 4.3 di atas dapat dilihat bahwa dari 69

responden yang diteliti, sebagian besar memilik pengetahuan yang

kurang sebanyak 33 orang (47,8%) dan sebagian kecil memiliki

pengetahuan baik sebanyak 12 orang (17,4%).

d. Faktor Sikap

Pada penelitian ini sikap responden dikelompokkan menjadi 2

kategori yaitu : positif dan negatif. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat

pada Tabel 4.4 berikut :


59

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sikap di


Desa Kerokongkong Wilayah Kerja Puskesmas
Kerongkong Tahun 2021

No Sikap n %
1 Positif 26 37,7
2 Negatif 43 62,3
Jumlah 69 100
Sumber : Data Primer

Berdasarkan Tabel 4.4 di atas dapat dilihat bahwa dari 69

responden yang diteliti, lebih banyak yang sikapnya negatif terhadap

efek samping AKDR sebanyak 43 orang (62,3%) dibandingkan yang

sikapnya positif sebanyak 26 orang (37,7%).

e. Penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)

Pada penelitian ini penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim

(AKDR) pada responden dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu:

AKDR dan Non AKDR. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel

4.5 berikut :

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan


Penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) di
Desa Kerokongkong Wilayah Kerja Puskesmas
Kerongkong Tahun 2021

No Penggunaan AKDR n %
1 AKDR 27 39,1
2 Non AKDR 42 60,9
Jumlah 69 100
Sumber : Data Primer

Berdasarkan Tabel 4.5 di atas dapat dilihat bahwa dari 69

responden yang diteliti, lebih banyak yang tidak menggunakan AKDR

sebanyak 42 orang (60,9%) dibandingkan yang menggunakan AKDR

sebanyak 27 orang (39,1%).


60

3. Analisa Bivariat

a. Analisis Pengaruh Faktor Usia Terhadap Rendahnya Minat

Penggunaan AKDR

Untuk mengetahui pengaruh faktor usia terhadap rendahnya

minat penggunaan AKDR di Desa Kerongkong Wilayah Kerja

Puskesmas Kerongkong dapat dilihat pada Tabel 4.6 berikut :

Tabel 4.6 Pengaruh Faktor Usia Terhadap Rendahnya Minat


Penggunaan AKDR di Desa Kerokongkong Wilayah
Kerja Puskesmas Kerongkong Tahun 2021

Penggunaan AKDR
Total p
No Usia AKDR Non AKDR
value
n % n % n %
1 Beresiko (<20 8 11,6 31 44,9 39 56,5 0,000
dan >35 tahun)
2 Tidak Beresiko 19 27,5 11 15,9 30 43,5
(20-35 tahun)
Jumlah 27 39,1 42 60,9 69 100
Sumber : Data Primer

Berdasarkan Tabel 4.6 di atas dapat dilihat bahwa dari 39

responden yang berada pada usia beresiko (<20 dan >35 tahun), lebih

banyak yang tidak menggunakan AKDR sebanyak 31 orang (44,9%)

dibandingkan yang menggunakan AKDR sebanyak 8 orang (11,6%).

Sedangkan dari 30 responden yang berada pada usia tidak beresiko

(20-35 tahun), lebih banyak yang menggunakan AKDR sebanyak 19

orang (27,5%) dibandingkan yang tidak menggunakan AKDR

sebanyak 11 orang (15,9%).

Hasil analisis statistik uji dengan menggunakan spearman rank

diperoleh nilai p value = 0,000 < 0,05, artinya ada pengaruh antara
61

faktor usia dengan rendahnya minat penggunaan AKDR di Desa

Kerongkong Wilayah Kerja Puskesmas Kerongkong Tahun 2021.

b. Analisis Pengaruh Faktor Jumlah Anak Terhadap Rendahnya

Minat Penggunaan AKDR

Untuk mengetahui pengaruh faktor jumlah anak terhadap

rendahnya minat penggunaan AKDR di Desa Kerongkong Wilayah

Kerja Puskesmas Kerongkong dapat dilihat pada Tabel 4.7 berikut :

Tabel 4.7 Pengaruh Faktor Jumlah Anak Terhadap Rendahnya


Minat Penggunaan AKDR di Desa Kerokongkong
Wilayah Kerja Puskesmas Kerongkong Tahun 2021

Penggunaan AKDR
Total p
No Jumlah Anak AKDR Non AKDR
value
n % n % N %
1 ≤2 21 30,4 7 10,1 28 40,6 0,000
2 >2 6 8,7 35 50,7 41 59,4
Jumlah 27 39,1 42 60,9 69 100
Sumber : Data Primer

Berdasarkan Tabel 4.7 di atas dapat dilihat bahwa dari 28

responden yang jumlahnya anaknya ≤2, lebih banyak yang

menggunakan AKDR sebanyak 21 orang (30,4%) dibandingkan yang

tidak menggunakan AKDR sebanyak 7 orang (10,1%). Sedangkan dari

41 responden yang jumlah anaknya >2, lebih banyak yang tidak

menggunakan AKDR sebanyak 35 orang (50,7%) dibandingkan yang

menggunakan AKDR sebanyak 6 orang (8,7%).

Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji spearman rank

diperoleh nilai p value = 0,000 < 0,05, artinya ada pengaruh antara
62

faktor jumlah anak dengan rendahnya minat penggunaan AKDR di

Desa Kerongkong Wilayah Kerja Puskesmas Kerongkong Tahun 2021.

c. Analisis Pengaruh Faktor Pengetahuan Terhadap Rendahnya

Minat Penggunaan AKDR

Untuk mengetahui pengaruh faktor pengetahuan terhadap

rendahnya minat penggunaan AKDR di Desa Kerongkong Wilayah

Kerja Puskesmas Kerongkong dapat dilihat pada Tabel 4.8 berikut :

Tabel 4.8 Pengaruh Faktor Pengetahuan Terhadap Rendahnya


Minat Penggunaan AKDR di Desa Kerokongkong
Wilayah Kerja Puskesmas Kerongkong Tahun 2021

Penggunaan AKDR
Total p
No Pengetahuan AKDR Non AKDR
value
n % n % n %
1 Baik 9 13,0 3 4,3 12 17,4 0,000
2 Cukup 13 18,8 11 15,9 24 34,8
3 Kurang 5 7,2 28 40,6 33 47,8
Jumlah 27 39,1 42 60,9 69 100
Sumber : Data Primer

Berdasarkan Tabel 4.8 di atas dapat dilihat bahwa dari 12

responden yang pengetahuannya baik, lebih banyak yang

menggunakan AKDR sebanyak 9 orang (13,0%) dibandingkan yang

tidak menggunakan AKDR sebanyak 3 orang (4,3%). Kemudian dari

24 responden yang pengetahuannya cukup, lebih banyak yang

menggunakan AKDR sebanyak 13 orang (18,8%) dibandingkan yang

tidak menggunakan AKDR sebanyak 11 orang (15,9%), Sedangkan

dari 33 responden yang pengetahuannya kurang, lebih banyak yang

tidak menggunakan AKDR sebanyak 28 orang (40,6%) dibandingkan

yang menggunakan AKDR sebanyak 5 orang (7,2%).


63

Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji spearman rank

diperoleh nilai p value = 0,000 < 0,05, artinya ada pengaruh antara

faktor pengetahuan dengan rendahnya minat penggunaan AKDR di

Desa Kerongkong Wilayah Kerja Puskesmas Kerongkong Tahun 2021.

d. Analisis Pengaruh Faktor Sikap Terhadap Rendahnya Minat

Penggunaan AKDR

Untuk mengetahui pengaruh faktor sikap terhadap rendahnya

minat penggunaan AKDR di Desa Kerongkong Wilayah Kerja

Puskesmas Kerongkong dapat dilihat pada Tabel 4.9 berikut :

Tabel 4.9 Pengaruh Faktor Sikap Terhadap Rendahnya Minat


Penggunaan AKDR di Desa Kerokongkong Wilayah
Kerja Puskesmas Kerongkong Tahun 2021

Penggunaan AKDR
Total p
No Sikap AKDR Non AKDR
value
n % n % n %
1 Negatif 6 8,7 37 53,6 43 62,3 0,000
2 Positif 21 30,4 5 7,2 26 37,7
Jumlah 27 39,1 42 60,9 69 100
Sumber : Data Primer

Berdasarkan Tabel 4.9 di atas dapat dilihat bahwa dari 43

responden yang sikapnya negatif terhadap efek samping penggunaan

AKDR, lebih banyak yang tidak menggunakan AKDR sebanyak 37

orang (53,6%) dibandingkan yang menggunakan AKDR sebanyak 6

orang (8,7%). Sedangkan dari 26 responden yang sikapnya positif,

lebih banyak yang menggunakan AKDR sebanyak 21 orang (30,4%)

dibandingkan yang tidak menggunakan AKDR sebanyak 5 orang

(7,2%),
64

Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji spearman rank

diperoleh nilai p value = 0,000 < 0,05, artinya ada pengaruh antara

faktor sikap dengan rendahnya minat penggunaan AKDR di Desa

Kerongkong Wilayah Kerja Puskesmas Kerongkong Tahun 2021.

B. Pembahasan

1. Univariat

a. Faktor Usia

Hasil penelitian yang telah dilakukan di Desa Kerongkong

Wilayah Kerja Puskesmas Kerongkong menunjukkan bahwa dari 69

responden yang diteliti, lebih banyak yang berada pada kelompok usia

beresiko (<20 dan >35 tahun) sebanyak 39 orang (56,5%)

dibandingkan yang tidak beresiko (20-35 tahun) sebanyak 30 orang

(43,5%).

Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa umur

merupakan faktor intrinsik sesorang dalam pengambilan keputusan

untuk menentukan alat kontrasepsi yang akan digunakan. Umur 20 -

35 merupakan umur yang tidak beresiko karena masa ini merupakan

masa dimana organ, fungsi reproduksi dan sistem hormonal seorang

wanita cukup matang untuk mempunyai anak (Dewi dan Notobroto,

2014).

Hal yang sama juga dikemukakan oleh Siswosudharmo (2012),

bahwa umur ibu yang kurang dari 20 tahun dianjurkan untuk menunda

kehamilan dengan memakai pil, umur 20 - 30 tahun merupakan usia


65

ideal yang paling aman untuk hamil dan melahirkan, pada tahap ini

dianjurkan agar pasangan usia subur yang mempunyai satu anak untuk

memakai cara yang efektif baik hormonal maupun non hormonal, dan

usia diatas 30 tahun mempunyai resiko kehamilan dan persalinan yang

lebih tinggi dibandingkan dengan kurun waktu reproduksi muda,

sehingga dianjurkan untuk memakai alat kontrasepsi yang efektif

seperti kontap, implan dan AKDR.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitiannya Novita (2017)

dengan judul : “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Rendahnya

Penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) Di Puskesmas

Pekauman Banjarmasin” hasil penelitiannya didapatkan bahwa dari 99

responden sebagian besar berada pada kelompok umur beresiko (<20

dan >35 tahun) sebanyak 60 orang (60,6%). Semakin bertambah usia,

tingkat kematangan, dan kekuatan, seseorang akan lebih matang dalam

berpikir dan mengambil keputusan untuk menggunakan alat

kontrasepsi yang akan digunakan.

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitiannya Marlina (2017)

dengan judul : “Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Akseptor KB dalam

Pemakaian Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) di Puskesmas

Tegal Sari III Medan Sumatera Utara” hasil penelitiannya

memperlihatkan bahwa pada ibu yang tidak memakai AKDR lebih

banyak yang memiliki umur >35 tahun sebanyak 31 orang (53,4%)

dibandingkan dengan yang memiliki umur ≤35 tahun sebanyak 19


66

orang (45,2%). Usia di bawah 20 tahun dan di atas 35 tahun sangat

berisiko untuk hamil, melahirkan, dan menggunakan kontrasepsi

sehingga berhubungan erat dengan keikutsertaannya dalam KB.

Hal yang sama juga ditemukan pada penelitiannya Imelda (2018)

dengan judul : “Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemilihan

Penggunaan Metode Kontrasepsi Non IUD pada Akseptor KB Wanita

Usia Subur di Kelurahan Bandarharjo Semarang Utara” hasil

penelitianya didapatkan bahwa sebagian besar wanita usia subur yang

diteliti berada pada kelompok umur <20 dan >35 tahun sebanyak 37

orang (56,1%). Umur ibu berpengaruh terhadap pemilihan jenis

kontrasepsi karena masa reproduksi atau masa subur seorang wanita

dipengaruhi oleh umur.

Kemudian, dari hasil penelitian yang dilakukan di Wilayah Kerja

Puskesmas Kerongkong diketahui bahwa lebih banyak responden yang

berada pada kelompok usia beresiko (<20 dan >35 tahun)

dibandingkan yang tidak beresiko. Berdasarkan hal tersebut, peneliti

berpendapat bahwa umur kurang dari 20 tahun merupakan usia untuk

menunda kehamilan sehingga ibu dengan umur kurang dari 20 tahun

cenderung memilih alat kontrasepi non AKDR seperti yaitu pil,

suntikan, implan, dan kontrasepsi sederhana. Kemudian pada ibu yang

umur 20-35 tahun merupakan usia reproduksi yang sehat bagi ibu

untuk menggunakan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) karena

pada usia tersebut ibu bisa menjarangkan dan mencegah terjadinya


67

kehamilan sehingga lebih memilih alat kontrasepsi dalam jangka

waktu yang panjang.

b. Faktor Jumlah Anak

Hasil penelitian yang telah dilakukan di Desa Kerongkong

Wilayah Kerja Puskesmas Kerongkong menunjukkan bahwa dari 69

responden yang diteliti, lebih banyak yang jumlah anaknya >2

sebanyak 41 orang (59,4%) dibandingkan yang jumlah anaknya ≤2

sebanyak 28 orang (40,6%).

Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa jumlah anak

hidup mempengaruhi pasangan usia subur dalam menentukan metode

kontrasepsi yang akan digunakan. Pada pasangan dengan jumlah anak

hidup masih sedikit, terdapat kecenderungan untuk menggunakan

metode kontrasepsi dengan efektivitas rendah, sedangkan pada

pasangan dengan jumlah anak hidup banyak, terdapat kecenderungan

menggunakan metode kontrasepsi dengan efektivitas tinggi. Pengguna

AKDR dipengaruhi juga dengan jumlah anak dalam suatu keluarga

(Handayani, 2012).

Menurut penelitian Ela (2020) dengan judul : “Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Penyebab Rendahnya Penggunaan Alat Kontrasepsi

dalam Rahim (AKDR) Di Desa Grogol Kec.Gunungjati”, hasil

penelitiannya didapatkan bahwa dari 30 responden yang diteliti,

frekuensi paritas responden pada kategori >2 yang paling banyak yaitu

sebanyak 22 orang (73,4%) dan responden yang memiliki paritas.


68

Jumlah anak yang hidup atau paritas mempunyai kaitan erat dengan

program keluarga berencana karena dengan mengetahui jumlah anak

akseptor dapat diketahui pula tercapainya sasaran program keluarga

berencana.

Sedangkan menurut penelitiannya Widiawati (2020) dengan

judul: ”Determinan Faktor Yang Mempengaruhi Penggunaan Alat

Kontrasepsi IUD di Kota Pontianak” hasil penelitiannya menunjukkan

bahwa dari 46 responden, sebagian besar paritasnya > 2 sebanyak 30

orang (66,5%). Paritas seseorang dapat mempengaruhi cocok tidaknya

suatu metode kontrasepsi secara medis atau dapat mempengaruhi

dalam memilih alat kontrasepsi yang digunakan.

Kemudian menurut penelitiannya Marita (2021) dengan judul :

“Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penggunaan Alat

Kontrasepsi Dalam Rahim di UPTD Puskesmas Lubuk Rukam OKU”

hasil penelitiannya didapatkan bahwa dari 330 responden yang diteliti,

sebagian besar paritasnya > 2 sebanyak 221 orang (67,0%). Paritas

dapat mempengaruhi efektifitas AKDR, Semakin sedikit jumlah

paritas, makin tinggi angka ekspulsi dan pengangkatan/pengeluaran

AKDR.

Selanjutnya, dari hasil penelitian yang dilakukan di Desa

Kerongkong Wilayah Kerja Puskesmas Kerongkong diketahui bahwa

lebih banyak yang jumlah anaknya >2 dibandingkan yang jumlah

anaknya ≤2. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti berasumsi paritas


69

merupakan salah satu indikator atau variabel yang dapat

mempengaruhi seseorang dalam memilih alat kontrasepsi yang

digunakan. Semakin banyak jumlah anak yang dilahirkan semakin

tinggi keinginan responden untuk membatasi kelahiran. Pada akhirnya

hal ini akan mendorong responden untuk menggunakan alat

kontrasepsi.

c. Faktor Pengetahuan

Hasil penelitian yang telah dilakukan di Desa Kerongkong

Wilayah Kerja Puskesmas Kerongkong menunjukkan bahwa dari 69

responden yang diteliti, sebagian besar memilik pengetahuan yang

kurang sebanyak 33 orang (47,8%) dan sebagian kecil memiliki

pengetahuan baik sebanyak 12 orang (17,4%).

Menurut teori yang disampaikan oleh Notoatmodjo (2018),

pengetahuan merupakan hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu

seseorang terhadap suatu objek melalui indra yang dimilikinya

sehingga menghasilkan pengetahuan. Pengetahuan tentang AKDR

merupakan hal yang diketahui oleh orang atau responden terkait

dengan alat kontrasepsi dalam hal ini AKDR. Pengetahuan atau

kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk

tindakan seseorang.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitiannya Dalimawaty

(2020) dengan judul : “Faktor yang Mempengaruhi Minat Ibu

Menggunakan KB IUD di Puskesmas Binjai Estate” hasil


70

penelitiannya didapatkan bahwa sebagian besar ibu memiliki

pengetahuan yang kurang tentang KB IUD sebanyak 24 orang (36,4%)

dan sebagian kecil pengetahuannya baik sebanyak 20 orang (30,3%).

Kurangnya informasi menjadi salah satu penyebab rendahnya

pengetahuan ibu tentang KB IUD.

Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitiannya

Putriningrum (2020) dengan judul : “Hubungan Antara Pengetahuan

Ibu Terhadap Minat Menggunakan KB IUD di Puskesmas Purnama”

hasil penelitiannya menunjukkan bahwa sebagian besar ibu

berpengetahuan kurang tentang KB IUD sebanyak 37 orang (42,1%)

dan sebagian kecil berpengetahuan baik sebanyak 12 orang (13,5%).

Adanya pengetahuan akan mempengaruhi persepsi seseorang sehingga

orang mempunyai sikap dan kemudian bisa terlihat dalam

perbuatannya.

Hal yang sama juga ditemukan pada penelitiannya Pinontoan

pada tahun (2017) dengan judul : “Faktor-Faktor Yang Berhubungan

Dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim Di Puskesmas

Tatelu Kabupaten Minahasa Utara” hasil penelitiannya diketahui

bahwa sebagian besar responden dengan pengetahuan kurang sebanyak

17 orang (17,7%) dan responden dengan pengetahuan cukup sebanyak

sebanyak 10 orang (10,4%). Semakin tinggi pengetahuan seseorang

maka pemahamannya terhadap AKDR akan semakin baik. 


71

Kemudian, dari hasil penelitian yang telah dilakukan di Desa

Kerongkong Wilayah Kerja Puskesmas Kerongkong diketahui bahwa

sebagian besar memilik pengetahuan yang kurang tentang AKDR dan

sebagian kecil memiliki pengetahuan baik. Berdasarkan hal tersebut,

maka peneliti berasumsi bahwa kurangnya pengetahuan responden

tentang AKDR disebabkan karena kurangnya informasi yang

didapatkan oleh responden tentang penggunaan AKDR baik dari

petugas kesehatan maupun dari berbagai media seperti media

elektronik dan online, hal ini berdampak pada rendahnya minat ibu

terhadap penggunaan AKDR.

d. Faktor Sikap

Hasil penelitian yang telah dilakukan di Desa Kerongkong

Wilayah Kerja Puskesmas Kerongkong menunjukkan bahwa dari 69

responden yang diteliti, lebih banyak yang sikapnya negatif terhadap

efek samping AKDR sebanyak 43 orang (62,3%) dibandingkan yang

sikapnya positif sebanyak 26 orang (37,7%).

Menurut teori sikap merupakan reaksi atau responden tertutup

terhadap suatu stimulus objek, manifestasi sikap tidak dapat langsung

dilihat, tetapi hanya ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku tertutup.

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk

terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor

pendukung atau suatu kondisi yang memungkinakn seperti support

dari pihak lain seperti suami atau istri, orang tua atau mertua sangat
72

penting untuk mendukung praktek keluarga berencana (Notoatmodjo,

2018)

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ningsih dkk (2019) dengan

judul : “Faktor Yang Mempengaruhi Rendahnya Minat Ibu Terhadap

Pemilihan Alat Kontrasepsi Intra Uterine Device (IUD) di Puskesmas

Padang Bulan” hasil penelitiannya didapatkan bahwa distribusi

frekuensi sikap Ibu di Puskesmas Padang Bulan Medan. sebanyak 76

responden (100%), terdapat kategori Positif sebanyak 41 responden

(53,9%) dan kategori Negatif sebanyak 35 responden (46,1%). Sikap

berpengaruh dalam menentukan minat ibu menjadi akseptor KB IUD.

Masih ada ibu yang bersikap negatif karena tidak mengetahui

efektifitas dari IUD dan merasa malu jika menggunakan IUD karena

pemasangannya melalui vagina.

Kemudian menurut penelitiannya Husna (2018) dengan judul :

“Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Alat

Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) di Kota Pontianak” hasil

penelitiannya menunjukan bahwa sebagian besar proporsi sikap

responden memiliki sikap yang positif terhadap penggunaan AKDR

pada kelompok kasus (100%), sedangkan pada kelompok kontrol

bersikap negatif (92%). Sikap tidak sepenuhnya merupakan faktor

utama terbentuknya prilaku. Hal ini kurang tepat bila mengharapkan

adanya hubungan sistematis yang langsung antara sikap dengan prilaku


73

nyata, dikarenakan sikap tidaklah merupakan determinan satu- satunya

bagi prilaku.

Sedangkan menurut penelitiannya Yudha (2016), dengan judul :

“Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Ibu Terhadap Penggunaan

Kontrasepsi IUD di Kelurahan Ulu Kecamatan Seberang ULU II

Palembang” hasil penelitiannya menunjukkan bahwa karakteristik

sikap responden tentang kontrasepsi IUD dimana 91,4% responden

sikapnya positif ingin menggunakan kontrasepsi lUD dan 8,6%

sikapnya negatif tidak ingin menggunakan kontrasepsi lUD. Walaupun

sikap masyarakat umumnya baik, akan tetapi masih banyak masyarakat

yang memiliki perilaku yang kurang mengenai pemakaian IUD.

Selanjutnya, dari hasil penelitian yang dilakukan di Desa

Kerongkong Wilayah Kerja Puskesmas Kerongkong menunjukkan

bahwa lebih banyak yang sikapnya negatif terhadap efek samping

AKDR dibandingkan yang sikapnya positif. Berdasarkan hal tersebut,

dapat dijelaskan bahwa sikap ibu terhadap efek samping penggunaan

alat kontrasepsi dapat mempengaruhi pemilihan alat kontrasepsi yang

akan digunakan. Sikap yang ditunjukkan oleh ibu dalam penggunaan

alat kontrasepsi ditentukan oleh keyakinan yang dimiliki oleh ibu

tentang efek samping dari alat kontrasepsi yang akan digunakan.

e. Penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)

Hasil penelitian yang telah dilakukan di Desa Kerongkong

Wilayah Kerja Puskesmas Kerongkong menunjukkan bahwa dari 69


74

responden yang diteliti, lebih banyak yang tidak menggunakan AKDR

sebanyak 42 orang (60,9%) dibandingkan yang menggunakan AKDR

sebanyak 27 orang (39,1%).

Menurut teori alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) merupakan

salah satu kontrasepsi jangka panjang yang efektif, aman, dan

reversibel, dimana terbuat dari plastik atau logam kecil yang dililit

dengan tembaga dengan berbagai ukuran dan dimasukkan ke dalam

uterus (Anggraeni, 2020).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Mirna (2021) dengan

judul : ‘Penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) Pada Ibu

di Puskesmas Sentani” hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dari 74

responden yang diteliti sebagian besar tidak menggunakan AKDR

sebanyak 54 orang (73,%) dan yang menggunakan AKDR sebanyak 20

orang (27,0%). Penggunaan AKDR dapat dipengaruhi oleh beberapa

faktor diantaranya pendidikan, pengalaman, paparan media masa,

ekonomi dan hubungan sosial.

Kemudian menurut penelitiannya Lia (2021) dengan judul :

“Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Alat

Kontrasepsi IUD Pada Akseptor KB Di Puskesmas Melati Perbaungan

Kabupaten Serdang Bedagai” dari hasil penelitiannya diketahui bahwa

sebagian besar akseptor KB tidak menggunakan IUD sebanyak 37


75

orang (56,1%). Alat kontrasepsi IUD memiliki tingkat keefektifitasan

yang tinggi dan angka kegagalan yang rendah.

Sedangkan menurut penelitiannya Siska (2018) dengan judul :

“Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Terhadap Penggunaan KB

Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) di Wilayah Kerja

Puskesmas Paramasan Kabupaten Banjar, Martapura” dari 60 ibu yang

diteliti, sebagian besar tidak menggunakan KB MKJP sebanyak 33

orang (55,0%) dan yang menggunakan MKJP sebanyak 27 orang

(45,0%). Tingkat penggunaan KB MKJP tersebut disebabkan adanya

beberapa faktor yang mempengaruhi penggunaan KB MKJP

responden misalnya : tingkat pendidikan, status sosial ekonomi dan

pengaruh orang yang dipercaya.

Selanjutnya, dari hasil penelitian yang dilakukan di Desa

Kerongkong Wilayah Kerja Puskesmas Kerongkong diketahui bahwa

lebih banyak yang tidak menggunakan AKDR dibandingkan yang

menggunakan AKDR. Berdasarkan hal penelitian tersebut, peneliti

berpendapat bahwa rendahnya keinginan atau minat ibu dalam

menggunakan AKDR sebagai alat kontrasepsi untuk mencegah

terjadinya kehamilan disebabkan karena ibu tidak mengetahui dengan

baik tentang keuntungan menggunakan AKDR dibandingkan alat

kontrasepsi yang lain. Kemudian untuk ibu yang menggunakan AKDR

disebabkan karena ibu memiliki pengetahuan yang baik tentang

tentang AKDR.
76

2. Bivariat

a. Pengaruh Faktor Usia Terhadap Rendahnya Minat Penggunaan

AKDR

Berdasarkan hasil analisis statistik uji dengan menggunakan

Spearman Rankditemukan ada pengaruh antara faktor usia dengan

rendahnya minat penggunaan AKDR di Desa Kerongkong Wilayah

Kerja Puskesmas Kerongkong Tahun 2021, hal ini diketahui dari nilai

p value yang didapatkan sebesar = 0,000 < 0,05.

Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa usia

merupakan variabel penting yang mempunyai pengaruh terhadap

pemakaian alat kontrasepsi. Usia responden dapat ditentukan fase-fase

penggunaan alat kontrasepsi yang ideal. Usia antara 20-35 tahun

adalah fase menjarangkan kehamilan dengan cara mengatur jarak

kehamilan yang baik yaitu 2-4 tahun. (Musdalifah, 2013)

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Suryanti (2019), bahwa

usia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku

seseorang dalam keikutsertaan KB, mereka yang berusia tua

mempunyai peluang lebih kecil untuk menggunakan kontrasepsi

dibandingkan dengan yang muda.

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitiannya Ela Rohaeni dkk

(2020), dari hasil analisis bivariat dengan uji statistik Chi-square

didapatkan nilai p - value 0,016 (p < 0,05) yang artinya ada

hubungan antara umur dengan penggunaan AKDR di Desa Grogol


77

Kec. Gunungjati Kabupaten Cirebon. Perempuan yang berusia lebih

tua cenderung empat kali mempunyai peluang menggunakan AKDR

dibandingkan dengan perempuan yang lebih muda dan perempuan

PUS yang berusia kurang dari 30 tahun dominan menggunakan

Non MKJP (metode kontrasepsi jangka panjang) seperti kondom,

suntik, dan pil KB.

Kemudian menurut penelitiannya Sinaga (2021), dari hasil

analisis statistik menggunakan chi-square test didapatkan hasil

p - value 0,564 > 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada

hubungan umur akseptor KB dengan penggunaan alat kontrasepsi

IUD di Puskesmas Melati Perbaungan Kabupaten Serdang

Bedagai” Ibu dengan usia muda cenderung memiliki ketakutan

dan malu terhadap hal-hal yang menurut mereka tabu. Sehingga

enggan untuk menggunakan kontrasepsi dalam rahim. Ketidaktahuan

akan keuntungan menggunakan IUD bagi ibu usia muda dikarenakan

pengetahuan tentang alat kontrasepsi dalam rahim yang masih rendah.

Banyaknya isu tentang kejadian komplikasi yang ditimbulkan

membuat ketaktan dari pasangan untuk menggunakan terutama bagi

ibu dengan usia muda.

Sedangkan, dari hasil penelitian dengan pendekatan cross

sectional diketahui bahwa dari 39 responden yang berada pada usia

beresiko (<20 dan >35 tahun), lebih banyak yang tidak menggunakan

AKDR sebanyak 31 orang (44,9%) dibandingkan yang menggunakan


78

AKDR sebanyak 8 orang (11,6%). Sedangkan dari 30 responden yang

berada pada usia tidak beresiko (20-35 tahun), lebih banyak yang

menggunakan AKDR sebanyak 19 orang (27,5%) dibandingkan yang

tidak menggunakan AKDR sebanyak 11 orang (15,9%).

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka dapat diasumsikan

bahwa rendahnya minat responden dalam pengguanan alat kontrasepsi

dalam rahim (AKDR) disebabkan karena responden yang usianya

masih muda (<20 tahun) cenderung memiliki ketakutan dan malu

terhadap hal-hal yang menurut mereka tabu, sehingga enggan untuk

menggunakan kontrasepsi dalam rahim. Ketidaktahuan akan

keuntungan menggunakan AKDR bagi ibu usia muda dikarenakan

pengetahuan tentang alat kontrasepsi dalam rahim yang masih rendah.

Selain itu disebabkan karena banyaknya isu tentang kejadian

komplikasi yang ditimbulkan membuat ketakutan dari pasangan untuk

menggunakan terutama bagi responden dengan usia muda.

b. Pengaruh Faktor Jumlah Anak Terhadap Rendahnya Minat

Penggunaan AKDR

Berdasarkan hasil analisis statistik dengan menggunakan uji

Spearman Rankditemukan ada pengaruh antara faktor jumlah anak

dengan rendahnya minat penggunaan AKDR di Desa Kerongkong

Wilayah Kerja Puskesmas Kerongkong Tahun 2021. Hal ini diketahui

dari nilai p value yang diperoleh sebesar 0,000 < 0,05


79

Hal ini sesuai dengan pendapat diungkapkan oleh Simbolon

(2018), bahwa jumlah anak hidup mempengaruhi pasangan usia subur

dalam menentukan penggunaan KB. Pada pasangan dengan jumlah

anak hidup masih sedikit, terdapat kecenderungan untuk memilki

keturunan kembali sehingga AKDR harus dilepas, sedangkan pada

pasangan dengan jumlah anak hidup banyak, terdapat kecenderungan

akan mempertahankan AKDR sebagai metode kontrasepsi.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fitria

Ramadini (2017) tentang : “”Hubungan Paritas Dengan Pemilihan

Metode Kontrasepsi Jangka Panjang di Desa Ngares Kecamatan Gedeg

Kabupaten Mojokerto” dimana berdasarkan uji statistik dengan

menggunakan uji Spearman Rankdi peroleh hasil bahwa nilai p value

0,015 (p<0,05) dimana paritas lebih dari 4 tidak berminat

menggunakan AKDR. Hal ini menunjukkan bahwa paritas signifikan

terhadap penggunaan AKDR. Banyaknya anak yang dimiliki adalah

merupakan salah satu faktor yang menentukan keinginan suami istri

untuk menjadi akseptor KB. Keluarga yang memiliki anak banyak

(lebih dari 2 orang) diharapkan untuk memakai kontrasepsi yang

efektif dibandingkan keluarga yang baru memiliki anak sedikit (paling

banyak 2 orang).

Kemudian, dari hasil pengolahan data dengan pendekatan cross

sectional diketahui bahwa dari 28 responden yang jumlahnya anaknya

≤2, lebih banyak yang menggunakan AKDR sebanyak 21 orang


80

(30,4%) dibandingkan yang tidak menggunakan AKDR sebanyak 7

orang (10,1%). Sedangkan dari 41 responden yang jumlah anaknya >2,

lebih banyak yang tidak menggunakan AKDR sebanyak 35 orang

(50,7%) dibandingkan yang menggunakan AKDR sebanyak 6 orang

(8,7%).

Menurut asumsi peneliti dengan melihat hasil pengelolahan data

tersebut menunjukkan bahwa rendahnya minat penggunaan alat

kontrasepsi dalam rahim (AKDR) pada responden yang memiliki anak

lebih dari 2 dengan usia di atas 35 tahun disebabkan karena responden

masih menganggap bahwa menggunakan AKDR terlalu lama akan

menyulitkan pada saat pencabutan, kemudian rendahnya minat

penggunaan AKDR pada responden yang memiliki anak 1 karena

ketakutan akan alat yang metodenya harus di masukkan ke dalam

rahim. Responden menganggap itu akan merusak alat reproduksinya.

Selain itu, ibu juga merasa cemas akan penggunaan AKDR akan

masuk menembus dinding rahim dan kekhawatiran efek samping yang

ditimbulkan oleh AKDR.

c. Pengaruh Faktor Pengetahuan Terhadap Rendahnya Minat

Penggunaan AKDR

Berdasarkan hasil analisis statistik dengan menggunakan uji

Spearman Rankditemukan ada pengaruh antara faktor pengetahuan

dengan rendahnya minat penggunaan AKDR di Desa Kerongkong


81

Wilayah Kerja Puskesmas Kerongkong Tahun 2021. Hal ini diketahui

dari nilai p value yang diperoleh sebesar 0,000 < 0,05.

Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa pengetahuan

yang baik dapat menunjang tindakan seseorang dalam menggunakan

suatu layanan kesehatan dan patut terhadap suatu penggunaannya.

Seseorang yang memiliki pengetahuan tentang suatu alat kontrasepsi

baik itu manfaat, efek samping, cara kerja maupun jenisnya akan

teratur dan taat atas aturan penggunaannya begitu pula sebaliknya

orang yang tidak tahu apapun tentang suatu alat kontrasepsi, lantas

disuruh menggunakannya, kemungkinan besar hal yang akan terjadi

adalah salah dalam penggunaannya dan tidak sesuai aturan (Shihab,

2019).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Iga Sukma Anggriani, 2015 ”Hubungan Karakteristik Ibu Dengan

Penggunaan Alat Kontrasepsi IUD di Puskesmas Mergansan

Yogyakarta” dimana berdasarkan uji statistik dengan menggunakan uji

Spearman Rankdi peroleh hasil bahwa nilai p value 0,018 (p<0,05)

menunjukkan bahwa pengetahuan signifikan terhadap penggunaan

AKDR. Pengetahuan kurang mempengaruhi penggunaan alat

kontrasepsi AKDR. Hal tersebut disebabkan karena beberapa

responden mengatakan kurang mengenal kontrasepsi AKDR dan

jarang mendengar informasi tentang kontrasepsi tersebut, karena ibu

mendapat informasi terbatas hanya pada saat penyuluhan dari petugas


82

kesehatan dan kebanyakan lebih mendengarkan informasi dari

tetangga, bahkan ada yang tidak mengenal kontrasepsi AKDR ini baik

melalui media massa maupun media elektronik sehingga tidak

menggunakan AKDR.

Kemudian dari hasil pengolahan data dengan menggunakan

pendekatan cross sectional diketahui bahwa dari 12 responden yang

pengetahuannya baik, lebih banyak yang menggunakan AKDR

sebanyak 9 orang (13,0%) dibandingkan yang tidak menggunakan

AKDR sebanyak 3 orang (4,3%). Kemudian dari 24 responden yang

pengetahuannya cukup, lebih banyak yang menggunakan AKDR

sebanyak 13 orang (18,8%) dibandingkan yang tidak menggunakan

AKDR sebanyak 11 orang (15,9%), Sedangkan dari 33 responden

yang pengetahuannya kurang, lebih banyak yang tidak menggunakan

AKDR sebanyak 28 orang (40,6%) dibandingkan yang menggunakan

AKDR sebanyak 5 orang (7,2%).

Berdasarkan hasil pengolahan data tersebut, peneliti berasumsi

bahwa rendahnya minat penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim

(AKDR) pada ibu yang berpengetahuan kurang diseabkan karena

kurangnya informasi yang didapatkan oleh ibu tentang AKDR

sehingga ibu tidak mengetahui dengan baik keuntungan dari

penggunaan AKDR. Oleh karena itu, untuk meningkatkan

pengetahuan ibu tentang AKDR, maka ibu perlu diberikan penyuluhan


83

dan bimbingan konseling untuk membuka dan menambah pengetahuan

ibu tentang hal-hal yang berkaitan dengan AKDR.

d. Pengaruh Faktor Sikap Terhadap Rendahnya Minat Penggunaan

AKDR

Berdasarkan hasil analisis statistik dengan menggunakan uji

Spearman Rankditemukan ada ada pengaruh antara faktor sikap

dengan rendahnya minat penggunaan AKDR di Desa Kerongkong

Wilayah Kerja Puskesmas Kerongkong Tahun 2021. Hal ini diketahui

dari nilai p value yang diperoleh sebesar0,000 < 0,05.

Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa sikap tidak

sepenuhnya merupakan faktor utama terbentuknya perilaku. Hal ini

kurang tepat bila mengharapkan adanya hubungan sistematis yang

langsung antara sikap dengan perilaku nyata, dikarenakan sikap

tidaklah merupakan determinan satu-satunya bagi perilaku. Banyak

faktor yang mempengaruhi sikap tersebut, diantaranya pengalaman

pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa,

institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama serta faktor

emosi dalam diri individu (Azwar, 2019)

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitiannya Ummiyana

(2018), setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan chi—

square dengan tingkat kepercayaan 95%, dapat diperoleh nilai p value

0,033 yang berarti lebih kecil dari α- value (0,05). Dengan demikian
84

dapat ditarik kesimpulan bahwa ada hubungan sikap terhadap

rendahnya minat Ibu terhadap pemilihan alat kontrasepsi IUD di

Puskesmas Padang Bulan Medan. Dalam penelitiannya dijelaskan

bahwa berdasarkan wawancara ternyata ibu yang bersikap positif lebih

banyak daripada yang bersikap negatif. Penelitian yang dilakukan

bahwa sikap berpengaruh dalam menentukan minat ibu menjadi

akseptor KB IUD. Masih ada ibu yang bersikap negatif karena tidak

mengetahui efektifitas dari IUD dan merasa malu jika menggunakan

IUD karena pemasangannya melalui vagina.

Kemudian dari hasil pengolahan data dengan pendekatan cross

sectional diketahui bahwa dari 43 responden yang sikapnya negatif

terhadap efek samping penggunaan AKDR, lebih banyak yang tidak

menggunakan AKDR sebanyak 37 orang (53,6%) dibandingkan yang

menggunakan AKDR sebanyak 6 orang (8,7%). Sedangkan dari 26

responden yang sikapnya positif, lebih banyak yang menggunakan

AKDR sebanyak 21 orang (30,4%) dibandingkan yang tidak

menggunakan AKDR sebanyak 5 orang (7,2%),

Berdasarkan hasil pengolahan data tersebut, maka peneliti

berpendapat bahwa rendahnya minat responden terhadap penggunaan

alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) pada ibu yang sikapnya negatif

terhadap efek samping penggunaan AKDR dipengaruhi oleh

pengetahuan dan pemahamannya yang dimilikinya tentang AKDR

tersebut, dari beberapa pernyataan yang diajukan terkait dengan sikap


85

responden terhadap efek samping sebagian besar responden hanya

memahami secara sepintas saja dengan mengatakan bahwa alat

kontrasepsi dalam rahim (AKDR) bisa menimbulkan rasa nyeri pada

waktu pemakaian, AKDR juga dapat menimbulkan perdarahan. Selain

itu, ada juga beberapa responden yang menyatakan bahwa penggunaan

AKDR tidak diinginkan oleh suami. Pada penelitian ini sikap

responden cenderung negatif terhadap efek samping penggunaan

AKDR, akan tetapi sikap yang ditunjukkan oleh responden tersebut

hanya sebagai penilaian semata dan tidak dapat mempengaruhi minat

responden terhadap penggunaan AKDR.

C. Keterbatasan Penelitian

Adapun keterbatasan dalam penelitian ini yaitu :

1. Waktu yang tersedia untuk menyelesaikan penelitian ini relatif singkat

dengan jumlah sampel yang cukup besar

2. Kendala teknis di lapangan yang secara tidak langsung membuat peneliti

merasa penelitian ini kurang maksimal.

3. Dalam mengerjakan penelitian ini, peneliti kurang fokus karena peneliti

masih aktif kerja di puskesmas. Hal ini secara tidak langsung membuat

peneliti sadar akan totalitas dalam melakukan penelitian.


86

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan uraian pembahasan di atas, maka dapat

disimpulkan sebagai berikut :

1. Dari 69 responden yang diteliti di Desa Kerongkong Wilayah Kerja

Puskesmas Kerongkong, sebagian besar berada pada kelompok usia

beresiko (<20 dan >35 tahun) sebanyak 39 orang (56,5%), jumlah anaknya

>2 sebanyak 41 orang (59,4%), pengetahuan kurang sebanyak 33 orang

(47,8%) dan sikap negatif sebanyak 43 orang (62,3%).

2. Dari 69 responden yang diteliti, yang tidak menggunakan AKDR sebanyak

42 orang (60,9%).

3. Ada pengaruh faktor usia, jumlah anak, pengetahuan dan sikap terhadap

rendahnya minat penggunaan AKDR di Desa Kerongkong Wilayah Kerja

Puskesmas Kerongkong Tahun 2021 (p value = 0,000)

B. Saran

1. Bagi Puskesmas

Disarankan kepada petugas kesehatan yang ada di Puskesmas

Kerongkong agar meningkatkan mutu pelayanan kesehatan kepada

masyarakat khususnya pasangan usia subur yang menggunakan alat

kontrasepsi dengan cara memberikan bimbingan konseling, penyuluhan

dan kegiatan sosialisasi tentang manfaat penggunaan alat kontrasepsi


87

dalam rahim (AKDR) dengan tujuan untuk memberikan informasi agar

pengetahuannya tentang AKDR dapat ditingkatkan sehingga lebih banyak

pasangan usia subur yang menggunakan AKDR.

2. Bagi Dinas Kesehatan

Disarankan kepada dinas kesehatan untuk memberikan edukasi

melalui petugas kesehatan dengan cara terjun langsung ke masyarakat atau

pasangan usia subur yang menggunakan alat kontrasepsi dengan tujuan

untuk memberikan informasi terkait dengan manfaat penggunaan alat

kontrasepsi dalam rahim (AKDR).

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian

lebih lanjut dengan cara menambahkan jumlah sampel dan variabel yang

belum diteliti agar mendapatkan hasil penelitian yang lebih akurat.


88

DAFTAR PUSTAKA

Adhyani, A. R. (2011). Faktor-Faktor YangBerhubungan Dengan Pemilihan


Kontrasepsi Non IUD Pada Akseptor KB Wanita 20-39 Tahun. Artikel
Ilmiah, 1-27.

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:


Rineka Cipta.

Bahruddin, H. A. (2015). Metode Penelitian Kuantitatif Aplikasi Dalam


Pendidikan. Yogyakarta: Deepublish.

BAPPENAS. (2019). Infografis Analisis Situasi dan Kiat Pelayan KB dan


Kesehatan Reproduksi. (I. S. Reproduksi, Performer) Indonesia.

BKKBN. (2013). Surveu Demografi dan Kesehaan Indonesia (SDKI). Jakarta:


BKKBN Nasional.

BKKBN. (2019). Survey Demografi dan Ke-sehatan Indonesia (SDKI). Jakarta:


BKKBN Nasional.

BPS Kabupaten Lombok Timur. (2020). Suralaga Dalam Angka 2020. Lombok
Timur: BPS KabupatenLombok Timur.

BPS Kabupaten Lombok Timur. (2021). Statistik Daerah Kabupaten Lombok


Timur 2021. Lombok Timur: BPS Kab. Lombok Timur.

BPS RI. (2019). Statistik Kesejahteraan Rakyat 2019. Jakarta: Badan Pusat
Statistik Indonesia.

DP3AKB Lombok Timur. (2021). Peserta KB Aktif Juli 2021. Lombok Timur:
DP3AKB Lombok Timur.

Hamdi. (2015). Metode Penelitian Kuantitatif Aplikasi Dalam Pendidikan.


Yogyakarta: Deepublish.

Hartanto. (2004). Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta: Pustaka Sinar.

Kemenkes. (2021). Profil Kesehatan Indoensia Tahun 2020. Jakarta: Kementerian


Kesehatan Republik Indonesia.

KEMENKES RI. (2016). Bahan Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga


Berencana. Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan.

KEMENKES RI. (2021). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2020. Jakarta:


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
89

Matahari, R. (2018). Buku Ajar keluarga Berencana dan Kontrasepsi .


Yogyakarta: CV. Pustaka Ilmu Group.

Meilani, M. (2020). Pemilihan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) Pada


Akseptor KB. Jurnal Kebidanan Universitas Muhammadiyah Semarang,
31-38.

Puspitasari, B. (2017). Hubungan Penggunaan AKDR Dengan Kejadian Efek


Samping Pada Akseptor AKDR. Jurnal Kebidanan Dharma Husada, 37-
46.

Sari, E. M. (2018). Hubungan Pemakaian Alat Kontrasepsi Dalam Rahim


(AKDR) Non Hormonal Dengan Kejadian Vaginatis. Jurnal Kesehatan
Reproduksi, 115-125.

Siyoto, S. (2015). Dasar Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Literasi Medi


Publishing.

STIKES HAMZAR. (2021). Panduan Penyusunan Skripsi S1 Kebidanan.


Lombok Timur: STIKES HAMZAR Lombok Timur.

Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Pendidikan : (Pendekatan Kuantitatif,


Kualitatif dan R & D). Bandung: Alfabeta.

WHO. (2014). Health for the World’s Adolescents : A Second Chance in the
Second Decade. Departemen of Noncommunicable Disease Surveillance.
Geneva: World Health Organization.

Winarno. (2013). Metode Penelitian Dalam Pendidikan Jasmani. Malang:


Universitas Negeri Malang Press.

Yulizawati. (2012). Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Peningkatan


Penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR). Bidan Prada :
Jurnal Ilmiah Kebidanan, 77-88.

Anda mungkin juga menyukai