Anda di halaman 1dari 56

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2009 tentang

Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Pasal 1

menyebutkan bahwa KB adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia

ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi, perlindungan dan

bantuan sesuai dengan hak-hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga

berkualitas. Berdasarkan Undang-Undang No.10 Tahun 1992 KB juga

merupakan usaha untuk menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak

kehamilan dengan memakai kontrasepsi.

Kontrasepsi merupakan usaha-usaha untuk mencegah terjadinya

kehamilan. Usaha tersebut dapat bersifat sementara dan juga bersifat

permanen. Selain itu kontrasepsi adalah upaya untuk menghindari atau

mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat dari pertemuan antara sel telur

yang matang dengan sperma. Untuk itu kontrasepsi sangat baik digunakan

oleh pasangan yang aktif melakukan hubungan seks / intim dan keduanya

memiliki kesuburan normal namun tidak menghendaki kehamilan

(Suratun, 2008).

Diperkirakan 358.000 kematian ibu terjadi di seluruh dunia. Ini berarti,

setiap harinya sekitar 1.000 perempuan meninggal dunia karena komplikasi

yang berhubungan dengan kehamilan dan persalinan (Childinfo, 2012). Angka

kematian maternal di Indonesia berdasarkan hasil Survey Dasar Kesehatan

Indonesia (SDKI) 2012 menunjukkan adanya persoalan dalam pencapaian

1
2

target penurunan Angka Kematian Ibu (AKI). Data SDKI tahun 2012 yang

diterbitkan tahun 2013 mencatat angka kematian ibu melonjak menjadi 359

per 100.000 kelahiran hidup. AKI kembali menunjukkan penurunan menjadi

305 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup berdasarkan hasil Survei

Penduduk Antar Sensus (Kemenkes RI, 2014).

Program Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu upaya yang

dilakukan untuk menurunkan Angka Kematian Ibu, program Keluarga

Berencana berperan dalam menurunkan angka kematian Ibu melalui upaya

pencegahan kehamilan, penundaan usia kehamilan, dan menjarangkan

kehamilan (BKKBN, 2009). Upaya penurunan angka kematian ibu juga masuk

ke dalam indikator kelima Millenium Development Goals (MDGs) tahun

2015, yaitu peningkatan kesejahteraan ibu dimana indikator utamanya adalah

persalinan oleh tenaga kesehatan yang dihubungkan dengan angka kematian

ibu. Upaya penurunan AKI serta peningkatan derajat kesehatan ibu tetap

merupakan salah satu prioritas utama dalam penanganan bidang kesehatan.

Oleh karena itu pelayanan KB dapat dimaksud tidak hanya untuk

pengendalian penduduk namun dapat berkontribusi dalam meningkatkan

kesehatan ibu dan bayi. Sehingga dikatakan bahwa program keluarga

berencana merupakan kunci pencapaian sasaran Pembangunan MDGs

(Kemenkes RI, 2012).

Berdasarkan Sensus Penduduk (SP) tahun 2010, dalam periode 10

tahun (2000 – 2010), jumlah penduduk Indonesia meningkat sebanyak 32,5

juta jiwa dari 205,8 juta jiwa menjadi sebanyak 237,6 juta jiwa (Hasil

Sementara SP 2010, BPS). Rata - rata Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP)


3

Indonesia telah menurun dari sebesar 1,97% (1980-1990) menjadi 1,45%

(1990–2000). Namun, pada periode 10 tahun terakhir, LPP meningkat kembali

menjadi 1,49% (BAPPENAS, 2012).

Provinsi Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi dengan laju

pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi, berdasarkan laporan BPS statistik

Provinsi Sumatera Barat, berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2015

tercatat bahwa laju pertumbuhan penduduk Sumatera Barat dari tahun 2014 –

2015 adalah sebesar 1,26% yaitu dari 5.131.882 jiwa menjadi 5.196.370 jiwa

atau meningkat sebesar 64.488 jiwa periodi 2014 – 2015 (BPS Sumbar, 2020).

Kota Bukittinggi merupakan salah satu kota dengan laju pertumbuhan

penduduk yang cukup tinggi di Provinsi Sumatera Barat, yaitu sebesar 1,77%

periode 2014 – 2015 dan angka ini menempatkan Kota Bukittinggi berada

pada urutan 7 tertinggi dari 19 Kabupaten/ Kota yang ada di Provinsi

Sumatera Barat (BPS Sumbar, 2020).

Menyikapi laju pertumbuhan penduduk dan peningkatan derajat

kesehatan perempuan serta kesejahteraan keluarga, pemerintah telah

melakukan berbagai langkah penanggulangan, salah satunya adalah dengan

pelaksanaan program KB. BKKBN sebagai lembaga yang bertanggung jawab

terhadap pelaksanaan program Kependudukan Keluarga Berencana dan

Pembangunan Keluarga (KKBPK) secara nasional membuat terobosan baru

yaitu “Program Kampung KB” atau lengkapnya “Program Kampung Keluarga

Berencana”. Undang-Undang Nomor 52 tahun2009 tentang Perkembangan

Kependudukan dan Pembangunan Keluarga sebagai dasar pelaksanaan

Program Kependudukan dan Keluarga Berencana menekan kewenangan


4

BKKBN untuk tidak memfokuskan pada masalah pengendalian penduduk saja

namun masalah pembangunan keluarga berencana juga. Oleh karena itu

pemerintah provinsi telah mencanangkan program Kampung Keluarga

Berencana atau Kampung KB di Sumatera Barat.

Kampung KB Sekayu (Sejahtera Kayu Kubu) Kelurahan Kayu Kubu

Kota Bukittinggi merupakan salah satu wilayah yang dipilih sebagai program

Kampu KB berdasarkan Keputusan Wali Kota pada tanggal 23 Maret tahun

2016 yang didasari oleh cakupan akseptor Kb aktif yang masih rendah dan di

bawah capai Nasional yaitu 56,75% di tahun 2016 (Profil Kampung KB

Sekayu, 2020).

Perkembangan cakupan akseptor KB aktif di Kampung KB kelurahan

Kayu Kubu hingga tahun 2020 belum menunjukkan peningkatan yang

signifikan, dimana berdasarkan data per Februari tahun 2020 cakupan akseptor

KB aktif di Kelurahan Kayu Kubu masih cenderung rendah yaitu sebesar

64,16%, hanya mengalami peningkatan sebesar 7,4 % dari awal

dicanangkannya program kampung KB di Kelurahan Kayu Kubu (Puskesmas

Guguk Panjang, 2020).

Keikutsertaan menjadi akseptor KB tentunya faktor langsung yang

mempengaruhi cakupan Program KB di Kampung KB kelurahan Kayu Kubu.

Keikutsertaan menjadi akseptor KB aktif termasuk ke dalam lingkup perilaku

kesehatan yang dipengaruhi beberapa faktor. menurut Green (1980) dalam

Notoatmodjo (2012), menyatakan bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh

tiga faktor, yaitu faktor predisposing (dari diri sendiri) yang mencakup

pengetahuan, sikap, umur, jumlah anak, persepsi, pendidikan, ekonomi, dan

variabel demografi. Faktor enabling (pemungkin) yang mencakup fasilitas


5

penunjang, sumber informasi dan kemampuan sumber daya. Dan faktor

reinforcing (penguat) yang mencakup dukungan keluarga atau tokoh

masyarakat.

Penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh Huda, dkk (2016)

dengan judul faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku penggunaan

alat kontrasepsi pada wanita usia subur di Puskesmas Jombang-Kota

Tangerang Selatan menunjukkan bahwa ada hubungan sikap dan dukungan

suami dengan perilaku penggunaan alat kontrasepsi pada wanita usia subur

dengan nilai p < 0,05. Penelitian berbeda yang telah dilakukan oleh Puspitasari

(2014) dengan judul Dukungan Keluarga dalam Keikutsertaan KB pada

Pasangan Usia Subur di Desa Argomulyo Sedayu Bantul Yogyakarta

menunjukkan bahwa dukungan keluarga berpengaruh signifikan terhadap

keikutsertaan KB pada pasangan usia subur dengan nilai p = 0,000.

Hasil survey awal yang peneliti lakukan pada di Kampung KB Sekayu

Kelurahan Kayu Kubu dengan melakukan wawancara terhadap 10 orang

wanita usia subur. Didapatkan informasi bahwa 6 orang diantaranya bukanlah

akseptor KB ( 2 orang tidak pernah ber KB dan 4 orang akseptor KB drop

out). Lebih lanjut juga diketahui bahwa 2 orang ibu berhenti ber KB karena

ingin hamil dan memiliki anak, 2 orang lainnya menyatakan berhenti ber KB

karena efek samping alat kontrasepsi KB serta menganggap KB tidak baik

untuk kesehatan, 2 orang akseptor KB drop out juga menyatakan berhenti ber

KB karena di larang oleh suami. Selain itu dari 10 orang responden yang

diwawancarai secara umum menyatakan bahwa kurang memahami dan

kurangnya informasi yang diberikan tentang Keluarga Berencana.


6

Berdasarkan fenomena di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan

sebuah penelitian tentang fenomena keikutsertaan pasangan usia subur

menjadi aksepor KB dalam sebuah penelitian yang berjudul “Study literature

review faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keikutsertaan Menjadi

Akseptor KB di Kampung KB”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada

penelitian ini adalah bagaimana kajian literature review tentang faktor-faktor

yang berhubungan dengan keikutsertaan menjadi akseptor KB.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi literature

terkait Faktor-faktor yang Berhubungan dengan keikutsertaan menjadi

akseptor KB di Kampung KB.

2. Tujuan Khusus

a. Menganalisis literature tentang hubungan pengetahuan dengan

keikutsertaan menjadi akseptor KB

b. Menganalisis literature tentang hubungan sikap dengan keikutsertaan

menjadi akseptor KB di Kampung KB

c. Menganalisis literature tentang hubungan dukungan keluarga dengan

keikutsertaan menjadi akseptor KB di Kampung KB

d. Menganalisis literature tentang hubungan dukungan petugas kesehatan

dengan keikutsertaan menjadi akseptor KB di Kampung KB


7

D. Ruang Lingkup

Lingkup penelitian ini membahas tentang faktor-faktor yang

berhubungan dengan keikutsertaan menjadi aksepto KB di Kampung KB yang

akan dilakukan pada tanggal 25 – 31 Juli tahun 2020. Jenis penelitian ini

adalah literature review. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh jurnal

internasional dan nasional yang berkaitan dengan faktor-faktor yang

berhubungan dengan keikutsertaan menjadi akseptor KB meliputi faktor

pengetahuan, sikap, dukungan keluarga dan dukungan petugas kesehatan.

Pengumpulan data pada penelitian ini dengan bantuan mesin pencarian di

Google Scholar kata kunci yang sesuai dengan tujuan penelitian, literatre yang

diperoleh akan diseleksi melalui tahap identification, schreening, eligibility

dan include. Sedangkan teknik dalam meriview literature menggunakan teknik

Compare literature.
8

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Keluarga Berencana (KB)

1. Pengertian Keluarga Berencana (KB)

Keluarga Berencana (KB) menurut UU No 10 Tahun 1992 (tentang

perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera)

adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui

pendewasaan usia perkawinan (PUP), pengaturan kelahiran, pembinaan

ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga kecil, bahagia dan

sejahtera ( Arum dan Sujiyatini 2008,p.28).

Menurut UU No. 52 tahun 2009, program Keluarga Berencana

(KB) adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal

melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi, perlindungan dan

bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang

berkualitas (Bakar, 2014, p. 158).

2. Tujuan Program Keluarga Berencana (KB)

Tujuan utama program KB nasional adalah untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat akan pelayanan KB dan kesehatan reproduksi yang

berkualitas, menurunkan tingkat/ angka kematian ibu, bayi dan anak serta

penanggulangan masalah kesehatan reproduksi dalam rangka membangun

keluarga kecil berkualitas ( Arum dan Sujiyatini 2008,p.28).

Menurut kelembagaan dan pembudidayaan Norma Keluarga Kecil

Bahagia Sejahtera (NKKBS) yang dikutip oleh Arum dan Sujiyatini (2008,

p.29), tujuan filosofis program keluarga berencana adalah :

8
9

a. Perencanaan kehamilan dan mencegah kehamilan yang belum

diinginkan, meliputi :

1) Pengaturan jarak dan usia melahirkan

2) Penggunaan kontrasepsi rasional, efektif dan efisien

3) Pelayanan Kb bagi keluarga miskin

4) Keterlibatan pria dalam perencanaan kehamilan dan keterlibatan

pria dalam KB

5) Penurunan kehamilan di kalangan PUS muda

b. Meningkatkan status kesehatan perempuan dan anak, meliputi :

1) Pengaturan usia melahirkan yang tidak terlalu muda dan tidak

terlalu tua

2) Pengaturan jarak kehamilan

3) Peningkatan keterlibatan pria dalam kehamilan dan perawatan anak

4) Peningkatan menyusui eksklusif

5) Pencegahan dan perlindungan HIV dan AIDS

c. Meningkatkan kesehatan dan kepuasan seksual, meliputi:

1) Kondom fungsi ganda (dual protection)

2) Program universal precaution untuk pencegahan HIV dan AIDS

dalam program KB

3) Penggunaan kontrasepsi pada PUS yang ingin menunda anak

pertama

4) Pelayanan terintegrasi dan deteksi dini kanker alat reproduksi


10

3. Strategi Pendekatan dan Cara Operasional Program Pelayanan


Keluarga Berencana

Strategi tiga dimensi program Keluarga Berencana (KB) sebagai

pendekatan program Keluarga Berencana (KB) nasional. Strategi ini

diterapkan atas dasar survei terhadap kecenderungan respon Pasangan

Usia Subur (PUS) di Indonesia terhadap ajakan KIE (Komunikasi

Informasi dan Edukasi) Keluarga Berencana ( Arum dan Sujiyatini

2008,p.32).

Menurut (Arum dan Sujiyatini 2008,p.33), Strategi yang dimaksud

dibagi menjadi tiga tahap pengelolaan program KBN sebagai berikut:

a. Tahap Perluasan Jangkauan

Pola tahap ini penggarapan program lebih difokuskan kepada

sasaran :

1) Coverage wilayah

Penggarapan wilayah adalah penggarapan program KB

lebih diutamakan pada penggarapan wilayah potensial, seperti

wilayah Jawa Bali yaitu provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa

Timur, dan Bali dengan kondisi jumlah penduduk dan laju

pertumbuhan yang besar.

2) Coverage Khalayak

Diarahkan pada upaya menjadi akseptor KB sebanyak-

banyaknya pada tahap ini pendekatan pelayanan KB didasarkan

pada pendekatan klinik.


11

b. Tahap Pelembagaan

Tahap ini diterapkan untuk mengantisipasi keberhasilan pada

tahap potensi yaitu tahap perluasan jangkauan. Pada tahap ini coverage

wilayah diperluas menjangkau propinsi-propinsi luar Jawa Bali dengan

sebutan Propinsi Luar Jawa Bali yaitu Propinsi-propinsi di Pulau

Sumatra sebahagian Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi. Sedangkan

pada tahap ini coverage khalayak diarahkan pada jangkauan PUS yang

ragu-ragu dengan merangsang timbulnya partisipasi masyarakat

sebagai pengelola program yang seperti PPKBD (Pos LB Desa, Sub

Pos KB dan LSM lainnya).

c. Tahap Pembudayaan Program KB

Pada tahap ini coverage wilayah diperluas menjangkau

propinsi-propinsi di seluruh Indonesia. Sedangkan coverage khalayak

diperluas menjangkau sisa PUS yang menolak, oleh peserta itu

pendekatan program KB dilengkapi dengan pendekatan Takesra dan

Kukesra.

4. Dampak Program KB Terhadap Kehidupan Sosial

Menurut Arum dan Sujiyatini (2008,p.34), dampak program Kb terhadap

kehidupan sosial adalah:

a. Implikasi Program KB terhadap Bidang Pendidikan

1) Aspek Mikro

Merubah komposisi penduduk dan komposisi expensive

menjadi kemampuan konstruktif dan stationare. Perubahan ini

berpengaruh pada pengembangan antara kebutuhan sarana dan


12

prasarana pendidikan dengan kemampuan negara untuk

melaksanakan investasi di bidang pendidikan.

2) Aspek Makro

Dengan ber KB menuju keluarga kecil akan memberi

peluang lebih untuk menyekolahkan anak.

b. Implikasi Program Keluarga Berencana (KB) terhadap Angkatan Kerja

Angkatan Kerja (AK) adalah penduduk yang berumur 10 tahun

ke atas dan selama seminggu yang lalu mempunyai pekerjaan, baik

bekerja maupun sementara tidak bekerja karena suatu sebab seperti

sedang menunggu panen, pegawai sedang cuti dan pekerja kelas

profesional (dukun/ dalang) yang sedang menunggu pekerjaan

berikutnya. Disamping itu mereka yang mempunyai pekerjaan tetapi

sedang mencari pekerjaan dan mendapat imbalan berupa balas jasa.

Pengaruh program Keluarga Berencana (KB) terhadap

angkatan kerja adalah mereduksi penduduk usia kerja dengan merubah

komposisi penduduk dari ekspansi menjadi produktif.

c. Pengaruh Implikasi Pelaksanaan Program Keluarga Berencana (KB)

terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi

Kehidupan sosial ekonomi dalam hal ini tidak lepas dari

pembangunan ekonomi, pembangunan ekonomi dapat ditingkatkan

sebagai suatu proses dimasa Riil Nasional Income naik secara terus

menerus dalam jangka waktu lama.

Kenaikan Riil Nasional Income naik secara terus-menerus

dalam jangka waktu lama. Kenaikan Riil Nasional Income dipengaruhi


13

oleh beberapa faktor dominan antara lain pendapatan (Y), konsumsi ©

tabungan/ saving (S) dan investor (I).

Secara makro pengaruh pelaksanaan program Keluarga

Berencana (KB) terhadap pembangunan ekonomi banyak berkaitan

dengan kebutuhan dan kemampuan negara untuk melakukan investasi

(penanaman modal). Semakin tinggi laju pertumbuhan penduduk akan

berpengaruh semakin tingginya akan investasi. Prof. DR. Soemitro

Djoyohadikusumo mengemukakan bahwa apabila tingkat investasi

suatu negara tidak dapat mengimbangi tingkat laju pertumbuhan

penduduknya, maka akan berakibat pada penurunan kualitas kehidupan

masyarakatnya.

Setiap 1% pertambahan penduduk di Indonesia memerlukan

4% Investasi dan GNP nya.

Secara makro pengaruh Program Keluarga Berencana (KB)

terhadap kehidupan ekonomi keluarga adalah pada rasionalisasi tingkat

pengeluaran (konsumsi) keluarga/ rumah tangga. Semakin besar

jumlah anggota keluarga akan semakin besar pula pemenuhan

kehidupannya.

d. Pengaruh Program KB terhadap Kehidupan Budaya

Aspek budaya yang banyak dipengaruhi dan mempengaruhi

pelaksanaan Program Keluarga Berencana (KB) adalah pada perilaku/

tingkah laku/ pola pikir yang rasional dan bertanggung jawab serta

kebersihan lingkungan.
14

5. Metode Kontrasepsi Keluarga Berencana (KB)

Kontrasepsi berasal dari kata kontra dan konsepsi. Kontra berarti

mencegah atau melawan, sedangkan konsepsi berarti pertemuan antara sel

telur (sel wanita) yang matang dengan sel sperma (sel pria) yang

mengakibatkan terjadinya kehamilan, maka kontrasepsi berarti

menghindari/ mencegah terjadinya pertemuan antara sel telur yang matang

dengan sel sperma, sehingga tidak terjadi kehamilan (Abubakar 2014,

p.178).

Menurut Saifuddin, dkk (2010, p.64), metode kontrasepsi KB

adalah sebagai berikut:

a. Metode Amenorea Laktasi (MAL)

Metode Amenorea Laktasi (MAL) adalah kontrasepsi yang

mengandalkanpemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif, artinya

hanya diberikan ASI tanpa tambahan makanan atau minuman apapun

lainnya.

Penggunaan metode amenorea laktasi digunakan sebagai

kontrasepsi apabila menyusui secara penuh (full breast feeding), lebih

efektif apabila pemberian > 8 kali sehari, belum haid, efektif sampai 6

bulan dan harus dilanjutkan dengan pemakaian metode kontrasepsi

lainnya dan Cara kerja Metode Amenorea Laktasi (MAL) adalah

menunda/ menekan ovulasi (Arum & Sujiyatini 2008, p.68).


15

b. Metode Keluarga Berencana (KB) Alamiah

Metode Keluarga Berencana (KB) Alamiah adalah metode

kontrasepsi KB secara alami atau tidak menggunakan alat (mandiri)

(Abubakar 2014, p.179).

Jenis atau macam-macam KB alamiah menurut Abubakar

(2014, p.179) adalah:

a. Metode Ovulasi Billing (MOB)

Metode Ovulasi Billing (MOB) adalah metode kontrasepsi

KB Alamiah yang menekankan pada pencatatan lendir leher rahim

yang menunjukkan masa-masa subur pada seorang wanita, lendir

yang keluar terkadang berwarna putih, bening atau blur yang

merupakan pertanda masa subur, dimana lendir-lendir yang keluar

dari leher rahim tersebut dapat menjaga dan membantu sperma

mencapai sel telur sehingga terhadi pembuahan dan lendir terebut

biasanya dihasilakn 6 hari sebelum ovulasi (Billings 2006, p.19).

Metode Ovulasi Billing (MOB) atau dikenal juga dengan

metode dua hari mukosa serviks dan metode simtomtermal adalah

metode KBA yang paling efektif dan metode ini sudah diterima

sebagai salah satu metode KB mandiri.

Jadi untuk menghindari kehamilan atau menggunakan

metode ovulasi billing, pasangan harus menghindari masa-masa

basah (keluarnya lendir di mulut vagina), karena pada masa kering

biasanya sperma tidak mampu bertahan untuk mencapai sel telur

sehingga pembuahan dapat dihindari (Billings 2006, p.20).


16

b. Sistem Kalender/ Pantang Berkala

Metode keluarga berencana sistem kalender/ pantang

berkala adalah menghindari senggama pada masa buru (dekat

pertengahan antara siklus haid atau ada tanda-tanda kesuburan

yaitu keluarnya lender encer dari liang vagina) dan cara

penghitungan masa subur dipakai rumus siklus terpanjang

dikurangi 11 dan terpendek dikurangi 18, antara kedua waktu

senggama dikurangi.

c. Senggama Terputus

Senggama terputus adalah metode KB tradisional, dimana

pria mengeluarkan alat kelaminnya (penis) dari vagina sebelum

pria mencapai ejakulasi. Cara kerja metode ini adalah penis

dikeluarkan sebelum ejakulasi sehingga sperma tidak masuk ke

vagina, dan juga berarti tidak ada pertemuan antara sperma dengan

ovum, sehingga kehamilan tidak terjadi (dapat dicegah)

d. Metode Barier

1) Kondom

Kondom adalah selubung/ sarung karet yang bisa

terbuat dari berbagai bahan seperti lateks/ karet, plastik/ vinil

atau bahan alami/ produksi hewani yang dipasang pada penis

saat berhubungan seksual.

Cara kerja kondom adalah menghalangi terjadinya

pertemuan sperma dan sel telur dengan cara mengemas sperma


17

di ujung selubung karet yang dipasang pada penis sehingga

tidak tercurah kedalam saluran reproduksi perempuan.

2) Diafraghma

Diafraghma adalah kap berbentuk bulat cembung,

terbuat dari lateks (karet) yang diinsersikan ke dalam vagina

sebelum berhubungan seksual dan menutup serviks. Jenis

bahan diafraghma adalah flat spring (flat mental band), coil

spring (coiled wire), arching spring (kombinasi metal spring).

Cara kerja diafraghma adalah menahan sperma agar

tidak mendapat akses mencapai saluran alat reproduksi bagian

atas (uterus dan tuba falopi) dan sebagai alat tempat spermiside

dan efektif bila digunakan dengan benar.

3) Spermisida

Spermisida adalah bahan kimia (nonoksinaol-9)

digunakan untuk menonaktifkan atau membunuh sperma;

dikemas dalam bentuk aerosol (busa), tablet vagina,

suppositoria (dissolvable film), krim.

Cara kerja spermisida adalah menyebabkan sel

membrane sperma terpecah, memperlambat pergerakan sperma,

dan menurunkan kemampuan pembuahan sel telur.Cara

penggunaan spermisida adalah dengan menginsersikan

spermisida dengan alat insersi spermiside ke dalam vagina

sebelum melakukan hubungan seksual dan waktu tunggu

sesudah insersi antara 10 – 15 menit dan spermisida


18

ditempatkan jauh di dalam vagina sehingga serviks terlindungi

dengan baik.

e. Kontrasepsi Kombinasi (Hormon Estrogen dan Progesteron)

1) Pil Kombinasi

Pil kombinasi adalah pil KB yang mengandung hormon

estrogen dan progesterone.Pil kombinasi harus diminum setiap

hari. Dapat dipakai oleh semua ibu usia reproduksi, baik yang

sudah mempunyai anak ataupun belum, dapat mulai diminum

setiap saat bila yakin sedang tidak hamil dan tidak dianjurkan

bagi ibu yang sedang menyusui.

Cara kerja pil kombinasi adalah menkan ovulasi,

mencegah implantasi, lender serviks mengental sehingga sulit

dilalui sperma, pergerakan tuba terganggu sehingga

transportasi telur dengan sendiri akan terganggu.

Jenis pil kombinasi saat ini adalah:

a) Monofasik, pil dalam kemasan 21 tablet yang mengandung

hormon aktif estrogen/ progestin dalam dosis yang sama,

dengan 7 tablet tanpa hormon aktif;

b) Bisafik, pil dalam kemasan 21 tablet yang mengandung

hormon aktif estrogen/ progestin dengan dua dosis berbeda,

dengan 7 tablet tanpa hormon aktif;

c) Trifasik, pil dengan kemasan 21 tablet yang mengandung

hormon aktif estrogen/progestin dengan tiga dosis yang

berbeda, dengan 7 tablet tanpa hormon aktif.


19

f. Suntikan Kombinasi

Jenis suntikan kombinasi adalah 25 mg depo

medroksiprogesteron asetat dan 5 mg estradiol sipionat yang

diberikan injeksi 1 m sebulan sekali (cyclogem), dan 50 mg

Noretindron Enantat dan 5 mg Estradiol Valerat yang diberikan

injeksi 1 m sebulan sekali.

Cara kerja suntikan kombinasi adalah menekan obulasi

dengan membuat lender serviks menjadi kental sehingga penetrasi

sperma terganggu, perubahan pada endometrium (atrofi) sehingga

implantasi terganggu, menghambat transportasi gamet oleh tuba.

g. Kontrasepsi Progestin

1) Kontrasepsi Suntikan Progestin

Kontrasepsi suntikan progestin sangat efektif, aman dan

dapat dipakai semua perempuan usia reproduksi, kembali

kesuburan rata-rata 4 bulan dan tidak menekan produksi ASI.

Kontrasepsi suntikan progestin dibagi menjadi 2 jenis,

yaitu:

a) Depo Provera (Depo Medroksiprogesteron Asetat),

mengandung 150 mg DMPA, diberikan/disuntikkan setiap

3 bulan sekali

b) Depo Noristerat (Depo Noristesteron Asetat), mengandung

200 mg Noretindron Enantat, diberikan/ disuntikkan setiap

2 bulan sekali.
20

Cara kerja kontrasepsi Progestin adalah mencegah

ovulasi dengan mengentalkan lender serviks sehingga

menurunkan kemampuan penetrasi sperma, dan menghambat

transportasi gamet oleh tuba.

2) Kontrasepsi Pil Progestin (Minipil)

Kontrasepsi Pil Progestin (Minipil) cocok untuk

perempuan menyusui, tidak menurunkan produksi ASi, dosis

rendah, serta efektif pada masa laktasi. Kontrasepsi pil

progestin (minipil) dibedakan atas dua jenis yaitu kemasan

dengan isi 35 pil (300 ug lenovorgestrel atau 350 ug

noretindron) dan kemasan dengan isi 28 pil ( 75 ug

desogestrel).

Cara kerja pil progestin (minipil) adalah dengan

menekan sekresi gonadotropin dan sintesis steroid seks di

ovarium; endometrium mengalami transformasi lebih awal

sehingga implantasi lebih sulit; mengentalkan lender serviks

sehingga menghambat penetrasi sperma; mengubah motilitas

tuba sehingga transpormasi sperma terganggu.

3) Kontrasepsi Implan

Kontrasepsi Implan adalah metode kontrasepsi

hormonal yang efektif, tidak permanen dan dapat mencegah

kehamilan antara 3 hingga 5 tahun.

Cara kerja kontrasepsi implant dalam menghambat

ovulasi adalah menyebabkan endometrium tidak siap untuk


21

nidasi, mempertebal lendir serviks, menipiskan lapisan

endometrium.

h. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)

Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) adalah jenis

kontrasepsi yang ditanamkan di dalam rahim berupa CuT-3800 atau

NOVA T yang sangat efektif dan berjangka panjang (sampai 10

tahun untuk CuT-3800). Cara kerja AKDR adalah menghambat

kemampuan sperma untuk masuk ke tuba faloppi, mempengaruhi

fertilisasi sebelum ocum mencapai kavum uteri, mencegah sperma

dan ovum bertemu serta memungkinkan untuk mencegah

implantasi telur dalam uterus.

i. Kontrasepsi Mantap

Kontrasepsi Mantap adalah metode kontrasepsi dengan

tindakan pembedahan pada saluran telur wanita atau saluran mani

pria yang mengakibatkan orang atau pasangan yang bersangkutan

tidak akan memperoleh keturunan.

1) Tubektomi

Tubektomi adalah tindakan penutupan (pemotongan,

pengikatan, pemasangan cincin) pada kedua saluran telur kanan

dan kiri sehingga sel telur tidak dapat melewati saluran telur.

2) Vasektomi

Vasektomi adalah salah satu metode mantap dengan

cara operasi pada pria, yaitu tindakan penutupan (pemotongan,

pengikatan, pemasangan cincin) terhadap kedua saluran mani


22

kanan dan kiri sehingga sel mani tidak bisa keluar pada waktu

senggama.

B. Akseptor Keluarga Berencana (KB)

1. Pengertian

Akseptor Keluarga Barencana (KB) adalah Pasangan Usia Subur

(PUS) yang menggunakan salah satu alat/obat kontrasepsi

(BKKBN, 2007).

2. Jenis-jenis Akseptor KB

Jenis-jenis akseptor KB menurut BKKBN (2007) dapat dibedakan sebagai

berikut :

a. Akseptor Aktif adalah: Akseptor yang ada pada saat ini menggunakan

salah satu cara/alat kontrasepsi untuk menjarangkan kehamilan atau

mengakhiri kesuburan.

b. Akseptor Aktif Kembali adalah : Pasangan Usia Subur yang telah

menggunakan kontrasepsi selama tiga bulan atau lebih yang tidak

diselingi suatu kehamilan, dan kembali menggunakan cara alat

kontrasepsi baik dengan cara yang sama maupun berganti cara setelah

berhenti/istirahat kurang lebih tiga bulan berturut-turut dan buka n

karena hamil.

c. Akseptor KB Baru adalah: Akseptor yang baru pertama kali

menggunakan alat/obat kontrasepsi atau PUS yang kembali

menggunakan alat kontrasepsi setelah melahirkan atau abortus.


23

d. Akseptor KB Dini adalah: Para ibu yang menerima salah satu cara

kontrasepsi dalam waktu 2 minggu setelah melahirkan atau abortus.

e. Akseptor Langsung : Para Istri yang memakai salah satu cara

kontrasepsi dalam waktu 40 hari setelah melahirkan atau abortus.

f. Akseptor dropout adalah: Akseptor yang menghentikan pemakaian

kontrasepsi lebih dari 3 bulan (BKKBN, 2007).

3. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keikutsertaan Wanita Usia

Subur Menjadi Akseptor Keluarga Berencana (KB)

a. Teori Perilaku Menurut Lawren Green (1980) dalam Notoatmodjo

(2012)

Keikutsertaan menjadi akseptor Keluarga Berencana (KB)

merupakan suatu bentuk perilaku kesehatan wanita usia subur yang

memiliki suami, yaitu suatu perilaku yang bertujuan untuk

meningkatkan derajat kesehatan pada wanita, karena perilaku

kesehatan merupakan suatu respons seseorang terhadap rangsangan

atau objek-objek yang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit, dan

faktor-faktor yang mempengaruhi sehat-sakit adalah merupakan suatu

perilaku kesehatan( healthy behavior ). Ringkasnya perilaku kesehatan

itu adalah semua aktivitas seseorang yang berkaitan dengan

pemeliharaan dan peningkatan kesehatan baik yang dapat diamati

(observable) maupun yang tidak dapat diamati( unobservable).

Pemeliharaan kesehatan ini meliputi pencegahan dan perlindungan diri

dari penyakit dan masalah kesehatan lain, meningkatkan kesehatan,

dan mencari penyenbuhan apabila sakit. Menurut Notoatmodjo (2012),


24

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang menurut

teori Lawrence Green (1980), Snehandu B. Kar (1983), dan WHO

(1984) dalam Notoatmodjo (2012, p.194) adalah:

1) Faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam

pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai atau sosial

budaya, persepsi dan sebagainya

2) Faktor Pemungkin (Enabling Factors), yang terwujud dalam

lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas

atau sarana-sarana kesehatan, pekerjaan, lingkungan geografis dan

sebagainya

3) Faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap

dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain yang merupakan

kelompok referensi dari perilaku masyarakat seperti tokoh agama,

tokoh masyarakat dan lain sebagainya.

Selanjutnya Notoatmodjo (2012,p.192) menambahkan bahwa

determinan perilaku manusia dapat digambarkan dalam bagan

determinan perilaku manusia, yaitu :

Pengalaman Pengetahuan
Keyakinan Persepsi
Lingkungan Sikap Perilaku
Sosio-Budaya Keinginan
Kehendak
Motivasi
Niat

Gambar 2.1
Determinan Perilaku Manusia
25

b. Teori HBM (Health Belief Model)

Teori Health Belief Model (HBM) merupakan teori perubahan

perilaku kesehatan dan model psikologis yang digunakan untuk

memprediksi perilaku kesehatan dengan berfokus pada persepsi dan

kepercayaan individu terhadap suatu penyakit (Priyoto, 2014).

Health Belief Model (HBM) seringkali dipertimbangkan

sebagai kerangka utama dalam perilaku yang berkaitan dengan

kesehatan, dimulai dari pertimbangan orang mengenai kesehatan serta

digunakan untuk meramalkan perilaku peningkatan kesehatan. Health

Belief Model (HBM) merupakan model kognitif yang berarti bahwa

khususnya proses kognitif dipengaruhi oleh informasi dari lingkungan.

Menurut Teori Health Belief Model (HBM) kemungkinan individu

akan melakukan tindakan pencegahan tergantung secara langsung pada

hasil dari dua keyakinan atau penilaian kesehatan yaitu ancaman yang

dirasakan dari sakit dan pertimbangan tentang keuntungan dan

kerugian (Machfoedz, 2006).

Menurut Priyoto (2004) Teori Health Belief Model (HBM)

didasarkan atas tiga faktor esensial, yaitu:

1) Kesiapan individu untuk merubah perilaku dalam rangka

menghindari suatu penyakit atau memperkecil risiko kesehatan.

2) Adanya dorongan dalam lingkungan individu yang membuatnya

merubah perilaku.

3) Perilaku itu sendiri.


26

Ketiga faktor di atas dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti

persepsi, potensi ancaman, motivasi untuk memperkecil kerentanan

terhadap suatu penyakit, adanya kepercayaan bahwa perubahan

perilaku dapat memberikan keuntungan, penilaian individu terhadap

perubahan yang ditawarkan, interaksi dengan petugas kesehatan, serta

pengalaman untuk mencoba perilaku yang serupa (Priyoto, 2014).

Teori HBM oleh Rosenstock ini didasarkan pada elemen

persepsi seseorang, yaitu:

1) Perceived susceptibility: penilaian individu mengenai kerentanan

mereka terhadap suatu penyakit. Semakin besar risiko yang

dirasakan, semakin besar kemungkinan terlibat dalam perilaku

untuk mengurangi risiko (Notoatmodjo, 2010)

2) Perceived seriousness: penilaian individu mengenai seberapa serius

kondisi dan konsekuensi yang ditimbulkan oleh penyakit tersebut

(Machfoedz, 2006).

3) Perceived barriers: penilaian individu mengenai besar hambatan

yang ditemui untuk mengadopsi perilaku kesehatan yang

disarankan, seperti hambatan finansial, fisik, dan psikososial

(Notoatmodjo, 2010).

4) Perceived benefits: penilaian individu mengenai keuntungan yang

didapat dengan mengadopsi perilaku kesehatan yang disarankan

(Machfoedz, 2006).

5) Modifying variable (variabel modifikasi) : konstruksi utama dari

persepsi ini dapat dimodifikasi oleh variabel lain berupa


27

karakteristik individu yang mempengaruhi persepsi pribadi, seperti

budaya, tingkat pendidikan, pengalaman masa lalu, keterampilan,

tingkat sosial ekonomi, norma dan motivasi (Priyoto, 2014)

6) Cues to Action ( isyarat untuk bertindak): merupakan peristiwa,

orang, ataupun hal-hal yang dapat menggerakan seseorang untuk

mengubah perilaku mereka, yakni dapat berupa informasi dari

media masa, nasihat dari orang sekitar, maupun pengalaman

pribadi atau keluarga (Priyoto, 2014)

Teori perilaku yang sangat mempengaruhi mengapa seseorang

melakukan perilaku sehat adalah Health Belief Model (HBM). Health

belief model diformulasikan oleh Rosenstock (1966) untuk

memprediksi kemungkinan individu akan melibatkan diri dalam

perilaku sehat atau tidak. HBM telah banyak diaplikasikan pada

penelitian-penelitian tentang berbagai macam perilaku kesehatan.

Secara umum, sekarang dipercayai individu akan mengambil

tindakan pencegahan apabila individu menganggap dirinya rentan

terhadap kondisi yang ia percayai menimbulkan konsekuensi serius.

Individu akan mengambil tindakan memeriksakan dirinya apabila ia

mempercayai serangkaian aksi dapat menguntungkannya dalam

mengurangi kerentanannya terhadap masalah kesehatan ataupun

keseriusan dari kondisi tersebut dan individu akan mengambil langkah

mengontrol kondisi kesehatannya yang sakit apabila ia mempercayai

bahwa keuntungan yang akan diperoleh melebihi rintangan yang

dihadapi pada saat mengambil langkah tersebut (dalam Glanz, 1990).


28

Ada 3 faktor lain yang mempengaruhi persepsi seseorang

mengenai ancaman penyakit yaitu :

1) Variabel demografis (usia, jenis kelamin, latar belakang budaya)

2) Variabel sosiopsikologis (kepribadian, kelas sosial, tekanan sosial)

3) Variabel struktural (pengetahuan dan pengalaman tentang

masalah)

Health belief model (HBM) memudahkan individu tidak hanya

memahami mengapa individu melakukan perilaku sehat tetapi juga

memprediksi beberapa keadaan yang mana perilaku sehat akan

dirubah. Dari penelitian yang dilakukan oleh Taylor menggambarkan

bahwa health belief model merancang komunikasi yang digunakan

untuk merubah perilaku ke perilaku sehat yang secara umum dapat

diprediksi. Inti dari komunikasi yaitu persepsi akan kerentanan dari

penyakit dan secara simultan meningkatkan persepsi individu bahwa

beberapa perilaku sehat dapat mengurangi rasa sakit yang sukses

dalam merubah perilaku. Bagaimanapun Health Belief Model

merupakan salah satu komponen yang penting dalam merubah

perilaku sehat: persepsi yang memungkinkan seseorang untuk

menggunakannya untuk berperilaku sehat, dalam hal ini adalah

perilaku ikut serta menjadi akseptor KB.

C. Pengetahuan

1. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil “tahu“ dan ini terjadi setelah orang

melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi


29

melalui pancaindra manusia yakni penglihatan, pendengaran, penciuman,

rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui

mata dan telinga (Notoatmodjo 2012, p.138).

Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dari manusia yang

hanya sekedar menjawab pertanyaan “what”.Pengetahuan pada dasarnya

terdiri dari dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang

untuk dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Pengetahuan dapat

diperoleh dari pengalaman langsung maupun dari pengalaman orang lain

(Notoatmodjo 2010, p.10)

2. Cara Mendapatkan Pengetahuan

Cara memperoleh pengetahuan menurut Notoatmodjo (2003, p.11)

yang dikutip oleh Wawan dan Dewi (2010, p.14) adalah :

a. Cara-cara penemuan pengetahuan secara tradisonal atau non ilmiah

(tanpa penelitian) meliputi :

1) Cara coba salah (Trial dan Error)

Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan

kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang

lain. Apabila tidak berhasil, maka akan dicoba kemungkinan yang

lain lagi sampai didapatkan hasil mencapai kebenaran.

2) Cara kebetulan

Penemuan kebenaran secara kebetulan terjadi karena tidak

sengaja oleh orang yang bersangkutan


30

3) Cara kekuasaan atau otoritas

Di mana pengetahuan diperoleh berdasarkan pada otoritas

atau kekuasaan baik tradisi, otoritas pemerintahan, otoritas

pemimpin agama, maupun ahli ilmu pengetahuan.

4) Berdasarkan pengalaman pribadi

Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali

pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan

yang dihadapi pada masa yang lalu. Apabila dengan cara yang

digunakan tersebut orang dapat memecahkan masalah yang sama,

orang dapat pula menggunakan cara tersebut.

5) Cara akal sehat

Akal sehat atau common sense kadang - kadang dapat

menemukan teori atau kebenaran.Pemberian hadiah dan hukuman

(reward and punishment) merupakan cara yang masih dianut orang

dalam mendisiplin anak dalam konteks pendidikan

6) Kebenaran melalui wahyu

Ajaran agama adalah suatu kebenaran yang diwahyukan

dari Tuhan melalui para Nabi.

7) Secara intuitif

Diperoleh manusia secara cepat melalui proses di luar

kesadaran dan tanpa melalui proses penalaran atau berfikir.

Kebenaran ini diperoleh seseorang hanya berdasarkan intuisi atau

suara hati atau bisikan hati saja.

8) Melalui jalan pikiran


31

Disini manusia telah mampu menggunakan penalarannya

dalam memperoleh pengetahuannya (menggunakan jalan

pikirannya baik melalui induksi ataupun deduksi)

9) Induksi

Yaitu proses penarikan kesimpulan yang dimulai dari

pernyataan-pernyataan khusus ke pernyataan yang bersifat umum.

Dalam berfikir induksi pembuatan kesimpulan tersebut

berdasarkan pengalaman-pengalaman empiris yang di tangkap oleh

indra dan kemudian disimpulkan dalam suatu konsep yang

memungkinkan seseorang untuk memahami suatu gejala.

10) Deduksi

Yaitu pembuatan kesimpulan dari pertanyaan - pertanyaan

umum ke khusus. Aristoteles (384 – 322 SM ) mengembangkan

cara berfikir deduksi ke dalam suatu cara yang disebut ”silogisme”.

Hal ini merupakan suatu bentuk deduksi yang memungkinkan

seseorang untuk mengambil kesimpulan yang lebih baik.

b. Cara Penemuan dengan Cara Modern (Ilmiah) adalah

Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada

dewasa ini lebih sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut metode

penelitian ilmiah yang lebih populer disebut metodologi penelitian.

3. Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2012, p.138) pengetahuan atau ranah

kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk


32

tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan tercakup dalam domain

kognitif terdiri atas 6 (enam) tingkat yaitu :

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya.Termasuk didalamnya mengingat kembali

terhadap suatu yang khusus dari seluruh bahan yang dipelajari atau

rangsangan yang telah diterima. Oleh karena itu, “Tahu“ merupakan

tingkat pengetahuan yang paling rendah gunanya untuk mengukur

bahwa orang tahu yang dipelajari seperti menyebutkan, menguraikan,

mendefenisikan, menyatakan, dan sebagainya.

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan secara benar

tentang objek yang diketahui, dapat menjelaskan materi tersebut

dengan benar.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

materi yang dipelajari pada situasi atau kondisi nyata.

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi

atau suatu objek ke dalam komponen - komponen, tetapi masih di

dalam suatu struktur organisasi tetapi masih ada kaitannya satu sama

lain.
33

e. Sintesis (Syntesis)

Sintesis menunjukkan suatu kemampuan untuk meletakkan

atau menghubungkan bagian - bagian di dalam suatu bentuk

keseluruhan yang baru.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

penelitian terhadap suatu materi atau objek.Penilaian ini berdasarkan

suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria -

kriteria yang ada (Notoatmodjo, 2012).

4. Mengukur Tingkat Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau

angket (kuesioner) yang menanyakan tentang materi yang ingin diukur

dari subjek penelitan atau responden.Kedalaman pengetahuan yang ingin

diketahui atau diukur dapat disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di

atas.Pengukuran tingkat pengetahuan dimaksud untuk mengetahui status

pengetahuan seseorang dan disajikan dalam tabel distribusi frekuensi

(Notoatmodjo, 2005).

Menurut Arikunto (2006) dalam Wawan dan Dewi (2010, p.18)

yang sering digunakan untuk mempermudah dalam mengkategorikan

jenjang dalam penelitian biasanya ditulis dalam presentase, yaitu dengan

cara penjumlahan dan dibandingkan dengan jumlah yang diharapkan dan

dipersentasekan, yaitu:

1) Tingkat pengetahuan tinggi bila skor atau nilai 76 – 100%

2) Tingkat pengetahuan sedang bila skor atau nilai 56 – 75%


34

3) Tingkat pengetahuan rendah bila skor atau nilai < 56

5. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Wawan dan Dewi (2010, p.16), menyatakan bahwa pengetahuan

seseorang dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu faktor internal dan faktor

eksternal:

a. Faktor Internal

1) Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang

terhadap perkembangan orang lain menuju kearah cita - cita

tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi

kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan.

2) Pekerjaan

Pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan terutama

untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarganya.

3) Umur

Semakin tua umur seseorang maka proses perkembangan

mentalnya bertambah baik dan dapat berpengaruh pada tingkat

pengetahuan seseorang.

b. Faktor Eksternal

1) Faktor Lingkungan

Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar

manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi

perkembangan dan perilaku orang atau kelompok


35

2) Sosial Budaya

Sistim sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat

mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi

3) Pengalaman

Pengalaman pribadi pada dasarnya akan lebih bisa

memberikan pengetahuan dengan konstribusi yang lebih dari pada

pengalaman yang didapat dari orang lain, karena dengan

pengalaman pribadi itulah seseorang akan memperoleh

pengetahuan baru, sehingga mampu memecahkan permasalahan

jika menghadapi permasalahan yang sama dimasa yang akan

datang.

D. Sikap

1. Pengertian

Sikap merupakan suatu kecenderungan untuk mengadakan tindakan

terhadap suatu obyek, dengan suatu cara yang menyatakan adanya tanda

untuk menyenangi atau tidak menyenangi obyek tersebut. Sikap hanyalah

sebagian dari perilaku manusia (Notoatmodjo, 2012:140).

Sikap adalah reaksi atau respon yang masih tetutup dari seseorang

terhadap stimulus atau obyek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi

adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan

sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus

sosial. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas akan tetapi

merupakan predisposisi tindakan atau perilaku. Sikap merupakan reaksi


36

terhadap objek lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap

objek (Notoadmojo 2012,p.140-141).

2. Komponen Sikap

Sikap mempunyai komponen pokok yaitu :

a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.

b. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek.

c. Kecendrungan untuk bertindak (trend to behave).

Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap

yang utuh. Dalam penentuan sikap ini, pengetahuan, pemikiran,

keyakinan, emosi memegang peranan penting. Sikap terdiri dari empat

tingkatan yaitu: (1) Menerima (receiving), diartikan bahwa orang (subjek)

mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan; (2) Merespon

(responding) dengan memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan

dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dan sikap;

(3) Menghargai (valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan atau

mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah merupakan suatu

indikasi sikap tingkat tiga; (4) Bertanggung jawab (responsible) terhadap

segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko, merupakan

sikap yang paling tinggi (Notoatmodjo, 2012, p.142).

3. Karakteristik Sikap

Sikap memiliki beberapa karakteristik(Azwar, 2010, p.87) yaitu :

a) Sikap mempunyai arah, maksudnya adalah sikap terpilah menjadi dua

arah kesetujuan yaitu apakah setuju atau tidak setuju, apakah

mendukung atau tidak mendukung.


37

b) Sikap mempunyai intensitas, maksudnya adalah kedalaman atau

kekuatan sikap terhadap sesuatu belum tentu sama walaupun arahnya

mungkin tidak berbeda.

c) Sikap mempunyai keluasan, maksudnya adalah kesetujuan atau

ketidak setujuan terhadap suatu objek sikap dapat mengenai aspek

yang sedikit dan sangat spesifik akan tetapi dapat pula mencakup

banyak sekali aspek yang ada pada objek sikap.

d) Sikap mempunyai konsistensi, maksudnya adalah kesesuaian antara

pernyataan sikap yang dikemukakan dengan respon terhadap objek

tersebut .

4. Ciri Sikap

Adapun ciri sikap, yaitu:

a. Sikap bukan bawaan sejak lahir, melainkan dibentuk atau dipelajari

sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungan dengan objek.

b. Sikap dapat berubah-ubah karena sikap dapat dipelajari dan karena itu

pula sikap dapat berubah pada orang bila terdapat keadaan dan syarat

tertentu yang mempermudah sikap orang tersebut.

c. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan

tertentu terhadap suatu objek.

d. Objek suatu sikap itu dapat merupakan suatu hal tertentu, tetapi dapat

juga merupakan kumpulan hal tertentu.

e. Sikap mempunyai segi motifasi dan segi perasaan.


38

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap

Menurut Azwar (2013:17) faktor-faktor yang mempengaruhi sikap

terhadap objek sikapantara lain:

a. Pengalaman pribadi

Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman

pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan

lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi

dalam situasi yang melibatkan faktor emosional.

b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang

konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting.

Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk

berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang

yang dianggap penting tersebut.

c. Pengaruh kebudayaan

Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh

sikap kita terhadap berbagai masalah.Kebudayaan telah mewarnai

sikap anggota masyarakatnya, karena kebudayaanlah yang memberi

corak pengalaman individu-individu masyarakat asuhannya.

d. Media massa

Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa

seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dll mempunyai pengaruh

yang besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang . Dalam

penyampaian informasi , media massa membawa pesan berisi sugesti


39

yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru

mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi

terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Pesan-pesan sugestif yang

dibawa oleh informasi tersebut apabila cukup, akan memberi dasar

efektif dalam menilai suatu hal sehingga terbentuk arah sikap tertentu.

e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama

Lembaga pendidikan sebagai sistem mempunyai pengaruh

dalam pembentukan sikap karena keduanya meletakkan dasar

pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Konsep moral dan

ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga agama sangat

menentukan sistem kepercayaan tidaklah mengherankan jika pada

gilirannya konsep tersebut mempengaruhi sikap seseorang.

f. Faktor emosional

Kadang kala, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang

didasari emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi

atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.

6. Pengukuran Sikap

Sikap dalam penerapannya dapat diukur dalam beberapa cara.

Secara garis besar pengukuran sikap dibedakan menjadi 2 cara menurut

Sunaryo (2013), yaitu :

a. Pengukuran secara langsung

Pengukuran secara langsung dilakukan dengan cara subjek

langsung diamati tentang bagaimana sikapnya terhadap sesuatu


40

masalah atau hal yang dihadapkan padanya. Jenis-jenis pengukuran

sikap secara langsung meliputi :

1) Cara pengukuran langsung berstruktur

Cara pengukuran langsung berstruktur dilakukan dengan

mengukur sikap melalui pertanyaan yang telah disusun

sedemikian rupa dalam instrumen yang telah ditentukan dan

langsung diberikan kepada subjek yang diteliti. Instrumen

pengukuran sikap dapat dilakukan dengan menggunakan skala

Bogardus, Thurston, dan Likert. Disini peneliti melakukan

pengukuran sikap menggunakan skala Likert dikenal dengan

teknik “Summated Ratings”. Responden diberikan pertanyaan

dengan kategori jawaban yang telah dituliskan dan umumnya

terdiri dari 1 hingga 4 kategori jawaban. Jawaban yang disediakan

adalah sangat setuju (4), setuju (3), kurang setuju (2), tidak setuju

(1). Nilai 4 adalah hal yang favorable (menyenangkan) dan nilai 1

adalah unfavorable (tidak menyenangkan). Hasil pengukuran

dapat diketahui dengan mengetahui interval (jarak) dan

interpretasi persen agar mengetahui penilaian dengan metode

mencari interval (I) skor persen dengan menggunakan rumus :

I = 100
Jumlah Kategori

Keterangan :

I = Interval
41

Jika menggunakan 4 kategori, maka :

I = 100 = 25
4

Maka kriteria interpretasi skornya berdasarkan interval :

a) Nilai 0 % - 25 % = sangat setuju

b) Nilai 26 % - 50 % = setuju

c) Nilai 51 % - 75 % = kurang setuju

d) Nilai 76 % - 100 % = tidak setuju

Untuk hasil pengukuran skor dikonversikan dalam

persentase maka dapat dijabarkan untuk skor < 50 % hasil

pengukuran negatif dan apabila skor ≥ 50 % maka hasil

pengukuran positif.

2) Cara pengukuran langsung tidak berstruktur

Cara pengukuran langsung tidak berstruktur merupakan

pengukuran sikap yang sederhana dan tidak memerlukan

persiapan yang cukup mendalam, seperti mengukur sikap dengan

wawancara bebas/free interview dan pengamatan langsung/survey

b. Pengukuran secara tidak langsung

Pengukuran secara tidak langsung adalah pengukuran sikap

dengan menggunakan tes. Cara pengukuran sikap yang banyak

digunakan adalah skala yang dikembangkan oleh Charles E.Osgood.


42

E. Dukungan Keluarga

1. Defenisi Dukungan Keluarga

Menurut Friedman (2010), dukungan keluarga adalah sikap,

tindakan dan penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit.

Keluarga juga berfungsi sebagai sistem anggotanya dan anggota

keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung, selalu

siap memberi pertolongan dengan bantuan jika diperlukan (Zurneli

2015, p.672).

2. Fungsi Dukungan Keluarga

a. Dukungan Informasional

Dukungan informasi keluarga merupakan suatu dukungan

atau bantuan yang diberikan keluarga berupa saran atau masukan,

nasehat atau arahan, dan memberikan informasi-informasi penting

yang dibutuhkan dalam upaya meningkatkan kualitas hidupnya.

Pada dukungan informasi, keluarga berfungsi sebagai sebuah

kolektor dan diseminator (penyebar informasi). Dukungan informasi

yang diberikan keluarga merupakan fungsi perawatan kesehatan

keluarga terhadap anggota keluarganya. Fungsi perawatan

kesehatan keluarga merupakan fungsi keluarga dalam memenuhi

kebutuhan fisik seperti makanan, pakaian, tempat tinggal dan

perawatan kesehatan. Keluarga juga memberikan promosi kesehatan

dan perawatan kesehatan preventif, serta berbagai perawatan bagi

anggotanya yang sakit (Friedman 2010).


43

b. Dukungan Penghargaan

Dukungan penghargaan merupakan suatu dukungan atau

bantuan dari keluarga dalam bentuk memberikan umpan balik dan

penghargaan kepada pasien gagal ginjal kronis dengan menunjukan

respons positif, yaitu dorongan atau persetujuan terhadap

gagasan/idea tau perasaan seseorang (Friedman2010).

c. Dukungan Instrumental

Dukungan instrumental keluarga merupakan suatu dukungan

atau bantuan penuh keluarga dalam bentuk memberikan bantuan

tenaga, dana, maupun menyedikan waktu untuk melayani dan

mendengarkan pasien gagal ginjal kronis dalam menyampaikan

perasaan. Dukungan instrumental termasuk ke dalam fungsi

perawatan kesehatan keluarga dan fungsi ekonomi yang diterapkan

terhadap anggota keluarga atau lansia. Bentuk dari fungsi perawatan

kesehatan berupa menyediakan makanan, pakaian, tempat tinggal,

perawatan kesehatan dan perlindungan terhadap bahaya sedangkan

bentuk fungsi ekonomi berupa penyediaan sumber daya yang cukup

seperti finansial (Friedman, 2010).

d. Dukungan Emosional

Dukungan emosional merupakan bentuk dukungan atau

bantuan yang diberikan keluarga kepada pasien gagal ginjal kronis

yang berupa perhatian, kasih sayang, dan simpati. Dukungan

emosional yang diberikan keluarga berarti keluarga sebagai tempat


44

yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta

membantu panguasaan terhadap emosi (Friedman, 2010).

3. Faktor Yang Mempengaruhi Dukungan Keluarga

Menurut Feiring dan Lewis (1984) dalam Friedman (1998), ada

bukti kuat dari hasil penelitian yang menyatakan bahwa keluarga besar

dan keluarga kecil secara kualitatif menggambarkan pengalaman-

pengalaman perkembangan. Anak-anak yang berasal dari keluarga yang

besar. Selain itu, dukungan yang diberikan orangtua (khususnya ibu)

juga dipengaruhi oleh usia.

Menurut Friedman (2010), ibu yang masih muda cenderung

untuk lebih tidak bisa merasakan atau mengenali kebutuhan anaknya

dan juga lebih egosentris dibandingkan ibu-ibu yang lebih tua. Faktor-

faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga lainnya adalah kelas

ekonomi orangtua. Kelas sosial ekonomi disini meliputi tingkat

pendapatan atau pekerjaan orangtua dan tingkat pendidikan.

Dalam keluarga kelas menengah, suatu hubungan yang lebih

demokratis dan adil mungkin ada, sementara dalam keluarga kelas

bawah, hubungan yang ada lebih otoritas atau otokrasi. Selain itu orang

tua dengan kelas sosial menengah mempunyai tingkat dukungan, afeksi

dan keterlibatan yang lebih tinggi daripada orang tua dengan kelas

sosial bawah.

4. Sumber Dukungan Keluarga

Dukungan sosial keluarga mengacu pada dukungan sosial yang

dipandang oleh keluarga sebagai sesuatu yang dapat diakses / diadakan


45

untuk keluarga (dukungan sosial bisa atau tidak digunakan, tetapi

anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung

selalu siap memberi pertolongan dan bantuan jika diperlukan).

Dukungan sosial keluarga dapat berupa dukungan sosial keluarga

internal, seperti dukungan dari suami / istri atau dukungan dari saudara

kandung atau dukungan keluarga eksternal (Friedman, 2010).

5. Manfaat Dukungan Keluarga

Dukungan sosial keluarga adalah sebuah proses yang terjadi

sepanjang masa kehidupan, sifat dan jenis dukungan sosial berbeda-

beda dalam berbagai tahap-tahap siklus kehidupan. Namun demikian,

dalam semua tahap siklus kehidupan, dukungan sosial keluarga

membuat keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan

akal. Sebagai akibatnya, hal ini meningkatkan kesehatan dan adaptasi

keluarga (Friedman, 2010).

Wills (1995) dalam Friedman (2010) menyimpulkan bahwa baik

efek-efek penyangga (dukungan sosial menahan efek-efek negative dari

stress terhadap kesehatan) dan efek utama (dukungan sosial secara

langsung mempengaruhi akibat-akibat dari kesehatan pun ditemukan).

Sesungguhnya efek-efek penyangga dan utama dari dukungan sosial

terhadap kesehatan dan kesejahteraan boleh jadi berfungsi bersamaan.

Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan sosial yang adekuat

terbukti berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah

sembuh dari sakit dan dikalangan kaum tua, fungsi kignitif, fisik dan

kesehatan emosi(Ryan dan Austin dalam Friedman, 2010).


46

6. Teori Fungsional Keluarga

a. Fungsi keluarga menurut WHO :

1) Fungsi Biologis

Merupakan fungsi untuk reproduksi, pemelihara dan

membesarkan anak, memberi makan, mempertahankan

kesehatan dan rekreasi.

2) Fungsi Ekonomi

Merupakan fungsi untuk memenuhi sumber penghasilan,

menjamin keamanan finansial anggota keluarga, dan

menentukan alokasi sumber yang diperlukan.

3) Fungsi Psikososial

Merupakan fungsi untuk menyediakan lingkungan yang

dapat meningkatkan perkembangan kepribadian secara alami,

guna memberikan perlindungan psikologis yang optimum.

4) Fungsi Edukasi

Merupakan fungsi untuk mengajarkan keterampilan,

sikap dan pengetahuan.

5) Fungsi Sosiokultural

Merupakan fungsi untuk melaksanakan transfer nilai-

nilai yang berhubungan dengan perilaku, tradisi/adat dan

bahasa.

b. Fungsi Keluarga ( friedman )

1) Fungsi Afektif

Yaitu perlindungan psikologis, rasa aman, interaksi,


47

mendewasakan dan mengenal identitas diri individu.

2) Fungsi Sosialisasi Peran

Adalah fungsi dan peran dimasyarakat, serta sasaran

untuk kontrak sosial didalam atau diluar rumah.

3) Fungsi Reproduksi

Adalah menjamin kelangsungan generasi dan

kelangsungan hidup masyarakat.

4) Fungsi Memenuhi Kebutuhan Fisik dan Perawatan

Merupakan pemenuhan sandang, pangan dan papan serta

perawatan kesehatan.

5) Fungsi Ekonomi

Adalah fungsi untuk pengadaan sumber dana,

pengalokasian dana serta pengaturan keseimbangan ( Sulistyo.

A. 2012, P.27-33).

7. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Keikutsertaan Menjadi

Akseptor KB

Dukungan keluarga merupakan bentuk masukan dan bantuan

dari keluarga kepada wanita usia subur yang dapat memberikan

dorongan dan motivasi untuk ikut serta menjadi akseptor KB, karena

dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga

terhadap penderita yang sakit. Keluarga juga berfungsi sebagai sistem

anggotanya dan anggota keluarga memandang bahwa orang yang

bersifat mendukung, selalu siap memberi pertolongan dengan bantuan

jika diperlukan (Friedman (2010).


48

Penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh Huda, dkk

(2016) dengan judul faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku

penggunaan alat kontrasepsi pada wanita usia subur di Puskesmas

Jombang-Kota Tangerang Selatan menunjukkan bahwa ada hubungan

sikap dan dukungan suami dengan perilaku penggunaan alat

kontrasepsi pada wanita usia subur dengan nilai p < 0,05. Penelitian

berbeda yang telah dilakukan oleh Puspitasari (2014) dengan judul

Dukungan Keluarga dalam Keikutsertaan KB pada Pasangan Usia

Subur di Desa Argomulyo Sedayu Bantul Yogyakarta menunjukkan

bahwa dukungan keluarga berpengaruh signifikan terhadap

keikutsertaan KB pada pasangan usia subur dengan nilai p = 0,000.

F. Dukungan Petugas Kesehatan

1. Pengertian

Dukungan atau peran adalah perilaku individu yang diharapkan

sesuai dengan posisi yang dimiliki. Peran yaitu suatu pola tingkah laku,

kepercayaan, nilai, dan sikap yang diharapkan dapat menggambarkan

perilaku yang seharusnya diperlihatkan oleh individu pemegang peran

tersebut dalam situasi yang umumnya terjadi (Sarwono, 2012).

Peran merupakan suatu kegiatan yang bermanfaat untuk

mempelajari interaksi antara individu sebagai pelaku (actors) yang

menjalankan berbagai macam peranan di dalam hidupnya, seperti dokter,

perawat, bidan atau petugas kesehatan lain yang mempunyai kewajiban

untuk menjalankan tugas atau kegiatan yang sesuai dengan peranannya

masing-masing (Muzaham, 2007).


49

Tenaga kesehatan berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia

Tentang Kesehatan No 36 tahun 2014 merupakan setiap orang yang

mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan

keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan untuk jenis tertentu

yang memerlukan kewenangan dalam melakukan upaya kesehatan. Tenaga

kesehatan juga memiliki peranan penting untuk meningkatkan kualitas

pelayanan kesehatan yang maksimal kepada masyarakat agar masyarakat

mampu meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat

sehingga mampu mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya

sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif

secara sosial dan ekonomi. Tenaga kesehatan memiliki beberapa petugas

yang dalam kerjanya saling berkaitan yaitu dokter, dokter gigi, perawat,

bidan, dan ketenagaan medis lainnya (Peraturan Pemerintah No 32 Tahun

1996).

2. Macam-macam Peran Tenaga Kesehatan

Menurut Potter dan Perry (2007) macam-macam peran tenaga

kesehatan dibagi menjadi beberapa, yaitu:

a. Sebagai Komunikator

Komunikator adalah orang yang memberikan informasi kepada

orang yang menerimanya. Menurut Mundakir (2006) komunikator

merupakan orang ataupun kelompok yang menyampaikan pesan atau

stimulus kepada orang atau pihak lain dan diharapkan pihak lain yang

menerima pesan (komunikan) tersebut memberikan respons terhadap

pesan yang diberikan. Proses dari interaksi antara komunikator ke


50

komunikan disebut juga dengan komunikasi. Selama proses

komunikasi, tenaga kesehatan secara fisik dan psikologis harus hadir

secara utuh, karna tidak cukup hanya dengan mengetahui teknik

komunikasi dan isi komunikasi saja tetapi juga sangat penting untuk

mengetahui sikap, perhatian, dan penampilan dalam berkomunikasi.

Sebagai seorang komunikator, tenaga kesehatan seharusnya

memberikan informasi secara jelas kepada pasien. Pemberian informasi

sangat diperlukan karena komunikasi bermanfaat untuk memperbaiki

kurangnya pengetahuan dan sikap masyarakat yang salah terhadap

kesehatan dan penyakit, mereka berperilaku sesuaidengan nilai-nilai

kesehatan. Untuk itu diperlukan komunikasi yang efektif daripetugas

kesehatan.

b. Sebagai Motivator

Motivator adalah orang yang memberikan motivasi kepada

orang lain. Motivasi diartikan sebagai dorongan untuk bertindak agar

mencapai suatu tujuan tertentu dan hasilnya diwujudkan dalam bentuk

perilaku yang dilakukan (Notoatmodjo, 2007).

Menurut Syaifudin (2006) motivasi adalah kemampuan

seseorang untuk melakukan sesuatu, sedangkan motif adalah

kebutuhan, keinginan, dan dorongan untuk melakukan sesuatu. Peran

tenaga kesehatan sebagai motivator tidak kalah penting dari peran

lainnya. Seorang tenaga kesehatan harus mampu memberikan motivasi,

arahan, dan bimbingan dalam meningkatkan kesadaran pihak yang

dimotivasi agar tumbuh ke arah pencapaian tujuan yang diinginkan


51

(Mubarak, 2012). Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya sebagai

motivator memiliki ciri-ciri yang perlu diketahui, yaitu melakukan

pendampingan, menyadarkan, dan mendorong kelompok untuk

mengenali masalah yang dihadapi, dan dapat mengembangkan

potensinya untuk memecahkan masalah tersebut (Novita, 2011).

Tenaga kesehatan sudah seharusnya memberikan dorongan

kepada masyarakat untuk berperilaku sehat, khususnya dalam upaya

peningkatan kunjungan kehamilan. Tenaga kesehatan juga harus

mendengarkan keluhan yang disampaikan oleh masyarakat dengan

penuh minat, dan yang perlu diingat bahwa dorongan juga sangat

diperlukan dalam rangka meningkatkan tumbuhnya motivasi

(Notoatmodjo, 2007).

c. Sebagai Fasilitator

Fasilitator adalah orang atau badan yang memberikan

kemudahan dalam menyediakan fasilitas bagi orang lain yang

membutuhkan. Tenaga kesehatan dilengkapi dengan buku pedoman

pemberian tablet zat besi dengan tujuan agar mampu melaksanakan

pemberian tablet zat besi tepat pada sasaran sebagai upaya dalam

menurunkan angka prevalensi anemia (Santoso, 2004). Petugas

kesehatan harus dapat berperansebagai fasilitator bagi klien untuk

mencapai derajat kesehatan yang optimal.

d. Sebagai Konselor

Konselor adalah orang yang memberikan bantuan kepada orang

lain dalam membuat keputusan atau memecahkan suatu masalah


52

melalui pemahaman terhadap fakta-fakta, harapan, kebutuhan dan

perasaan-perasaan klien (Depkes RI, 2006).

Seorang konselor yang baik harus memiliki sifat peduli dan mau

mengajarkan melalui pengalaman, mampu menerima orang lain, mau

mendengarkan dengan sabar, optimis, terbuka terhadap pandangan

interaksi yang berbeda, tidak menghakimi, dapat menyimpan rahasia,

mendorong pengambilan keputusan, memberi dukungan, membentuk

dukungan atas dasar kepercayaan, mampu berkomunikasi, mengerti

perasaan dan kekhawatiran klien, serta mengerti keterbatasan yang

dimiliki oleh klien (Simatupang, 2008).

Konseling yang dilakukan antara tenaga kesehatan dan ibu

masyarakat beberapa unsur. Menurut Depkes RI (2008) proses dari

konseling terdiri dari empat unsur kegiatan yaitu pembinaan hubungan

baik antara tenaga kesehatan dengan masyarakat, penggalian informasi

(identifikasi masalah, kebutuhan, perasaan, kekuatan diri, dan

sebagainya).

G. Kerangka Teori

Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah diuraikan, maka dapat

digambarkan kerangka teori faktor-faktor yang berhubungan dengan

penurunan akseptor Kb aktif sebagai berikut:


53

Persepsi Individual Kerentanan yang dirasakan


Keseriusan yang dirasakan
Hambatan perilaku
Manfaat/ keuntungan
Faktor Penguat
Variabel modifikasi
Pengetahuan
Kemungkinan/ isyarat
Sikap
tindakan
Motivasi
Kepercayaan
Keyakinan
Nilai-nilai
Sosial budaya
Persepsi Ancaman Sakit dan Penyakit
Dan sebagainya

Faktor Pemungkin Kemungkinan Untuk


Lingkungan fisik mengambil tindakan Preventif
Sarana prasarana
Pekerjaan
Lingkungan geografis
Keikutsertaan Menjadi
Akseptor KB
Faktor Pendukung
Dukungan petugas kesehatan
Dukungan keluarga (suami)
Dukungan orang lain yang
dianggap penting

Faktor sosial Ekonomi


Faktor Agama
Faktor status wanita pasangan usia
subur
Paritas (jumlah anak)
Efek Samping Kontrasepsi

Sumber : Lawren Green. W, Marshal W. Kreuter health Planning and education


and ecological approach, (2008); Musu’ (2012), Renstock (1966);
Priyoto (2014), Sulstyawati (2013)

Bagan 2.2 Kerangka Teori


Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keikutsertaan
Menjadi Akseptor KB
54

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain Literature Riview

Penelitian ini menggunakan desain Literature Reviews, yakni sebuah

sintesis dari studi literatur yang bersifat sitematik, jelas, menyeluruh, dengan

mengidentifikasi, menganalisis, mengevaluasi melalui pengumpulan data-data

yang sudah ada dengan metode pencarian yang eksplisit dan melibatkan

proses telaah kritis dalam pemilihan studi. Tujuan dari metode ini adalah

untuk membantu peneliti lebih memahami latar belakang dari penelitian yang

menjadi subyek topik yang dicari serta memahami kenapa dan bagaimana

hasil dari penelitian tersebut sehingga dapat menjadi acuan untuk penelitian

baru. Kelebihan dalam menggunakan systematic reviews yaitu memberikan

suatu summary of evidence bagi para klinis dan pembuat keputusan yang tidak

memiliki banyak waktu untuk mencari berbagai bukti primer yang jumlahnya

sangat banyak dan menelaahnya satu-persatu (Dila, 2012). Penelitian ini

menggunakan Literature Reviews, yang bertujuan untuk mengetahui faktor-

faktor yang berhubungan dengan keikutsertaan menjadi akseptor KB di

kampung KB meliputi faktor pengetahuan, sikap, dukungan keluarga dan

dukungan petugas kesehatan.

B. Kriteria Literature Riview

Literature yang digunakan pada penelitian ini mencakup jurnal atau

arikel nasional maupun internasional, baik dengan metode penelitian

54
55

kualitatif, kuantitatif maupun mixed method yang dianggap relevan dengan

tujuan penelitian dengan kriteria sebagai berikut:

Tabel 3.1 Kriteria Inklusi Penelitian

Jangka waktu Rentang waktu penerbitan jurnal maksimal 10 tahun


(2010-2020)

Bahasa Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris

Subyek Wanita pasangan usia subur

Jenis jurnal Original artikel / jurnal penelitian

Tema isi jurnal Faktor-faktor yang berhubungan dengan keikutsertaan


menjadi akseptor KB

C. Teknik Pencarian Literature Riview

Pencarian literature dengan memilih literature nasional maupun

internasional yang diterbitkan dalam 10 tahun terakhir dengan memanfaatkan

bantuan mesin pencarian digital yang berbasis web melalui di Google Scholar.

D. Seleksi Literature Review

Seleksi artikel dalam studi literature ini menggunakan 4 tahapan yaitu:

Identification (identifikasi), Screening (penyaringan), Eligibility (kelayakan),

Included (memasukkan).

1. Identification

Tahap identifikasi merupakan tahapan proses pencarian suatu

artikel menggunakan mesin pencarian dengan kata kunci tertentu. Dalam

hal ini menggunakan mesin pencarian Google Scholar.


56

2. Screening

Screening merupakan proses penyaringan artikel yang akan

digunakan sesuai dengan topik, kriteria inklusi dan ekslusi sebagai sumber

literatur yang akan direview dan mengumpulkannya (Polit and Beck,

2008).

3. Eligibility

Eligibility atau uji kelayakan literature yaitu proses seleksi dimana

sebuah artikel dinyatakan layak atau tidak untuk dijadikan tinjauan

literature. Layak tidaknya artikel, jurnal, maupun penelitian yang akan

digunakan harus melewati tahap pemilihan artikel yang akan digunakan

atau tidak dengan melihat keseluruhan isi dari artikel yang ditemukan

(Polit and Beck, 2008).

4. Included

Included yaitu proses memasukkan artikel yang telah sesuai dengan

topic sebagai tinjauan literatur (Polit & Beck, 2009).

Anda mungkin juga menyukai