Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH BIOLOGI

KELUARGA BERENCANA DAN KEPENDUDUKAN

Anggota Kelompok:
Jason Emanuel Halim XI MIPA 10 / 15
Jenny Elizabeth Alim XI MIPA 10 / 17
Kelly Julyan XI MIPA 10 / 21
Shanon Wangner Santoso XI MIPA 10 / 31
Valensia Clarins XI MIPA 10 / 33

SMAK St. Louis 1


Jl. Polisi Istimewa No.7, Keputran, Kec. Tegalsari, Kota SBY, Jawa Timur
60265
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang:
Keluarga berencana atau lebih akrab disebut KB adalah program skala
nasional untuk menekan angka kelahiran dan mengendalikan pertumbuhan
penduduk di suatu negara. Program KB secara khusus dirancang agar
menciptakan kemajuan, kestabilan, kesejahteraan ekonomi, sosial, serta spiritual
setiap penduduknya. Keluarga Berencana adalah program yang juga diatur dalam
UU N0. 10 tahun 1992 yang dijalankan dan diawasi oleh Badan Kependudukan
dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Wujud dari program keluarga
berencana adalah pemakaian alat kontrasepsi untuk menunda serta mencegah
kehamilan.
Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) dari BKKBN
menyebutkan tren angka kelahiran total (total fertility rate/TFR) di Indonesia
nyatanya memang mengalami penurunan. Pada akhir tahun 1991, angka kelahiran
total tercatat mencapai 3 persen. Sementara catatan terbaru melaporkan bahwa
angka kelahiran total di Indonesia berhasil turun menjadi 2,38 anak per wanita
pada 2019. Meskipun angka total kelahiran dinyatakan menurun, angka tersebut
belum mencapai sasaran Renstra (Rencana Strategis) yang bertujuan untuk
menurunkan TFR hingga 2,1 anak per wanita. Begitu juga dengan penggunaan
alat kontrasepsi yang tergolong masih rendah yaitu sekitar 57,2 persen, sedangkan
target peserta aktif adalah sekitar 61,2 persen. Itulah mengapa pemerintah
berencana untuk kembali melanjutkan kampanye program Keluarga Berencana
demi mencapai target tersebut.
Akan tetapi, penggunaan pil kontrasepsi untuk mencegah kehamilan
sering dihindari oleh wanita karena ditakutkan akan menyebabkan efek samping
yang berbahaya, seperti mengalami kegemukan, perasaan mual, hingga rahim
menjadi kering dan angka fertilitasnya menurun.
2. Rumusan Masalah:
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, rumusan masalah yang akan
dibahas adalah hubungan tingkat penggunaan Keluarga Berencana (KB) dengan
penurunan angka fertilitas atau kesuburan.

3. Tujuan
Beberapa tujuan dari penelitian ini, diantaranya untuk mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat penggunaan kontrasepsi, kebutuhan KB
yang tidak terpenuhi (unmet need) serta hubungannya terhadap penurunan angka
fertilitas atau kesuburan.
4. Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan
lebih lanjut mengenai tingkat penggunaan kontrasepsi, kebutuhan KB yang tidak
terpenuhi (unmet need) dan dampak jangka panjang terhadap penurunan angka
fertilitas atau kesuburan, terutama terhadap faktor-faktor yang mempengaruhinya.
BAB II
PEMBAHASAN

1. Kenaikan Permintaan dalam Program KB


Pakar kependudukan sekaligus Kepala Pusat Studi Kependudukan dan
Kebijakan Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr Agus Joko Pitoyo mengatakan
pengenduran program KB saat ini bukan tanpa alasan. Pengenduran terjadi
lantaran program KB di Indonesia sejak tahun 1970 sempat dinilai sudah berhasil
karena total fertility rate atau tingkat kelahiran rata-rata pada waktu itu turun dari
5,6 persen menjadi 2,6 persen. Hal tersebut juga didorong oleh perspektif
masyarakat yang pada zaman dahulu berpandangan anak sebagai rezeki.
Sementara saat ini generasi sekarang berperspektif anak merupakan beban.
Walaupun (Program KB) cenderung dilemahkan, sedikit mengendur, tapi
generasi sekarang sudah tidak ingin punya anak banyak. Setelah 50 tahun
program KB di Indonesia ini sudah bisa mengubah opini masyarakat yang dulu
ukuran keluarga besar itu baik. Sekarang keluarga kecil itu yang baik sehingga
generasi saat ini ketika punya anak lebih dari dua mereka sudah malu. Bahkan
diantaranya ingin punya anak satu.
Pendidikan reproduksi konvensional di Indonesia lebih dititikberatkan
pada kaum perempuan. Walaupun saat ini program KB cenderung dikendurkan
tapi nilai di dalam masyarakat terkait dengan keluarga inti yaitu dua anak cukup
sudah mengakar luar biasa. Tanpa harus dikatakan untuk ikut program KB,
masyarakat sudah melek terkait dengan keluarga berencana. Misalnya melalui
pendidikan, jalurnya sekarang diganti tidak family planning dalam perspektif
keluarga. Tapi family planning dalam perspektif kesehatan, pendidikan, dan
ekonomi, sehingga generasi sekarang itu sudah mulai berpikir. Tanpa sentuhan
program KB, masyarakat melihat kondisi ekonomi, beban hidup, pendidikan, dan
tuntutan masa depan otomatis mereka sudah tidak ingin punya anak banyak.
Unmet need dapat didefinisikan sebagai kelompok yang belum terpenuhi
kebutuhan kontrasepsinya, mencakup semua pria atau wanita usia subur yang
sudah menikah atau hidup bersama dan dianggap aktif secara seksual yang tidak
menggunakan metode kontrasepsi, baik yang tidak ingin punya anak lagi ataupun
menunda kelahiran berikutnya. Di Indonesia angka unmet need mencapai 11
persen dengan 4 persen untuk penjarangan dan 7 persen untuk pembatasan. Angka
ini meningkat dibanding dari hasil survey sebelumnya yaitu 8,6 persen.
Sebenarnya, angka prevalensi penggunaan kontrasepsi meningkat dari
50% pada tahun 1991 menjadi 62 % pada tahun 2012, namun dalam kurun waktu
10 tahun terakhir penggunaan kontrasepsi modern hanya meningkat 1% saja.
Persentase wanita kawin yang memerlukan pelayanan KB saat ini di Indonesia
sekitar 73% dimana 85% diantaranya telah terpenuhi. Jika semua kebutuhan
pelayanan KB terpenuhi maka prevalensi kontrasepsi dapat ditingkatkan dari 62%
menjadi 73%. Dari laporan SDKI 2012, data ini tidak berubah.
Sebanyak 88% wanita berstatus kawin memiliki kebutuhan pelayanan KB
yang terpenuhi hampir sama dengan keadaan pada tahun 2007 (87 %), artinya
persentase akseptor baru tidak meningkat secara signifikan hanya 1% saja. Daerah
unmet need tinggi di Indonesia tersebar di 10 provinsi di Indonesia yaitu Jambi,
Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan,
Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Timur dan DI Yogyakarta.
Unmet need bervariasi antara provinsi, terendah 3,2 persen di Bangka
Belitung dan tertinggi 22,4 persen di Maluku. Tantangan yang dihadapi
pemerintah adalah menurunkan angka unmet need ini. Negara-negara yang juga
memiliki kondisi yang sama dengan Indonesia telah berusaha menempuh
beberapa cara untuk menangani unmet need di negaranya masing-masing. Pada
tahun 2010, negara di Asia Pasifik mengemukakan isu yang menjadi fokus dalam
menghadapi tantangan program KB, diantaranya dengan peningkatan kualitas dan
cakupan informasi dan pelayanan serta penguatan keterlibatan masyarakat dalam
meningkatkan kesadaran akan kebutuhan program keluarga berencana.
BKKBN berusaha untuk menurunkan angka unmet need ini karena
merupakan salah satu faktor penyebab 75 persen kematian ibu di Indonesia dan
juga di dunia. Berdasarkan hasil analisis perbandingan studi fertilitas antara
beberapa negara di dunia, proporsi kelompok unmet need cukup menonjol di
beberapa negara berkembang termasuk Indonesia. Hasil penelitian tersebut sangat
penting untuk mendapatkan gambaran pencapaian program KB dan mengetahui
keadaan sasaran yang belum tergarap, dengan mengetahui proporsi kelompok
tersebut akan diketahui besarnya sasaran potensial yang masih perlu diajak untuk
ber-KB.
Di Negara berkembang, wanita usia reproduksi yang tidak menggunakan
kontrasepsi lebih memilih untuk menunda atau membatasi kelahiran. Hal ini
menunjukkan kegagalan mereka untuk mengambil keputusan yang diperlukan
untuk mencegah dan menghindari kehamilan yang tidak diinginkan. Westoff dan
Ochoa menyatakan bahwa unmet need dapat dilihat pada tahapan transisi fertilitas
suatu negara. Dua faktor penting yang menentukan penurunan unmet need adalah
perubahan prevalensi kontrasepsi dan perubahan perilaku reproduksi.

2. Ketersediaan sumber daya KB


Ketersediaan sumber daya kesehatan pada pelayanan KB berperan penting
dalam keberhasilan program KB. Penelitian menunjukkan bahwa rasio sumber
daya kesehatan berdasarkan 10.000 penduduk tidak berhubungan dengan
persentase unmet need di setiap provinsi di Indonesia. Hal ini berbeda
berdasarkan luas area. Sumber daya kesehatan berdasarkan luas area berhubungan
dengan unmet need KB di Indonesia terutama unmet need untuk penjarangan.
Semakin tinggi rasio sumber daya kesehatan per 1.000 km2, semakin rendah
angka unmet need KB. Hal ini dapat terjadi karena persebaran sumber daya
kesehatan yang tidak merata. Kebijakan pemerintah selama ini hanya
memprioritaskan jumlah tenaga kesehatan yang memadai saja. Selain itu, kualitas
pelayanan dapat mempengaruhi hasil pelayanan KB. Tenaga kesehatan kurang
terlatih memengaruhi jumlah akseptor KB.
Saat ini perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan di Indonesia disusun
berdasarkan rasio per 100.000 penduduk. Masih banyak kondisi yang
menggambarkan kesenjangan distribusi tenaga kesehatan antar wilayah di
Indonesia. SDKI 2012 melaporkan persentase kebutuhan KB yang terpenuhi
dengan metode modern sebesar 79%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sumber daya kesehatan yang didasarkan luas area khususnya bidan, klinik KB dan
PLKB yang lebih berhubungan dengan pemakaian kontrasepsi modern oleh
pasangan usia subur daripada dokter.
Salah satu kebijakan KB nasional adalah percepatan pelaksanaan
revitalisasi program KB melalui peningkatan promosi dan pelayanan KB di klinik
KB pemerintah dan swasta. Kebijakan tersebut dijabarkan dalam strategi
operasional program KB yaitu peningkatan akses dan kualitas Komunikasi,
Informasi dan Edukasi (KIE), promosi, pergerakan dan pelayanan KB. Selain itu,
penguatan sumber daya penyelenggara program KB melalui peningkatan
kapasitas sumber daya pelayanan KB.
Kondisi geografis Indonesia yang berpulau-pulau merupakan kendala
dalam pencapaian target program KB. Ketimpangan jumlah klinik KB di desa dan
kota dan pemusatan klinik di daerah tertentu merupakan kendala bagi pasangan
usia subur untuk mengakses klinik KB. Berbagai kebijakan telah dikembangkan
untuk menurunkan angka unmet need ini, misal layanan Tim KB Keliling
(TKBK). Keberadaan PLKB sebagai pelaksana operasional KB di tingkat
lapangan dituntut mampu melakukan seluruh kegiatan di lapangan yang
berhubungan dengan kegiatan KB dan berfungsi sebagai dinamisator, fasilitator,
dan motivator dan menyampaikan informasi dalam rangka meningkatkan
pengetahuan, sikap dan perilaku keluarga untuk mewujudkan keluarga yang
berkualitas.

3. Dampak
Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 1991
menunjukkan angka kelahiran total 3,0 anak. Artinya rata-rata seorang wanita di
Indonesia melahirkan 3,0 anak selama masa reproduksi wanitanya. Penurunan
tersebut berlanjut hingga SDKI 2002-2003 dengan TFR 2,6 anak per wanita dan
angka fertilitas total ini tidak berubah hingga SDKI 2012. Dari data ini, dapat
dilihat bahwa peningkatan demand untuk penggunaan KB berdampak terhadap
kesuburan dari seorang wanita. Bila dikaitkan dengan konsep peningkatan
penggunaan program KB.
Model Davis and Blake (1956) (dalam Aditomo, 2010: 87) Dalam
makalahnya yang berjudul “Social Structure of Fertility: A Framework for
Analysis of” disebutkan bahwa pengaruh faktor sosial mempengaruhi fertilitas
melalui variabel perantara. Terdapat variabel yang secara langsung mempengaruhi
fertilitas dan yang dipengaruhi oleh variabel tidak langsung, seperti faktor sosial,
ekonomi dan budaya. Selanjutnya, ada tiga tahapan penting dalam persalinan,
yaitu tahap hubungan intim (kopulasi), tahap pembuahan (conception) dan tahap
kehamilan.
Fungsi alat kontrasepsi atau keluarga berencana sebenarnya adalah untuk
membawa ruang kehamilan. Tubuh sulit hamil setelah menggunakan metode KB
karena butuh waktu bagi tubuh untuk memulihkan kesuburannya. Ini ada
hubungannya dengan kadar hormon yang masih tersimpan dalam lemak dan ini
bersifat reversibel (mungkin kembali lagi). Ini biasa terjadi pada wanita yang
menggunakan pil KB suntik. Cara kerja metode KB ini adalah dengan menekan
hormon agar sel telur tidak jatuh. Jika ditekan terlalu lama, tentunya hormon akan
membutuhkan waktu lama untuk kembali normal, biasanya 6 hingga 18 bulan.
Jika menggunakan IUD menyebabkan infeksi, mungkin karena ada zat di
saluran tuba dan sekitarnya. Jika seorang wanita mengalami hal ini, tentu akan
sulit baginya untuk memiliki anak nantinya, meskipun pusaran airnya sudah
dihilangkan. Untuk memperbaiki ini memerlukan terapi fisik, ventilasi
(hidrogenesis), bahkan pembedahan jika adhesi penting. Faktanya, infeksi atau
efek samping dari penggunaan spiral ini dapat dihindari jika Anda secara teratur
mengunjungi dokter untuk pemeriksaan spiral. Dengan demikian, penyebab sulit
hamil setelah melakukan KB bisa bermacam-macam, diantaranya berkaitan
dengan usia, paritas (jumlah kelahiran sebelumnya) dan faktor sperma.

BAB III
KESIMPULAN

Mengkaji peninjauan yang telah dilaksanakan dalam makalah, kami menyadari


adanya urgensi untuk memahami keberlangsungan program Keluarga Berencana (KB)
dan bagaimana hal tersebut dapat menyebabkan adanya perubahan sosial dalam
masyarakat, terutama bila ditinjau berdasarkan segi medis. Di sisi lain, tidak semua
masyarakat memahami dampak tersebut, mengingat fakta bahwa sosialisasi yang
dilakukan selama ini hanya mengacu terhadap tujuan pemasaran atau penekanan angka
kelahiran (birth control).
Menimang permasalahan yang ada, kami merekomendasikan adanya penyuluhan
lebih lanjut dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap dampak
dan efek samping dari penggunaan Keluarga Berencana (KB) untuk dijadikan konsiderasi
dalam menggambarkan wacana terhadap masa depan.
DAFTAR PUSTAKA

Handayani, M. S., & Gerintya, S. (2018, June 28). Waspada program KB: Pengguna Alat
Kontrasepsi Turun Pada 2017. tirto.id. Retrieved April 28, 2022, from
https://tirto.id/waspada-program-kb-pengguna-alat-kontrasepsi-turun-pada-2017-c
M64

Rahmayeni, Z. (2016). FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FERTILITAS


PASANGAN USIA SUBUR PESERTA KB DI KELURAHAN AUR KUNING
KECAMATAN AUR BIRUGO TIGO BALEH BUKITTINGGI. Universitas Putra
Indonesia YPTK, 8(2085 - 8167).

Sulaiman, M. R. (2021). BKKBN: Tingkat Kelahiran Turun, Tapi Penduduk Indonesia


Terus Bertambah. Suara.com. Retrieved April 30, 2022, from
https://www.suara.com/health/2021/08/31/112303/bkkbn-tingkat-kelahiran-turun-t
api-penduduk-indonesia-terus-bertambah

Medicine. (2019). FKUI Siap Dukung Program Nasional Kependudukan dan Keluarga
Berencana. UI Update. Retrieved April 30, 2022, from
http://uiupdate.ui.ac.id/article/fkui-siap-dukung-program-nasional-kependudukan-d
an-keluarga-berencana

Lesthama, D. (2010). KB Suntik dan Pengaruhnya pada Kesuburan. Detik Health.


Retrieved from April 30, 2022, from https://health.detik.com/konsultasi/
d-1386498/kb-suntik-dan-pengaruhnya-pada-kesuburan

Azizah, K. N. (2018). Pil KB Bikin Rahim Kering dan Susah Punya Anak, Mitos atau
Fakta?. Detik Health. Retrieved April 30, 2022, from https://health.detik.com/
berita-detikhealth/d-4228677/pil-kb-bikin-rahim-kering-dan-susah-punya-anak-mit
os-atau-fakta

Anda mungkin juga menyukai