Anda di halaman 1dari 4

POLICY BRIEF

STUNTING DI INDONESIA BERPOTENSI MEMPENGARUHI


PERTUMBUHAN EKONOMI DAN BEBAN PEMBIAYAAN
KESEHATAN

RINGKASAN

Saat ini, pencegahan stunting menjadi prioritas Presiden Republik Indonesia


Joko Widodo. Indonesia saat ini melakukan upaya pencegahan stunting melalui
tim percepatan pengurangan stunting. Pada Peraturan Presiden Nomor 72
Tahun 2021 tentang percepatan penurunan stunting menjelaskan bahwa tim
percepatan penurunan stunting bertugas mengoordinasikan, menyinergikan, dan
mengevaluasi penyelenggaraan percepatan penurunan stunting secara efektif,
konvergen, dan terintegrasi dengan melibatkan lintas sektor di tingkat pusat dan
daerah.

Upaya yang dilakukan yaitu intervensi gizi spesifik dan sensitif. Intervensi spesifik
adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk mengatasi penyebab langsung
terjadinya stunting sedangkan intervensi sensitif adalah kegiatan yang
dilaksanakan untuk mengatasi penyebab tidak langsung terjadinya stunting
(Peraturan Presiden 72/2021). Namun, segala upaya yang dilakukan tidak akan
dapat berjalan dengan baik apabila masyarakat tidak mengerti dan paham betul
apa itu stunting dan bagaimana cara pencegahannya.

Berdasarkan data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021, 7 provinsi yang
memiliki prevalensi stunting tertinggi, antara lain Nusa Tenggara Timur (NTT),
Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan,
Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Aceh. Adapun 5 provinsi dengan jumlah Balita
stunting terbanyak, yakni Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera
Utara, dan Banten.

1
LATAR BELAKANG

Stunting banyak terjadi di negara miskin dan berkembang, salah satunya


Indonesia. Stunting bukan hanya masalah badan yang pendek, melainkan juga
masalah gizi buruk pada anak - anak yang dapat mempengaruhi kualitas sumber
daya manusia. Di Indonesia masyarakat masih menganggap stunting merupakan
keturunan, padahal hasil penelitian menunjukkan genetik berkontribusi sebesar
15%. Sementara menurut Brinkman, faktor – faktor yang mempengaruhi stunting
adalah infeksi berulang, hormon pertumbuhan, nutrisi, asap rokok, dan polusi.

Dalam jangka panjang stunting ini memiliki risiko penyakit tidak menular yang
lebih tinggi dan mengganggu pertumbuhan termasuk fungsi kognitif yang secara
permanen sehingga mempengaruhi prestasi edukatif. Menurut Black dkk, dari
segi ekonomi sekitar 11% dari beban kesehatan berhubungan dengan
kekurangan gizi. Hal ini menyebabkan peningkatan biaya perawatan kesehatan
baik di tingkat keluarga atau nasional. Selain itu, menurut Hoddinott diperkirakan
pendapatan rata - rata individu yang stunting 20% lebih rendah daripada
seseorang dengan tinggi rata - rata.

Prevalensi stunting merupakan indikator penting dalam status kesehatan dan


gizi. Pencegahan stunting salah satunya adalah Scaling Up Nutrition (SUN).
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan tahun 2018,
Indonesia masuk dalam lima besar negara dengan prevalensi stunting sebesar
30,8%. Hal ini menunjukkan banyak balita yang kekurangan gizi. Meski begitu,
prevalensi stunting pada 2018 mengalami penurunan dibandingkan prevalensi
stunting 2013 yaitu sebesar 37,2%.

PENCEGAHAN STUNTING

Gizi yang cukup penting untuk mencapai pertumbuhan yang optimal. Pemangku
kepentingan perlu membuat kegiatan antar program (upaya khusus) dan antar
sektor (upaya sensitif) sebagai upaya yang lebih konkrit. Intervensi yang menjadi
prioritas adalah peningkatan makanan bergizi; peningkatan kesadaran,
komitmen, dan praktik pembinaan gizi bagi ibu dan anak; peningkatan kualitas
dan akses pelayanan gizi dan kesehatan; serta penyediaan fasilitas air bersih
dan sanitasi.

2
Konvergensi didefinisikan sebagai intervensi yang terkoordinasi dan terintegrasi
pada rumah tangga dan wilayah geografis prioritas untuk mencegah stunting
dengan menggabungkan berbagai sumber daya. Stunting tidak disebabkan oleh
satu faktor saja, melainkan kombinasi dari beberapa penyebab. Oleh karena itu,
semua komponen masyarakat harus bekerja sama untuk mengurangi kasus
stunting.

Berdasarkan data Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) tahun 2021,
prevalensi stunting saat ini masih berada pada angka 24,4 persen atau 5,33 juta
balita. Prevalensi stunting ini telah mengalami penurunan dari tahun-tahun
sebelumnya. Akan tetapi, Presiden RI Joko Widodo menargetkan angka stunting
turun menjadi 14 persen di tahun 2024.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko


PMK) Muhadjir Effendy mengatakan, untuk mencapai target 14 persen, maka
setiap tahunnya perlu terjadi penurunan sekitar 3 persen. Lebih lanjut, Muhadjir
menyampaikan, pemerintah akan memperkuat percepatan penurunan stunting
melalui langkah-langkah intervensi. Di antaranya, akan ada langkah intervensi
melalui Puskesmas dan Posyandu.

Dia menyampaikan, pemerintah akan memastikan intervensi pencegahan


stunting pada perempuam sejak sebelum kelahiran dan sesudah kelahiran.
Untuk sebelum kelahiran akan dilakjkan program pendistribusian tablet tambah
darah (TTD) untuk remaja putri, program tambahan asupan gizi untuk bu hamil
kurang gizi kronik, melengkapi puskesmas dengan USG untuk mempertajam
identifikasi ibu hamil.

Kemudian untuk pasca kelahiran juga dilakukan program untuk mendukung


pemenuhan konsumsi protein hewani balita, merevitalisasi proses rujukan balita
weight faltering dan stunting ke puskesmas dari rumah sakit, serta merevitalisasi,
melengkapi, mendegitalisasi alat ukur di seluruh Posyandu.

Untuk diketahui, stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada Balita. Salah satu
penyebabnya adalah kurang kecukupan gizi pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan
(HPK). Dipaparkannya, ada 23 persen anak lahir dengan kondisi sudah stunted
(perawakan pendek) akibat ibu hamil sejak masa remaja kurang gizi dan anemia.

3
Sementara, risiko stunting meningkat signifikan pada usia 6 hingga 23 bulan,
dikarenakan kurangnya asupan protein hewani pada makanan pendamping ASI
(MP-ASI), yang mulai diberikan sejak usia 6 bulan. Strategi Pemerintah dalam
mengatasi stunting pada Balita di Indonesia adalah dengan melakukan integrasi
lintas sektor untuk memenuhi kebutuhan pangan MP-ASI.

Selain itu juga dilakukan revitalisasi proses rujukan balita weight faltering dan
stunting ke Puskesmas dari rumah sakit, Penambahan dana bantuan operasional
kesehatan (BOK) Puskesmas untuk terapi gizi, perubahan aturan BPJS
mengenai stunting di RS agar bisa dilayani, serta peningkatan imunisasi dasar
dari 12 menjadi 14 jenis imunisasi. Untuk melakukan itu semua dan mencapai
target penurunan 14 persen, Muhadjir menyampaikan, perlu sinergi anggaran
untuk penurunan stunting antar K/L, APBD Propinsi dan Kabupaten/Kota sesuai
indikator target yang telah ditetapkan dalam Perpres 72/2021.

REKOMENDASI

Melihat fakta-fakta dari hasil survei tersebut di atas, maka dapat diidentifikasi
Rekomendasi Kebijakan sebagai berikut:

1. Pemerintah mulai dari Pemerintah Pusat sampai dengan Pemerintah


Kelurahan/ Desa konsisten untuk terus memberikan penyuluhan kepada
warga masyarakat tentang apa itu stunting, bahaya stunting, faktor-faktor
penyebab stunting dan bagaimana cara pencegahannya.
2. Pemerintah mulai dari Pemerintah Pusat sampai dengan Pemerintah
Kelurahan/ Desa konsisten untuk terus lebih memperhatikan dan
memantau masalah gizi pada anak-anak dengan aplikasi ePPGBM, untuk
mendeteksi sedini mungkin masalah gizi sehingga bisa dilakukan intervensi
sedini mungkin.

Kelompok 6:
Nurhikma Wati (210210010)
Nurbaiti Ritonga (210210084)
Muhammad Nuzul (210210039)

Anda mungkin juga menyukai