Anda di halaman 1dari 8

CEGAH STUNTING TINGKATKAN DAYA SAING

GUNA MENCAPAI INDONESIA EMAS 2045


“Boby Septiawan Masril”

PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Stunting merupakan kondisi dimana terhambatnya tumbuh kembang anak
balita akibat kekurangan gizi kronis pada rentang waktu 1.000 Hari Pertama
Kehidupan (HPK). Kondisi ini disebabkan oleh kurangnya gizi tambahan
dalam waktu lama serta terjadinya infeksi berulang, kedua faktor penyebab
ini dipengaruhi cara asuh yang tidak tepat dalam 1.000 Hari Pertama
Kehidupan. Anak termasuk kategori Stunting jika panjang dan tinggi badan
tidak sesuai dengan pertambahan umurnya atau lebih rendah dari standar
nasional yang ada. Penurunan Stunting wajib dilakukan sedini mungkin
untuk mencegah dampak jangka panjang yang akan merugikan seperti
terhambatnya pertumbuhan anak. Stunting juga mempengaruhi
perkembangan otak yang mengakibatkan tingkat kecerdasan anak tidak
maksimal. Keadaan ini berisiko menurunkan produktivitas anak ketika
beranjak dewasa. Stunting juga menyebabkan anak lebih rawan terhadap
penyakit. Anak Stunting memiliki risiko lebih tinggi menderita penyakit kronis
ketika dia dewasa. Stunting dan berbagai bentuk permasalah gizi
berkontribusi pada hilangnya 2-3% Produk Domestik Bruto (PDB) setiap
tahunnya.

Indonesia merupakan negara ketiga dengan tingkat prevalensi Stunting


tertinggi di Asia tahun 2017 yaitu 36,4%. Prevalensi balita Stunting di
Indonesia tahun 2018 sebesar 30,8%, meskipun terjadi penurunan dibanding
tahun 2013, namun masih belum mencapai < 20%. Stunting juga masih
menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, termasuk di Provinsi
Jambi. Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2018, prevalensi Stunting di
Provinsi Jambi mencapai 30,12% (Analisis Data Riskesdas 2018).

Pemerintah Indonesia telah menetapkan dalam Rencana Pembangunan


Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024 tentang Stunting sebagai
isu prioritas nasional. Komitmen ini dapat direalisasikan dengan masuknya
Stunting dengan target penurunan yang signifikan dari angka Stunting 27,6
% pada tahun 2019 diharapkan menjadi 14 % pada tahun 2024. Sebelumnya
Presiden Republik Indonesia telah menetapkan Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dibawah koordinasi Menteri
Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) sebagai
Koordinator percepatan penurunan stunting di Indonesia (bkkbn.go.id 2021)

Determinan terjadinya Stunting multifaktorial seperti kurangnya asupan gizi


yang dimulai pada masa kehamilan, kurangnya masa menyusui Air Susu Ibu
(ASI) eksklusif, praktek pengasuhan yang tidak baik, gizi ibu saat hamil,
kesakitan pada bayi, kurangnya asupan gizi pada bayi, terbatasnya layanan
kesehatan, kurangnya akses terhadap makanan yang bergizi, kondisi sosial
ekonomi, juga faktor lainya seperti rendahnya akses sanitasi serta
kebersihan lingkungan yang buruk menjadikan anak terkontaminasi bakteri.

Oleh karena banyaknya dampak yang timbul akibat angka Stunting yang
tinggi di Indonesia, maka penting dilakukan penurunan dan pencegahan
Stunting sedini mungkin untuk menghindari dampak jangka panjang
terhadap tumbuh kembang anak serta untuk meningkatkan daya saing anak
Indonesia guna mencapai Indonesia Emas 2045.

b. Persoalan Stunting di Kabupaten Kerinci


Banyak kebijakan program yang sudah dilakukan untuk penanganan
Stunting di Provinsi Jambi, termasuk dikabupaten kerinci. Namun belum
berhasil menurunkan prevalensi Stunting pada balita < 20%. Permasalahan
Stunting tidak dapat diatasi hanya oleh pihak Kesehatan sendiri, namun juga
harus melibatkan peran multisektor dengan program terintegrasi juga
keterlibatan masyarakat dan pihak swasta.

Stunting pada balita di Kabupaten Kerinci masih menjadi polemik kesehatan


masyarakat karena prevalensinya >20%. Di Kabupaten Kerinci sendiri
prevalensi Stunting balita dari data SGI Tahun 2021 sebesar 26,7 %
sedangkan target Kementerian Kesehatan RI sesuai target SDG’s adalah
prevalensi Stunting harus mencapai 14% pada tahun 2024.
Mengingat Kabupaten Kerinci merupakan salah satu daerah dataran tinggi,
sehingga prediksi kejadian Stunting adalah dari pekerjaan Ibu, perilaku
merokok ayah, penyakit infeksi, akses terhadap fasilitas kesehatan, tempat
persalinan, tinggi badan ayah, personal higiene, dan pemantauan
pertumbuhan.

Kabupaten Kerinci sudah menetapkan dari total 287 desa/kelurahan yang


terdapat di Kabupaten Kerinci 49 Desa Lokus pencegahan dan delapan aksi
penurunan sebagai tanggung jawab bersama dalam melakukan percepatan
penurunan Stunting sejak tahun 2019 - 2022, Maka Pemerintah Kabupaten
Kerinci Melaksanakan pencegahan Percepatan Stunting dan terintegrasi
sesuai dengan petunjuk dan pedoman teknis pelaksanaan Intervensi
penurunan dan pencegahan Stunting terintegrasi kabupaten/Kota yang
dikeluarkan oleh kementerian perencanaan dan pembangunan nasional.

c. Perlunya Percepatan Penurunan serta pencegahan Stunting di Kabupaten


Kerinci.
Masih tingginya angka stunting di Kabupaten Kerinci bisa menjadi ancaman
bagi masa depan Kerinci beberapa tahun ke depan. Hal ini karena berkaitan
dengan kesehatan, ekonomi dan sosial budaya masyarakat Kabupaten
Kerinci.
Dampak jangka panjang dari Stunting adalah risiko terkena penyakit
degeneratif sampai dengan gangguan perkembangan kognitif sehingga
dapat berimbas pada penurunan pertumbuhan ekonomi di masa mendatang.
Dalam jangka pendek, stunting pada anak menyebabkan terganggunya
perkembangan otak, metabolisme tubuh, dan pertumbuhan fisik. Sekilas,
ukuran tubuh anak stunting terlihat normal. Namun, kenyataannya dia lebih
pendek dari anak-anak seusianya.
Di kabupaten kerinci ada beberapa faktor penyebab Stunting diantaranya
kondisi ekonomi masyarakat yang masih banyak berstatus keluarga pra-
sejahtera, sehingga pola makan dan asupan gizi hanya seadanya dan
berimbas pada kesehatan ibu dan anak. Selain itu faktor sosial dan budaya,
contohnya pada pola asuh, tradisi pemberian makan pisang pada bayi usia
di bawah enam bulan masih banyak dilakukan agar anak kenyang dan tidak
rewel. Padahal, pada periode tersebut asupan gizi terbaik bagi bayi adalah
air susu ibu (ASI) eksklusif.
Oleh karena itu, perlu diambil langkah-langkah strategis dan preventif dalam
menyikapi faktor penyebab Stunting tersebut. Agar penurunan angka
Stunting di Kabupaten Kerinci kedepannya dapat berkurang secara
signifikan demi terlahirnya generasi emas Kabupaten Kerinci yang sehat,
produktif kompetitif, dan unggul kedepannya.

PEMBAHASAN
a. Kajian Teori
Kekurangan gizi dan Stunting merupakan dua masalah yang saling
berkaitan. Stunting pada anak balita adalah dampak dari defisiensi
nutrisi selama 1.000 hari pertama kehidupan. Hal ini berakibat
terhadap gangguan perkembangan fisik anak yang irreversible, serta
menyebabkan penurunan performa kerja. Anak Stunting memiliki
rerata skor Intelligence Quotient (IQ) sebelas poin lebih rendah
dibandingkan rerata skor IQ pada anak normal. Gangguan tumbuh
kembang pada anak akibat kekurangan gizi bila tidak mendapatkan
intervensi sejak dini akan berlanjut hingga dewasa.
Stunting disebabkan faktor multi dimensi dan tidak hanya disebabkan oleh
faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita. Intervensi
pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dari anak balita sangat
menentukan untuk mengurangi prevalensi stunting. Beberapa faktor yang
menjadi penyebab Stunting adalah; praktek pengasuhan yang kurang baik,
termasuk kurangnya pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan gizi sebelum
dan pada masa kehamilan, serta setelah melahirkan. Masih terbatasnya
layanan kesehatan termasuk pelayanan kesehatan untuk ibu selama masa
kehamilan, pasca melahirkan dan pembelajaran dini yang berkualitas,
terbatasnya akses rumah tangga/keluarga ke makanan bergizi, serta
kurangnya akses air bersih dan sanitasi (TNP2K 2017).

b. Kebijakan dan Strategi Percepatan Penurunan Stunting


Upaya penurunan Stunting dilakukan melalui dua intervensi, yaitu :
1. intervensi gizi spesifik untuk mengatasi penyebab langsung
Intervensi gizi spesifik merupakan kegiatan yang langsung mengatasi
terjadinya stunting seperti asupan makanan, infeksi, keadaan gizi ibu,
penyakit menular, dan kesehatan lingkungan. dan
2. intervensi gizi sensitif untuk mengatasi penyebab tidak langsung.
Intervensi gizi sensitif meliputi:
 Peningkatan penyediaan air bersih dan sarana sanitasi;
 Peningkatan akses dan kualitas pelayanan gizi dan kesehatan;
 Peningkatan kesadaran, tanggung jawab dan fasilitasi pengasuhan
gizi ibu dan anak; serta
 Peningkatan akses pangan bergizi. Intervensi gizi sensitif umumnya
dilaksanakan di luar Kementerian Kesehatan.
Selain mengatasi penyebab langsung dan tidak langsung, juga diperlukan
prasyarat penunjang yang meliputi komitmen politik dan kebijakan untuk
pelaksanaan, keterlibatan pemerintah serta lintas sektor, dan kapasitas
untuk pelaksanaan. Penurunan stunting membutuhkan pendekatan yang
menyeluruh, yang dimulai dari pemenuhan prasyarat penunjang.
Kerangka konseptual intervensi penurunan Stunting terintegrasi di atas
merupakan panduan bagi pemerintah kabupaten/kota dalam menurunkan
kejadian Stunting. Pemerintah kabupaten/kota diberikan kesempatan untuk
berinovasi untuk menambahkan kegiatan intervensi efektif lainnya
berdasarkan pengalaman dan praktik baik yang telah dilaksanakan di
masing-masing kabupaten/kota dengan fokus pada penurunan Stunting.

c. Sinkronisasi Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) di Seluruh Tingkat


Wilayah
Dalam pelaksanaannya, upaya konvergensi percepatan pencegahan
Stunting dilakukan mulai dari tahap perencanaan dan penganggaran,
pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi.

Terdapat 8 (delapan) tahapan aksi konvergensi percepatan penurunan dan


pencegahan Stunting :
 Aksi #1 Melakukan identifikasi sebaran Stunting, ketersediaan program,
dan kendala dalam pelaksanaan penyatuan intervensi gizi.
 Aksi #2 Menyusun rencana kegiatan untuk meningkatkan pelaksanaan
penyatuan intervensi gizi.
 Aksi #3 Menyelenggarakan rembuk Stunting tingkat kabupaten/kota.
 Aksi #4Memberikan kepastian hukum bagi desa untuk menjalankan
peran dan kewenangan desa dalam intervensi gizi terintegrasi.
 Aksi #5 Memastikan tersedianya dan berfungsinya kader yang
membantu pemerintah desa dalam pelaksanaan intervensi gizi
terintegrasi di tingkat desa.
 Aksi #6 Meningkatkan sistem pengelolaan data Stunting dan cakupan
intervensi di tingkat kabupaten/kota.
 Aksi #7 Melakukan pengukuran pertumbuhan dan perkembangan anak
balita dan publikasi angka stunting kabupaten/kota.
 Aksi #8 Melakukan review kinerja pelaksanaan program dan kegiatan
terkait penurunan stunting selama satu tahun terakhir.

d. Peran Pendamping Keluarga Berisiko Stunting


Tim Pendampin Keluarga berisiko Stunting adalah tim yang terdiri dari Bidan,
Kader Tim Penggerak PKK, dan Kader KB untuk menjadi pendamping
keluarga yang memiliki remaja, calon pengantin, ibu hamil dan pasca salin,
serat bayi baru lahir hingga usia 5 tahun dalam rengka pencegahan Stunting.
Tim Pendamping memiliki peran dalam melaksanakan Deteksi dini faktor
risiko Stunting dan juga melakukan upaya meminimalisir serta mencegah
pengaruh bila terdapat faktor risiko Stunting di suatu keluarga. Tim ini
berperan memberikan edukasi, konsultasi dan fasilitasi bantuan kepada
keluarga yang berisiko, baik dari aspek intervensi spesifik maupun intervensi
sensitif yang berpengaruh terhadap kemunculan kasus-kasus Stunting
(bkkbn Bengkulu 2022)

e. Alternatif Pemecahan Masalah atau Solusi atas Hambatan dan Kendala


dalam Penyelenggaraan Percepatan Penurunan Stunting
1. Memastikan pencegahan Stunting menjadi prioritas pemerintah dan
masyarakat di semua tingkatan;
2. Meningkatkan kesadaran publik dan perubahan perilaku masyarakat
untuk mencegah Stunting;
3. Memperkuat konvergensi melalui koordinasi dan konsolidasi program
dan kegiatan pusat, daerah, dan desa;
4. Meningkatkan akses pada makanan bergizi serta mendorong ketahanan
pangan;
5. Meningkatkan pemantauan dan evaluasi sebagai dasar untuk
memastikan pemberian layanan yang bermutu, peningkatan
akuntabilitas serta upaya percepatan pembelajaran.

KESIMPULAN dan REKOMENDASI


a. Kesimpulan
 Intervensi yang paling menentukan untuk mengurangi prevalensi
Stunting perlu dilakukan dalam 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK)
dari anak balita
 Upaya penurunan Stunting dilakukan melalui dua intervensi, yaitu
intervensi gizi spesifik untuk mengatasi penyebab langsung dan
intervensi gizi sensitif untuk mengatasi dan mencegah penyebab tidak
langsung.
 Upaya konvergensi percepatan pencegahan Stunting dilakukan mulai
dari tahap perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan, hingga
pemantauan dan evaluasi
 Tim Pendamping Keluarga berisiko Stunting akan memberikan edukasi,
konseling dan fasilitas bantuan kepada keluarga-keluarga yang berisiko,
baik dari aspek intervensi spesifik maupun intervensi sensitif yang
berpengaruh terhadap kemunculan kasus-kasus Stunting.
 Lima Pilar percepatan penurunan pencegahan Stunting yaitu komitmen
dan visi kepemimpinan nasional dan daerah, komunikasi perubahan
perilaku dan pemberdayaan masyarakat, konvergensi interferensi
spesifik dan sensitif di pusat dan daerah, ketahanan pangan dan gizi,
serta penguatan dan pengembangan sistem, data, informasi, riset, dan
inovasi.

b. Rekomendasi
 Ada kerjasama dan sinergi lintas sektor terkait upaya penanggulangan
Stunting yang dimulai dari desa
 Sebaiknya ada Pemberian Makanan Tambahan (PMT) khusus untuk
anak Stunting, karena anak stunting membutuhkan gizi/nutrisi khusus
yang tidak sama dengan anak-anak lainnya yang tidak Stunting.
DAFTAR PUSTAKA

Analisis Data Riskesdas 2018, ‘Mencari Strategi Percepatan Pencegahan


Stunting’, Berita BKKBN, 21 Desember 2022, https://www.bkkbn.go.id.

Azda, Rofadhila 2022, ‘Optimalkan Peran Tim Pendamping Keluarga, Upaya


Cegah Stunting dari Lini Bawah’, BKKBN Bengkulu, 21 Desember 2022,
https://bengkulu.bkkbn.go.id.

Erik, Erik 2020, ‘Stunting Pada Anak Usia Dini: study kasus di Desa Mirat Kec
Lewimunding Majalengka’,Jurnal Pengabdian Masyarakat,Vol.2, no.1,hh.
1, DOI: https://doi.org/10.47453/etos.v2i1.208.

Kementerian PPN/Bappenas 2018, ‘Pedoman Pelaksanaan Intervensi


Penurunan Stunting Terintegrasi Di Kabupaten/ Kota’, Edisi November
2018.

TNP2K 2017, ‘100 Kabupaten/kota Prioritas untuk Penanganan Anak Kerdil


(Stunting)’,2.

Anda mungkin juga menyukai