Anda di halaman 1dari 4

Nama : Helda Yanti

Jurusan/prodi : DIV GIZI


NIM: P07131215101

GIZI BURUK

Gizi buruk ialah suatu keadaan kondisi yang mana seseorang balita yang memiliki
kekurangan asupan nutrisi, atau dalam arti lain orang tersebut memiliki nutrisi dibawah rata-
rata umumnya orang normal. Nutrisi yang kami maksud ialah bisa berupa protein, kalori serta
karbohidrat. Di negara Indonesia, sebuah kasus seperti Kurang Energi Protein (KEP) tersebut
masih menjadi momok bagi negara Indonesia yang mana masih banyak kami jumpai dimana-
mana pada seorang balita.

Masalah kurang gizi ini banyak dialami anak-anak sejak masih dalam kandungan, dan
sedihnya, kerusakan yang terjadi tidak dapat diperbaiki ketika anak menjelang dewasa. Anak-
anak yang pernah menderita status kurang gizi cenderung memiliki tinggi badan yang pendek
dan biasanya tidak berprestasi dalam proses pendidikan. 
Di dunia kedokteran gizi buruk lebih dikenal dengan nama Kurang Energi Protein (KEP)
tingkat berat. KEP, sesuai dengan namanya, memiliki pengertian keadaan kekurangan energi
dan protein akibat kurang mengonsumsi makanan yang bergizi dan atau menderita sakit
dalam waktu lama.
KEP terbagi menjadi dua yaitu KEP ringan dan KEP berat. KEP ringan biasa disebut gizi
kurang, terjadi bila berat badan anak hanya 60-90 % dari berat badan menurut standar yang
telah ditentukan. Sedangkan gizi buruk atau KEP berat terjadi bila berat badan anak kurang
dari 60 % dari angka standar.

Istilah yang juga berhubungan dengan gizi buruk adalah marasmus dan kwashiorkor. Bentuk
marasmus terjadi bila  si anak lebih kekurangan kalori/energi, sedangkan kwashiorkor lebih
karena kekurangan zat protein.

Menurut perkiraan WHO, sebanyak 54% penyebab kematian bayi dan balita
disebabkan oleh keadaan gizi anak yang buruk. Risiko meninggal dari anak yang bergizi
buruk 13 kali lebih besar dibandingkan anak yang normal (World Bank, 2006). Sementara di
Indonesia berdasarkan data Susenas tahun 2005 prevalensi balita gizi buruk masih sebesar
8.8%.
Nama : Helda Yanti
Jurusan/prodi : DIV GIZI
NIM: P07131215101

Beberpa tanda-tanda klinis gizi buruk diatas menurut (Gibson, 2005), sebagai berikut:

1. Marasmus : 1). Badan nampak sangat kurus; 2). Wajah seperti orang tua; 3).
Cengeng dan atau rewel; 4). Kulit tampak keriput, jaringan lemak subkutis sedikit
sampai tidak ada (pada daerah pantat tampak seperti memakai celana longgar/ ”baggy
pants”); 5). Perut cekung; 6). Iga gambang; 7). Sering disertai penyakit infeksi
(umumnya kronis) dan diare
2. Kwashiorkor : 1). Edema, umumnya seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki;
2). Wajah membulat (moon face) dan sembab; 3). Pandangan mata sayu; 4). Rambut
tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa sakit dan
mudah rontok; 5). Perubahan status mental, apatis, dan rewel; 6). Pembesaran hati; 7).
Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk; 8).
Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi
coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis); 9). Sering disertai
penyakit infeksi (akut), anemia dan diare.
3. Marasmus Kwashiorkor: Merupakan gabungan dari beberapa gejala klinis
marasmus dan kwashiorkor.

Beberapa prinsip melaksanakan SKD-KLB gizi buruk tersebut antara lain: Kajian
epidemiologi secara rutin; Peringatan kewaspadaan dini; Peningkatan kewaspadaan
dan kesiapsiagaan. Sedangkan berbagai upaya yang dapat dilakukan dalam upaya
penanggulangan masalah gizi buruk menurut  Depkes RI (2005) dirumuskan dalam
beberapa kegiatan berikut :
a.    Meningkatkan cakupan deteksi dini gizi buruk melalui penimbangan bulanan
balita di posyandu.
b.    Meningkatkan cakupan dan kualitas tata laksana kasus gizi buruk di puskesmas /
RS dan rumah tangga.
c.    Menyediakan Pemberian Makanan Tambahan pemulihan (PMT-P) kepada balita
kurang gizi dari keluarga miskin.
d.    Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ibu dalam memberikan asuhan gizi
kepada anak (ASI/MP-ASI).
e.    Memberikan suplemen gizi (kapsul vitamin A) kepada semua balita
Nama : Helda Yanti
Jurusan/prodi : DIV GIZI
NIM: P07131215101

Terdapat sebuah model yang dikembangkan Unicef tahun 1990, untuk mengurai
faktor penyebab gizi buruk ini (Soekirman, 2000). Dengan model tersebut, penyebab
masalah gizi dibagi dalam tiga tahap, yaitu penyebab langsung, penyebab tidak
langsung dan penyebab mendasar.

1. Terdapat dua penyebab langsung gizi buruk, yaitu asupan gizi yang kurang dan
penyakit infeksi.
2. Terdapat 3 faktor pada penyebab tidak langsung, yaitu tidak cukup pangan, pola
asuh yang tidak memadai, dan sanitasi, air bersih/ pelayanan kesehatan dasar yang
tidak memadai.
3. Penyebab mendasar/akar masalah gizi buruk adalah terjadinya krisis ekonomi,
politik dan sosial termasuk bencana alam, yang mempengaruhi ketersediaan
pangan, pola asuh dalam keluarga dan pelayanan kesehatan serta sanitasi yang
memadai, yang pada akhirnya mempengaruhi status gizi balita.

Cara Menyegahan
Menimbang sangat begitu penting untuk dapat memantau kondisi gizi pada balita tersebut
agar pertumbuhannya dan juga kecerdasannya meningkat, maka dianjurkan buat orang
tua harus memperhatikan semua hal-hal yang bisa mencegah terjadinya gejala gizi buruk
terhadap anak balita ibu sendiri. Nah, berikut ini ada beberapa tips atau cara untuk dapat
mencegah terjadinya gejala gizi buruk terhadap balita:
1. Berikan asupan ASI yang eksklusif hingga balita tersebut berusia 6 bulan. Kemudian,
balita tersebut mulailah kenalkan sama makanan asupan tambahan untuk pendamping
ASI, namun harus tingkatan dengan sesuai usia-nya, lalu setelah usia si balita 2 tahun
baru bisa disapih
2. Balita harus diberikan asupan yang bervariasi dan seimbang pula antara kandungan
dari protein-nya, vitamin, lemak serta mineralnya juga. Komposisi asupannya harus
minimal 10% untuk lemak, dan untuk protein sebanyak 12% serta sisanya untuk
karbohidrat.
3. Sering menimbang serta mengukur tinggi-nya balita dengan mengikuti sebuah program
seperti Posyandu. Harus dicermati mengenai pertumbuhannya. Jika ada keganjalan anda
segeralah berkonsultasi dengan ahlinya.
4. Kalau balita telah dirawat dirumah sakit terkena gizi buruk, anda bisa menanyakan
Nama : Helda Yanti
Jurusan/prodi : DIV GIZI
NIM: P07131215101

langsung kepada para petugasnya mengenai pola atau jenis makanan apa yang meski
diberikan pada balita tersebut setelah pulang nanti
5. Kalau balita sudah terkena kekurangan gizi, maka bergegaslah asupkan makanan yang
mengandung kalori tinggi. Kemudian untuk protein-nya dapat diberikan nanti setelah
kalori tersebut terlihat dapat meningkatkan energi pada balita. Berikan pula vitamin dan
suplemen mineral kepada balita. Penanganan sejak dini banyak sekali membuahkan hasil
yang sangat baik. Walau kondisi yang telah berat, namun bisa dilakukan dengan cara
meningkatkan suatu kondisi pada kesehatan umumnya. Hanya saja, biasanya tetap akan
meninggalkan sebuah sisa-sisa gejala seperti kelainan fisik dengan permanen serta akan
timbul masalah seperti intelegensia pada kemudian hari.
Sebagai langkah awal penanggulangan masalah gizi buruk diatas, diperlukan sistem
kewaspadaan dini dengan indikator dan alat ukur yang sensitif. Dalam kaitan ini
diperlukan sebuah sistem surveilance gizi buruk. Menurut WHO, survailans gizi
merupakan kegiatan pengamatan keadaan gizi, dalam rangka untuk membuat keputusan
yang berdampak pada perbaikan gizi penduduk dengan menyediakan informasi yang terus
menerus tentang keadaan gizi penduduk, berdasarkan pengumpulan data langsung sesuai
sumber yang ada, termasuk data hasil survei dan data yang sudah ada (Mason et al., 1984)
Sementara menurut Keputusan Menteri Kesehatan nomor: 1116/Menkes/SK/VI II/2003
tentang Pedoman Penyelenggaraan Surveilans Epidemiologi Kesehatan dan Penyakit
salah satu kegiatannya adalah pelaksanaan SKD KLB. SKD KLB merupakan
kewaspadaan terhadap penyakit berpotensi KLB serta faktor-faktor yang
mempengaruhinya dengan menerapkan teknologi surveilans epidemiologi dan
dimanfaatkan untuk meningkatkan sikap tanggap kesiapsiagaan, upaya pencegahan dan
tindakan penanggulangan KLB yang cepat dan tepat (Depkes RI, 2004).

Anda mungkin juga menyukai