Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan merupakan salah satu aspek dari kehidupan masyarakat. Mutu
hidup yang rendah, produktivitas tenaga kerja yang berkurang, angka kesakitan
dan kematian yang tinggi pada bayi dan anak-anak, serta terganggunya
perkembangan mental adalah akibat langsung atau tidak langsung dari masalah
gizi kurang.
Beberapa penyakit yang menjadi tolak ukur kesehatan dan status gizi di
masyarakat adalah kekurangan energi protein (KEP), anemia gizi zat besi,
gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY), kekurangan vitamin A (KVA).
Keempat penyakit ini merupakan masalah kesehatan gizi di masyarakat yang di
tetapkan pemerintah dengan berbagai program.
Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) merupakan salah satu
masalah yang muncul sejak lama. Pada awalnya, hubungan unsur yodium dengan
gondok endemik dilihat sebagai hubungan secara langsung yang ditunjukkan
dengan praktek kedokteran Cina yang menggunakan biji ganggang Sargassum dan
Laminaria japonica yang kaya yodium sebagai obat gondok. Akan tetapi, mulai
tahun 1960-an pandangan para ahli terhadap defisiensi yodium berubah dari
memandang defisiensi yodium berakibat pada gondok endemik dan kretin
endemik saja ke perubahan yang lebih luas, yaitu seperti gangguan perkembangan
susunan saraf pusat termasuk intelegensia
Dengan demikian istilah defisiensi yodium dahulu yang diidentikkan
dengan gondok endemik degantikan dengan gangguan akibat kekurangan
yodium (GAKY) yang efeknya amat luas, dapat mengenai semua segmen usia
sejak dikandungan ibu hingga orang dewasa.
WHO menyebutkan bahwa secara global defisiensi yodium adalah
penyebab tunggal yang paling terpenting yang bisa menyebabkan kerusakan otak.
Telah banyak diterbitkan buku dan publikasi yang melaporkan prevalensi serta
penyebaran gondok endemik di dunia. Terakhir dilaporkan dalam MDIS Working
Paper, 1993.

Kekurangan yodium di Indonesia sudah dikenal sejak tahun 1927,


ditemukan hampir di seluruh wilayah Indonesia mulai dari ujung utara (Aceh)
pulau Sumatera sampai ke Papua. Penanggulangannya telah diupayakan sejak
1927 dengan memperkenal garam beryodium dengan konsentrasi 5ppm di pulau
Jawa dan pada tahun 1928 di pulau Sumatera.
Kemudian pada survey konsumsi garam beryodium rumah tangga pada
tahun 2000 (SGY 2000), menunjukkan bahwa 83,7% dari rumah tangga
menkonsumsi garam, tetapi hanya 63,4% rumah tangga yang mengkonsumsi
garam dengan kadar yodium cukup (>30 ppm). Sedangkan mengenai pengetahuan
SGY 2000 menunjukkan 69,91% rumah tangga mengetahui manfaat garam
beryodium.
Di provinsi Sumatera Barat, pada SGY 2000 menunjukkan bahwa 90 %
masyarakat mengunakan garam dengan yodium cukup, 9.2% kurang dan 0.7%
tidak terkandung yodium. Sedangkan data random yang di dapat di puskesmas,
sekitar 20% warga memakai garam dengan konsentrasi kurang.
Di lain hal, pada tahun 1998, Total Goiter Rate (TGR) rata-rata Indonesia
adalah 9.8% yang mana provinsi Sumatera Barat mempunyai TGR 20.6%.
Kemudian pemetaan pada tahun 2003 TGR pada murid sekolah dasar adalah
10.8%. Sedangkan di kota Padang terjadi kenaikan TGR , yaitu 8.5% tahun1988
naik menjadi 16.8% pada tahun 1998, meningkat terus menjadi 21.5% pada tahun
2002 dan pada tahun 2006 meningkat menjadi 26.4 %.
Pada Puskesmas Lubuk Kilangan, terjadi peningkatan TGR yang sangat
bermakna dalam data yang hanya berjarak 3 tahun, yaitu 14.8 % pada tahun 2006
meningkat menjadi 29.9% pada tahun 2009.

1.2 Perumusan Masalah


a. Apa faktor yang menyebabkan tingginya Total Goter Rate (TGR) di
wilayah kerja puskesmas Lubuk Kilangan
b. Langkahlangkah apa saja yang dilakukan untuk menurunkan TGR di
wilayah kerja puskesmas Lubuk Kilangan.
1.3 Tujuan Penulisan
a. Mengidentifikasi masalah yang terdapat pada Puskesmas Lubuk Kilangan.
b. Menemukan

prioritas masalah yang terdapat pada Puskesmas Lubuk

Kilangan.
c. Mengidentifikasi masalah tingginya TGR di wilayah kerja Puskesmas
Lubuk Kilangan.
d. Mencari alternatif solusi untuk pemecahan masalah tingginya TGR di
wilayah kerja Puskesmas Lubuk Kilangan
e. Menentukan Plan Of Action dari masalah tingginya TGR di wilayah kerja
Puskesmas Lubuk Kilangan

1.4 Manfaat Penulisan


a. Sebagai bahan masukan bagi petugas Puskesmas Lubuk Kilangan
sehingga dapat dijadikan sebagai solusi alternatif dalam menurunkan TGR
di wilayah Lubuk Kilangan.
b. Sebagai bahan pembelajaran bagi dokter muda dalam menerangkan
problem solving cycle.

BAB II
GAMBARAN UMUM PUSKESMAS
2.1 Sejarah Puskesmas
Puskesmas Lubuk Kilangan ini didirikan diatas tanah wakaf yang
diberikan KAN yang pada tahun 1981 dengan Luas tanah 270 M 2 dan Gedung
Puskesmas sendiri didirikan pada tahun 1983 dengan luas bangunan 140 M 2
dimana saat itu Pimpinan Pusksmas yang pertama adalah dr. Meiti Frida dan pada
tahun itu juga Puskesmas mempunyai 1 buah Pustu Baringin.
Pembangunan Puskesmas ini dibiayai dari APBN. Pelayanan yang
diberikan saat itu meliputi BP, KIA dan Apotik. Dengan Jumlah pegawai yang ada
pada saat itu sekitar 10 orang dan sampai saat ini telah mengalami pergantian
Pimpinan Puskesmas sebanyak 11 kali.
Pada Tahun 1997 telah dilakukan rehabilatasi Puskesmas secara maksimal,
karena adanya keterbatasan lahan, rumah dinas paramedis yang ada pada saat itu
dijadikan kantor dan juga ada penambahan beberapa ruangan pelayanan lainnya.
Saat sekarang kondisi bangunan Puskesmas Lubuk Kilangan sudah
permanen terdiri dari beberapa ruangan kantor seperti: BP, KIA, Gigi, Labor, KB,
Apotik, Imunisasi dengan jumlah pegawai yang ada sebanyak 52 orang termasuk
Pustu. Walaupun demikian bangunan Puskesmas Lubuk Kilangan saat sekarang
masih belum mempunyai gudang obat dan gudang gizi (PMT), ruangan khusus
Pelayanan Lansia.
Pelayanan Puskesmas Lubuk Kilangan yang diberikan saat ini adalah 6
Pelayanan Dasar yaitu: Yankes, P2P, Kesga, Promkes, Kesling dan Program
inovatif (untuk Puskesmas Lubuk Kilangan saat sekarang Program inovatif Belum
berjalan).
2.2 Kondisi Geografis
Wilayah kerja Puskesmas Lubuk Kilangan meliputi seluruh Wilayah
Kecamatan Lubuk Kilangan dengan luas Daerah 85,99 Km 2 yang terdiri dari 7
kelurahan dengan luas:
a.

: 19.29 Km2

Kelurahan Batu Gadang

b.

Kelurahan Indarung

: 52.1 Km2

c.

Kelurahan Padang Besi

: 4.91 Km2

d.

Kelurahan Bandar Buat

: 2.87 Km2

e.

Kelurahan Koto Lalang

: 3.32 Km2

f.

Kelurahan Baringin

: 1.65 Km2

g.

Kelurahan Tarantang

: 1.85 Km2

Adapun batas-batas Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Kilangan adalah


sebagai berikut:
a.

Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Pauh

b.

Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Solok

c.

Sebelah Barat berbatas dengan Kecamatan Lubuk Begalung

d.

Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Bungus Teluk


Kabung

Gambar 2.1 Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Kilangan

2.3 Kondisi Demografi


Jumlah Penduduk Kecamatan Lubuk Kilangan adalah 43.532 Jiwa yang
terdiri dari 10.707 KK dengan perincian sebagai berikut:
a. Kelurahan Bandar Buat

: 11.172 jiwa dan 2.743 KK

b. Kelurahan Padang Besi

: 6.211 jiwa dan 1.610 KK

c. Kelurahan Indarung

: 10.669 jiwa dan 2.632 KK

d. Kelurahan Koto Lalang

: 6.378 jiwa dan 1.550 KK

e. Kelurahan Batu Gadang

: 5.828 jiwa dan 1.489 KK

f. Kelurahan Baringin

: 1.226 jiwa dan 244 KK

g. Kelurahan Tarantang

: 2.048 jiwa dan 439 KK

Dengan jumlah 42RW dan 161 RT dengan perincian sebagai berikut:


a. Kelurahan Batu Gadang

: 4 RW/ 18 RT

b. Kelurahan Indarung

: 12 RW/ 44 RT

c. Kelurahan Padang Besi

: 4 RW/ 20RT

d. Kelurahan Bandar Buat

: 11 RW/ 40 RT

e. Kelurahan Koto Lalang

: 7 RW/ 27 RT

f. Kelurahan Baringin

: 2 RW/ 5 RT

g. Kelurahan Tarantang

: 2 RW/ 7 RT

Sasaran Puskesmas
a. Jumlah penduduk

: 43.532 Jiwa

b. Bayi (0-11 Bulan)

: 904 Jiwa

c. Bayi (6-11 Bulan)

: 542 Jiwa

d. Anak Balita (24-60 Bulan)

: 3506 Jiwa

e. Balita (0-60 Bulan)

: 4410 Jiwa

f. Ibu Hamil (Bumil)

: 995 Jiwa

g. Ibu Nifas (Bufas)

: 949 Jiwa

h. Ibu Bersalin

: 949 Jiwa

i. Ibu meneteki (Buteki) : 1808 Jiwa

j. Lansia : 3138 Jiwa


k. WUS : 9287
2.4 Sarana dan Prasarana
a.

Sarana Pendidikan
1. SMU/SMK: 3 Unit
2. SLTP

: 4 Unit

3. SD

: 23 Unit

4. TK

: 15 Unit

b. Sarana Kesehatan
Puskesmas Lubuk Kilangan memiliki sarana:
1. Puskesmas Induk

: 1 Unit

2. Puskesmas Pembantu

: 3 Unit

Pustu Indarung

Pustu Batu Gadang

Pustu Baringin

3. Rumah Sakit PT Semen Padang

: 1 Unit

4. Mobil Puskesmas Keliling

: 1 Unit

5. Motor Dinas

: 4 Unit

6. Komputer

: 2 Unit

7. Mesin Tik

: 2 Unit

8. Laptop

: 1 Unit

9. LCD/Infocus

: 1 Unit

c. Prasarana Kesehatan
1. Posyandu Balita

: 41 Buah

2. Posyandu Lansia

: 11 Buah

3. Kader Kesehatan

: 164 Orang

4. Praktek Dokter Swasta

: 5 orang

Praktek Bidan Swasta

: 21 orang

Pos UKK : 3 Pos


Pengobatan Tradisional
Toga

: 38 Buah

: 27 Buah

2.5 Ketenagaan

Dokter Umum
Dokter Gigi
Sarjana Kesehatan Masyarakat
Akper
SPK
Akbid
Bidan (D I)
Asisten Apoteker
AKL
AAK
Perawat Gigi
Pekarya Kesehatan
SMA
SMP

: 4 Orang
: 2 Orang
: 3 Orang
: 6 Orang
: 6 Orang
: 6 Orang
: 13 Orang
: 2 Orang
: 1 Orang
: 1 Orang
: 2 Orang
: 3 Orang
: 2 Orang
: 1 Orang

2.6 Kondisi Sosial, Budaya dan Ekonomi Penduduk


a. Kondisi Sosial dan Budaya
Suku terbesar yang ada di Kecamatan Lubuk Kilangan adalah Suku Minang, juga
ada suku lainnya, yaitu Jawa dan Batak. Mayoritas agama yang dianut masyarakatnya
adalah Islam( 43.451 Jiwa) dan Kristen dan Katolik (80 Jiwa).
b. Kondisi Ekonomi
Mata pencaharian penduduk umumnya adalah pegawai negeri, swasta, buruh, dan
tani.
2.7 Struktur Puskesmas
STRUKTUR ORGANISASI PUSKESMAS LUBUK KILANGAN
DEWAN PENYANTUN

PIMPINAN PUSKESMAS
Drg Euis Yoyo.

CAMAT

TATA USAHA
YESSI GUSMINARTI, SKM

PERENCANAAN
Drg. Euis Yoyo
Drg. Afridawati

KEUANGAN
Hj. Afridawarni
Hayati
Yusmawarni

PERLENGKAPAN &
Inventaris
Desmiavita.D
Hj. Fitri Dewi

Dr. Reni Angraini


Dr. Dezilia Arzie

KOORDINATOR YAN MEDIK


Dr. Dezilia Arzie
Pj. BP
: Elva Nora

KOORDINATOR YANKESMAS
Drg. Afridawati
Pj. Promkes:Frisna Devi,SKM

Pj. KIA Ibu : Nelwida

Pj. Kesehatan Lingkungan :Ernawati,AmKl

Pj. KIA Anak

:Sefnita

Pj. BP Gigi :Drg. Afridawati

Pj. Apotik

Pj. Gudang Obat


Yulesphina

: Widani

Pj. Laboratorium
Susanti,AmAk

: Esi

:Titin Haryani

Pj. MR

:Yusmawarni

Pj. KB

: Hj. Fitri Dewi

P2M

Pj.
Imunisasi
:Ermay
ani
Pj. DBD
:Adsemar Tati Budi
Pj. TB Paru dan Kusta :Damsiar
Pj. Rabies
: Marini MS, Amd.Kep
Pj. Malaria
:Adsemar Tati Budi
Pj. Diare
:Marina Yulia Ningsih
Pj. Surveilans
: Marry Denita Wati
Pj. Campak
: Marry Denita Wati

Pj. Kesehatan Olah Raga


Marini MS, Amd.Kep

Pj. P3K/IGD: Damsiar

Pj. ISPA

:Marry Denita Wati

Pj. SP2TP : Yessi Gusminarti, SKM

Pj. Gizi

: Renita, SKM

Pj. Kesehatan Jiwa : Marini MS

Pj. Lansia :Yusnidar

PUSTU INDARUNG
Mortianis

PUSTU BATU GADANG


Fitriani

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

PUSTU BARINGIN
Hj. Erliza HB

3.1 Definisi Garam Beryodium


Garam yang telah diperkaya dengan yodium yang dibutuhkan tubuh untuk
membuat

hormon

yang

mengatur

pertumbuhan

dan

perkembangan

kecerdasaan. Garam beryodium yang digunakan sebagai garam konsumsi harus


memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) antara lain mengandung yodium sebesar
30 80 ppm.
Yodium adalah salah satu mikro mineral yang amat penting dan dibutuhkan
sejak dalam kandungan, sehingga kekurangan yodium akan berakibat gangguan
pertumbuhan dan kecerdasan anak, bahkan dapat menyebabkan abortus, premature,
lahir mati, kretinisme, dan lain-lain.
3.2 Pentingnya Garam Beryodium
Berbagai studi dan eksperimen yang dilakukan di banyak Negara telah
membuktikan bahwa kekurangan yodium memberikan dampak yang sangat nyata
terhadap kualitas manusia masa depan khususnya terhadap pertumbuhan dan
perkembangan anak.
Anak yang kekurangan yodium akan tumbuh dan berkembang tidak optimal ,
seperti pendek atau kecil, bodoh dan berbagai gangguan psikoemosional lainnya.
Padahal, sudah diketahui bahwa hanya orang-orang yang sehat dan bergizi baik yang
akan mampu berperan secara optimal dalam pembangunan. Jadi kesehatan dan gizi
adalah investasi jangka panjang dalam sebuah perjalanan panjang membangun
bangsa. Anak-anak yang hari sehat dan bergizi baik akan memimpin pembangunan
bangsa dalam 20-30 tahun ke depan.
Anak-anak yang tidak sehat dan bergizi kurang pada hari ini justru akan
menjadi beban masyarakat kelak, karena rendahnya kualitas hidupnya. Dampak
keberhasilan pembangunan kesehatan dan gizi tidak bias dinilai hari ini, besok-lusa
atau setahun-dua tahun ke depan, akan tetapi 20-25 tahun ke depan. Dari kacamata
managemen pembangunan yang dapat dinilai hari ini atau esok-lusa adalah proses

10

dan jangkauan pencapainya atau dalam istilah managemen disebut output, sedangkan
dampaknya terhadap kehidupan bangsa baru kelihatan 10-20 tahun kemudian.
Pertumbuhan dan perkembangan anak sudah dimulai sejak dalam kandungan.
Untuk keperluan tumbuh kembang itu dibutuhkan sejumlah zat gizi makro seperti
hidrat arang, protein, lemak dan sejumlah mineral. Disamping itu, tidak kalah
pentingnya adalah zat gizi mikro, seperti mineral yodium, selenium, tembaga, zink,
vitamin A dan sejumlah vitamin lainnya.
Rendahnya asupan sebagai akibat dari rendahnya kandungan yodium pada air dan
tanah mengakibatkan terjadinya pembesaran kelenjar gondok, sehingga terjadinya
pembesaran kelenjar gondok di berbagai daerah di tanah air. Pada awal tahun 1970-an
begitu rendahnya asupan yodium penduduk sehingga hampir disemua provinsi
terdapat kecamatan endemic sedang dan berat.
3.3 Epidemiologi Kekurangan Yodium
Gangguan akibat kekurangan yodium, disingkat GAKY adalah sekelompok
gejala sebagai akibat dari kekurangan intake yodium yang berlangsung lama,gejalagejala yang dapat diamati antara lain :
1. Penurunan IQ
2. Keguguran kandungan
3. Gangguan perkembangan saraf
4. Kretinisme, menyebabkan orang ceboldan bodoh
Di Indonesia sendiri masalah GAKY merupakan salah satu masalah kesehatan yang
amat penting karena beberapa hal, antara lain karena :
1. Berkaitan erat dengan kualitas hidup manusia
2. Luas daerah yang terkena sangat luas dan meliputi hampir 100 juta penduduk
di Indonesia
3. Upaya penanggulangan yang dilakukan hampir 30 tahun belum mampu
menuntaskan masalahnya

11

4. Berbagai upaya penanggulangan telah dilakukan secara luas di seluruh


wilayah Republik Indonesia, mulai dari suntikan, kapsul, yodisasi garam,
yodisasi air dan lain-lain.
Kekurangan yodium di Indonesia sudah dikenal sejak tahun 1927, ditemukan
hampir di seluruh wilayah Indonesia mulai dari ujung utara pulau sumatera sampai ke
papua. Penanggulangannya telah diupayakan sejak 1927 itu dengan memperkenalkan
garam beryodium dengan konsentrasi 1:200.000 atau 5 ppm, khususnya di daerah
pegunungan Dieng dan tengger di pulau Jawa. Kemudian, tahun 1928 diperluas ke
daerah Gayo Alas di Aceh dan tahun 1933 juga meliputi keresidenan Kediri di pulau
Jawa.
Simons tahun 1939 menulis bahwa pencegahan gondok dengan yodisasi
garam kecil sekali resikonya. Pada saat itu garam briket/balok mulai diproduksi di
pulau Madura. Di pulau Sumatera pada literature lama itu ditulis daerah gondok
mulai dari Aceh, Siantar Binjai, Padang panjang dan sekitar danau Singkarak. Pada
tahun 1939 atau sekitar tahun 1940 kadar yodium dalam garam ditingkatkan menjadi
1: 100.000 atau 10 ppm. Uji coba dilakukan oleh van veen di Kintamani.
Pada tahun 1953 diketahui pula adanya daerah gndok endemic yang luas di pulau
Kalimantan, bahkan sampai ke daerah pantai di Brunei. Di daerah itu ditemukan
prevalensi goiter yang bervariasi sekali, umumnya dari 1% sampai 25%, bahkan
terdapat pula daerah dengan prevalensi waktu itu yaitu 33,6%.
Perkembangan studi lebih lanjut diketahui bahwa pada penderita dengan
pembesaran kelenjar gondok ditemui pula beberapa keadaan seperti kretinisme
dengan berbagai bentuk dan variasi, seperti tuli bisu dan berbagai bentuk gangguan
pertumbuhan kecerdasan mulai dari idiot sampai ke tingkat kecerdasan yang sedikit
lebih rendah dari anak normal. Banyak dan luasnya variasi akibat kekurangan
yodium, maka dikelompokkan menjadi GAKY.
Kenapa terjadi perubahan dan variasi prevalensi GAKY dari waktu ke waktu.
Konsep yang paling umum dikenal tantang kesehatan adalah konsep dari HL. Bloom,
yang mengidentifikasikan tiga factor utama penyebab perubahan status kesehatan,

12

yaitu factor lingkungan, perilaku manusia, akses ke pelayanan kesehatan dan factor
keturunan. Berkaitan dengan GAKY factor utama penyebab terjadinya kekurangan
yodium adalah :

Penanggulangan
GAKY :
Yodisasi garam
Dis Kaps minyak
beryodium
Penyuluhan, supervisi
Monitoring dan
evaluasi
Koord Lintas Sektor

KETURUNA
N

PREVALENSI GAKY

Lingkungan
yang Buruk

PERILAKU
MANUSIA

Gangguan Akibat kekurangan Yodium ( GAKY ) terjadi sebagai akibat dari


rendahnya kandungan yodium dalam bahan makanan sehari-hari karena rendahnya
kandungan yodium dalam tanah. Yodium dikenal sebagai salah satu mineral yang
sangat mudah larut dalam air, sehingga semakin tinggi curah hujan di suatu daerah
maka semakin besar resiko untuk penduduknya menderita GAKY. Keadaan ini
diperburuk oleh berbagai factor sebagai berikut :
1. Lingkungan yang buruk, terutama berhubungan :
a. Pencemaran tanah sumber-sumber air dengan kotoran manusia, dan
sampah, seperti yang dilapotkan oleh Mc Carisson di India (1917)
b. Pencemaran yang mengakibatkan rendahnya kadar yodium dari
sumber-sumber makanan dari laut seperti yang dilaporkan oleh kung
(1996) berkaitan dengan rendahnya kadar yodium di laut China
Selatan akibat pencemaran dari limbah pabrik di sekitarnya
c. Timbulnya pemukiman-pemukiman baru yang padat dengan tingkat
pengelolaan lingkungan yang kurang baik

13

d. Rendahnya kadar selenium pada makanan. Selenium adalah salah satu


bahan pembentuk enzim yang mengatur pembentukan hormone
thyroxin di kelenjar Thyroid
2. Perilaku manusia
Perilaku mansia terutama yang berhubungan dengan :
a. Ketidak pedulian terhadap kebersihan lingkungan
b. Rendahnya pemahaman tentang pentingnya pemakaian garam
beryodium
c. Rendahnya kepedulian industry, distributor dan pedagang garam
terhadap resiko dan akibat garam yang tidak beryodium yang
dijualnya terhadap kualitas hidup bangsa di masa depan
d. Ketidakseimbangan konsumsi goiterogenik agen seperti bayam, ubi
kayu, kol dan lain-lain dengan ketersediaan yodium dalam garam dan
lain-lain
3. Pelayanan
Yang diberikan oleh Institusi terkait,

seperti penyuntikan

lipiodol,

pendistribusian kapsul beryodium, forifikasi garam dan lain-lain.


4. Faktor keturunan
Menurut Prof. Dr. dr. Djokomulyanto, ketua tim penanggulangan
GAKY nasional pada pertemuan ilmiah nasional GAKY 2001, kadar yodium
rendah dapat engurangi IQ hingga 10 poin dan kekurangan yodium berat
menghilangkan 50 poin IQ. Padahal intelegensi adalah modal utama
seseorang. Masalah penurunan tingkat kecerdasan intelegensi ini merupakan
akibat GAKY yang tidak anyak disorot. Fenomenanya seperti gunung es.
GAKY biasanya hanya identik dengan penyakit gondok atau kretinisme,
padahal banyak masalah lain yang tidak kelihatan.

14

3.4 Sejarah Dan Perkembangan Kekurangan Yodium


Referensi tertua dikenal buku yang paling awal menulis tentang gondok
diterbitkan pada zaman Dinasty Shen Nung (2838-2698), yaitu buku Pen Tsao Tsing
(pengobatan dengan daun (rumput) dan akar). Di buku itu ditulis bahwa rumput laut
sargassum sangat efektif untuk pengobatan goiter.
Secara global masalah gondok atau kekurangan yodium sebenarnya sudah
dikenal sejak ribuan tahun yang lalu. Upaya penanggulangannya sudah dilakukan di
berbagai belahan dunia sejak ribuan tahun yang lalu.
Kekurangan yodium di Indonesia sudah diketahui sejak tahun 1927,
ditemukan hampir diseluruh wilayah Indonesia. Penanggulangannya telah diupayakan
sejak 1927 itu dengan memperkenalkan garam beryodium dengan konsentrasi
1:200.000 atau 5 ppm, khususnya didaerah pegunungan Dieng dan Tengger di Pulau
Jawa. Kemudian diperluas kedaerah Gayo Alas di Aceh.
3.5 Yodium Dan Fungsinya Dalam Tubuh
Endemik goiter atau gondok endemic adalah istilah yang dikenal didunia
kedokteran adalah suatu keadaan dimana di suatu daerah terdapat sejumlah penduduk
dengan berbagai tingkat pembesaran kelenjar gondok (Thyroid enlargement) dan
keadaan itu menetap sepanjang tahun. Pembesaran itu merupakan hyperplasia dari
sel-sel kelenjar gondok untuk menangkap yodium agar kebutuhan tubuh terhadap
hormone thyroxin terpenuhi.
Pada fase awal hyperplasia kelenjar Thyroid berlangsung cepat sampai
terpenuhi kebutuhan yodium untuk mencukupi produksi hormone Thyroxin. Setelah
itu keadaannya menetap. Di daerah non endemic keadaan seperti itu biasa terjadi pada
awal usia pubertas, akan tetapi keadaan itu tidak melebihi 4% remaja.

15

Pembesaran kelenjar gondok sangat berkaitan dengan kebutuhan tubuh akan


hormone Thyroxin, sehingga insiden pembesaran kelenjar gondok bervariasi
berdasarkan umur dan jenis kelamin. Yodium adalah salah satu mineral teramat
penting untuk tubuh, disamping puluhan mineral penting lainnya. Tubuh setiap
harinya hanya membutuhkan sekitar 150-200 mikrogram, jadi kebutuhannya sangat
kecil sekali.
Di dalam tubuh, yodium diperlukan sebagai bahan baku untuk pembuatan
hormone Thyroxin oleh kelenjar gondok. Thyroxin adalah salah satu hormone
penting yang mengatur metabolism tubuh, khususnya metabolisme ditingkat sel,
sehingga kekurangan yodium akan mengancam fungsi berbagai organ tubuh. Oleh
karena itu, akibat kekurangan yodium akan berbeda antara satu kelompok umur
denagn kelompok umur lainnya, Karena berkaitan dengan tingkat pertumbuhan yang
sedang berkangsung pada setiap individu.
Apa yang akan terjadi apabila kekurangan yodium terjadi pada wanita hamil ?
Gangguan terjadi pada proses tumbuh kembang janin, terutama hambatan
pertumbuhan otak dan organ lainnya secara permanen. Bentuk yang paling sering
ditemukan disamping kretinisme adalah bisu tuli sejak lahir. Pada anak-anak yang
menderita kretinisme kecerdasan seolah-olah terhenti saat anak berusi 4-5 tahun atau
bahkan kurang, rahim dan kelenjar-kelenjarnya.
3.6 Penanggulangan GAKY Di Indonesia
Banyak Negara di dunia yang berhasil dalam penanggulangan GAKY, seperti
Amerika Serikat, Negara-negara di Eropa Timur, RRC dan lain-lain, akan tetapi
banyak pula Negara yang berhasil, pada umumnya di Negara berkembang terutama di
Asia dan Afrika. Indonesia termasuk yang belum berhasil dalam penanggulangan
GAKY, keadaan ini tampak pada pemetaan GAKY Nasional tahun 2003 dengan

16

meningkatnya prevalensi GAKY pada anak Sekolah Dasar dari 8,5% menjadi 10,8%
dan di beberapa propinsi terlihat daerah-daerah endemic sedang dan berat yang baru.
Untuk menanggulangi

GAKY itu di Indonesia sejak tahun 1976 secara

Nasional telah dilaksanakan berbagai upaya


minyak

(suntikan

lipiodol),

fortifikasi

seperti penyuntikan yodium dalam


garam

konsumsi

dengan

yodium.

Pendistribusian kapsul yodium dalam minyak. Dari target penyuntikan sebanyak


3.952.796 jiwa selama Repelita IV telah dapat diberikan suntikan untuk 3.547.796
penduduk atau sekitar 90% dari target.
Mulai periode tahun 1990 an diperkenalkan pemberian kapsul minyak
beryodium dalam sekali dalam setahun untuk kelompok rawan didaerah endemic
berat dan sedang, disamping itu dilakukan pula penyempurnaan monitoring dan
evaluasi yodisasi garam.
Walaupun penanggulangan GAKY sudah dimulai sejak tahun 1976 yang lalu,
atau lebih dari 30 tahun yang lalu, akan tetapi prevalensi GAKY tetap saja tinggi, atau
setidaknya turun naik dari waktu ke waktu.
Rendahnya kemampuan pemerintah daerah dalam mengkoordinasikan
program lintas sektoral berkaitan :
1. Rendahnya kualitas supervise, monitoring dan evaluasi dalam
program penanggulangan GAKY
2. Tidak adanya perda yang menjadi payung hukum dalam memberikan
sanksi kepada pedagang yang nakal
3. Tidak adanya evaluasi tentang intensitas koordinasi lintas sektoral
dalam penanggulangan GAKY
3.7 Prevalensi GAKY Dan Sebarannya

17

Saat ini di dunia diperkirakan 1,6 miliar penduduk dunia memiliki resiko
kekurangan yodium,

dan 300 juta menderita gangguan mental akibat kekurangan

yodium. Kira-kira 30.000 bayi lahir mati setiap tahun, dan lebih dari 12.000 bayi
kretin, yakni retardasi mental, tubuh pendek, bisu tuli atau lumpuh.
Di Indonesia berdasarkan data survey pada tahun 1980-1982, diperkirakan
75.000 menderita ktreinisme, 3,5 juta orang dengan gangguan mental, bahkan di
beberapa desa 10-15% menderita kretin. Telah dilakukan penelitian pada anak
Sekolah Dasar antara tahun 1980-1982 di 26 propinsi, didapatkan prevalensi goiter
lebih dari 10 % pada 68,3% dari 966 kecamatan yang diperiksa, dan di beberapa desa
lebih dari 80% penduduknya dengan gondok.
Pada tahun 1998 dilakukan pemeriksaan terhadap 46.000 anak sekolah dari
878 kecamatan yang telah diseleksi pada tahun 1980-1982, dibandingkan data
terdahulu prevalensi gondok yang terlihat menurun sekitar 37,2% sampai 50%.
Survei yang sama diulangi 5 tahun kemudian, pada tahun 2003, seperti yang dapat
dilihat pada peta berikut :

Gambar 3.1. Peta GAKY di Asia Tenggara


Sumber : Pemetaan GAKY Kota Padang Tahun 2009

18

Dari peta diatas tampak bahwa propinsi Sumatera Barat berada pada posisi
daerah endemik sedang dengan prevalensi antara 20-29,9% bersama propinsi lainnya
seperti Sulawesi Barat, Jawa Timur dan lain-lain.
Dengan dilaksanakannya berbagai program penanggulangan GAKY maka
prevalensi GAKY di Indonesia menurun sejalan dengan usaha penanggulangan yang
semakin intensif. Namun demikian di beberapa daerah justru terjadi peningkatan yang
signifikan.
Seseorang dikatakan normal apabila kelenjar gondok tidak teraba, sedangkan
grade 1 apabila kelenjar gondok terlihat sewaktu ekstensi leher dan teraba lebih besar
dari ibu jari orang yang bersangkutan. Seseorang dikatakan menderita GAKY grade 2
apabila kelenjar gondoknya teraba dan tampak membesar dari jarak beberapa meter.
Prevalensi GAKY diukur berdasarkan perhitungan tingkat pembesaran
kelenjar gondok, yaitu :
a. Total Goiter Rate (TGR) adalah semua kasus dengan pembesaran kelenjar
gondok (grade 1 plus 2) dibagi dengan seluruh anak yang diperiksa.
b. Visible Goiter Rate (VGR) adalah semua kasus dengan grade 2 dibagi
dengan semua anak yang diperiksa.
Tabel 1.Klasifikasi Endemisitas GAKY menurut % TGR berdasarkan warna Peta
TGR
Endemicity
<5%
Non Endemik
5 19.9 %
Endemik ringan
20 30 %
Endemik sedang
> 30 %
Endemik Berat
Sumber : Pemetaan GAKY Kota Padang Tahun 2009

Warna
Hijau
Kuning
Merah
Hitam

Pada survey pemetaan GAKY Nasional tahun 1998 diperoleh sebaran GAKY
yang sangat bervariasi antar propinsi dan kabupaten kota di Indonesia, dan pada
survey itu ternyata propinsi Sumatera Barat termasuk kelompok endemic sedang
dengan TGR propinsi 20,5%.
Dari peta diatas tampak bahwa 4 propinsi dengan endemic berat berwarna
hitam dan dua propinsi yaitu Sulawesi Tenggara dan Sumatera Barat dengan endemic
sedang dengan warna merah. Dengan pemberian kapsul minyak beryodium sekali
19

dalam setahun untuk kelompok rawan di daerah endemic berat dan sedang, disamping
itu dilakukan pula penyempurnaan monitoring dan evaluasi yodisasi garam.
Hasilnya jelas sekali, telah terjadi penurunan prevalensi GAKY, dan
penurunan jumlah anak yang dilahirkan dengan gejala kretinisme, hampir disemua
daerah. Akan tetapi dalam 5-10 tahun terakhir terjadi fenomena yang menarik,
dimana penurunan prevalensi GAKY yang sangat lambat, bahkan gejala
meningkatnya TGR di beberapa daerah pesisir dan kepulauan, seperti Maluku, Nusa
tenggara Barat, Kota Padang dan lain-lain.

20

BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Identifikasi Masalah
Proses identifikasi masalah dilakukan melalui kegiatan observasi dan
wawancara dengan staf puskesmas dan menganalisis laporan tahunan puskesmas dan
laporan pemetaan GAKY Kota Padang. Beberapa potensi masalah yang didapatkan
di puskesmas Lubuk Kilangan adalah:
1. Rendahnya partisipasi masyarakat ke posyandu
Berdasarkan laporan tahunan puskesmas Lubuk Kilangan tahun 2009 serta
diskusi dengan pemegang program, pencapaian D/S di posyandu bayi masih rendah
di banding target yang telah ditetapkan oleh dinas kesehatan kota Padang. Jumlah
sasaran yang ditetapkan DKK adalah sebesar 904 bayi (65%) sedangkan angka
pencapaian D/S bayi di Puskesmas lubuk Kilangan tahun 2009 adalah 505 bayi
(56%). Dari data ini didapatkan kesenjangan sebesar 9 %.
Tabel 4.1 Hasil Pencapaian program PROMKES Tahun 2009
NO

URAIAN

PENCAPAIAN (%)

TARGET (%)

KESENJANGAN
(%)

56

65

-9

96

100

-4

93

100

-7

D/S
PENYULUHAN DALAM
GEDUNG
PENYULUHAN LUAR
GEDUNG
PEMBENTUKKAN DESA
SIAGA

4 KEL

7 KEL

-3 KEL

POSYANDU AKTIF

41 (100%)

41 (100%)

POSYANDU LANSIA AKTIF

11 BUAH

7 BUAH

+4

KADER AKTIF

87

90

-3

JUMLAH TOGA

28

2
3

9
JUMLAH POD
Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Lubuk Kilangan Tahun 2009
21

2. Rendahnya cakupan penemuan TB Paru (CDR= Case Detection Rate) di


kecamatan Lubuk Kilangan
Berdasarkan laporan tahunan puskesmas Lubuk Kilangan tahun 2009 serta
diskusi dengan pemegang program dan pimpinan puskesmas, pencapaian CDR TB
Paru masih jauh di bawah target yaitu sebesar 22% (15 orang), sedangkan target
sasaran CDR TB Paru yang ditetapkan Dinas Kesehatan Kota yaitu sebesar 70 % (68
orang). Dengan demikian didapatkan kesenjangan yang cukup jauh yaitu sebesar
48%.
Tabel 4.2. Data CDR TB Paru di Puskesmas Lubuk Kilangan 2008-2009
NO Kinerja Puskesmas
A

Target

/ %

Hasil

Kesenjangan

Sasaran
TB Paru
1. Angka Penemuan 68

Pencapaian
70

13

19

-51

BTA + 2008
2. Angka Penemuan 68

70

15

22

-48

BTA + 2009
Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Lubuk Kilangan Tahun 2008-2009
3. Masih rendahnya pencapaian target pemberian ASI Eksklusif di Puskesmas Lubuk
Kilangan
Pada tahun 2009, dari laporan tahunan bagian KIA di Puskesmas Lubuk
Kilangan, didapatkan angka pemberian ASI Eksklusif yang rendah, yakni hanya 79,7
% sedangkan target pemberian ASI eksklusif adalah 100%. Dari data tersebut
didapatkan kesenjangan sebanyak 33,8%.

Tabel 4.3 Hasil Pencapaian Program KIA Tahun 2009

22

NO

KINERJA

SASARAN

TARGET (%)

HASIL
/
%
PENCAPAIAN

968
ANC
995
897
K1
995
95
199
K4
994
90
773
2
RESTI
995
20
826
3
NEONATUS
904
84
2701
4
PERSALINAN
945
85
110
5
IBU MENYUSUI
1088
100
721
6
ASI EKSKLUSIF
1088
100
Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Lubuk Kilangan Tahun 2009
1

97.2
90.1
20
85.5
87.4
149.3
6.1
66,2

KESENJAN
GAN
+ 2.2%
+ 0.1 %
+ 1.5 %
+ 2.4 %

33.8 %

4. Tingginya angka Total Goiter Rate (TGR) di kecamatan Lubuk Kilangan


Dalam laporan pemetaan Gangguan Akibat Kekurangan Garam Yodium
(GAKY) serta diskusi dengan pemegang program gizi , diketahui bahwa kecamatan
Lubuk Kilangan mempunyai angka TGR yang cukup besar, yaitu sebesar 29,9%.
Dimana angka tersebut mempunyai makna bahwa daerah tersebut termasuk kedalam
daerah endemik sedang.
Demikian juga data yang didapatkan dari pemeriksaan garam yang
mengandung iodium dengan menggunakan

iodina test yang dilakukan oleh

pemegang program gizi puskesmas lubuk kilangan, hasilnya menunjukan bahwa


sebanyak 87,1 % yang menggunakan garam beryodium, sedangkan yang tidak
menggunakan garam beryodium sebesar 12,9 %.

Tabel 4.4.Data Survey Pemetaan TGR Kota Padang Menurut Kecamatan Tahun 2009
Kecamatan

Total Goiter Rate

23

2006

2009

Padang Barat

25,5

17,3

Nanggalo

21,4

12,5

Bungus Tel. Kabung

44,5

13,6

Padang Utara

19,2

30,1

Koto Tangah

40,0

14,2

Padang Selatan

27,9

26,4

Kuranji

32,1

37,5

Padang Timur

19,6

16,7

Pauh

20,1

26,9

Lubuk Kilangan

14,8

29,9

Lubuk Begalung

25,2

23,8

Kota Padang

26,4

21,4

Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Lubuk Kilangan Tahun 2009


Tabel 4.5. Pemakaian garam yang mengandung Yodium dengan Iodina Test Menurut
Kelurahan di Kecamatan Lubuk Kilangan
Kelurahan
Garam + Mengandung Yodium (%)
Indarung
20
Koto Lalang
96
Bandar Buat
93,75
Batu Gadang
56,25
Padang Besi
87,5
Tarantang
100
Baringin
100
Kecamatan Lubuk Kilangan
87,1
Sumber : Laporan bulanan program gizi puskesmas lubuk kilangan
5. Tingginya angka kejadian ISPA di puskesmas Lubuk Kilangan
Berdasarkan laporan tahunan puskesmas Lubuk Kilangan tahun 2009 serta
diskusi dengan pemegang program dan pimpinan puskesmas, jumlah penderita ISPA

24

di BP masih merupakan penyakit terbanyak. Dalam laporan tahunan puskesmas tahun


2009, didapatkan data bahwa jumlah pasien dengan ISPA sebanyak 2167.
Tabel 4.6. Sepuluh Penyakit terbanyak di puskesmas Lubuk Kilangan 2009
NO NAMA PENYAKIT
JUMLAH
1
ISPA
2167
2
Peny Kulit Lainnya
414
3
Diare
308
4
Gastritis
271
5
Rheumatik
185
6
Kelainan Refraksi
140
7
Infeksi Bawah Kulit
127
8
Hypertensi
81
9
Conjungtivitis
79
10
Penya Pulpa & Jeringan Peripikal
58
Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Lubuk Kilangan Tahun 2009
4.2 Penentuan Prioritas Masalah
Setelah dilakukan observasi dan wawancara dengan petugas kesehatan di
Puskesmas Lubuk Kilangan, maka didapatkan masalah, yaitu:
1. Rendahnya partisipasi masyarakat ke posyandu.
2. Rendahnya cakupan penemuan TB Paru (CDR= Case Detection Rate) di
kecamatan Lubuk Kilangan.
3. Masih rendahnya pencapaian target pemberian ASI Eksklusif di Puskesmas
Lubuk Kilangan
4. Tingginya angka Total Goiter Rate (TGR) di kecamatan Lubuk Kilangan
5. ISPA
Banyaknya masalah yang ditemukan dalam program Puskesmas tidak
memungkinkan untuk diselesaikan sekaligus atau seluruhnya, sehingga perlu
dilakukan prioritas masalah yang merupakan masalah terbesar. Dalam hal ini metode
yang kami gunakan adalah teknik scoring, yaitu :
1. Urgency (merupakan masalah yang penting untuk diselesaikan )

25

Nilai 1 : tidak penting


Nilai 2 : kurang penting
Nilai 3 : cukup penting
Nilai 4 : penting
Nilai 5 : sangat penting
2. Kemungkinan Intervensi
Nilai 1 : tidak mudah
Nilai 2 : kurang mudah
Nilai 3 : cukup mudah
Nilai 4 : mudah
Nilai 5 : sangat mudah
3. Biaya
Nilai 1 : sangat mahal
Nilai 2 : mahal
Nilai 3 : cukup mahal
Nilai 4 : murah
Nilai 5 : sangat murah
4. Kemungkinan meningkatkan mutu
Nilai 1 : sangat rendah
Nilai 2 : rendah
Nilai 3 : sedang
Nilai 4 : tinggi
Nilai 5 : sangat tinggi
Tabel .4.7 Penilaian Prioritas Masalah di Puskesmas Lubuk Kilangan
Kriteria
Urgency
1.
Rendahnya
3

Intervensi
2

Biaya
4

26

Mutu
2

Total
11

Ranking
V

partisipasi
masyarakat

ke

posyandu
2.Rendahnya cakupan
penemuan TB Paru
(CDR=

Case

Detection

Rate)

kecamatan

di

12

IV

14

III

18

15

II

Lubuk

Kilangan
3. Masih rendahnya
pencapaian

target

pemberian

ASI

Eksklusif

di

puskesmas

Lubuk

Kilangan
4. Tingginya angka
Total

Goiter

Rate

(TGR) di kecamatan
Lubuk Kilangan
5. Tingginya angka
kejadian
puskesmas

ISPA

di

Lubuk

Kilangan
Dari tabel penilaian prioritas masalah di atas didapatkan masalah dengan nilai
tertinggi yaitu Tingginya angka Total Goiter Rate (TGR) di kecamatan Lubuk
Kilangan. Untuk itu, kami mencoba mengangkat permasalahan tersebut.
4.3 Analisis Sebab Akibat Masalah
Pada tahap awal dilakukan wawancara dengan pemegang program GAKY
mengenai penyebab Tingginya angka Total Goiter Rate (TGR) di kecamatan Lubuk

27

Kilangan. Dari hasil wawancara dan catatan laporan pemetaan GAKY Kota Padang,
dan data pemerintah kota padang penyebab tingginya angka TGR tersebut, sebagai
berikut :
a. Manusia
Masyarakat
a. Kurangnya pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat tentang
garam beryodium.
Hal ini didukung oleh hasil pengolahan kuisioner berdasarkan sistem
skoring, yaitu dari 33 responden, didapatkan hasil bahwa masyarakat
yang mempunyai tingkat pengetahuan kurang sebanyak 30 orang
(90,9%)

, sementara masyarakat yang mempunyai tingkat

pengetahuan baik adalah sebanyak 3 orang (9,1 %).


Sedangkan masyarakat yang mempunyai sikap yang kurang baik
terhadap pemberian garam beryodium adalah sebanyak 16 orang (48,5
%) dan yang menunjukkan sikap yang baik adalah sebanyak 17 orang
(51,5 %). Dan juga masyarakat yang mempunyai tindakan baik
mengenai pemberian garam beryodium adalah sebanyak 3 orang
(9,1%) sedangkan yang mempunyai tindakan kurang baik adalah
sebanyak 30 orang (90,9%).

Kader
a. Kurangnya pengetahuan dan keaktifan kader dalam mensosialisasikan
penggunaan garam beryodium. Didukung oleh hasil pengolahan
kuisioner yang menyatakan bahwa masyarakat yang mengetahui
adanya penyuluhan hanya sebesar 20 %.
Pedagang Garam
a. Kurangnya pengetahuan dan kepedulian pedagang garam untuk
menjual garam beryodium.
Hal ini didukung oleh hasil pengolahan kuisioner dimana sebesar 25 %
masyarakat membeli garam non yodium, sehingga dapat disimpulkan

28

bahwa masih ada pedagang yang menjual garam non yodium di


warung-warung dan pasar-pasar di kecamatan Lubuk Kilangan.
b. Material
a. Kurangnya informasi mengenai Garam Beryodium, seperti poster dan
leaflet. Didukung oleh hasil pengolahan kuisioner yang menyatakan
bahwa

masyarakat

mendapatkan

infromasi

mengenai

garam

beryodium dari media televisi sebesar 80%, media radio 8%, media
cetak 10%, sedangkan media lefleat ataupun poster sebesar 0%. Dari
data diatas diketahui bahwa di masyarakat kurang mengetahui
infromasi garam yodium dari media yang disediakan oleh puskesmas.
c. Metode
a. Kurang efektifnya penyuluhan mengenai Garam Beryodium.
Hal ini didukung oleh hasil pengolahan kuisioner bahwa dari 20 %
masyarakat yang mengikuti penyuluhan, sebesar 90% menyatakan
penyuluhan yang diberikan kurang efektif dan kurang jelas.

d. Lingkungan
a. Rendahnya kandungan yodium dalam bahan makanan sehari-hari
karena rendahnya kandungan yodium dalam tanah.
Hal ini disebabkan Lubuk Kilangan merupakan daratan tinggi dengan
ketinggian 1853 meter dari permukaan laut serta tingkat curah hujan
Kota Padang mencapai rata-rata 405,58 mm perbulan dengan rata-rata
hari hujan 17 hari per bulan pada tahun 2003, berdasarkan data dari
pemerintah kota padang.
Hubungan sebab akibat tingginya angka Total Goiter Rate (TGR) di
kecamatan Lubuk Kilangan dapat digambarkan dalam diagram sebab akibat (diagram
tulang ikan atau diagram ischikawa) sebagai berikut :

29

Masyarakat
Kurangnya pengetahuan, sikap dan tindakan
masyarakat
tentang garam beryodium.
Kader

Rendahnya kandungan yodium


dalam bahan makanan sehari-hari
karena rendahnya kandungan
yodium dalam tanah.

Kurangnya pengetahuan dan keaktifan


kader dalam mensosialisasikan
penggunaan garam beryodium.
Pedagang Garam
Kurangnya pengetahuan dan kepedulian
pedagang garam untuk menjual garam
beryodium

Manusia

Lingkungan

Tingginya angka
Total Goiter Rate
(TGR) di
kecamatan Lubuk
Kilangan
Material

Metode

Kurangnya informasi
mengenai
Garam
Beryodium,
seperti
poster dan leaflet.

Kurang efektifnya
penyuluhan mengenai
Garam Beryodium.

30

4.4

Alternatif solusi masalah


1. Manusia
A. Ibu-ibu
Perlu dilakukan penyuluhan kepada ibu-ibu di lingkungan Puskesmas
Lubuk Kilangan sesuai waktu yang telah ditentukan.
1) Rencana : Melakukan penyuluhan , penyebaran

leaflet,

penempelan poster tentang pentingnya garam beryodium.


2) Pelaksana
: Petugas puskesmas dan kader.
3) Pelaksanaan
: Satu Kali dalam 3 bulan untuk setiap Posyandu
di Lubuk Kilangan dan dilakukan monitor Iodinates setiap satu
kali dalam 6 bulan.
4) Sasaran : Ibu-ibu
5) Target
: Ibu-ibu untuk meningkatkan penetahuan sikap dan
perilaku dalam mengkonsumsi garam beryodium di rumah tangga
6) Indikator : Penyuluhan terlaksana diseluruh posyandu di Lubuk
Kilangan dan terjadi peningkatan penggunaan Garam beryodium
dalam 6 bulan pertama sebesar 100%.
B. Kader
Perlu pemberian pembekalan dan peningkatan pengetahuan kepada kader
tentang garam beryodium serta mengoptimalkan kinerja kader dalam
upaya mensosialisasikan dan memotivasi ibu-ibu untuk menggunakan
garam beryodium di rumah tangga
1. Rencana
: Memberikan workshop tentang Garam Beryodium
2. Pelaksana
: Program promkes, gizi dan KIA
3. Pelaksanaan : Satu dalam enam bulan
4. Sasaran
: Kader Garam beryodium seluruh kecamatan Lubuk
5.

Target

Kilangan
: Kader-kader yang sudah diberikan penyuluhan dan

pelatihan mampu mensosialisasikan dan memotivasi secara aktif ibu6.

ibu untuk mengkonsumsi garam beryodium


Indikator
:
a. Terjadi peningkatan pengetahuan sebanyak 80% dari learning
objective yang telah ditetapkan pada workshop tersebut yang
diukur melalui pretest dan postes tang dilakukan.

31

b. Terlaksananya penyuluhan diseluruh posyandu Kecamatan


Lubuk Kilangan dengan Kedatangan audiens penyuluh sebesar
90% dari target masing-masing posyandi yang disesuaikan
dengan jumlah penduduk.
c. Pedagang Garam
Meningkatkan pengetahuan dan kepedulian pedagang hanya untuk menjual
garam beryodium dan mengadvokasi dinas peindustrian dan perdagangan
hanya mendistribusikan garam beryodium di pasaran dan mengadvokasi
pemda setempat membuat undang-undang mengenai pelanggaran bagi
pedangang yang tetap menjual garam yang tidak beryodium.
Rencana I
: Penyebaran Poster di pasar dan tempat strategis
a. Pelaksana
: Kader setempat
b. Pelaksanaan
: Satu kali dalam 6 bulan
c. Sasaran
: Pedagang dan masyarakat
d. Target
: Pedagang garam beryodium dan masyarakat Lubuk
Kilangan
e. Indikator

: Pedagang hanya menjual garam beryodium dan

masyarakat hanya membeli garam beryodium


Rencana II
: Advokasi Dinas Perindistribusian dan Perdagangan
a. Pelaksana : Petugas kesehatan
b. Pelaksanaan
: Bulan Oktober 2010
c. Sasaran
: Dinas Perindistibusian dan Perdagangan
d. Target
: Terbentuknya regulasi perdistribusian hanya untuk
garam beryodium.
e. Indikator
: Pendistribusian hanya untuk garam beryodium di
seluruh pasar Garam beryodium.
Rencana III
a. Pelaksana
b. Pelaksanaan
c. Sasaran
d. Target

: Advokasi Pemda Padang


: Petugas Kesehatan melalui DKK
: Bulan Oktober 2010
: Pemda Padang
: Terbentuknya undang-undang mengenai pelanggaran

bagi pedangang yang tetap menjual garam yang tidak beryodium.


e. Indikator
: Pedagang hanya menjual garam beryodium dan
masyarakat hanya membeli garam beryodium.

32

2. Material
Penyediaan media dan alat peraga, seperti sample garam,leaflet dan poster
garam beryodium.
a. Rencana
b.
c.
d.
e.

: Pertemuan kepala Puskesmas dan Dinas kesehatan

Kota tentang penyediaan media dan alat peraga


Pelaksana
: Pimpinan Puskesmas & Dinas Kesehatan Kota
Pelaksana
: Dinas Kesehatan Kota
Sasaran
: Dinas Kesehatan Kota
Target
: Dinas Kesehatan Kota menyediakan media dan alat

peraga, seperti sample garam,leaflet dan poster garam beryodium


f. Indikator
: Tersedianya media peraga, seperti sampel
garam,poster, leaflet tentang penyuluhan Garam Beryodium di
puskesmas.
3. Metode
Meningkatkan efektifitas penyuluhan mengenai Garam beryodium
a. Rencana
: menampilkan sample garam beryodium dan presentasi
b.
c.
d.
e.
f.

menggunakan proyektor
Pelaksana
: petugas kesehatan
Pelaksanaan : Disetiap kegiatan penyuluhan dalam gedung
Sasaran
: Ibu-ibu
Target
: Ibu-ibu
Indikator
: Terlaksananya penyuluhan satu kali dalam tiga bulan.

4. Lingkungan
Meningkatkan

intake

yodium

masyarakat

Lubuk

Kilangan

dengan

mengkonsumsi pil yodium melalui program pemberian pil yodium.


a. Rencana : melakukan advokasi kepada DKK untuk melaksanakan
b.
c.
d.
e.

program pemberian pil yodium kepada masyarakat Lubuk Kilangan.


Pelaksana : Pimpinan Puskesmas dan pemegang program
Pelaksanaan : Bulan Oktober 2010
Sasaran
: DKK Kota Padang
Target
: terlaksananya program pemberian pil yodium kepada
masyarakat.

33

34

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Termasuknya Kelurahan Lubuk Kilangan sebagai Endemik sedang menurut
Pemetaan GAKY di Kota Padang

pada tahun 2009

dan menurut

data yang

didapatkan dari pemeriksaan garam yang mengandung iodium dengan menggunakan


iodina test, hasilnya menunjukan bahwa sebanyak 87,1 % yang menggunakan garam
beryodium, sedangkan yang tidak menggunakan garam beryodium sebesar 12,9 %.
menunjukan bahwa belum tercapainya Standar Pelayanan Minimal yang telah
ditetapkan oleh Pemerintah di Puskesmas Lubuk Kilangan .Hal ini disebabkan oleh
multi faktorial, yang tidak hanya melibatkan Dinas Kesehatan semata tetapi juga
Dinas yang terkait lainnya seperti Dinas Perindustrian dan perdagangan. Faktor
faktor tersebut antara lain :
Dari segi manusia :
Masyarakat :
a. Kurangnya pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat tentang
garam beryodium.
Kader
a. Kurangnya pengetahuan dan keaktifan kader dalam mensosialisasikan
penggunaan garam beryodium.
Pedagang Garam
a. Kurangnya pengetahuan dan kepedulian pedagang garam untuk
menjual garam beryodium.
Dari segi material
a. Kurangnya informasi mengenai Garam Beryodium, seperti poster dan
leaflet.
Dari segi metode
a. Kurang efektifnya penyuluhan mengenai Garam Beryodium.
Dari segi lingkungan
35

a. Rendahnya kandungan yodium dalam bahan makanan sehari-hari


karena rendahnya kandungan yodium dalam tanah.
5.2 Saran
a. Berdasarkan analisis sebab akibat masalah di atas, maka diperlukan
alternatif solusi masalah dari berbagai faktor yang menyebabkan tingginya
Total Goiter Rate di Kecamatan Lubuk Kilangan
b. Sebaiknya dilakukan penyuluhan mengenai pentingnya mengkonsumsi
garam beryodium kepada masyarakat serta mengoptimalkan kinerja kader
dalam

upaya

mensosialisasikan

dan

memotivasi

ibu-ibu

untuk

mengkonsumsi garam beryodium.


c. Dibutuhkan penyediaan media dan alat peraga, seperti sampel garam
beryodium,leaflet dan poster penyuluhan Garam beryodium
d. Sebaiknya dilakukan penyuluhan secara menarik ,salah satunya dengan
menggunakan proyektor.
e. Dibutuhkan kerjasama multisektoral untuk menurunkan TGR ini seperti
dengan Dinas Kesehatan,Dinas Perindustrian dan Perdagangan, serta
Pemerintahan Kota Padang

36

Anda mungkin juga menyukai