Anda di halaman 1dari 12

TUGAS

PEGAWASAN MUTU PANGAN

“ PENERAPAN JAMINAN MUTU PADA INDUSTRI PANGAN “

SEMESTER III (tiga)

DISUSUN OLEH :

NAMA : BIDURI RISNA TUASIKAL

NIM : P07131019057

TINGKAT : II B

PRODI GIZI

POLTEKKES KEMENKES

MALUKU

2021
PENDAHULUAN

Makanan merupakan suatu kebutuhan pokok manusia, dimana persyaratan itu harus
memenuhi syarat-syarat bagi kesehatan hidup manusia. Syarat-syarat makanan yang baik
diantaranya sehat, bersih, memiliki kandungan gizi yang cukup, mengalami proses yang higienis,
tidak tercemar dari kontaminasi bakteri dan mikroba patogen, zat kimia adiktif yang berbahaya,
serta tidak terdapat benda-benda fisik yang membahayakan pada makanan tersebut saat
dikonsumsi. Kebutuhan makanan yang sangat penting menjadikan pemenuhan makanan tidak
dapat ditunda dan mengharuskan adanya suatu proses pemilihan makanan yang tepat,
penanganan makanan yang baik dan pengolahan makanan secara benar sehingga makanan yang
dikonsumsi terjamin mutu dan keamanannya.

Pangan secara umum dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dapat dikonsumsi
oleh manusia. Pangan berdasarkan Peraturan pemerintah (PP) Nomor 68 Tahun 2002 adalah
segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah
yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan
tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan,
pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman. Sementara dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI, 1990), pangan adalah kata benda yang berarti makanan. Sedangkan,
kata makanan tersebut memiliki tiga pengertian, yaitu (1) segala apa yang boleh dimakan
(seperti: penganan, lauk-pauk, kue); (2) segala bahan yang dimakan atau masuk ke dalam tubuh
yang membentuk atau mengganti jaringan tubuh, memberikan tenaga atau mengatur semua
proses dalam tubuh; dan (3) rezeki.

Terkait dengan istilah dan ungkapan yang umum digunakan dalam pengaturan pangan,
sering ditemukan kata-kata yang menimbulkan kerancuan dalam pemahaman dan
penggunaannya, seperti pada kata regulasi, legislasi, dan peraturan. Istilah regulasi menurut
Forsythe dan Hayes (1998) dijabarkan sebagai berikut: “Regulation are mandatory and legally
binding in their entirety on all Member States; no alteration of national law is required for their
implementation”. Sedangkan, kata regulasi dalam KBBI (1990) tertulis sebagai kata benda yang
berarti pengaturan. Legislasi dijelaskan sebagai suatu proses untuk menyusun suatu regulasi oleh
badan Negara atau suatu komisi khusus. Legislasi dalam KBBI (1990) diartikan sebagai
pembuatan undang-undang. Dalam keseharian penggunaan istilah regulasi dan legislasi sering
kali tercampur aduk sehingga perlu dicermati.
PEMBAHASAN

A. Defenisi

Pangan merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam kehidupan karena
merupakan hak azasi manusia. Pembangunan ketahanan pangan pada dasarnya dimaksudkan
untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui aspek ketersediaan, distribusi dan
konsumsi. Penyediaan, distribusi dan konsumsi pangan tidak hanya cukup dilihat dari jumlah
yang dibutuhkan tetapi yang lebih penting adalah bagaimana pangan tersebut aman dan bermutu
untuk memenuhi kebutuhan manusia

Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah
maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi
manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan
dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan dan minuman (Undang-
undang RI Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan). Dengan demikian pangan juga bahan olahan
setengah jadi (semi processed) yang digunakan sebagai bahan baku produk.

Prinsip dan praktek yang berhubungan dengan mutu dan keamanan pangan diterapkan
terhadap hasil-hasil pertanian dan peternakan, produk pangan olahan dan pangan hasil pabrik,
semua bahan baku, bahan tambahan pangan, bahan pembantu pengolahan, material pengemasan
yang kontak dengan bahan pangan, dan permukaan yang kontak dengan pangan selama
penyiapan, pengolahan dan pembuatan makanan dan minuman.

Tuntutan manusia terhadap pangan bertingkat sesuai dengan tingkat kesejahteraan


masyarakatnya. Semakin tinggi tingkat kesejahteraan semakin kompleks pula tuntutan yang
diajukan. Secara umum tuntutan manusia terhadap pangan dapat disusun sebagai berikut:

1) Food Secure (jumlah)


2) Food Safety (kesehatan)
3) Food Nutrition (aktivitas)
4) Food Palatability (cita rasa)
5) Food Functionality (kebugaran)
Titik berat pengaturan pangan akan bertumpu pada tuntutan tersebut. Itulah sebabnya,
semakin banyak tuntutan yang ada semakin banyak pula standarisasi dan regulasi yang berlaku.
Tingginya perhatian terhadap topik tentang standarisasi dan legislasi pangan dapat dilihat dari
frekuensi seminar, diskusi atau pelatihan tentang materi ini yang seakan tidak pernah surut dari
waktu ke waktu. Berbagai topik ulasan mulai dari

Mutu hari ini dan besok tidak selalu sama karena adanya perubahan dalam tuntutan.
Dalam hal ini mutu merupakan persepsi relatif dan selalu dikaitkan dengan harapan yang
didasarkan pada pengalaman yang lalu.

Mutu adalah sesuatu yang mencirikan tingkat di mana produk itu mampu memenuhi
keinginan atau harapan konsumen. Menurut Goetsch & Davis (2002) mutu tidak hanya berupa
produk atau jasa saja melainkan juga mencakup proses, lingkungan, dan orang.

Pengendalian Mutu adalah pengukuran kinerja produk, membandingkan dengan standar


dan sepsifikasi produk, serta melakukan tindakan koreksi bila ada penyimpangan. Tiga langkah
utama dalam pengendalian mutu adalah: (1) menetapkan standar, (2) menilai kesesuaian
(mengukur dan membandingkan dengan standar), dan (3) melakukan tindakan koreksi bila
diperlukan. Menurut Feihgenbaum (1989) dalam Muhandri & Kadarisman (2006).

Menurut Juran (1988) dalam Muhandri & Kadarisman (2006), Jaminan Mutu merupakan
kegiatan yang terus menerus dilakukan agar fungsi mutu dapat dilakukan dengan baik untuk
membangun kepercayaan konsumen.

Tingkat Penerapan Manajemen Mutu

a. Operator Quality Control


Sistem Pengendalian Mutu Operator menggunakan konsep bahwa operator atau pekerja
bertanggungjawab untuk membuat dan memeriksa sendiri hasil pekerjaannya. Belum ada
sistem yang terkendali untuk menjaga mutu.
b. Foreman Quality Control
Sistem produksi sudah mulai dilakukan dengan konsep spesialisasi. Artinya seorang
karyawan hanya mengerjakan satu pekerjaan yang sejenis. Karyawan-karyawan ini
dibawahi oleh seorang mandor (Foreman) yang bertugas mengawasi pekerjaan dan mutu
produk yang dihasilkan.
c. Inspection Quality Control
Pada masa ini mulai ada bagian yang bekerja penuh (full time) khusus untuk mengawasi
mutu produk selama proses produksi (dengan melakukan pemeriksaan secara penuh).
d. Statistic Quality Control
Pemeriksaan tidak dilakukan pada seluruh produk. Setelah proses diatur secara baku,
maka produk diambil secara sampling. Sistem ini dikenal dengan Pengendalian Mutu
Statistik.
e. Quality Assurance
Pergeseran dari konsep Pengendalian Mutu (Quality Control) ke Jaminan Mutu (Quality
Assurance). Para ahli berusaha untuk menemukan suatu konsep pengendalian mutu.
Dengan konsep jaminan mutu tidak hanya dilakukan pemeriksaan yang baik pada proses
produksi, tetapi meliputi perencanaan, perancangan produksi, pengadaan bahan baku
transportasi, penyimpanan dan sebagainya. Konsep jaminan mutu merupakan cikal bakal
dari konsep yang lebih komprehensif lagi yaitu Total Quality Control (TQC), yang
akhirnya lebih tepat di sebut dengan Total Quality Management (TQM).
f. Total Quality Management
Tujuan kegiatan mutu dalam TQM awal ini adalah memadukan usaha pengembangan,
pemeliharaan dan penyempurnaan mutu oleh berbagai kelompok dalam perusahaan
sehingga pemasaran, perekayasaan, produksi dan pelayanan terlaksana pada kondisi yang
paling ekonomis dalam memberikan kepuasan penuh pada konsumen. Perkembangan
TQM lebih lanjut adalah munculnya berbagai jenis model standar sistem manajemen
mutu yang baru antara lain : ISO 9000, Six Sigma, Malcolm Balridge Framework, EFQM
(The European Foundation for Quality Manajemen), dan BSC (Balanced Scorecard).

Konsep menajemen mutu

a. Perencanaan Mutu
Perencanaan Mutu merupakan kegiatan pengembangan produk, sistem, dan proses yang
dibutuhkan untuk mencapai atau melebihi harapan pelanggan.
b. Pengendalian Mutu
c. Peningkatan Mutu
Peningkatan Mutu merupakan sarana untuk meningkatkan kinerja mutu ke tingkat yang
dikehendaki.
d. Jaminan Mutu
Jaminan Mutu adalah konsep terkait manajemen mutu terakhir menurut ISO 9000 yang
merupakan inti dari penerapan Pengendalian Mutu Terpadu (TQM). Jaminan Mutu
bertujuan untuk menjamin terpenuhinya persyaratan mutu produk seperti kemanaan,
keterandalan, sifat-sifat fungsional dan sebagainya. (Muhandri & Kadarisman. 2006)

B. Industri Pangan Nata De Coco

Nata de Coco merupakan salah satu produk olahan air kelapa yang memiliki kandungan
serat tinggi dan kandungan kalori rendah. Pada mulanya air kelapa kebanyakan hanya
merupakan limbah dari industri pembuatan kopra atau minyak goreng (Jawa: klentik). Nata dari
air kelapa yang kemudian terkenal dengan nama Nata de Coco merupakan hasil fermentasi air
kelapa dengan bantuan mikroba Acetobacter xylinum.

Nata de Coco tidak hanya memiliki pasar domestik tetapi juga pasar ekspor terutama
Eropa, Jepang, Amerika Serikat dan negara-negara Timur Tengah. Di pasar domestik,
permintaan Nata de Coco biasanya meningkat tajam pada saat menjelang hari raya Natal,
Lebaran, Tahun Baru dan peristiwa-peristiwa penting lainnya. Begitu banyaknya permintaan
pada waktu-waktu tersebut, banyak rumah tangga yang secara sporadis membuat Nata de Coco
untuk memanfaatkan kesempatan tersebut.

Sehingga berdasarkan segi skala perusahaan, usaha Nata de Coco dilakukan oleh banyak
sekali perusahaan kecil-rumah tangga serta beberapa perusahaan menengah dan besar. Tentu saja
mereka memiliki segmentasi pasar sendiri-sendiri. Perusahaan menengah dan besar memiliki
pasar yang relatif lebih luas mencangkup pasar domestik dan pasar ekspor. Sedangkan
perusahaan kecil-rumah tangga memiliki pasar lokal dan daerah sekitar. Usaha kecil-rumah
tangga Nata de Coco telah banyak menyerap tenaga kerja lokal. Oleh karena itu, pemerintah
sangat mendukung usaha Nata de Coco tersebut melalui pemberian latihan/bimbingan teknis dan
bantuan modal pada usaha kecil. Dari segi ekonomi produksi Nata de Coco menjanjikan nilai
tambah. Pembuatan nata yang diperkaya dengan vitamin dan mineral akan mempertinggi nilai
gizi dari produk ini.

Nata de Coco diolah dalam skala rumah tangga oleh petani atau kelompok yang telah
mengikuti pelatihan pengolahan Nata de Coco. Pengolahan yang dilakukan sangat sederhana,
dengan sedikit variasi dalam campuran yang digunakan. (Warta Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, 2005). Menurut Wahyudi (2003), berdasarkan proses produksi ada 3 produk yang
dapat dihasilkan dari pengolahan Nata de Coco yaitu dalam bentuk Biang Nata de Coco (starter),
Lempeng Nata de Coco dan Nata de Coco kemasan.

Pengolahan Nata de Coco meliputi

1. Proses Pembuatan Nata de Coco

Proses pembuatan Nata de Coco terdapat 8 Alur Pembuatan Nata de Coco. (Warta Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, 2005). Tahapan proses pembuatan nata dapat kita lihat dibawah ini
Smallcrab (2009) :

a. Pemeliharaan Kultur Murni Acetobacter xylinum, Biakan atau kultur murni Acetobacter
xylinum diperoleh di laboratorium Mikrobiologi Balai Besar Litbang Pascapanen
Pertanian, Bogor.
b. Persiapan Substrat, Sustrat adalah media pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum,
bentuk cair yang didalamnya mengandung nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhan
Acetobacter xylinum, untuk menghasilkan Nata de Coco.
c. Penyiapan Starter, Starter adalah bibit Acetobacter xylinum yang telah ditumbuhkan
dalam substrat pertumbuhan kultur tersebut sehingga populasi bakteri Acetobacter
xylinum berkembang.
d. Fermentasi, Fermentasi adalah suatu proses pengubahan senyawa yang terkandung di
dalam substrat oleh mikroba (kultur) misalkan senyawa gula menjadi bentuk lain
(misalkan selulosa/Nata de Coco).
e. Proses Pengolahan Nata de Coco, Nata de Coco yang dipanen pada umur 10-15 hari,
dalam bentuk lembaran dengan ketebalan 1 - 1,5 cm. Nata de Coco dicuci dengan
menggunakan air bersih, diiris dalam betuk kubus, dicuci dengan menggunakan air
bersih. Nata de Coco direndam dalam air bersih selama 2-3 hari. Agar rasa asam Nata de
Coco hilang perlu direbus hingga selama 10 menit. Hingga tahap ini telah dihasilkan Nata
de Coco rasa tawar. Untuk menghasilkan Nata de Coco siap konsumsi yang memiliki rasa
manis dengan flavour tertentu perlu dilakukan proses lanjut. Nata de Coco direbus dalam
air bergula. Penyiapan air bergula dengan cara menambahkan gula pasir sebanyak 500 gr
ke dalam 5 liter air ditambahkan vanili atau flavour agent lain untuk menghasilkan
flavour yang diinginkan. Potongan Nata de Coco bentuk dadu dimasukkan kedalam air
bergula selanjutnya direbus hingga mendidih selama 15 menit. Nata de Coco didinginkan
dan siap untuk dikonsumsi.
f. Pengemasan, Kemasan merupakan aspek penting dalam rangka menghasilkan produk
Nata de Coco untuk keperluan komersial. Dengan demikian proses pengemasan perlu
dilakukan secara teliti dan detai prosesnya sehingga menghasilkan nilai tambah yang
optimal dari manfaat dan tujuan pengemasan tersebut. Kemasan terhadap produk Nata de
Coco memiliki tujuan sebagai berikut: mengawetkan produk agar bertahan lama tidah
rusak, memberikan sentuhan nilai estetika terhadap produk sehingga memiliki daya tarik
yang lebih tinggi, Meningkatkan nilai tambah secara ekonomi terhadap produk, dan
Memudahkan proses penyimpanan dan distribusi produk.

2. Karakteristik Mutu Nata de Coco

Pada Hubeis & Kadarisman (2007), mengklasifikasikan karakteristik mutu bahan pangan
menjadi dua kelompok, yaitu : (1) karakteristik fisik/tampak, meliputi penampilan yaitu warna,
flavor (rasa dan bau), aroma, tekstur/rasa di mulut, viskositas/konsistensi; (2) karakteristik
tersembunyi, yaitu nilai gizi dan keamanan mikrobiologis.

Berdasarkan karakteristik tersebut, profil produk pangan umumnya ditentukan oleh ciri
organoleptik, misalnya seperti bau, aroma, rasa dan warna juga ikut menentukan. Pada produk
pangan, pemenuhan spesifikasi dan fungsi produk yang bersangkutan dilakukan menurut standar
estetika (warna, rasa, bau, dan kejernihan), kimiawi (mineral, logam–logam berat dan bahan
kimia yang ada dalam bahan pangan), dan mikrobiologi (tidak mengandung bakteri Eschericia
coli dan patogen).

Berdasarkan klasifikasi tersebut, produk pangan hasil fermentasi mempunyai


karakteristik penampilan yang berbeda misalnya karakteristik rasa. Secara organoleptik
umumnya produk pangan hasil fermentasi mempunyai rasa yang lebih beragam dan berbeda dari
produk hasil olahan lainnya. Nata de Coco diproduksi melalui proses proses fermentasi.

Tingkat keberhasilan proses fermentasi ini sangat tergantung dari tingkat sterilisasi
tempat dan peralatan-peralatan yang dipakai pada proses fermentasi. Tingkat keberhasilan proses
fermentasi berkisar antara 80%- 97,5% tergantung dari sterilisasi tempat produksi. Selain itu,
cuaca juga merupakan faktor keberhasilan yang penting karena suhu kamar sangat diperlukan
dalam proses fermentasi. (Bank Indonesia, 2010).

Industri produk fermentasi termasuk ke dalam industri pangan berbasis pertanian yang
didasarkan pada wawasan agribisnis di mana wawasan agribisnis memiliki mata rantai yang
melibatkan banyak pelaku, yaitu mulai dari produsen primer – (pengangkutan) – pengolah –
penyalur – pengecer – konsumen. Pada masing-masing mata rantai tersebut diperlukan adanya
pengendalian mutu (quality control atau QC) yang berorientasi ke standar jaminan mutu (quality
assurance atau QA) di tingkat produsen sampai konsumen, kecuali inspeksi pada tahap
pengangkutan dalam menuju pencapaian pengelolaan kegiatan pengendalian mutu total (total
quality control atau TQC) pada aspek rancangan, produksi dan produktivitas serta pemasaran
KESIMPULAN

Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah
maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi
manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan
dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan dan minuman (Undang-
undang RI Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan). Dengan demikian pangan juga bahan olahan
setengah jadi (semi processed) yang digunakan sebagai bahan baku produk.

Mutu adalah sesuatu yang mencirikan tingkat di mana produk itu mampu memenuhi
keinginan atau harapan konsumen. Menurut Goetsch & Davis (2002) mutu tidak hanya berupa
produk atau jasa saja melainkan juga mencakup proses, lingkungan, dan orang.

Pengendalian Mutu adalah pengukuran kinerja produk, membandingkan dengan standar


dan sepsifikasi produk, serta melakukan tindakan koreksi bila ada penyimpangan. Tiga langkah
utama dalam pengendalian mutu adalah: (1) menetapkan standar, (2) menilai kesesuaian
(mengukur dan membandingkan dengan standar), dan (3) melakukan tindakan koreksi bila
diperlukan. Menurut Feihgenbaum (1989) dalam Muhandri & Kadarisman (2006).

Menurut Juran (1988) dalam Muhandri & Kadarisman (2006), Jaminan Mutu merupakan
kegiatan yang terus menerus dilakukan agar fungsi mutu dapat dilakukan dengan baik untuk
membangun kepercayaan konsumen.

karakteristik mutu bahan pangan menjadi dua kelompok, yaitu : (1) karakteristik
fisik/tampak, meliputi penampilan yaitu warna, flavor (rasa dan bau), aroma, tekstur/rasa di
mulut, viskositas/konsistensi; (2) karakteristik tersembunyi, yaitu nilai gizi dan keamanan
mikrobiologis.

Mutu yang baik pada suatu produk tergantung pada proses yang di lalui, apakah
mencakup semua proses dan tatacara menjamin mutu yang baik atau tidak. Oleh karena itu
penting sekali untuk memperatikannya.
DAFTAR PUSTAKA

http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2018/05/Pengawasan-Mutu-
Pangan_SC.pdf

https://docplayer.info/61971182-Kajian-tingkat-penerapan-manajemen-mutu-terhadap-kinerja-
umkm-sektor-agro-industri-pangan-olahan-nata-de-coco-di-kota-bogor-linda-elfrida-
panjaitan.html

Anda mungkin juga menyukai