Anda di halaman 1dari 9

Contoh Makalah Antropologi Tentang Suku Jawa

OLEH DENDI RIHADATULAISY


JUMAT, 13 MEI 2016

Bagikan :
Tweet

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pola konsumsi menjadi suatu bahasan yang tidak pernah habisnya untuk
didiskusikan dan dilakukan penelitian secara mendalam. Beragamnya latar belakang
konsumen cenderung mempengaruhi pola konsumsi dari konsumen tersebut. Salah
satu faktor yang mempengaruhi pola konsumsi seseorang adalh faktor-faktor cultural
yang dimiliki atau berada disekitar konsumen tersebut.
Faktor budaya menjadi elemen yang tidak terpisahkan dalam kehidupan
sehari-hari seseorang, baik disaat menjadi konsumen maupun tidak menjadi
konsumen. Faktor budaya memiliki hubungan signifikan terhadap pola konsumsi
seseorang, terutama untuk produk-produk tertentu yang mengusung secara khusus
warna dan corak budaya tertentu.
Semakin tinggi strata sosial semakin bervariasi makanan pokok yang
dikonsumsi. Semakin kuat faktor budaya yang dianut, semakin sedikit jenis makanan
pokok yang dikonsumsi.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, didapat rumusan masalah
sebagai berikut.
1. Bagaimana sejarah jawa?
2. Bagaimana hidangan makan suku jawa?
3. Bagaimana pola konsumsi makan suku jawa?
4. Bagaimana konsep rumah mempengaruhi pola makan?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, didapat tujuan penulisan makalah ini
sebagai berikut untuk mendeskripsikan.
1. Sejarah jawa.
2. Hidangan makan suku jawa.
3. Pola konsumsi makan suku jawa.
4. Konsep rumah mempengaruhi pola makan.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Jawa
Jawa adalah pulau yang sebagian besar terbentuk dari aktivitas vulkanik,
merupakan pulau ketiga belas terbesar di dunia, dan terbesar kelima di Indonesia.
Deretan gunung-gunung berapi membentuk jajaran yang terbentang dari timur
hingga barat pulau ini. Terdapat tiga bahasa utama di pulau ini, namun mayoritas
penduduk menggunakan bahasa Jawa. Bahasa Jawa merupakan bahasa ibu dari 60
juta penduduk Indonesia, dan sebagian besar penuturnya berdiam di pulau Jawa.
Sebagian besar penduduk adalah bilingual, yang berbahasa Indonesia baik sebagai
bahasa pertama maupun kedua. Sebagian besar penduduk Jawa adalah Muslim,
namun terdapat beragam aliran kepercayaan, agama, kelompok etnis, serta budaya
di pulau ini.
Pulau ini secara administratif terbagi menjadi empat provinsi, yaitu Jawa
Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Banten; serta dua wilayah khusus, yaituDKI
Jakarta dan DI Yogyakarta.
Pulau ini merupakan bagian dari gugusan kepulauan Sunda
Besar danpaparan Sunda, yang pada masa sebelum es mencair merupakan ujung
tenggara benua Asia. Sisa-sisa fosil Homo erectus, yang populer dijuluki "Si Manusia
Jawa", ditemukan di sepanjang daerah tepian Sungai Bengawan Solo, dan
peninggalan tersebut berasal dari masa 1,7 juta tahun yang lampau.
SitusSangiran adalah situs prasejarah yang penting di Jawa. Beberapa
strukturmegalitik telah ditemukan di pulau Jawa, misalnya menhir, dolmen, meja
batu, dan piramida berundak yang lazim disebut Punden Berundak. Punden
berundak dan menhir ditemukan di situs megalitik di Paguyangan, Cisolok, dan
Gunung Padang, Jawa Barat. Situs megalitik Cipari yang juga ditemukan di Jawa
Barat menunjukkan struktur monolit, teras batu, dan sarkofagus. Punden berundak
ini dianggap sebagai strukstur asli Nusantara dan merupakan rancangan dasar
bangunan candi pada zaman kerajaan Hindu-Buddha Nusantara setelah penduduk
lokal menerima pengaruh peradaban Hindu-Buddha dari India. Pada abad ke-4 SM
hingga abad ke-1 atau ke-5 M Kebudayaan Buni yaitu kebudayaan tembikar tanah
liat berkembang di pesisir utara Jawa Barat. Kebudayaanprotosejarah ini merupakan
pendahulu kerajaan Tarumanagara.
Pulau Jawa yang sangat subur dan bercurah hujan tinggi memungkinkan
berkembangnya budidaya padi di lahan basah, sehingga mendorong terbentuknya
tingkat kerjasama antar desa yang semakin kompleks. Dari aliansi-aliansi desa
tersebut, berkembanglah kerajaan-kerajaan kecil. Jajaran pegunungan vulkanik dan
dataran-dataran tinggi di sekitarnya yang membentang di sepanjang pulau Jawa
menyebabkan daerah-daerah interior pulau ini beserta masyarakatnya secara relatif
terpisahkan dari pengaruh luar. Di masa sebelum berkembangnya negara-negara
Islam serta kedatangan kolonialisme Eropa, sungai-sungai yang ada merupakan
utama perhubungan masyarakat, meskipun kebanyakan sungai di Jawa beraliran
pendek. HanyaSungai Brantas dan Bengawan Solo yang dapat menjadi sarana
penghubung jarak jauh, sehingga pada lembah-lembah sungai tersebut terbentuklah
pusat dari kerajaan-kerajaan yang besar.
Diperkirakan suatu sistem perhubungan yang terdiri dari jaringan jalan,
jembatan permanen, serta pos pungutan cukai telah terbentuk di pulau Jawa
setidaknya pada pertengahan abad ke-17. Para penguasa lokal memiliki kekuasaan
atas rute-rute tersebut, musim hujan yang lebat dapat pula mengganggu perjalanan,
dan demikian pula penggunakan jalan-jalan sangat tergantung pada pemeliharaan
yang terus-menerus. Dapatlah dikatakan bahwa perhubungan antar penduduk pulau
Jawa pada masa itu adalah sulit.

B. Suku Jawa

Suku Jawa (Jawa ngoko: wong Jowo, krama: tiyang Jawi) merupakan suku
bangsa terbesar di Indonesia yang berasal dari Jawa Tengah,Jawa Timur,
dan Yogyakarta. Setidaknya 41,7% penduduk Indonesia merupakan etnis Jawa.
Selain di ketiga propinsi tersebut, suku Jawa banyak bermukim
diLampung, Banten, Jakarta, dan Sumatera Utara. Di Jawa Barat mereka banyak
ditemukan di Kabupaten Indramayu dan Cirebon. Suku Jawa juga memiliki sub-suku,
seperti Osing dan Tengger.

C. Kepercayaan
Orang Jawa sebagian besar secara nominal menganut agama Islam. Tetapi
ada juga yang menganut agama Protestan dan Katolik. Mereka juga terdapat di
daerah pedesaan. Penganut agama Buddha dan Hindu juga ditemukan pula di antara
masyarakat Jawa. Ada pula agama kepercayaan suku Jawa yang disebut sebagai
agama Kejawen. Kepercayaan ini terutama berdasarkan
kepercayaan animisme dengan pengaruh Hindu-Buddha yang kuat. Masyarakat Jawa
terkenal akan sifat sinkretisme kepercayaannya. Semua budaya luar diserap dan
ditafsirkan menurut nilai-nilai Jawa sehingga kepercayaan seseorang kadangkala
menjadi kabur.
D. Profesi
Mayoritas orang Jawa berprofesi sebagai petani, namun di perkotaan mereka
mendominasi pegawai negeri sipil, BUMN, anggota DPR/DPRD, pejabat eksekutif,
pejabat legislatif, pejabat kementerian dan militer. Orang Jawa adalah etnis paling
banyak di dunia artis dan model. Orang Jawa juga banyak yang bekerja di luar
negeri, sebagai buruh kasar dan pembantu rumah tangga. Orang Jawa mendominasi
tenaga kerja Indonesia di luar negeri terutama di negara Malaysia, Singapura,
Filipina, Jepang, Arab Saudi, Kuwait, Qatar, Uni Emirat Arab, Taiwan, AS dan Eropa.

E. Masakan Jawa
Pulau Jawa mempunyai pelbagai kumpulan etnik: Jawa, Sunda di Jawa Barat
dan Madura di pulau Madura di Jawa Timur. Kumpulan etnik ini mempunyai masakan
berlainan mereka sendiri.
Masakan Jawa (tidak termasuk orang Sunda dan Madura) secara besar
dibahagikan ke dalam tiga kumpulan utama:
· Masakan Jawa Tengah
· Masakan Jawa Timur
· Hidangan Jawa umum
Ada kemiripan pada masakan-masakan tersebut tetapi perbezaan utama
terletak pada perisanya. Masakan Jawa Tengah adalah lebih manis dan kurang
pedas, sementara masakan Jawa menggunakan kurang gula dan lebih cili,
kemungkinan dipengaruhi oleh masakan Madura.
Nasi adalah makanan asasi yang umum, dan disertakan dengan setiap
hidangan. Gaplek, atau ubi kayu kering, kadang-kadang dicampur ke dalam nasi
atau mengganti nasi. Roti dan biji-bijian adalah tidak umum, walaupun mi dan
kentang sering dihidang sebagai iringan pada nasi.
Hampir 90% orang Jawa beragama Islam, dan akibatnya, kebanyakan dari
masakan Jawa tidak menggunakan daging babi. Hanya sedikit etnik di Indonesia
menggunakan daging babi (dan sumber protein lain yang dianggap "haram" di
bawah hukum pemakanan Islam) dalam masakan mereka, yang paling
ketara masakan Bali, masakan Cina Indonesia, dan masakan Manado.

1. Masakan di jawa tengah


Makanan di Jawa Tengah dipengaruhi oleh dua kerajaan
kuno Yogyakartadan Surakarta (juga secara umum digelarkan Solo). Banyak dari
hidangan khusus Jawa Tengah mengandungi nama-nama kawasan di mana makanan
pertama menjadi masyhur. Contohnya:
 Gudeg Yogya: Nangka muda, ayam dan rebusan telur rebus, hidangan
ini mempunyai rasa manis dan menyelerakan yang unik. Ini biasanya
diiringkan dengan sebuah hidangan tepi kulit dalam daging lembu pedas &
rebusan tauhu.
 Bakso Solo: Bakso secara harfiah bermakna bola daging, diperbuat dari
daging lembu, dan dikhidmat dalam sup panas masak dengan mi mung
bean-thread, sayur-sayuran hijau, kubis cencang, dan pelbagai kuah (cili,
tomato). Versi ini dari solo mempunyai bola daging saiz besar, saiz bola
tenis. Juga digelarkan Bakso Tenis. Bakso adalah hidangan berpengaruh
Cina, tetapi menjadi sebuah snek masyhur di sepanjang Indonesia.
 Ayam goreng Kalasan/Klaten: Ayam, direbus dalam rempah
(ketumbar,bawang putih, candlenut, dan ciri air kelapa secara kuat)
kemudian digoreng dalam hingga rangup. Dihidang dengan sambal dan
ulam sayur mentah.
 Timlo Solo: Sebuah sup daging lembu dan sayur-sayuran.
 Soto Kudus: Soto adalah sebuah sup Indonesia dicampur
dengan kunyit, dan dapat dibuat dengan ayam, daging lembu, atau daging
kambing. Versi dari Kudus, sebuah bandar JAwa Tengah, dibuat dari ayam.
 Jenang Kudus: Sebuah daging manis dibuatkan dari tepung beras, gula
melaka dan santan.
 Lumpia Semarang: Popia goreang atau kukus. Intipatinya berbeza,
tetapi terdiri terutamanya dari daging dan pucuk rebung. Ia dihidang
dengan kacang soya ditapai manis (taucu) atau sos bawang putih manis.
Suatu lagi iringan adalah acar dan cili
 Sate Blora: Satay ayam
 Swikee Purwodadi: Kaki katak dimasak dalam sup kacang soya ditapai
(taucu).
 Srabi Solo: Sebuah pancake dibuatkan dari santan, dicampur dengan
sedikit tepung beras sebagai pemekat. Srabi dapat dihidang sederhana,
atau dengan atasan seperti pisang dibelah, nangka dicencang, taburan
coklat (muisjes), atau keju.
 Nasi Bogana Tegal: Sebuah hidangan nasi putih dibalut dalam daun
pisang dan dihidang dengan kepelbagaian hidangan tepi.
 Teh poci Tegal: Teh brewed dalam sebuah teko tanah liat, dihidang
dengangula rock. Tegal, sebuah bandar Jawa Terngah, adalah sebuah
penghasil utama teh berkualiti tinggi.
Hidangan lain yang mungkin berasal dari Jawa Tengah adalah:
· Wingko babat: Sebuah kek dibuat secara besar dari pulut dan kelapa desiccated,
toasted and sold warm.
· Madu mongso: Suatu daging manis dibuat dari pulut hitam ditapai, dimasak dalam
santan dan gula. Ia melekat dan sangat manis, dan dibalut dalam husk jagung.
· Bakpia: Sebuah pastri manis dengan pes mung bean bergula.
· Tongseng: Suatu kari kuat rempah tulang mendalam daging kambing, yang cepat-
cepat digoreng ringan sewaktu menjual dengan menambah sayur-sayuran.
· Bakmoy: ketulan kecil tauhu goreng, ayam dan telur rebus dengan rebusan ayam &
penyeleraan dibuat dari kicap manis.
2. Masakan Jawa Timur
Masakan Jawa Timur secara besar dipengaruhi oleh masakan Madura -
Madura menjadi sebuah penghasil utama garam, oleh itu tinggalnya gula dalam
banyak hidangan. Banyak hidangan Jawa Timur adalah biasanya Madura,
sepertiSoto Madura dan Sate Madura, biasanya dijual oleh peneroka Madura.
Walaupun adanya banyak hidangan dari nama bandar bercantum pada mereka, versi
tempatan ini diadakan dalam setiap bandar. Hidangan berkaitan bandar termasyhur
adalah:
· Pecel Madiun: Suatu ulam sayur-sayuran, Ia biasnaya dihidang sebagai suatu iringan
dengan nasi. Keropok kacang atau ikan kering/udang (rempeyek) dihidang di tepi.
Jangan dikelirukan dengan pecel lele, yang adalah ikan sembilang tempatan goreng
dalam dihidang dengan sambal.
· Soto Madura: Suatu sup daging lembu asas kunyit asas dan bahagian dalam
binatang yang disembelih, dihidang dengan telur rebus, dansambal.
· Sate Madura: Satay ayam.
· Soto Lamongan: Soto ayam berasal dari bandar Lamongan.
Other dishes that are not location-specific:
· Rawon
· Rujak CingurSemanggi: A salad made of boiled semanggi (M. crenata) leaves that
grow in paddy fields. It is dressed in a spicy peanut sauce.
· Lontong balap
· Tahu campur
· Tahu tek
· Gado-gado
· Ronde
· Ayam penyet.
· Bebek goreng
· Klepon
· Jajan pasar
· Cwie mie
· Sop buntut
· Kripik tempe

3. Hidangan Jawa umum


Hidangan umum Jawa, yang dapat dijumpa di sepanjang Jawa tanpa
berkenaan lokasi.
· Sayur asem: Sayur-sayuran dalam sup perisa asam jawa. Dapat dihidang panas atau
sejuk.
· Pepes: Daging, ayam, atau ikan air tawar/makanan laut dicampur dengan pes
rempah, dibalut dalam daun pisang, kemudian dikukus atau bakar.
· Tumis sayuran: Sayur-sayuran goreng ringan, baisanya dicampur dengan cili dan pes
rempah.
· Sayur lodeh: sayur campuran, direbus dalam santan.

F. Konsep Rumah Dijawa Yang Mempengaruhi Pola Makan


Secara umum, konsep ruang makan tidak ada di kalangan orang Jawa. Arsitektur
rumah lama di Jawa tidak menyediakan tempat khusus untuk ruang makan. Ruang
tamu, ruang untuk makan, dan ruang untuk keluarga bercampur.

Kultur agraris memperlihatkan makan pagi dilaksanakan di sawah atau ladang.


Para petani harus sudah keluar dari rumah sebelum matahari menyengat. Akibatnya,
mereka tidak bisa makan pagi di rumah. Setidaknya pengamatan Thomas Stamford
Raffles dalam History of Java
(1817) juga menyebutkan hal seperti itu. Bahkan pengamatan Augusta de Wit yang
datang pada 1890-an dalam Java: Facts and Fancies menyebutkan, orang Jawa
makan pagi di sungai setelah mandi.
Ahli kebudayaan Jawa dari Universitas Negeri Semarang, Teguh Supriyanto,
mengatakan, orang Jawa memang tidak mengenal ruang makan. Kebiasaan agraris
menjadikan orang Jawa tidak memerlukan ruang makan secara khusus. Makan siang
pun kadang dilakukan di sawah.
Kebiasaan makan di sawah atau kebun mengakibatkan sikap tubuh saat makan di
rumah pun persis seperti di sawah. Duduk dengan jegang (kaki naik), duduk bersila,
sambil makan tanpa sendok mudah terlihat, bahkan hingga sekarang sekalipun.
Rumah tanpa ruang makan ini masih bisa ditemui di beberapa tempat seperti di
Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta. Arsitektur rumah tidak menyediakan ruang makan
secara khusus. Bahkan, meja untuk menaruh makanan pun kadang tidak ada.
Keluarga yang mau mengambil nasi ataupun sayur dan lauk mengambil langsung di
dapur. Setelah itu, mereka makan di sembarang tempat.
Pergeseran mulai terjadi di keluarga-keluarga yang tinggal di kota kecamatan.
Mereka sudah mulai memiliki ruang makan tetapi masih bercampur dengan dapur.
Kedua ruangan ini tidak ada sekatnya. Mereka masih menaruh berbagai benda,
seperti sepeda motor, jemuran pakaian, dan gabah, di ruangan itu. Keadaan ini bisa
ditemukan di sebuah keluarga di Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunung Kidul,
Yogyakarta.
Makanan kadang tersedia di meja makan, tetapi ini pun dilakukan bila ada tamu.
Bila tidak ada tamu, anggota keluarga tetap saja mengambil makanan langsung dari
perapian atau dapur. Setelah itu, mereka tetap saja makan di sembarang tempat,
mulai dari ruang tamu hingga dapur. Posisi badan bisa duduk di kursi, amben, dan
lantai.
Bila ada tamu, kadang mereka menemani makan. Namun tidak sedikit si empunya
rumah tidak menemani makan para tamu. Bagi para tamu yang terbiasa dengan
kehangatan di meja makan, hal ini kadang membuat canggung. Bagaimana mungkin
saat tamu makan tetapi tuan rumah malah tidak makan? Bagi orang Jawa sendiri, hal
ini untuk menghormati tetamunya, tetapi belum tentu diterima oleh tamunya. Masih
lumayan tuan rumaqh mau menemani sambil mengobrol meski dia tidak makan.
Berikutnya kita bisa menemukan rumah yang memiliki ruang makan yang tidak
tergabung dengan dapur. Akan tetapi, ruang makan ini seadanya saja. Ada meja
makan dan ditata layaknya ruang untuk makan. Meja hanya berfungsi untuk
meletakkan makanan. Berbagai peralatan ada di meja makan, tetapi terkesan
seadanya.
Ruang makan berikutnya berada di keluarga yang secara serius merancang ruang
makan ketika rumahnya dibangun. Di ruang makan terdapat berbagai peralatan dan
dilengkapi berbagai atribut, seperti telapak meja dan satu set alat makan. Alat
makan seperti garpu sudah digunakan setiap kali makan.
Di kota besar, ruang makan kadang terbuka dan tanpa sekat dengan dapur dan
ruang tamu. Mereka yang duduk di ruang tamu bisa melihat meja makan dan isinya.
Perubahan ini sangat mungkin terkait dengan minimnya tanah, tetapi bisa juga
karena perubahan gaya hidup. Mereka makin terbuka. Di sisi lain mereka ingin
menampilkan gaya hidup terbaru. Mereka ingin menunjukkan pilihan desain ruangan
dan menu makanan yang sesuai dengan gaya yang paling baru. Identitas mereka
juga ingin ditunjukkan melalui penataan ruang makan.
Meski banyak orang Jawa telah memiliki ruang makan dan mengetahui tata sopan
santun makan, tetap saja sikap-sikap orang agraris masih melekat. Meski mereka
makan di meja makan dengan berbagai peralatan, tetap saja ada kerinduan untuk
makan di tempat yang "bebas" seperti warung kaki lima. Mereka juga kadang ingin
makan dengan tangan langsung alias tanpa sendok. Mereka juga mengunjungi
rumah makan tradisional yang kadang tak memerlukan sikap badan yang penuh
dengan sopan santun.
Masih melekatnya sifat-sifat agraris dalam hal makan dan pemahaman keberadaan
ruang makan hingga sekarang sebenarnya merupakan perjalanan panjang orang
Jawa dari sekadar makan untuk mengisi perut hingga mereka mengenal tata cara
makan dan ruang makan.
Pengenalan itu hingga sekarang belum selesai. Sikap-sikap tubuh dalam makan
masih saja menunjukkan kebiasaan makan masyarakat agraris. Tidak sedikit yang
merasa ruang makan juga masih terasa asing. Ruang makan masih dianggap
pelengkap sebuah rumah atau sekadar ruangan yang bermeja untuk menaruh
makanan.
Pengenalan orang Jawa mengenai konsep ruang makan sangat mungkin terkait
dengan keberadaan orang Belanda di Nusantara. Keluarga-keluarga Belanda
mempekerjakan penduduk setempat untuk menjadi pembantu. Para pembantu inilah
kemudian mengenal berbagai jenis makanan orang Belanda, tata cara makan, dan
ruang makan.
Akan tetapi, pengenalan yang lebih masif terjadi sekitar abad ke-19 saat Belanda
memberi kesempatan bagi penduduk untuk mulai masuk dalam sejumlah kehidupan
orang Belanda, seperti menjadi pejabat dan kesempatan bersekolah. Analisa
pengenalan kebudayaan Belanda ini setidaknya terdapat dalam buku Dutch Culture
Overseas karya Frances Gouda. Penduduk pribumi kemudian mengenal gaya hidup
orang Belanda. Pola-pola peniruan gaya hidup ini merasuk hingga soal kebutuhan
ruang makan dan juga menu yang ditampilkan.
"Konsep ruang makan dan tata cara makan memang dipengaruhi oleh Belanda,"
kata Teguh. Sejak saat itu, orang Jawa mengenal ruang makan. Meski demikian,
orang Jawa tetap tidak mudah untuk akrab dengan ruang makan. Di keluarga
modern pun kadang kaki bisa diangkat ke kursi saat makan. Ruang makan masih
menjadi ruangan yang asing bagi orang Jawa.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Jawa adalah pulau yang sebagian besar terbentuk dari aktivitas vulkanik,
merupakan pulau ketiga belas terbesar di dunia, dan terbesar kelima di Indonesia.
Deretan gunung-gunung berapi membentuk jajaran yang terbentang dari timur
hingga barat pulau ini.
Pola konsumsi makanan jawa hamper sama dengan pola konsumsi
masyarakat Indonesia lainnya. Makanan jawa cendrung manis dan banyak
menggunakan gula.
Hidangan umum Jawa, yang dapat dijumpa di sepanjang Jawa tanpa berkenaan
lokasi.
· Sayur asem: Sayur-sayuran dalam sup perisa asam jawa. Dapat dihidang panas atau
sejuk.
· Pepes: Daging, ayam, atau ikan air tawar/makanan laut dicampur dengan pes
rempah, dibalut dalam daun pisang, kemudian dikukus atau bakar.
· Tumis sayuran: Sayur-sayuran goreng ringan, baisanya dicampur dengan cili dan pes
rempah.
· Sayur lodeh: sayur campuran, direbus dalam santan.

DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S.: Prinsip Dasar Ilmu Gizi: Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta. 2002.

Arisman, MB.: Gizi dalam Daur Kehidupan: Buku Ajar Ilmu Gizi.
Jakarta : EGC. I: 2-13, 2004.

Akhmadi, A:Kebiasaan makan masyarakat . Tesis. Universitas Diponegoro Semarang.


54-67, 2003.

Anda mungkin juga menyukai