Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH PENYELENGGRAAN MAKANAN

LANSIA DAN PANTI JOMPO

Disusun Oleh:

1.
2.
3.
4.
5.

Ade Irma Rahmawati


Anna Arol Yumna
Intan Mulyani Suparjo
Laeli Nur Istiqomah
Yuliana Dwi Astuti

(P17431112044)
(P17431112049)
(P17431112066)
(P17431112067)
(P17431112086)

REGULER B / SEMESTER 4

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG


JURUSAN GIZI
2014

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, pencipta dan pemelihara alam semesta, yang kekal dan
abadi. Shalawat dan salam smoga dilimpahkan kepada Nabi dan junjungan kita Nabi
Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan hamba Allah yang suci.
Alhamdulillah pada akhirnya makalah ini dapat diselesaikan dan disajikan dalam
rangka memenuhi mata kuliah Management Sistem Penyelenggaraan Makanan (MSPM).
Pada akhirnya penyusun bersyukur kepada Allah SWT semoga makalah ini dapat bemanfaat
kepada banyak pihak dan tidak lupa penyusun mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak.
Semarang, ..........
Penulis

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... 2
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 5-7
1.2 Tujuan
1.2.1

Tujuan Umum ................................................................................................ 7

1.2.2

Tujuan Khusus ..................................................................................................

1.3 Manfaat
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lanjut Usia
2.1.1

Pengertian Lanjut Usia .......................................................

2.1.2

Klasifikasi Lanjut Usia ................................................................

2.1.3

Karakteristik Lanjut Usia ................................................................

2.1.4

Tipe Lanjut Usia

2.2 Pembinaan Kesehatan Lanjut Usia di Panti


2.2.1

Definisi Panti Sosial .......................................................................................

2.2.2

Tujuan .............................................................................................................

2.2 Tujuan Penyelenggaraan Makanan


2.3 Input Penyelenggaraan Makanan
2.3.1

Tenaga .....................................................................................

2.3.2

Dana.........................................................

2.3.3

Sarana Fisik dan Peralatan

2.4 Output Penyelenggaraan Makanan


2.4.1

Kelengkapan dan kecukupan Zat Gizi dalam Makanan .......................

2.4.2

Cita Rasa Makanan ..............................................................................

2.5 Jenis Penyelenggaraan Makanan


2.5.1

Berdasarkan Waktu Penyelenggaraan ....................................................

2.5.2

Berdasarkan Tempat Penyelenggaraan .....................................................

2.5.3

Berdasarkan Pengelolaan Penyelenggaraan .............................................

2.5.4

Berdasarkan Sifat Penyelenggaraaan

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perbaikan gizi sebagai salah satu dampak perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi menyebabkan usia harapan hidup rata-rata meningkat. Dengan semakin
luasnya pelaksanaan upaya kesehatan dan keberhasilan pembangunan nasional pada
semua sektor, sehingga hal tersebut mendorong peningkatan kesejahteraan sosioekonomi serta kesehatan. Pendekatan yang dilakukan dalam melaksanakan program
kesehatan adalah pendekatan kepada keluarga dan masyarakat. Pendekatan ini lebih
memprioritaskan upaya memelihara dan mejaga yang sehat semakin sehat serta
merawat yang sakit menjadi sehat (Maryam, 2008). Menurut pasal 138 UU No. 36
tahun 2009 tentang kesehatan, upaya pemeliharaan kesehatan bagi lanjut usia harus
ditujukan untuk menjaga agar tetap hidup sehat dan produktif secara sosial maupun
ekonomis sesuai dengan martabat kemanusiaan.
Menurut UN-population Division, Departement of ergonomic and sosial
Affairs (1999) jumlah populasi lanjut usia lebih dari 60 tahun di dunia diperkirakan
hampir mencapai 600 juta orang dan diproyeksikan menjadi 2 milyar pada tahun
2050. Saat itu lanjut usia akan melebihi jumlah populasi anak (0-14 tahun), pertama
kali dalam sejarah umat manusia (Darmojo, 2009).
Jumlah lanjut usia akan naik lebih cepat daripada anak atau jumlah
pertumbuhan penduduk keseluruhan, golongan lanjut usia di Indonesia akan naik
3,96% setahunnya. Angka pertumbuhan lanjut usia yang berumur 70 tahun ke atas
akan naik 5,6% dalam kurun waktu 1985-1995. Menurut laporan data demografi
penduduk internasional yang dikeluarkan oleh Bureau of the Census USA (1993),
dilaporkan bahwa Indonesia pada tahun 1990-2025 akan mempunyai kenaikan jumlah
usia lanjut sebesar 414%, suatu angka paling tinggi di seluruh dunia. Sebagai
perbandingan Kenya 347%, Brazil 255%, India 242%, China 220%, Jepang 129%,
Jerman 66% dan Swedia 33%. Pada tahun 2000, dua diantara tiga lanjut usia di seluruh
dunia yang berjumlah 600 juta, akan hidup bertempat tinggal di negara-negara sedang
berkembang (Darmojo, 2009).
Berdasarkan data Departemen Sosial tahun 2004, jumlah lanjut usia tercatat
16.522.311 jiwa. Dari jumlah itu, 3.092.910 jiwa atau sekitar 20% diantaranya adalah

lanjut usia terlantar yang tidak memiliki pensiun, aset, maupun tabungan yang cukup.
Sehingga mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya sehari-hari.
Perlahan tapi pasti masalah lanjut usia mulai mendapatkan perhatian pemerintah
dan masyarakat. Berbagai upaya telah dilaksanakan oleh instansi pemerintah, para
professional kesehatan, serta bekerja sama dengan pihak swasta dan masyarakat untuk
mengurangi angka kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas) lanjut usia.
Pelayanan kesehatan, sosial, ketenagakerjaan dan lain-lainnya telah dikerjakan pada
berbagai tingkatan, yaitu ditingkat individu lanjut usia, kelompok lanjut usia, keluarga,
panti sosial tresna werdha (PSTW), sarana tresna werdha (STW), sarana pelayanan
kesehatan tingkat dasar (primer), sarana pelayaan kesehatan rujukan tingkat pertama
(sekunder), dan sarana pelayanan kesehatan tingkat lanjutan (tersier) untuk mengatasi
permasalahan yang terjadi pada lanjut usia. Tujuan umum pembinaan kesehatan lanjut
usia dipanti yaitu meningkatnya derajat kesehatan dan mutu Kehidupan lanjut usia di
panti agar mereka dapat hidup layak (Maryam, 2008).
Dasar hukum pendirian panti werdha adalah Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia. Pendirian panti dilakukan dalam
upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia diarahkan agar lanjut usia tetap dapat
diberdayakan sehingga dapat berperan dalam kegiatan pembangunan dengan
memperhatikan fungsi, kearifan, pengetahuan, keahlian, keterampilan, pengalaman, usia,
dan kondisi fisiknya, serta terselenggaranya pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial
lanjut usia (Depsos, 2008).
Berdasarkan Darmojo pada pidato purna tugas di semarang tahun 2001, sepuluh
kebutuhan lanjut usia(10 needs of the eldery) yaitu makanan cukup dan sehat, pakaian
dan kelengkapannya, perumahan / tempat tinggal / tempat berteduh, perawatan dan
pengawasan kesehatan, bantuan teknis praktis sehari-hari / bantuan hukum, transportasi
umum bagi lanjut usia, kunjungan/teman bicara/informasi, rekreasi dan hiburan sehat
lainnya, rasa aman dan tentram, bantuan alat-alat panca indera (Darmojo, 2009).
Menurut Darmojo (2009) makanan yang cukup dan sehat termasuk kedalam 10
kebutuhan bagi lanjut usia. Bagi lanjut usia pemenuhan kebutuhan gizi yang diberikan
dengan baik dapat membantu dalam proses beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan
perubahan-perubahan yang dialaminya selain itu dapat menjaga kelangsungan pergantian
sel-sel tubuh sehingga dapat memperpanjang usia. Proses penuaan dapat diperlambat
apabila mempunyai asupan gizi yang baik. Bila asupan zat gizi tersebut tidak diantisipasi
dengan pemberian nutrisi secara tepat, maka akan timbul masalah nutrisi yang dapat
mempercepat atau memperburuk kondisi lanjut usia. Ditambah dengan Penurunan daya

tahan tubuhnya sehingga lanjut usia mudah terkena penyakit dan bila terserang penyakit
akan lama proses penyembuhannya serta mengakibatkan kualitas hidup lanjut usia
menjadi rendah.
Penyelenggaraan makanan sangat penting untuk mendukung masuknya zat-zat
gizi, sehingga kondisi fisik dan kesehatan dari para lanjut usia dapat tetap terjaga. Panti
werdha juga memerlukan sistem manajemen penyelenggaraan makanan untuk
mendukung terpenuhinya kebutuhan gizi para penghuni panti.

1.2 Tujuan
1.2.1

Tujuan Umum
Mengetahui gambaran sistem penyelenggaraan makanan untuk lansia dan di
panti sosial (jompo)

1.2.2

Tujuan Khusus
1. Diketahuinya gambaran umum Panti Sosial
2. Diketahuinya gambaran prosedur penyelenggaraan makanan di Panti
Sosial
3. Diketahuinya gambaran input penyelenggaraan makananan meliputi
dana, tenaga, dan sarana di Panti Sosial
4. Diketahuinya gambaran proses penyelenggaraan makanan meliputi
perencanaan menu, perhitungan kebutuhan makanan, pengadaan bahan
makanan, penerimaan bahan makanan, penyimpanan bahan makanan,
persiapan bahan makanan untuk dimasak, pengolahan bahan makanan,
penyajian dan pendistribusian makanan serta pengawasan di Panti Sosial
5. Diketahuinya gambaran output penyelenggaraan makanan meliputi cita
rasa makanan dan syarat gizi di Panti Sosial
6. Diketahuinya gambaran umpan balik penyelenggaraan makanan di Panti
Sosial

1.3 Manfaat
1.3.1

Bagi mahasiswa
1. Menambah pengalaman dan wawasan mahasiswa mengenai manajemen

penyelenggaraan makanan dalam suatu institusi (PM Lansia dan Panti Jompo).
2. Memberikan pengalaman kerja sesuai dengan orientasi kuliah.
1.3.2

Bagi Universitas
Sebagai sarana pemantapan keilmuan bagi mahasiswa dengan

mengaplikasikannya di dunia kerja.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lanjut Usia
2.1.1

Pengertian Lanjut Usia


Menurut Darmojo (2009), lanjut usia adalah dimana individu yang berusia di
atas 60 tahun yang pada umumnya memiliki tanda-tanda terjadinya penurunan
fungsi-fungsi biologis, psikologis, sosial, ekonomi. Sedangkan menurut definisi
Departemen Kesehatran RI (2003), lanjut usia adalah suatu proses alami yang tidak
dapat dihindarkan. Proses menjadi tua disebabkan oleh faktor biologik yang terdiri
dari tiga fase yaitu fase progresif, fase stabil dan fase regresif. Dalam fase regresif
mekanisme lebih kearah kemunduran yang dimulai dalam sel, komponen terkecil
dalam tubuh manusia. Begitu pula pada tahap perkembangan yang lain, maka pada
lanjut usia terjadi perubahan fungsi fisik, emosi, kognitif, sosial, spiritual, dan
ekonomi.

2.1.2

Klasifikasi Lanjut Usia


Menurut Departemen Kesehatan RI (2003) yang dikutip dariMaryam (2008)
klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lanjut usia, yaitu:
1. Pralansia (prasenilis)

: Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.

2. Lansia

: Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.

3. Lansia risiko tinggi

: Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih

atau seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah


kesehatan.
4. Lansia potensial

: Lansia yang masih mampu melakukan

pekerjaan dan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa.
5. Lansia tidak potensial

: Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,

sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.


2.1.3

Karakteristik Lanjut Usia


Menurut Budi Anna Keliat (1999) yang dikutip dari maryam (2008), lanjut
usia memliki karakteristik sebagai berikut:
1. Berusia lebih dari 60 tahun.

2. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit,
dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta kondisi adaptif
hingga kondisi maladaptif.
3. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi
2.1.4

Tipe Lanjut Usia


Beberapa tipe lanjut usia bergantung pada karakter, pengalaman hidup,
lingkungan, kondisi fisik. Mental, sosial, ekonominya (Nugroho,2000). Tipe
tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan
zaman, mempunyai kesibukan bersikap ramah, rendah hati, sederhana,
dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
2. Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari
pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.
3. Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah,
tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik, dan banyak
menuntut.
4. Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan
melakukan pekerjaan apa saja.
5. Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal,
pasif, dan acuh tak acuh.
Tipe lain dari lanjut usia adalah tipe optimis, tipe konstruktif, tipe dependen
(ketergantungan), tipe defensif (bertahan), tipe militant dan serius, tipe
pemarah/frustasi (kecewa akibat kegagalan dalam melakukan sesuatu) serta tipe
putus asa (benci pada diri sendiri). Sedangkan bila dilihat dari tingkat
kemandiriannya yang dinilai berdasarkan kemampuan untuk melakukan aktivitas
sehari-hari (indeks kemandirian katz), para lanjut usia dapat digolongkan menjadi
beberapa tipe yaitu lanjut usia mandiri sepenuhnya, lanjut usia mandiri dengan
bantuan langsung keluarganya, lanjut usia mandiri dengan bantuan secara tidak

langsung, lanjut usia dengan bantuan badan sosial, lanjut usia di panti werdha,
lanjut usia yang dirawat dirumah sakit, dan lanjut usia dengan gangguan mental
(Maryam, 2008).
2.2 Pembinaan Kesehatan Lanjut Usia di Panti
2.2.1

Definisi Panti Sosial


Panti sosial asuhan anak adalah suatu lembaga usaha kesejahteraan sosial pada
anak terlantar dengan melaksanakan penyantunan dan pengentasan anak terlantar,
memberikan pelayanan pengganti orang tua/wali anak dalam

memenuhi

kebutuhan fisik, mental dan sosial kepada anak asuh sehingga memperoleh
kesempatan yang luas, tepat dan memadai bagi pengembangan kepribadiannya
sesuai dengan yang diharapkan sebagai bagian dari generasi penerus cita-cita
bangsa dan sebagai insan yang akan turut serta aktif dalam bidang pembangunan
nasional (Depsos RI, 2004:4).
Santoso (2005) memberikan pengertian sebuah panti asuhan sebagai suatu
lembaga yang sangat terkenal untuk membentuk perkembangan anak-anak yang
tidak memiliki keluarga ataupun yang tidak tinggal bersama dengan keluarga.
Anak-anak panti asuhan diasuh oleh pengasuh yang menggantikan peran orang tua
dalam mengasuh, menjaga dan memberikan bimbingan kepada anak agar anak
menjadi manusia dewasa yang berguna dan bertanggung jawab atas dirinya dan
terhadap masyarakat di kemudian hari.
2.2.2

Tujuan
Menurut

Maryam

(2008)

tujuan

umum

dibentuknya

panti

adalah

meningkatkan derajat kesehatan dan mutu kehidupan lanjut usia di panti agar
mereka dapat hidup layak. Sedangkan untuk tujuan khusus dari pendirian panti
yaitu meningkatkan pembinaan dan pelayanan kesehatan lanjut usia di panti, baik
oleh petugas kesehatan maupun petugas panti, meningkatnya kesadaran dan
kemampuan lanjut usia khususnya yang tinggal di panti dalam memmelihara
kesehatan diri sendiri dan meningkatnya peran serta keluarga dan masyarakat
dalam upaya pemeliharaan kesehatan lanjut usia di panti.
2.2.3

Tujuan Penyelenggaraan Makanan


Menurut Moehyi (1992) tujuan akhir dari penyelenggaraan makananan
institusi, makanan komersial, dan jasa boga adalah menghasilkan kualitas dan

cita rasa makanan yang dapat memuaskan konsumen serta menekan serendahrendahnya biaya penyelenggaraan makanan dengan tidak mengurangi kualitas
pelayanan.
2.2.4

Input Penyelenggaraan Makanan

2.2.4.1 Tenaga
Menurut Depkes (1991) untuk mengelola makanan diperlakukan macam
dan jumlah tenaga yang khusus yang terdiri dari penanggung jawab,
bertanggung jawab atas semua kegiatan institusi termasuk kegiatan pengelolaan
makanan. Untuk pelaksana sehari-hari, pemimpin akan menujuk staf institusi
yang dianggap erat kaitannya dengan kegiatan pengelolaan makanan.
Selanjutnya Depkes (1991) juga menjelaskan tugas untuk mengelola
makanan ini biasanya Kepala Bagian Personalia Atau Kepala Bagian Rumah
Tangga. Penanggung jawab pengelolaan sebaiknya mengerti dan memahami
masalah dalam pengelolaan makanan banyak, tahu kualitas bahan makanan, tata
cara dan prosedur dalam pengelolaan makanan banyak. Selain itu juga mampu
mengarahkan dan menggerakan bawahan dalam penyediaan makanan yang
memenuhi selera konsumen, syarat gizi dan kesehatan. Memiliki gelar sarjana
dalam bidangnya, dan pernah mengikuti kegiatan seminar/penataran, khususnya
tentang gizi, manajemen penyelenggaraan makanan dan kesehatan.
Pengawas bertugas memimpin dan mengarahkan serta menggerakan
bawahan, berpendidikan SMKTA / boga / gizi / sederazat. Selain itu ada tenaga
pelaksana yang berpengalaman dalam pemasakan makanan menurut resep yang
ada, memahami gizi, kesehatan, sanitasi, dan pengetahuan bahan makanan.
Serta terampil dan cekatan dalam melakukan tugas yang ditetapkan, pembersih
peralatan juga sebaiknya telah dilatih dalam tugas sanitasi peralatan,
perlengkapan dan memahami prosedur pembersihan dapur dan peralatan
penyelenggaraan makanan banyak. Ketiga tenaga kerja diatas haruslah berbadan
sehat dan bebas dari penyakit menular. Apabila tenaga yang ada belum memiliki
latar belakang gizi dan kesehatan yang cukup, dapat digunakan tenaga sarjana
gizi yang bekerja sebagai konsulutan, khususnya dalam mennetukan system
pelayanan, cara pengolahan yang dipilih serta penetapan standar makanan bagi
institusi yang memenuhi syrat gizi dan kesehatan (Depkes, 1991).
2.2.4.2 Dana

Dalam mengelola makanan banyak pemimpin perlu memperhitungkan


kemungkinan-kemungkinan penggunaan dana yang dapat dipakai secara
berkesinambungan. Dana sepenuhnya merupakan ketetapan dari pimpinan yang
mempertimbangkan kemungkinan di masa mendatang (Depkes, 1991).

2.2.4.3 Sarana Fisik dan Peralatan


Menurut Depkes (1991) mutu makanan akan dapat dicapai jika dapur,
peralatan dan perlengkapan direncanakan sesuai fungsi dan menu yang
direncanakan. Untuk itu ada beberapa syarat dapur yaitu:

a. Letak dapur
Menurut Depkes (1991) ada beberapa hal yang harus diperhatikan dari
sebuah dapur yaitu dapur mudah dicapai dari semua ruang makan, sehingga
pelayanan makanan dapat berjalan lancar, tidak berdekatan dengan tempat
sampah, harus mudah dicapai kendaraan dari luar sehingga memudahkan
pengiriman bahan makanan dari luar.

b. Ruangan
Menurut Depkes (1991) luas bangunan dapur disarankan 1/7-1/5 dari
jumlah klien. Luas ini mencakup ruang penerimaan bahan makanan, ruang
penyimpanan, ruang pemasakan, ruang distribusi, ruang pencucian alat, kantor
kepala/ pimpinan penyelenggara makanan, kamar kecil.
Hendaknya dapur mengikuti prosedur arus kerja yang baik dan efisien
seperti bagan dibawah ini :

Arus Kerja Dapur (Depkes, 1991)

Penerimaan
Fasilitas pegawai

Penyimpanan bahan segar / dingin

Penyimpanan bahan makanan kering

Persiapan

Pembuangan sampah

Pemasakan
Pencucian
Tempat sampah diluar dapur
Penghidangan

a. Ventilasi dan cahaya


Sistem ventilasi harus baik, termasuk pengaturan udara. Cahaya alam
baik, namun perlu dilengkapi juga dengan cahaya lampu (Depkes, 1991).
b. Konstruksi dapur
Menurut Depkes (1991) dinding dapur hendaknya dari keramik berwarna
yang dapat memantulkan cahaya. Untuk memberikan cahaya yang cukup
dinding diberi jendela kaca. Lantai dapur sebaiknya terbuat dari bahan yang
kedap air, tidak licin dan tahan terhadap asam. Selain itu sebaiknya langitlangit dilengkapi dengan peredam suara. Pada tempat pemasakan tertentu
digunakan penyerap udara yang terbuat dari logam anti karat atau peralatan
sejenis lainnya.

c. Peralatan dan perlengkapan dapur


Untuk memudahkan penanganan sanitasi, keutuhan dan ketahanan alat,
dianjurkan memakai peralatan stainless steel. Bahan ini mudah dibersihkan,
praktis, kuat, dan tahan lama. Tidak dianjurkan menggunakan peralatan dari
bahan kayu atau tanah, karena sanitasinya sukar dijalankan. Semua peralatan
besar dapat ditata dengan baik. Penyusunan peralatan harus berdasarkan arus
kerja yang sedikit mungkin bolak-balik. Kebutuhan peralatan dipertimbangkan
menggunakan data tentang jumlah pemakaian alat/hari/minggu.
2.2.5

Output Penyelenggaraan Makanan

2.2.5.1 Kelengkapan dan kecukupan Zat Gizi dalam Makanan


Menurut moehyi (1992) untuk menjamin terlaksananya berbagai fungsi
normal dalam tubuh dan untuk memperoleh tingkat gizi dan kesehatan yang
optimal, tubuh memerlukan sejumlah zat gizi. Kelengkapan zat gizi yang
diperlukan tubuh dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan setiap orang
merupakan syarat utama yang harus dipenuhi oleh makanan yang dimakan
setiap hari. Ada tiga aspek dalam penyelenggaraan makanan yang erta kaitannya
dengan faktor gizi, yaitu kelengkapan dan kecukupan zat gizi yang diperoleh
dari makanan, penanaman kebiasaan makan yang sehat (sound food habit) dan
penganekaragaman makanan yang menguntungkan.
Bagi setiap penyelenggaraan makanan, baik penyelenggaraan makanan
institusi nonkomersial maupun komersial, kelengkapan dan kecukupan zat gizi
dalam makanan yang disajikan haruslah dijadikan pedoman dalam penyusunan
menu makanan yang akan disajikan. Susunan menu haruslah merupakan
kombinasi yang serasi dari sumber energi, protein, dan mineral, serta sumber
berbagai vitamin. Yang perlu diperhatikan oleh para penyelenggara makanan
institusi dan jasa boga adalah komposisi zat gizi dan kandungan zat gzi dalam
berbagai jenis bahan makanan berbeda-beda. Dengan demikian, kekurangan zat
gizi dalam satu jenis bahan makanan dapat ditutupi dari jenis bahan makanan
yang lain (Moehyi, 1992).
Masalah gizi yang dihadapi lanjut usia berkaitan erat dengan menurunnya
aktivitas fisiologis tubuhnya. Konsumsi pangan yang kurang seimbang akan
memperburuk kondisi lanjut usia yang secara alami memang sudah menurun.
Dibandingkan dengan usia dewasa, kebutuhan gizi lanjut usia umumnya lebih
rendah karena adanya penurunnan metabolisme basal dan kemunduran lainnya.

Bila jumlah kalori yang dikonsumsi berlebihan, maka sebagian energi


akan disimpan berupa lemak sehingga akan timbul kegemukan (obesitas) yang
akan mempercepat timbulnyapenyakit degeneratif. Sebaliknya bila terlalu
sedikit, maka cadangan energi tubuh akan digunakan, sehingga tubuh akan
menjadi kurus (Maryam, 2008).
Menurut Depkes RI (1991) menu seimbang untuk lanjut usia adalah
susunan makanan yang mengandung cukup semua unsur gizi yang dibutuhkan
para lanjut usia. Syarat menu seimbang untuk lanjut usia sehat yaitu:
1. Mengandung zat gizi dari beraneka ragam bahan makanan yang
terdiri dari:
a.Zat tenaga
b.Zat pembangunan
c.Zat pengatur
2. Jumlah kalori yang baik untuk dikonsumsi oleh lanjut usia adalah
50% dari hidrat arang yang merupakan hidrat arang kompleks
(sayuran, kacang-kacangan, biji-bijian).
3. Jumlah lemak dalam makanan dibatasi, yaitu 25-30% dari total
kalori.
4. Jumlah protein yang baik dikonsumsi disesuaikan dengan lanjut
usia yaitu 8-10% dari total kalori.
5. Dianjurkan mengandung tinggi serat yang bersumber pada buah,
sayuran dan bermacam-macam pati, yang dikonsumsi dengan
jumlah secara bertahap.
6. Menggunakan bahan makanan yang tinggi kalsium, seperti susu
non fat, yoghurt, ikan dan lain-lain.
7. Makanan mengandung tinggi zat besi (Fe) seperti kacangkacangan, hati, daging, bayam atau sayuran hijau.

8. Membatasi penggunaan garam, perhatikan label makanan yang


mengandung garam, seperti adanya monosodium glutamate,
sodium bicarbonate, sodium citrate.
9. Bahan makanan sebagai sumber zat gizi sebaiknya dari bahan
makanan yang segar dan mudah dicerna.
10. Hindari bahan makanan yang tinggi alkohol.
11. Makanan sebaiknya yang mudah dikunyah seperti makanan
lembek.

2.2.5.2 Cita Rasa Makanan


Menurut Moehyi (1992) makanan yang memiliki cita rasa tinggi adalah
makanan yang disajikan menarik, menyebarkan bau yang sedap, dan
memberikan rasa lezat. Lebih lanjut dijelaskan bahwa tujuan mengolah dan
memasak makanan adalah menghasilkan makanan yang bercita rasa tinggi
sehingga memuaskan bagi yang memakannya. Cita rasa makanan mencakup
dua aspek utama (Moehyi, 1992), yaitu:
1. Penampilan makanan
Beberapa faktor yang menetukan penampilan makanan sewaktu diatas
meja antara lain:
a. Warna makanan
Warna makanan memegang peranan utama dalam penampilan
makanan.

Kadang-kadang

untuk

mendapatkan

warna

yang

diinginkan digunakan zat pewarna yang berasal dari berbagai bahan


alami. Sedapat mungkin hindarkan penggunaan zat warna sintesis
karena dapat membahayakan kesehatan manusia.
b. Konsistensi atau tekstur makanan
Sensitivitas indera cita rasa dipengaruhi oleh konsistensi
makanan sehingga hal tersebut turut menentukan cita rasa makanan.
Makanan yang berinsistensi padat atau kental akan memberikan

rangsangan yang lebih lambat terhadap indera. Cara memasak, lama


waktu memasak akan menentukan pula konsistensi makanan.
c. Porsi makanan
Pentingnya posi makanan bukan hanya karena penampilan
makanan waktu disajikan tetapi juga berkaitan dengan perencanaan
dan perhitungan pemakaian bahan.
d. Penyajian makanan
Jika penyajian makanan tidak dilakukan dengan baik, seluruh
upaya yang telah dilakukan guna menampilkan makanan dengan cita
rasa yang tinggi akan tidak berarti. Pemilihan alat yangt digunakan,
cara menyusun makanan dalam tempat penyajian makanan, dan
penghiasan hidangan merupakan tiga hal yang perlu dipertahankan
dalam penyajian makanan.
2. Rasa Makanan
Rasa makanan merupakan faktor kedua yang menentukan cita rasa makanan.
Komponen berikut yang berperan dalam penentuan rasa makanan, yaitu:
a. Aroma makanan
Aroma yang disebarkan oleh makanan daya tarik yang sangat
kuat

dan

mampu

merangsang

indera

penciuman

sehingga

membangkitkan selera.
b. Bumbu masakan dan bahan penyedap
Disamping bau yang sedap, berbagai bumbu yang digunakan
dapat pula membangkitkan selera karena memberikan asa makanan
yang khas.
c. Keempukan makanan
Makanan yang masuk ke dalam mulut dan setelah dikunyah
akan menyebabkan keluarnya air ludah yang kemudian menimbulkan
rangsangan pada saraf pengecap yang ada di lidah. Makanan yang
empuk dapat dikunyah dengan sempurna dan aaan menghasilkan
senyawa yang lebih banyak yang berarti intensitas rangsangan
menjadi lebih tinggi. Keempukan makanan selain ditentukan oleh
mutu bahan makanan yang digunakan juga ditentukan oleh mutu
bahan makanan yang digunakan juga ditentukan oleh cara memasak.
Pemanasan akan mengakibatkan perubahan terhadap sifat fisik

protein yang terdapat dalam bahan makanan. Protein akan


mengalami penggumpalan. Penggunaan panas yang tinggi akan
menyebabkan terbentuknya gumpalan protein yang lebih keras. Para
ahli masak menganjurkan untuk mendapatkan daging yang lunak,
daging harus dimasak dengan temperature dibawah 1500C. Dengan
panas yang rendah, daging yang dimasak tidak akan terlalu susut
akibat kehilangan air.
d. Kerenyahan makanan
Kerenyahan makanan adalah makanan yang dimasak menjadi
kering, tetapi tidak keras sehingga enak dimakan.
e. Tingkat kematangan
Tingkat

kematangan

dalam

masakan

Indonesia

belum

mendapat perhatian karena umumnya masakan Indonesia harus


dimasak sampai masak benar.
f. Temperatur benar
Makanan yang terlalu panas atau sebaliknya akan sangat
mempengaruhi sensitivitas saraf pengecap terhadap makanan.
2.2.6

Jenis Penyelenggaraan Makanan

2.2.6.1 Berdasarkan Waktu Penyelenggaraan


Menurut Moehyi (1992), penyelenggaraan makanan berdasarkan waktu
dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu penyelenggaraan makanan hanya satu kali
saja, baik berupa makanan lengkap atau hanya berupa makanan kecil (snack
food) seperti penyelenggaraan untuk pesta atau jamuan makan atau snack pada
acara tertentu.
Selanjutnya penyelenggaraan makanan secara tetap untuk jangka waktu
tidak terbatas, biasanya adalah makanan lengkap, baik untuk satu kali makan
atau setiap hari seperti penyelenggaraan makanan untuk asrama, panti asuhan,
rumah sakit dan kampus dan yang terakhir adalah penyelenggaraan makanan
dalam keadaan darurat yang persediannya dilakukan untuk jangka waktu
tertentu seperti kebakaran, tsunami, dan lain-lain (Moehyi, 1992).

2.2.6.2 Berdasarkan Tempat Penyelenggaraan

Penyelenggaraan makanan yang dibedakan berdasarkan tempat memasak


dan menyajikan makanan terdiri dari dua jenis yaitu jasa boga, bersifat
komersial. Makanan jadi diangkut ke tempat lain untuk dihidangkan seperti ke
tempat jamuan makan pesta perkawinan, rapat, kantin atau kafetaria pusat
industri. Penyelenggaraan makanan selanjutnya adalah penyelenggaraan
makanan institusi yaitu bentuk penyelenggaraan makanan yang tempat
memasak dan menyajikan makanan berada pada satu tempat. Jenis
penyelenggaraan makanan ini biasanya bersifat non komersial, seperti panti
asuhan, asrama, lembaga pemasyarakatan (Moehyi, 1992).

2.2.6.3 Berdasarkan Pengelolaan Penyelenggaraan


Menurut Departemen Kesehatan (2007) ada tiga jenis pengelolaan
penyelenggaraan makanan yaitu swakelola, outsourcing, dan kombinasi keduaduanya. Swakelola artinya sistem penyelenggaraaan makanan yang dilakukan
menggunakan seluruh sumber daya yang disediakan oleh institusi tersebut
begitu juga pengelolaan dan kebijakan yang berjalan di dalam insitusi.
Keuntungannya adalah pengawasan dapat dilakukan di setiap langkah atau
proses kegiatan secara langsung dan tenaga instansi banyak berperan.
Sedangkan kelemahannya adalah untuk dapat melakukan seluruh proses
kegiatan dibutuhkan tenaga dalam jumlah besar dan kualifikasi yang sesuai
serta kebutuhan sarana dan prasarana termasuk peralatan masak dan peralatan
makan yang besar.
Kemudian outsourcing yaitu sistem yang memanfaatkan perusahaan jasa
boga atau katering untuk penyelenggaraan makanan. Ada dua kategori sistem
outsourcing yaitu semi outsourcing yaitu menggunakan sarana dan prasarana
milik instansi dan kategori full outsourcing yaitu sarana dan prasarana bukan
berasal dari instansi melainkan dari perusahan jasa boga atau catering sendiri.
Dalam penyelenggaraan makanan sistem outsourcing harus mengikuti
perencanaan menu, penentu sntandar porsi dan pemesanan makanan yang
diajukan oleh instansi. Dan yang ketiga adalah sistem kombinasi yang menjadi
alternatif. Diperlukan pencatatan dan pelaporan yang terpisah agar mudah
dilakukan pengawasan dan pengendalian (Depkes, 2007).

2.2.6.4 Berdasarkan Sifat Penyelenggaraaan


Sifat penyelengaraan makanan kelompok dapat dibedakan menjadi 2
kelompok yaitu penyelenggaraan makanan yang bersifat komersial dan non
komersial (Moehyi, 1992).

Anda mungkin juga menyukai