Anda di halaman 1dari 19

BALITA GIZI KURANG DAN CARA PENGUKURANNYA

1. Pengertian

Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal
melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang
tidak dipergunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-
organ serta menghasilkan energi. (Proverawati, 2009)

Gizi kurang adalah gangguan kesehatan akibat kekurangan atau ketidakseimbangan zat gizi yang
diperlukan untuk pertumbuhan, aktivitas berfikir dan semua hal yang berhubungan dengan kehidupan.
Kekurangan zat gizi adaptif bersifat ringan sampai dengan berat. Gizi kurang banyak terjadi pada anak
usia kurang dari 5 tahun. (Afriyanto, 2010)

Gangguan kesehatan yang disebabkan kekurangan dan ketidakseimbangan antara kebutuhan


dengan asupan dan protein. (Rahardjo, 2012)

2. Peranan Gizi

Gizi merupakan faktor penting bagi kesehatan dan kecerdasan anak. Gizi penting bagi anak tidak
hanya dimulai semenjak anak lahir, tetapi sejak dalam kandungan. Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat
menyebabkan keguguran, cacat bawaan, dan melahirkan bayi dengan berat badan rendah yang dapat
menyebabkan kelainan di masa mendatang. Penelitian menunjukkan bahwa anak yang dikandung oleh
ibu yang kurang gizi banyak mengalami pertumbuhan otak dan tubuh yang buruk. Sel-sel otak dapat
berkurang secara permanen. (Widodo, 2009)

Tubuh membutuhkan gizi dalam jumlah dan ragam yang sesuai untuk dapat tumbuh optimal.
Ukuran umum kebutuhan gizi dikenal dengan istilah Angka Kecukupan Gizi (AKG), yang berbeda-beda
pada setiap orang karena perbedaan umur dan berat badan. Pemenuhan gizi yang tepat adalah gizi
seimbang, yaitu terpenuhinya bermacam-macam zat gizi sesuai jumlah yang dibutuhkan. (Widodo,
2009)

3. Peranan Gizi Bagi Perkembangan Otak dan Motorik Balita

a) Peranan Gizi terhadap Perkembangan Otak

Apabila asupan makanan balita tidak cukup mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan dan keadaan
ini berlangsung lama, akan dapat mengakibatkan perubahan metabolisme dalam otak sehingga otak
tidak mampu berfungsi secara normal. Apabila kekurangan gizi ini tetap berlanjut dam semakin berat
maka akan menyebabkan pertumbuhan badan balita terhambat, badan lebih kecil diikuti dengan ukuran
otak yang juga kecil sehingga jumlah sel dalam otak berkurang. Keadaan ini yang dapat berpengaruh
pada kecerdasan anak. (Febry, 2013)

b) Peranan Gizi Terhadap Perkembangan Motorik

Kekurangan gizi pada balita dapat mengakibatkan keterlambatan perkembangan motorik yang
meliputi perkembangan emosi, tingkah laku. Umumnya anak akan mengisolasi dirinya, apatis (hilang
kesadaran), pasif dan tidak mampu berkonsentrasi. Akhirnya perkembangan kognitif anak akan
terlambat. Perilaku ini dapat dilihat pada anak-anak yang menderita KEP (Kurang Energi Protein). (Febry,
2013)

4. Kebutuhan Gizi Bagi Balita

Kebutuhan gizi seseorang adalah jumlah yang diperkirakan cukup untuk memelihara kesehatan
pada umumnya. Secara garis besar, kebutuhan gizi ditentukan oleh usia, jenis kelamin, aktifitas, berat
badan dan tinggi badan. Antara asupan zat gizi dan pengeluaranya harus ada keseimbangan sehingga
diperoleh status gizi yang baik. Status gizi balita dapat dipantau dengan menimbang anak setiap bulan
dan dicocokkan dengan Kartu Menuju Sehat (KMS). (Proverawati, 2009)

a) Kebutuhan Energi

Kebutuhan energi bayi dan balita relatif besar dibandingkan dengan orang dewasa, sebab pada usia
tersebut pertumbuhanya masih sangat pesat. Kecukupanya akan semakin menurun seiring dengan
bertambahnya usia.

b) Kebutuhan zat pembangun

Secara fisiologis, balita sedang dalam masa pertumbuhan sehingga kebutuhanya relatif lebih besar
daripada orang dewasa. Namun jika dibandingkan dengan bayi yang usianya kurang dari satu tahun,
kebutuhanya relatif lebih kecil.

c) Kebutuhan zat pengatur

Kebutuhan air bayi dan balita dalam sehari berfluktuasi seiring dengan bertambanhya usia.

Makanan balita seharusnya berpedoman pada gizi yang seimbang serta harus memenuhi standar
kecukupan gizi balita. Gizi seimbang merupakan keadaan yang menjamin tubuh memperoleh makanan
yang cukup dan mengandung semua zat gizi dalam jumlah yang dibutuhkan. Dengan gizi seimbang maka
pertumbuhan dan perkembangan balita akan optimal dan daya tahan tubuhnya akan baik sehingga tidak
mudah sakit. (Febry, 2013)

5. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Gizi Kurang Pada Balita


Terdapat dua faktor utama yang berpengaruh yaitu:

a) Faktor Eksternal

Faktor eksternal yang mempengaruhi antara lain :

1) Ketersediaan pangan ditingkat keluarga

Status gizi dipengaruhi oleh ketersediaan pangan ditingkat keluarga, hal ini sangat tergantung dari cukup
tidaknya pangan yang dikonsumsi oleh setiap anggota keluarga untuk mencapai gizi baik dan hidup
sehat. Jika tidak cukup bisa dipastikan konsumsi setiap anggota keluarga tidak terpenuhi. Padahal
makanan untuk anak harus mengandung kualitas dan kuantitas cukup untuk menghasilkan kesehatan
yang baik.

2) Pola asuh keluarga

Yaitu pola pendidikan yang diberikan pada anak-anaknya. Setiap anak membutuhkan cinta, perhatian,
kasih sayang yang akan berdampak terhadap perkembangan fisik, mental dan emosional. Pola asuh
terhadap anak berpengaruh terhadap timbulnya masalah gizi. Perhatian cukup dan pola asuh yang tepat
akan memberi pengaruh yang besar dalam memperbaiki status gizi. Anak yang mendapatkan perhatian
lebih, baik secara fisik maupun emosional misalnya selalu mendapat senyuman, mendapat respon ketika
berceloteh, mendapatkan ASI dan makanan yang seimbang maka keadaan gizinya lebih baik
dibandingkan dengan teman sebayanya yang kurang mendapatkan perhatian orang tuanya.

3) Kesehatan lingkungan

Masalah gizi timbul tidak hanya karena dipengaruhi oleh ketidak seimbangan asupan makanan, tetapi
juga dipengaruhi oleh penyakit infeksi. Masalah kesehatan lingkungan merupakan determinan penting
dalam bidang kesehatan. Kesehatan lingkungan yang baik seperti penyediaan air bersih dan perilaku
hidup bersih dan sehat akan mengurangi resiko kejadian penyakit infeksi. Sebaliknya,lingkungan yang
buruk seperti air minum tidak bersih, tidak ada saluran penampungan air limbah, tidak menggunakan
kloset yang baik dapat menyebabkan penyebaran penyakit. Infeksi dapat20 menyebabkan kurangnya
nafsu makan sehingga menyebabkan asupan makanan menjadi rendah dan akhirnya menyebabkan
kurang gizi

4) Pelayanan kesehatan dasar

Pemantauan pertumbuhan yang diikuti dengan tindak lanjut berupa konseling, terutama oleh petugas
kesehatan berpengaruh pada pertumbuhan anak. Pemanfaatan fasilitas kesehatan seperti penimbangan
balita, pemberian suplemen kapsul vitamin A, penanganan diare dengan oralit serta imunisasi.

5) Budaya keluarga

Budaya berperan dalam status gizi masyarakat karena ada beberapa kepercayaan seperti tabu
mengonsumsi makanan tertentu oleh kelompok umur tertentu yang sebenarnya makanan tersebut
justru bergizi dan dibutuhkan oleh kelompok umur tertentu. Unsur-unsur budaya mampu menciptakan
suatu kebiasaan makan masyarakat yang kadang-kadang bertentangan dengan prinsip-prinsip ilmu gizi.
Misalnya, terdapat budaya yang memprioritaskan anggota keluarga tertentu untuk mengonsumsi
hidangan keluarga yang telah disiapkan yaitu umumnya kepala keluarga. Apabila keadaan tersebut
berlangsung lama dapat berakibat timbulnya masalah gizi kurang terutama pada golongan rawan gizi
seperti ibu hamil, ibu menyusui , bayi dan anak balita.

6) Sosial ekonomi

Banyaknya anak balita yang kurang gizi dan gizi buruk di sejumlah wilayah di tanah air disebabkan
ketidaktahuan orang tua akan pentingnya gizi seimbang bagi anak balita yang pada umumnya
disebabkan pendidikan orang tua yang rendah serta faktor kemiskinan. Kurangnya asupan gizi bisa
disebabkan oleh terbatasnya jumlah makanan yang dikonsumsi atau makanannya tidak memenuhi
unsur gizi yang dibutuhkan karena alasan sosial ekonomi yaitu kemiskinan. Faktor karakteristik keluarga
yang menjadi pertimbangan dan dapat mempengaruhi hasil adalah pendapatan keluarga dan tingkat
pendidikan ibu. (Rahardjo, 2012)

7) Pendidikan

Tingkat pendidikan berhubungan dengan status gizi karena dengan meningkatnya pendidikan
kemungkinan akan meningkatkan pendapatan sehingga dapat meningkatkan daya beli makanan
(Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat, 2009)

8) Geografi dan Iklim

Geografi dan iklim berhubungan dengan jenis tumbuhan yang dapat hidup sehingga berhubungan
dengan produksi makanan (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat, 2009).

b) Faktor Internal

Faktor Internal yang mempengaruhi antara lain :

1) Usia

Usia akan menpengaruhi kemampuan atau pengalaman yang dimiliki orang tua dalam pemberian nutrisi
anak balita.

2) Kondisi Fisik

Mereka yang sakit, yang sedang dalam penyembuhan dan yang lanjut usia, semuanya memerlukan
pangan khusus karena status kesehatan mereka yang buruk. Bayi dan anak-anak yang kesehatannya
buruk, adalah sangat rawan, karena pada periode hidup ini kebutuhan zat gizi digunakan untuk
pertumbuhan cepat.

3) Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan kurangnya nafsu makan sehingga menyebabkan asupan makanan
menjadi rendah yang akhirnya menyebabkan kurang gizi (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat,
2009).

Mekanisme patologisnya dapat bermacam-macam, baik secara sendiri-sendiri maupun bersamaan,


yaitu:

a. Penurunan asupan zat gizi akibat kurangnya nafsu makan, menurunya absorbsi, dan kebiasaan
mengurangi makan pada pada saat sakit.

b. Peningkatan kehilangan cairan /zat gizi akibat penyakit diare, mual/muntah dan perdarahan yang
terus menerus.

c. Meningkatnya kebutuhan, baik dari peningkatan kebutuhan akibat sakit (human host) dan parasit
yang terdapat dalam tubuh. (Supariasa, 2012)

6. Penyebab Gizi Kurang

Pada umumnya kekurangan gizi sering diidentikkan dengan konsumsi makanan yang tidak
mencukupi kebutuhan atau anak sulit untuk makan. Sebenarnya, ada berbagai penyebab yang
menjadikan seorang anak dapat mengalami kekurangan gizi. Berikut ini penyebab kekurangan gizi yang
biasa terjadi. (Widodo, 2009)

a. Konsumsi makanan yang tidak mencukupi

b. Peningkatan penngeluaran gizi dari dalam tubuh

c. Kebutuhan gizi yang meningkat pada kondisi tertentu

d. Penyerapan makanan dalam sistim pencernaan yang mengalami gangguan

e. Gangguan penggunaan gizi setelah diserap

7. Gangguan Akibat Gizi Kurang

Gangguan akibat kekurangan gizi bergantung pada zat gizi yang mengalami kekurangan, tetapi secara
umum gangguan tersebut meliputi hal berikut :

a) Badan lemah, kurang energi untuk melakukan aktivitas.

b) Penurunan ketahanan tubuh terhadap serangan penyakit infeksi, misalnya menjadi mudah
terserang flu, diare dan borok kulit. Pada penderita penyakit infeksi tertentu, penyakit tersebut menjadi
tidak sembuh atau bahkan bertambah parah.
c) Pertumbuhan badan terhambat, terutama pada anak-anak tampak pada pertambahan berat badan,
otot lembek, dan rambut mudah rontok.

d) Kemampuan berpikir dan perkembangan mental terhambat sehingga seseorang tampak bodoh dan
mental yang kurang wajar, seperti mudah panik, tidak peduli, gampang tersinggung, mudah marah, dan
cepat putus asa. (Widodo, 2009)

8. Faktor Tidak Langsung yang Mendorong Terjadinya Gangguan Gizi Balita :

a. Ketidaktahuan akan hubungan makanan dan kesehatan

Keadaan ini menunjukkan bahwa ketidaktahuan akan faedah makanan bagi kesehatan tubuh
mempunyai sebab buruknya mutu gizi makanan keluarga, khususnya makanan anak balita.

b. Prasangka buruk terhadap bahan makanan tertentu

Banyak bahan makanan yang sesungguhnya bernilai gizi tinggi tetapi tidak digunakan atau hanya
digunakan secara terbatas akibat adanya prasangka yang tidak baik terhadap bahan makanan itu. Jenis
sayuran seperti genjer, daun turi bahkan daun ubi kayu yang kaya akan zat besi, vitamin A dan protein di
beberapa daerah masih dianggap sebagai makanan yang dapat menurunkan harkat keluarga.

c. Adanya kebiasaan atau pantangan yang merugikan

Kadang-kadang kepercayaan orang akan sesuatu makanan anak kecil membuat anak sulit mendapat
cukup protein. Beberapa orang tua beranggap ikan, telur, ayam dan jenis makanan protein lainya
memberi pengaruh buruk untuk anak kecil. Anak yang terkena diare malah di puasakan (tidak diberi
makanan). Cara pengobatan ini seperti ini akan memperburuk gizi anak.

d. Kesukaan yang berlebihan terhadap jenis makanan tertentu

Kesukaan yang berlebihan terhadap suatu jenis makanan tertentu atau disebut sebagai faddisme
makanan akan mengakibatkan tubu tidak memperoleh semua zat gizi yang diperlukan.

e. Jarak kelahiran yang terlalu rapat

Banyak hasil penelitian yang membuktikan bahwa banyak anak yang menderita gangguan gizi oleh
karena ibunya sedang hamil lagi atau adiknya yang baru telah lahir. Anak yang belum dipersiapkan
secara baik untuk menerima makanan pengganti ASI, dengan penghentian pemberian ASI akan lebih
cepat mendorong anak ke jurang malapetaka yang menderita gizi buruk. Karena alasan inilah dalam
usaha meningkatkan kesejahteraan gizi juga perlu dilakukan usaha untuk mengatur jarak kelahiran dan
kehamilan.

f. Sosial Ekonomi

Keterbatasan penghasilan keluarga turut menentukan mutu makanan yang disajikan. Tidak dapat
disangkal bahwa penghasilan keluarga akan turut menentukan hidangan yang disajikan untuk keluarga
sehari-hari, baik kualitas maupun jumlah makanan.

g. Penyakit infeksi

Infeksi dapat menyebabkan anak tidak merasa lapar dan tidak mau makan. Penyakit ini juga
menghabiskan sejumlah protein dan kalori yang seharusnya dipakai untuk pertumbuhan. Penyakit
umum yang memperburuk keadaan gizi adalah : diare, ISPA, tuberculosis, campak, dan cacingan.
(Marimbi, 2010)

9. Penanggulangan Masalah Gizi Kurang

Penanggulangan masalah gizi kurang perlu dilakukan secara terpadu antar departemen dan kelompok
profesi, melalui upaya-upaya peningkatan pengadaan pangan, penganekaragaman produksi dan
konsumsi pangan, peningkatan status sosial ekonomi, pendidikan dan kesehatan masyarakat, serta
peningkatan teknologi hasil pertanian dan teknologi hasil pangan. Semua upaya ini bertujuan untuk
memperoleh perbaikan pola konsumsi pangan masyarakat yang beraneka ragam dan seimbang dalam
mutu gizi. (Almatsier, 2009)

Upaya penanggulangan masalah gizi kurang antara lain :

a) Upaya pemenuhan persediaan pangan nasional

b) Peningkatan usaha perbaikan gizi keluarga

c) Peningkatan upaya pelayanan gizi terpadu dan sistem rujukan

d) Peningkatan upaya keamanan panganan dan gizi

e) Peningkatan komuikasi, informasi dan edukasi dibidang pangan dan gizi masyarakat

f) Peningkatan teknologi pangan untuk mengembangkan berbagai produk pangan yang bermutu

g) Pemberian makanan tambahan (PMT)


h) Peningkatan kesehatan lingkungan

10. Akibat Gizi Tidak Seimbang

a. Kekurangan Energi dan Protein

Berikut ini sebab-sebab kurangya asupan energi dan protein adalah :

a) Makanan yang tersedia kurang mengandung energi

b) Nafsu makan anak terganggu sehingga tidak mau makan

c) Gangguan dalam saluran pencernaan sehingga penyerapan sari makanan dalam usus terganggu

d) Kebutuhan yang meningkat, misalnya penyakit infeksi yang tidak diimbangi dengan asupan yang
memadai. (Proverawati, 2009)

e) Berdasarkan penampilan yang ditunjukkan, KEP akut derajat berat dapat dibedakan menjadi 3
bentuk :

1) Marasmus

Pada kasus marasmus, anak terlihat kurus kering sehingga wajahnya seperti orang tua. Bentuk ini di
karenakan kekurangan energi yang dominan

a. Tanda-tanda :

1. Muka

Muka seorang penderita marasmus menunjukkan wajah pucat seperti orang tua. Anak terlihat sangat
kurus karena hilangnya sebagian lemak dan otot-ototnya.

2. Kulit

Kulit keriput, kering, tipis, tidak lentur, dingin dan mengendor disebabkan kehilangan banyak lemak
dibawah kulit serta otot-ototnya.

3. Kelainan pada rambut kepala

Walaupun tidak seperti pada penderita kwarshiorkor rambut berubah warna kemerahan, marasmus
adakalanya tampak rambut kering, tipis dan mudah dicabut tanpa menyisakan rasa sakit.

4. Perubahan mental

Anak menangis, rewel dan lesu, setelah mendapat makan oleh sebab masih merasa lapar. Kesadaran
yang menurun terdapat pada penderita marasmus yang berat.
5. Lemak dibawah kulit

Lemak subkutan menghilang hingga turgor kulit mengurang.

6. Otot-otot

Otot-otot atrofis, hingga tulang-tulang terlihat lebih jelas

7. Abdomen

Perut dapat kembung dan datar. Dinding perut menegang, sementara kelenjar limfe mudah sekali
diraba.

8. Tanda-tanda vital

Detak jantung, tekanan darah dan suhu tubuh rendah, namun takikardi sering terjadi.

9. Berat badan

Berat badan penderita marasmus biasanya hanya sekitar 60% dari berat badan yang seharusnya.

10. Penyulit

Penyulit yang paling lazim terjadi adalah gastroentestinal akut, dehidrasi, infeksi saluran nafas, diare dan
kerusakan mata akibat kekurangan vitamin A. (Arisman, 2007)

b. Penyebab :

1. Masukan makanan yang kurang

Marasmus terjadi akibat masukan kalori yang sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan
yang dianjurkan, akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak misalnya pemakaian secara luas susu
kaleng yang terlalu encer.

2. Infeksi

Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi enteral misalnya infantil
gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephritis dan sifilis kongenital.

3. Kelainan struktur bawaan

Misalnya penyakit jantung bawaan, penyakit hirschprung, deformitas palatum, palatoschizis,


micrognathia, stenosispilorus, hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pancreas.

4. Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus

Pada keadaan-keadaan tersebut pemberian ASI kurang akibat reflek mengisap yang kurang kuat.

5. Pemberian ASI
Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang cukup.

6. Gangguan metabolic

Misalnya renal asidosis, idiopathic hypercalcemia, galactosemia, lactose intolerance.

7. Penyapihan

Penyapihan yang terlalu dini disertai dengan pemberian makanan yang kurang akan menimbulkan
marasmus.

2) Kwashiorkor

Anak terlihat gemuk semu akibat oedema, yaitu penumpukan cairan di sela-sela sel dalam jaringan.
Walaupun terlihat gemuk, tetapi otot-otot tubunya mengalami pengurusan (Wasting). Wasting yaitu
berat badan anak tidak sebanding dengan tinggi badanya.

a. Tanda-tanda :

1. Muka

Penderita tampak bulat dan pucat, ekpresi wajah tampak seperti susah dan sedih, pandangan mata
sayu.

2. Kelainan pada kulit tubuh

Kulit kering dengan menunjukkan garis-garis kulit yang mendalam dan lebar, terjadi persisikan dan
hiperpigmentasi. Terdapat kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna
menjadi coklat kehitaman lalu terkelupas (crazy pavement dermatosis)

3. Kelainan pada rambut kepala

Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut tanpa rasa sakit dan mudah
rontok.

4. Perubahan mental

Terjadi perubahan mental menjadi apatis dan rewel

5. Lemak bawah kulit

Lemak bawah kulit masih cukup baik namun jaringan otot tampak mengecil

6. Otot-otot

Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk. Tonus dan kekuatan
otot sangat berkurang.

7. Abdomen
Perut tampak menonjol karena penegangan lambung dan usus terpuntir. Perut anak membuncit karena
pembesaran hati.

8. Tanda-tanda vital

Takikardi jarang terjadi, sementara hipotermi dan hipoglikemi dapat terjadi.

9. Berat badan

Kekurangan berat badan setelah dikurangi cairan edema biasanya tidak separah marasmus.

10. Penyulit

Penyulit yang biasanya terjadi sama dengan marasmus kecuali diare, infeksi saluran nafas dan kulit yang
berlangsung lebih parah. (Arisman, 2007)

b. Penyebab :

1. Pola makan

Kurangnya pengetahuan ibu mengenai keseimbangan nutrisi anak berperan penting terhadap terjadi
kwashiorkhor, terutama pada masa peralihan ASI ke makanan pengganti ASI.

2. Faktor sosial

Hidup di negara dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, keadaan sosial dan politik tidak stabil,
ataupun adanya pantangan untuk menggunakan makanan tertentu dan sudah berlangsung turun-turun
dapat menjadi hal yang menyebabkan terjadinya kwashiorkor.

3. Faktor ekonomi

Kemiskinan keluarga atau penghasilan yang rendah yang tidak dapat memenuhi kebutuhan berakibat
pada keseimbangan nutrisi anak tidak terpenuhi, saat dimana ibunya pun tidak dapat mencukupi
kebutuhan proteinnya.

4. Faktor infeksi dan penyakit lain

Telah lama diketahui bahwa adanya interaksi sinergis antara KEP dan infeksi. Infeksi derajat apapun
dapat memperburuk keadaan gizi. Dan sebaliknya KEP, walaupun dalam derajat ringan akan
menurunkan imunitas tubuh terhadap infeksi.

3) Marasmik-kwashiorkor

Bentuk ini merupakan kombinasi antara marasmus dan kwashiorkor yang disertai oleh edema.
Gambaran yang utama ialah kwashiorkor edema dengan atau tanpa lesi kulit, pengecilan otot, dan
pengurangan lemak bawah kulit seperti pada marasmus. Jika edema dapat hilang pada awal
pengobatan, penampakan penderita akan menyerupai marasmus. Gambaran marasmus dan
kwashiorkor muncul secara bersamaan dan didominasi oleh kekurangan protein yang parah. Kejadian ini
di karenakan kebutuhan energi dan protein yang meningkat tidak dapat terpenuhi dari asupanya.
(Marimbi, 2010)

b. Obesitas

Timbulnya obesitas dipengaruhi berbagai faktor, di antaranya faktor keturunan dan lingkungan. Tentu
saja, faktor utama adalah asupan energi yang tidak sesuai dengan penggunaan. Obesitas sering ditemui
pada anak-anak sebagai berikut :

a) Anak yang setiap menangis sejak bayi diberi susu botol

b) Bayi yang terlalu dini diperkenalkan dengan makanan padat

c) Anak dari ibu yang terlalu takut anaknya kekurangan gizi

d) Anak yang terlalu sering mendapat hadiah cookie atau gula-gula jika ia berbuat sesuai keinginan
orang tua

e) Anak yang malas untuk beraktivitas fisik (Marimbi, 2010)

Penyebab balita kurang nafsu makan adalah :

1) Faktor penyakit organis

2) Faktor gangguan psikologis

a) Anak akan kehilangan nafsu makan karena suatu hal seperti ASI yang diberikan terlalu sedikit
sehingga bayi menjadi frustasi dan menangis

b) Anak terlalu dipaksa untuk menghabiskan makanan dalam jumlah/takaran tertentu

c) Makanan yang disajikan membosankan atau tidak sesuai dengan yang diinginkan

d) Susu formula yang diberikan tidak disukai anak atau ukuran yang diberikan tidak sesuai sehingga
tidak dihabiskan

e) Suasana makan tidak menyenangkan

3) Faktor pengaturan makanan yang kurang baik

Macam Status Gizi

a. Klasifikasi Status Gizi

Tabel 2.1 Tabel Status Gizi yang disajikan dalam Z-Skor


INDEKS STATUS GIZI AMBANG BATAS *)

Berat badan menurut umur Gizi Lebih >+ 2 SD


(BB/U)
Gizi Baik ≥ -2 SD sampai +2 SD

Gizi kurang < -2 SD sampai ≥ -3 SD

Gizi Buruk < – 3 SD

Tinggi badan menurut umur Normal ≥ -2 SD


(TB/U)
Pendek (stunted) < -2 SD

Berat badan menurut tinggi Gemuk >+ 2 SD


badan (BB/TB)
Normal ≥ -2 SD sampai + 2 SD

Kurus (wasted) < -2 SD sampai ≥ -3 SD

Kurus sekali < – 3 SD

Sumber : (Proverawati, 2011)

b. Klasifikasi di atas berdasarkan parameter antropometri yang dibedakan atas:

1). Berat Badan / Umur

Status gizi diukur sesuai dengan berat badan terhadap umur dalambulan yang hasilnya kemudian
dikategorikan sesuai dengan tabel 2.1.

2). Tinggi Badan / Umur

Status gizi ini diukur sesuai dengan tinggi badan terhadap umur dalam bulan yang hasilnya kemudian
dikategorikan sesuai dengan tabel 2.1.

3). Berat Badan / Tinggi Badan

Status gizi ini diukur sesuai dengan berat badan terhadap tinggi badan yang hasilnya kemudian
dikategorikan sesuai dengan tabel 2.1.

4). Lingkar Lengan Atas / Umur

Lingkar lengan atas (LILA) hanya dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu gizi kurang dan gizi baik dengan
batasan indeks sebesar 1,5 cm/tahun.
5). Parameter Berat Badan / Tinggi Badan banyak digunakan karena memiliki kelebihan:

a) Tidak memerlukan data umur

b) Dapat membedakan proporsi badan ( gemuk, normal, kurus)

Penilaian Status Gizi

Status gizi pada masa balita perlu mendapatkan perhatian yang serius dari para orang tua, karena
kekurangan gizi pada masa ini akan menyebabkan kerusakan yang irreversibel (tidak dapat dipulihkan).
Ukuran tubuh yang pendek merupakan salah satu indikator kekurangan gizi yang berkepanjangan pada
balita. Kekurangan gizi yang lebih fatal akan berdampak pada perkembangan otak. Fase perkembangan
otak pesat pada usia 30 minggu – 18 bulan.

Status gizi balita dapat diketahui dengan cara mencocokkan umur anak (dalam bulan) dengan berat
badan standar dengan menggunakan pedoman WHO-NCHS, bila berat badanya kurang, maka status
gizinya kurang. (Marimbi, 2010)

Metode Pengukuran Status Gizi

Adalah suatu pengukuran terhadap aspek yang dapat menjadi indikator status gizi, kemudian
dibandingkan dengan standar baku yang ada. Sistem penilaian status gizi dibedakan menjadi 2 yaitu :

a. Pengukuran secara langsung

1) Antropometri

Antropometri adalah ukuran tubuh manusia. Sedangkan antropometri gizi adalah berhubungan dengan
berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dan tingkat umur dan tingkat
gizi. Secara umum antropometri digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan
energi.

Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan mengukur beberapa parameter.
Parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia, antara lain: umur, berat badan, tinggi badan,
lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul dan tebal lemak di bawah kulit.
(Proverawati, 2011). Di bawah ini akan diuraikan parameter tersebut.

a) Umur
Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan penentuan umur akan
menyebabkan interpretasi status gizi menjadi salah. Hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan
yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat.

b) Berat badan

Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling sering digunakan pada
bayi baru lahir (neonatus). Berat badan digunakan untuk mendiagnosa bayi normal atau BBLR. Pada
masa bayi-balita, berat badan dapat dipergunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun status
gizi, kecuali terdapat kelainan klinis seperti dehidrasi, asites, edema dan adanya tumor. Adanya tumor
dapat menurunkan jaringan lemak dan otot, khususnya terjadi pada orang kekurangan gizi. Berat badan
menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air dan mineral pada tulang.

c) Tinggi badan

Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang telah lalu dan keadaan
sekarang, jika umur tidak diketahui dengan tepat. Disamping itu tinggi badan merupakan ukuran kedua
yang penting, karena dengan menghubungkan berat badan terhadap tinggi badan, faktor umur dapat
dikesampingkan.

d) Lingkar Lengan Atas

Lingkar lengan atas (LILA) dewasa ini memang merupakan salah satu pilihan untuk penentuan status
gizi, karena mudah dilakukan dan tidak memerlukan alat-alat yang sulit diperoleh dengan harga yang
lebih murah. Akan tetapi ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian, terutama jika digunakan
sebagai pilihan tunggal untuk indeks status gizi.

1. Baku lingkar lengan atas yang sekarang digunakan belum mendapat pengujian yang memadai untuk
digunakan di Indonesia.

2. Kesalahan pengukuran pada LILA (pada berbagai tingkat keterampilanpengukur) relatif lebih besar
dibandingkan dengan tinggi badan, mengingat batas antara baku dengan gizi kurang, lebih sempit pada
LILA dari pada tinggi badan.

3. Lingkar lengan atas sensitif untuk suatu golongan tertentu (prasekolah) tetapi kurang sensitif pada
golongan lain terutama orang dewasa

e) Lingkar kepala
Lingkar kepala adalah standar prosedur dalam ilmu kedokteran anak secara praktis, yang biasanya
untuk memeriksa keadaan pathologi dari besarnya kepala atau peningkatan ukuran kepala. Lingkar
kepala terutama dihubungkan dengan ukuran otak dan tulang tengkorak. Ukuran otak meningkat secara
cepat selama tahun pertama, akan tetapi besar lingkar kepala tidak menggambarkan keadaan kesehatan
dan gizi. Bagaimanapun juga ukuran otak dan lapisan tulang kepala dan tengkorak dapat bervariasi
sesuai dengan keadaan gizi.

f) Lingkar dada

Biasanya dilakukan pada anak umur 2 sampai 3 tahun, karena rasio lingkar kepala dan lingkar dada
sama pada umur 6 bulan. Umur antara 6 bulan dan 5 tahun, rasio lingkar kepala dan dada adalah kurang
dari satu, hal ini dikarenakan akibat kegagalan perkembangan dan pertumbuhan, atau kelemahan otot
dan lemak pada dinding dada

g) Jaringan lunak

Otak, hati, jantung dan organ dalam lainnya merupakan organ yang cukup besar dari berat badan,
tetapi relative tidak berubah beratnya pada anak malnutrisi. Otot dan lemak merupakan jaringan lunak
yang sangat bervariasi pada penderita KEP. Antropometri jaringan dapat dilakukan pada kedua jaringan
tersebut dalam pengukuran status gizi di masyarakat.

2) Klinis

Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan
ketidakcukupan zat gizi.. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut, dan
mukosa oral atau pada organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Penggunaan
metode ini umumnya untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah
satu atau lebih zat gizi. Disamping itu digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan
melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda dan gejala atau riwayat penyakit. (Proverawati, 2009)

3) Biokimia

Adalah pemeriksaan spesimen yang di uji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam
jaringan tubuh. Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan
malnutrisi yang lebih parah lagi dan untuk menentukan kekurangan gizi yang lebih spesifik.
4) Biofisik

Adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan
melihat perubahan struktur dari jaringan. Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti
kejadian buta senja epidemik. Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap.

b. Pengukuran secara tidak langsung

1) Survey Konsumsi

Adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi
yang dikonsumsi. Survey ini dapat mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan zat gizi.

2) Statistik Vital

Adalah pengukuran dengan menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian
berdasarkan umur, angka kesakitan akibat penyebab tertentu dan data lain yang berhubungan dengan
gizi.

3) Faktor Ekologi

Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi, dan
sebagainya. Penggunaanya yaitu untuk mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai
dasar untuk melakukan program intervensi gizi. (Proverawati,2009)

DAFTAR PUSTAKA

1. A.Aziz Alimul, Hidayat,. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta :
Salemba Medika.

2. A.Aziz Alimul, Hidayat,. 2011. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa Data. Jakarta :
Salemba Medika.

3. Afriyanto, (2010) Keperawatan Keluarga dengan Kurang Gizi

4. Ali Zaidin,. 2010. Pengantar Keperawatan Keluarga. Jakarta : EGC.

5. Arisman, MB,. 2007. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta. EGC

6. Atikah Proverawati,. 2009. Buku Ajar Gizi Untuk Kebidanan. Yogyakarta : Nuha Medika.
7. Atikah Proverawati,. 2011. Ilmu Gizi untuk Keperawatan dan Gizi Kesehatan. Yogyakarta : Nuha
Medika.

8. Ayu Bulan Febry,. 2013. Ilmu Gizi untuk Praktisi Kesehatan., Yogyakarta : Graha Ilmu.

9. B. Sutomo,. 2010. Menu Sehat Alami untuk Batita dan Balita. Jakarta : Demedia.

10. Bambang Swasto Sunuharjo,. 2009. Kemiskinan dan Kebutuhan Pokok. Jakarta : Yayasan Ilmu Sosial.

11. Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat, (2009) Faktor – faktor yang Mempengaruhi Status Gizi
Balita http://.rajawana.com/artikel/kesehatan/334-2-faktor-faktor-yang-mempengaruhi-status-gizi-
balita. (Online) Diakses tgl 22 - 03 – 2013.

12. Depkes R.I (2007) Faktor - faktor yang Mempengarui Status Gizi, Jakarta : Departemen Kesehatan.

13. Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi (2012), Upah Minimum Regional. Jombang.
Disnakertrans.

14. Hanum Marimbi,. 2010. Tumbuh Kembang, Status Gizi, dan Imunisasi Dasar Pada Balita., Yogyakarta
: Nuha Medika. http://www.dokteranak.net/arsip/keperawatan-keluarga-dengan-kurang-gizi. (Online)
Diakses tgl 13-05-2013.

15. Indah Nugraheni,. 2007. Siklus Akuntasi. Yogyakarta : Kanisius, edisi 6.

16. Kukuh Rahardjo,. 2012. Asuhan Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Prasekolah. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar.

17. Mitayani,. 2010. Buku Saku Ilmu Gizi. Jakarta : Tim.

18. Nursalam,. 2011. Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

19. Profil Data Kesehatan RI,.2011. Prevalensi Status Gizi Balita Berdasarkan Berat Badan per Umur
(BB/U). Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

20. Profil Dinas Kesehatan Jombang,. 2012. Status Gizi Balita Menurut Jenis Kelamin. Dinas Kesehatan
Jombang.

21. Profil Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur,. 2011. Status Gizi Masyarakat. Dinas Kesehatan Jawa
Timur.

22. Rahayu Widodo,. 2010. Pemberian Makanan, Suplemen dan Obat Pada Anak. Jakarta : EGC.

23. Soediyono Reksoprayitno,. 2009. Ekonomi Makro. Badan Penerbit Fakultas Ekonomi (BPFE) : UGM.

24. Soekidjo Notoatmodjo,. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

25. Sunita Almatsier,. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia.
26. Supariasa,. 2012. Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC.

27. Syafrudin,. 2009. Kebidanan Komunitas. Jakarta : EGC.

28. T. Gilarso,. 2008. Pengantar Ilmu Ekonomi Mikro. Yogyakarta : Kanisius, edisi 5.

29. Waryana,. 2010. Gizi Reproduksi. Yogyakarta : Pustaka Rihama.

Anda mungkin juga menyukai