Anda di halaman 1dari 11

TUGAS ILMU SOSIOANTROPOLOGI

PERTEMUAN KE EMPAT BELAS


NILAI SOSIAL PANGAN, MAKANAN, KEPERCAYAAN, ADAT DAN KEBIASAAN

Dosen:

Inamah.,SKM.,M.Kes

Disusun Oleh Kelompok 6:


Sunarti Wally NIM:P07131020061
Siti Mirja Bantan NIM:P07131020069
Siti julaiha NIM : P07131020060
Sartika Ernas NIM : P07131020058

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALUKU
JURUSAN GIZI
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat tuhan yang esa, karena atas

berkat rahmat dan karuniah-nya,kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan

baik tanpa ada halangan sedikitpun. Makalah ini kami beri judul “Nilai Sosial

Pangan,makanan kepercayaan adat dan kebiasaan”

Kami mengharapkan makalah ini dapat memberika manfaat yang

positif bagi para pembaca, baik dalam ilmu pengetahuan ataupun dalam

kehidupan sosial masyarakat.kami menyadari, bahwa makalah ini masih jauh

dari kesempurnaan,dan masih membutuhkan pengembangan lebih lanjut. Oleh

karena itu saran dan kritik sangat kami harapkan guna menambah wawasan dan

agar nantinya kami dapat membuat makalah yang lebih baik.

Pada akhirnya kami dapat berharap agar makalah ini dapat berguna

bagi pembaca.

Ambon, 23 februari 2021

penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................
A. LATAR BELAKANG ........................................................................................... 1
B. RUMUSAN MASALAH ....................................................................................... 1
C. TUJUAN ................................................................................................................ 1
a. Tujuan umum ................................................................................................... 1
b. Tujuan khusus .................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 2
A. Nilai Sosial Pangan dan Makanan ......................................................................... 2
B. Nilai Sosial Kepercayaan,Adat, dan Kebiasaan ..................................................... 5
BAB III PENUTUP .......................................................................................................... 7
A. KESIMPULAN ..................................................................................................... 7
B. SARAN ................................................................................................................. 7
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 8
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hubungan erat antara makanan dengan kesehatan manusia telah lama diakui.
Sejak tahun 1970 para pembuat kebijakan pembangunan di dunia menyadar bahwa
arti makanan lebih luar dari sekedar untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan
saja. Kecukupan gizi dan pangan merupakan salah satu factor terpenting dalam
mengembangkan kualitas sumberdaya manusia, yang merupakan factor kunci dalam
keberhasilan pembangunan suatu bangsa. Dalam hal ini ternyata gizi sangat
berpengaruh terhadap kecerdasan dan produktifitas kerja manusia. Agar perencanaan
upaya peningkatan status gizi penduduk dapat dilakukan dengan baik, semua aspek
yang berpengaruh perlu dipelajarii, termasuk aspek pola pangan, sosio-budaya, dan
pengaruh konsumsi makanan terhadap status gizi.
Aspek social budaya pangan adalah funsi pangan dalam masyarakat yang
berkembang sesuai dengan keadaan lingkungan, agama, adat, kebiasaan, dan
pendidikan masyarakat tersebut. Konsumsi makanan adalah makanan yang dimakan
seseorang.
B. RUMUSAN MASALAH
 Apa yang dimaksud dengan nilai sosial pangan dan makanan?
 Apa yang dimaksud dengan nilai sosial kepercayaan,adat, dan kebiasaan?
C. TUJUAN
a. Tujuan umum
Setelah membaca makalah ini, diharapkan pembaca mengetahui dan
memahami nilai-nilai sosial pangan, makanan, kepercayaan,adat, dan
kebiasaan.
b. Tujuan Khusus
 Untuk dapat mengetahui tentang konsep nilai sosial pangan dan makanan.
 Untuk dapat mengetahui tentang konsep nilai sosiall kepercayaan, adat dan
kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari.
D. MANFAAT
Manfaat yang dapat diperoleh dari penyusunan makalah ini adalah menambah
pengetahuan bagi penulis tentang nilai sosial pangan,makanan, kepercayaan,adat dan
kebiasaan, serta juga dapat bermanfaat bagi para pembaca makalah agar mengetahui
pentingnya konsep nilai-nilai sosial dalam kehidupan sehari-h
BAB II

PEMBAHASAN
A. Nilai Sosial Pangan dan Makanan
a. Sosial Pangan dan Makanan
Berbagai sistim budaya memberikan peranan dan nilai yang berbedabeda terhadap
makanan, misalnya bahan-bahan makanan tertentu oleh suatu budaya masyarakat dapat
dianggap tabu atau bersifat pantangan untuk dikonsumsi karena alasan sakral tertentu atau
sistim budaya yang terkait di dalamnya. Disamping itu ada jenis makanan tertentu yang di
nilai dari segi ekonomi maupun sosial sangat tinggi eksistensinya tetapi karena mempunyai
peranan yang penting dalam hidangan makanan pada sesuatu perayaan yang berkaitan dengan
kepercayaan masyarakat tertentu maka hidangan makanan itu tidak diperbolehkan untuk
dikonsumsinya bagi golongan masyarakat tersebut.
nilai sosial pangan dan makanan yang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor budaya
diantaranya:
1. Faktor-Faktor Sosial Rumah Tangga
Kebutuhan makan bukanlah satu-satunya dorongan untuk mengatasi rasa lapar, di
samping itu ada kebutuhan fisiologis, seperti pemenuhan gizi ikut mempengaruhi. Setiap
strata atau kelompok sosial masyarakat mempunyai pola tersendiri dalam memperoleh,
menggunakan, dan menilai makanan yang merupakan ciri dari strata atau kelompok sosial
masingmasing (Suhardjo, 1989).
Hal ini sesuai Hukum Bennet dengan adanya pembagian strata dalam masyarakat
berdasarkan ekonomi, yaitu semakin tinggi pendapatan menyebabkan semakin beragam
konsumsi jenis makanan pokok (Hardinsyah dan Suhardjo, 1987).
Lingkungan sosial memberikan gambaran jelas tentang perbedaan pola makan. Setiap
masyarakat atau suku mempunyai kebiasaan makan berbeda sesuai kebiasaan yang dianut.
Masyarakat mengkonsumsi bahan makanan tertentu yang mempunyai nilai social sesuai
dengan tingkat status sosial yang terdapat pada masyarakat tersebut. (Suhardjo, 1989).
2. Tingkat Pendidikan Rumah tangga
Soekirman (2000) mengemukakan bahwa pada bagan penyebab kekurangan gizi oleh
Unicef 1998 tercantum bahwa. meski secara tidak langsung namun tingkat pendidikan
merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kekurangan gizi. Dari sudut sosial ekonomi,
tingkat pendidikan ibu rumah tangga merupakan salah satu aspek yang dapat digunakan
untuk mengukur tingkat kesejahteraan suatu rumah tangga.
Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang untuk menyerap
informasi dan mengimplementasikan dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari, khususnya
dalam hal kesehatan dan gizi (Atmarita,2004).

3. Status Pekerjaan Orang Tua


Kesejahteraan rumah tangga tidak selalu bergantung pada penghasilan yang diperoleh,
tetapi juga ditentukan oleh siapa yang mencari nafkah dan mengontrol pengeluaran rumah
tangga. Ibu dibandingkan bapak ternyata cenderung mengalokasikan uang untuk belanja
makanan rumah tangganya. Meningkatnya penghasilan rumah tangga yang berasal dari ibu
bekerja akan memperbaiki konsumsi makanan seluruh anggota rumah tangga (Khomsan,
2004).

4. Tingkat Pendapatan Rumah Tangga


Berbagai upaya perbaikan gizi biasanya berorientasi pada tingkat pendapatan. Seiring
makin meningkatnya pendapatan, maka kecukupan akan makanan dapat terpenuhi. Dengan
demikian pendapatan merupakan faktor utama dalam menentukan kualitas dan kuantitas
bahan makanan. Besar kecilnya pendapatan rumah tangga tidak lepas dari jenis pekerjaan
ayah dan ibu serta tingkat pendidikannya (Soekirman, 1991).
Pada rumah tangga dengan pendapatan rendah, 60-80 % dari pendapatannya dibelanjakan
untuk makanan. Elastisitas pendapatan untuk makanan yang digambarkan dari persentase
perubahan kebutuhan akan makanan untuk tiap 1 % perubahan pendapatan, lebih besar pada
rumah tangga yang miskin dibandingkan pada rumah tangga kaya (Soekirman,1991).

5. Jumlah Anggota Rumah tangga


Pemantauan konsumsi gizi tingkat rumah tangga tahun 1995-1998 juga menyatakan
bahwa jumlah anggota rumah tangga yang semakin banyak, akan semakin mengalami
kecenderungan turunnya rata-rata asupan energi dan protein per kapita per hari yang
ditunjukkan dengan prevalensi tertinggi pada rumah tangga yang beranggotakan diatas enam
orang (Latief, dkk, 2000).

b. Fungsi Nilai sosial pangan dan makanan


Fungsi sosial makanan menurut (Almatsier, 2002), mengandung enam unsur
yaitu:
1. Berfungsi dalam perut besar (gastronomic function)
Sadar atau tidak, manusia makan sesuatu makanan, karena makanan itu
memenuhi kesenangannya. Ciri-ciri organoleptik yang dimiliki oleh suatu makanan
mempengaruhi seseorang untuk menerima/menolak makanan tertentu. Ciri-ciri
organoleptik makanan tersebut adalah:
 Rasa (taste)
 Bau (odour)
 Suhu
 Penampilan (appearance)
 Tekstur (keempukan)
 Struktur
Kesenangan seseorang akan makanan, berdasarkan kepada dasar-dasar psikologis dan
budaya, yang berbeda antara suku/golongan etnik dan bangsa:
 Orang-orang Eropa menyukai makan-makanan yang lunak (soft foods)
 Orang-orang Afrika bagian tropis menyukai makan-makanan yang dikunyah,
seperti daging.
 Di daerah pemakan beras di Asia, bentuk tertentu dari struktur granula beras,
untuk dikukus atau di rebus.

2. Makanan sebagai arti budaya


Makanan dapat memberikan identitas suatu kelompok individu, perorangan dan
masyarakat. Sebagai contoh:
 Individu atau kelompok individu yang beragama Hindu tidak makan
daging sapi.
 Suku bangsa Eskimo dinamakan oleh suku bangsa tetangganya (suku
ALGON QUIN INDIANS) karena masyarakat Eskimo dikenal sebagai
suku bangsa yang makan daging mentah.
 Individu atau kelompok individu yang beragama Islam tidak makan daging
babi.
3. Makanan sebagai fungsi religi dan magis
Banyak simbol-simbol keagamaan dan magis yang berkaitan dengan makanan. Di
Indonesia contoh-contoh mengenai hal ini banyak sekali, misalnya selamatan
menggunakan nasi kuning, nasi tumpeng, bubur merahputih, makanan-makanan
upacara keagamaan di berbagai daerah, dst. Dalam banyak masyarakat di Indonesia,
terdapat sikap-sikap orang terhadap makanan pokok, yang menempatkan makanan
pokok itu sendiri sebagai hal yang sakral (suci). Misalnya:
 Padi: sebagai lambang pemberian dari Dewi Sri (semboyan: ibarat padi,
makin berisi makin merunduk)
 Sagu: sebagai seorang wanita bernama “Agustina” tak boleh dipanen oleh
wanita, tetapi oleh laki-laki.
 Singkong: dapat ditanam dimana-mana, orang yang mengkonsumsi
singkong, udah dapat menyesuaikan diri dimana-mana
 Jagung; orang Madura memiliki ikatan keluarga (geinologis) yang sangat
kuat, sebagai cerminan bahan makanan pokok jagung yang
butiranbutirannya tersusun kuat dan rapi pada bonggolnya.
4. Fungsi komunikasi
Menyambut tamu di rumah atau dalam lingkungan masyarakat tertentu, makanan
memegang peranan penting sebagai symbol keramah-tamahan (hospitality):”say it with
foods”. Komunikasi non verbal yang dinyatakan dalam makanan-makanan tertentu dapat
ditemukan pada peristiwa-peristiwa khusus seperti:
 Dalam upacara perkawinan: “saling suap nasi” (lambang penyerahan diri
sepenuhnya satu sama lain)
 Kepada calon mertua: membawakan makanan yang disukai sang calon mertua,
supaya merelakan anaknya dipersunting.
 Makanan-makanan tertentu yang diberikan kepada orang-orang tertentu,
supaya lamarannya diterima, supaya tendernya diterima, supaya pangkatnya
dinaikkan.
 Makanan-makanan yang bersifat “nadzar”: yang dipersembahkan kepada
“sang penguasa alam” (karena lulus ujian, karena dapat pacar, karena dapat
undian, dsb).

5. Makanan sebagai simbol kekuasaan dan kekuatan


Dalam konteks keluarga, makanan digunakan sebagai simbol kekuasaan:
 Makanan suami/ayah “harus” diutamakan, karena ia pencari nafkah utama
 Makanan majikan dibedakan dengan makanan untuk pembantu

B. Nilai Sosial kepercayaan adat, dan kebiasaan


Makanan dalam pandangan sosial budaya, memiliki makna yang lebih luas dari
sekedar sumber nutrisi. Terkait dengan kepercayaan, status, prestise, kesetiakawanan dan
ketentraman. Makanan memiliki banyak peranan dalam kehidupan sehari-hari suatu
komunitas manusia. Makna ini selaras dengan nilai hidup, nilai karya, nilai ruang atau
waktu, nilai relasi dengan alam sekitar; dan nilai relasi dengan sesama.
Setelah mengetahui betapa kuatnya kepercayaan-kepercayaan suatu masyarakat
mengenai apa yang dianggap makanan dan apa yang dianggap bukan makanan, sehingga
terbukti sangat sukar untuk meyakinkan orang untuk menyesuaikan makanan tradisional
mereka demi kepentingan gizi yang baik. Karena pantangan agama, takhayul,
kepercayaan tentangkesehatan, dan suatu peristiwa yang kebetulan dalam sejarah ada
bahanbahan yang bergizi baik yang tidak boleh dimakan, mereka diklasifikasikan sebagai
“bukan makanan”. Dengan kata lain, makanan adalah suatu konsep budaya, suatu
pernyataan yang sesungguhnya mengatakan “zat ini sesuai bagi kebutuhan gizi kita.”
Dalam kebudayaan bukan hanya makanan saja yang dibatasi atau diatur, akan
tetapi konsep tentang makanan, kapan dimakannya, terdiri dari apa dan etiket makan. Di
antara masyarakat yang cukup makanan, kebudayaan mereka mendikte, kapan mereka
merasa lapar dan apa, serta berapa banyak mereka harus makan agar memuaskan rasa
lapar. Jadi dengan demikian, nafsu makan lapar adalah suatu gejala yang berhubungan
namun berbeda.
Nafsu makan, dan apa yang diperlukan untuk memuaskan adalah suatu konsep
budaya yang dapat sangat berbeda antara suatu kebudayaan dengan kebudayaan lainnya.
Sebaliknya, lapar menggambarkan suatu kekurangan gizi yang dasar dan merupakan
suatu konsep fisiologis. Makanan selain penting bagi kelangsungan hidup kita, juga
penting bagi pergaulan sosial, yang mempunyai simbolik antara lain sebagai berikut:

Makanan sebagai ungkapan ikatan sosial: Barangkali di setiap masyarakat,


menawarkan makanan (dan kadang-kadang minuman) adalah menawarkan kasih sayang,
perhatian, dan persahabatan. Menerima makanan yang ditawarkan adalah mengakui dan
menerima perasaan yang diungkapkan dan untuk membalasnya.

Makanan sebagai ungkapan dari kesetia-kawanan kelompok:Makanan sering dihargai


sebagai lambang-lambang identitas suatu bangsa atau nasional. Namun tidak semua
makanan mempunyai nilai lambang seperti ini. Makanan yang mempunyai dampak yang
besar adalah makanan yang berasal atau dianggap berasal dari kelompok itu sendiri dan
bkan yang biasanya dimakan di banyak negara yang berlainan atau juga dimakan oleh
banyak suku bangsa.

Simbolisme makanan dalam bahasa: Pada tingkatan yang berbeda, bahasa


mencerminkan hubungan-hubungan psikologis yang sangat dalam di antara makanan,
persepsi kepribadian, dan keadaan emosional.Dalam bahasa Inggris, yang pada ukuran
tertentu mungkin tidak tertandingi oleh bahasa lain, kata-kata sifat dasar yang biasa
digunakan untuk menggambarkan kualitas-kualitas makanan digunakan juga untuk
menggambarkan kualitas-kualitas manusia.

a. Makanan dalam konteks kultur nilai-nilai budaya


Makanan dalam konteks kultur nilai-nilai budaya meliputi:
 pilihan rasional terhadap jenis makanan
 cara memasak,kesukaan dan ketidaksukaan
 kearifan kolektif, kepercayaan
 pantangan-pantangan yang berkaitan dengan produksi
 persiapan dan konsumsi makanan.
\

Koentjaraningrat menyatakan sistem nilai budaya terdiri dari konsepsi-


konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat, mengenai
hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup. Karena itu, suatu sistem
nilai budaya biasanya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakukan manusia.
Sebagai bagian dari adat-istiadat dan wujud ideal dari kebudayaan. Sistem nilai-
budaya seolah-olah berada diluar dan di atas dari para individu yang menjadi warga
masyarakat yang bersangkutan.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berbagai sistim budaya memberikan peranan dan nilai yang berbedabeda terhadap
makanan, misalnya bahan-bahan makanan tertentu oleh suatu budaya masyarakat dapat
dianggap tabu atau bersifat pantangan untuk dikonsumsi karena alasan sakral tertentu atau
sistim budaya yang terkait di dalamnya. Disamping itu ada jenis makanan tertentu yang di
nilai dari segi ekonomi maupun sosial sangat tinggi eksistensinya tetapi karena mempunyai
peranan yang penting dalam hidangan makanan pada sesuatu perayaan yang berkaitan dengan
kepercayaan masyarakat tertentu maka hidangan makanan itu tidak diperbolehkan untuk
dikonsumsinya bagi golongan masyarakat tersebut.
nilai sosial pangan dan makanan yang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor budaya
diantaranya: Faktor-Faktor Sosial Rumah Tangga, Tingkat Pendidikan Rumah tangga,Status
Pekerjaan Orang Tua, Tingkat Pendapatan Rumah Tangga, dan Jumlah Anggota Rumah
tangga. Fungsi Nilai sosial pangan dan makanan yaiu: Berfungsi dalam perut besar
(gastronomic function), Makanan sebagai arti budaya, Makanan sebagai fungsi religi dan
magis, Fungsi komunikasi, Pernyataan status sosial, Makanan sebagai simbol kekuasaan dan
kekuatan.
Makanan dalam pandangan sosial budaya, memiliki makna yang lebih luas dari sekedar
sumber nutrisi. Terkait dengan kepercayaan, status, prestise, kesetiakawanan dan
ketentraman. Makanan memiliki banyak peranan dalam kehidupan sehari-hari suatu
komunitas manusia. Makna ini selaras dengan nilai hidup, nilai karya, nilai ruang atau waktu,
nilai relasi dengan alam sekitar; dan nilai relasi dengan sesama.
B. SARAN
Semoga dengan danya makalah ini bisa menambah wawasan kita tentang nilai
sosial pangan dan makanan dalam kehidupan sehari-hari

DAFTAR PUSTAKA
Dr.La Banudi.,SST.,M.kes dan Imanuddin.,SP.,M.Kes. 2017. Sosiologi dan Antropologi Gizi.
Kendari:Forum Ilmiah Kesehatan(Forikes.

Anda mungkin juga menyukai