Dosen:
Baharudin M.Subandi,SST.,M.Kes
Disusun Oleh :
Sunarti Wally NIM:P07131020061
2
4. jaman pengetahuan kesehatan masyarakat tahun 1950-sekarang.
Pengetahuan membuat diagnosis dan pengobatan masyarakat secara keseluruhan. Dasar
pengetahuan melalui antropologi sosisl, demografi epidemiologi dan sebagainya.
Sejarah lain penemu kemajuan bidang kedokteran yang membawa perkembangan pada
Patologi:
1. Antonie Van Leuwenhoek (penemu Mikroskop)
2. Redi (penemu macam-macam cacing yang dapat menyerang usus manusia.
3. Louis Pasteur (membuktikan teori degeneratio spontaniatidak betul),selain itu juga
penem penyakit anjing gila dan Vaksinnya, car pembuatan bir yang baik,cara peragian,
menemukan ulat sutera, meneukan cara melemahkan Virus,membuktikan bahwa udr
mengandung Mikroba,dll.
4. Lord Lister (Ahli bedah asal Inggris yang membuktikan bahwa luka infeksi mengandung
hama penyakit.
5. Robert Koch(Penemu penyakit TBC).
6. Loeffler (Penemu Basil difteria)
7. Prof.Eyckman (penemu penyakit Biri-biri
8. Ross (penumu penyakit malaria)
9. Widal (penemu Basil disentri)
10.Edward Jenner (penemu cara Vaksin cacar)
2. Pembagian patologi
Bidang patologi terdiri atas patologi anatomi dan patologi klinik. Perbedaannya patologi
anatomi membuat kajian dengan mengkaji organ sedangkan patologi klinik mengkaji tentang
perubahan fungsi tubuh yang dapat dideteksi melalui hasil laboratorium dan melalui cairan
tubuh. Patologi anatomi memiliki cabang ilmu, yaitu :
1. Histopatologi : menemukan dan mendiagnosa penyakit dari hasil pemeriksaan jaringan
2. Sitopatologi : menemukan dan mendiagnosis penyakit dari hasil pemeriksaan sel tubuh
yang dapat diambil
3. Hematologi : mempelajari kelainan seluler dan berbagi komponen pembekuan darah
3
4. Mikrobiologi : mempelajari penyakit infeksi dan organism yang bertanggung jawab
terhadap penyakit tersebut
5. Imunologi : mempelajari mekanismepertahanan yang spesifik dari tubuh manusia
6. Patologi kimiawi : mempelajari dan mendiagnosis suatu penyakit dari hasil pemeriksaan
perubahan kimiawi jaringan dan cairan
7. Genetik : mempelajari kelainan-kelainan kromosom dan gen
8. Toksikologi : mempelajari pengaruh racun yang diketahui atau yang dicurigai
9. Patologi Forensic : aplikasi patologi untuk tujuan yang legal
10.Patologi bedah :adalah daerah praktek terpenting dari patologi anatomi yang
memakan waktu
11.Patologi otopsi : digunakan untuk menentukan berbagai factor yang menyebabkan kematian
seseorang
3. Penyebab penyakit
Penyakit adalah suatu kondisi dimana terdapat keadaan tubuh yang abnormal yang
menyebebkan hilangnya kondisi normal yang sehat yang ditandai secara spesifik oleh gambaran
yang jelas.
4. Karakteristik penyakit
• Etiologi (sebab yang berhubungan dengan host dan agent)
• Patogenesis (mekanisme yang menghasilkan suatu tanda dan gejala klinis maupun patologis)
• Perubahan patologis dan klinis (mekanisme)
• Komplikasi atau cacat (efek daripada patognesis)
• Prognosis (perkiraan terhadap apa yang diketahui terhadap suatu perjalanan penyakit)
5. Adaptasi
4
Merupakan proses penyesuaian setiap individu terhaap lingkungan yang buruk. Kegagalan
melakukan adaptasi akan menyebabkan kematian. Kemampuan membentuk pertahanan tubuh
yang spesifik untuk mikroorganisme akan kebal terhadap infeksi.
5
B. PENGERTIAN KEP
1. Pengertian KEP
Istilah yang digunakan untuk menggambarkan keadaan yang diakibatkan kurangnya zat
gizi terutama defisiensi protein dan energi. Arisman dalam bukunya gizi dalam daur
kehidupan menyebutkan istilah lain dari KEP yaitu Kurang Kalori Protein (KKP). Serta di
jelaskan bahwa KEP atau KKP ini terjadi ketika kebutuhan tubuh akan kalori, protein atau
keduanya tidak tercukupi oleh diet. Pada umumnya Anak Balita merupakan kelompok umur
yang paling sering menderita akibat kekurangan gizi. Hal ini disebabkan anak Balita dalam
periode transisi dari makanan bayi ke makanan orang dewasa, sering kali tidak lagi begitu
diperhatikan dan pengurusannya sering diserahkan kepada orang lain, dan belum mampu
mengurus dirinya sendiri dengan baik terutama dalam hal makanan. Hal ini juga di
karenakan pada umur tersebut anak mengalami pertumbuhan yang pesat. Apabila konsumsi
makanan tidak seimbang dengan kebutuhan kalori maka akan terjadi defisiensi tersebut
(kurang kalori dan protein). Kedua bentuk defisiensi ini tidak jarang berjalan bersisian,
walaupun terkadang salah satunya lebih dominan. Misalnya kekurangan kalori atau energi
yang di sebut marasmus ataupun kwasiorkor karena defisiensi protein yang lebih dominan.
2. Tahap KEP
6
sumber penyakit meliputi: faktor gizi, kimia dari luar, kimia dari dalam, faali/fisiologi,
genetis, psikis, tenaga/kekuatan fisik dan biologis/ parasit.
Unsur lingkungan meliputi tiga faktor yaitu lingkungan fisik, lingkungan biologis, dan
lingkungan sosial, ekonomi, dan budaya. Secara umum, konsep timbulnya penyakit dapat
dibagi dalam tiga model yaitu model segi tiga epidemiologi, model jaring-jaring sebab
akibat dan model roda. Model segi tiga epidemiologi yaitu kualitas antara pejamu, sumber
penyakit, dan lingkungan. Menurut model ini, perubahan salah satu faktor akan merubah ke-
seimbangan antara ketiga unsur tersebut. Menurut model jaring-jaring sebab akibat, suatu
penyakit tidak tergantung pada satu sebab yang berdiri sendiri, melainkan sebagai akibat
dari serangkaian proses "sebab akibat".
lingkungan hidupnya. Proses riwayat alamiah terjadinya penyakit yang diterapkan pada masalah
gizi (gizi kurang) melalui berbagai tahap yaitu diawali dengan terjadinya mteraksi antara pejamu, sumber
penyakit dan lingkungan. Ketidakseimbangan antara ketiga faktor ini, misalnya terjadinya
ketidakcukupan zat gizi dalam tubuh maka, sim-panan zat gizi akan berkurang dan lama kelamaan
simpanan menjadi habis. Apabila keadaan ini dibiarkan maka akan terjadi perubahan faali dan metabolis,
dan akhirnya memasuki ambang klinis. Proses itu berlanjut sehingga menyebabkan orang sakit. Tingkat
kesakitannya dimulai dari sakit ringan sampai sakit tingkat berat. Dari kondisi ini akhirnya ada empat
kemungkinan yaitu mati, sakit kronis, cacat dan sembuh apabila ditanggulangi secara intensif.
Patogenesis penyakit gizi kurang melalui 5 tahapan yaitu: pertama, ketidakcukupan zat
gizi. Apabila ketidakcukupan zat gizi ini berlangsung lama maka persediaan cadangan
jaringan akan digunakan untuk memenuhi ketidakcukupan itu. Kedua, apabila ini
berlangsung lama, maka akan terjadi kemerosotan jaringan, yang ditandai dengan penurunan
berat badan. Ketiga, terjadi perubahan biokimia yang dapat dideteksi dengan pemeriksaan
laboratorium. Keempat, terjadi perubahan fungsi yang ditandai dengan tanda yang khas.
Kelima, terjadi perubahan anato-mi yang dapat dilihat dari munculnya tanda yang klasik.
Kurang energi protein dapat dikelompokan dalam 2 kelompok yaitu kelompok
primer dan sekunder, kelompok primer disebabkan karena ketiadaan pangan sehingga
asupan pangan ke dalam tubuh kurang. Sedangkan kategori sekunder disebabkan oleh
penyakit yang mengakibatkan kurangnya asupan, gangguan penyerapan dan untilitas
pangan serta peningkatan kebutuhan zat gizi.
7
8
1. Jenis KEP
Pada umumnya KEP terdiri dari tiga bentuk yaitu :
a) Marasmus
Marasmus merupakan defisiensi intake energi yang umumnya terjadi pada
anak-anak sebelum usia 18 bulan karena terlambat diberi makanan tambahan. Kata
marasmus berasal dari bahasa yunani yang artinya kurus kering. Marasmus terjadi
karena penyapihan mendadak, formula pengganti ASI yang terlalu encer dan tidak
higienis atau sering terkena infeksi terutama gastroenteritis. Marasmus berpengaruh
jangkla panjang terhadap mental dan fisik serta sulit diperbaiki. Marasmus disebabkan
karena kurang kalori yang berlebihan, sehingga membuat cadangan makanan yang
tersimpan dalam tubuh terpaksa dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan yang sangat
diperlukan untuk kelangsungan hidup. Penyakit kelaparan ini banyak terjadi pada
kondisi sosial ekonomi rendah di negara berkembang.
Patofisiologi
Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk
mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan
tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang
sangat penting untuk mempertahankan kehidupan; karbohidrat (glukosa) dapat dipakai
oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk
menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi
kekurangan. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan
menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan di ginjal.
Selama puasa jaringan lemak dipecah jadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Otot
dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau
kekurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan mempertahankan diri jangan
sampai memecah protein lagi setelah kira-kira kehilangan separuh dari tubuh.
Tanda-tanda yang sering dijumpai pada pada penderita marasmus yaitu :
Sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit bahkan sampai berat badan dibawah
waktu lahir.
9
Wajahnya seperti orang tua
Kulit keriput,
pantat kosong, paha kosong,
tangan kurus dan iga nampak jelas.
Gejala marasmus adalah seperti gejala kurang gizi pada umumnya (seperti
lemah lesu, apatis, cengeng, dan lain-lain), tetapi karena semua zat gizi dalam keadaan
kekurangan, maka anak tersebut menjadi kurus-kering. Jumlah anak balita gizi buruk di
Indonesia, menurut laporan UNICEF tahun 2006, menjadi 2,3 juta jiwa. Ini berarti naik
10
sekitar 500.000 jiwa dibandingkan dengan data tahun 2004/2005 sejumlah 1,8 juta jiwa
.
Penyakit penyerta
Penyakit penyerta yang sering dijumpai adalah enteritis, infestasi cacing,
tuberkolosis, dan defisiensi vitamin A. Karena itu pada pemeriksaan anak dengan
marasmus hendaknya diperhatikan kemungkinan adanya peyakit tersebut, yang akan
mempengaruhi tindakan pengobatan.
a) Kwarsiorkor
Kata “kwarshiorkor” berasal dari bahasa Ghana-Afrika yang berati “anak yang
kekurangan kasih sayang ibu”. Kwashiorkor adalah salah satu bentuk malnutrisi
protein berat yang disebabkan oleh intake protein yang inadekuat dengan intake
karbohidrat yang normal atau tinggi.
Agar tercapai keseimbangan nitrogen yang positif, bayi dan anak dalam masa
pertumbuhan memerlukan protein lebih banyak diandingkan dengan orang dewasa.
Keseimbangan nitrogen yang positif pada orang dewasa tidak diperlukan, karena
kebutuhan protein sudah terpenuhi bila keseimbangan tersebut dapat dipertahankan.
Pada anak bila keseimbangan nitrogen yang positif tidak terpenuhi, maka setelah
beberapa saat akan menderita malnutrisi protein yang mungkin berlanjut dengan
kwashiorkor. Meskipun sebab utama penyakit ini adalah defisiensi protein, tetapi
karena bahan makanan yang dimakan kurang mengandung nutrien lainnya ditambah
dengan konsumsi setempat yang berlainan, maka akan terdapat perbedaan gambaran
kwashiorkor di berbagai Negara. Umumnya defisiensi protein disertai pula oleh
defisiensi energi, sehingga pada seorang kasus terdapat gejala kwashiorkor maupun
marasmus.
Patofisiologi
Pada defisiensi protein murni tidak terjadi katabolisme jaringan yang sangat
berlebih, karena persediaan energi yang dipenuhi oleh jumlah kalori dalam dietnya.
Kelainan yang mencolok adalah gangguan metabolic dan perubahan sel yang
11
menyebabkan edema dan perlemakan hati. Karena kekurangan protein dalam diet, akan
terjadi kekuranganberbagai asam amino esensial dalam serum yang diperlukan untuk
sintesis dan metabolisme. Selama diet mengandung cukup karbohidrat, maka produksi
insulin akan meningkat dan sebahagian asam amino dalam serum ini akan
menyebabkan kurangnya produksi albumin oleh hepar, yang kemudian berakibat
timbulnya edema. Perlemakan hati terjadi karena gangguan pembentukan beta-
lipoprotein, sehingga transport lemak dari hati ke depot terganggu, dengan akiatnya
terjadinya penimbunan lemak dalam hati..
Epidemiologi
Kasus ini sering dijumpai di daerah miskin, persediaan makanan yang terbatas,
dan tingkat pendidikan yang rendah. Penyakit ini menjadi masalah di negara-negara
miskin dan berkembang di Afrika, Amerika Tengah, Amerika Selatan dan Asia Selatan.
Di negara maju sepeti Amerika Serikat kwashiorkor merupakan kasus yang langka.
Berdasarkan SUSENAS (2002), 26% balita di Indonesia menderita gizi kurang
dan 8% balita menderita gizi buruk (marasmus, kwashiorkor, marasmus-kuarsiorkor).
Tanda-tanda Tanda-tanda yang sering dijumpai pada pada penderita Kwashiorkor
yaitu :
Gagal untuk menambah berat badan
wajah membulat dan sembap
Rambut pirang, kusam, dan mudah dicabut
Pertumbuhan linear terhenti
Endema general (muka sembab, punggung kaki, dan perut yang
membuncit).
Diare yang tidak membaik
Dermatitis perubahan pigmen kulit
Perubahan warna rambut yang menjadi kemerahan dan mudah dicabut
Penurunan masa otot
Perubahan mentak seperti lathergia, iritabilitas dan apatis yang terjadi
Perlemakan hati, gangguan fungsi ginjal, dan anemia
12
Pada keadaan akhir (final stage) dapat menyebabkan shok berat, coma dan
13
berakhir dengan kematian.
b) Marasmik-kwarsiorkor
Gambaran dua jenis gambaran penyakit gizi yang sangat penting. Dimana ada
sejumlah anak yang menunjukkan keadaan mirip dengan marasmus yang di tandai
dengan adanya odema, menurunnya kadar protein (Albumin dalam darah), kulit
mengering dan kusam serta otot menjadi lemah. Adalah infeksi saluran nafas atas,
bronkopneumonia, koch pulmonum, nomaotitis, mediasukurativa, infeksi saluran
kemih, penyakit parasit dan diare. Tidak jarang penyakit penyerta ini menjadi penyebab
utama marasmik kwarsiorkor, misalnya diare menahun atau tuberkolosis. Oleh karena
itu penyakit penyerta itu harus diobati secara tunas
Menurut Dr. Magdalena, sampai 28 Mei 2005 jumlah gizi buruk dari
Kabupaten/Kota P. Lombok berjumlah 559 kasus termasuk 51 kasus yang dirawat di
RSU Mataram. Diantara kasus gizi buruk tersebut 8 anak diantaranya meninggal dunia.
Kasus gizi buruk tersebut masing-masing tersebar di Kota Mataram sebanyak 23 kasus
( 2 diantaranya meninggal), Kab. Lombok Barat 133 kasus ( 5 diantaranya meninggal
dunia), Kab. Lombok Tengah 25 kasus ( 1 diantaranya meninggal dunia) dan Kab.
14
Lombok Timur 178 kasus.
Dari kasus gizi buruk tersebut, tergolong gizi buruk dengan gejala klinis yaitu
Marasmus 16 kasus, Kwashiorkor 1 kasus dan Marasmus + Kwashiorkor 4 kasus.
Kalori BB/U(%)
(derajat KEP)
0 = Normal ≥ 90 %
1 = Ringan 89-75%
2 = Sedang 74-60%
3 = Berat < 60%
15
0 >95% >90%
1 95-90% 90-80%
2 89-85% 80-70%
3 85% <70%
16
BB/TB ≥ 2 SD Gemuk
-2 SD sampai +@SD Normal
<-2 SD sampai -3 SD Kurus
17
<- 3SD Sangat kurus
Menurut Dr. Arisman setidaknya ada 4 faktor yang melatarbelakangi KEP yaitu
1) Masalah sosial dan ekonomi
Kemiskinan merupakan salah satu determinan sosial ekonomi merupakan akar dari
ketiadaan pangan, ketidakmampuan mengakses fasilitas kesehatan, serta menimbulkan
kesalahan tenang kesalahan merawat bayi. Kesalahan mengerti tentang penggunaan
bahan pangan. Potensi penurunan dalam makan nasi serta diperparah tentang cara
menyapih anak. Serta distribusi pangan dalam keluarga terkesan masih timpang
2) Masalah biologi
Biologi menjadi latar belakang KEP antara lain malnutrisi ibu, baik sebelum atau
selama hamil, penyakit infeksi (diare, campak, dan infeksi saluran nafas yang kerap
menghilangkan nafsu makan kehilangan zat gizi dalam jumlah besar, percepatan
katabolisme), diet rendah energi atau protein, yang pada gilirannya akan menyebabkan
bayi berat lahir rendah (bblr). Bayi tersebut tidak akan mampu mengejar
ketertinngalannya. Baik kekurangan berat semasa dalam kandungan maupun
kekurangan
3) Masalah lingkungan
Tempat tinggal yang berjejal dan tidak bersih menyebabkan infeksi sering terjadi,
penyalahgunaan anak dan ketidakberdayaan kaum ibu, penelantaran lansia,
mengonsumsi bahan bukan pangan bencana alam, perang, gangguan serta hasil
distribusi pangan yang mengakibatkan bahan pangan rusak.
2. Perilaku pencegahan
Tindakan pencegahan terhadap marasmus dapat dilaksanakan dengan baik bila
penyebab diketahui. Usaha-usaha tersebut memerlukan sarana dan prasarana kesehatan
yang baik untuk pelayanan kesehatan dan penyuluhan gizi.
a. Pemberian air susu ibu (ASI) sampai umur 2 tahun merupakan sumber energi yang
paling baik untuk bayi.
b. Ditambah dengan pemberian makanan tambahan bergizi pada umur 6 tahun ke atas
18
c. Pencegahan penyakit infeksi, dengan meningkatkan kebersihan lingkungan dan
kebersihan perorangan
d. Pemberian imunisasi.
e. Mengikuti program keluarga berencana untuk mencegah kehamilan terlalu kerap.
f. Penyuluhan/pendidikan gizi tentang pemberian makanan yang adekuat
merupakan usaha pencegahan jangka panjang.
g. Pemantauan (surveillance) yang teratur pada anak balita di daerah yang endemis
kurang gizi, dengan cara penimbangan berat badan tiap bulan.
h. Pentingnya Deteksi Dan Intervensi Dini.
Mengingat penyebabnya sangat kompleks, pengelolaan gizi buruk memerlukan
kerjasama yang komprehensif dari semua pihak. Bukan hanya dari dokter maupun
tenaga medis, namun juga pihak orang tua, keluarga, pemuka masyarakat maupun
agama dan pemerintah. Langkah awal pengelolaan gizi buruk adalah mengatasi
kegawatan yang ditimbulkannya, dilanjutkan dengan “frekuen feeding” ( pemberian
makan yang sering, pemantauan akseptabilitas diet ( penerimaan tubuh terhadap diet
yang diberikan), pengelolaan infeksi dan pemberian stimulasi. Perlunya pemberian diet
seimbang, cukup kalori dan protein serta pentingnya edukasi pemberian makan yang
benar sesuai umur anak, Pada daerah endemis gizi buruk perlu distribusi makanan yang
memadai.
Posyandu dan puskesmas sebagai ujung tombak dalam melakukan skrining /
deteksi dini dan pelayanan pertama menjadi vital dalam pencegahan kasus gizi buruk
saat ini. Penggunaan kartu menuju sehat dan pemberian makanan tambahan di
posyandu perlu digalakkan lagi. Tindakan cepat pada balita yang 2x berturut-turut
tidak naik timbangan berat badan untuk segera mendapat akses pelayanan dan edukasi
lebih lanjut, dapat menjadi sarana deteksi dan intervensi yang efektif. Termasuk juga
peningkatan cakupan imunisasi untuk menghindari penyakit yang dapat dicegah, serta
propaganda kebersihan personal maupun lingkungan. Pemuka masyarakat maupun
agama akan sangat efektif jika mau membantu dalam pemberian edukasi pada
masyarakat, terutama dalam menanggulangi kebiasaan atau mitos-mitos yang salah
pada pemberian makan pada anak. Kasus gizi buruk mengajak semua komponen
bangsa untuk peduli, berrsama kita selamatkan generasi penerus ini untuk menjadi
19
Indonesia yang lebih baik.
Ruang lingkup Penanggulangan Balita Gizi buruk dari tingkat Kabupaten,
Puskesmas sampai tingkat Rumah Tangga.Dalam Best Practice diuraikan tentang
Prosedur Penjaringan Kasus Balita Gizi Buruk, Prosedur Pelayanan Balita GiziBuruk
Puskesmas, Prosedur Pelacakan Balita Gizi Buruk dengan cara Investigasi, Prosedur
Pelayanan Balita Gizi Buruk di Rumah Tangga, Prosedur Koordinasi Lintas Sektoral
dalam Upaya Penanggulangan Gizi Buruk.
4. Pendidikan
20
Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku hidup
sehat. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang atau
masyarakat untuk menyerap informasi dan mengimplementasikannya dalam perilaku
dan gaya hidup sehari-hari, khususnya dalam hal kesehatan dan gizi. Tingkat
pendidikan, khususnya tingkat pendidikan wanita mempengaruhi derajat kesehatan.
Angka melek huruf merupakan salah satu indikator penting yang juga akan membawa
pengaruh positif terhadap kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
21
DAFTAR PUSTAKA
22