Anda di halaman 1dari 35

1

PERUBAHAN PERILAKU KONSUMSI MAKANAN TRADISIONAL GORONTALO


DALAM TIGA GENERASI
(The Change of Gorontalo Traditional Food Consumption Behavior in Three Generations)
Arifasno Napu1, Hidayat Syarief2, Ikeu Tanziha3, Minarto4
1Dinas KesehatanProvinsiGorontalo, Jl. PangeranHidayat Kota Gorontalo
2&3Departemen GiziMasyarakat, FakultasEkologiManusia (FEMA), InstitutPertanian Bogor, Jl. Raya Darmaga, Bogor 16880
4. Dewan Pimpinan Pusat PERSAGI, Jl. Hang Jebat III Blok F-3 (Kampus Jurusan Gizi Jakarta), Jakarta

Abstrak
Latar Belakang. Perubahan perilaku dapat merupakan perbedaan yang terjadi pada masyarakat
menyangkut pengetahuan, sikap dan praktik dalam sistem sosial yang sama diantaranya
perubahan perilaku konsumsi makanan tradisional. Dalam mengantisipasinya, sejak tahun 2008 di
Gorontalo telah dilaksanakan kebijakan pelestarian dan pengembangannya melalui mata pelajaran
muatan lokal (mulok) ilmu gizi berbasis Makanan Tradisional Gorontalo (MTG). Tujuan. Untuk
mengetahui perubahan perilaku konsumsi MTG pada tiga generasi dan faktor-faktor yang
mempengaruhi perubahan tersebut perlu dilakukan penelitian. Metode. Penelitian ini adalah
deskriptif cross-sectional, metode survey dengan analisis t-tes dan Anova. Pelaksanaannya di
Provinsi Gorontalo (1 kota dan 5 kabupaten) dengan contoh siswa ditentukan secara stratified
random sampling. Ada 153 contoh siswa mulok, mempunyai ibu yang tinggal serumah dan
mempunyai nenek, serta suku Gorontalo dan ada 152 contoh tidak mulok dengan kriteria yang
sama, jadi totalnya ada 915 contoh. Hasil. Ditemukan perbedaan perilaku konsumsi MTG yang
siknifikan (P<0,05) antara siswa mulok dan tidak mulok. Contoh siswa mulok mempunyai perilaku
konsumsi MTG yang lebih tinggi dibandingkan dengan tidak mulok, artinya bahwa membelajarkan
mulok di sekolah berpengaruh pada perilaku konsumsi MTG siswa. Simpulan. Telah terjadi
perubahan perilaku konsumsi MTG pada tiga generasi dan ditemukan bahwa semakin muda usia
semakin rendah perilaku konsumsi MTG.
Kata Kunci: makanan tradisional, perilaku, perubahan, tiga generasi

Abstract
Background. Behavior change can be defined as the differences in society regarding
knowledge, attitude, and social system practices such as the change of traditional food
consumption. In order to anticipate this matter, since 2008 Gorontalo local government has
implemented a policy to preserve and develop the traditional food through a local content subject
(mulok) contained with nutrition science based on Gorontalo traditional food (GTF). Objective.The
research objective was to determine the change in consumption behavior of GTF on three
generations and the factors that influence those changes. Methods.This research was a
descriptive cross-sectional, survey method using t-test analysis and Anova. The research took
place in Gorontalo Province (1 city and 5 regencies) and the students as the samples were
2

determined using stratified random sampling. There were 153 students studying local content
subject, with criteria such as Gorontalo descendant, has a mother who stayed at home and has a
grandmotherand also 152 students not studying the subject with the same criteria. Therefore, there
were 915 total samples. Results.The significant change of consumption behavior has been
occurred (P<0,05) between each group sample. The students who took the subject have higher
consumption behavior than those who did not. It can be concluded that to teach the subject at
school will give the effect to the students on how they consume food. Conclutions. There has
been a change in consumption behavior on three generations and found that the younger the age
the lower they will be in consumption behavior of GTF.
Key Words: behavior, change, three generations, traditional food
3

Pendahuluan

Sejak dulu, saat ini dan bahkan pada masa yang akan datang sumberdaya manusia (SDM)
menjadi masalah pokok bangsa Indonesia1. Selanjutnya, bahwa salah satu faktor yang mendasar
dan menentukan kualitasnya yaitu faktor gizi masyarakat sebagai cerminan dari keadaan gizi
individu. Faktor gizi ini antara lain berkaitan dengan budaya suatu daerah.
Budaya merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam
rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar 2. Budaya ini telah
dilahirkan dari beragam suku (Heriawan 2010: bahwa hasil sensus BPS ada 1128 suku) dan
agama yang ada di Indonesia serta menjadi potensi kekayaan yang dimiliki bangsa. Potensi
tersebut antara lain adalah keragaman makanan tradisional.
Makanan tradisional merupakan makanan hasil ciptaan budaya masyarakat dari daerah
masing-masing3. Makanan tradisional berhubungan erat dengan budaya dan identitas penduduk di
mana tempat memproduksinya serta membawa nilai-nilai simbolik yang kuat4. Sementara Jordana
(2000) menyatakan bahwa agar produk makanan dikatakan tradisional maka harus terkait dengan
daerah, menjadi bagian dari tradisi daerah tersebut serta telah dilakukan dalam waktu yang lama 5.
Makanan yang dibuat dengan menggunakan resep khas hasil ciptaan masyarakat Gorontalo dan
sudah ada dari generasi sebelumnya6.
Perubahan adalah sesuatu yang terjadi setelah jangka waktu tertentu7; Lebih lanjut
dikatakannya bahwa konsep-konsep tentang perubahan mencakup tiga gagasan yaitu tentang
perbedaan, pada waktu yang berbeda, dan diantara keadaan sistem sosial yang sama. Perubahan
ini diantaranya adalah perubahan perilaku.
Perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh manusia, baik yang dapat diamati secara
langsung atau tidak langsung ataupun yang tidak dapat diamati secara langsung sebagai hasil
interaksi antara seseorang atau individu dengan lingkungannya8. Dari pengertian ini maka dapat
dikatakan bahwa perilaku merupakan hal yang sangat kompleks dan mempunyai wilayah
bentangan yang sangat luas. Menurut Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2010) bahwa ada 3
tingkat ranah perilaku yang meliputi pengetahuan (knowledge), sikap (attitude) dan praktik atau
tindakan (practice)9.
Penjelasan sebelumnya tentang perubahan dan tentang perilaku dapat disimpulkan bahwa
perubahan perilaku merupakan perbedaan yang terjadi pada masyarakat menyangkut
pengetahuan, sikap dan praktik dalam sistem sosial yang sama. Salah satu perubahan yang terjadi
dalam sistem sosial yang sama adalah perilaku konsumsi makanan tradisional.
Perubahan perilaku konsumsi makanan tradisional ini diduga karena adanya globalisasi,
(Mubah 2011: bahwa budaya lokal menghadapi ancaman serius di era globalisasi)10. Oleh karena
4

itu pentingnya memasyarakatkan makanan tradisional yang ada, sehingga suku-suku bangsa lain
di Indonesia dapat menyukainya dan diversitas boga di negara kita dapat dimanfaatkan dengan
cepat11. Hal penting lainnya adalah keberlanjutan ketersediaan pangan yang saat ini sedang
dihadapkan pada beberapa masalah dan tantangan diantaranya kapasitas produksi pangan yang
semakin terbatas akibat peningkatan jumlah penduduk dan aktivitas ekonominya12.
Beberapa studi yang ada menunjukkan bahwa perubahan perilaku konsumsi makanan
tradisional dapat ditandai dengan sudah mulai kurang dikenalnya makanan tradisional dan bahkan
ditinggalkan oleh generasi muda13,14,15, termasuk di Gorontalo6 (Survei penelitian pendahuluan
2011). Hal ini jika tidak segera diatasi dikhawatirkan akan punah dan tergantikan oleh makanan
lainnya yang belum tentu lebih baik dari makanan tradisional yang dikenal mempunyai nilai-nilai
luhur budaya daerah tersebut.
Menurut Achir (1995) bahwa dalam jangka panjang pendidikan mengenai makanan
tradisional harus merupakan bagian dari pendidikan formal di sekolah16. Oleh karena itu dalam
mengantisipasi kepunahan makanan tradisional, di Gorontalo sejak tahun 2008 telah dilaksanakan
kebijakan pelestarian dan pengembangan makanan tradisional melalui mata pelajaran muatan
lokal (mulok) yang sekarang bernama mata pelajaran ilmu gizi berbasis MTG di pendidikan dasar
(SD, SMP) dan pendidikan menengah (SMA/SMK) (DinKes Provinsi Gorontalo 2008). Wilayah
pembelajarannya mencakup seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Gorontalo dan merupakan
mata pelajaran “ilmu gizi berbasis makanan tradisional” yang pertama di Indonesia. Ini seiring
dengan pentingnya langkah-langkah pembangunan masa depan yang beradaptasi dengan pangan
dan gizi dalam konteks budaya/sejarah17.
Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka apakah terjadi perubahan
perilaku konsumsi MTG pada masyarakat Gorontalo dan apa faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap perubahan perilaku tersebut? Tujuan penelitian ini adalah mengetahui perubahan
pengetahuan, sikap dan praktik konsumsi MTG pada 3 generasi yaitu siswa SMP yang mendapat
mulok dan tidak mulok, ibu dari siswa dan nenek dari siswa serta menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi perubahan perilaku konsumsi MTG.

Metode Penelitian
Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif cross-sectional dengan metode survei untuk
memperoleh fakta-fakta perubahan perilaku konsumsi MTG, menguji hipotesis, mendapatkan
makna dan implikasi dari masalah yang ingin dipecahkan dengan instrumen dalam bentuk
kuesioner18. Penelitian ini sebagian didanai oleh Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo.
5

Populasi dan Contoh Penelitian


Populasi penelitian adalah siswa SMP kelas IX yang sedang bersekolah di Provinsi
Gorontalo, mempunyai ibu dan nenek yang merupakan suku Gorontalo serta serumah dengan
ibunya. Contoh siswa SMP ini mempunyai contoh ibu yang belum lanjut usia demikian juga
neneknya yang belum uzur sehingga memudahkan dalam berkomunikasi. Bukan siswa SMU,
karena berdasarkan hasil survei pendahuluan bahwa pengetahuan MTG siswa SMP dan SMU
menunjukkan angka persentase yang hampir sama. Juga bukan siswa SD, karena dianggap belum
dapat memberikan penjelasan yang lebih baik.
Ibu dan nenek yang diambil menjadi contoh, karena mereka inilah dalam hidupnya paling
banyak berkecimpung dengan proses persiapan, pemasakan dan penghidangan makanan dalam
keluarga. Kelas VII dan VIII tidak dijadikan contoh karena belum selesai menerima mata pelajaran
mulok ilmu gizi berbasis MTG. Penentuan contoh penelitian pada masing-masing kabupaten/kota
dilakukan dengan cara stratified random sampling karena populasi terdiri dari siswa yang
mendapat mata pelajaran mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok.
Secara purposive ditentukan contoh SMP yaitu 2 sekolah mulok dan 2 tidak mulok dengan
cara: pertama, informasi didapatkan dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan kabupaten/kota 2
sekolah mulok yang dijadikan contoh dengan kriteria sekolah tersebut melaksanakan mulok ilmu
gizi berbasis MTG pada kelas VII dan VIII; kedua, setelah itu ditentukan pula 2 sekolah tidak mulok
yang mempunyai kesamaan dengan sekolah mulok tersebut meliputi letak geografi, dan tingkat
akreditasi. Dengan demikian contoh sekolah berjumlah 24 SMP yang terdiri dari 12 sekolah mulok
dan 12 tidak mulok. Contoh sekolah mulok dan tidak mulok ini terdapat di 1 kota dan 5 kabupaten
di Provinsi Gorontalo, sehingga masing-masing kabupaten/kota terdapat 2 contoh sekolah mulok
dan 2 contoh tidak mulok.
Populasi siswa mulok dianggap homogen dan populasi siswa tidak mulok dianggap pula
homogen karena mempunyai latar belakang budaya yang sama ditandai oleh sebutan nama MTG
yang sama, bahasa yang sama, dan adat isitiadat yang sama. Pengambilan sampel menggunakan
rumus seperti di bawah ini19.

 Ni i wi
2 2

n=
N D   Nii
2 2

N: Populasi yang terdiri dari populasi mulok (N1) dan non mulok (N2)
n : contoh
δ : Ragam populasi
D= B2
4
B= Batas eror
6

Gambar 1 Skema penentuan jumlah contoh.

Terdapat 973 siswa yang memenuhi kriteria menjadi contoh yang terdiri dari 576 siswa
SMP mulok dan 397 siswa tidak mulok. Dari populasi contoh ini diambil sebanyak 312 contoh
sehingga setiap sekolah secara acak sederhana diwakili oleh 13 contoh. Ada 3 SMP yang
contohnya kurang dari 13 siswa yaitu: 1 contoh SMP mulok hanya mempunyai 10 orang siswa
yang memenuhi kriteria dan ada 2 contoh SMP yang tidak mulok masing-masing terdiri dari 12 dan
10 contoh. Contoh siswa pada kedua sekolah tidak mulok ini sesungguhnya telah ditetapkan 13
siswa. Pada saat pemeriksaan kesehatan, 4 orang contoh siswa dari kedua sekolah ini tidak
bersedia diperiksa, sehingga contoh tersebut tidak dapat dilibatkan lagi sebagai subyek penelitian.
Jadi total contoh yang diperoleh adalah 305 siswa yang terdiri dari 153 siswa dari contoh SMP
mulok dan 152 siswa dari contoh SMP tidak mulok. Lihat Tabel 1.

Tabel 1 Sebaran siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok yang memenuhi kriteria
dan menjadi contoh

Siswa
Mulok Tidak mulok Total
n % n % n %
Memenuhi kriteria
Laki-laki 216 37.50 165 41.56 381 39.16
Perempuan 360 62.50 232 58.44 592 60.84
Total 576 100.00 397 100.00 973 100.00
Menjadi contoh
Laki-laki 56 36.60 65 42.76 121 39.67
Perempuan 97 63.40 87 57.24 184 60.33
Total 153 100.00 152 100.00 305 100.00

Penentuan Enumerator
Pengumpulan data dilakukan oleh enumerator dan peneliti. Syarat enumerator adalah
sebagai ahli gizi (minimal lulusan D3 Gizi), belum ada keterikatan kerja dengan institusi manapun,
7

mendapat izin dari orang tua atau keluarga dan bersedia melaksanakan pengumpulan data dengan
penuh rasa tanggung jawab. Enumerator yang direkrut direkomendasi oleh dinas kesehatan
kabupaten/kota. Mereka diberikan pelatihan selama 2 hari dengan narasumber yang terdiri dari
peneliti, 1 orang dari Seksi Gizi Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo dan 1 orang dosen dari
Jurusan Gizi Poltekes Gorontalo. Materi yang diberikan meliputi teori tentang survei termasuk
tentang penentuan jumlah siswa yang akan dijadikan contoh, simulasi survei berdasarkan
kuesioner, praktik (wawancara pada siswa, ibu siswa dan nenek) dan dilakukan evaluasi terhadap
hasil uji coba kuesioner tersebut sebelum diperbanyak.
Sebelum pengumpulan data dilaksanakan, enumerator mengumpulkan contoh yang
memenuhi kriteria dan telah ditetapkan secara acak, kemudian memberikan penjelasan umum
tentang pelaksanaan penelitian. Contoh diwawancarai berdasarkan kuesioner lalu membuat janji
untuk dapat mewawancarai ibu dan nenek contoh tersebut.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data


Data terdiri dari data primer berupa data yang diperoleh langsung dari contoh dengan
wawancara dan pengamatan langsung, sementara data sekunder diperoleh dari dokumen yang
ada pada institusi sekolah dan instansi yang terkait dalam penelitian.
Unit analisis perubahan perilaku konsumsi makanan tradisional adalah siswa, ibu siswa dan
nenek siswa. Jenis data yang dikumpulkan meliputi karakteristik contoh (umur, jenis kelamin,
pendidikan dan pekerjaan); pengetahuan, sikap, praktik atau tindakan konsumsi MTG.
Pengumpulan data pada siswa, ibu dan nenek dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan
chek list yang diwawancarai langsung.
Konsep-konsep tentang perubahan mencakup tiga gagasan yaitu perbedaan, pada waktu
yang berbeda dan di antara keadaan sosial yang sama7. Perbedaan adalah menyangkut tentang
perbedaan pengetahuan, sikap dan praktik antara contoh siswa mulok dan tidak mulok demikian
juga perbedaan hal tersebut diberlakukan pada ibu siswa dan nenek siswa baik mulok dan tidak
mulok. Pada waktu yang berbeda adalah yang tergambarkan pada umur siswa, ibu siswa dan
nenek siswa yang masing-masing berbeda. Selanjutnya di antara keadaan sosial yang sama yang
ditunjukkan oleh adanya kesamaan suku yaitu suku Gorontalo dengan latar budaya yang sama.
Contoh menyebutkan nama makanan yang diketahuinya, kemudian enumerator
mengkroscek dalam daftar kuesioner yang telah disiapkan. Makanan yang telah disebutkan dicatat
oleh enumerator berdasarkan jawaban dari contoh apakah termasuk sebagai makanan pokok, lauk
pauk, sayuran, atau snack/kue (sesuai dengan penggolongan buku menu khas daerah
Gorontalo20. Kemudian makanan yang telah disebutkan tersebut ditanyakan menggunakan bahan
utama apakah beras, jagung, tepung beras, sagu, ketela, ubi, ikan, daging, sayur, dan buah).
Ditanyakan pula kandungan gizi yang terdapat dalam makanan tersebut: karbohidrat sebagai
8

sumber zat tenaga: memberikan tenaga, membuat kuat, tidak lemah; Lemak: membuat gemuk,
bertambah berat badan; protein: sumber zat tenaga, membuat vitalitas; vitamin dan mineral: mata
sehat, tubuh terasa segar. Akhirnya dari nama makanan yang telah disebutkan ditanyakan
dikonsumsi pada waktu apa saja.
Pengukuran sikap konsumsi MTG dilakukan dengan pendekatan penerimaan MTG pada
contoh. Enumerator menanyakan tentang kesukaan MTG pada contoh, dilanjutkan dengan
alasannya berdasarkan penampilan, tekstur, aroma khas, cita rasa, menyehatkan, dan mudah
diperoleh. Pengukuran sikap ini menggunakan skala likert dengan alternatif jawaban yaitu sangat
suka (SS), suka (S) cukup suka (CS), kurang suka (KS) dan tidak suka (TS).
Selanjutnya untuk praktik dilakukan dengan menanyakan frekuensi konsumsi MTG meliputi
konsumsi: a). perhari, b). perminggu, c). perbulan, dan d). pertahun.

Instrumen Pengumpulan Data


Kuesioner untuk mengukur perilaku (pengetahuan, sikap dan praktik) siswa, ibu siswa dan nenek
siswa

Analisis Data
Perubahan perilaku konsumsi MTG dianalisis pada 3 generasi. Analisis data dilakukan
secara bertahap. Data pengetahuan, sikap, dan praktik konsumsi MTG terlebih dahulu
dikelompokan sesuai dengan kelompok umur kemudian diuji beda menggunakan t-test. Data yang
digunakan adalah data rasio dan interval hasil wawancara dengan contoh. Untuk melihat
perbedaan pada 3 generasi menggunakan uji Anova one-way dan two way yang selanjutnya
dideskripsikan.
Terdapat 80 MTG yang telah teriventaris sementara, tetapi karena keterbatasan sumber
daya maka yang diajarkan rata-rata berkisar 40% berarti baru 32 MTG. Selanjutnya dideskripsikan
pula frekuensi konsumsi MTG contoh dalam kategori berdasarkan frekuensi konsumsi perhari
seperti Tabel 2.

Tabel 2 Kategori frekuensi konsumsi MTG contoh perhari


Kategori frekuensi Cut of point
Tidak pernah <1
Jarang 1-4
Sering 4-7
Selalu ≥7
9

Hasil dan Pembahasan

Karakteristik Contoh
Penelitian ini menggunakan beberapa contoh yang meliputi: siswa yang mempunyai ibu
yang tinggal serumah dan mempunyai nenek (ibu dari ibu siswa yang menjadi contoh atau ibu dari
bapak siswa yang menjadi contoh). Selain itu contoh para pelaku kebijakan mulok yang ditentukan
secara purposive meliputi guru mata pelajaran mulok ilmu gizi berbasis MTG di sekolah contoh
mulok, kepala sekolah contoh SMP mulok dan tidak mulok, para pejabat birokrasi, unsur legislatif,
akademisi dan tokoh masyarakat/agama.
1. Siswa
Umur contoh siswa terendah masing-masing pada mulok dan tidak mulok adalah 150 bulan
dan 152 bulan. Umur mereka yang tertinggi pada contoh siswa mulok yakni 223 bulan dan 214
bulan pada tidak mulok. Sementara rata-rata umur mereka yakni 176,01±12,74 atau 14,7 tahun
bulan contoh siswa mulok dan 177,93±9,84 atau 14,8 tahun pada tidak mulok. Umur ini tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata (p>0,05). Umur siswa dikelompokkan menjadi 3 kelompok
berdasarkan angka kecukupan gizi yang dianjurkan. Jumlah terbanyak terdapat pada kelompok
umur 13-15 tahun yaitu 91,50% contoh siswa mulok dan 89,47% pada tidak mulok.
Tabel 3 Sebaran contoh siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok berdasarkan umur
Umur siswa Siswa mulok Siswa tidak mulok
(Tahun) n % n %
10-12 1 0.65 1 0.66
13-15 140 91.50 136 89.47
16-18 12 7.84 15 9.87

Contoh siswa ini tergolong sebagai kelompok umur remaja (adolescence) yaitu 11-19 tahun
yang ditandai adanya perubahan kemampuan fisik, emosi, dan berfikir 21. Usia ini dikenal dengan
masa pertumbuhan cepat (growth spurt), tahap pertama dari serangkaian perubahan menuju
kematangan fisik dan seksual22. Selanjutnya bahwa pada masa remaja ini merupakan tahap
transisi penting pertumbuhan dari masa anak-anak menuju dewasa yang ditandai terjadinya
peningkatan massa tubuh (tulang, otot, lemak dan berat badan) serta perubahan-perubahan
biokimiawi hormonal. Lihat Tabel 3.
Hampir semua siswa setiap pergi ke sekolah selalu diberikan uang saku dan jajan. Ada 144
atau 94,11% contoh siswa mulok yang diberikan uang saku dan tidak mulok ada 145 atau 95,39%
yang berkisar antara Rp1000.00 sampai Rp3000.00. Uang saku yang diberikan ini sebagai ongkos
transportasi dari rumah ke sekolah atau sebaliknya dan ada yang ke sekolah jalan kaki, pulang
baru naik kendaraan umum dengan rata-ratanya tidak menunjukkan perbedaan yang nyata
10

(p<0,05) yaitu Rp2320,26±2032,650 pada contoh siswa mulok dan Rp2371,71±746,951 tidak
mulok.
Contoh siswa mulok yang diberikan uang jajan ada 149 atau 97,38% dan tidak mulok ada
150 atau 98,68% contoh siswa yang berkisar antara Rp1000.00 sampai Rp13000.00. Uang jajan
yang diberikan oleh masing-masing orang tua bervariasi dan sesungguhnya tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata (p<0,05). Rata-rata uang jajan mereka adalah Rp3620,92±2032,650 pada
siswa mulok dan Rp3680,92±1994,653 pada tidak mulok. Penelitian Dwiriani et al menunjukkan
bahwa pemberian uang saku berkisar antara Rp 2 000 - Rp 15 000. Demikian pula dengan uang
jajan yang relatif sama dengan uang saku23.
2. Ibu Siswa
Contoh ibu siswa adalah orang tua dari contoh siswa yang mendapat mata pelajaran mulok
ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok. Umur ibu tersebut berkisar antara 25-57 tahun dengan
rata-rata 39,37±5,45 tahun pada contoh ibu siswa mulok dan 39,53±5,48 tahun tidak mulok, dan
tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antara kedua kelompok tersebut (p>0,05). Kelompok
umur 34-42 tahun merupakan jumlah yang tertinggi yaitu 60,13% contoh ibu siswa mulok dan
58,55% pada tidak mulok. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Sebaran contoh ibu siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok berdasarkan
umur
Umur ibu siswa Ibu siswa mulok Ibu siswa tidak mulok
(tahun) n % n %
25-33 17 11.11 19 12.50
34-42 92 60.13 89 58.55
43-51 41 26.80 40 26.32
52-60 3 1.96 4 2.63

Tabel 5 menunjukkan bahwa contoh ibu siswa berpendidikan mulai dari sekolah dasar atau
sederajat sampai perguruan tinggi. Jumlah contoh terendah pada tingkat pendidikan di perguruan
tinggi yaitu 12,42% pada contoh ibu siswa mulok dan 7,24% pada tidak mulok. Jumlah contoh ibu
siswa mulok terbanyak yaitu pada tingkat pendidikan SD/sederajat sebesar 31,37% dan pada tidak
mulok sebesar 44,08%. Selanjutnya berdasarkan uji beda terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05)
antara lama sekolah ibu siswa mulok dan tidak mulok. Rata-ratanya ini adalah 9,74±3,280 tahun
pada ibu siswa mulok dan tidak mulok 8,89±3,063 tahun.
Jenis pekerjaan contoh ibu siswa beragam dirangkum dalam 4 kelompok yang meliputi
pegawai negeri sipil, pegawai swasta, wirausaha, petani dan sebagai ibu rumah tangga (IRT).
Pekerjaan sebagai petani adalah jenis pekerjaan yang paling sedikit jumlah contohnya yakni
3,92% pada contoh ibu siswa mulok dan 2,63% tidak mulok. Jumlah contoh ibu siswa tertinggi
11

terdapat pada jenis pekerjaan sebagai IRT yaitu 70,59%pada contoh ibu siswa mulok dan 77,63%
tidak mulok. Selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 5 Sebaran contoh ibu siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok berdasarkan
tingkat pendidikan
Ibu siswa mulok Ibu siswa tidak mulok
Pendidikan
n % n %
SD/sederajat 48 31.37 67 44.08
SMP/sederjat 42 27.45 35 23.03
SMA/sederajat 44 28.76 39 25.66
Perguruan Tinggi 19 12.42 11 7.24

Pendapatan keluarga diperoleh berdasarkan hasil wawancara dengan contoh ibu siswa.
Tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0,05) antara pendapatan pada contoh ibu siswa mulok
maupun tidak mulok yaitu dengan rata-rata Rp. 1 058 742±880.929 dan Rp.996 414,5±823 235.
Pendapatan ini masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan upah minimum di Provinsi Gorontalo
yaitu Rp.837 500,24.
Tabel 6 Sebaran contoh ibu siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok berdasarkan
pekerjaan
Ibu siswa mulok Ibu siswa tidak mulok
Pekerjaan
n % n %
PNS 15 9.80 13 8.55
Swasta 17 11.11 8 5.26
Wirausaha 7 4.58 9 5.92
Petani 6 3.92 4 2.63
IRT 108 70.59 118 77.63

3. Nenek Siswa
Umur contoh nenek siswa berkisar antara 46 tahun yang terendah dan 94 tahun tertinggi
dengan rata-rata 66,38±8,83 tahun pada contoh nenek siswa mulok dan 65,97±8,48 tahun tidak
mulok. Ini tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antara kedua kelompok contoh. Rata-
rata umur tersebut telah tergolong sebagai lanjut usia (lansia) yaitu telah mencapai umur 60 tahun
ke atas (UU No. 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia). Pada Tabel 7 menunjukkan
bahwa kelompok umur tertinggi contoh nenek siswa yaitu 66-75 tahun sebesar 39,87% pada
contoh mulok dan 40,79% pada tidak mulok. Sementara yang terendah pada contoh mulok umur
86-95 tahun sebesar 0,65% dan tidak mulok sebesar 1,32%.
Pendidikan contoh nenek siswa berhubungan dengan keadaan daerah atau bangsa ini
pada masa lalu yaitu masih terbatasnya tenaga guru dan fasilitas sekolah serta unsur pendukung
pembelajaran lainnya. Akibatnya para wanita saat itu hanya bersekolah sebagian besar sampai
tingkat SD/sederajat. Tabel 8 menunjukkan ada 69,28% contoh nenek siswa mulok pendidikannya
hanya SD/sederajat dan 80,26% pada contoh tidak mulok. Ada juga yang sampai SMP/sederajat,
SMA/sederajat, dan yang dapat menempuh pendidikan di pergurun tinggi yang dianggap sebagai
12

orang istimewa. Selanjutnya lama sekolah mereka ini terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05)
yaitu 7,28±2,32 tahun pada contoh nenek siswa mulok dan 6,63±1,36 tahun tidak mulok.
Tabel 7 Sebaran contoh nenek siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok
berdasarkan umur
Umur Nenek siswa mulok Nenek siswa tidak mulok
(tahun) n % n %
46-55 17 11.11 18 11.84
56-65 52 33.99 51 33.55
66-75 61 39.87 62 40.79
76-85 22 14.38 19 12.50
86-95 1 0.65 2 1.32

Menurut UU No. 13 tahun 1998 bahwa lanjut usia potensial adalah lanjut usia yang masih
mampu melakukan pekerjaan dan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa. Hasil
pengamatan bahwa contoh nenek siswa ini masih terlihat melakukan pekerjaan seperti layaknya
seorang ibu. Mereka sebagian besar sebagai IRT yaitu ada 80,39% pada contoh mulok dan
91,45% pada tidak mulok. Ada juga yang masih berprofesi sebagai wirausaha, karyawan swasta,
petani dan dukun kampung. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 8 Sebaran contoh nenek siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok
berdasarkan tingkat pendidikan
Nenek siswa mulok Nenek siswa tidak mulok
Pendidikan
n % n %
SD/sederajat 106 69.28 122 80.26
SMP/sederajat 24 15.69 22 14.47
SMA/Sederajat 21 13.73 8 5.26
Perguruan Tinggi 2 1.31 0 0.00

Tabel 9 Sebaran contoh nenek siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok
berdasarkan pekerjaan
Nenek siswa mulok Nenek siswa tidak mulok
Pekerjaan
n % n %
Pensiunan 12 7.84 3 1.97
PNS 2 1.31 0 0.00
Swasta 6 3.92 1 0.66
Wirausaha 6 3.92 3 1.97
Petani 3 1.96 5 3.29
Dukun kampung 1 0.65 1 0.66
IRT 123 80.39 139 91.45

Pendapatan contoh nenek siswa lebih rendah dibandingkan dari rata-rata contoh ibu siswa.
Contoh ini tidak dapat berproduksi lagi dan sebagian besar perolehan pendapatan dari hasil
pemberian anak atau keluarga lainnya. Rata-rata pendapatan contoh nenek siswa mulok yakni
Rp408684,3±477762,4 dan Rp403059,2±289588,11 pada tidak mulok. Rata-rata ini menunjukkan
tidak ada perbedaan yang nyata (p >0,05) antara yang mulok dan tidak mulok.
13

Perubahan Perilaku Konsumsi MTG pada Masyarakat


Perilaku konsumsi MTG merupakan keadaan pengetahuan, sikap dan praktik konsumsi
MTG oleh kelompok siswa, ibu siswa dan nenek siswa. Oleh karena itu keadaan perubahan
perilaku konsumsi MTG dilakukan dengan melihat perbedaan tiga keadaan ini pada ketiga
generasi dalam kurun waktu yang sama.
1. Makanan Tradisional Gorontalo (MTG)
Jumlah MTG bervariasi dan pada penelitian ini ada 80 MTG yang menjadi tolok ukur untuk
melihat perilaku konsumsi. MTG ini dibagi dalam 4 kelompok yaitu makanan pokok, lauk pauk,
sayuran dan snack atau kue20. Untuk penggunaannya ada yang dikonsumsi setiap hari dan ada
juga yang dikonsumsi pada hari atau bulan-bulan tertentu. Selain itu biasanya penggunaan MTG
ini terdapat pula pada prosesi adat istiadat atau kegiatan keagamaan seperti pada perayaan
Maulid Nabi Muhammad SAW.
1.1 Makanan Pokok
Ada 15 nama MTG jenis makanan pokok dengan bahan utama yang digunakan adalah
jagung, sagu, singkong, ubi jalar dan beras. Dari jenis makanan pokok ini ada 11 macam yang
menggunakan bahan selain beras.
Tabel 10 Kode dan nama MTG jenis makanan pokok
Nama MTG Nama MTG
Bajoe Diniyohu
Balobinthe Ilabulo
Bilinthi Ilepao Lo Duo
Binthe biloti Ilepao Lo Payangga
Binthe Lo Putungo Kasubi Ilahe
Binthe Luopa Nasi Kuning
Binthe Biluhuta Nasi Merah Putih
Dila Lo Binthe

Salah satu makanan pokok yang sudah dikenal melalui lagu daerah nasional yaitu binthe
biluhuta. Makanan tradisional ini dapat memberikan solusi permasalahan ketergantungan terhadap
beras dan juga memberikan alternatif penggunaan aneka ragam bahan makanan yang syarat
dengan saling melengkapi ketersediaan zat-zat gizi. Keragaman penggunaan bahan makanan
dapat mendukung ketahanan pangan di tingkat rumah tangga. Lihat Tabel 10.
1.2 Lauk Pauk
Gorontalo mempunyai wilayah perairan yang cukup luas, ditandai oleh laut sebagai
perbatasannya yaitu di sebelah selatan berbatasan dengan Laut Teluk Tomini dan sebelah utara
berhadapan langsung dengan Laut Sulawesi. Juga terdapat Danau Limboto dan beberapa sungai
yang menjadi sumber ikan air tawar. Keadaan geografis ini sebagai salah satu faktor yang
14

mendukung konsumsi makanan dengan bahan utamanya berasal dari perairan. Akibatnya tidak
sedikit masyarakat Gorontalo yang mengonsumsi lauk pauk berbahan utama dari hasil perairan.
Ada 20 MTG jenis lauk pauk yang terinventaris sementara dan tentunya dapat memenuhi
kebutuhan zat gizi protein, mineral dan vitamin pada setiap individu. Dari jenis ini ada 15 MTG atau
75% yang bahan dasarnya berasal dari perairan (ikan dan udang), yang lainnya dari daging seperti
daging ayam, sapi/kerbau ataupun kambing. Lihat Tabel 11.
Tabel 11 Kode dan nama MTG jenis lauk pauk
Nama MTG Nama MTG
Bilenthango Iyululiya
Biluluhe Lo Hele Tabu moitomo
Dabu-dabu Lo sagela Palau
Gamie Lo hele Perekedede Lo Kasubi
Gamie Lo Bolowa Perekedede Lo Binthe
Garo Lo Payangga Perekedede Lo Duwo
Garo Pilitode
Ilahe Sup Lohulonthalo
Iloni Garo lo bolowa
Ilotingo Lo Putungo Tilumiti lo tola
1.3 Sayuran
Makanan tradisional Gorontalo jenis sayuran yang terinventaris sementara berjumlah 10.
Semua MTG ini menggunakan bahan sayur segar yang berasal dari lokal yang juga terdapat di
daerah lainnya di Indonesia seperti terong, daun papaya, daun singkong, kangkung, sayur pakis,
kacang panjang, bunga pepaya, ketimun suri, labu, jantung pisang. Lihat Tabel 12.

Tabel 12 Kode dan nama MTG jenis sayuran

Nama MTG Nama MTG

Gohu Lo Putungo Pilitode Lo Poki-Poki


Ihu tilinanga Tilumithi Dungo Popaya
Ilahu Tilumiti lo paku
Ilabulo lo Putungo Tilumiti lo kacang panjang
Kando Tilumiti Pilitode lo paku

1.4 Snack/kue
Beragam snack/kue dimiliki oleh masyarakat Gorontalo yang dikonsumsi setiap hari dan
ada juga yang dikonsumsi pada hari-hari tertentu. Lihat Tabel 13. Menurut pendapat dari beberapa
orang Gorontalo (umur mereka saat diwawancarai antara 65-90 tahun) bahwa sesungguhnya jenis
makanan ini tidak ada yang terbuat dari terigu tetapi pada umumnya menggunakan jagung,
singkong, ubi jalar, pisang, dan beras atau tepung beras. Terdapat 35 MTG jenis snack/kue yang
15

terinventaris sementara, dan ada MTG yang telah terkenal secara nasional diantaranya kukisi
karawo/kerawang.

Tabel 13 Kode dan nama MTG jenis snack/kue

Nama MTG Nama MTG

Aliyadala Kukisi karawo /kerawang


Apam Bale Kukisi roda
Apangi Kuu
Dumalo Lalamba
Bajoe Minyolo
Balapisi lo lambi Omu
Bilibidu Onde-onde
Biyapo Popolulu
Cara isi Pusu lo kasubi
Curuti Sabongi
Diledeo Sanggala
Doko-doko Sirikaya
Hungololoyo Sukade
Kalakala Tiliaya
Katrisolo Tobuu
Keyabo Tutulu
Kokole Wapili
Kolombengi

2. Pengetahuan MTG
Pengetahuan konsumsi MTG adalah segala sesuatu yang diketahui oleh siswa, ibu siswa
dan nenek siswa tentang MTG meliputi: nama makanan, jenis makanan, bahan utama yang
digunakan, kandungan gizi, cara membuat dan penggunaannya.
2.1 Siswa
Siswa mulok dan tidak mulok mempunyai pengetahuan nama MTG yang tidak berbeda
secara nyata (p>005). Hal ini dapat menandakan bahwa secara umum kemungkinan nama MTG ini
masih banyak diketahui di kalangan siswa. Ini dibuktikan oleh nama MTG yang diketahui siswa
mulok dengan rata-rata 18,88±8,87% yang artinya dari 80 MTG yang terinventarisir, yang diketahui
rata-rata 15-16 nama MTG. Sementara untuk siswa tidak mulok mengetahui rata-rata
17,20±9,23% atau 13-14 nama MTG. Binthe biluhuta adalah nama MTG jenis makanan pokok
yang banyak diketahui yaitu sebesar 31,64%, jenis lauk pauk adalah bilenthango sebanyak
25,84%, kando tilumiti jenis sayuran sebesar 38,97%, dan jenis snack/kue adalah sanggala
sebanyak 14,41%. Lihat Tabel 14.
16

Memahami MTG bukan hanya sekedar dapat meyebutkan nama MTG, tetapi dapat pula
menginterpretasikan tentang makanan tersebut secara benar berdasarkan jenisnya. Jenis MTG
meliputi jenis makanan pokok, lauk pauk, sayuran dan snack/kue. Ternyata nilai rata-rata
persentase jenis MTG yang diketahui baik oleh siswa mulok maupun tidak mulok lebih rendah dari
nama MTG yaitu sebesar ±5%. Ini terjadi karena contoh siswa dalam memberikan jawabannya
tidak sesuai, seperti ada MTG yang tergolong jenis makanan pokok tetapi dijawab dengan jenis
lauk pauk, sayuran ataupun snack/kue. Adapun rata-rata jenis MTG yang diketahui oleh siswa
mulok adalah 13,05±6,06% dan 11,33±6,71% siswa tidak mulok. Nilai ini menunjukkan perbedaan
yang nyata (p<0,05). Selanjutnya MTG yang banyak diketahui untuk jenis makanan pokok adalah
binthe biluhuta sebanyak 31,37%, jenis lauk pauk adalah bilenthango sebesar 25,48%, jenis
sayuran adalah gohu lo putungo sebesar 38,68% dan jenis snack/kue adalah sanggala sebesar
14,75%.
Tabel 14 Rata-rata persentase pengetahuan MTG contoh siswa mulok ilmu gizi berbasis
MTG dan tidak mulok berdasarkan kriteria pengetahuan MTG
Kriterian pengetahuan MTG Siswa mulok Siswa Tidak Mulok Sig (2-tailed)
Nama 18.88±8.87a 17.20±9.23a 0.107
Jenis 13.05±6.06a 11.33±6.71b 0.019
Bahan 12.87±6.08a 11.22±6.78 b 0.026
Kandungan Gizi 12.13±6.34a 4.12±4.89 b 0.000
Cara membuat 12.17±6.14a 10.28±6.92 b 0.012
Penggunaannya 12.60±6.12a 10.95±7.02 b 0.03
Total pengetahuan 13.62±6.47a 10.85±6.50 b 0.000
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.

Setelah memahami jenis MTG maka pengetahuan bahan makanan yang digunakan untuk
pembuatannya penting diketahui. Penggunaan bahan untuk pembuatan MTG banyak yang tidak
diketahui oleh contoh siswa dan terjadi perbedaan yang nyata (p>0,05). Contoh siswa mulok rata-
rata mengetahui 12,87±6,08% dan 11,22±6,78% siswa tidak mulok. Ini terjadi sebagaimana
dijelaskan oleh beberapa contoh siswa mulok bahwa mereka lupa sementara pada siswa tidak
mulok menyatakan bahwa mereka belum mendapatkan pembelajaran tentang mulok sehingga
mereka tidak mengetahuinya. Makanan tradisional Gorontalo yang paling banyak diketahui bahan
yang digunakan untuk pembuatannya yaitu untuk jenis makanan pokok adalah binthe biluhuta
sebesar 30,91%, lauk pauk adalah bilenthango sebesar 25,33%, sayuran adalah kando tilumiti
sebesar 24,77% dan snack/kue adalah sanggala sebesar 15,02%. Lihat Tabel 14
Kemampuan contoh siswa membedakan kandungan gizi dalam MTG dengan jawaban yang
diberikan secara tidak langsung merupakan sebuah analisis tentang MTG itu sendiri. Siswa tidak
17

mulok ketika memberikan jawaban tentang kandungan gizi MTG jauh berbeda dengan siswa mulok
dan menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05) dengan rata-rata 12,13±6,34% pada siswa
mulok dan 4,12±4,89% siswa tidak mulok. Untuk makanan pokok MTG yang paling banyak
diketahui kandungan gizinya oleh siswa adalah binthe biluhuta sebanyak 30,33%, jenis lauk pauk
adalah bilenthango sebesar 23,91%, jenis sayuran adalah kando tilumiti sebesar 38,56% dan
sanggala yang merupakan jenis snack/kue sebesar 12,76 %. Lihat Tabel 14 .
Pengetahuan tentang MTG lainnya adalah cara membuat MTG yang dapat dilakukan
melalui proses membakar, menumis, merebus, mengukus, menggoreng, dan juga proses
memasak dalam abu. Ternyata jawaban cara pembuatan MTG pada siswa mulok dan tidak mulok
menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05). Rata-rata yang mengetahui cara membuat MTG
adalah 12,17±6,14% pada siswa mulok dan 10,28±6,92 siswa tidak mulok. Terlihat pada Lampiran
20 bahwa binthe biluhuta adalah jenis makanan pokok yang paling banyak diketahui cara
membuatnya yaitu sebanyak 31,13%, jenis lauk pauk adalah bilenthango sebesar 24,83%, kando
tilumiti yang merupakan jenis sayuran sebesar 37,14% dan sanggala yang merupakan jenis
snack/kue sebesar 14,27%.
Pengetahuan tentang penggunaan MTG memang tidak jauh berbeda dengan jawaban yang
diberikan pada pertanyaan cara membuat MTG. Di sini MTG selain dikonsumsi sehari-hari, setiap
minggu atau pada bulan-bulan tertentu juga dikonsumsi pada kegiatan-kegiatan prosesi adat
istiadat dan pada prosesi ritual keagamaan. Adanya perbedaan yang nyata (P<0,05) siswa mulok
dan tidak mulok menunjukkan bahwa telah terjadi proses pembelajaran yang komprehensif tentang
MTG di sekolah. Rata-rata pengetahuan penggunaan MTG pada siswa mulok yakni 12,60±6,12%
dan siswa tidak mulok sebesar 10,95±7,02%. Selanjutnya MTG yang paling banyak diketahui dari
jenis makanan pokok adalah binthe biluhuta sebesar 30,65%, dari jenis lauk pauk adalah
bilenthango sebesar 24,17 %, kando tilumiti dari jenis sayuran sebesar 36,05%, dan sanggala dari
jenis snack/kue sebesat 15,73%. Lihat Tabel 14.
Siswa mulok dan tidak mulok memiliki perbedaan pengetahuan MTG yang nyata (p<0,05).
Siswa mulok mempunyai nilai rata-rata lebih tinggi yaitu 13,66±0,06% dibandingkan dengan siswa
tidak mulok sebesar 10,85±6,50%. Lihat Tabel 14. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian tentang
pemberian intervensi pendidikan gizi pada siswa SMP yang menunjukkan bahwa terjadi
peningkatan pengetahuan gizi secara signifikan pada kelompok intervensi dibandingkan dengan
kontrol23. Ditemukan pula bahwa intervensi pendidikan gizi selain meningkatkan pengetahuan gizi
juga dapat berdampak positif pada sikap dan praktek konsumsi siswa25. Oleh karena itu dalam
meningkatkan pengetahuan gizi siswa penting dibuat peraturan makanan sekolah26.
Berdasarkan uraian tentang pengetahuan siswa yang telah dijelaskan sebelumnya yang
menunjukkan perbedaan nyata (p<0,05) antara contoh siswa mulok dan tidak mulok. Ini
18

membuktikan bahwa contoh siswa mulok mempunyai pengetahuan MTG yang lebih baik
dibandingkan dengan siswa tidak mulok.
2.2 Ibu Siswa
Ibu siswa mulok dan tidak mulok mempunyai pengetahuan MTG yang tidak berbeda secara
nyata (p>0,05) dengan rata-rata persentasenya adalah 16,79±9,45% pada siswa mulok dan
16,83±10,68% siswa tidak mulok. Tetapi dari 6 kategori pengetahuan MTG, ada salah satu yang
berbeda secara nyata yaitu pengetahuan kandungan gizi MTG. Perbedaan rata-rata pengetahuan
kandungan gizi MTG yang diketahui ibu siswa mulok dan tidak mulok masing-masing adalah
9,69±11,74% dan 6,77±9,17%. Ini terjadi kemungkinan karena perbedaan tingkat pendidikan
formal yang dimiliki dengan rata-rata lama pendidikan ibu siswa mulok lebih tinggi dibandingkan
dengan tidak mulok dan berbeda secara nyata. Menurut Aningati (2004) bahwa semakin tinggi
tingkat pendidikan masyarakat maka kemampuan untuk menerima informasi tentang gizi akan
semakin baik27. Adapun gambaran pengetahuan contoh ibu siswa tentang MTG dapat dilihat pada
Tabel 15.

Tabel 15 Rata-rata persentase pengetahuan MTG yang diketahui ibu siswa mulok ilmu gizi
berbasis MTG dan tidak mulok berdasarkan kriteria pengetahuan MTG
Kriteria pengetahuan MTG Ibu siswa mulok Ibu siswa tidak mulok Sig (2-tailed)
Nama 18.60±9.51a 19.19±11.29a 0.621
Jenis 18.50±9.54 a 18.83±11.27a 0.756
Bahan 18.51±9.54 a 19.59±13.85a 0.429
Kandungan Gizi 9.69±11.74 a 6.77±9.17 b 0.016
Cara membuat 18.03±9.54 a 18.56±11.47a 0.661
Penggunaannya 17.48±9.66 a 18.09±12.01a 0.623
Total pengetahuan 16.79±9.45a 16.83±10.68a 0.969
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.

Beberapa komentar yang dihimpun mengapa pengetahuan MTG tentang nama, jenis,
bahan, kandungan gizi, cara membuat dan penggunaannya didominasi oleh makanan-makanan
tertentu seperti yang telah dijelaskan sebelumnya baik jenis makanan pokok, lauk pauk, sayuran
maupun snack/kue? Alasan yang disampaikan diantaranya adalah: bahwa MTG ini yang biasa
mereka masak dan menjadi favorit di rumah. Selanjutnya jika ingin mendapatkan di luar rumah
dalam hal ini di warung, rumah makan dan pasar maka MTG inilah yang banyak dijual pula. Jadi,
keadaan ini menandakan bahwa MTG yang biasa atau sering dikonsumsi dan didukung oleh
ketersediaannya maka akan lebih mudah untuk diingat.
2.3 Nenek Siswa
Nenek siswa mulok dan tidak mulok mempunyai pengetahuan MTG yang berbeda tidak
nyata (p>0,05) dengan masing-masing rata-rata 16,51±7,50% dan 17,53±11,52%. Pengetahuan
MTG yang meliputi nama, jenis, bahan, cara membuat dan penggunaannya secara konsistensi
diketahui oleh nenek siswa dengan rata-rata berkisar antara 16% sampai lebih dari 19% dari 80
19

MTG. Tetapi ada satu kategori pengetahuan MTG yang di bawah dari 6% yaitu kandungan gizi.
Jawaban para nenek siswa ketika ditanyakan tentang pengetahuan kandungan gizi tersebut
mereka mengatakan bahwa kandungan gizi itu mereka tidak tahu karena tidak pernah dipelajari,
tetapi sebagian nenek siswa ada juga yang mengetahuinya. Dapat dikatakan bahwa ini juga dapat
disebabkan oleh banyak faktor diantaranya tingkat pendidikan nenek siswa yang sebagian besar (>
70 %) hanya SD. Lihat Tabel 16.

Tabel 16 Rata-rata persentase pengetahuan MTG yang diketahui nenek siswa mulok ilmu gizi
berbasis MTG dan tidak mulok berdasarkan kriteria pengetahuan MTG
Kriteria Pengetahuan Nenek siswa mulok Nenek siswa tidak Sig (2-
MTG mulok tailed)
Nama 19.46±9.10 a 20.98±13.18a 0.241
Jenis 18.77±8.20a 19.76±12.67a 0.419
Bahan 19.11±8.86a 20.71±13.29a 0.215
Kandungan Gizi 5.68±7.81 a 3.97±77.83 a 0.056
Cara membuat 18.70±8.97a 20.24±13.47a 0.243
Penggunaannya 17.30±8.58a 19.53±13.78a 0.092
Total pengetahuan 16.51±7.50a 17.53±11.52a 0.357
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.

Pengetahuan MTG nenek siswa mulok dan tidak mulok memang tidak jauh berbeda baik
nama, jenis, bahan yang digunakan, kandungan gizi, cara membuat, dan penggunaannya.
Makanan tradisional Gorontalo yang paling banyak diketahui berdasarkan kategori pengetahuan
tersebut adalah binthe biluhuta dari jenis makanan pokok, lauk pauk adalah bilenthango, kando
tilumiti dari jenis sayuran dan sanggala dari jenis snack/kue yang berkisar 9% sampai dengan
26,63%. Khusus untuk kategori kandungan gizi MTG, terlihat bahwa sabongi yang lebih banyak
diketahui dibandingkan dengan lainnya yaitu sebesar 9%. Jumlah menu MTG yang diketahui
nenek siswa terlihat lebih variatif. Ini dapat dikatakan bahwa nenek memiliki pengetahuan MTG
yang lebih banyak dibandingkan dengan ibu siswa dan siswa itu sendiri.
2.4 Pengetahuan Siswa, Ibu Siswa dan Nenek Siswa
Pengalaman contoh siswa dibandingkan dengan ibu siswa dan nenek siswa itu jauh
berbeda, yang menyebabkan signifikansinya (p<0,05) perbedaan pengetahuan MTG meliputi
nama, jenis, bahan yang digunakan, cara membuat, dan penggunaan MTG tersebut. Tetapi di sini
terlihat bahwa manfaat pemberian mata pelajaran mulok ilmu gizi berbasis MTG yang
menyebabkan perbedaan pengetahuan kandungan gizi MTG. Perbedaan rata-rata pengetahuan
kandungan gizi MTG antara siswa dan ibu siswa signifikan (p<0,05), demikian pula antara siswa
dengan nenek siswa. Rata-rata pengetahuan kandungan gizi MTG yang diketahui contoh siswa
adalah 8,14±6,94%, ibu siswa 8,24±10,62% dan nenek siswa 4,83±7,83%. Sementara
pengetahuan kandungan gizi antara contoh ibu siswa dan contoh nenek siswa tidak berbeda nyata.
Jumlah menu MTG yang diketahui berdasarkan pengetahuan nama MTG pada contoh nenek
20

siswa lebih bervariasi dibandingkan pada ibu dan siswa. Oleh karena itu, hal ini sebagai bukti
bahwa betapa pentingnya menggali lagi pengetahuan MTG yang diketahui oleh para nenek atau
masyarakat lainnya. Ini akan menambah referensi MTG sebagai salah satu upaya pelestarian dan
pengembangan budaya Gorontalo khususnya tentang MTG tersebut.
Tabel 17 Rata-rata persentase pengetahuan MTG contoh siswa, ibu siswa, dan nenek siswa
mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok berdasarkan kriteria pengetahuan MTG
Kriteria pengetahuan
Siswa Ibu Nenek Signifikan
MTG
Nama 18.04±9.08a 18.90±10.42ab 20.22±11.32b 0.032
Jenis 12.20±6.44a 18.64±10.42b 19.27±10.67b 0.000
Bahan 12.05±6.48a 19.05±11.88b 19.91±11.30b 0.000
Kandungan Gizi 8.14±6.94a 8.24±10.62a 4.83±7.83b 0.000
Cara membuat 11.22±6.60a 18.30±10.53b 19.47±11.44b 0.000
Penggunaannya 11.78±6.62a 17.78±10.88b 18.42±11.51b 0.000
Total pengetahuan 12.24±6.62a 16.82±10.06b 17.02±9.71b 0.000
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.

Pada umumnya pengetahuan nama, jenis, bahan yang digunakan, kandungan gizi, cara
membuat dan penggunaan MTG siswa, ibu siswa dan nenek siswa adalah terjadi pebedaan.
Tetapi terlihat lebih mencolok adalah pengetahuan kandungan gizi MTG karena ini berkaitan
dengan pendidikan yang dimiliki oleh contoh. Jumlah MTG yang diketahui berdasarkan kategori
pengetahuan MTG adalah bervariasi. Pengetahuan MTG yang lebih bervariasi adalah pada nenek
siswa dibandingkan pada ibu siswa dan siswa. Makanan tradisional Gorontalo yang banyak
diketahui oleh siswa, ibu siswa dan nenek siswa adalah binthe biluhuta untuk jenis makanan
pokok; bilenthango untuk jenis lauk pauk; kando tilumiti dari jenis sayuran, dan sanggala dari jenis
snack/kue.
Berdasarkan penjelasan yang tercantum pada Tabel 17 maka terlihat bahwa pengetahuan
nenek adalah lebih tinggi dibandingkan dengan ibu dan siswa kecuali pengetahuan tentang
kandungan gizi. Artinya ini membuktikan adanya perubahan pengetahuan MTG dengan keadaan
bahwa semakin muda umur, maka semakin rendah pengetahuan MTG.
3. Sikap Konsumsi MTG
Sikap merupakan respon tertutup seseorang terhadap stimulus yang dibagi dalam empat
tingkatan yaitu menerima, menanggapi, menghargai dan bertanggung jawab 9. Sikap menerima
setiap jenis MTG dapat didasari oleh suka terhadap MTG tersebut. Dari suka ini tentunya perlu ada
alasan-alasan yang mendukung dalam bentuk tanggapan dan penghargaan, dalam hal ini
landasan suka karena penampilan (didasari oleh visualisasi). Dalam penelitian tentang respon otak
terhadap makanan, ternyata ditemukan bahwa respon ini terutama dipandu oleh sistem visual atau
penglihatan28. Alasan suka selanjutnya adalah karena tekstur, aroma khas dan cita rasa. Kemudian
21

dasar alasan lainnya adalah berhubungan dengan tanggung jawab terhadap sikap tersebut karena
terkait dengan dampaknya yaitu alasan sikap terhadap MTG karena menyehatkan dan mudah
diperoleh. Berikut ini dijelaskan sikap siswa, ibu siswa dan nenek siswa yang memperoleh mata
pelajaran mulok dan tidak mulok terhadap MTG.
3.1. Siswa
Pendidikan dapat mempengaruhi sikap seseorang dalam mengonsumsi makanan. Ini
terlihat pada sikap contoh siswa mulok dan tidak mulok baik pada rasa suka terhadap MTG
maupun alasan-alasan suka karena penampilan, tekstur, aroma khas, cita rasa, menyehatkan dan
karena mudah diperoleh. Lihat Tabel 18.
Terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05) sikap suka contoh siswa mulok dan tidak mulok
terhadap MTG. Rata-rata 45,56±21,51 nilai sikap suka yang diberikan oleh contoh siswa mulok
dan 38,57±20,19 siswa tidak mulok. Selanjutnya sikap suka karena penampilan, tekstur, aroma
khas, cita rasa, menyehatkan dan mudah diperoleh mempunyai nilai-nilai perbedaan yang nyata
antara contoh siswa mulok dan tidak mulok (p<0,05).
Nilai paling tinggi terdapat pada alasan suka karena cita rasa yaitu 46,25±21,61 pada siswa
mulok dan 39,15±20,75. Di sini terlihat bahwa ternyata siswa mulok dan tidak mulok menyukai
MTG karena didasari oleh cita rasa yang enak atau lebih adaptatif. Kesukaan masyarakat untuk
mengonsumsi makanan tradisional karena cita rasa yang enak yang sesuai dengan masyarakat
daerah29.
Tabel 18 Rata-rata nilai sikap siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok
berdasarkan komponen sikap
Komponen sikap Siswa mulok Siswa tidak mulok Sig (2-tailed)
Suka 45.56±21.51a 38.57±21.19b 0.004
Penampilan 44.60±21.62a 37.46±19.50b 0.003
Tekstur 43.36±21.20a 37.00±19.63b 0.007
Aroma khas 45.16±21.39a 38.53±20.36b 0.006
Cita rasa 46.25±21.61a 39.15±20.75b 0.004
Menyehatkan 43.33±21.92a 36.94±20.01b 0.008
Mudah diperoleh 45.44±21.78a 38.00±19.60b 0.002
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.

Nilai sikap suka dengan alasan menyehatkan adalah terendah yaitu 43,33±21,92 pada
contoh siswa mulok dan 36,94±20,01 siswa tidak mulok. Hal ini kemungkinan karena informasi
tentang MTG masih terbatas atau bahkan contoh siswa tidak memahami yang bagaimana
menyehatkan itu, dan juga masih ada faham yang menyatakan bahwa makanan yang
menyehatkan itu adalah mahal harganya atau modern. Selain itu juga perbedaan ini karena
pembelajaran yang diberikan melalui mata pelajaran mulok ilmu gizi berbasis MTG. Temuan dari
penelitian tentang hubungan antara konsumsi makanan tradisional dan motif memilih makanan di
22

enam negara Eropa adalah bahwa faktor kenyamanan dan kesehatan sebagai hambatan langsung
dalam konsumsi makanan tradisional (terkesan kurang higienis) 30.
Alasan sikap suka MTG lainnya adalah karena mudah diperoleh. Contoh siswa
menganggap bahwa untuk mendapatkan MTG yang tertentu setiap hari itu cukup mudah, karena
selain tersedia di kantin sekolah juga dapat dibeli di warung, toko, dan pasar. Khusus untuk di
kantin, terdapat perbedaan jumlah jenis menu MTG yang dijual baik di sekolah mulok dan tidak
mulok. Dapat dilihat pada Tabel 19 bahwa setiap hari, minggu dan bulan di kantin sekolah mulok
dan tidak mulok dijual MTG.
Tabel 19 Jumlah MTG yang dijual di kantin sekolah mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak
mulok berdasarkan frekuensi perhari, minggu, bulan
Kabupaten/ Jenis MTG di Kantin Jenis MTG di Kantin
Kota Sekolah Mulok Sekolah Non Mulok
Tiap Minggu Perbulan Tiap Minggu Bulan
hari hari
1X 2X 3X 1X 2X 1 X 2X 3X 1X 2X
Kota Gtlo 3 5 4 2 8 1 3 5 2 - 3 -
Kab. Gtlo 3 5 4 1 7 1 3 7 2 - 2 -
Kab. Boalemo 3 6 4 2 4 - 1 7 2 - 1 -
Kab. Pohuwato 3 4 5 1 4 2 3 7 2 - 1 -
Kab. BonBol 3 6 8 1 4 1 2 7 5 - 2 -
Kab. Gorut 3 5 5 1 4 1 2 7 2 1 3 -
Total 18 31 30 13 31 6 14 40 15 1 12 -
Lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran 34

Ada 18 MTG yang dijual di kantin sekolah mulok setiap hari sehingga dapat dikatakan
bahwa setiap sekolah tersebut menjual rata-rata 3 jenis menu. Sementara pada sekolah tidak
mulok ada 14 jenis menu berarti rata-rata setiap hari menjual kurang dari 3 jenis MTG. Selanjutnya
terdapat pula perbedaan jumlah jenis MTG yang dijual dikantin sekolah mulok dan tidak mulok baik
untuk dijual mingguan dan bulanan. Hal yang menarik tentang ketersediaan MTG dikantin adalah
berhubungan dengan waktu panen tanaman seperti singkong, ubi jalar, dan pisang. Jika semua
bahan baku MTG dibeli di pasar yang harganya sulit terjangkau maka akan berdampak pada harga
penjualan dan keuntungan yang diperoleh, demikian pernyataan para pedagang di kantin. Juga hal
yang paling utama adalah keterbatasan modal yang dimiliki para pedagang di kantin.
Berdasarkan uraian sebelumnya mengenai sikap MTG siswa yang menunjukkan
perbedaan yang nyata (p<0,05) antara contoh siswa mulok dan tidak mulok. Ini membuktikan
bahwa contoh siswa mulok mempunyai sikap tentang MTG yang lebih tinggi dibandingkan dengan
siswa tidak mulok.
3.2. Ibu Siswa
Sikap ibu siswa mulok maupun tidak mulok terhadap MTG adalah tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata (p>0,05) baik sikap suka, alasan penampilan, tekstur, aroma khas, cita
23

rasa, menyehatkan dan mudah diperoleh. Pada Tabel 20 menjelaskan bahwa nilai sikap suka
dengan alasan cita rasa hampir sama, artinya bahwa ibu tersebut suka MTG dengan alasan
utamanya karena cita rasa. Rata-rata nilai alasan karena cita rasa pada ibu siswa mulok yaitu
55,87±30,28 dan 56,39±39,00.
Alasan selanjutnya yakni karena MTG mempunyai aroma khas, yang tentunya ini tidak
dapat diperoleh atau tergantikan dengan aroma makanan lainnya. Rata-rata nilai sikap suka
karena aroma khas adalah 55,24±29,61 pada ibu siswa mulok dan 55,57±37,74 tidak mulok.

Tabel 20 Rata-rata nilai sikap ibu siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok
berdasarkan komponen sikap
Komponen sikap Ibu siswa mulok Ibu siswa tidak mulok Sig (2-tailed)
Suka 55.51±29.69a 55.96±37.80a 0.907
Penampilan 54.43±29.30a 54.71±35.13a 0.940
Tekstur 54.54±29.15a 54.91±36.60a 0.921
Aroma khas 55.24±29.61a 55.57±37.74a 0.931
Cita rasa 55.87±30.28a 56.39±39.00a 0.896
Menyehatkan 53.42±29.94a 54.02±37.44a 0.875
Mudah diperoleh 54.26±29.37a 54.45±36.62a 0.961
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.

3.3. Nenek Siswa


Sikap suka MTG yang dimiliki nenek siswa mulok dan tidak mulok adalah tidak terdapat
perbedaan yang nyata (p>0,05). Rata-rata nilai sikap suka pada nenek mulok adalah 58,86±40,40
dan 58,84±39,59 tidak mulok. Lihat Tabel 21.

Tabel 21 Rata-rata nilai sikap nenek siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok
berdasarkan komponen sikap
Komponen sikap Nenek siswa mulok Nenek siswa tidak mulok Sig (2-tailed)
Suka 58.86±40.40a 58.84±39.59a 0.997
Penampilan 57.92±40.53a 58.21±39.20a 0.949
Tekstur 57.51±39.67a 57.78±38.48a 0.953
Aroma khas 58.31±40.64a 58.87±39.61a 0.902
Cita rasa 58.97±40.51a 59.19±39.64a 0.961
Menyehatkan 56.45±40.60a 57.33±37.83a 0.842
Mudah diperoleh 57.21±38.88a 57.42±37.62a 0.961
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.

Alasan suka yang terpenting seperti yang terjadi pada ibu siswa dan siswa yaitu karena cita
rasa. Rata-rata nilainya mendekati nilai sikap suka yaitu 58,97±40,51 contoh nenek siswa mulok
dan 59,19±39,64 pada tidak mulok. Alasan cita rasa ini telah memberikan penjelasan dari mereka
bahwa makanan tradisional adalah lebih baik dibandingkan dengan makanan lainnya. Alasan
24

selanjutnya karena aroma khas sehingga bersikap suka pada MTG. Alasan terendah nenek siswa
bersikap suka MTG sama dengan alasan pada ibu siswa, dan siswa yaitu karena menyehatkan.
Namun rata-rata nilai nenek siswa baik mulok dan tidak mulok adalah lebih tingggi dibandingkan
dengan ibu siswa dan siswa itu sendiri. Diantara penjelasan mereka bahwa makanan tradisional
lebih baik dari makanan lainnya karena dibuat dari bahan-bahan alami dan tidak menggunakan
bahan-bahan lain yang mereka anggap akan merugikan kesehatan. Sesungguhnya nenek siswa ini
telah memahami manfaat makanan yang ditinjau dari pandangan kesehatan sekalipun tidak dapat
mereka jelaskan secara rinci. Lihat Tabel 21.
3.4. Sikap Siswa, Ibu Siswa dan Nenek Siswa
Terdapat perbedaan yang nyata sikap siswa dengan ibu siswa dan sikap siswa dengan
nenek siswa. Sementara terlihat pula perbedaan antara sikap ibu siswa dan sikap nenek siswa
tetapi tidak berbeda secara nyata. Selanjutnya pada Tabel 22 menunjukkan bahwa semakin muda
seseorang maka sikap suka pada MTG semakin rendah artinya kemungkinan kekuatan sikap suka
yang melekat pada nenek siswa belum dipengaruhi oleh keadaan materialistik dan teknologi.
Sehingga penampilan MTG dipandang lebih oleh nenek siswa dari pada ibu siswa dan siswa.
Secara sederhana dan menarik bahwa penampilan MTG tidak kalah dengan makanan modern.
Alasan suka MTG karena penampilan, memang sebagai sebuah implikasi rasa kepemilikan pada
MTG yang merupakan pandangan secara umum dari luar MTG tersebut. Sementara terkstur
merupakan kerenyahan atau kekenyalan MTG pada saat digigit atau dikunyah yang dapat
menunjukkan perbedaan dengan makanan lainnya. Tentu saja penilaian yang diberikan oleh para
nenek siswa adalah tertinggi dibandingkan dengan ibu siswa dan siswa. Alasan selanjutnya adalah
aroma khas MTG yang tentunya berhubungan dengan bahan-bahan makanan yang digunakan
apakah jenisnya, kesegarannya, takarannya, termasuk proses pemasakannya yang semuanya
merupakan sebuah kesatuan filosofi yang dimiliki. Nilai rata-rata aroma khas menunjukkan adanya
perbedaan yang signifikan antara siswa dengan ibu siswa, siswa dengan nenek siswa. Sementara
antara ibu siswa dengan nenek siswa tidak terdapat perbedaan yang nyata pada nilai aroma khas.
Alasan sikap suka MTG yang mempunyai pengaruh terbesar dari alasan lainnya yakni
karena cita rasa. Cita rasa yang dimiliki MTG benar-benar sulit terduplikasi dengan makanan
lainnya. Cita rasa ini lahir dari akumulasi proses persiapan dan pemasakan makanan. Alasan
selanjutnya adalah menyehatkan yang merupakan alasan terendah pada ketiga golongan contoh
ini. Banyak hasil penelitian mengenai makanan tradisional yang ternyata hampir semua bahan
makanan yang digunakan secara tradisional maupun resep-resep makanan tradisional Indonesia
mempunyai khasiat terhadap kesehatan karena mengandung satu atau lebih komponen senyawa
yang mempunyai sifat fungsional terhadap satu atau lebih reaksi metabolisme dan biokimia yang
esensial bagi tubuh31.
25

Tabel 22 Rata-rata nilai sikap siswa, ibu siswa dan nenek siswa mulok ilmu gizi
berbasis MTG dan tidak mulok berdasarkan komponen sikap
Komponen sikap Siswa Ibu Nenek Signifikan
Suka 42.07±21.12a 55.74±33.94b 58.85±39.93b 0.000
Penampilan 41.04±20.86a 54.57±32.30b 58.06±39.81b 0.000
Tekstur 40.19±20.63a 54.72±33.03b 57.64±39.02b 0.000
Aroma khas 41.85±21.11a 55.40±33.87b 58.59±40.10b 0.000
Cita rasa 42.71±21.45a 56.13±34.86b 59.08±40.10b 0.000
Menyehatkan 40.15±21.20 a 53.72±33.85b 56.89±39.18b 0.000
Mudah diperoleh 41,73±21.02a 54.36±33.14b 57.31±38.20b 0.000
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.

Pernyataan yang diberikan baik oleh siswa, ibu siswa, dan nenek siswa tentang MTG dapat
menyehatkan adalah berbeda. Terlihat semakin muda semakin rendah alasan suka karena
menyehatkan. Ini penting untuk dilakukan pengkajian secara detail berdasarkan pandangan
masyarakat khususnya yang lebih tua sehingga akan menambah bahan referensi dalam
pelestarian dan pengembangan MTG melalui mata pelajaran muatan lokal ilmu gizi berbasis MTG.
Pembelajaran ini dapat merupakan salah satu solusi terbaik untuk meningkatkan pengetahuan,
pemahaman serta implikasinya masyarakat secara berkesinambungan. Lihat Tabel 22.
Sikap suka MTG dengan alasan karena mudah diperoleh mempunyai perbedaan yang
nyata antara siswa dengan ibu siswa dan antara siswa dengan nenek siswa. Perbedaan ini
kemungkinan terjadi karena intensitas ibu dan nenek ke tempat penjualan MTG lebih tinggi
dibandingkan dengan siswa. Juga ini merupakan ingatan dalam mengakses atau memperoleh
MTG. Sementara antara ibu siswa dan nenek siswa tidak terjadi perbedaan yang nyata tentang
alasan tersebut. Hal ini dapat disebabkan karena keduanya adalah pelaku utama dalam
pengadaan atau pembelian bahan MTG. Ini terlihat pada semua kabupaten/kota yang
menunjukkan bahwa ketersediaan MTG itu ada, baik jenis makanan pokok, lauk pauk, sayuran dan
snack/kue. Makanan tradisional Gorontalo ini dijual di pasar, restoran, warung/rumah makan, kaki
lima, toko ole-ole dan di mall. Namun sangat disayangkan bahwa keragaman MTG yang dijual ini
masih kurang dibandingkan dengan makanan lain atau produk instan lainnya. Malah ada mall yang
terbesar di Gorontalo tidak menyediakan MTG, tetapi menyediakan produk makanan dari luar
daerah lainnya serta produk impor. Sementara untuk hotel-hotel tertentu menyediakan MTG hanya
berdasarkan pemesanan dari konsumen dan itu pun pihak hotel bukan membuat sendiri tapi
dipesan dari para produsen di luar hotel. Dengan demikian berdasarkan wawancara dan observasi
ada juga hotel yang mempunyai restoran menyediakan MTG 2-3 kali dalam seminggu.
Keadaan sikap konsumsi MTG terlihat bahwa nenek siswa cenderung mempunyai nilai
yang lebih tinggi dibandingkan dengan ibu siswa dan siswa (Tabel 22), sehingga terlihat bahwa
semakin muda semakin rendah sikap suka terhadap MTG. Alasan suka ini ditunjukkan pula oleh
26

keadaan alasan yang sama yaitu bahwa semakin muda semakin rendah pula rata-rata nilai alasan
suka tersebut yang meliputi karena penampilan, tekstur, aroma yang khas, cita rasa, menyehatkan
dan mudah diperoleh. Artinya, bahwa keadaan ini telah membuktikan adanya perubahan sikap
tentang MTG pada masyarakat Gorontalo.
4. Praktik Konsumsi MTG
Setelah seseorang bersikap dengan berbagai alasannya maka ada kecenderungan untuk
melakukan tindakan atau praktik. Praktik ini akan terlaksana ketika tersedia objek dalam hal ini
fasilitas atau sarana untuk dilakukannya tindakan. Selanjutnya praktik perilaku konsumsi MTG
yang dimaksudkan adalah praktik siswa, ibu siswa dan nenek siswa dalam frekuensi mengonsumsi
MTG setiap hari, minggu, bulan, dan tahun. Ada 80 jenis menu MTG yang akan dijelaskan
berdasarkan frekuensi konsumsi perhari, minggu, bulan dan tahun.
4.1. Siswa
Frekuensi konsumsi MTG siswa mulok dan tidak mulok pada umumnya berbeda nyata
(p<0,05), dengan total rata-rata dalam setahun untuk contoh siswa mulok 1849,38±901,43 kali
dan 1596,46±888,194 kali pada tidak mulok. Untuk frekuensi setiap hari, minggu, bulan dan tahun
seperti berikut ini. Lihat Tabel 23.
Tabel 23 Rata-rata frekuensi konsumsi MTG siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak
mulok berdasarkan frekuensi perhari, minggu, bulan dan tahun
Frekuensi konsumsi MTG Siswa mulok Siswa tidak mulok Sig (2-tailed)
Hari 1195.2±820.7a 993.29±927.76a 0.060
Minggu 581.52±334.68a 356.47±238.43b 0.000
Bulan 68.24±67.59a 44.13±43.136b 0.000
Tahun 4.43±5.08a 2.57±2.94b 0.000
Total dalam setahun 1849.38±901.43a 1596.46±888.194b 0.000
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.

Frekuensi konsumsi MTG setiap hari dalam setahun pada siswa mulok dan tidak mulok
tidak berbeda secara nyata (p>0,05). Namun menandakan adanya kecenderungan peningkatan
frekuensi konsumsi MTG siswa mulok. Untuk frekuensi konsumsi perminggu adalah berbeda nyata
(p<0,05) dan perbedaan ini kemungkinan berhubungan dengan aktivitas siswa dari rumah ke
sekolah, yaitu karena ketersediaan MTG yang baik di sekolah dan juga adanya pemahaman pada
siswa mulok tentang MTG yang mendukung praktik mereka dalam konsumsi MTG tersebut.
Rata-rata konsumsi MTG setiap bulan terdapat perbedaan yang nyata dengan rata-rata
68,24±67,59 (berkisar 5-6) kali pada siswa mulok dan 44,13±43,13 (berkisar 3-4) kali pada tidak
mulok. Konsumsi setiap bulan itu biasanya berhubungan dengan kegiatan-kegiatan perayaan hari
besar agama, acara adat istiadat, juga kesadaran mengonsumsi MTG itu sendiri. Temuan dalam
penelitian tentang frekuensi konsumsi pangan tradisional, bahwa dalam sebulan remaja di kota
27

Bogor 5,4 kali/bulan makanan lengkap; 7,3 kali/bulan makanan kudapan dan 9,5 kali/bulan
minuman yang dapat dirata-ratakan 7,4 kali/bulan atau 7-8 kali/bulan15.
Demikian pula halnya yang terjadi pertahun yaitu berbeda nyata frekuensinya antara siswa
yang mengonsumsinya. Ini juga dapat menandakan keadaan kemampuan dalam mengadopsi
MTG itu sendiri bagi yang mengonsumsinya karena telah mengalami proses pembelajaran tentang
MTG tersebut. Proses pembelajaran ini dapat meningkatkan pengetahuan MTG dan dengan
pengetahuan tersebut telah meningkatkan pula sikap tentang MTG yang akhirnya mereka
mempraktikkannya lebih sering dibandingkan tidak mulok. Keadaan ini menandakan bahwa siswa
mulok mempunyai perilaku praktik konsumsi MTG yang lebih baik dibandingkan dengan tidak
mulok.
4.2. Ibu Siswa
Frekuensi konsumsi MTG ibu siswa mulok dan tidak mulok berbeda secara nyata (p<0,05).
Adapun rata-ratanya adalah 1716,13±1442,38 kali pada ibu siswa mulok dan 1390,76±1037,77
pada tidak mulok. Namun terlihat ada perbedaan frekuensi konsumsi MTG yang terjadi pada
waktu perminggu. Kemungkinan ini terjadi oleh karena ibu siswa mulok dan tidak mulok memiliki
perbedaan lama pendidikan berbeda nyata (p<0,05) yang berdampak pada perbedaan praktik.
Lihat Tabel 24.

Tabel 24 Rata-rata frekuensi konsumsi MTG ibu siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan
tidak mulok berdasarkan frekuensi perhari, minggu, bulan dan tahun
Frekuensi konsumsi MTG Ibu siswa mulok Ibu siswa tidak mulok Sig (2-tailed)
Hari 980.49±1418.88a 809.24±1020.27 a 0.227
Minggu 670.90±429.12 a 523.08±365.16b 0.001
Bulan 62.67±67.43 a 56.53±55.33 a 0.386
Tahun 2.07±4.07 a 1.91±3.51 a 0.707
Total dalam setahun 1716.13±1442.38 a 1390.76±1037.77b 0.025
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.

4.3. Nenek Siswa


Nenek siswa memiliki pengetahuan nama MTG yang lebih tinggi dibandingkan dengan ibu
siswa dan siswa itu sendiri, namun dalam praktiknya belum tentu mereka yang akan melakukannya
lebih banyak pula. Pada usia lanjut (lebih dari 65 tahun) penuaan memiliki beberapa konsekuensi
diantaranya perubahan fisiologis yang berhubungan dengan asupan makanan seperti anorexia32.
Secara keseluruhan ditemukan tidak ada perbedaan yang nyata rata-rata frekuensi
konsumsi MTG (p>0,05) contoh nenek siswa mulok dan tidak mulok. Ini terlihat bahwa dalam
setahun frekuensi konsumsinya ada 1523,35±1269,14 kali pada contoh nenek siswa mulok dan
1567,41±1327,69 kali tidak mulok. Demikian pula untuk frekuensi konsumsi MTG perhari, minggu,
bulan dan tahun tidak ditemukan perbedaan yang nyata. Lihat Tabel 25.
28

Tabel 25 Rata-rata frekuensi konsumsi MTG nenek siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG
dan tidak mulok berdasarkan frekuensi perhari, minggu, bulan dan tahun
Nenek siswa tidak
Frekuensi konsumsi MTG Nenek siswa mulok Sig (2-tailed)
mulok
Hari 913.69±1132.09 a 972.53±1344.83 a 0.680
Minggu 531.56±401.79 a 522.05±442.24 a 0.840
Bulan 75.29±82.16 a 70.34±73.39 a 0.579
Tahun 2.80±4.44 a 2.48±4.28 a 0.518
Total dalam setahun 1523.35±1269.14 a 1567.41±1327.69a 0.767
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.

4.4. Kategori Frekuensi Konsumsi MTG Siswa, Ibu Siswa dan Nenek Siswa Mulok dan Tidak
Mulok Berdasarkan Frekuensi Perhari
Tabel 26 menunjukkan bahwa kategori frekuensi konsumsi MTG yang tertinggi terlihat
pada kategori sering pada siswa mulok dan kategori jarang pada tidak mulok. Akan tetapi
sekalipun frekuensinya tinggi namun variasi MTG yang dikonsumsi terlihat masih rendah dari
jumlah MTG yang ada.

Tabel 26 Sebaran kategori frekuensi konsumsi MTG siswa, ibu siswa dan nenek siswa mulok ilmu
gizi berbasis MTG dan tidak mulok berdasarkan frekuensi perhari
Siswa Ibu siswa Nenek siswa
Kategori Mulok Tidak mulok Mulok Tidak mulok Mulok Tidak mulok
frekuensi
n % n % n % n % n % n %
Tidak pernah
4 2.61 10 6.58 11 7.19 14 9.21 16 10.46 10 6.58
(<1)
Jarang
59 38.56 68 44.74 72 47.06 85 55.92 76 49.67 85 55.92
(1-4)
Sering
66 43.14 58 38.16 41 26.8 33 21.71 34 22.22 31 20.39
(4-7)
Selalu
24 15.69 16 10.53 29 18.95 20 13.16 27 17.65 26 17.11
( ≥7)

Merujuk pada Tabel 42 yang menunjukkan bahwa dari 80 MTG, ternyata yang dikonsumsi
perhari hanya tinggal 26 MTG atau 32,50%. Ini juga dapat menjadi peringatan atau tanda bahwa
sesungguhnya MTG yang dikonsumsi oleh masyarakat Gorontalo telah menurun dan beralih ke
makanan lain. Selain itu bahwa jenis MTG yang paling banyak dikonsumsi pun adalah snack/kue
baik untuk frekuensi perhari, minggu, bulan dan tahun.
Berbeda dengan siswa yang beraktivitas di luar rumah termasuk di sekolah yang
mempunyai kantin atau warung dibandingkan dengan ibu siswa dan nenek siswa yang sebagian
besar sebagai ibu rumah tangga, maka kategori frekuensi konsumsi MTG tertinggi adalah jarang.
Terdapat 13,16-18,95% ibu siswa dan nenek siswa dengan kategori selalu, sementara untuk
kategori sering 20,39-26,8%. Lihat Tabel 26.
29

4.5. Contoh Siswa, Ibu Siswa dan Nenek Siswa yang Mengonsumsi MTG
Praktik konsumsi MTG pada contoh siswa, ibu siswa dan nenek siswa berbeda antara
waktu, baik yang terjadi perhari, minggu, bulan dan tahun. Dari 80 MTG akan dijelaskan lebih lanjut
jumlah yang mengonsumsinya pada masing-masing makanan tersebut. Tampilan pilihan makanan
yang akan dijelaskan adalah tiga terbanyak dan merupakan bagian dari pilihan makanan lainnya.
4.5.1. Siswa
Pada contoh siswa, MTG yang banyak dipilih dikonsumsi setiap hari yaitu nasi kuning
sebagai jenis makanan pokok, lauk pauk yaitu bilenthango, sayuran berupa kando tilumiti, dan
snack/kue yaitu sanggala. Semua jenis makanan yang dikonsumsi ini selalu tersedia di kantin
sekolah atau warung sehingga membuat siswa mudah memperolehnya. Lihat Tabel 19.
Binthe biluhuta menjadi makanan pokok yang paling banyak dipilih oleh contoh siswa pada
praktik perminggu, sementara untuk jenis lauk pauk adalah dabu-dabu lo sagela, dan jenis sayuran
masih paling banyak pada kando tilumiti.

Tabel 27 Sebaran contoh siswa yang mengonsumsi makanan tradisional Gorontalo


Hari Minggu Bulan Tahun
Nama MTG % Nama MTG % Nama MTG % Nama MTG %
Makanan pokok
Nasi Kuning 42.86 Binthe Biluhuta 43.64 Binthe Biluhuta 35.48 Balobinthe 30.77
Binthe Biluhuta 33.33 Balobinthe 16.36 Balobinthe 29.03 Bajoe 15.38
Balobinthe 14.29 Nasi Kuning 16.36 Ilabulo 9.68 Dila Lo Binthe 15.38
Lauk pauk
Dabu-dabu Lo
Bilenthango 85.71 40.00 Tabu moitomo 33.33 Tabu moitomo 22.22
sagela
Dabu-dabu Lo Dabu-dabu Lo Dabu-dabu Lo
9.52 Bilenthango 32.00 16.67 11.11
sagela sagela sagela
Ilahe 4.76 Pilitode 20.00 Gamie Lo hele 8.33 Gamie Lo hele 11.11
Sayuran
Gohu Lo
Kando Tilumiti 70.97 Kando Tilumiti 54.17 Pilitode Lo Poki-Poki 50,00 40,00
Putungo
Pilitode Lo Poki- Pilitode Lo Poki- Pilitode Lo Poki-
16.13 45.83 Gohu Lo Putungo 33.33 40,00
Poki Poki Poki
Tilumithi Dungo Tilumithi Dungo
Ihu tilinanga 6.45 Gohu Lo Putungo 0.00 16.67 20,00
Popaya Popaya
Snack/Kue
Kukisi
Sanggala 31.95 Sabongi 16.67 Tutulu 16.98 karawo/kerawan 11.90
g
Kue
Sabongi 19.53 Onde-onde 12.75 13.21 Onde-onde 11.90
karawo/kerawang
Lalamba 10.65 Sanggala 9.80 Aliyadala 11.32 Tutulu 11.90

Konsumsi MTG untuk perbulan dan pertahun yang paling banyak dipilih adalah beragam.
Namun untuk lauk pauk terlihat bahwa menu tabu moitomo menjadi pilihan terbanyak baik pada
konsumsi perminggu dan perbulan. Ini banyak terpilih karena menu tersebut sangat sering
disediakan pada acara pesta seperti pada peminangan, pernikahan, peringatan hari lahir
30

seseorang atau acara pesta pembeatan seorang wanita yang aqil balik, haul meninggalnya
seseorang.
Konsumsi sayur MTG pertahun yang terbanyak berkisar antara 11- 40% dan jenis sayuran
yang paling banyak terpilih adalah gohu lo putungo dan pilitode lo poki-poki. Untuk snack/kue MTG
yang terbanyak yaitu kukisi karawo/kerawang. Terlihat bahwa pilihan contoh pada MTG tidak
terdistribusi secara merata pada 80 MTG yang hanya terfokus pada beberapa makanan tertentu
sehingga pilihan jenis makanannya yang terpilih adalah lebih banyak.
Tabel 27 memperlihatkan bahwa, khusus untuk lauk pauk pada frekuensi perhari dan
perminggu yang paling banyak dikonsumsi adalah lauk pauk dari bahan ikan segar. Sekalipun
anak-anak yang tinggal di pesisir pantai terdapat ketersediaan ikan laut, namun ikan ini malah
menjadi pilihan kedua setelah daging ayam33. Selanjutnya ditemukan pula diantara jenis produk
ikan lauk maka ikan kaleng menjadi pilihan pertama.
4.5.2. Ibu Siswa
Makanan pokok MTG yang menjadi pilihan terbanyak contoh ibu siswa perhari adalah nasi
kuning sebesar 62,50%, sementara untuk perminggu dan perbulan adalah binthe biluhuta yang
masing-masing 46,55% dan 40,00%. Terlihat pula untuk pertahunnya adalah menu balobinthe
sebesar 75,00%. Memang makanan pokok ini adalah makanan yang selalu tersedia di rumah atau
di tempat penjualan. Selanjutnya akan dijelaskan seperti terlihat pada Tabel 28.
Tabel 28 Sebaran contoh ibu siswa yang mengonsumsi makanan tradisional Gorontalo
Hari Minggu Bulan Tahun
Nama MTG % Nama MTG % Nama MTG % Nama MTG %
Makanan pokok

Nasi Kuning 62.50 Binthe Biluhuta 46.55 Binthe Biluhuta 40.00 Balobinthe 75.00
Binthe Biluhuta 25.00 Balobinthe 32.76 Balobinthe 35.00 Binthe Luopa 25.00
Balobinthe 12.50 Kasubi Ilahe 8.62 Kasubi Ilahe 17.50 - -
Lauk pauk
Dabu-dabu Lo
Bilenthango 90.00 Bilenthango 25.58 25.00 Gamie Lo hele 20.00
sagela
Dabu-dabu Lo Dabu-dabu Lo Gamie Lo
7.50 23.26 Gamie Lo hele 18.75 20.00
sagela sagela Bolowa
Garo Lo
Perkedede Lo Binthe 2.50 Pilitode 20.93 Gamie Lo Bolowa 12.50 20.00
Payangga
Sayuran
Pilitode Lo Poki-
Kando Tilumiti 71.43 33.33 Gohu Lo Putungo 70.00 - -
Poki
Pilitode Lo Poki-Poki 9.52 Kando Tilumiti 30.95 Pilitode Lo Poki-Poki 20.00 - -
Tilumithi Dungo
Gohu Lo Putungo 4.76 Gohu Lo Putungo 19.05 10.00 - -
Popaya
Snack/Kue
Sabongi 36.59 Onde-onde 19.27 Onde-onde 14.00 Aliyadala 22.22
Sanggala 25.61 Popolulu 17.43 Tutulu 14.00 Onde-onde 16.67
Pusu lo kasubi 10.98 Lalamba 8.26 Keyabo 10.00 Sabongi 16.67
31

Jenis lauk pauk MTG yang dikonsumsi oleh contoh ibu siswa paling banyak untuk
perharinya dan perminggu adalah bilenthango. Ada 90% ibu siswa yang mengonsumsi bilenthango
setiap hari dan setiap minggunya ada 25,58%. Sementara pilihan terbanyak untuk perbulan adalah
dabu-dabu lo sagela sebesar 25%, dan untuk pertahunnya adalah gamie lo hele sebanyak 20%.
Lagi-lagi kando tilumiti menjadi jenis sayuran pilihan terbanyak contoh ibu siswa untuk
frekuensi setiap hari yaitu 71,43%. Sedangkan konsumsi perminggu terdapat sayur pilitode lo poki-
poki sebanyak 33,33% dan perbulan adalah gohu lo putungo sebesar 70%. Sementara tidak
terdapat pilihan contoh ibu siswa pada jenis menu sayuran pertahun. Kemungkinan ini karena
semua jenis sayuran MTG biasa dikonsumsi setiap hari dan tidak ada yang khusus dikonsumsi
pada hari-hari tertentu.
Sebanyak 36,59% setiap hari ibu siswa mulok memilih sabongi sebagai jenis snack/kue.
Selanjutnya untuk perminggu dan perbulannya, onde-onde menjadi pilihan terbanyak, sedangkan
untuk pertahun adalah aliyadala. Jenis snack/kue ini dengan bahan utama ubi kayu atau singkong,
sehingga ini juga dapat merupakan upaya dalam ketahanan pangan yaitu dengan mengonsumsi
makanan tradisional yang berbahan lokal.
4.5.3. Nenek Siswa
Banyak contoh nenek siswa memilih makanan pokok MTG yang terbuat dari bahan dasar
jagung. Frekuensi konsumsi MTG perhari, minggu dan bulan terbanyak pada binthe biluhuta dan
balobinthe. Ini menandakan bahwa mereka masih mempertahankan makanan pokok yang berasal
dari bahan bukan beras dan masih menjadi pilihan yang dianggapnya terbaik.
Kesenangan contoh nenek siswa pada jenis lauk pauk yaitu bilenthango, yang terjadi
frekuensi perhari dan bulan. MTG ini terbuat dari ikan air tawar maupun ikan laut yang menjadi
pilihan terbanyak. Hal ini terjadi pula pada umur masyarakat lainnya yang banyak mengonsumsi
MTG tersebut setiap harinya.
Konsumsi contoh nenek siswa perbulan terbanyak pada pilitode. MTG ini merupakan
paduan antara ikan dan santan kelapa disertai dengan bumbu-bumbu yang khas, sehingga
memberikan cita rasa yang spesifik. Kemungkinan hal ini yang menyebabkan banyak pilihan
contoh pada pilitode. Sementara jumlah pilihan MTG terbanyak pertahun adalah palau yaitu ayam
kampung yang digoreng utuh satu ekor (sudah dikeluarkan karkasnya), dibumbui dan biasanya
dibuat pada setiap ada upacara adat 7 bulanan kehamilan ibu dalam keluarga. Para nenek atau
orang yang dianggap lebih tua biasanya diundang untuk pesta tersebut karena dianggap akan
memberikan keberkahan pada keluarga yang sedang hajatan tersebut. Kehadiran orang yang
dituakan ini adalah sebuah kebahagiaan untuk keluarga yang menyelenggakan pesta sehingga
dihargai dengan diberikan palau. Ini terjadi pula pada peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW
yang diselenggarakan di masjid, dihadiri oleh berbagai kalangan dan dilaksanakan pada waktu
32

setelah sholat Isya sampai jam 10 pagi. Tetapi pada waktu sebelum sholat subuh, pembacaan doa
dihentikan guna melaksanakan sholat subuh. Setelah itu dilanjutkan lagi pembacaan doa tersebut.
Palau ini diberikan pada orang-orang yang membaca doa yang biasanya paling banyak terdiri dari
nenek-nenek dan kakek-kakek, dan ada juga yang dihadiahkan untuk para tokoh masyarakat atau
pemimpin daerah.
Tabel 29 menjelaskan pula praktik konsumsi MTG contoh nenek siswa pada jenis sayuran.
Untuk pilihan terbanyak pada setiap hari dan minggu adalah kando tilumiti. Sayur ini menjadi
pilihan terbanyak karena kebiasaan makan jenis sayur tersebut telah diajarkan atau dibiasakan
sejak kecil pada masyarakat Gorontalo dan mudah diperoleh serta harganya murah. Selanjutnya
untuk perbulan adalah menu ihu tilinanga yaitu sayur terong yang digoreng kemudian dibumbui
dengan bumbu yang sudah dicampur dengan santan yang kental. Ini seiring dengan rata-rata
kebiasaan makanan pokok perbulan terbanyak pada balobinthe, karena sayuran tersebut biasanya
dianggap paling enak jika dimakan dengan makanan pokok yang berbahan jagung.
Tabel 29 Sebaran contoh nenek siswa yang mengonsumsi makanan tradisional Gorontalo
Hari Minggu Bulan Tahun
Nama MTG % Nama MTG % Nama MTG % Nama MTG %
Makanan pokok
Binthe Biluhuta 33.33 Balobinthe 33.33 Balobinthe 40.74 Bajoe 33.33
Nasi Kuning 22.22 Binthe Biluhuta 31.25 Binthe Biluhuta 35.19 Balobinthe 33.33
Binthe
Bajoe 11.11 Kasubi Ilahe 20.83 Kasubi Ilahe 11.11 33.33
Biluhuta
Lauk pauk
Bilenthango 49.09 Bilenthango 35.14 Pilitode 46.15 Palau 60.00
Dabu-dabu Lo Dabu-dabu Lo Gamie Lo
21.82 32.43 Gamie Lo Bolowa 30.77 40.00
sagela sagela Bolowa
Pilitode 10.91 Pilitode 18.92 Bilenthango 23.08 - -
Sayuran
Kando Tilumiti 90.48 Kando Tilumiti 38.89 Ihu tilinanga 41.67 - -
Pilitode Lo Poki-
Ilahu 4.76 33.33 Gohu Lo Putungo 33.33 - -
Poki
Pilitode Lo Poki- Pilitode Lo Poki-
4.76 Gohu Lo Putungo 19.44 16.67 - -
Poki Poki
Snack/kue

Sanggala 49.18 Sabongi 24.14 Onde-onde 14.94 Tiliaya 17.86


Sabongi 24.59 Sanggala 22.99 Tutulu 11.49 Aliyadala 10.71
Aliyadala 4.92 Onde-onde 9.20 Aliyadala 10.34 Sabongi 10.71

Untuk snack/kue MTG, contoh nenek siswa untuk frekuensi perhari paling banyak memilih
sanggala. Kue ini mudah dibuat dan diperoleh, biasanya menjadi sandingan ketika seseorang
minum kopi atau teh di pagi dan petang hari. Sementara untuk snack/kue perminggu dan perbulan
banyak dipilih adalah yang terbuat dari singkong yaitu sabongi dan onde-onde. Di sini terlihat
bahwa para contoh nenek siswa mempunyai kebiasaan yang masih dipertahankan yaitu
mengonsumsi menu dari bahan umbi-umbian.
33

Simpulan

Secara keseluruhan terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05) pengetahuan MTG antara
contoh siswa yang memperoleh mata pelajaran mulok ilmu gizi berbasis MTG dengan yang tidak
mulok. Sementara pada contoh ibu siswa dan nenek siswa baik mulok dan tidak mulok tidak
terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05) pengetahuan MTG. Selanjutnya melalui analisis
komparatif yaitu anova, terdapat perbedaan yang nyata pengetahuan MTG antara contoh siswa
dengan ibu siswa, antara contoh siswa dengan nenek siswa. Antara contoh ibu siswa dengan
nenek siswa tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0,05).
Kriteria sikap terhadap MTG meliputi suka dengan alasan penampilan, tekstur, aroma khas,
cita rasa, menyehatkan dan mudah diperoleh. Secara keseluruhan terdapat perbedaan yang nyata
(p<0,05) sikap contoh siswa memperoleh mata pelajaran mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak
mulok. Sementara sikap contoh ibu siswa dan nenek siswa mulok dan tidak mulok tidak terdapat
perbedaan yang nyata (p<0,05). Melalui analisis komparatif yaitu anova, terdapat perbedaan yang
nyata sikap tentang MTG antara contoh siswa dengan ibu siswa, antara contoh siswa dengan
nenek siswa.
Terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05) praktik konsumsi MTG contoh siswa yang
mendapatkan mulok ilmu gizi berbasis MTG dengan tidak mulok. Pada contoh ibu siswa mulok dan
tidak mulok terdapat perbedaan yang nyata frekuensi konsumsi MTG dalam perminggu dan total
dalam setahun. Sementara nenek siswa mulok dan tidak mulok tidak terdapat perbedaan yang
nyata. Dengan analisis komparatif yaitu anova, praktik konsumsi MTG pada contoh siswa, ibu
siswa dan nenek siswa tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0,05). Namun frekuensi konsumsi
MTG siswa cenderung lebih tinggi.
Dari temuan tentang pengetahuan, sikap dan praktik maka disimpulkan pertama, bahwa
contoh siswa yang mendapat mata pelajaran mulok ilmu gizi berbasis MTG mempunyai perilaku
konsumsi MTG yang lebih tinggi dibandingkan dengan tidak mulok. Kedua, bahwa telah terjadi
perubahan perilaku konsumsi makanan tradisional pada tiga generasi yang ditandai oleh semakin
rendah pengetahuan MTG dan sikap tentang MTG. Hal ini telah membuktikan bahwa semakin
muda usia contoh semakin rendah perilaku konsumsi MTG.

Saran

Perubahan perilaku yang ditandai oleh perbedaan pengetahuan dan sikap terhadap MTG
dapat berdampak pada beralihnya masyarakat dari makanan tradisional ke makanan modern. Oleh
karena itu, kebijakan mulok ilmu gizi berbasis MTG menjadi salah satu upaya yang dapat
34

meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang ilmu gizi/kesehatan berbasis MTG dan ini
mendukung pelayanan ketahanan pangan.
Pembelajaran mulok mempengaruhi pengetahuan, sikap dan praktek konsumsi MTG.
Pembelajaran ini dapat diterapkan pada semua tingkat pendidikan formal, non formal dan informal
sehingga ke depan dapat menjadi salah satu upaya memutus rantai permasalahan gizi/kesehatan
yang disebabkan oleh makanan dan sebagai upaya pelestarian dan pengembangan budaya. Hal
ini seiring dan menunjang prioritas program pembangunan Gorontalo yaitu pendidikan dan
pelayanan kesehatan.
Perlu penelitan lanjutan yang lebih detail tentang fungsi-fungsi dari masing-masing
makanan tradisional dengan pendekatan bidang kesehatan, ekonomi, sosial, budaya dan bahkan
politik sehingga memperkaya referensi tentang makanan tradisional.

Daftar Pustaka

1. Syarief, H. Membangun Sumberdaya Manusia Berkualitas: Suatu Telaah Gizi Masyarakat dan
Sumberdaya Keluarga. Di dalam: Kusumantanto T, Sumarwan U, Poerwanto R, Manalu W, Haluan J,
Rahayu IHS, Kusmana C, Setiawan BI, Koesmaryono Y. Penyunting. Dewan Guru Besar Institut
Pertanian Bogor. Persfektif Ilmu-Ilmu Pertanian dalam Pembangunan Nasional. Jakarta. Penebar
Swadaya. hlm: 339-342, 2008
2. Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. Cet. ke-8. Jakarta. PT Rineka Cipta, 2007.
3. Sajogyo. Promosi, Pemasaran dan Pendidikan. Di dalam: Winarno FG. Puspitasari NL, Kusnandar
Feri. Editor. Prosiding Widyakarya Nasional Khasiat Makanan Tradisional. FKUI, 9-11 Juni 1995.
Jakarta. Kantor Menteri Negara Urusan Pangan Republik Indonesia. hlm: 11-19, 1995.
4. Guerrero L et al. Perception of traditional food products in six European regions using free word
association. Food Quality and Preferences, 21: 235-233. 2010.
5. Jordana J. Traditional foods: Challenges Facing the European Food Industry. Food Research
International, 33, 147–152. 2000
6. Napu A. Perubahan Perilaku Konsumsi Makanan Tradisional dan Status Gizi Anak sekolah Serta
Kebijakan Mulok Ilmu Gizi Berbasis Makanan Tradisional Gorontalo. IPB Bogor, 2013.
7. Sztompka P. The Sociology of Social Change. Jakarta. Prenada Media Group, 1993.
8. Thoha M. Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya. Ed. Ke-1, Cet. Ke-3. Jakarta. CV
Rajawali, 1988.
9. Notoatmodjo S. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta. Rineka Cipta, 2010.
10. Mubah AS. Strategi Meningkatkan Daya Tahan Budaya Lokal dalam Menghadapi Arus Globalisasi.
Jurnal Unair Vol. 24. No. 4: 302-308, 2011.
11. Koentjaraningrat. Antropologi dan Sejaran Pangan. Di dalam: Winarno FG. Puspitasari NL, Kusnandar
Feri. Editor. Prosiding Widyakarya Nasional Khasiat Makanan Tradisional. FKUI, 9-11 Juni 1995.
Jakarta. Kantor Menteri Negara Urusan Pangan Republik Indonesia. hlm: 11-19, 1995.
12. Tanziha I. Analisis Perencanaan Ketersediaan Pangan Berdasarkan Daya Dukung Pangan Wilayah
untuk Memenuhi Kebutuhan Konsumsi Pangan di Kabupaten Lebak. Jurnal Ilmiah Agropolitan 3; 320-
335, 2010.
13. Muhilal. Makanan Tradisional Sebagai Sumber Zat Gizi dan Non Gizi dalam Meningkatkan Kesehatan
Individu dan Masyarakat. Di dalam: Winarno FG. Puspitasari NL, Kusnandar Feri. Editor. Prosiding
Widyakarya Nasional Khasiat Makanan Tradicional. FKUI, 9-11 Juni 1995. Jakarta. Kantor Menteri
Negara Urusan Pangan Republik Indonesia. hlm: 217-222, 1995.
35

14. Setyo I, Hardinsyah, Dwiriani CM. Konsumsi Pangan Tradisional di Kalangan Remaja Siswa SMU
Favorit dan Non-Favorit di Semarang. Di dalam Nuraida I, Dewanti R. Riyadi. Editor. Pangan
Tradisional Basis Bagi Industri Pangan fungsional dan Suplemen. Pusat Kajian Makanan Tradisional
IPB. hlm: 313-328, 2001.
15. Eliawati T, Hardinsyah, Dwiriani CM. Konsumsi Pangan Tradisional pada Siswa Remaja di Kota Bogor.
Di dalam Nuraida L, Hariyadi RD. Editor. Pangan Tradisional Basis Bagi Industri Pangan fungsional
dan Suplemen. Pusat Kajian Makanan Tradisional IPB. hlm: 329-343, 2001.
16. Achir YA, Wirosuhardjo K. Pengembangan Sikap Menyukai Makanan Tradicional Melalui Pendidikan.
Di dalam: Winarno FG. Puspitasari NL, Kusnandar Feri. Editor. Prosiding Widyakarya Nasional Khasiat
Makanan Tradisional. FKUI, 9-11 Juni 1995. Jakarta. Kantor Menteri Negara Urusan Pangan Republik
Indonesia. hlm: 259-264, 1995.
17. Glanz K. Measuring food Environments: A Historical Perspective Review. American Journal of
Preventive Medicine, 36;S93-S98, 2009.
18. Nasir M. Metode Penelitian. Bogor. Ghalia Indonesia, 2009.
19. Scheaffer RL, Mendenhall W, Ott L. Elementary Survei Sampling Fouth Edition. United States of
America. PWS-KENT Publishing Company, 1990.
20. Napu A, Tambipi S, Mohammad S. Menu Khas Daerah Gorontalo. Gorontalo. Seksi Gizi Dinas
Kesehatan Provinsi Gorontalo, 2008.
21. Cobb NJ. Adolescence continuity, Chang and Diversity. Los Angeles. California State University.
Mayfield Publishing Company, 2001.
22. Soekirman, Thaga AR, Hardinsyah, Hadi H, Jus’at I, Achadi El, Atmarita. Sehat dan Bugar Berkat Gizi
Seimbang. Jakarta. Kompas Gramedia, 2010.
23. Dwiriani CM, Rimbawan, Riyadi H, Martianto D. Pengaruh Pemberian Zat Multi Gizi Mikro dan
Pendidikan Gizi Terhadap Pengetahuan Gizi, Pemenuhan Zat gizi dan Status Besi Remaja Putri.
Jurnal Gizi dan Pangan. Vol.6 No.3 171-177, 2011.
24. [BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Gorontalo. Gorontalo dalam Angka. Gorontalo: BPS.
25. Shariff MZ. at al. 2008 Nutrition Education Intervention Improves Nutrition Knowledge, Attitude and
Practices of Primary School Children: A Pilot Study. International Electronic Journal of Health
Education, 2008; 11:119-132, 2010.
26. Roberts MS, Pobocik SR, Deek R, Besgrove A, Prostine AB. A Qualitative Study of Junior High School
Principals' and School food Service Directors' Experiences with the Texas School Nutrition policy.
Journal of Nutrition Education and behavior, 41; 293-299, 2009.
27. Aningati T. Analisis Pengaruh Tingkat Pendidikan, Pengetahuan Ibu dan Pendapatan terhadap
Peningkatan Gizi Balita. Jurnal Ekonomi Manajemen. Vol. 3, No. 2: 54-61, 2004.
28. Van Der Laan LN, De Ridder DTD, Viergever MA, Smeets PAM. The first taste is always with the eyes:
A meta-analysis on the neural correlates of processing visual cuesOriginal Research Article
NeuroImage, Volume 55: 296-303, 2011.
29. Winarno FG. Makanan tradisional, Keamanan, Gizi dan Khasiat. Jakarta 1993. Seminar Pangan
Tradisional dalam Rangka Penganekaragaman Pangan, 1993.
30. Pieniak Z, Verbeke W, Vanhonacker F, Guerrero dan Hersieth Margrethe. Association between
traditional food consumtion and motives for food choice six European Contries. Journal Homepage
Appetite: 53: 101-106, 2009.
31. Zakaria FR, Andarwulan N. Khasiat Berbagai Pangan Tradisional untuk Pangan Fungsional dan
Suplemen. Di dalam Nuraida I, Dewanti R. Riyadi. Editor. Pangan Tradisional Basis Bagi Industri
Pangan fungsional dan Suplemen. Pusat Kajian Makanan Tradisional IPB. hlm: 41-53, 2001.
32. De Boer A, Ter Horst GJ, Lorist MM. Physiological and psychosocial age-related changes associated
with reduced food intake in older persons. Review Article Ageing Research Reviews, Vol. 12: 316-328,
2013.
33. Waysima, Sumarwan U, Khomsan A, Zakaria FR. Sikap Afektif Ibu Terhadap Ikan Laut Nyata
Meningkatkan Apresiasi Anak Mengonsumsi Ikan Laut. Jurnal Gizi dan Pangan. Vol. 5 No. 3: 1994-
2001, 2010.

Anda mungkin juga menyukai