Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

World Health Organization (WHO) tahun 2013 menyebutkan penyebab

kematian balita urutan pertama di sebabkan gizi buruk dengan angka 54 %.

Pengelompokan prevelensi gizi kurang berdasarkan WHO, Indonesia tahun 2013

tergolong negara dengan status kekurangamn gizi yang tinggi karena 5.119.935

(atau 28,47%) dari 17.983 balita Indonesia termasuk kelompok gizi kurang dan

gizi buruk. Adanya perbaikan status gizi pada balita di indonesia proporsi status

gizi sangat pendek dan pendek turun dari 37,2 persen tahun 2013 mnenjadi 30,8

persen. Demikian juga proporsi status gizi buruk dan gizi kurang turun dari 19,6

persen tahun 2013 menjadi 17,7 persen (Riskesdas, 2018).

Pola makan yang sehat dapat diartikan sebagai suatu cara atau usaha untuk

melakukan kegiatan makan secara sehat, sedangkan yang dimaksud pola makan

sehat dalam penelitian ini adalah suatu cara atau usaha dalam pengaturan jumlah

dan jenis makanan dengan maksud tertentu seperti mempertahankan kesehatan,

status nutrisi, mencegah atau membantu kesembuhan penyakit. Pola makan

sehari-hari merupakan pola makan seseorang yang berhubungan dengan

kebiasaan makan setiap harinya. Untuk mencapai tujuan pola makan sehat tidak

terlepas dari masukan gizi yang merupakan proses organisme menggunakan

makanan yang dikonsumsi melalui proses digesti, absorbsi, transportasi,

penyimpanan, metabolimse dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk

1
mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal organ-organ, serta

menghasilkan energi (Syakira, 2009).

Anak-anak merupakan konsumen pasif, mereka menerima apapun makanan

yang disediakan ibunya. Pola pemberian makanan yanng dilakukan oleh ibu baik

dari segi kualitas dan kuantitas akan mempengaruhi status gizi anak. Bahkan,

kematian akibat penyakit yang timbul karena pola makan yang salah/tidak sehat

belakangan ini cenderung meningkat. Penyakit akibat pola makan yang kurang

sehat tersebut diantaranya diabetes melitus, hiperkolesterolemia, penyakit kanker

(Rusilanti, 2015).

Pada usia 3-5 tahun merupakan masa rawan terhadap masalah gizi dan

kekurangan vitamin. Pada umur ini anak sering terkena infeksi karena praktek

pemberian makanan dan kontak yang lebih luas dengan dunia luar serta stres

emosional dihubungkan dengan proses penyapihan (Spirit, 2010).

Status gizi adalah suatu keadaan yang didapatkan dari keseimbangan antara

asupan gizi dari makanan dan kebutuhan zat gizi oleh tubuh. Seseorang akan

mempunyai status gizi yang baik apabila asupan gizi sesuai dengan kebutuhan

tubuh. Asupan gizi yang kurang dalam makanan dapat menyebabkan kekurangan

gizi, sebaliknya oranng yanga asupan gizinya berlebih maka akan berakibat gizi

berlebih (Par'I, 2016).

Sepanjang tahun 2015, kasus gizi buruk balita di Sulawesi Utara menurut

program Gizi Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara adalah sebanyak 39 kasus terjadi

penurunan dibandingkan tahun 2014 yaitu 47 kasus, di mana Kabupaten

Kepulauan Sangihe merupakan daerah yang mempunyai kontribusi terbesar dalam

2
jumlah status gizi buruk bayi di Sulawesi Utara yaitu masing-masing 13 kasus,

sedangkan Kota Tomohon dan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur adalah

daerah di Provinsi Sulawesi Utara yang sepanjang tahun 2015 tidak ada kasus gizi

buruk (Gizi Dinkes Provinsi Sulut, 2016).

Menurut hasil wawancara dan observasi peneliti di Puskesmas lobbo

berjumlah 200 responden dan berdasarkan hasil wawancara yang saya dapatkan

saya hanya mengambil sampel sebanyak 10 orang diantaranya orang tua anak

berjumlah 4 orang mengatakan kalau anak mereka makan dengan baik tiga kali

sehari dengan memakan, nasi, ikan dan sayur dan tidak makan sembarangan

walaupun sedang berada dilingkungan sekolah, karena orang tuanya sering

mengingatkan bahwa tidak boleh sembarangan jajan dipinggir jalan, dan 6 orang

tua anak mengatakan bahwa anak mereka dalam satu harinya makan tidak teratur

kadang mereka memakan nasi dan ikan untuk pagi hari dan malam hari,

sedangkan siang harinya mereka hanya mengkonsumsi singkong dan ikan dan

sering jajan dipinggir jalan dan dilingkungan sekolah, sehingga kadang mereka

sering merasakan sakit perut, sedangkan pada status gizi 4 orang tua anak

mengatakan bahwa anak mereka tidak ada masalah dalam gizinya karna mereka

juga sering melakukan pemeriksaan kesehatan anak mereka kepuskesmas Lobbo,

dan untuk 6 orang tua anak mengatakan bahwa anak mereka dalam status gizinya

tidak baik karena cara mereka makan tidak teratur dan keadaan mereka juga tidak

bersih seperti saat sedang ingin makan mereka tidak mencuci tangan, dan tidak

juga sering diperiksakan ke Puskesmas Lobbo.

3
Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

dengan judul hubungan pola makan dengan status gizi pada anak usia 3-5 Tahun

diWilayah Kerja Puskesmas Lobbo Kecamatan Beo Utara Kabupaten Kepulauan

Talaud.

B. Rumusan Masalah

Apakah Ada Hubungan Pola Makan dengan Status Gizi Pada Anak Usia 3-5

Tahun Diwilayah Puskesmas Lobbo, Kecamatan Beo Utara, Kabupaten

Kepulauan Talaud ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Diketahui Hubungan Pola Makan dengan Status Gizi Pada Anak Usia 3-5

Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Lobbo Kecamatan Beo Utara Kabupaten

Kepulauan Talaud.

2. Tujuan khusus :

a. Diketahui Pola Makan Anak Usia 3-5 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas

Lobbo Kecamatan Beo Utara Kabupaten Kepulauan Talaud.

b. Diketahui Status Gizi pada Anak Usia 3-5 Tahun di Wilayah Kerja

Puskesmas Lobbo Kecamatan Beo Utara Kabupaten Kepulauan Talaud.

c. Teranalisis Hubungan Pola Makan dengan Status Gizi pada Anak Usia 3-

5 Tahun Di Wilayah Kerja Puskesmas Lobbo Kecamatan Beo Utara

Kabupaten Kepulauan Talaud.

4
D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai bahan masukan dan dijadikan atau bahan bacaan, sebagai acuan

untuk Fakultas Keperawatan khususnya Keperawatan Anak yang berkaitan

dengan masalah pola makan dan status gizi pada anak usia 3-5 tahun.

2. Bagi Lokasi Penelitian

Sebagai masukan bagi tenaga kesehatan di Puskesmas Lobbo terutama

yang berkaitan dengan masalah pola makan dan status gizi pada anak usia 3-5

tahun

3. Bagi Penenliti Selanjutnya

Sebagai bahan masukan referensi bagi mahasiswa dalam penyusunan

karya tulis ilmiah dan menambah pengatahuan juga pengalaman dalam

mengembangkan wawasan di bidang riset dan ilmu pengetahuan.

5
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Tinjauan Umum Tentang Pola Makan

1. Pola makan

Makan adalah kebutuhan pokok manusia. Setiap hari kita harus makan

supaya kita mempunyai energi untuk beraktivitas. Idealnya menurut teori,

manusia perlu makan 3 kali sehari untuk memenuhi kebutuhan gizinya. Bila

sebelumnya makan berarti harus mengkonsumsi nasi, maka seiring dengan

perubahan gaya hidup, manusia tidak hanya mengkonsumsi nasi selama makan.

Nasi sebagai sumber karbohidrat yang mensuplai prosentase terbesar untuk

energi bisa digantikan dengan sumber karbohidrat yang lain. Seperti kentang,

roti gandum, cereal. Makanan adalah keperluan asas bagi setiap makhluk yang

hidup di muka bumi ini. Makanan yang dimakan perlulah berkualitas dan

diambil dengan cara makan yang benar. Kita akan jadi tidak sehat jika kita

mempunyai pola makan yang tidak sehat. Jika kita biasakan pola makan yang

sehat dan mengikuti saran pakar nutrisi, kita akan jadi lebih sehat (Carapedia,

2012).

Pola makan yang kurang baik disebabkan karena kebiasaan makan anak

yang tidak teratur. Di mana pada masa ini anak sudah mulai memilih sendiri

makanan yang disenangi dan sudah mulai menyukai makanan di luar rumah

dari pada makanan di rumah. Oleh sebab itu dapat mengakibatkan terjadinya

beberapa gejala pada tubuh anak diantaranya kurangnya asupan karbohidrat,

6
protein, dan zat lemak yang menyebabkan tubuh akan menjadi lemah. Asupan

makanan yang kurang dengan kebutuhan tubuh dapat mengganggu penyerapan

asupan gizi. Kekurangan gizi dapat mengakibatkan penurunan fungsi otak,

kurangnya berat badan, dan meningkatkan resiko penyakit infeksi (Achmadi,

2013).

Pola makan dipengaruhi oleh beberapa hal, anatara lain:

a. Kebiasaan kesenangan

b. Budaya

c. Agama

d. Taraf ekonomi

e. Lingkungan alam

Pola makan yang baik akan mempengaruhi konsumsi makan seseorang

dan zat-zat gizi dalam tubuh juga terpenuhi dengan baik. Makanan lengkap

harus dipenuhi karena akan mempengaruhi kondisi kesehatan dan status gizi

seseorang, pola makan yang baik dicerminkan oleh konsumsi makanan yang

mengandung zat gizi dengan jenis yang beragam dan jumlah yang seimbang

serta dapat memenuhi kebutuhan individu (Shifa, 2011).

2. Faktor – Faktor yang mempengaruhi pola makan

a. Budaya

Budaya cukup menentukan jenis makanan yang sering dikonsumsi.

Demikian pula letak geografis mempengaruhi makanan yang diinginkannya.

Sebagai contoh, nasi untuk orang-orang Asia dan Orientalis, pasta untuk

7
orang-orang Italia, curry (kari) untuk orang-orang India merupakan

makanan pokok, selain makana-makanan lain yang mulai ditinggalkan.

Makanan laut banyak disukai oleh masyarakat sepanjang pesisir Amerika

Utara. Sedangkan penduduk Amerika bagian Selatan lebih menyukai

makanan goreng – gorengan (Hastuti, 2012).

b. Agama

Agama/kepercayaan juga mempengaruhi jenis makanan yang

dikonsumsi. Sebagai contoh, agama Islam dan Yahudi Orthodoks

mengharamkan daging babi. Agama Roma Katolik melarang makan daging

setiap hari, dan beberapa aliran agama (Protestan) melarang pemeluknya

mengkonsumsi teh, kopi atau alkohol (Hastuti, 2012).

c. Status sosial ekonomi

Pilihan seseorang terhadap jenis dan kualitas makanan turut

dipengaruhi oleh status sosial dan ekonomi. Sebagai contoh, orang kelas

menengah ke bawah atau orang miskin didesa tidak sanggup membeli

makanan jadi, daging, buah dan sayuran yang mahal. Pendapatan akan

membatasi seseorang untuk mengkonsumsi makanan yang mahal harganya.

Kelompok sosial juga berpengaruh terhadap kebiasaan makan, misalnya

kerang dan siput disukai oleh beberapa kelompok masyarakat, sedangkan

kelompok masyarakat yang lain lebih menyukai hamburger (Hastuti, 2012).

d. Personal preference

Hal-hal yang disukai dan tidak disukai sangat berpengaruh terhadap

kebiasaan makan seseorang. Orang seringkali memulai kebiasaan makannya

8
sejak dari masa kanak-kanak hingga dewasa. Misalnya, ayah tidak suka

makan ikan, begitu pula dengan anak laki-lakinya. Ibu tidak suka makanan

kerang, begitu pula anak perempuannya. Perasaan suka dan tidak suka

seseorang terhadap makanan tergantung asosiasinya terhadap makanan

tersebut (Hastuti, 2012).

e. Rasa lapar, nafsu makan, dan rasa kenyang

Rasa lapar umumnya merupakan sensasi yang kurang menyenangkan

karena berhubungan dengan kekurangan makanan. Sebaliknya, nafsu makan

merupakan sensasi yang menyenangkan berupa keinginan seseorang untuk

makan. Sedangkan rasa kenyang merupakan perasaan puas karena telah

memenuhi keinginannya untuk makan. Pusat pengaturan dan pengontrolan

mekanisme lapar, nafsu makan dan rasa kenyang dilakukan oleh sistem saraf

pusat, yaitu hipotalamus (Hastuti, 2102).

f. Kesehatan

Kesehatan seseorang berpengaruh besar terhadap kebiasaan makan.

Sariawan atau gigi yang sakit seringkali membuat individu memilih

makanan yang lembut. Tidak jarang orang yang kesulitan menelan, memilih

menahan lapar dari pada makan (Hastuti, 2012).

3. Pedoman pola makan sehat

Agar pola makan anak dapat terbentuk dengan baik, berikut ini

disampaikan tips membentuk dan menjaga pola makan yang sehat.

a. Jangan memberikan makanan lain sebelum anak makan makanan utama

(pagi, siang, sore/malam).

9
b. Jangan mulai membiasakan anak mengkonsumsi makanan pembuka atau

selingan yang tinggi kalori.

c. Mengusahakan anak mengkonsumsi makanan 4 sehat 5 sempurna tiap

hari.

d. Membiasakan anak makan pada tempat yang semestinya (ruang makan

atau duduk di kursi makan).

e. Jangan membiasakan anak makan sambil digendong, berjalan-jalan di

Depan rumah dan sebagainya.

f. Memberi contoh positif dengan menghentikan kebiasaan jajan orang tua.

g. Membiasakan anak makan pagi agar dapat menghindarkan kebiasaan

jajan.

h. Jangan mulai menuruti semua permintaan anak terhadap makanan kecil.

i. Kalau tidak terpaksa, jangan membiasakan anak makan makanan siap saji

karena gizi makanan ini kurang seimbang (terlalu banyak lemak dan

kalori).

j. Mengembangkan sikap tegas, terbuka, dan logis ketika menolak

permintaan anak dengan mencoba memberikan alternatif.

k. Membiasakan menanyakan pendapat anak seperti menanyakan mau makan

apa hari ini. Ini merupakan awal proses pendidikan agar anak dapat

memilih  dan bertanggung jawab atas pilihannya.

l. Makanlah makanan yang aman bagi kesehatan. Makanan yang tidak

tercemar, tidak mengandung kuman atau parasit lain, tidak mengandung

bahan kimia berbahaya dan makanan yang diolah dengan baik sehingga

10
unsur gizi serta cita rasanya tidak rusak, merupakan makanan yang amat

baik bagi kesehatan.

m. Bacalah label pada makanan yang dikemas. Label pada makanan kemasan

harus berisikan tanggal kadaluwarsa, kandungan gizi dan bahan aktif yang

digunakan. Konsumen yang berhati-hati dan memperhatikan label tersebut

akan terhindar dari makanan rusak, tidak bergizi dan makanan berbahaya.

Selain itu, konsumen dapat menilai halal tidaknya makanan tersebut.

B. Tinjauan Umum Status Gizi

1. Pengertian Status Gizi

Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh

cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan

petumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan

secara umum pada tingkat setinggi mungkin. Status gizi kurang terjadi bila

tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat esensial. Status gizi lebih

terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah berlebihan, sehingga

menimbulkan efek toksis atau membahayakan. Gangguan gizi terjadi baik

pada status gizi toksis membahayakan. Gangguan gizi terjadi baik pada status

gizi kurang, maupun status gizi lebih. Status gizi dipengaruhi oleh konsumsi

makanan dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh. Bila tubuh memperoleh

cukup zat gizi dan digunakan secara efesien maka akan tercapai status gizi

optimal yang memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak,

11
kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin

(Almatsier, 2009).

Masalah gizi anak secara garis besar merupakan dampak dari

ketidakseimbangan antara asupan dan keluaran zat gizi (nutritional

imbalance), yaitu asupan yang melebihi keluaran atau sebaliknya, di samping

kesalahan dalam memilih bahan makanan untuk disantap (Arisman, 2009).

Kelompok umur yang rentan terhadap penyakit-penyakit kekurangan

gizi adalah kelompok bayi dan anak balita. Oleh sebab itu, indikator yang

paling baik untuk mengukur status gizi masyarakat adalah melalui status gizi

balita (Notoatmodjo, 2012).

2. Penilaian Status Gizi

Penilaian status gizi terbagi atas penilaian secara langsung dan

penilaian secara tidak langsung. Adapun penilaian secara langsung dibagi

menjadi empat penilaian yaitu antropometri, klinis, biokomia, dan biofisik.

Sedangkan penilaian status gizi secara tidak langsung terbagi atas tiga yaitu

survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi (Alhamda,

2015).

1) Penilaian Status Gizi Secara Langsung ( Mardalena, 2017) yaitu:

a. Antropometri ( Mardalena, 2017 )

Antropometri berarti adalah ukuran tubuh manusia. Pengukuran

menggunakan metode ini dilakukan karna manusia mengalami

pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan mencakup perubahan

besar, jumlah, ukuran dan fungsi sel, jaringan, organ tingkat individu

12
yang diukur dengan dengan ukuran panjang, berat, umur tulang dan

keseimbangan metabolik. Sedangkan perkembangan adalah

bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih

kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan. Pertumbuhan

dan perkembangan dipengaruhui oleh faktor internal dan eksternal.

Metode antropometri digunakan untuk melihat ketidakseimbangan

asupan protein dan energi (karbohidrat dan lemak). Metode ini

memiliki keunggulan, dimana alat mudah, dapat dilakukan berulang-

ulang dan objektif.

Antropometri sebagai indicator status gizi dapat dilakukan dengan

mengukur beberapa parameter. Paremeter ini terdiri dari:

1. Umur, yaitu bulan penuh untuk anak 0-2 tahun dan tahun penuh >2

tahun dihitung dari hari lahir.

2. Berat badan menggunakan timbangan yang sesuai dan cara yang

tepat.

3. Tinggi badan diukur pada posisi lurus dengan cara yang tepat.

4. Lingkar lengan atas dapat menggunakan pita LILA atau meteran.

5. Lingkar kepala.

6. Lingkar dada.

7. Jaringan lunak (lemak subcutan) diukur menggunakan alat khusus.

Parameter sebagai ukuran tunggul sebenarnya belum bisa digunakan

untuk menilai status gizi, maka harus dikombinasikan. Kombinasi

beberapa meter disebut dengan indeks antropometri yang terdiri dari:

13
a. Berat badan menurut umur (BB/U)

b. Tinggi badan menurut umur (TB/U)

c. Berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)

d. Lingkar lengan atas menurut umur (LLA/U)

e. Indeks masa tubuh (IMT)

f. Tabel BB/U dan TB/U pada anak laki-laki

Tabel 2.1 tabel BB/U dan TB/U anak laki-laki

Usia Anak Berat Badan Tinggi Badan

1 Tahun 7,7-12 kg 71-80,5 cm

2 Tahun 9,7-15,3 kg 81,7-93,9 cm

3 Tahun 11,3-18,3 kg 88,7-103,5 cm

4 Tahun 12,7-21,2 kg 94,9-111,7 cm

5 Tahun 14,1-24,2 kg 100,7-119,2 cm

g. Tabel BB/U dan TB/U pada anak perempuan.

Tabel 2.2 tabel BB/U dan TB/U anak perempuan

Usia Anak Berat Badan Tinggi Badan

1 Tahun 7-11,5 kg 68,9-79,2 cm

2 Tahun 9-14,8 kg 80-92,9 cm

3 Tahun 10,8-18,1 kg 87,4-101,7 cm

4 Tahun 12,3-21,5 kg 94,1-111,3 cm

5 Tahun 13,7-24,9 kg 99,9-118,9 cm

14
Tabel pengertian kategori status gizi.

Tabel 2.3 tabel kategori status gizi

Indikator Status Gizi Z-Score

BB/U Gizi buruk <-3,0 SD

Gizi kurang -3,0 SD s/d <-2,0 SD

Gizi baik -2,0 SD s/d 2,0 SD

Gizi lebih >2,0 SD

TB/U Sangat pendek <-3,0 SD

Pendek -3,0 SD s/d <-2,0 SD

Normal ≥-2,0 SD

BB/TB Sangat kurus <-3,0 SD

Kurus -3,0 SD s/d <-2,0 SD

Normal -2,0 SD s/d 2,0 SD

Gemuk >2,0 SD

Sumber: Kepmenkes No.1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang standar


antropometri penilaian status gizi anak.

Menurut Jelliffe dan Jelliffe, tanda-tanda klinis dapat dikelompokan dalam tiga

kelompok besar yaitu:

1. Kelompok 1, tanda-tanda yang memang benar berhubungan dengan

malnutrisi. Baik itu kekurangan salah satu zat gizi atau kelebihan dari yang

dibutuhkan tubuh.

15
2. Kelompok 2, tanda-tanda yang membutuhkan infestigasi atau penyelidikan

lebih lanjut. Hal ini karena tanda yang mungkin saja merupakan tanda gizi

salah atau mungkin disebabkan faktor lain.

3. Tanda-tanda yang tidak berkaitan dengan gizi salah walaupun hampir mirip,

sehingga menentukannya diperlukan keahlian khusus. Untuk dapat

mengelompokan tanda-tanda yang ada pada pasien, pemeriksaan harus

mengetahui tanda-tanda dan gejala akibat kekurangan atau kelebihan zat gizi.

b. Biokimia ( Mardalena, 2017)

Pemeriksaan status gizi menggunakan biokimia, terdiri dari :

1. Penilaian status besi dengan pemeriksaan Haemoglobin (HB), Hematokrit,

Besi Serum, Ferrikin Serum, Saturasit Transferin.

2. Penilaian status protein dapan dilakukan dengan melakukan pemeriksaan

fraksi protein yaitu albumin, globulin, dan fibrinogen.

3. Penilaian status vitamin tergantung dari vitamin yang ingin kita ketahui

misalnya vitamin A dinilai dengan memeriksa serum retinol, vitamin D

dinilai dengan pemeriksaan kalsium serum, vitamin E dengan penilaian

serum vitamin E, Vitamin C dapat dinilai melalui pemeriksaan perdarahan

dan kelainan radiologis yang ditimbulkanya, menilai status riboflavin (B2)

dengan pemeriksaan kandungan riboflavin Urine, niasin dinilai dengan

pemeriksaan nimetil nicotamin urine.

4. Penilaian status mineral, iodium dengan memeriksa kadar Yodium dalam

urine dan kadar hormone TSH (Thyroid Stimulating Hormone).

16
c. Biofisik ( Mardalena, 2017 )

Pemeriksaan status gizi dengan biofisik adalah pemeriksaan yang

melihat dari kemampuan fungsi jaringan dan perubahan struktur.

Penilaian secara biofisik dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu :

1.Uji radiologi.

2.Test fungsi fisik (misalnya test adaptasi pada ruangan gelap).

3.Sitologi (misalnya KEP dengan melihat noda pada epitel dari mukosa

oral).

2). Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung ( Mardalena, 2017).

a). Survei konsumsi makanan

Survei ini digunakan dalam menentukan status gizi perorangan atau

kelompok. Survei konsumsi makanan dimaksudkan untuk mengetahui

kebiasaan makanan atau gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan

zat gizi pada tingkat kelompok, rumah tangga dan perorangan serta faktor-

faktor yang mempengaruhinya.

b). Pengukuran faktor ekologi

Faktor ekologi yang berhubungan dengan malnutrisi ada enam

kelompok, yaitu keadaan infeksi, konsumsi makanan, pengaruh budaya,

sosial ekonomi, produksi pangan, serta kesehatan dan pendidikan.

c). Statistik vital

Untuk mengetahui gambaran keadaan gizi disuatu wilayah, kita bisa

membacanya dengan cara menganalisis statistik kesehatan. Dengan

menggunakan statistik kesehatan, kita dapat melihat indikator tidak

17
langsung pengukuran status gizi masyarakat. Beberapa stastik yang

berhubungan dengan keadaan keseharian dan gizi antara lain angka

kesakitan, angka kematian, pelayanan kesehatan, dan penyakit infeksi

yang berhubungan dengan gizi.

3) Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi.

Anak usia prasekolah termasuk golongan rawan gizi. Masalah gizi pada

anak usia prasekolah muncul karena perilaku makan anak yang kurang baik

dari orang tua. Perilaku orang tua dalam memberikan makanan akan

mempengaruhi sikap suka dan tidak suka seorang anak terhadap makanan.

Asupan makan yang tidak sesuai dengan kebutuhan akan mempengaruhi

status gizi. Ketidakseimbangan asupan gizi, baik kelebihan maupun

kekurangan akan mengakibatkan masalah gizi pada anak usia prasekolah.

Masalah gizi yang sering dihadapi anak usia prasekolah adalah kekurangan 2

energi protein (KEP), obesitas, defisiensi vitamin A, dan anemia defisiensi Fe

(Sulistyoningsih, 2011).

4) Manfaat zat gizi

a). Menimbulkan pembakaran

b). Pertumbuhan dan perkembangan tubuh

c). Mengganti sel-sel tubuh yang rusak dan

d). Mengatur atau melindungi bekerjanya alat-alat dalam tubuh.

Untuk menjaga kesehatan badan diperlukan menu seimbang.

Dikatakan menu seimbang apabila susunan menu hidangan tersebut terdiri

atas tiga zat, yaitu:

18
1. Zat pembakaran atau zat tenaga, yang terdiri dari karbohidrat, lemak dan

protein.

2. Zat pembangun atau zat pertumbuhan terdiri atas protein, garam, air, dan

mineral.

3. Zat pelindung atau zat pengatur, yang terdiri dari vitamin dan garam.

Status gizi balita merupakan hal penting yang harus diketahui oleh

setiap orang tua. Perlunya perhatian lebih terhadap tumbuh kembang anak

di usia balita didasarkan fakta bahwa kurang gizi pada masa emas ini

bersifat ireversible (tidak dapat pulih), sedangkan kekurangan gizi dapat

mempengaruhi perkembangan otak anak (Marimbi, 2010).

5) Komponen Zat-Zat Gizi.

a. Karbohidrat

Karbohidrat merupakan sumber energi yang tersedia dengan mudah

disetiap makanan, karbohidrat harus tersedia dalam jumlah yang cukup

sebab kekurangan karbohidrat sekitar 15% dari kalori yang ada maka

dapat menyebabkan terjadi kelaparan dan berat badan menurun demikian

sebaliknya, akan mengakibatkan obesitas.

b. Lemak

Lemak merupakan zat gizi yang berperan dalam pengangkut vitamin

A,D,E,K yang larut dalam lemak. Lemak ini juga merupakan sumber yang

kaya akan energi, sebagai pelindung organ tubuh seperti pembuluh darah,

saraf, organ, dan lain-lain terhadap suhu tubuh.

19
c. Protein

Protein merupakan zat gizi dasar yang berguna dalam pembentukan

proto plasma sel, selain itu tersedianya protein dalam jumlah yang cukup

penting untuk pertumbuhan dan perbaikan sel jaringan dan sebagai larutan

untuk keseimbangan osmotik.

d. Air

Air merupakan kebutuhan nutrisi yang sangat penting. Air bagi tubuh

dapat berfungsi sebagai pelarut untuk pertukaran seluler, sebagai medium

untuk ion, transport nutrient dan produk buangan dan pengaturan suhu

tubuh. Sumber zat air dapat diperoleh dari air dan semua makanan.

e. Vitamin

Vitamin merupakan senyawa organik yang digunakan untuk

mengkatalisator metabolisme sel yang dapat berguna untuk pertumbuhan

dan perkembangan serta dapat mempertahankan organisme.

f. Mineral

Mineral merupakan komponen zat gizi yang tersedia dalam kelompok

mikro yang terdiri dari kalsium, klorida, kromium, tembaga, fluorin,

yodium, besi, magnesium, mangan, fospor, kalium, natrium, sulfur dan

seng. Kesemuanya harus tersedia dalam jumlah yang cukup (A.Aziz

alimul hidayat, 2009).

20
C. Tinjauan Umum Anak Usia 3-5 Tahun

Anak merupakan potensi dan penerus untuk mewujudkan kualitas dan

keberlangsungan bangsa. Sebagai manusia anak berhak untuk mendapatkan

pemenuhan, perlindungan serta penghargaan akan hak asasinya. Sebagai

generasi penerus bangsa, anak harus dipersiapkan sejak dini dengan upaya

yang tepat, terencana, intensif dan berkesinambungan agar tercapai kualitas

tumbuh kembang fisik, mental, sosial, dan spiritual tertinggi. Salah satu

upaya mendasar untuk menjamin pencapaian tertinggi kualitas tumbuh

kembangnya sekaligus memenuhi hak anak adalah pemberian makanan yang

terbaik sejak lahir hingga usia dua tahun (Nursalam, 2012).

Walaupun pertumbuhan dan perkembangan berjalan menurut norma-

norma tertentu, seorang anak dalam banyak hal bergantung kepada orang

dewasa, misalnya mengenai makan, perawatan, bimbingan, perasaan aman,

pencegahan penyakit dan sebagainya. Oleh karena itu semua orang yang

mendapat tugas mengawasi anak harus mengerti persoalan anak yang sedang

tumbuh dan berkembang, misalnya keperluan dan lingkungan anak pada

waktu tertentu agar anak dapat tumbuh dan berkembang sebaik-baiknya.

Zat gizi dari makanan merupakan sumber utama untuk memenuhi

kebutuhan anak dalam proses tumbuh kembang optimal sehingga dapat

mencapai kesehatan yang paripurna, yaitu sehat secara fisik, sehat secara

mental, dan sehat secara sosial. Oleh karena itu maka slogan umum bahwa

pencegahan adalah upaya terbaik dari pada pengobatan, harus dapat

21
dilaksanakan untuk mencegah terjadinya masalah gizi pada anak (Anita N,

2011).

Usia balita, khususnya usia 3 – 5 tahun merupakan usia pra sekolah

dimana seorang anak akan mengalami tumbuh kembang dan aktivitas yang

sangat pesat dibandingkan dengan ketika ia masih bayi. Kebutuhan zat gizi

akan meningkat. Sementara pemberian makanan juga akan lebih sering. Pada

usia ini, anak sudah mempunyai sifat konsumen aktif, yaitu mereka sudah

bisa memilih makanan yang disukainya. Seorang ibu yang telah menanamkan

kebiasaan makan dengan gizi yang baik pada usia dini tentunya sangat mudah

mengarahkan makanan anak, karena dia telah mengenal makanan yang baik

pada usia sebelumnya. Oleh karena itu, pola pemberian makanan sangat

penting diperhatikan (grahacendikia, 2010).

22
BAB III
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

variabel independen  variabel dependen

Pola Makan Status Gizi

Gambar  3.1 Kerangka Konsep Hubungan Pola Makan dengan Status Gizi Pada


Anak Usiah 3-5 Tahun Di Puskesmas Lobbo Kecamatan Beo Utara Kabupaten
Kepulauan Talaud

B. Hipotesis Penelitian

H0 : Tidak ada Hubungan Pola Makan dengan Status Gizi Pada Anak Usia 3-

5 Tahun Di Puskesmas Lobbo Kecamatan Beo Utara Kabupaten

Kepulauan Talaud.

Ha : Ada Hubungan Pola Makan dengan Status Gizi Pada Anak Usia 3-5

Tahun Di Puskesmas Lobbo Kecamatan Beo Utara Kabupaten

Kepulauan Talaud.

23
C. Definisi Operasional

Definisi Skala
Variabel Alat Ukur Hasil Ukur
Operasional
Variabel Pola makan yang Kuesioner Ordinal Kategori
independen sehat sebagai suatu Pola Makan
cara Atau usaha Baik Jika  ≥ 19
melakukan
Pola makan kegiatan makan
secara sehat Pola Makan
Kurang Baik
Jika < 19
Variable Suatu keadaan Lembar Ordinal Kategori
Dependen yang didapatkan Observasi Normal, jika Z-
dari keseimbangan Z-score Score -2 SD s.d
Status gizi antara asupan gizi 2 SD
dari makanan dan
kebutuhan zat gizi
oleh tubuh, dengan Kurus, jika Z-
mengukur BB/TB Score -3 SD s.d
<-2 SD

Tabel 3.1 Definisi Operasional Hubungan Pola Makan Dengan Status Gizi Pada
Anak Usia 3-5 Tahun Di Wilayah Kerja Puskesmas Lobbo Kecamatan Beo Utara
Kabupaten Kepulauan Talaud.

BAB IV

24
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yaitu penelitian kuantitatif yang bersifat deskriptif

analitik dengan pendekatan Cross Sectional. Pada jenis ini variabel

independen dan dependen dinilai simultan pada satu saat, jadi tidak ada

tindak lanjut.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu

Penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 15 sampai 20 juli 2019.

2. Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Lobbo

Kecamatan Beo Utara Kabupaten Kepulauan Talaud.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah semua keluarga yang mempunyai

anak usia 3-5 tahun di Wilayah kerja Puskesmas Lobbo Kecamatan Beo

Utara, Kabupaten Kepulauan Talaud yang berjumlah 200 responden.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian anak usia 3-5 Tahun di

Wilayah Kerja Puskesmas Lobbo Kecamatan Beo Utara Kabupaten

Kepulauan Talaud yang diperoleh dengan menggunakan rumus slovin :

n= N

25
     1 + N (d²)

n= 200

1 + 200.(0,1²)

n= 200

1 + 200. 0,01

n = 200

1+2

n= 200 = 67

Setelah dilakukan perhitungan diperoleh jumlah sampel yaitu 67

responden, maka digunakan teknik total sampling yang memenuhi

kriteria inklusi.

a. Kriteria sampel dalam hal ini meliputi :

1. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum dari subjek penelitian yang

layak untuk dilakukan penilaian. Kriteria inklusi dalam penilaian ini

meliputi :

a). Anak usia pra sekolah 36-60 bulan

b). Bersedia menjadi responden

2. Kriteria eksklusi

a). Ibu yang tidak berada di tempat saat penelitian

b). Anak yang mengalami sakit

c). Anak yang mengalami gizi buruk

26
D. Instrumen Penelitian

Instrument atau alat pengumpul data yang akan digunakan dalam

penelitian ini adalah kuesioner dan lembar observasi. Dibagian pertama

identitas responden yang meliputi umur, pendidikan, dibagian kedua untuk

menilai pola makan dan status gizi dengan anak usia 3-5 tahun dengan semua

pernyataan, berjumlah 8 pernyataan dengan menggunakan skala likert dengan

skala pengukuran yaitu selalu=4, sering=3, kadang-kadang=2, tidak

pernah=1. Dan status gizi menggunakan lembar observasi dan grafik Z-

Score, timbangan injak untuk mengukur berat badan dengan satuan kilogram

(kg) dan microtoise untuk mengukur tinggi badan dengan satuan sentimeter

(cm).

E. Prosedur Pengumpulan Data

1. Data primer

Status gizi diperoleh dengan cara menggunakan lembar observasi dan

grafik Z-Score, timbangan injak untuk mengukur berat badan dengan

satuan kilogram (kg) dan microtoise untuk mengukur tinggi badan dengan

satuan sentimeter (cm), sedangkan pada pola makan diperoleh langsung

dari responden, dengan menggunakan daftar pertanyaan yang tersedia

yaitu kuesioner dan wawancara pada orang tua yang mempunyai anak 3-5

tahun.

2. Data sekunder

27
Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari Puskesmas Lobbo yang

menjadi tempat penelitian antara lain data tentang populasi.

F. Teknik Pengolahan Data

Proses pengolahan data setelah data terkumpul, dalam penelitian ini yaitu :

1. Editing (pemeriksaan kembali), untuk mengecek kelengkapan data.

2. Coding (pengkodean), untuk melakukan scoring setiap item, dengan cara

mengubah tingkat persetujan kedalam nilai kuantitatif.

3. Entri Data, memasukkan data untuk diolah secara manual atau memakai

program komputer yaitu program SPSS (statistical Product and Service

Solution).

4. Tabulating, kegiatan memasukkan data yang diperoleh untuk disusun

berdasarkan variabel yang diteliti.

G. Analisa Data

1. Analisa Univariat

Analisa univariat dilakukan untuk menedapatkan gambaran distribusi

dan frekuensi dari variabel independen dan dependen dan disajikan dalam

bentuk tabel dan diinterprestasikan. Bertujuan untuk mengetahui proporsi

masing-masing.

2. Analisa Bivariat

Bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen

dengan variabel dependen melalui uji chi-square dengan menggunakan

program komputer SPSS (Statistical Product and Service Solution). Uji ini

28
digunakan untuk melihat hubungan antara variabel independen yaitu pola

makan sedangkan variabel dependen yaitu status gizi.

H. Etika Penelitian

1. Informed consent (persetujuan penelitian)

Merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan responden peneliti

dengan memberikan lembar persetujuan penelitian (consent form)

sebelum penelitian dilakukan. Tujuan informed consent adalah agar

responden mengetahui maksud dan tujuan penelitian serta dampak yang

diteliti selama pengumpulan data. Subjek yang bersedia menjadi

responden diminta untuk menandatangani lembar persetujuan menjadi

responden dan subjek yang menolak tidak dipaksa untuk berpartisipasi

dalam penelitian ini.

2. Anonymity (Tanpa nama)

Menjaga kerahasiaan identitas responden, peneliti tidak

mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya

menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian

yang akan disajikan.

3. Confidentiality (Kerahasiaan)

Merupakan masalah etika yaitu dengan menjamin kerahasiaan dari

hasil penelitian baik informasi maupun masalah lainnya. Semua informasi

dijamin oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan

pada hasil penelitian.

29
BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Wilayah Kecamatan Beo Utara memiliki sarana pelayanan

kesehatan seperti : Puskesmas Rawat Jalan 1 buah, Puskesmas Pembantu 2

buah, Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) 9 buah, Puskesmas Keliling

(Pusling) 1 buah, Poskesdes 1 buah, Polindes 1 buah. Pada tahun 2018

tenaga dokter yang berada di Puskesmas 1 orang dokter umum yang

merupakan dokter PNS. Jumlah tenaga keperawatan berjumlah 4 orang,

bidan 2 orang. Jumlah tenaga Kesehatan Masyarakat 1 orang, tenaga gizi

2 orang, tenaga farmasi 1 orang, Tenaga Sanitasi 1 orang dan tenaga

administrasi umum (SMA) 1 orang. Puskesmas Lobbo juga memiliki visi

dan misi antara lain :

a. Visi Puskesmas Lobbo

Terwujudnya masyarakat Beo utara yang sehat dan mandiri

b. Misi Puskesmas Lobbo

1) Menyelenggarakan pelayanan kesehatan bermutu, manusiawi

serta terjangkau oleh seluruh masyarakat.

2) Meningkatan profesionalisme, sumber daya manusia dalam

pelaksanaan pelayanan kesehatan.

3) Mendorong kemandirian masyarakat dan meningkatkan

kesadaran masyarakat tentang hidup bersih dan sehat.

30
4) Menjadikan Puskesmas sebagai pusat pengembangan

pembangunan kesehatan masyarakat.

5) Meningkatkan kesejahteraan semua pihak yang terkait dalam

pelayanan kesehatan.

6) Menjalin kemitraan dengan semua stakeholder di wilayah

Kecamatan Beo Utara dalam pelayanan kesehatan dalam

pengembangan kesehatan masyarakat.

Selain Visi dan Misi, Puskesmas Lobbo juga memiliki tujuan antara

lain :

a. Data/informasi derajat kesehatan masyarakat

b. Data/informasi tentang status kesehatan masyarakat yang meliputi

angka kematian, angka kesakitan dan status gizi masyarakat

c. Data/informasi perilaku masyarakat di bidang kesehatan

d. Data/informasi kesehatan lingkungan

e. Data/informasi yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan

f. Data/informasi tentang upaya kesehatan, yang meliputi cakupan

dan sumber daya kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Lobbo.

Keadaan Geografis dan Topografis Puskesmas Lobbo meliputi :

Kecamatan Beo Utara memiliiki topografi wilayah umumnya dataran

rendah. Serta dibeberapa desa tertentu terdapat sungai kecil dan juga

sungai besar.

31
batas-batas wilayah meliputi :

1). Sebelah Utara : Kecamatan Essang Selatan

2). Sebelah Timur : Kecamatan Tanpanamma

3). Sebelah Barat : Laut Sulawesi

4). Sebelah Selatan : Kecamatan Beo Utara

Luas wilayahnya dari Kecamatan Beo Utara adalah 59,395 Km²

B. Hasil Penelitian

1. Karakteristik Responden

Dalam penelitian ini karakteristik responden meliputi: Umur, Jenis

Kelamin, Pendidikan Orang Tua.

a. Karakteristik responden berdasarkan umur


Tabel 5.1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Umur
Anak diWilayah Kerja Puskesmas Lobbo Kecamatan Beo Utara
Kabupaten Kepulauan Talaud Tahun 2019
No Karakteristik umur n %
responden
1 3-4 tahun 30 44.8
2 4-5 tahun 37 55.2

Jumlah 67 100.0

Berdasarkan tabel 5.1 dari 67 responden (100%), umur

responden yang terbanyak terdapat pada kelompok umur 4-5 tahun

yaitu 37 responden (55.2%), dan yang berumur 3-4 tahun sebanyak

30 responden (44.8%).

32
b. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Jenis
Kelamin Anak diWilayah Kerja Puskesmas Lobbo Kecamatan Beo
Utara Kabupaten Kepulauan Talaud Tahun 2019
No Karakteristik Jenis Kelamin n %
Responden
1 Laki-laki 37 55.2
2 Perempuan 30 44.8
Jumlah 67 100.0

Berdasarkan tabel 5.2 diatas menunjukkan responden dengan

jenis kelamin terbanyak berada pada kategori jenis kelamin laki-laki

yaitu sebanyak 37 responden (55.2%), dan yang berjenis kelamin

perempuan sebanyak 30 responden (44.8%).

c. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Orang Tua


Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik
Pendidikan Orang Tua diWilayah Kerja Puskesmas Lobbo
Kecamatan Beo Utara Kabupaten Kepulauan Talaud Tahun 2019
No Karakteristik Pendidikan n %
Orang Tua Responden
1 SD 44 65.7
2 SLTP 23 34.3
Jumlah 67 100.0

Berdasarkan tabel 5.3 diatas menunjukkan responden terbanyak

yang memiliki tingkat pendidikan tertinggi yaitu SD sebanyak 44

responden (65.7%), dan responden yang memiliki tingkat terendah

yaitu SLTP sebanyak 23 responden (34.3%).

33
2. Analisa Univariat

a. Pola Makan

Tabel 5.4. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pola Makan


Anak Usia 3-5 Tahun Di Puskesmas Lobbo Kecamatan Beo Utara
Kabupaten Kepulauan Talaud Tahun 2019
Pola Makan n %
Baik 45 67.2
Kurang baik 22 32.8
Jumlah 67 100.0
Berdasarkan tabel 5.4 dari 67 responden terdapat 45 responden

(67.2%) pada kategori pola makan baik dan 22 responden (32.8%)

berada pada kategori pola makan kurang baik.

b. Status Gizi

Tabel 5.5. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Status Gizi


Anak Usia 3-5 Tahun Di Puskesmas Lobbo Kecamatan Beo Utara
Kabupaten Kepulaun Talaud Tahun 2019
Status Gizi n %
Normal 47 70.1
Kurus 20 29.9
Jumlah 67 100.0
Berdasarkan tabel 5.5 dari 67 responden sebanyak 47 responden

(70.1%) berada pada kategori normal dan sebanyak 20 responden

(29.9%) berada pada kategori kurus.

34
3. Analisa Bivariat

Tabel 5.6 Hubungan Pola Makan Dengan Status Gizi Pada Anak Usia 3-
5 Tahun Di Wilayah Kerja Puskesmas Lobbo Kecamatan Beo Utara
Kabupaten Kepulauan Talaud Tahun 2019
Status Gizi
Pola makan Normal Kurus Total P Nilai
Value OR
n % n % n %
Baik 26 57.8 19 42.2 45 100.0
Kurang baik 21 95.5 1 4.5 22 100.0 0.001 15.34
Total 47 70.1 20 29.9 67 100.0

Berdasarkan tabel 5.6 tabulasi data silang menunjukan sebanyak 45

responden (100.0%) berada pada pola makan baik, terdapat 26

responden (57.8%) pada kategori status gizi normal dan di status gizi

kurus terdapat 19 responden (42.2%), sedangkan pada pola makan

kurang baik terdapat 22 responden (100.0%), pada kategori status gizi

normal terdapat 21 responden (95.5%) dan pada kategori status gizi

kurus terdapat 1 responden (4.5%).

Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan uji Chi-Square

diperoleh nilai signifikan 0.001 atau lebih kecil dari nilai α 0.05, dengan

nilai OR 15.34 Jika pola makan baik akan mempengaruhi 15.34 kali lipat

terhadap pola makan dan jika pola makan kurang baik akan

mempengaruhi 15.34 kali lipat terhadap pola makan, dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara

hubungan pola makan dengan status gizi pada anak usia 3-5 tahun di

35
wilayah kerja Puskesmas Lobbo Kecamatan Beo Utara Kabupaten

Kepulauan Talaud.

C. Pembahasan

1. Analisa Univariat

a. Pola Makan

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa masih banyak

responden yang pola makannya berada pada kategori kurang baik

yaitu dari total 67 responden terdapat 22 responden (32.8%) berada

dalam kategori kurang baik. Sesuai dengan pendapat

(Sulistyoningsih, 2011), pola makan di definisikan sebagai

karateristik dari kegiatan yang berulang kali dari individu dalam

memenuhi kebutuhannya akan makanan, sehingga kebutuhan

fisiologis, sosial dan emosionalnya dapat terpenuhi. Sesuai dengan

teori (A.Aziz, 2009) dimana didalam tubuh memiliki komponen zat

gizi, karbohidrat merupakan sumber energi yang tersedia dalam

jumlah yang cukup, sebab kekurangan 15% dari kalori yang ada

maka dapat menyebabkan kelaparan dan berat badan menurun,

protein merupakan zat gizi dasar yang berguna dalam pembentukan

proto plasma sel, protein dalam jumlah yang cukup penting untuk

pertumbuhan, vitamin dan mineral kesemuanya harus tersedia dalam

jumlah yang cukup.

Makanan adalah keperluan asas bagi setiap makhluk yang

hidup di muka bumi ini. Makanan yang dimakan perlulah berkualitas

36
dan diambil dengan cara makan yang benar. Kita akan jadi tidak

sehat jika kita mempunyai pola makan yang tidak sehat. Jika kita

biasakan pola makan yang sehat dan mengikuti saran pakar nutrisi,

kita akan jadi lebih sehat (Carapedia, 2012).

Hasil penelitian ini menunjukkan pola makan kurang baik

dikarenakan orang tua tidak membudayakan disiplin makan pada

anak, mereka cenderung menuruti kemauan anak tanpa

memperhatikan nilai gizi yang anak mereka makan.

b. Status gizi

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa masih banyak responden

yang status gizinya berada pada kategori kurus yaitu dari total 67

responden terdapat 20 responden (29.9%) berada dalam kategori

status gizi kurus. Status gizi dapat pula diartikan sebagai gambaran

kondisi fisik seseorang sebagai refleksi dari keseimbangan energi

yang masuk dan yang dikeluarkan oleh tubuh (Marmi, 2013).

Sesuai dengan teori Almatsier (2011) yang dikutip oleh Marmi

mengatakan, zat gizi adalah ikatan kimia yang diperlukan oleh tubuh

untuk melakukan fungsinya yaitu karbohidrat, lemak, dan protein

berfungsi sebagai sumber energi atau penghasil energi yang

bermanfaat untuk menggerakkan tubuh dan proses metabolisme di

dalam tubuh, zat gizi yang berfungsi sebagai pembentuk sel-sel pada

jaringan tubuh manusia dan memelihara jaringan tersebut, serta

37
mengatur proses-proses kehidupan merupakan fungsi dari kelompok

zat gizi seperti protein, lemak, mineral, vitamin dan air.

Status gizi adalah keadaan yang diakibatkan oleh status

keseimbangan antara jumlah asupan (intake) zat gizi dan jumlah

yang dibutuhkan (requirement) oleh tubuh untuk berbagai fungsi

biologis (pertumbuhan fisik, perkembangan, aktivitas, pemeliharaan

kesehatan, dan lainnya) (Suyanto, 2009).

Menurut peneliti, tingginya jumlah anak yang berstatus gizi

normal karena konsumsi makanan yang tercukupi yaitu nasi, lauk,

sayur, dan buah. Makanan dengan gizi yang seimbang akan membuat

anak menjadi sehat dan tumbuh dengan baik. Anak dengan status

gizi kurus dikarenakan konsumsi makanan yang kurang bergizi,

dimana anak hanya mendapatkan asupan gizi berupa nasi dan lauk,

yang menyebabkan anak kekurangan gizi terutama dalam bentuk

vitamin dan mineral yang diperoleh dari sayur dan buah yang

berfungsi menjaga ketahanan tubuh mereka dari penyakit. Keadaan

yang mudah sakit akan menurunkan kondisi kesehatan dan status gizi

anak.

2. Analisa Bivariat

a. Hubungan Pola Makan Dengan Status Gizi

Makanan adalah keperluan asas bagi setiap makhluk yang hidup

di muka bumi ini. Makanan yang dimakan perlulah berkualitas dan

diambil dengan cara makan yang benar. Kita akan jadi tidak sehat

38
jika kita mempunyai pola makan yang tidak sehat. Jika kita biasakan

pola makan yang sehat dan mengikuti saran pakar nutrisi, kita akan

jadi lebih sehat (Carapedia, 2012).

Pola makan di definisikan sebagai karateristik dari kegiatan yang

berulang kali dari individu dalam memenuhi kebutuhannya akan

makanan, sehingga kebutuhan fisiologis, sosial dan emosionalnya

dapat terpenuhi (Sulistyoningsih, 2011).

Berdasarkan hasil penelitian Hubungan pola makan dengan

status gizi didapatkan hasil analisis statistic diperoleh nilai p=0.001

yakni lebih kecil dari nilai α 0.05. Hal ini berarti terdapat hubungan

antara pola makan dengan status gizi. Sehingga dapat dikatakan

bahwa jika seseorang dengan pola makannya baik maka status

gizinya normal dan jika seseorang yang pola makannya kurang baik

maka status gizinya kurus, presentase dari pola makan dengan status

gizi didapatkan hasil bahwa dari 67 responden terdapat 45 responden

(100.0%), pada kategori baik pola makannya dan 22 responden

(100.0%), berada pada kategori kurang baik pola makannya.

Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat (Sulistyoningsih,

2011) mengatakan bahwa pola makan di definisikan sebagai

karateristik dari kegiatan yang berulang kali makan individu atau

setiap orang makan dalam memenuhi kebutuhan makanan. Status

gizi adalah suatu ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang yang

dapat dilihat dari makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat-zat

39
gizi di dalam tubuh. Zat tersebut selanjutnya diserap melalui dinding

usus dan masuk ke dalam cairan tubuh (Almatsier, 2010).

Peneliti juga berpendapat bahwa responden yang berada di pola

makan yang baik maka berada distatus gizi yang normal karena

konsumsi makanan yang tercukupi yaitu nasi, lauk, sayur dan buah.

Dan apabila responden yang berada di pola makan kurang baik maka

berada distatus gizi yang kurus karena orang tua tidak

membudayakan disiplin makan pada anak, mereka cenderung

menuruti kemauan anak tanpa memperhatikan nilai gizi yang anak

mereka makan. Maka dari responden yang memiliki pola makan

yang baik akan berpengaruh di status gizi normal, sedangkan apabila

responden yang memiliki pola makan kurang baik akan berpengaruh

distatus gizi kurus.

40
BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diperoleh

beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Pola Makan Anak usia 3-5 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Lobbo

Kecamatan Beo Utara Kabupaten Kepulauan Talaud paling banyak

memiliki pola makan yang baik dari pada pola makan kurang baik.

2. Status Gizi Anak usia 3-5 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Lobbo

Kecamatan Beo Utara Kabupaten Kepulauan Talaud paling banyak

memiliki status gizi normal dari pada status gizi kurus.

3. Terdapat Hubungan Pola Makan Dengan Status Gizi Pada Anak Usia

3-5 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Lobbo Kecamatan Beo Utara

Kabupaten Kepulauan Talaud

B. Saran

1. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat meningkatkan pengetahuan,

pembelajaran dan pemahaman di institusi pendidikan khususnya dalam

mata kuliah keperawatan anak untuk meningkatkan pemanfaatan

pelayanan kesehatan tentang hubungan pola makan dengan status gizi

pada anak usia 3-5 tahun.

41
2. Bagi Lokasi Penelitian

Penelitian ini diharapakan dapat bermanfaat bagi puskesmas lobbo

sebagai pusat pelayanan kesehatan, Untuk dapat menciptakan pola

makan yang baik maka makanan yang disajikan harus bervariasi.

Makanan yang diberikan harus bervariasi atau tidak membosankan,

karena variasi makanan akan dapat meningkatkan selera makan anak

sehingga kebutuhan nutrisi dalam tubuh terpenuhi, dan untuk anak

yang status gizinya kurus harus di berikan makanan yang bergizi dan

seimbang untuk meningkatkan status gizi anak.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan dasar bagi

penelitian selanjutnya, dan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut

dengan menggunakan metode penelitian yang berbeda.

42
DAFTAR PUSTAKA

A.Aziz Alimul Hidayat, (2009). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk


Pendidikan Kebidanan. Jakarta: Diakses dari Salemba Medika. (20
Maret 2019; 10:12 WITA)
Almatsier S., 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Anita, N. 2011. Mutu mikrobiologi minuman jajanan kantin di tiga sekolah
wilayah bogor. Diakses dari Institut pertanian bogor. 2002. (20 Maret
2019; 11:02 WITA)
Alhamda, S. & Sriani, Y., 2015. Buku Ajar Kesehatan Masyarakat. Jakarta:
Diakses dari Deepublish. (6 Juli 2019; 18:20 WITA)
Almatsier, S., 2009. Prinsip Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Arisman, (2009). Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: Diakses dari EGC. (24
Maret 2019; 14:47 WITA)
Achmadi, U. F. (2013). Kesehatan Masyarakat Teori dan Aplikasi. Jakarta:
Diakses dari Rajawali Pers. (17 April 2019; 15:35 WITA)
Carapedia, 2012. Pengertian Definisi Makan. http://carapedia.com/ info2187.html
Grahacendikia, 2. (2019, 03 16). Diakses dari
http://grahacendikia.wordpress.com/2010/05/15/hubungan-pola-
pemberian-makanan-dengan-pertumbuhan-anak-usia-3-%E2%8093-5-
tahun/.(16 Maret 2019; 11:04 WITA )

Hastuti, 2012, BAB II Tinjauan Teoris 2.1 Perilaku Makan 2.1.1 Pengertian.
Diakses dari
repository.ukws.edu/bitstream/123456789/14274/3/Ti_462014701_BAB
% 211.pdf (9 Juli 2019; 18:15 WITA)
Mardalena, I, (2017). Dasar-Dasar ILMU GIZI Dalam Keperawatan.
Yogyakarta: PUSTAKA BARU PRESS (13 Maret 2019; 14:25 WITA)
Marmi. 2013. Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta : Diakses dari
Pustaka Pelajar. (8 Juli 2019; 17:05 WITA)
Marimbi. 2010.Tumbuh Kembang, Status Gizi dan Imunisasi Dasar pada Balita.
Yogyakarta : Diakses dari Nuha Medika (13 Maret 2019; 10:33 WITA)

43
Nursalam, (2012). Manajemen Keperawatan. Jakarta: Diakses dari EGC. (18
Maret 2019; 16:20 WITA)
Notoatmodjo,S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Diakses dari
Rineka Cipta. (5 Agustus 2019; 11:10 WITA)
Par’i, Holil Muhammad, 2016. Penelitian Status Gizi. Jakarta : Diakses dari EGC
(5 April 2019; 20:05 WITA)
Rusilanti, Dahlia, M. &Yulianti, Y, (2015). Gizi Dan Kesehatan Anak
Prasekolah. Bandung : Diakses dari Remaja Rosdakarya (14 April 2019;
19:38 WITA)
Riskesda, (2016). Laporan provinsi Sulawesi Utara (2016). Diakses dari Pusat
Data dan Informasi Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. (10 Juli 2019; 19:00 WITA)
Spirit, 2010, (2019, 03 16). Gangguan Pola Makan. Diakses dari:
http://lekompress. Web (16 Maret 2019; 13:40 WITA)
Sulistyoningsih, Hariyani. 2011. Gizi Untuk Kesehatan Ibu dan Anak.
Yogyakarta: Diakses dari Graha Ilmu. (13 April 2019; 17:50 WITA)
Sulistyoningsih. 2011. Gizi Untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Yogyakarta: Diakses
dari Graha Ilmu .(13 April 2019; 18:15 WITA)
Syifa. 2011. Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa pada Pembelajaran Pencemaran
Air dengan Menggunakan Guided Discovery. Bandung. Diakses dari
http://repository.upi.edu/operator/upload/s_bio_0602790_chapter4.pdf
(14 Agustus 2012; 11:13 WITA)
WHO, 2013. Pola Pemberian makan Dengan Status Gizi Anak Usia. Diakses dari
https://jurnl.unimus.ac.id/index.php/SKA/article/download/903/957 (11
Juli 2019; 16:05 WITA)

44

Anda mungkin juga menyukai