Anda di halaman 1dari 24

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan dijelaskan beberapa konsep dasar yang akan dikaji selama penelitian,

yaitu : 1) Pola makan, 2)Status gizi pada anak usia sekolah.

1.1 Pola Makan

1.1.1 Definisi Pola Makan

Pola makan adalah suatu cara atau usaha dalam pengaturan jumlah dan jenis

makanan dengan maksud tertentu, seperti mempertahankan kesehatan, status gizi,

menncegah atau membantu kesembuhan penyakit. Pola makan sehari-hari

merupakan pola makan seseorang yang berhubungan dengan kebiasaan makan

sehari-hari. Pada dasarnya mendekati definisi atau pengertian diet dalam ilmu gizi

atau nutrisi. Diet diartikan sebagai pengaturan jumlah dan jenis makanan yang

dimakan agar seseorang tetap sehat (Adriani dan Bambang,2016)

Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai

macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan

merupakan ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu

(Sulistyoningsih,2011).

Pola makan merupakan perilaku penting yang dapat memengaruhi keadaan gizi

secara langsung. Tentu saja hal ini dapat dimengerti karena baik kuantitas dan kualitas

makanan serta minuman yang dikonsumsi akan memengaruhi kesehatan individu atau

masyarakat (Yosephin,2018)
1.1.2 Faktor yang mempengaruhi pola makan

1. Budaya

Budaya cukup menentukan jenis makanan yang sering dikonsumsi. Demikian

pula letak geografis memengaruhi makanan yang diinginkannya. Sebagai contoh,

nasi untuk orang Asia dan Orientalis, pasta untuk orang Italia, curry (kari) untuk

orang India merupakan makanan pokok, selain makanan-makanan lain yang mulai

ditinggalkan. Makanan laut banyak disukai oleh masyarakat sepanjang pesisir

Amerika Utara. Adapun penduduk Amerika bagian selatan lebih menyukai

makanan goreng-gorengan.

2. Agama dan kepercayaan

Agama dan kepercayaan juga memengaruhi jenis makanan yang dikonsumsi.

Sebagai contoh, agama Islam dan Yahudi Ortodoks mengharamkan daging babi.

Agama Roma Katolik melarang makan daging setiap hari, dan beberapa aliran

agama (Protestan) melarang pemeluknya mengonsumsi teh atau kopi.

3. Status sosial ekonomi.

Pilihan seseorang terhadap jenis dan kualitas makanan turut dipengaruhi oleh

status sosial ekonomi. Sebagai contoh, orang kelas menengah ke bawah atau

orang miskin di desa tidak sanggup membeli makanan jadi, daging, buah, dan

sayuran yang mahal. Pendapatan akan membatasi seseorang untuk mengonsumsi

makanan yang mahal harganya. Kelompok sosial juga berpengaruh terhadap

kebiasaan makan, misalnya kerang dan siput disukai oleh beberapa kelompok
masyarakat, sedangkan kelompok masyarakat yang lain lebih menyukai hamburger

dan pizza.

4. Personal prefelence.

Hal-hal yang disukai dan tidak disukai sangat berpengaruh terhadap kebiasaan

makan seseorang. Orang sering kali memulai kebiasaan makannya sejak dari masa

kanan-kanak hingga dewasa. Misalnya, ayah tidak suka makan ikan, begitu pula

dengan anak laki-lakinya. Ibu tidak suka makanan keran, begitu pula anak

perempuannya. Perasaan suka dan tidak suka seseorang terhadap makanan

tergantung asosiasinya terhadap makanan tersebut. Anak-anak yang suka

mengunjungi kakek dan neneknya akan ikut menyukai acar, karena mereka sering

dihidangkan acar. Lain lagi dengan anak yang suka dimarahi bibinya, akan tumbuh

perasaan tidak suka pada daging ayam yang dimasak bibinya.

5. Rasa lapar, nafsu makan, dan rasa kenyang.

Rasa lapar umumnya merupakan sensasi yang kurang menyenangkan, karena

berhubungan dengan kekurangan makanan. Sebaliknya, nafsu makan merupakan

sensasi yang menyenangkan berupa keinginan seseorang untuk makan. Adapun

rasa kenyang merupakan perasaan puas karena telah memenuhi keinginannya

untuk makan. Pusat pengaturan dan pengontrolan mekanisme lapar, nafsu makan,

dan rasa kenyang dilakukan oleh sistem saraf pusat, yaitu hipotalamus.

6. Kesehatan

Kesehatan seseorang berpengaruh besar terhadap kebiasaan makan. Sariawan

atau gigi yang sakit sering kali membuat individu memilih makanan yang lembut.
Tidak jarang orang yang kesulitan menelan memilih menahan lapar daripada

makan.

Pedoman pola makan sehat untuk masyarakat secara umum yang sering

digunakan adalah pedoman empat sehat 5 sempurna, makanan triguna, dan

pedoman yang paling akhir diperkenalkan adalah 13 pesan dasar gizi seimbang.

Pengertian makanan triguna adalah bahwa makanan atau diet sehari-hari harus

mengandung: 1) karbohidrat dan lemak sebagai zat tenaga, 2) protein sebagai zat

pembangun, 3) vitamin dan mineral sebagai zat pengatur (Andriani dan

Bambang,2016).

1.1.3 Kriteria pola makan sehat

Pola makan bukan diet ekstrem yang berbahaya untuk anak-anak. Justru

sebaliknya, pola makan ini menekankan pentingnya pemenuhan gizi anak sejak dini

yang diperlukan anak melalui konsumsi harian berbagai jenis makanan alami yang

kaya gizi, berikut kriteria pola makan sehat untuk anak :

1. Makan banyak sayuran.

2. Makan buah buah secukupnya.

3. Tidak berlebihan makan karbohidrat komples yang kaya gizi.

4. Makan protein alami, terutama ikan yang mengandung lemak sehat.

5. Makan berbagai makanan yang mengandung lemak sehat.

6. Banyak minum air putih.


7. Makan utama 3 kali sehari dengan jadwal teratur dan porsi sehat. Jangan biasakan

anak mengatur asupan makanannya sendiri dan mengatur jam makannya sendiri.

8. Makan selingan camilan untuk pemenuhan gizi dua kali sehari di antara jam makan

utama. Hindari jenis makanan camilan yang slah dan camilan berlebihan

9. Menghindari gula, gandum, serta makanan yang mengandung lemak tidak sehat,

makanan proses, serta makanan cepat saji (Tumiwa,2018).

1.1.4 Hubungan Pola Makan dengan Status Gizi

Pola makan yang seimbang, yaitu sesuai dengan kebutuhan disertai pemilihan

bahan makanan yang tepat akan melahirkan status gizi yang baik. Asupan makanan

yang melebihi kebutuhan tubuh akan menyebabkan kelebihan berat badan dan

penyakit lain yang disebabkan oleh kelebihan zat gizi. Sebaliknya, asupan makanan

kurang dari yang dibutuhkan akan menyebabkan tubuh menjadi kurus dan rentan

terhadap penyakit. Kedua keadaan tersebut sama tidak baiknya, sehingga disebut gizi

salah.Keadaan gizi salah akibat kurang makan dan berat badan yang kurang

merupakan hal yang banyak terjadi di berbagai daerah atau negara miskin. Sebaliknya,

keadaan gizi salah akibat konsumsi gizi berlebihan, merupakan fenomena baru yang

semakin lama semakin meluas. Keadaan ini terutama dialami oleh masyarakat lapisan

menengah ke atas, yakni munculnya obesitas pada anak dan remaja perkotaan dengan

kategori ekonomi ke atas (Sulistyoningsih,2012).


2.1 Status Gizi

2.1.1 Definisi Status Gizi

Istilah gizi atau nutrition, berasal dari bahasa latin “nutr” yang berarti “to

nurture”, yaitu memberi makan dengan baik. Sebutan nutrition mulai dikenal di Inggris

pada awal abad ke-19; sebelumnya, istilah yang digunakan adalah “diet”. Istilah

nutrition mulai populer di Inggris setelah publikasi berjudul Nutriology di London pada

tahun 1812. Dalam tulisan tersebut diungkap pentingnya makanan aneka ragam

makanan dari hewani dan nabati termasuk pada sayuran untuk hidup sehat

(Drummond,1991) dalam (Hardinsyah et al.,2017)

Status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan

penggunaan zat gizi, dimana zat gizi sangat dibutuhkan oleh tubuh sebagai sumber

energi, pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh, serta pengatur proses tubuh

(Auliya et al.,2015)

2.1.2 Penilaian Status Gizi Anak

1) Metode penilaian status gizi.

Sistem penilaian status gizi dibedakan menjadi 2 yaitu pengukuran langsung

(pengukuran yang langsung kepada individu terkait) dan tidak langsung (melalui hal

lain selain individu tersebut) (Proverawati dan Asfufah,2009)


Metode Penelitian Status Gizi Secara Langsung.

1. Penilaian Antropometri

Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut

pandang gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan

komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.

Kelebihan pengukuran antropometri adalah:

1. Prosedur sederhana, aman dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel cukup besar.

2. Relatif tidak membutuhkan tenaga ahli.

3. Alat murah, mudah dibawa, tahan lama, dapat dipesan dan dibuat di daerah

setempat.

4. Metode ini tepat dan akurat, karena dapat dibakukan.

5. Dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi di masa lampau.

6. Umumnya dapat mengidentifikasi status buruk, kurang dan baik, karena sudah

ada ambang batas yang jelas.

7. Dapat mengevaluasi perubahan status gizi pada periode tertentu, atau dari satu

generasi ke generasi berikutnya.

8. Dapat digunakan untuk penapisan kelompok yang rawan terhadap gizi.


Ada juga kelemahan dari antropometri, antara lain:

1. Tidak sensitif: tidak dapat mendeteksi status gizi dalam waktu singkat, tidak dapat

membedakan kekurangan zat gizi tertentu, misal Fe dan Zn.

2. Faktor di luar gizi (penyakit, genetik dan penurunan penggunaan energi) dapat

menurunkan spesifikasi dan sensitivitas pengukuran antropometri.

3. Kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran dapat mempengaruhi presisi,

akurasi, dan validitas pengukuran.

4. Kesalahan terjadi karena: pengukuran, perubahan hasil pengukuran (fisik dan

komposisi jaringan), analisis dan asumsi yang keliru.

5. Sumber kesalahan biasanya berhubungan dengan: latihan petugas yang tidak

cukup, kesalahan alat, kesulitan pengukuran.

2. Jenis Parameter Antropometri

Jenis parameter antropometri tergantung pada parameter yang digunakan.

Parameter itu sendiri dalam antropometri adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia.

Jenis parameter antropometri adalah Umur, Berat Badan, Tinggi Badan, Lingkar

Lengan Atas, Lingkar Kepala, Lingkar Dada, Jaringan Lunak (Proverawati dan

Asfuah,2009)

1. Umur
Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan penentuan

umur akan menyebabkan lebih banyak interpretasi status gizi salah. Batasan umur

yang digunakan:

1. Tahun umur penuh (completed year)

Contoh: 6 tahun 2 bulan, dihitung 6 tahun, 5 tahun 11 bulan dihitung 5

tahun.

2. Bulan usia penuh (completed month): untuk anak umur 0-2 tahun

digunakan

Contoh: 3 bulan 7 hari dihitung 3 bulan, 2 bulan 26 hari dihitung 2 bulan.

Ukuran tubuh manusia akan berkembang dari saat lahir sampai sekitar 20 tahun

untuk pria dan 17 tahun untuk wanita, serta ada kecenderungan berkurang setelah 60

tahun. Setelah itu, tidak lagi akan terjadi pertumbuhan justru akan cenderung berubah

menjadi penurunan ataupun penyusutan yang dimulai sekitar umur 40 tahun. Inilah

yang menjadi indikasi pengukuran antropometri untuk digunakan.

2. Berat Badan

Berat badan dapat digunakan untuk mendiagnosa bayi normal atau BBLR. Pada

masa bayi-balita berat badan dapat dipergunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik

maupun status gizi, kecuali terdapat kelainan klinis (dehidrasi, asites,edema, atau

adanya tumor). Berat badan juga dapat digunakan sebagai dasar perhitungan dosis obat

dan makanan. Alasan mengapa pengukuran berat badan merupakan pilihan utama:
1. Parameter yang paling baik, mudah terlihat perubahan dalam waktu singkat

karena perubahan konsumsi makanan dan kesehatan.

2. Memberikan gambaran status gizi sekarang, jika dilakukan periodik memberikan

gambaran pertumbuhan.

3. Umum dan luas dipakai di Indonesia.

4. Ketelitian pengukuran tidak banyak dipengaruhi oleh keterampilan pengukur.

5. Digunakan dalam KMS.

6. BB/TB merupakan indeks yang tidak tergantung umur.

7. Alat ukur dapat diperoleh di pedesaan dengan ketelitian tinggi.

3. Tinggi Badan (TB).

Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan

pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, TB tumbuh seiring dengan pertambahan

umur. Pertumbuhan TB tidak seperti pertumbuhan BB, relatif kurang sensitif pada

masalah kekurangan gizi dalam waktu singkat. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap

TB akan nampak dalam waktu yang relatif lama. Merupakan parameter paling penting

bagi keadaan yang telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan

tepat. Merupakan ukuran kedua yang penting, karena dengan menghubungkan BB

terhadap TB, faktor umur dapat dikesampingkan.

Alat ukur:
1. Alat pengukur panjang bayi: untuk bayi atau anak yang belum dapat berdiri.

2. Microtoise: untuk anak yang sudah dapat berdiri.

4. Lingkar Lengan Atas

Merupakan salah satu pilihan untuk penentuan status gizi, karena mudah, murah dan

cepat. Tidak memerlukan data umur yang terkadang susah diperoleh. Memberikan

gambaran tentang keadaan jaringan otot dan lapisan lemak bawah kulit. Lila

mencerminkan cadangan energi, sehingga dapat mencerminkan:

1. Status KEP pada balita.

2. Kekurangan energi dan kalori (KEK) pada ibu WUS dan ibu hamil: risiko bayi

BBLR.

Pengukuran Lingkar Lengan Atas:

Alat: suatu pita pengukur dari fiber glass atau sejenis kertas tertentu berlapis plastik.

Ambang batasnya yaitu (Cut Of Points):

1. LLA WUS dengan risiko KEK di Indonesia <23,5 cm

2. Pada bayi 0-30 hari : >9,5 cm

3. Balita dengan KEP < 12,5 cm.

5. Lingkar Kepala
Ukuran otak meningkat secara cepat selama tahun pertama, tetapi besar lingkar

kepala tidak menggambarkan keadaan kesehatan dan gizi. Bagaimanapun ukuran otak

dan lapisan tulang kepala dan tengkorak dapat bervariasi sesuai dengan keadaan gizi.

Dalam antropometri gizi rasio Lika dan Lida cukup berarti dan menentukan KEP pada

anak. Lika juga digunakan sebagai informasi tambahan dalam pengukuran umur.

Lingkar kepala adalah standar prosedur dalam ilmu kedokteran anak secara praktis,

biasanya atau peningkatan ukuran kepala. Contoh: hidrosefalus dan mikrosefalus.

Lingkar kepala dihubungkan dengan ukuran otak dan tulang tengkorak.

6. Lingkar Dada

Biasanya digunakan pada anak umur 2-3 tahun, karena pertumbuhan lingkar dada

pesat sampai anak berumur 3 tahun. Rasio lingkar dada dan kepala dapat digunakan

sebagai indikator KEP pada balita. Pada umur 6 bulan lingkar dada dan kepala sama.

Setelah umur ini lingkar kepala tumbuh lambat daripada lingkar dada. Pada anak yang

KEP terjadi pertumbuhan lingkar dada yang lambat, sehingga rasio lingkar dada dan

kepala <1.

7. Tinggi Lutut

Tinggi lutut erat kaitannya dengan tinggi badan, sehingga data tinggi badan

didapatkan dari tinggi lutut bagi orang tidak dapat berdiri atau lansia. Pada lansia

digunakan tinggi lutut karena pada lansia terjadi penurunan masa tulang, yang dapat

mengakibatkan bungkuk, sehingga sulit untuk mendapatkan data tinggi badan akurat.
Data tinggi badan lansia dapat menggunakan formula atau nomogram bagi orang yang

berusia >59 tahun. Rumus yang sering digunakan yaitu:

Pria : (2,02 x tinggi lutut (cm) – (0,04 x umur (tahun)) + 64,19

Wanita : (1,83 x tinggi lutut (cm) – (0,24 x umur (tahun)) + 84,88

8. Jaringan Lunak

Otot lemak merupakan jaringan lunak yang bervariasi antropometri dapat

dilakukan pada jaringan tersebut untuk menilai status gizi di masyarakat. Lemak

subkutan ( subcutaneous fat). Penilaian komposisi tubuh termasuk untuk mendapatkan

informasi mengenai jumlah dan distribusi lemak dapat dilakukan dengan beberapa

metode, dari yang paling sulit hingga yang paling mudah.

3. Indeks Antropometri

Adalah pengukuran dari beberapa parameter di mana indeks antropometri merupakan

rasio dari suatu pengukuran terhadap satu atau lebih pengukuran atau yang

dihubungkan dengan umur. Beberapa indeks antropometri:

1. Berdasarkan Indikator BB/U

Berat badan merupakan parameter yang memberikan gambaran massa tubuh.

Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak, seperti

adanya penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah

makanan yang dikonsumsi. Berat badan adalah parameter antropometri yang


sangat stabil. Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan

keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, maka berat badan

berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya dalam keadaan yang

abnormal, terdapat 2 kemungkinan perkembangan berat badan, yaitu dapat

berkembang cepat atau lebih lambat badan menurut umur digunakan sebagai salah

satu cara pengukuran status gizi. Mengingat karakteristik berat badan yang labil,

maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini. Berikut ini

merupakan klasifikasi status gizi berdasarkan indikator BB/U:

1. Gizi buruk : Z-score <-3,0

2. Gizi kurang : Z-score >-3,0 s/d Z-score <-2,0

3. Gizi baik : Z-score >-2,0 s/d Z-score <2,0

4. Gizi lebih : Z-score >2,0

Pemantauan pertumbuhan normal anak berdasarkan indeks antropometri berat

badan menurut umur dapat dilakukan dengan menggunakan kurva pertumbuhan

pada kartu menuju sehat (KMS). Dengan KMS gangguan pertumbuhan atau risiko

kekurangan dan kelebihan gizi dapat diketahui lebih dini, sehingga dapat dilakukan

tindakan pencegahan secara lebih cepat sebelum masalah lebih besar. Status

pertumbuhan anak dapat diketahui dengan dua cara yaitu dengan menilai garis

pertumbuhannya, atau dengan dua cara yaitu dengan menilai garis

pertumbuhannya, atau dengan menghitung kenaikan berat badan minimum.

Kesimpulan dari penentuan status pertumbuhan atau kenaikan BB sama dengan


KMB (kenaikan BB minimal) atau lebih. Tidak naik jika grafik BB mendatar atau

memotong garis pertumbuhan di bawahnya atau kenaikan BB kurang dari KMB.

2. Berdasarkan Indikator TB/U

Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan

pertumbuhan skeletal. Dalam keadaan normal, pertumbuhan tinggi badan sejalan

dengan pertambahan umur. Tidak seperti berat badan, pertumbuhan tinggi badan

relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang

pendek. Sehingga pengaruh defisiensi zar gizi terhadap tinggi badan akan nampak

dalam waktu yang relatif lama. Dengan demikian maka indikator TB/U lebih tepat

untuk menggambarkan pemenuhan gizi gizi pada masa lampau. Indikator TB/U

sangat baik untuk melihat keadaan gizi masa lalu terutama yang berkaitan dengan

keadaan berat badan lahir rendah dan kurang gizi pada masa balita. Selain itu

indikator TB/U juga berhubungan erat dengan status sosial ekonomi dimana

indikator tersebut dapat memberikan gambaran keadaan lingkungan yang tidak

baik, kemiskinan serta akibat perilaku tidak sehat yang bersifat menahun. Berikut

ini merupakan klasifikasi status gizi berdasarkan indikator TB/U:

1. Sangat pendek : Z-score <-3,0

2. Pendek : Z-score >-3,0 s/d Z-score <-2,0

3. Normal : Z-Score >-2,0

4. Tinggi : Z-Score > 2,0


3. Berdasarkan Indikator TB/BB

BB/TB merupakan indikator pengukuran antropometri yang paling baik, karena

dapat menggambarkan status gizi saat ini dengan lebih sensitif dan spesifik. Berat

badan berkorelasi linier dengan tinggi badan, artinya perkembangan berat badan

akan diikuti oleh pertambahan tinggi badan. Oleh karena itu,berat badan yang

normal akan proporsional dengan tinggi badannya. Berikut ini merupakan

klasifikasi status gizi berdasarkan indikator BB/TB:

1. Sangat kurus : Z-score <-3,0

2. Kurus : Z-score >-3,0 s/d Z-score <-2,0

3. Normal : Z-score >-2,0 s/d Z-score <2,0

4. Gemuk : Z-score >2,0

Berdasarkan indikator-indikator tersebut, terdapat beberapa istilah terkait status

gizi anak yang sering digunakan (Kemenkes RI,2011) dalam (Septikasari,).

1. Gizi kurang dan gizi buruk adalah status gizi yang didasarkan pada indeks

berat badan menurut umur (BB/U) yang merupakan padanan istilah

underweigh (gizi kurang) dan severely underweight (gizi buruk).

2. Pendek dan sangat pendek adalah status gizi yang didasarkan pada indeks

panjang badan menurut umur (PB/U) atau tinggi badan menurut umur (TB/U)
yang merupakan padanan istilah stunted (pendek) dan severely stunted (sangat

pendek).

3. Kurus dan sangat kurus adalah status gizi yang didasarkan pada indeks berat

badan menurut panjang badan (BB/PB) atau berat badan menurut tinggi badan

(BB/TB) yang merupakan padanan istilah wasted (kurus) dan severely wasted

(sangat kurus) (Septikasari,2018)

4. Berdasarkan Indikator Lila/U (Lingkar Lengan Atas terhadap Umur)

LLA berkorelasi dengan indeks BB/U maupun BB/TB seperti BB, LLA

merupakan parameter yang labil karena dapat berubah-ubah cepat, karenanya baik

untuk menilai status gizi masa kini. Pada tahun pertama kehidupan 5,4 cm, pada

umur 2-5 tahun: <1,5 cm, kurang sensitif untuk tahun berikutnya, pengguna LLA

sebagai indikator satus gizi, disamping digunakan secara tunggal, juga dalam

bentuk kombinasi dengan parameter lainnya seperti LLA/U dan LLA/TB (Quack

Stick).

Kelebihan :

1. Indikator yang baik untuk menilai KEP berat.

2. Alat ukur murah, sederhana, sangat ringan, dapat dibuat sendiri, kader

posyandu dapat melakukannya.

3. Dapat digunakan oleh orang yang tidak bisa baca tulis, dengan memberi

kode warna untuk menentukan tingkat keadaan gizi.

Kekurangan:

1. Hanya dapat mengidentifikasi anak dengan KEP berat.


2. Sulit menemukan ambang batas.

3. Sulit untuk melihat pertumbuhan anak 2-5 tahun

5.Indeks Masa Tubuh (IMT)

Indeks masa tubuh merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi

orang dewasa (usia 18 tahun ke atas), khususnya yang berkaitan dengan kekurangan

dan kelebihan BB. IMT tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil,

dan olahragawan. Juga tidak dapat diterapkan pada keadaan khusus (penyakit)

seperti edema, asites, dan hepatomegali. Batas ambang IMT menurut FAO

membedakan antara laki-laki (normal 20,1-25,0) dan perempuan (normal 18,7-

23,8). Untuk menentukan kategori kurus tingkat berat pada laki-laki dan perempuan

juga ditentukan ambang batas.

6.Tebal Lemak Bawah Kulit Menurut Umur

Pengukuran lemak tubuh melalui pengukuran ketebalan lemak bawah kulit

(skinfod) dilakukan pada beberapa bagian tubuh, misal: lengan atas (tricep dan

bicep), lengan bawah (forearm), tulang belikat (subscapular), di tengah garis ketiak

(midaxillary), sisi dada (pectoral), perut (abdominal), suprailiaka, paha, tempurung

lutut (suprapatellar), pertengahan tungkai bawah

(medial calv). Lemak dapat diukur secara absolut (dalam kg) dan secara relatif (%)

terhadap berat tubuh total. Jumlah lemak tubuh sangat bervariasi ditentukan oleh

jenis kelamin dan umur. Lemak bawah kulit pada pria sebesar 3,1 kg, sedangkan

pada wanita 5,1 kg.

7.Rasio Lingkar Pinggang-Pinggul


Banyaknya lemak dalam perut menunjukkan ada beberapa perubahan metabolisme,

termasuk terhadap insulin dan meningkatnya produksi asam lemak bebas,

dibandingkan dengan banyaknya lemak bawah kulit pada kaki dan tangan.

Perubahan metabolisme memberikan gambaran tentang pemeriksaan penyakit yang

berhubungan dengan perbedaan distribusi lemak tubuh. Ukuran yang umur

digunakan adalah rasio lingkar pinggang-pinggul. Pengukuran lingkar pinggang dan

pinggul harus dilakukan oleh tenaga terlatih dan posisi pengukuran memberikan

hasil yang berbeda. Rasio lingkar pinggang-pinggul untuk perempuan 0,77,

sedangkan pada laki-laki sebesar 0,90.

Ambang Batas (Cut off Points)

Dari berbagai jenis indeks antropometri diperlukan ambang batas untuk

menginterpretasikannya. Ambang batas dapat disajikan dalam 3 cara:

1. Persen terhadap Median

Dalam antropometri gizi, median = persentil 50 dan nilai median ini dinyatakan = 100%

(untuk standar). Setelah itu, dihitung persentase terhadap nilai median untuk

mendapatkan ambang batas. Contoh: BB anak umur 2 tahun = 12 kg, maka 80% median

= 9,6 kg, 60% median = 7,2 kg. jika 80% dan 60% dianggap ambang batas, maka anak

umur 2 tahun mempunyai BB antara 7,2-9,6 kg (60-80% median) dinyatakan berstatus

gizi buruk. Nilai median adalah nilai tengah dari suatu populasi.

Tabel Status Gizi berdasarkan Indeks Antropometri.

Status Gizi BB/U TB/U BB/TB


Gizi Baik >80 % >90% >90%

Gizi Sedang 71%-80% 81%-90% 81%-90%

Gizi Kurang 61%-70% 71%-80% 71%-80%

Gizi Buruk <60% <70% <70%


2. Persentil

Persentil ini mulai digunakan karena para pakar merasa kurang puas menggunakan

persen terhadap median. Persentil 50 sama dengan median dan nilai tengah dari jumlah

populasi. Contoh: ada 100 anak diukur tingginya, kemudian diurutkan dari yang terkecil.

Ali berada pada urutan 15 berarti persentil 15, berarti 14 anak berada di bawahnya dan 85

anak berada di atasnya. NCHS merekomendasikan : persentil ke-5 sebagai batas gizi baik

dan kurang, persentil 95 sebagai batas gizi lebih dan baik.

3. Standar Deviasi Unit (SD) atau Z-Score\

Unit Standar Deviasi disebut juga Z-skor. WHO menyarankan menggunakan cara ini

untuk meneliti dan untuk memantau pertumbuhan

1. 1 SD unit (1 Z-scor) kurang lebih sama dengan 11% dari median BB/U

2. 1 SD unit (1 Z-Scor) kira-kira 10% dari median BB/TB

3. 1 SD unit (1 Z-Scor) kira-kira 5% dari median TB/U

Waterlow juga merekomendasikan penggunaan SD untuk menyatakan ukuran

pertumbuhan (Growth Monitoring). WHO memberikan gambaran perhitungan SD unit

terhadap baku NCHS. Contoh: 1 SD unit = 11-12% unit dari median BB/U, misalnya

seorang anak berada pada 75% median BB/U berarti 25% unit berada dibawah median

atau -2. Pertumbuhan nasional untuk suatu populasi dinyatakan dalam positif dan negatif

2 SD unit (Z-skor) dari median, yang termasuk hampir 98% dari orang-orang yang diukur
yang berasal dari referensi populasi. Di bawah -2 SD unit dinyatakan sebagai kurang gizi

yang ekuivalen dengan: 78% dari median untuk BB/U (kurang lebih 3 persentil) 80%

median untuk BB/TB 90% median untuk TB/U (Proverawati dan Asfuah,2009)

Rumus perhitungan Z-sore:

Z-scor = Nilai Individu Subjek – Nilai Median Baku Rujukan

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gizi Anak

Menurut UNICEF ada 3 penyebab gizi buruk pada anak yaitu penyebab langsung,

penyebab tidak langsung dan penyebab mendasar. Terdapat dua penyebab langsung

gizi buruk, yaitu asupan gizi yang kurang dan penyakit infeksi. Kurangnya asupan gizi

dapat disebabkan karena terbatasnya jumlah asupan makanan yang dikonsumsi atau

makanan yang tidak memenuhi unsur gizi yang dibutuhkan. Sedangkan infeksi

menyebabkan rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak bisa menyerap

zat-zat makanan secara baik. Penyebab tidak langsung gizi buruk yaitu tidak cukup

pangan, pola asuh yang tidak memadai, dan sanitasi, air bersih / pelayanan kesehatan

dasar yang tidak memadai. Penyebab mendasar atau akar masalah gizi buruk adalah

terjadinya krisis ekonomi, politik dan sosial termasuk bencana alam, yang

mempengaruhi ketersediaan pangan, pola asuh dalam keluarga dan pelayanan

kesehatan serta sanitasi yang memadai, yang pada akhirnya mempengaruhi status gizi

anak (Septikasari,2018)

Kebutuhan gizi setiap golongan umur dapat dilihat pada Angka Kecukupan Gizi

(AKG) yang dianjurkan. Penentuan kebutuhan dilakukan berdasarkan umur, jenis

kelamin. Kebutuhan gizi setiap orang berbeda-beda, hal ini dipengaruhi oleh:
1. Umur

Kebutuhan zat gizi pada orang dewasa berbeda dengan kebutuhan gizi pada usia

balita karena pada masa balita terjadi pertumbuhan dan perkembangan sangat

pesat. Semakin bertambah umur, kebutuhan zat gizi seseorang relatif lebih rendah

untuk tiap kilogram berat badannya. Sebagai contoh, kebutuhan energi dan protein

bayi usia 0-6 bulan dengan berat badan 6 kg adalah 550 kkal dan 10 gram,

sedangkan orang dewasa (laki-laki) dengan berat badan 62 kg adalah 2350 kkal

dan 60 gram, sedangkan dewasa lanjutkan (laki-laki) dengan berat badan yang

sama sebesar 2050 kkal dan 60 gram.

2. Jenis kelamin

Kebutuhan zat gizi juga berbeda antara laki-laki dan perempuan, terutama pada

usia dewasa. Perbedaan ini terutama disebabkan oleh jaringan penyusun tubuh dan

jenis aktivitasnya. Jaringan lemak pada perempuan cenderung lebih tinggi daripada

laki-laki, sedangkan laki-laki cenderung lebih banyak memiliki jaringan otot. Hal

ini menyebabkan lean body mass laki-laki menjadi lebih tinggi.

5. Gizi Seimbang untuk Anak Sekolah

Pedoman Gizi Seimbang (PGS) ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan dengan

Keputusan Nomor 41 Tahun 2014. PGS dapat digunakan sebagai panduan perilaku

agar anak dapat hidup bergizi dan sehat.

1. Biasakan makan tiga kali sehari (pagi,siang, dan malam) bersama keluarga.

Pangan yang dikonsumsi untuk kebutuhan tubuh ialah yang mengandung

energi, protein, lemak, vitamin, mineral, dan serat. Sesuai dengan kapasitas sistem

pencernaan, pengaturan diet pangan dibagi menjadi 3 tahap, yaitu makan pagi,
siang, malam, dan disertai jajanan sehat. Sekitar 40% anak sekolah tidak makan

pagi (sarapan) yang mengakibatkan prestasi belajar kurang optimal. Untuk

menghindari konsumsi pangan yang tidak sehat dan tidak bergizi dianjurkan

selalu makan bersama keluarga.

2. Biasakan mengonsumsi ikan dan sumber protein lainnya.

Protein hewani memiliki kualitas lebih baik karena komposisi asam amino yang

lebih lengkap. Ikan merupakan sumber protein hewani, termasuk daging dan telur;

sedangkan tempe dan tahu sebagai sumber protein nabati. Ikan juga sumber asam

lemak tidak jenuh dan zat gizi mikro. Konsumsi protein sebaiknya sebanyak 30%

protein hewani dan 70% protein nabati.

3. Perbanyak mengonsumsi sayuran dan cukup buah-buahan.

Jenis sayuram dan buah sangat beragam. Selain sebagai sumber vitamin, sayur

dan buah juga merupakan sumber mineral, serat, dan antioksidan. Sumber vitamin

A dapat dibedakan menjadi 2, yaitu : (1) Preformed vitamin A (vitamin A bentuk

jadi atau bentuk aktif vitamin A), yaitu vitamin A bentuk jadi atau retinol yang

bersumber dari pangan hewani seperti daging, susu dan olahannya (mentega dan

keju), kuning telur, hati ternak, ikan, dan minyak ikan; (2) Provitamin A (bahan

baku vitamin A atau prekursor), yaitu sayuran berdaun hijau gelap (bayam,

singkong, sawi hijau), wortel, waluh (labu parang), ubi jalar kuning atau merah,

buah-buahan berwarna kuning (pepaya, manga, aprikot, dan peach).

4. Biasakan membawa bekal makanan dan air putih dari rumah.

Pada saat jadwal sekolah anak sampai sore hari, makan siang harus memenuhi

syarat dari segi keamanan, jumlah, dan kesagaman. Anak cenderung akan jajan
ketika tidak membawa bekal dari rumah, termasuk air minum. Sementara itu,

banyak sekolah yang belum mampu menyediakan jajanan yang sehat dan aman.

5. Batasi mengonsumsi makanan cepat saji, jajanan, dan makanan selingan yang

manis, asin, dan berlemak.

Perilaku menyantap makanan cepat saji sudah menjadi bagian hidup masyarakat

di perkotaan. Makanan tersebut mengandung terlalu tinggi gula, garam dan

lemakyang berhubungan dengan penyakit kronis seperti diabetes melitus, tekanan

darah tinggi, dan penyakit jantung sehingga konsumsi makanan dan jajanan cepat

saji harus sangat dibatasi.

6. Biasakan menyikat gigi sekurang-kurangnya dua kali sehari setelah makan pagi

dan sebelum tidur.

Sisa makanan di sela-sela gigi akan dimanfaatkan bakteri yang menghasilkan

asam, yang dapat menyebabkan kerusakan gigi. Membersihkan gigi setelah

makan dan sebelum tidur adalah upaya untuk menghindari pengeroposan atau

kerusakan gigi.

7. Hindari merokok.

Perilaku merokok usia dini juga sudah mulai ditemukan pada anak sekolah.

Perokok aktif maupun pasif pada anak sebaiknya dihindari. Lingkungan anak

sekolah harus dinyatakan bebas dari asap rokok. Merokok dapat mengganggu

kesehatan, seperti paru dan kesehatan reproduksi (Hardinsyah dan Supriasa,2016)

Anda mungkin juga menyukai