Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gastritis sering dikenal oleh masyarakat sebagai maag.dan terdapat gejala

yang dikumpulkan seperti nyeri terutama di ulu hati, dan sering mengalami

mual, muntah, rasa penuh, dan tidak nyaman (Fitri nuryanti, 2021). Gastritis

merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa lambung yang

dapat bersifat akut, kronis, difus atau local (Rimbawati, wulandari, &

Mustakim, 2022). Penyebab utama gastritis adalah bakteri Helicobacter pylori,

virus, atau parasit lainnya.

Data yang didapat dari Word Health Organization (WHO) angka kejadian

gastritis di dunia sekitar 1,8-2,1 juta dari jumlah penduduk setiap tahunnya, di

Inggris (22%), China (31%), Jepang (14,5%), Kanada (35%), dan perancis

(29,5%). Sedangkan di Asia Tenggara gastritis diderita oleh sekitar 583.635 dari

jumlah penduduk setiap tahunnya (Oktaviani, 2020) dalam (Rimbawati,

wulandari, & Mustakim, 2022)

Berdasarkan Data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2018,

gastritis Merupakan salah satu dari 10 penyakit terbanyak di Rumah sakit pada

pasien rawat inap dengan jumlah Kasus sebesar 33.580 kasus. yang 60,86%

terjadi pada perempuan. Pada pasien rawat jalan gastritis berada pada urutan ke

tujuh dengan jumlah kasus 201.083 kasus yang 77,74% terjadi pada perempuan

(Kementerian Kesehatan RI, 2018) dalam (Safitri & Nurman, 2020)


Berdasarkan profil Kementrian Kesehatan Indonesia untuk jumlah

layanan Rawat Inap Tingkat Lanjut sampai dengan 31 desember 2016, masalah

gangguan pencernaan berada pada urutan ketiga dari 10 gangguan penyakit

lainnya dengan kasus mencapai 380.744 (Kemenkes RI, 2017).

Gastritis merupakan salah satu penyakit yang termasuk ke dalam sepuluh

besar penyakit rawat inap di rumah sakit tingkat Provinsi Sulawesi Selatan.

Jumlah pasien yang keluar karena meninggal akibat panyakit gastritis ini adalah

sebanyak 1,45% dari keseluruhan jumlah pasien yang keluar. Berdasarkan data

yang tercatat dalam rekam medik RSUD Kota Makassar tahun 2015, tingkat

prevalensi gastritis mulai dari tahun 2012 berjumlah 209 orang yang dirawat

inap, tahun 2013 berjumlah 106 orang, tahun 2014 berjumlah 159 orang.

(Darmawan Syam , Arsunan Arsin, & Ansar, 2020)

Timbulnya suatu penyakit berpengaruh terhadap perubahan gaya hidup

dan pola konsumsi makanan yang merangsang peningkatan asam lambung

seperti : asinan, cuka, sambal,serta kebiasaan merokok dan minum alkohol,

sehingga banyak timbul masalah kesehatan, salah satunya gangguan pada

lambung seperti gastritis. Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung

yang bersifat akut, kronik, difus atau local, dengan karakteristik anoreksia,

perasaan penuh diperut (tengah), tidak nyaman pada epigastrium, mual, dan

muntah (Sri Futriani, Tridiyawati, & Maulana Putri, 2020)

Dampak dari kurangnya kita dalam menjaga pola makan secara garis besar

sangat berpengaruh terhadap terjadinya Gastritis, sehingga terlihat penting


untuk di lakukannya penelitian Hubungan Pola Makan dengan Terjadinya

Gastritis di Ruangn Inap Rumah Sakit Bayangkara Makassar.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian tentang “Hubungan Pola Makan Dengan Terjadinya Gastritis Di

Ruang Inap Rumah Sakit Bhayangkara Makassar”.

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan uaraian di latar belakang di atas, maka di rumuskan masalah

sebagai berikut “Apakah Ada Hubungan Pola Makan Dengan Terjadinya

Gastritis Di Ruang Inap Rumah Sakit Bhayangkara Makassar?”

1.3 Tujuan penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui Hubungan Pola Makan Dengan Terjadinya

Gastritis Di Ruang Inap Rumah Sakit Bhayangkara Makassar.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Untuk Mengetahui Pola Makan Di Ruang Inap Rumah Sakit

Bhayangkara Makassar.

2. Untuk Mengetahui Terjadinya Gastritis Di Ruang Inap Rumah Sakit

Bhayangkara Makassar.

3. Untuk Mengetahui Hubungan Pola Makan Dengan Terjadinya

Gastritis Di Ruang Inap Rumah Sakit Bhayangkara Makassar.


1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Teoritis

Dapat memberikan suatu ilmu pengetahuan tentang hubungan pola

makan dengan terjadinya gastritis dan juga bias menjadi informasi bagi

penelitian selanjudnya.

1.4.2 Praktis

1. Bagi rumah sakit

Dengan penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan

informasi bagi rumah sakit dalam pelaksanaan asuhan keperawatan

tentang terjadinya gastritis.

2. Bagi perawat

Sebagai bahan masukan dalam upaya peningkatan

penanganan terhadap penyakit gastritis, khususnya mengenai tentang

hubungan pola makan dengan terjadinya gastritis dan pentingnya

menjaga pola makan.

3. Bagi peneliti

Dengan penelitian ini peneliti dapat menambah pengetahuan

dan pengalaman dalam melakukan penelitian tentang hubungan pola

makan dengan terjadinya gastritis.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pola Makan

2.1.1 Pengertian pola makan

Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran

cara atau perilaku yang di tempuh seseorang atau sekelompok orang

dalam memilih dan menggunakan makanan yang di konsumsi setiap hari

yang meliputi keteraturan frekuensi makan, porsi makan, dan jenis

makanan dan minuman yang di konsumsi berdasarkan faktor sosial,

budaya dimana mereka hidup Pola makan yang memicu terjadinya

gastritis yaitu frekuensi makan yang tidak teratur dengan porsi makan

sedikit, dengan mengkonsumsi makanan dan minuman yang memicu

peningkatan asam lambung, selain itu makan yang kurang bervariasi

sangat berpengaruh karena makanan yang tidak bervariasi tidak menarik

dan dapat menimbulkan kebosanan, kejenuhan sehingga hal ini dapat

mempengaruhi selera makan dan cenderung lebih menyukai dan memilih

makana cepat saji. Jenis makanan yang dikonsumsi dikelempokkan

menjadi dua yaitu makanan utama dan makanan selingan. Makanan utama

berupa makan pagi, siang, dan makan malam terdiri dari makanan pokok,

sayur, lauk pauk, buah, dan minuman yang mengandung kalori dan

protein. Makanan selingan biasanya dilakukan sekali atau dua kali

diantara waktu makan (Siagian, 2021).


Porsi makan yang baik tentunya akan mempertahankan kesehatan

dan mencegah timbulnya penyakit, sedangkan pola makan yang salah

memiliki dampak yang sangat merugikan bagi kesehatan salah satunya

gastritis.

Pola makan yang sehat tentunya akan mempertahankan kesehatan

dan mencegah timbulnya penyakit, sedangkan pola makan yang salah

memiliki dampak yang sangat merugikan bagi kesehatan salah satunya

adalah gastritis. Pola makan sehari-hari setiap individu berbeda-bedaa ada

yang melakukan pola secara sehat dan ada pula yang melakukan pola

makan yang salah. Kebiasaan makan yang tidak teratur bisa menyebabkan

terganggunya keseimbangan enzim pencernaan di lambung.

2.1.2 Gangguan Pola Makan

Hal yang perlu dilakukan dalam mengatasi gangguan yang paling

utama adalah mengubah pola makan dengan makan yang secukupnya

sesuai dengan kebutuhan tubuh dan istirahat yang memadai. Pola makan

yang perlu di cermati adalah tentang frekuensi makan,jenis makan, dan

porsi makan. Pola makan terdiri dari (Siagian, 2021):

1. Frekuensi makan (Placeholder1)

Frekuensi makan merupakan seringnya seseorang melakukan

kegiatan makan dalam sehari baik makanan utama maupun makanan

selingan. Frekuensi makan dikatakan baik bila frekuensi makan setiap

harinya 3 kali makanan utama atau 2 kali makanan utama dengan 1

kali makanan selingan, 10 dan di nilai kurang bila frekuensi makan


setiap harinya 2 kali makan utama atau kurang Pada umumnya setiap

orang melakukan makanan utama 3 kali yaitu makan pagi,makan

siang, dan makan sore atau malam. Ketiga waktu makan tersebut yang

paling penting adalah makan pagi, sebab dapat membekali tubuh

dengan berbagai zat makanan terutama kalori dan protein berguna

untuk pertumbuhan dan perkembangan remaja. Berdasarkan

penelitian dari University of Minnesota school of public health

menyatakan bahwa orang yang makan pagi dapat mencegah mereka

makan secara berlebihan saat makan siang atau makan malam. Makan

siang diperlukan setiap orang maupun remaja,karena merasa sejak

pagi merasa lelah akibat melakukan aktivitas.

Di samping makanan utama yang dilakukan 3 kali biasanya dalam

sehari makanan selingan dilakukan sekali atau dua kali di antara waktu

makan guna menanggulanginya rasa lapar, seb jarak waktu makan

yang lama. Pola makan yang tidak normal dapat diidentifikasi kembali

menjadi 2, yakni (Siagian, 2021) :

a. Makan dalam jumlah sangat banyak ( binge eating disorder) mirip

dengan bulmia nervosa di mana orang makan dalam jumlah sangat

banyak, tetapi tidak diikuti dengan memuntahkan kembali apa

yang telah dimakan. Akibatnya di dalam tubuh terjadi

penumpukan kalori.
b. Makan di malam hari (night eating syindrome), kurang nafsu

makan di pagi hari digantikan dengan makan berlebihan,dan

insomnia di malam harinya.

2. Jenis Makan

Jenis makanan yang dikonsumsi remaja dapat dikelompokan

menjadi dua yaitu makanan utama dan makanan selingan. Makanan

utama adalah makanan yang dikonsumsi seseorang berupa makan

pagi,makan siang, dan makan malam yang terdiri dari makanan pokok,

lauk pauk, buah, dan minuman. Makanan pokok adalah makanan yang

di anggap memegang peranan penting dalam susunan hidangan. Pada

umumnya makanan pokok berfungsi sebagai sumber energi (kalori)

dalam tubuh dan memberi rasa kenyang. Makanan pokok yang biasa

di konsumsi yaitu nasi,roti,dan mie atau bihun.

3. Porsi Makan

Jumlah atau porsi merupakan suatu ukuran maupun takaran

makanan yang dikonsumsi pada tiap kali makan. Jumlah (porsi)

makanan sesuai dengan anjuran makanan bagi remaja. Jumlah (porsi)

strandar bagi remaja antara lain: makanan pokok berupa nasi,roti

tawaar,dan mie instan. Jumlah atau porsi makanan pokok antara lain :

nasi 100 gram, roti tawar 50 gram, mie instan untuk ukuran besar 100

gram dan ukuran kecil 60 gram. Lauk pauk mempunyai dua golongan:

lauk nabati dan lauk hewan, jumlah atau porsi makanan antara lain :

daging 50 gram, telur 50 gram, tempe 50 gram (dua potong),tahu 100


gram (dua potong). Sayur merupakan bahan makanan yang berasal

dari tumbuh-tumbuhan, jumlah atau porsi sayuran dari berbagai jenis

masakan sayuran antara lain : sayur 100 gram. Buah merupakan suatu

hidangan yang disajikan setelah makanan utama berfungsi sebagai

pencuci mulut. Jumlh porsi ukuran 100 gram,ukuran potongan 75

gram.

2.1.3 Faktor Yang Mempengaruhi Pola Makan

Pola makan yang terbentuk sangat erat kaitannya dengan kebiasaan

makan seseorang. Secara umum, faktor yang mempengaruhi terbentuknya

pola makan adalah faktor ekonomi, sosial budaya, agama pendidikan, dan

lingkungan. (Pakpahan, 2020)

1. Faktor Ekonomi

Variabel ekonomi yang cukup dominan dalam mempengaruhi

komsumsi pangan adalah pendapatan keluarga dan harga.

Meningkatnya pendapatan akan meningkat peluang untuk membeli

pangan dengan kuantitas dan kualitas yang lebih baik, sebaliknya

penurunan pendapatan akan menyebabkan menurunnya daya beli

pangan baik secara kualitas dan kuantitas.

2. Faktor Budaya

Kebudayaan menuntun orang dalam cara bertingkah laku dan

memenuhi kebutuhan dasar biologisnya, termasuk kebutuhan terhadap

pangan. Budaya mempengaruhi seseorang dalam menentukan apa

yang akan dimakan, bagaimana pengolahannya, persiapan, penyajian,


serta untuk siapa, dan dalam kondisi bagaimana pangan tersebut

dikonsumsi.kebudayaan juga menentukan kapan seseorang boleh dan

tidak boleh mengkonsumsi suatu makanan (dikenal dengan istilah

tahu), meskipun tidak semua hal yang tahu masuk akal dan baik dari

sisi kesehatan. Contohnya adalah anak balita tabu mengkonsumsi ikan

laut karena dikhawatirkan akan menyebabkan cacingan. Padahal dari

sisi kesehatan berlaku sebaliknya, mengkonsumsi ikan sangat baik

bagi balita. Karena memiliki kandungan protein yang sangat

dibutuhkan untuk pertumbuhan.

3. Faktor Agama

Pantangan didasari agama, khususnya islam disebut haram dan

individu yang melanggar hukumnya berdosa. Adanya pantangan

terhadap makanan/minuman tersebut membahayakan jasmani dan

rohani bagi yang mengkonsumsinya. Bagi agama Kristen, telur

merupakan bahan makanan yang selalu ada pada saat perayaan

paskah, bagi umat islam, ketupat adalah bahan makanan pokok yang

tersedia pada saat hari raya lebaran.

4. Faktor Pendidikan

Pendidikan dalam hal ini biasanya diartikan dengan

pengetahuan, akan berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan

dan pemenuhan kebutuhan gizi. Salah satu contoh, prinsip yang

dimiliki seseorang dengan pendididkan rendah biasanya adalah yang

penting mengenyangkan , sehingga porsi bahan makanan sumber


karbohidrat lebih banyak dibandingkan dengan kelompok bahan

makanan lainnya.

5. Faktor Lingkungan

lingkungan cukup besar pengaruhnya terhadap pembentukan

perilaku makan. Lingkungan yang dimaksud dapat berupa lingkungan

keluarga, sekolah, serta adanya promosi melalui media elektronik

maupun cetak.

2.2 Konsep Gastritis

2.2.1 Pengertian Gastritis

Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung yang bersifat

akut, kronik difus, atau lokal. Karakteristik dari peradangan ini antara lain

anoreksia,rasa penuh atau tidak nyaman pada epigastrium, mual, dan

muntah. Peradangan lokal pada mukosa lambung ini akan berkembangan

bila mekanisme protektif mukosa dipenuhi dengan bakteri atau bahan

iritan lainnya. (Suratan dalam ida,2017).

2.2.2 Etiologi

Ada beberapa penyebab yang dapat mengakibatkan seseorang

menderita gastritis antara lain mengkonsumsi obat-obatan kimia seperti

asetaminofen, aspirin, dan steroid kartikosteroid (Ida, 2017) dalam

(Restina, 2019)
Asetaminofen dan kartikosteroid dapat mengakibatkan iritasi pada

mukosa lambung, sedangkan NSAIDS (Nonsteroid Anti Inflammation

Drungs) dan kortikosteroid menghambat sintesis prostaglandin sehingga

sekresi HCL meningkat dan menyebabkan suasana lambung menjadi

sangat asam.Kondisi asam ini menimbulkan iritasi mukosa lambung.

Penyebab lain adalah konsumsi alkohol. Alkohol dapat menyebabkan

kerusakan gaster. Terapi radiasi, refluk empedu, zat-zat korosif (cuka,

lada) dapat menyebabkan kerusakan mukosa gaster dan menimbulkan

edema dan perdarahan. Kondisi yang stressful seperti trauma, luka bakar,

kemoterapi dan kerusakan susunan saraf pusatakan merangsang

peningkatan produksi HCI lambung. Selain itu, infeksi oleh bakteri seperti

Helicobacter pylori, Eschericia coli, Salmonellan dan lain- lain juga

dianggap sebagai pemicu. (Restina, 2019)

2.2.3 Tipe-tipe Gastritis

Menurut Ida Mardalena (2017) dalam (Siagian, 2021), gastritis terdiri dari

dua bagian yaitu :

1. Gastritis Akut

Gastritis akut adalah proses inflamasi yang bersifat akut dan

biasanya terjadi pada mukosa lambung. Gastritis akut adalah suatu

peradangan parah pada permukaan mukosa lambung dengan

kerusakan-kerusakan erosi (Ida 2017) dalam (Restina, 2019)


Keadaan ini paling sering berkaitan dengan penggunaan obat-

obatan anti inflamasi nonsteroid (Khususnya,aspirin) dosis tinggi dan

dalam jangka waktu, konsumsi alcohol yang berlebihan, dan

kebiasaan merokok. Di samping itu, stress berat seperti luka bakar dan

pembedahan, iskemia dan syok juga dapat menyebabkan gastritis

akut. Demikian pula halnya dengan kemotrapi, uremia, infeksi

sistemik, tertelan zat asam atau alkali, iradiasi lambung, trauma

mekanik, dan gastrektomi distal.

2. Gastritis Kronis

Gastritis kronis adalah inflamasi lambung dalam jangka waktu

lama dan dapat disebabkan oleh ulkus benigna atau malignadari

lambung, atau oleh bakteri Helicobacter pylory ( EKA RESTIANA,

2019)

Gastritis kronis merupakan keadaan terjadinya perubahan

inflamatorik yang kronis pada mukosa lambung sehingga akhirnya

terjadi atrofi mukosa dan metaplasia epitel. Keadaan ini menjadi latar

belakang munculnya dysplasia dan karsinoma ( EKA RESTIANA,

2019)

2.2.4 Manisfestasi Klinik Gastritis

Manifestasi klinik bervariasi yang dimulai dari keluhan ringan sehingga

muncul perdarahan saluran cerna bagian atas bahkan pada beberapa

pasien tidak menimbulkan gejala yang khas. yang sering dirasakan pada

manifestasi klinik pada gastritis sebagai berikut : Mual dan muntah,rasa


terbakar di lambung,sendawa,perdarahan karena iritasi mukosa lambung,

kehilangan nafsu makan,nyeri pada ulu hati (Siagian, 2021)

2.2.5 Faktor Factor Resiko Gastritis

Faktor resiko Gastritis Menurut (Bagas,2016) dalam (Siagian, 2021)

faktor faktor resiko yang sering menyebabkan gastritis diantaranya :

1. Pola makan

Orang yang memiliki pola makan yang tidak teratur mudah

terserang penyakit ini. Pada saat perut harus diisi, tapi dibiarkan

kosong atau 20 ditunda pengisiannya, asam lambung akan mencerna

lapisan mukosa lambung sehingga timbul rasa nyeri.

2. Helicobacter Pylori

Helicobacter Pylori adalah kuman garam negative, hasil yang

berbentuk kurva dan batang helicobacter pylori adalah suatu bakteri

yang menyebabkan peradangan lapisan lambung yang kronis

(gastritis) pada manusia. Infeksi Helicobacter pylori ini sering

diketahui sebagai penyebab utama terjadi ulkus peptikum dan

penyebab terserang terjadinya penyakit.

3. Terlambat makan

Secara alami lambung akan terus memproduksi asam lambung

setiap waktu dalam jumlah yang kecil, setelah 4-6 jam sesudah makan

biasanya kadar glukosa dalam darah telah banyak terserap dan

terpakai sehingga tubuh akan merasakan lapar dan pada saat itu jumlah
asam lambung terstimulasi. Bila seseorang telat makan sampai 2-3

jam. maka asam lambung yang diproduksi semakin banyak dan

berlebih sehingga dapat mengiritasi mukosa lambung serta

menimbulkan rasa nyeri di sekitar epigastrium.

4. Makanan Pedas

Mengkonsumsi makanan pedas secara berlebihan akan

merangsang system pencernaan terutama lambung dan usus kontraksi.

Hal ini akan mengakibatkan rasa panas dan nyeri di ulu hati yang di

sertai dengan mual dan muntah. Gejala tersebut membuat penderita

semakin berkurang nafsu makannya. Bila kebiasaan mengkonsumsi

makanan pedas > 1 kali dalam 1 minggu selama minimal 6 bulan

dibiarkan terus menerus dapat menyebakan iritasi pada lambung yang

di sebut dengan gastritis

2.2.6 Komplikasi

Menurut Ali (2017), komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita

gastritis adalah :

1. Gastritis Akut

Terjadinya perdarahan pada saluran cerna bagian atas berupa

hematemesis dan melena dapat berakhir sebagai syok hemoragik.

Khusus untuk perdarahan saluran cerna bagian atas,perlu dibedakan

dengan tukak peptic penyebab utamanya adalah infeksi Helicobacteri


pylori, sebesar 100% pada tukak duodenum dan 60-90% pada tukak

lambung. Diagnosis dapat ditegakkan dengan endoskopi.

2. Gastritis Kronik

Komplikasi yang muncul pada gastritis kronik adalah

perdarahan saluran cerna bagian atas,ulkus,perforasi dan pemeriksaan

fisik tidak dijumpai kelainan. Pada penderita gastritis kronik dapat

terjadi atrofi lambung menyebabkan gangguan penyerapan terutama

vitamin B12 selanjutnya dapat menyebabkan anemia perniosa.

Keduanya daapat dipisahkan dengan memeriksa antibody terhadap

faktor intrinsic. Penderita anemia perniosa biasanya mempinyai

antibody terhadap faktor intrinsic dalam serum atau cairan gasternya.

Selain vitamin B12, penyerapan besi juga 23 dapat terganggu.

Gastritis kronik antrum pylorus dapat menyebabkan penyempitan

daerah antrum pylorus. (Siagian, 2021)

2.2.7 Penatalaksanaan Gastritis

Penatalaksanaan Gastritis Penatalaksanaan Gastritis dapat dilakukan

sebagai berikut :

1. Perawatan Gastritis Sedang sakit,makanlah yang lembek yang

mudah dicerna dan tidak merangsang asam lambung.

2. Hindari makanan yang merangsang pengeliaran asam lambung,

seperti makanan pedas,makanan yang asam, tinggi serat,zat

tepung
3. Hindari minuman yang merangsang pengeluaran asam lambung

seperti teh,kopi,alcohol

4. Makan secara teratur

5. Minum obat secara teratur

6. Hindari stress fisik dan psikologis.

2.3 Hubungan Pola Makan Dengan Terjadinya Gastritis

Pola makan yang memicu terjadinya gastritis yaitu frekuensi makan yang

tidak teratur dengan porsi makan sedikit, dengan mengkonsumsi makanan dan

minuman yang memicu peningkatan asam lambung, selain itu makan yang

kurang bervariasi sangat berpengaruh karena makanan yang tidak bervariasi

tidak menarik dan dapat menimbulkan kebosanan, kejenuhan sehingga hal ini

dapat mempengaruhi selera makan dan cenderung lebih menyukai dan memilih

makanan cepat saji (fast food) (Rimbawati, wulandari, & Mustakim, 2022)

2.4 Jurnal ( Penelitian Terkait )

No Judul jurnal ;Penulis; Metode (desain, sampel, Hasil


Tahun variable, instrument,
analisis)

1. Hubungan Pola Desain penelitian yang Hasil analisis bivariat


Makan Dan Stres digunakan adalah cross menunjukan tidak ada
Dengan sectional. Terdapat 186 hubungan antara pola
Kejadian Gastritis sampel yang diambil makan dengan
Pada dengan kejadian gastritis
Mahasiswa Fakultas teknik simple random dengan P value = 0,565
Ilmu Kesehatan sampling. Instrument dan juga terdapat
Universitas Ibn penelitian ini adalah hubungan antara
Khaldun kuesioner untuk tingkat stress dengan
mendapatkan data pola kejadian gastritis
Kintan Aulia makan, tingkat stress dan dengan P value =
Amanda1 , Arissanti kejadian gastritis. 0,003.
Isra’ Firdausy2 , Siti
Walidaturrahmah
Alfaeni3 , Novita
Amalia4 , Nur Afifah
Rahmani5 , Ade
Saputra Nasution6

2. Hubungan Aktfitas Desain penelitian ini Ini berarti ada


Fisik, Stress Dan Pola merupakan penelitian hubungan antara
Makan Terhadap kuantitatif dengan metode aktifitas fisik terhadap
Kejadian Gastritis pendekatan yang kejadian gastritis . dari
Pada digunakan “cross 32 responden yang
Siswa Bintara sectional”. Populasi dalam mengalami stres
penelitian ini adalah terhadap kejadian
Yazika Rimbawati1 , seluruh siswa bintara yang gastritis lebih besar
Ria Wulandari2 , ada di Sekolah Pendidikan berjumlah 32
Mustakim3 Negara (SPN) Polda responden (82,1%)
Sumatera Selatan dibandingkan tidak
berjumlah 262 orang. Hasil mengalami strees
penelitian dari 38 terhadap kejadian
responden aktifitas fisik gastritis berjumlah 12
berat dengan kejadian responden (36,4%).
gastritis lebih besar Berdasarkan analisa
berjumlah 29 responden bivariat dengan uji
(76,3%) dibandingkan Chi-Square
dengan aktifitas fisik menunjukkan ρ value
dengan kejadian gastritis 0,000 < 0,05. Ini berarti
berjumlah 15 responden ada hubungan antara
(44,1%). Berdasarkan stress terhadap
analisa bivariat dengan uji kejadian gastritis. dari
Chi-Square menunjukkan ρ 44 responden yang
value 0,011 < 0,005. mengalami pola makan
buruk terhadap
kejadian gastritis lebih
besar berjumlah 32
responden (72,7%)
dibandingkan pola
makan baik terhadap
kejadian gastritis
berjumlah 12
responden (42,9%).
Berdasarkan analisa
bivariat dengan uji
Chi-Square
menunjukkan ρ value
0,022 < 0,05

3. Hubungan Pola Jenis penelitian ini Berdasarkan hasil


Makan Dengan menggunakan metode penelitian didapatkan
Kejadian Gastritis deskriptif koleratif. nilai p=0.000 dan
Wilayah Kerja Pengambilan sampel koefisien r= 0,870
Puskesmas Cinunuk dilakukan secara (keteraturan frekuensi
pusposive sampling makan), nilai p= 0.000
Sumbara1*, Yuli I dengan populasi sampel dan koefisien r= 0,800
smawati2 yaitu 72 responden. (frekuensi makan),
Instrument yang nilai p= 0.000 dan
digunakan berupa koefisien r= 0,697
kuesioner. Hasil pengujian (jenis makanan dan
menggunakan kolerasi minuman)
rank spearman dengan
nilai alpha 5% (α = 0.05)
dan koefisien kolerasi yang
didapatkan
diinterpretasikan dengan
kriteria Guilford

4. Faktor-faktor yang Penelitian ini Dari hasil penelitian


Berhubungan dengan menggunakan metode diperoleh bahwa, Hasil
Pola Makan pada analitik dengan uji statistik diperoleh
Mahasiswa Program menggunakan desain studi nilai P Value > 0,05
Studi S1 Kesehatan potong lintang (cross maka dapat
Masyarakat di sectional). Penelitian ini disimpulkan bahwa
STIKES menggunakan metode tidak ada hubungan
Kharisma Persada probability sampling yang signifikan antara
dengan menggunakan pola makan dengan
teknik stratified random uang saku,
Amalia Amandatiana1 sampling. Pengumpulan pengetahuan gizi, jenis
data menggunakan metode kelamin, sikap
angket pemenuhan zat gizi,
aktivitas, dan tempat
tinggal.
2.5 Kerangka Teori

Faktor yang mempengaruhi pola makan :


Pola Makan :
1. Faktor Ekonomi
1. Frekuensi Makan
2. Faktor Budaya
2. Jenis Makan
3. Faktor Agama
3. Porsi Makan
4. Faktor Pendidikan
5. Faktor Lingkungan

Faktor yang Mempengaruhi Gastritis :

1. Pola Makan
2. Helicobacteri pylori Gastritis

3. Terlambat Makan
4. Makanan Pedas

Keterangan

: Variabel yang ditelit : Berhubungan

: Variabel yang tidak diteliti

Gambar 2.5 Kerangka Konseptual Tentang Pola Makan dengan Kejadian Gastritis

Pada gambar 2.5 Menjelaskan bahwa pola makan dipengaruhi banyak hal

seperti faktor ekonomi, faktor budaya, factor agama, faktor pendidikan, dan

faktor lingkungan. Faktor yang menyebabkan gastritis adalah pola makan,

helicobacteri, terlambat makan, dan makanan pedas.


BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangaka Konseptual Penelitian

Kerangka konsep dalam penelitian ini menjelaskan mengenai Hubungan

Pola Makan Dengan Terjadinya Gastritis Di Ruang Rawat Inap RS

Bhayangkara Makassar. Variabel independen pada penelitian ini adalah Pola

Makan sedangkan variable dependen adalah Terjadinya Gastritis.

Variabel Independen Variabel Dependen

Terjadinya
Pola Makan
Gastritis

Keterangan :
: variabel independen
: variabel dependen
: Hubungan antara variabel

3.2 Hipotesis Penelitian

3.2.1 Hipotesis Alternatif (Ha)

1. Ada hubungan Antara Pola Makan Dengan Terjadinya Gastritis Di


Ruang Rawat Inap Rs Bhayangkara Makassar

3.2.2 Hipotesis Nol (Ho)

1. Tidak ada hubungan antara Pola Makan dengan Terjadinya Gastritis Di


Ruang Rawat Inap Rs Bhayangkara Makassar.
BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penlitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif, metode

penelitian deskriptif-analitik dengan pendekatan Cross Sectional study, dimana

variabel independen dan dependen dilakukan secara simultan (bersamaan).

(Sugiyono, 2016). Desain penelitian analitik yang bertujuan untuk mengetahui

hubungan antar variabel independen (Pola Makan) dan dependen (Terjadinya

Gastrutis) di Ruang Rawat Inap Rs Bhayangkara Makassar.

4.2 Populasi dan Sampel

4.2.1 Populasi

Menurut (Sugiyono, 2016) populasi adalah wilayah generalisasi yang

terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik

tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian

ditarik kesimpulannya.

4.2.2 Sampel

Sampel adalah suatu bagian dari keseluruhan serta karakteristik yang

dimiliki oleh sebuah populasi (Sugiyono, 2016) Sampel dalam peneitian

ini

4.2.3 Sampling

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian adalah proporsi sampling.


4.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel

4.3.1 Variabel Penelitian

a. Variabel Bebas

Menurut (Sugiyono, 2016), variabel bebas (variabel independen)

adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab

perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terkait). Dalam

penelitian ini yang akan menjadi variabel bebas

b. Variabel Terkait

Menurut (Sugiyono, 2016), variabel terkait (variabel dependen)

adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena

adanya variabel bebas. Dalam penelitian ini yang akan menjadi

variabel dependen

4.3.2 Defenisi Opresional

No Variabel Definisi Skala Alat Ukur Kriteria


Operasional Objektif

Variabel Independen
1. Pola Jumlah atau porsi Nominal Kuesioner 1. Baik Jika
Makan yang dikonsumsi (Skor 0-8)
melipti jenis 2.Buruk Jika
makan, frekuensi (Skor 9- 17)
makan dan porsi
makan pada
setiap kali makan

Variabel Dependen
2. Terjadinya Gastritis Normal Kuisioner Skor :
Gastritis merupakan Iya = 1
peradangan Tidak = 0
mukosa lambung Skor
yang merupakan maksimal 10
diagnosa dari
dokter

4.4 Alat Dan Bahan

Alat dan bahan dalam penelitian menggunakan lembar kuesioner.

Pengisian lembar kuesioner dilakukan oleh responden dan dibantu oleh peneliti

jika responden tidak mampu menjawab pertanyaan yang ada pada kuesioner.

4.5 Instrumen Penelitian

Instrumen adalah alat sarana yang digunakan untuk mengambil data

penelitian. Instrument yang digunakan dalam penelitian ini berupa lembar

kuesioner. Pada penelitian ini peneliti memberikan pertanyaan

4.6 Tempat dan Waktu Penelitian

4.6.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Ruang Rawat Inap RS Bhayangkara

Makassar.

4.6.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan.


4.1 Prosuder Pengambilan Atau Pengumpulan Data

4.7.1 Data Primer

Data primer dalam penelitian ini diperoleh dengan

menggunakan kuesioner. Kuesioner yang dibagikan terdiri atas Pola

Makan dan Kejadian Gastritis.

4.7.2 Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang bersumber dari catatan

yang ada pada perusahaan dan dari sumber lainnya yaitu penelitian,

misalnya melalui dokumen atau orang lain (Sunyoto, 2016) dalam (M.

Khadavy, 2021).

4.2 Cara Analisa Data

4.8.1 Pengelolahan Data

Setelah data terkumpul, dilakukan pengolahan data. Pengolahan

data dilakukan secara elektronik melalui komputer dengan bantuan

program SPSS 16.0: teknik uji statistik Chi Square.

1. Editing

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran

data yang diperolah atau dikumpulkan.

2. Coding

Coding merupakan kegiatan pemberian kode numeric

(angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori.

3. Entri Data
Data entri adalah kegiatan memasukkan data yang telah

dikumpulkan kedalam master table atau database computer,

kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau bisa juga

dengan membuat table kontigensi.

4. Cleaning

Cleaning data atau pembersihan data merupakan kegiatan

pengecekan kembali data yang sudah dientri apakah sudah betul atau

ada kesalahan pada saat memasukkan data/entry data.

4.8.2 Analisa Data

1. Analisa Univariat

Analisa univariat adalah data yang dilakukan secara

deskriptif untuk memperolah gambaran nilai minimal, maksimal,

rata-rata, simpangan baku dan distribusi frekuensi atau besarnya

proporsi berdasarkan variabel yang diteliti.

2. Analisa Bivariat

Analisa bivariat adalah analisa data yang dilakukan untuk

melihat hubungan antara variabel bebas dan variabel terkait. Teknik

analisis yang digunakan adalah uji statistik Chi Square. Dengan

tingkat kepercayaan 0,05 (95%), jika p 0.05 maka terdapat hubungan

antara variabel bebas dan variabel terikat.

4.3 Masalah Etik

Masalah etika penelitian keperawatan merupakan masalah yang sangat

penting dalam penelitian, mengigat penelitian keperawatan berhubungan


langsung dengan manusia, maka segi etika penelitian harus diperhatikan.

(Suryono,2015) dalam (M. Khadavy, 2021). Masalah etika keperawatan antara

lain sebagai berikut:

1. Informed Consent (Persetujuan)

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti

dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan.

Informed consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan

dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden.

Tujuan Informed consent adalah agar subyek mengerti maksud dan

tujuan penelitian, mengetahui dampaknya. Jika responden tidak bersedia,

maka peneliti harus menghormati hak pasien. Beberapa informasi yang

harus ada dalam informed consert tersebut antara lain: partisipasi pasien,

tujuan dilakukannya tindakan, jenis data yang dibutuhkan, komitmen,

prosedur pelaksanaan, potensial masalah yang akan terjadi, manfaat,

kerahasiaan, informasi yang mudah dihuubungi dan lain-lain.

2. Anonamity (Tanpa Nama)

Masalah etika keperawatan adalah masalah yang memberikan

jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak

memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur

dan hanya menuliskan kode atau inisial nama pada lembar pengumpulan

data atau hasil penelitian yang akan disajikan.

3. Confidentiality (kerahasiaan)
Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan

kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah

lainnya.

4.4 Kerangka Oprasional Kerja

Stikes Nusantara Jaya Makassar

Survey Lokasi terhadap populasi di RS Bhayangkara Makassar

Izin RS Bhayangkara Makassar

Pengambilan Data Awal

Penempatan sampel

Pengumpulan Data

Penerapan data, penarikan

Penyajian data

Anda mungkin juga menyukai