Anda di halaman 1dari 48

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung yang bersifat akut dan
kronik. Gastritis dapat mengakibatkan pembengkakan pada mukosa lambung
sampai terlepasnya lapisan mukosa lambung yang akan menimbulkan proses
inflamasi. Gastritis memiliki gejala seperti kembung, sering bersendawa, mual
dan muntah, tidak nafsu makan, dan nyeri pada ulu hati (Ratu & Adwan, 2013).
Menurut World Health Organization (WHO) 2012, kematian di dunia pada
rawat inap akibat gastritis yaitu dengan persentasi 17-21%. Kejadian gastritis di
Amerika mencapai 22% dari jumlah penduduk dengan kejadian 1,1 juta kasus per
1.000 penduduk per tahun. Sementara itu di Indonesia kejadian gastritis mencapai
4,8% (WHO, 2012).
Berdasarkan profil Kementrian Kesehatan Indonesia untuk jumlah layanan
Rawat Inap Tingkat Lanjut (RITL) sampai dengan 31 desember 2016, masalah
gangguan pencernaan berada pada urutan ketiga dari 10 gangguan penyakit
lainnya dengan kasus mencapai 380.744 (Kemenkes RI, 2017). Berdasarkan profil
Dinas Kesehatan Riau tahun 2015, gastritis merupakan salah satu penyakit dari 10
penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit Provinsi Riau dengan
kasus mencapai 1.252 (Dinkes Riau, 2016).
Gambaran penyakit penduduk yang berkunjung ke Puskesmas pada tahun 2017
gastritis berada pada urutan ke tujuh dari 10 penyakit terbanyak dengan kasus
mencapai 12.677. Sementara untuk kunjungan tertinggi kasus gastritis pada
seluruh Puskesmas Pekanbaru yaitu Puskesmas Senapelan dengan kasus mencapai
1.213, selanjutnya Puskesmas Rejosari 1.209, Umbansari 997, Simpang Tiga 925,
dan Payung Sekaki 885 (Dinkes Riau, 2017). Angka kejadian gastritis tersebut
menunjukkan bahwa penyakit gastritis menjadi prioritas masalah kesehatan yang
terjadi di Pekanbaru.
Gastritis dapat disebabkan karena pemakaian obat antiinflamasi nonsteroid,
konsumsi alkohol, merokok, stres, trauma mekanik, pola makan yang tidak baik,

1
2

dan infeksi bakteri Helicobacter pylori (Sukarmin, 2011). Menurut penelitian


yang dilakukan oleh Agustina, Azizah dan Agianto (2016) diketahui bahwa
penyebab terbanyak kejadian gastritis di RSUD Ratu Zalecha Martapura adalah
faktor stress (81,8%), faktor pola makan yang tidak baik (66,7%), menggunakan
obat-obatan antinyeri dan antiinflamasi (63,6%), dan mengkonsumsi jenis
makanan yang tidak baik (57,6%). Hasil penelitian Sani, Tina dan Jufri (2016)
faktor risiko dengan kejadian gastritis pada Petani Nilam di wilayah kerja
Puskesmas Tiworo Selatan Kab. Muna Barat Desa Kasimpa Jaya adalah
dikarenakan kebiasaan merokok (88,8%), konsumsi jenis makanan berisiko tinggi
(82,5%), lama kerja (55,7%), kebiasaan minum kopi (53,8%), konsumsi alkohol
(27,5%).
Menurut WHO penyebab terbanyak kejadian gastritis adalah infeksi bakteri
Helicobacter pylori dengan persentasi hampir 60% (Endang & Puspadewi, 2012).
Kejadian gastritits karena bakteri H.Pylori di Negara bagian Barat sekitar 35-40%
dan terus meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. Sementara itu di Negara
berkembang termasuk Indonesia menjadi frekuensi tertinggi dengan kejadian
infeksi bakteri H.Pylori. Hal itu berkaitan dengan keadaan sosio-ekonomi dan
faktor kebersihan yang masih rendah (Yuliarti, 2009).
Berdasarkan hasil penelitian Suryono dan Meilani (2016), didapatkan bahwa
pengetahuan penderita gastritis tentang pencegahan kekambuhan gastritis dalam
kategori baik (22%), cukup (33%), dan kurang (45%). Pengetahuan merupakan
hasil dari tahu, hal tersebut terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan
terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo, 2010).
Pengetahuan sangat berpengaruh terhadap seseorang dalam berperilaku atau
melakukan tindakan. Jika individu mengetahui tentang gastritis, seperti hal-hal
yang menyebabkan terjadinya kekambuhan dan akibat dari gastritis, maka
individu tersebut akan melakukan suatu tindakan untuk menghindari hal tersebut
(Notoatmodjo, 2012). Pengetahuan bukan merupakan satu-satunya faktor
determinan dalam penentu bagaimana seseorang melakukan tindakan. Hal lain
yang dapat mempengaruhi seseorang untuk melakukan tindakan adalah motivasi
(Notoatmodjo, 2011).
3

Motivasi merupakan keinginan yang terdapat pada diri seseorang yang


mendorongnya untuk bertindak atau berperilaku dimana setiap tindakan
mempunyai tujuan (Notoatmodjo, 2010). Motivasi terbagi menjadi dua yaitu
motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik merupakan motivasi
yang berasal dari dalam dirinya sendiri tanpa ada dorongan dari luar. Orang yang
mempunyai motivasi intrinsik yang tinggi mempunyai ciri-ciri perilaku seperti
mempunyai rasa ingin tahu yang besar, menyenangi tantangan, gigih atau tidak
mudah putus asa, dan memandang keberhasilan sebagai usaha bukan nasib.
Sementara motivasi ekstrinsik merupakan motivasi karena adanya dorongan dari
luar atau orang lain (Saam & Wahyuni, 2013)
Dengan adanya motivasi maka individu akan dengan mudah dalam melakukan
tindakan atau kegiatan dalam mencapai keinginan atau tujuannya. Namun
masyarakat saat ini kurang termotivasi dalam menjaga kesehatannya seperti
seringnya mengkonsumsi makanan dan minuman yang instan padahal kebanyakan
makanan tersebut mengandung zat-zat yang tidak baik untuk sistem pencernaan
yang dapat mengikis lapisan-lapisan lambung sehingga terjadinya peradangan
(Shanty, 2011)
Masyarakat juga cenderung menunda-nunda jam makan, makan tidak teratur,
dan makan dengan tergesa-gesa (Shanty, 2011). Berdasarkan hasil penelitian oleh
Wahyu, Supono dan Hidayah (2015) menyebutkan bahwa penderita gastritis
masih memiliki pola makan yang kurang baik, terlihat dari jumlah makanan yang
dikonsumsi sehari-hari penderita gastritis dalam kategori kurang baik (70%), jenis
makanan yang dikonsumsi dalam kategori cukup (57%), dan frekuensi makannya
kurang baik (43%).
Gastritis apabila dibiarkan berlarut-larut tanpa ada upaya pencegahan akan
membuat kesehatan semakin parah dan dapat mengakibatkan kanker lambung
bahkan kematian. Oleh karena itu penderita gastritis harus mengetahui apa yang
membuat terjadinya penyakit tersebut serta memiliki motivasi untuk melakukan
tindakan agar tidak terjadinya kembali penyakit tersebut atau kekambuhan
(Tilong, 2014). Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Kurniyawan dan
Kosasih (2015) diketahui bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kekambuhan
4

gastritis adalah faktor makanan (63,39%), faktor stress (78,57%), dan faktor obat
(53,57%).
Studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada 15-19 Februari 2018 terhadap
10 pasien Puskesmas Senapelan terdiagnosis gastritis. Tiga diantaranya
mengatakan mengetahui beberapa hal tentang gastritis seperti faktor-faktor yang
dapat menyebabkan terjadinya dan bagaimana tanda gejala gastritis, sehingga
timbul dorongan dari dalam diri mereka untuk melakukan perubahan agar tidak
terjadinya kekambuhan. Lima orang lainnya mengatakan mengetahui beberapa hal
yang menyebabkan terjadinya gastritis tetapi tidak adanya keinginan atau
dorongan dari dalam diri mereka untuk melakukan perubahan sehingga mereka
sering menunda-nunda jam makan, mengkonsumsi makanan yang dapat
meningkatkan asam lambung yaitu asinan, bubur kacang ijo, dan makanan pedas
meskipun membuat mereka kembali berobat ke Puskesmas dengan diagnosa yang
sama. Dua orang lainnya mengatakan masih melakukan hal-hal yang dapat
membuat kekambuhan gastritis, hal tersebut dilakukan karena tidak adanya
keinginan untuk melakukan perubahan dan menganggap bahwa gastritis hanyalah
penyakit biasa dan ringan. Berdasarkan uraian di atas peneliti ingin melihat lebih
jauh mengenai “Hubungan pengetahuan tentang gastritis dengan motivasi untuk
mencegah kekambuhan gastritis”
1.2 Rumusan Masalah
Penderita gastritis cenderung masih melakukan hal-hal yang dapat
mengakibatkan terjadinya kekambuhan gastritis, hal tersebut dilakukan karena
kurangnya pengetahuan dan kurangnya motivasi untuk melakukan pencegahan
kekambuhan. Jika dibiarkan berlarut-larut maka dapat mengakibatkan kanker
lambung bahkan kematian, namun jika penderita gastritis melakukan upaya
pencegahan kekambuhan maka kekambuhan tidak akan terjadi bahkan
berkemungkinan akan sembuh. Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui
“Apakah ada hubungan pengetahuan tentang gastritis dengan motivasi untuk
mencegah kekambuhan gastritis”.
5

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Diketahuinya hubungan pengetahuan tentang gastritis dengan motivasi untuk
mencegah kekambuhan gastritis.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Diketahuinya karakteristik umum responden (usia, jenis kelamin,
pendidkan, pekerjaan)
1.3.2.2 Diketahuinya tingkat pengetahuan penderita gastritis
1.3.2.3 Diketahuinya motivasi untuk mencegah kekambuhan gastritis
1.3.2.4 Diketahuinya hubungan pengetahuan tentang gastritis dengan motivasi
untuk mencegah kekambuhan gastritis.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi pendidikan keperawatan
Bagi institusi pendidikan keperawatan, penelitian ini dapat menjadi sumber
informasi dalam mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya tentang hubungan
pengetahuan tentang gastritis dengan motivasi untuk mencegah kekambuhan
gastritis.
1.4.2 Bagi Puskesmas Senapelan
Bagi Puskesmas Senapelan, penelitian ini dapat menjadi informasi dan
masukan dalam memperbaiki serta meningkatkan pengetahuan tentang gastritis
dan untuk meningkatkan motivasi pasien gastritis dalam mencegah kekambuhan
gastritis.
1.4.3 Bagi masyarakat terdiagnosis gastritis
Bagi masyarakat terdiagnosis gastritis, penelitian ini dapat menjadi informasi
dan gambaran bagi mereka dalam memotivasi diri untuk mencegah kekambuhan
gastritis
1.4.4 Bagi peneliti lain
Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini dapat dijadikan data dasar dan
informasi untuk melakukan penelitian lanjut mengenai hubungan motivasi dalam
mencegah kekambuhan gastritis dengan sikap dalam mencegah kekambuhan
gastritis.
BAB 2
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Telaah Pustaka


2.1.1 Konsep Pengetahuan
2.1.1.1 Definisi Pengetahuan
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam terbentuknya
tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2012). Pengetahuan adalah hasil dari
pengindraan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang
dimiliki, dimana pengetahuan yang didapatkan dipengaruhi oleh seberapa besar
intensitas perhatian terhadap objek. Pengetahuan seseorang biasanya diperoleh
melalui indra pendengaran (telinga) dan indra penglihatan (mata) (Notoatmodjo,
2010).
2.1.1.2 Tingkatan Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2012) tingkatan pengetahuan terbagi menjadi enam
yaitu :
a. Tahu (know)
Tahu (know) merupakan bagaimana seseorang dapat mengingat suatu materi
yang telah dipelajari sebelumnya. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang
paling rendah, untuk mengukur bahwa seseorang tahu mengenai apa yang
dipelajari maka dapat dinilai apakah individu tersebut dapat menyebutkan,
menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.
b. Memahami (comprehension)
Memahami merupakan suatu kemampuan individu dimana individu tersebut
dapat menjelaskan secara benar dan tepat tentang objek atau materi yang ia
ketahui serta dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, dan
meramalkan terhadap objek atau materi yang dipelajari.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. Aplikasi

6
7

dalam materi ini dapat juga diartikan digunakan dengan penggunaan hukum-
hukum, rumus, metode, prinsip, dan lain sebagainya dalam situasi yang lain.
d. Analisis (analysis)
Suatu kemampuan individu dalam menjabarkan materi atau objek ke dalam
bagian-bagian tetapi masih di dalam satu struktur organisasi dan masih berkaitan
antara satu dengan yang lainnya.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis merupakan kemampuan seseorang untuk menyusun formulasi baru
dari formulasi-formulasi yang telah ada atau kemampuan seseorang untuk
menghubungkan beberapa bagian-bagian menjadi suatu bentuk keseluruhan yang
baru.
f. Evaluasi (evaluation)
Penilaian terhadap suatu materi atau objek yang mana penilaian tersebut
berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang
telah ada.
2.1.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut Mubarak (2012), pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu:
a. Pendidikan
Pendidikan merupakan bimbingan yang diberikan seseorang kepada individu
ataupun kelompok agar yang bersangkutan tersebut dapat memahami.
b. Pekerjaan
Lingkungan pekerjaan dapat membuat seseorang memperoleh pengetahuan
ataupun pengalaman, baik secara langsung maupun tidak langsung.
c. Umur
Dengan bertambahnya umur seseorang akan mengalami perubahan fisik dan
psikologis (mental). Pada aspek psikologi (mental), taraf berpikir seseorang
menjadi semakin matang dan dewasa.
8

d. Minat
Minat merupakan suatu keinginan yang tinggi terhadap sesuatu, dengan adanya
minat membuat seseorang untuk mencoba sehingga orang tersebut memperoleh
pengetahuan yang lebih mendalam.
e. Pengalaman
Pengalaman merupakan suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam
berinteraksi dengan lingkungannya. Orang cenderung berusaha melupakan
pengalaman buruknya namun tidak pengalamana yang menyenangkan.
Pengalaman yang menyenangkan secara psikologi dapat menimbulkan kesan yang
sangat mendalam dan sangat membekas dalam emosi kejiwaan seseorang.
Pengalaman baik itulah yang akhirnya dapat membentuk sikap positif dalam
kehidupan seseorang.
f. Kebudayaan lingkungan sekitar
Kebudayaan lingkungan sekitar dapat mempengaruhi pembentukan sikap
seseorang.
g. Informasi
Informasi dapat membuat seseorang untuk cepat memperoleh pengetahuan
yang baru.
2.1.1.4 Cara memperoleh pengetahuan
Menurut Kholid (2014), cara-cara memperoleh pengetahuan adalah sebagai
berikut :
a. Cara coba salah (trial and error)
Cara coba salah ini dilakukan dengan adanya kemungkinan pada suatu hal atau
adanya kemungkinan dalam memecahkan masalah. Apabila kemungkinan tersebut
tidak berhasil maka akan dicoba dengan kemungkinan yang lain.
b. Cara kekuasaan atau otoritas
Prinsip dalam memperoleh pengetahuan adalah bagaimana seseorang dapat
menerima pendapat yang dikemukakan orang lain tanpa terlebih dulu menguji
atau membuktikan kebenaran, baik berdasarkan fakta yang didapatkan dari
observasi maupun berdasarkan penalaran sendiri. Hal tersebut disebabkan karena
9

orang yang menerima pendapat tersebut menganggap bahwa apa yang


dikemukakannya adalah benar.
c. Berdasarkan pengalaman pribadi
Pengalaman adalah suatu cara individu untuk memperoleh kebenaran
pengetahuan yang dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang
didapatkan dari bagaimana menyelesaikan atau memecahkan masalah pada masa
lalu.
d. Melalui jalan pikir
Dalam memperoleh kebenaran pengetahuan, seseorang telah menggunakan
jalan pikirannya baik melalui induksi (penarikan kesimpulan dari pertanyaan
bersifat umum) maupun eduksi (pembuatan kesimpulan dari pertanyaan bersifat
khusus).
2.1.1.5 Pengukuran pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2010), pengukuran pengetahuan pada penelitian
kuantitatif adalah sebagai berikut:
a. Wawancara tertutup atau terbuka
Wawancara tertutup adalah wawancara yang dilakukan menggunakan alat ukur
kuesioner dimana jawaban responden telah tersedia dalam opsi jawaban dari
pertanyaan yang diberikan, responden hanya tinggal memilih jawaban mana yang
menurut mereka paling tepat. Sementara wawancara terbuka merupakan
pertanyaan yang diajukan bersifat terbuka dimana responden boleh menjawab apa
saja sesuai dengan pendapat atau pengetahuan mereka.
b. Angket tertutup dan terbuka
Instrumen atau alat ukur pada angket seperti wawancara, hanya saja jawaban
responden disampaikan melalui tulisan. Metode menggunakan angket sering
disebut dengan self administered atau metode mengisi sendiri.
Berdasarkan Arikunto (2006) dalam Wawan (2010), pengetahuan seseorang
dapat diketahui dan diinterprestasikan dengan skala sebagai berikut:
a. Kategori baik, dengan hasil 76-100%
b. Kategori cukup, dengan hasil 56-75%
c. Kategori kurang, dengan hasil < 56%.
10

2.1.2 Konsep Motivasi


2.1.2.1 Definisi Motivasi
Motif atau motivasi berasal dari kata latin moreve yang berarti dorongan dari
dalam diri seseorang untuk bertindak atau berperilaku (Notoatmodjo, 2010).
Menurut Nursalam (2012) dan Ahmadi (2009), motivasi dapat diartikan sebagai
dorongan internal dan eksternal dalam diri seseorang yang didasarkan dengan
adanya sebagai berikut:
a. Hasrat dan minat
Hasrat dan minat adalah suatu keinginan tertentu yang dapat diulang-ulang
yang merupakan penggerak perbuatan dan perilaku seseorang yang mempunyai
arah dan tujuan tertentu. Hasrat dan minat berhubungan erat dengan tujuan positif
maupun tujuan negatif, positif berarti suatu keinginan mencapai tujuan yang
dianggap bermanfaat baginya dan negatif berarti suatu keinginan untuk
menghindari sesuatu yang dianggap tidak bermanfaat baginnya.
b. Dorongan dan kebutuhan
Dorongan dan kebutuhan adalah suatu kekuatan dari dalam diri yang
mempunyai tujuan untuk mempertahankan hidup serta untuk memperoleh
kesejahteraan dan kenyaman dimana dorongan tersebut terjadi di luar kesadaran
kita
c. Harapan dan cita-cita
Harapan dan cita-cita adalah suatu bentuk ketika seseorang mempunyai
keyakinan dan percaya bahwa perilaku yang ia lakukan akan menghasilkan
sesuatu dimana hasil tesebut mempunyai nilai positif baginya.
2.1.2.2 Jenis Motivasi
Menurut Setiawati dan Dermawan (2008), jika dilihat dari dasar pembentuknya
motivasi terbagi menjadi lima jenis yaitu:
a. Motivasi bawaan
Motivasi bawaan adalah sebagai insting manusia sebagai makhluk hidup,
motivasi untuk berumah tangga, motivasi untuk memenuhi kebutuhan sandang,
pangan dan papan, motivasi untuk terhindar dari serangan penyakit. Motivasi ini
akan terus berkembang sebagai konsekuensi logis manusia.
11

b. Motivasi yang dipelajari


Motivasi jenis ini akan ada dan berkembang karena adanya keingintahuan
seseorang dalam proses pembelajarannya. Sebagai contoh, individu akan belajar
tentang pengobatan dan perawatan sinusitis, maka orang tersebut termotivasi
untuk membaca materi saluran pernafasan, penyakit saluran pernafasan, jenis
pengobatan dan perawatan yang bisa dilakukan, mencari dan mempelajari apa
akibat lanjut dari sinusitis.
c. Motivasi kognitif
Motivasi kognitif adalah dimana motivasi akan muncul karena adanya desakan
proses pikir, sehingga motivasi ini sangat individualistik. Sebagai contoh, dua
puluh peserta penyuluhan kesehatan dengan topik menghindari penyakit gastritis
pada remaja putri. Motivasi dari masing-masing peserta penyuluhan secara
kognitif tidak sama. Sebagian peserta hanya ingin mengetahui kaitan antara pola
makan remaja dengan timbulnya penyakit gastritis, sebagian lainnya ingin
mengetahui secara jelas mulai dari perjalanan penyakit dan sampai bagaimana
cara menghindari penyakit gastritis pada remaja putri.
d. Motivasi ekspresi diri
Motivasi seseorang dalam melakukan aktivitas atau kegiatan bukan hanya
untuk memuaskan kebutuhannya saja tetapi ada kaitannya dengan bagaimana
individu tersebut berhasil menampilkan diri dengan kegiatan tersebut.
e. Motivasi aktualisasi diri
JK. Rowling dengan Harry Potternya telah berhasil membuktikan bahwa
dengan menulis dirinya bisa memberikan banyak makna bagi pembaca dan
pemerhati film. Tulisannya tersebut menjadi sumber inspirasi ribuan bahkan
jutaan orang bahwa memotivasi menulis bukan semata memuaskan hobi saja
melainkan bisa dijadikan sebagai bentuk aktualisasi diri.
2.1.2.3 Fungsi Motivasi
Menurut Setiawati dan Dermawan (2008), motivasi erat kaitannya dengan
tujuan, karena apapun bentuk kegiatannya akan dengan mudah tercapai jika
diawali dengan sebuah motivasi yang jelas. Oleh karena itu motivasi memiliki
beberapa fungsi yaitu:
12

a. Motivasi sebagai pendorong individu untuk berbuat


Fungsi motivasi dipandang sebagai pendorong seseorang unuk melakukan
sesuatu. Dengan motivasi seseorang dituntut untuk melepaskan energi dalam
kegiatannya. Sebagai contoh anak-anak akan pergi ke sekolah untuk belajar dan
petani membawa hasil bumi untuk dijual di pasar.
b. Motivasi sebagai penentu arah perbuatan
Motivasi akan menuntun individu unuk melakukan kegiatan yang benar-benar
sesuai dengan arah dan tujuan yang ingin dicapainya. Sebagai contoh, untuk
mendalami teknik mesin seseorang masuk ITB jurusan mesin.
c. Motivasi sebagai proses seleksi perbuatan
Motivasi akan memberikan dasar pemikiran bagi seseorang untuk
memprioritaskan kegiatan mana yang harus dilakukan. Sebagai contoh, individu
akan mengurangi kegiatan ekskulnya di sekolah karena ujian tinggal dua minggu
lagi.
d. Motivasi sebagai pendorong pencapaian prestasi
Prestasi dijadikan motivasi utama bagi individu dalam melakukan kegiatan.
Sebagai contoh, individu berlatih keras untuk mengembalikan kejayaan dunia
bulu tangkis Indonesia di mata dunia.
2.1.2.4 Bentuk Motivasi
a. Motivasi intrinsik
Motivasi intrinsik merupakan motivasi yang timbul melalui diri sendiri.
Motivasi intrinsik bermakna sebagai keinginan dari diri sendiri untuk bertindak
tanpa adanya rangsangan dari luar. Orang yang mempunyai motivasi intrinsik
yang tinggi mempunyai ciri-ciri perilaku seperti mempunyai rasa ingin tahu yang
besar, menyenangi tantangan, gigih atau tidak mudah putus asa, dan memandang
keberhasilan sebagai usaha bukan nasib (Nursalam, 2012; Saam & Wahyuni,
2013).
b. Motivasi ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik merupakan motivasi yang datang dari luar individu dan
tidak dapat dikendalikan oleh individu tersebut (Nursalam, 2012)
13

2.1.3 Konsep Gastritis


2.1.3.1 Definisi Gastritis
Gastritis adalah suatu peradangan pada mukosa lambung yang bersifat akut dan
kronik dengan tanda dan gejala seperti adanya perasaan penuh di perut (begah),
merasa tidak nyaman pada epigastrium, tidak nafsu makan, mual, dan muntah.
Gastritis sering diakibatkan karena pola makan yang tidak baik (Ardiansyah,
2012).
2.1.3.2 Klasifikasi Gastritis
Menurut Ardiansyah (2012), berdasarkan tingkat keparahannya gastritis terbagi
menjadi dua yaitu :
a. Gastritis akut
Gastritis akut adalah peradangan mukosa lambung yang terjadi secara tiba-tiba
yang dapat menyebabkan erosif dan pendarahan pada mukosa lambung setelah
terpapar dengan zat iritan. Gastritits disebut erosif jika kerusakan yang terjadi
tidak lebih dalam daripada mukosa muskularis dan erosinya juga tidak mengenai
lapisan otot.
b. Gastritis kronik
Gastritis kronis adalah peradangan pada mukosa lambung yang bersifat
menahun dan berulang. Peradangan itu terjadi pada bagian permukaan mukosa
lambung dan berkepanjangan, yang dapat disebabkan karena ulkus lambung jinak
maupun ulkus lambung ganas dan juga karena bakteri H.Pylori. Sementara
berdasarkan tipenya, gastritis kronis dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu :
1. Gastritis kronis tipe A
Gastritis tipe A adalah gastritis autoimun yang disebabkan karena reaksi
antibodi terhadap sel parietal yang dapat menimbulkan reaksi peradangan dan
pada akhirnya dapat menimbulkan atropi mukosa lambung.
2. Gastritis kronis tipe B
Gastritis tipe B adalah gastritis yang terjadi akibat infeksi bakteri H.Pylori
dimana terjadi peradangan pada lapisan mukosa lambung yang menembus sampai
ke bagian muskularis yang dapat menyebabkan perdarahan dan erosi.
14

2.1.3.3 Etiologi Gastritis


a. Pola makan
Pola makan adalah suatu kegiatan yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari
dimana tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan kebutuhan tubuh
(Notoatmodjo, 2010). Dimana pola makan itu terdiri waktu makan, jumlah
makanan, dan jenis makanan (Shanty, 2011). Pola makan yang buruk dapat
membuat lambung sulit untuk bekerja sesuai fungsinya sehingga dapat
meningkatkan produksi asam lambung dan dapat mengiritasi dinding mukosa
lambung (Tilong, 2014).
Waktu makan sebaiknya dilakukan tiga kali dalam sehari yaitu sarapan pada
pukul 06:00-08:00, makan siang pada pukul 12:00-13:00 dan makan malam
usahakan jangan di atas pukul 20:00 (Shanty, 2011). Antara ketiga waktu makan
tersebut, dianjurkan juga untuk melakukan dua kali makan selingan antara jam
10:00 dan jam 15:00, karena setiap dua sampai tiga jam gula darah akan
mengalami penurunan yang di tandai dengan perasaan lapar sebagai tanda bahwa
tubuh membutuhkan asupan energi. Asupan tersebut dapat berupa makanan-
makanan sehat lainnya (Tilong, 2014).
Untuk jumlah makanan jangan mengkonsumsi makanan dengan porsi besar
serta frekuensi banyak makanlah dengan porsi kecil yang dilakukan setiap 3 jam
(Yuliarti, 2009). Untuk jenis makanan yang yang harus dikurangi dan dihindari
bagi penderita gastritis adalah sebagai berikut :
15

Tabel 2.1
Jenis makanan yang harus dikurangi dan dihindari penderita gastritis

Penderita penyakit gastritis


Makanan yang harus dikurangi Makanan yang harus dihindari
1. Daging, seperti daging ikan, kambing, 1. Jenis karbohidrat seperti ketan, jagung
ayam, sapi 2. Minuman beralkohol seperti bir,
2. Tempe wiski, anggur, tuak
3. Emping 3. Seafood khususnya udang, kerang,
4. Kacang tiram, kepiting
5. Sayuran seperti brokoli, bayam, 4. Makanan kaleng seperti sarden,
kangkung, kol, taoge kornet
6. Cokelat 5. Jeroan
7. Keju 6. Buah-buahan yang mengandung
8. Buah-buahan yang seratnya terlalu alkohol seperti nangka, durian dan
kasar seperti kedondong yang mengandung lemak seperti
alpukat
7. Kopi
8. Makanan dengan bumbu merangsang
seperti cuka, asam, dan merica

Sumber: Yuliarti (2009)


b. Pemakaian obat antiinflamasi nonsteroid
Obat antiinflamasi nonsteroid mempunyai sifat asam sehingga dapat
meningkatkan keasaman pada lambung dan juga dapat mengakibatkan kerusakan
langsung pada epitel mukosa lambung (Sukarmin, 2013).
c. Banyak merokok
Asam nikotinat pada rokok dapat meningkatkan adhesi thrombus yang
berkontribusi pada pembuluh darah sehingga suplai darah ke lambung menurun.
Jika suplai darah menurun maka produksi mukus juga mengalami penurunan
dimana mukus tersebut berfungsi untuk melindungi lambung dari iritasi (Ratu &
Adwan, 2013).
d. Trauma mekanik
Benturan yang sangat kuat mengeni abdomen yang mengakibatkan kerusakan
tidak hanya pada mukosa tetapi juga otot dan pembuluh darah lambung sehingga
pasien mengalami pendarahan hebat. Trauma juga dapat disebabkan karena
tertelannya benda asing yang keras dan sulit untuk di cerna (Ratu & Adwan,
2013).
16

e. Stres berat
Ketika terjadi peningkatan stres maka terjadi juga peningkatan rangsangan
saraf otonom yang kemudian akan merangsang peningkatan sekresi gastrin dan
merangsang peningkatan asam hidroklorida (HCL). Peningkatan HCL dapat
mengikis mukosa lambung (Ratu & Adwan, 2013).
f. Infeksi mikroorganisme
Bakteri Helicobacter pylori adalah bakteri yang menghasilkan toksik.
Lambung memiliki beberapa lapisan, jika lambung terinfeksi bakteri H.pylori
maka bakteri tersebut akan mengikis lapisan-lapisan lambung dan bakteri ini juga
dapat meningkatkan sekresi asam lambung (Ardiansyah, 2012; Sukarmin, 2013).
2.1.3.4 Patofisiologi Gastritis
a. Gastritits akut
Membran mukosa lambung mengalami pembengkakan dan hiperemik
(kongesti dengan jaringan, cairan, dan darah), serta mengalami erosi superfisial.
Bagian tersebut berfungsi untuk mensekresi sejumlah getah lambung yang
mengandung sangat sedikit asam tetapi banyak mukus. Dimana laserasi superfisial
dapat terjadi dan dapat menimbulkan hemoragi. Sehingga seseorang akan
merasakan sakit kepala, mual, lemas, dan tidak nafsu makan (Ardiansyah, 2012).
Setelah mengalami peradangan selang beberapa waktu mukosa lambung
mampu kembali normal. Tetapi beberapa kasus hemoragi perlu dilakukannya
tindakan bedah. Namun bila pengiritasi telah mencapai usus maka dapat
mengakibatkan kolik dan diare. Biasanya akan sembuh dalam jangka waktu
sehari, meskipun nafsu makan menurun sekitar dua sampai tiga hari (Ardiansyah,
2012).
b. Gastritis kronik
Peradangan lambung yang lama dapat disebabkan karena ilkus benigna atau
maligna dari lambung atau karena bakteri H.Pylori. Gastritis kronis dapat
diklasifikasikan menjadi dua yaitu tipe A dan tipe B. Gastritis kronis tipe A
(gastritis autoimun) merupakan gastritis yang disebabkan dari perubahan sel
parietal yang menimbulkan atrofi dan infiltrasi seluler. Hal tersebut berhubungan
dengan penyakit autoimun, seperti anemia pernisiosa dan terjadi pada fundus atau
17

korpus dari lambung. Sementara gastritis kronis tipe B (kadang disebut sebagai
gastritis H.Pylori) gastritis yang mempengaruhi antrum dan pylorus (ujung bawah
lambung dekat duodenum) dan dihubungkan dengan bakteri H.Pylori. Faktor
makanan seperti makanan pedas, penggunaan obat-obatan dan alkohol, dan
merokok juga dapat menyebabkan gangguan ini (Ardiansyah, 2012).
2.1.3.5 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari gastritis cukup bervariasi, mulai dai keluhan ringan
hingga adanya pendarahan pada saluran cerna bagian atas, berikut manifestasi
klinis gastritis menurut Ardiansyah (2012) dan Misnadiarly (2009) sebagai
berikut:
Tabel 2.2
Manifestasi Klinis Gastritis

Gastritis Akut Gastritis Kronik


Anoreksia Mengeluh nyeri ulu hati
Nyeri pada epigastrium Anoreksia
Mual dan muntah Nausea
Perdarahan saluran cerna Mual dan muntah
Anemia (tanda lebih lanjut)
Diare

2.1.3.6 Pemeriksaan
a. Endoskopi
Pemeriksaan diagnostik yang paling umum digunakan pada pasien gastritis
adalah endoskopi dengan biopsi lambung. Sebelum dilakukannya pemeriksaan
pasien akan diberikan obat untuk mengurangi ketidaknyamanan dan kecemasan.
Sebuah tabung tipis dengan kamera kecil pada bagian ujungnya dimasukkan
melalui mulut atau hidung dan kemudian sampai ke perut. Endoskopi digunakan
untuk memeriksa lapisan kerongkongan, perut, dan bagian pertama dari
intestinum (Sukarmin, 2013).
b. Upper gastrointestinal (GI) seri
Sebelum dilakukan pemeriksaan pasien diberikan barium, bahan cair kontras
yang dapat membuat saluran pencernaan terlihat dalam sinar X. Pada hasil gambar
X-ray biasanya menunjukkan perubahan pada lapisan perut seperti erosi atau
borok (Sukarmin, 2013).
18

c. Tes darah
Pada pemeriksaan tes darah dapat diketahui apakah pasien mengalami anemia
yang merupakan suatu tanda adanya perdarahan di perut. Biasanya juga ditandai
dengan darah yang kaya besi bersubstansi dan hemoglobin biasanya berkurang
(Ratu & Adwan, 2013).
2.1.3.7 Penatalaksaan
Menurut Sukarmin (2013), pengobatan yang dilakukan bertujuan untuk
mengurangi jumlah asam di lambung sehingga dapat mengurangi gejala yang
menyertai gastritis dan meningkatkan penyembuhan pada lapisan perut,
pengobatan tersebut adalah :
a. Antasida yang mengandung aluminium, magnesium dan karbonat kalsium
dapat meredakan nyeri dengan cara menetralisirkan asam pada lambung.
dengan pemberian aluminium hidroksida dan magnesium hidroksida tersebut
dapat mengurangi kadar asam pada lambung, namun obat tersebut memiliki
efek samping seperti diare atau sembelit karena penurunan asam tersebut
dapat menurunkan rangsangan peristaltik usus.
b. Histamine (H2) blocker, yaitu seperti famotidine dan ranitidine. H2 blocker
dapat menurunkan produksi asam dengan mempengaruhi pada bagian lapisan
epitel lambung dengan cara menghambat rangsangan sekresi oleh saraf
otonom pada nervus vagus
c. Inhibitor pompa proton (PPI), yaitu seperti omeprazole, lansoprazole,
pantoprazole, rabeprazole, esoprazole, dan dexlansoprazole. Obat tersebut
bekerja dengan menghambat produksi asam lambung melalui penghambatan
terhadap elektrolit yang menimbulkan potensial aksi pada saraf otonom
vagus. PPI diyakini lebih efektif dalam menurunkan produksi asam lambung
daripada H2 blocker.
d. Jika gastritis disebabkan oleh penggunaan obat NSAID (Nonsteroid
Antiinflamasi Drugs) jangka panjang seperti aspirin, aspilet maka penderita
disarankan untuk berhenti mengkonsumsinya, mengurangi dosis, atau beralih
pada obat lain untuk nyeri.
19

e. Jika gastritis disebabkan oleh bakteri H.Pylori maka perlu menggabungkan


obat antasida, PPI dan antibiotik seperti amoksilin dan klaritromisin untuk
membunuh bakteri karena infeksi bakteri tersebut dapat menyebabkan kanker
atau ulkus pada usus.
f. Jangan mengkonsumsi makanan yang dapat merangsang peningkatan asam
lambung, seperti pedas dan asam
g. Penderita dilatih untuk memanajemen stres karena stres dapat mempengaruhi
sekresi asam lambung melalui nervus vagus. Latihan dalam mngendalikan
stres dapat juga dilakukan dengan meningkatkan spiritual sehingga penderita
dapat lebih pasrah ketika menghadapi stres.
2.1.3.8 Cara pencegahan gastritis
Menurut Yuliarti (2009), gastritis dapat dicegah dengan melakukan hal-hal
sebagai berikut :
a. Makanlah makanan yang mengandung tepung seperti nasi, jagung, dan roti
karena dapat menormalkan produksi asam. Kurangilah mengkonsumsi
makanan yang dapat mengiritasi lambung seperti cabai, asam, digoreng, dan
berlemak.
b. Hilangkan kebiasaan mengkonsumsi alkohol karena jika seringnya
mengkonsumsi alkohol maka dapat mengiritasi bahkan menyebabkan lapisan
dalam lambung terkelupas sehingga menyebabkan peradangan dan
perdarahan dilambung.
c. Jangan merokok karena rokok akan merusak lapisan pelindung lambung.
Oleh karena itu, orang yang mempunyai kebiasaan merokok lebih sensitif
terhadap gastritis dan akan meningkatkan kadar asam pada lambung,
memperlambat penyembuhan, bahkan berisiko akan kanker lambung. Jadi
berhentilah merokok atau minta pertolongan orang lain untuk mengajarkan
bagaimana cara berhenti merokok.
d. Gantilah obat penghilang rasa sakit. Jika memungkinkan jangan
mengkonsumsi obat penghilang rasa sakit dari golongan NSAID seperti
aspirin, ibuprofen, dan naproxen karena obat tersebut dapat mengiritasi
lambung.
20

e. Jika merasa mempunyai gejala gastritis maka sebaiknya berkonsultasi kepada


dokter untuk mendapatkan solusi terbaik.
f. Jagalah berat badan, masalah saluran cerna seperti rasa terbakar di lambung,
kembung, dan konstipasi lebih umum terjadi pada orang yang memiliki berat
badan lebih (obesitas). Oleh karena itu peliharalah berat badan agar tetap
ideal.
g. Perbanyak olahraga, salah satunya olahraga aerobik dimana olahraga tersebut
dapat meningkatkan kerja jantung yang dapat menstimulus aktivitas otot usus
sehingga mendorong perut dilepaskan dengan lebih cepat. Disarankan
olahraga aerobik dilakukan setidaknya 30 menit setiap harinya.
h. Manajemen stres, karena stres dapat meningkatkan produksi asam lambung.
Hal yang dapat dilakukan untuk menurunkan tingkat sres adalah
mengkonsumsi makanan bergizi, cukup istirahat, berolahraga secara teratur,
dan selalu menenangkan pikiran. Untuk menenangkan pikiran dapat
dilakukan dengan meditasi atau yoga.
21

2.2 Penelitian Terkait/Keaslian Penelitian


Tabel 2.3
Penelitian Terkait/Keaslian Penelitian

Keterangan Penelitian Suryono Sani (2017) Kurniyawan


sekarang (2016) (2017)
Topik Hubungan Pengetahuan Analisis faktor Faktor-faktor
penelitian pengetahuan pasien dengan kejadian penyakit yang
tentang gastritis gastritis gastritis pada mempengaruhi
dengan tentang petani nilam di kekambuhan
motivasi untuk pencegahan wilayah kerja gastritis
mencegah kekambuhan Puskesmas
kekambuhan gastritis Tiworo Selatan
gastritis kab. Muna Barat
desa Kasimpa
Jaya
Desain Kuantitatif Kuantitatif Case Control Kuantitatif
Korelasi Deskriptif Study Deskriptif
Variabel Pengetahuan Tingkat Kebiasaan Makanan,
gastritis, pengetahuan mrokok, jenis psikologi
motivasi untuk makanan, minum (stres), obat
mencegah kopi, lama kerja,
kekambuhan minum alkohol
gastritis
Subjek Pasien yang Pasien gastritis Petani Nilam yang Pasien yang
menderita Puskesmas pernah menderita
gastritis Bendo memeriksakan diri gastritis
di Puskesmas
Tiworo
Tempat Puskesmas Puskesmas Puskesmas UPTD
Senapelan Bendo Tiworo selatan Puskesmas
Kecamatan Kabupaten Kabupaten Muna Plosoklaten
Senapelan Kediri barat Kabupaten
Pekanbaru Kediri
Analisa Bivariat Univariat Multivariat Univariat,
Bivariat
22

2.3 Kerangka Teori

Skema 2.1
Hubungan Pengetahuan Tentang Gastritis Dengan Motivasi Untuk Mencegah
Kekambuhan Gastritis

Pengetahuan tentang gastritis:

1. Tahu (know)
2. Memahami
(comprehension)
3. Aplikasi (application)
4. Analisis (analisys)
5. Sintesis (synthesis)
6. Evaluasi (evaluation) Bentuk Motivasi:

1. Motivasi intrinsik
2. Motivasi ekstrinsik

Faktor yang mempengaruhi


pengetahuan: Penderita gastritis
1. Pendidikan
2. Pekerjaan
3. Umur Motivasi untuk mencegah kekambuhan
4. Minat
5. Pengalaman
6. Kebudayaan
7. Informasi

Keterangan :
Diteliti

Tidak Diteliti

Sumber: Mubarak (2010); Nursalam (2012); Notoatmodjo (2012); Yuliarti (2009).


23

2.4 Kerangka Konsep


Kerangka konsep merupakan suatu uraian dan visualisasi hubungan atau kaitan
antara variabel satu dengan variabel lainnya dari masalah yang ingin di teliti
(Notoatmodjo, 2012). Berdasarkan kerangka teori dibawah ini merupakan
kerangka konsep mengenai hubungan pengetahuan tentang gastritis dengan
motivasi untuk mencegah kekambuhan gastritis

Skema 2.2
Kerangka Konsep Hubungan Pengetahuan Tentang Gastritis Dengan Motivasi
Untuk Mencegah Kekambuhan Gastritis

Variabel Independen Variabel Dependen

Pengetahuan tentang gastritis Motivasi untuk mencegah


kekambuhan gastritis :
1. Baik 1. Motivasi Tinggi
2. Cukup 2. Motivasi Rendah
3. Buruk

2.5 Hipotesis
Hipotesis adalah suatu jawaban sementara dari pertanyaan penelitian yang
kebenarannya akan di buktikan dalam penelitian tersebut (Notoatmodjo, 2012).
Berdasarkan uraian teoritis di atas, maka hipotesis pada penelitian ini adalah :
a. Ha : Ada hubungan pengetahuan tentang gastritis dengan motivasi untuk
mencegah kekambuhan gastritis.
b. Ho : Tidak ada hubungan pengetahuan tentang gastritis dengan motivasi
untuk mencegah kekambuhan gastritis
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Desain Penelitian


Metode penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan jenis penelitian
korelasi, yang bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara variabel satu
dengan variabel lainnya. Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional
yaitu suatu penelitian yang hanya diobservasi satu kali pada satu waktu tertentu
(Notoatmodjo, 2012). Penelitian ini untuk melihat hubungan pengetahuan tentang
gastritis dengan motivasi untuk mencegah kekambuhan gastritis.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi penelitian
Lokasi penelitian ini bertempat di Puskesmas Senapelan Kecamatan Senapelan
Pekanbaru. Peneliti memilih lokasi ini karena memiliki jumlah kasus gastritis
terbanyak dari seluruh Puskesmas Pekanbaru dengan kasus mencapai 1.213 pada
tahun 2017.
3.2.2 Waktu penelitian
Penelitian ini dimulai dari pembuatan proposal yang berlangsung dari bulan
Februari 2018 hingga Maret 2018 dan seminar proposal berlangsung pada awal
April 2018. Setelah melaksanakan ujian, peneliti melakukan revisi proposal pada
bulan April, selanjutnya peneliti mengumpulkan data atau penyebaran kuesioner
sekaligus melakukan penulisan skripsi hingga juli 2018 dan berakhir pada ujian
skripsi pada awal Agustus 2018.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1 Populasi Penelitian
Populasi adalah seluruh objek atau subjek yang akan diteliti berdasarkan
karakteristik tertentu yang sudah ditentukan oleh peneliti sebelumnya (Donsu,
2016). Populasi dalam penelitin ini adalah pasien dewasa dengan kunjungan
gastritis di Puskesmas Senapelan Pekanbaru pada November, Desember 2017 dan
Januari 2018 dengan jumlah populasi 174 orang.

24
25

3.3.2 Sampel Penelitian


Sampel merupakan sebagian dari populasi yang diambil dari seluruh objek
yang akan diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2012).
Sampel dalam penelitian ini adalah pasien dengan kunjungan gastritis di
Puskesmas Senapelan Kecamatan Senapelan Pekanbaru.
3.4 Besar Sampel
Besar sampel pada penelitian ini diperoleh dengan menggunakan rumus Slovin
sebagai berikut:
𝑁
n=
1+𝑁 (𝑒)2

n = Besar sampel n = 122


N = Besar populasi N = 174
e = Tingkat kesalahan e = 0,05 (5%)
174
= 1+174 (0,05)2
174
= 1+174 (0,0025)
174
= 1+0,435
174
= 1,435 = 121,254 = 122 orang

Berdasarkan hasil perhitungan diatas, besar sampel yang digunakan berjumlah


122 orang.
3.5 Teknik Sampling
Teknik sampling adalah suatu cara yang dilakukan peneliti dalam pengambilan
sampel agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai dengan keseluruhan
subjek penelitian. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik simple
random sampling (acak sederhana), dimana sampel diambil dengan mengundi
anggota populasi. Populasi ditulis pada kertas menggunakan pengkodean nomor,
diletakkan didalam kotak, diaduk, kemudian peneliti mengambil secara acak
dengan jumlah sampel yang telah ditentukan (Nursalam, 2009).
Sampel pada penelitian ini adalah sampel yang memenuhi kriteria inklusi.
Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang dimiliki objek penelitian yang
26

dapat diambil sebagai sampel (Notoatmodjo, 2012). Adapun kriteria inklusi pada
penelitian ini adalah :
3.3.2.1 Pasien dengan diagnosa gastritis
3.3.2.2 Penderita gastritis yang berobat di Puskesmas Senapelan Kecamatan
Senapelan Pekanbaru pada bulan Maret, April dan Mei 2018
3.3.2.3 Berusia 20-60 tahun
3.3.2.4 Bisa membaca dan menulis
3.3.2.5 Bersedia menjadi subjek penelitian
3.6 Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional
3.6.1 Variabel Penelitian
Variabel adalah segala bentuk data dan informasi yang sudah ditetapkan oleh
peneliti untuk dilakukan analisis data atau kesimpulan. Variabel penelitian ini
adalah variabel independen dan varianbel dependen. Variabel independen adalah
variabel yang menjadi sebab timbulnya variabel dependen (terikat) (Donsu, 2016).
Variabel independen dalam penelitian ini adalah pengetahuan tentang gastritis
sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah motivasi untuk
mencegah kekambuhan gastritis.
3.6.2 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional
berdasarkan karakteristik yang ingin diteliti. Definisi operasional ditentukan
berdasarkan parameter ukuran dalam penelitian dan memberikan skala
pengukuran pada masing-masing variabel (Donsu, 2016). Berdasarkan judul
penelitian yaitu hubungan pengetahuan tentang gastritis dengan motivasi untuk
mencegah kekambuhan gastritis, maka dapat dijabarkan definisi operasional
seperti tabel berikut :
27

Tabel 3.1
Definisi Operasional

Definisi
Variabel Alat ukur Skala ukur Hasil ukur
operasional
Independen : Segala sesuatu Kuesioner Ordinal Baik jika nilai
Pengetahuan yang diketahui 56-100%
tentang gastritis penderita
gastritis tentang
definisi,
klasifikasi, Kurang jika nilai
penyebab, < 56%
patofisiologi,
tanda gejala,
dan komplikasi.
Dependen : Keinginan Kuesioner Ordinal Tinggi jika nilai
Motivasi untuk penderita mean
mencegah gastritis untuk ≥ 37,2787
kekambuhan mencegah
gastritis kekambuhan Rendah jika nilai
gastritis mean < 37,2787

3.7 Jenis dan Cara Pengumpulan Data


3.7.1 Jenis Data
3.7.1.1 Data primer
Data primer adalah data yang didapatkan dari responden melalui kuesioner,
kelompok fokus, panel atau dari hasil wawancara (Sujarweni, 2014). Adapun data
primer pada penelitian ini diperoleh langsung dari responden dengan cara
memberikan kuesioner yang telah disusun oleh peneliti dan diberikan kepada
responden.
Kuesioner pengetahuan disusun dengan jumlah 18 pertanyaan, untuk
pertanyaan positif diberi skor 1 untuk pilihan jawaban “benar” dan skor 0 untuk
pilihan jawaban “salah”. Sebaliknya untuk pertanyaan negatif, diberi skor 1 untuk
jawaban “salah” dan skor 0 untuk jawaban “benar”. Pertanyaan positif terdapat
pada nomor 1, 4, 5, 6, 9, 10, 11, 12, 14, 15, 16, 17, dan untuk pertanyaan negatif
terdapat pada nomor 2, 3, 7, 8, 13, 18. Kuesioner motivasi disusun dengan
menggunakan skala likert yaitu untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi
individu atau kelompok tentang fenomena sosial (Hidayat, 2011). Kuesioner
28

motivasi disusun dengan jumlah 20 pertanyaan dengan pilihan jawaban “sangat


tidak setuju” diberi nilai 1, “tidak setuju” diberi nilai 2, “setuju” diberi nilai 3,
“sangat setuju” diberi nilai 4.
3.7.1.2 Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari catatan buku, majalah, artikel,
dan buku-buku sebagai teori (Sujarweni, 2014). Data sekunder pada penelitian ini
didapatkan dari laporan atau data dokumen yang berhubungan dengan penderita
gastritis di Puskesmas Senapelan Kecamatan Senapelan Pekanbaru.
3.7.2 Cara Pengumpulan Data
Langkah-langkah dalam penelitian berguna untuk mempermudah dalam
menyelesaikan penelitian. Adapun langkah-langkah penelitian ini sebagai berikut:
3.7.2.1 Meminta izin untuk pengambilan data dengan memasukkan surat izin dari
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Hang Tuah Pekanbaru dan
melapor kepada kepala Puskesmas Senapelan tentang tujuan dan prosedur
pengambilan data.
3.7.2.2 Meminta kepala Puskesmas Senapelan untuk membantu penelitian ini.
3.7.2.3 Mempersiapkan informed consent, kuesioner data demografi, kuesioner
pengetahuan tentang gastritis, dan kuesioner motivasi untuk mencegah
kekambuhan gastritis.
3.7.2.4 Memilih target subjek penelitian yang sesuai dengan kriteria yang telah
ditetapkan peneliti.
3.7.2.5 Berkenalan dengan calon responden dan menjelaskan tujuan dan manfaat
penelitian serta jaminan terhadap hak-hak responden.
3.7.2.6 Pasien bersedia menjadi responden maka responden diminta untuk
menandatangani lembaran persetujuan untuk menjadi responden.
3.7.2.7 Setelah responden mengisi lembaran persetujuan, selanjutnya diminta
menjawab beberapa pertanyaan pada instrumen penelitian.
3.7.2.8 Instrumen penelitian digunakan untuk memperoleh data informasi
kesehatan, kuesioner pengetahuan gastritis, kuesioner motivasi untuk
mencegah kekambuhan gastritis
29

3.7.2.9 Selama responden mengisi kuesioner, peneliti akan mendampingi hingga


responden selesai mengisi seluruh data yang dibutuhkan untuk
menfasilitasi jika ada hal yang kurang dimengerti.
Sebelum kuesioner disebarkan kepada responden terlebih dahulu peneliti
melakukan uji validitas dan uji reabilitas. Pada penelitian ini uji validitas dan
reabilitas dilaksanakan kepada 20 orang di Puskesmas Harapan Raya yang
memiliki karakteristik sama dengan responden.
Validitas merupakan suatu indeks yang menunjukkan alat ukur tersebut benar-
benar mengukur apa yang diukur (Notoatmodjo, 2012). Untuk uji validitas pada
penelitian ini peneliti menggunakan korelasi pearson product moment dengan
taraf signifikan 5% dengan nilai rtabel 0,444. Apabila hasil perhitungan didapatkan
rhitung ≥ 0,444 maka dikatakan butir soal nomor telah signifikan atau valid,
sebaliknya jika rhitung < 0,444 maka butir soal nomor tidak signifikan atau tidak
valid (Riyanto; Hidayat, 2011). Hasil uji validitas yang dilakukan peneliti pada
kuesioner pengetahuan dari 18 pertanyaan terdapat 12 pertanyaan yang valid yaitu
1, 2, 3, 4, 6, 8, 9, 10, 11, 12, 15, 17 dengan rentang r hitung 0,473-0,899 dan
dengan r tabel adalah 0,444. Pada kuesioner motivasi dari 20 pertanyaan terdapat
14 pertanyaan yang valid yaitu 1, 2, 3, 6, 8, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 18, 20
dengan rentang r hitung 0,484-0,832 dengan r tabel 0,444. Untuk pertanyaan yang
tidak valid peneliti mengambil keputusan untuk menghaspusnya dikarenakan
pertanyaan tersebut telah diwakili oleh pertanyaan yang lain.
Reabilitas merupakan menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran tersebut
tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang
sama dan dengan menggunakan alat ukur yang sama (Notoatmodjo, 2012). Untuk
reabilitas peneliti menggunakan uji cronbach’s alpha dengan nilai konstanta
0,60. Apabila hasil perhitungan didapatkan nilai cronbah’s alpha ≥ 0,60 maka
dikatakan butir soal nomor telah reliabel, sebaliknya jika didapatkan nilai
cronbah’s alpha < 0,60 maka dikatakan butir soal nomor tidak reliabel (Riyanto,
2011). Pada uji realibilitas untuk kuesioner pengetahuan didapatkan 0,865 berarti
pernyataan tersebut dinyatakan reliabel dan untuk kuesioner motivasi didapatkan
0,915 berarti pernyataan tersebut dinyatakan reliabel.
30

3.8 Pengolahan Data


Proses pengolahan data pada penelitian ini, peneliti menggunakan bantuan
komputer. Adapun langkah-langkah dalam pengolahan data penelitian ini sebagai
berikut (Notoatmodjo, 2012) :
3.8.1 Pengeditan (Editing)
Editing adalah melakukan pengecekan kembali data yang telah didapatkan dari
hasil wawancara, kuesioner, atau pun pengamatan dari lapangan. Pengecekan
yang dimaksud meliputi kelengkapan pertanyaan, kejelasan tulisan atau jawaban
dari responden, tingkat relevan antara jawaban dan pertanyaan, konsistensi. Hasil
data yang diperoleh melalui lembar kuesioner yang telah diisi oleh penderita
gastritis akan diperiksa kembali agar sesuai dengan ketentuan yang dibuat oleh
peneliti.
3.8.2 Pengkodean (Coding)
Pengkodean adalah memberikan kode atau mengubah data berbentuk kalimat
atau huruf menjadi data angka atau bilangan. Koding atau pemberian kode ini
berguna untuk mempermudah peneliti dalam pengolahan data. Pengkodean
penelitian ini mencakup dari karakteristik responden. Pengkodean pada variabel
indevenden adalah sebagai berikut: variabel jenis kelamin, “laki-laki” diberi kode
1 dan “perempuan” diberi kode 2. Variabel pendidikan terakhir, “tidak sekolah”
diberi kode 1, “SD” diberi kode 2, “SMP” diberi kode 3, “SMA” diberi kode 4,
“perguruan tinggi” diberi kode 5. Variabel pekerjaan, “PNS/TNI” diberi kode 1,
“pedagang” diberi kode 2, “buruh” diberi kode 3, “guru” diberi kode 4, “petani”
diberi kode 5, “swasta” diberi kode 6, “pensiunan” diberi kode 7, “tidak
bekerja/ibu rumah tangga” diberi kode 8. Variabel tingkat pengetahuan, “baik (76-
100)” diberi kode 1, “cukup (56-75)” diberi kode 2, “kurang (< 56)” diberi kode
3. Variabel motivasi, “rendah” diberi kode 1, “tinggi” diberi kode 2.
3.8.3 Memasukan data (Data Entry)
Setelah data dikumpulkan selanjutnya peneliti memasukkan data dan kuesioner
yang telah di isi responden kedalam program komputer atau softwore komputer.
Data yang dimasukkan untuk analisis univariat adalah nomor responden, usia,
jenis kelamin, pendidikan terakhir, pekerjaan, tingkat pengetahuan, dan motivasi.
31

3.8.4 Pembersihan data (Cleaning)


Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai
dimasukkan, selanjutnya peneliti melakukan pengecekan ulang untuk melihat
apakah ada kesalahan pengkodean, ketidaklengkapan, dan sebagainya, kemudian
dilakukan pembetulan dan koreksi.
3.9 Analisis Data
Analisa data dalam penelitian ini menggunakan dua cara yaitu:
3.9.1 Analisis Univariat
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik setiap variabel penelitian (Notoatmodjo, 2012). Analisis univariat
pada penelitian menggunakan tendesi sentral untuk karakteristik usia,
menggunakan distribusi frekuensi untuk karakteristik jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, pengetahuan, dan motivasi untuk mencegah kekambuhan.
3.9.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan untuk mengetahui hubungan
dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat (Notoatmodjo, 2012). Pada
penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan pengetahuan tentang gastritis
dengan motivasi untuk mencegah kekambuhan gastritis. Uji analisis yang
digunakan adalah Chi Square dan batas derajat kepercayaan 95% (p = 0,05).
Apabila Pvalue ≤ 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya ada hubungan
yang signifikan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Apabila Pvalue > 0,05
maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya tidak ada hubungan yang signifikan
antara variabel bebas dengan variabel terikat.
3.10Etika Penelitian
Menurut Hidayat (2009), etika dalam penelitian adalah sebagai berikut:
3.10.1 Informed Consent (Lembar persetujuan menjadi responden)
Lembar persetujuan diberikan kepada subjek penelitian. Peneliti menjelaskan
maksud dan tujuan penelitian yang akan dilakukan kepada responden. Jika
responden setuju untuk dijadikan sampel penelitian maka harus menandatangani
lembar persetujuan tersebut namun jika responden menolak maka peneliti tidak
akan memaksa dan menghormati hak-haknya.
32

3.10.2 Anominity (Tanpa nama)


Agar kerahasiaan subjek penelitian terjaga, maka peneliti tidak mencantumkan
nama pada lembar pengumpulan data tetapi hanya mencantumkan kode.
3.10.3 Confidentiality (Kerahasiaan)
Peneliti menjamin kerahasiaan informasi yang diberikan, hanya data tertentu
yang akan dilaporkan sebagai hasil riset.
3.11Jadwal Penelitian

Tabel 3.2
Jadwal Penelitian

Tahun 2018
No Kegiatan
Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agt
1 Pembuatan proposal
2 Seminar proposal
3 Perbaikan proposal
4 Pengumpulan data
5 Pengolahan data
6 Penulisan skripsi
7 Ujian skripsi
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Pada bab IV ini diuraikan hasil penelitian dan pembahasan mengenai hubungan
antara pengetahuan tentang gastritis dengan motivasi untuk mencegah
kekambuhan gastritis. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan pada
tanggal 05 Juni 2018 s/d 01 Juli 2018 terhadap 122 responden, selanjutnya
dilakukan analisis statistik melalui dua tahapan yaitu dengan menggunakan
analisis univariat dan bivariat dari penelitian diperoleh hasil sebagai berikut:
4.1.1 Analisis Univariat
4.1.1.1 Karakteristik Responden
a. Usia
Tabel 4.1
Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Karakteristik Rerata SD Minimal Maximal


Usia 33,98 8,37 22 53

Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa rerata usia responden pada penelitian
ini adalah 33,98 tahun dengan standar deviasi 8,37 tahun.

b. Jenis kelamin
Tabel 4.2
Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Frekuensi (f) Persentase (%)


1 Laki-laki 54 44,3%
2 Perempuan 68 55,7%
Total 122 100%

Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa sebagian besar responden berjenis


kelamin perempuan dengan jumlah 68 orang (55,7%).

33
34

c. Pekerjaan
Tabel 4.3
Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan

No Status Pekerjaan Frekuensi (f) Persentase (%)


1 PNS/TNI 1 0,8%
2 Pedagang 16 13,1%
3 Buruh 18 14,8%
4 Guru 1 0,8%
5 Petani 7 5,7%
6 Swasta 64 52,5%
7 Tidak bekerja/ibu rumah tangga 15 12,5%
Total 122 100%

Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa sebagian besar status pekerjaan


responden adalah swasta yaitu berjumlah 64 orang (52,5%).

d. Pendidikan terakhir
Tabel 4.4
Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan

No Tingkat pendidikan Frekuensi (f) Persentase (%)


1 Tidak sekolah 10 8,2%
2 SD 24 19,7%
3 SMP 39 32%
4 SMA 46 37,7%
5 Perguruan tinggi 3 2,5%
Total 122 100%

Berdasarkan tebel 4.4 diketahui bahwa sebagian besar tingkat pendidikan


responden adalah dengan tamatan Sekolah Menengah Atas (SMA) berjumlah 46
orang (37,7%).
4.1.1.2 Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Gastritis
Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Gastritis

No Tingkat pengetahuan Frekuensi (f) Persentase (%)


1 Baik 60 49,2%
2 Cukup 7 5,7%
3 Kurang 55 45,1%
Total 122 100%
35

Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat bahwa frekuensi tingkat pengetahuan


tentang gastritis mayoritas dengan kategori berpengetahuan baik dengan jumlah
60 orang (49,2%).
4.1.1.3 Motivasi Responden Untuk Mencegah Kekambuhan Gastritis
Tabel 4.6
Distribusi Frekuensi Motivasi Responden Untuk Mencegah Kekambuhan Gastritis
No Tingkat motivasi Frekuensi (f) Persentase (%)
1 Rendah 60 49,2%
2 Tinggi 62 50,8%
Total 122 100%

Berdasarkan tabel 4.6 dapat terlihat bahwa mayoritas responden memiliki


motivasi tinggi untuk mencegah kekambuhan gastritis berjumlah 62 orang
(50,8%)
4.1.2 Analisis Bivariat
4.1.2.1 Hubungan Pengetahuan Tentang Gastritis Dengan Motivasi Untuk
Mencegah Kekambuhan Gastritis
Tabel dibawah ini telah dilakukan penggabungan sel pada variabel
pengetahuan dikarenakan tidak memenuhi syarat untuk dilakukan uji Chi Square,
dimana nilai expected kurang dari lima ada 33,3% jumlah sel, dengan tabel 3x2,
dan tidak adanya nilai fisher’s. Menurut Dahlan (2012), apabila uji Chi Square
tidak memenuhi syarat maka dapat dilakukan penggabungan sel.

Tabel 4.7
Hubungan Pengetahuan Tentang Gastritis Dengan Motivasi Untuk Mencegah
Kekambuhan Gastritis

Pengetahuan Motivasi untuk mencegah kekambuhan P


Total
gastritis gastritis value
Tinggi Rendah
n % n % n %
0,000
Baik 62 92,5% 5 7,5% 67 100%
Kurang 0 0% 55 100% 55 100%

Berdasarkan tabel 4.7 didapatkan bahwa dari 67 orang yang memiliki


pengetahuan baik ada 62 orang (92,5%) yang memiliki motivasi tinggi dan 5
36

orang (7,5%) yang memiliki motivasi rendah. Dari 55 orang yang memiliki
pengetahuan kurang semuanya memiliki motivasi rendah. Hasil uji statistik
dengan menggunakan uji Chi Square diperoleh p value 0,000 yaitu p value < α
(0,05) sehingga Ho ditolak dan Ha diterima, artinya ada hubungan signifikan
antara pengetahuan tentang gastritis dengan motivasi untuk mencegah
kekambuhan gastritis.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Analisis Univariat
4.2.2.1 Karakteristik Responden
a. Usia
Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan usia rerata
responden adalah 33,98 tahun, Potter dan Perry (2010) mengatakan bahwa usia
tersebut dalam kategori dewasa muda dimana termasuk dalam rentang 20-40
tahun. Usia merupakan salah satu faktor yang menentukan kematangan dalam
berpikir, bertindak, dan belajar. Kematangan dalam berpikir seseorang dapat
mempengaruhi baik pengetahuan, sikap, dan tindakan individu (Azwar, 2013).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Setyawan (2015), menyatakan
bahwa usia dewasa adalah waktu saat seseorang mencapai puncak dari
kemampuan intelektualnya. Menurut Harjowinoto dan Susanto (2008), usia
dewasa muda adalah usia dimana seseorang berada pada kondisi prima sehingga
orang tersebut memiliki semangat serta motivasi dalam hidupnya. Sehingga
dengan usia tersebut seseorang dapat mengelola kemampuan berpikirnya untuk
mencegah kekambuhan gastritis dan memiliki semangat yang tinggi untuk
melakukan tindakan tersebut.
Berdasarkan hal tersebut peneliti menyimpulkan bahwa dengan rerata usia
33,98 tahun atau dalam usia dewasa muda ini dianggap telah mampu berfikir
secara rasional dan mampu mengingat pengetahuan dengan sangat baik dan sudah
mencapai kematangan sehingga akan berdampak pada upaya pencegahan
kekambuhan gastritits.
37

b. Jenis kelamin
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden berjenis
kelamin perempuan dengan jumlah 68 orang (55,7%) dibandingkan laki-laki yaitu
sebanyak 54 orang (44,3%). Jenis kelamin merupakan perbedaan bentuk, sifat,
dan fungsi biologis laki-laki dan perempuan, yang menentukan perbedaan peran
mereka adalah menyelenggarakan upaya meneruskan garis keturunan. Perbedaan
ini terjadi karena masing-masing memiliki alat reproduksi yang berbeda atau alat
untuk meneruskan keturunan (Prasetiyo, 2015).
Menurut Notoatmodjo (2010), pengetahuan merupakan hasil dari pengindraan
manusia terhadap objek melalui indra yang dimiliki, dimana pengetahuan yang
didapatkan dipengaruhi oleh seberapa besar intensitas perhatian terhadap objek
tersebut. Artinya laki-laki dan perempuan memiliki peluang yang sama untuk
berpengetahuan tinggi mengenai gastritis hanya saja tergantung dari seberapa
besar intensitas perhatiannya terhadap objek tersebut.
Menurut Ahmadi (2009), motivasi adalah dorongan internal dan eksternal
dalam diri seseorang yang didasarkan dengan adanya hasrat dan minat, dorongan
dan kebutuhan, harapan dan cita-cita. Artinya laki-laki dan perempuan memiliki
peluang yang sama untuk memiliki motivasi tinggi dalam mencegah kekambuhan
gastritis hanya saja tergantung dari seberapa besar minat atau dorongan yang ada
pada dirinya untuk melakukan hal tersebut.
Sehingga peneliti menyimpulkan bahwa laki-laki dan perempuan sama-sama
memiliki peluang untuk terjadinya kekambuhan gastritis hanya saja tergantung
dari pandangan individu tersebut mengenai gastritis. Apabila individu memiliki
pandangan diri yang baik maka akan berpengetahuan baik tentang gastritis dan
memiliki motivasi yang tinggi dalam mencegah kekambuhan gastritis. Sebaliknya
apabila individu memiliki pandangan diri yang buruk maka akan berpengaruh
terhadap kurangnya pengetahuan tentang gastritis dan rendahnya motivasi dalam
mencegah kekambuhan gastritis. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
Kuniyawan (2017) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kekambuhan
gastritis, menunjukkan bahwa faktor jenis kelamin tidak menunjukkan ada
hubungan yang bermakna dengan terjadinya kekambuhan gastritis.
38

c. Pekerjaan
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden memiliki
pekerjaan yaitu pekerja swasta sebanyak 64 orang (52,5%). Pekerjaan adalah
sebagai sebuah kegiatan aktif yang dilakukan seseorang untuk menghasilkan
sebuah karya yang bernilai imbalan dalam bentuk uang bagi seseorang (Prasetiyo,
2015).
Lingkungan pekerjaan dapat membuat seseorang memperoleh pengetahuan,
pengetahuan tersebut bisa didapatkan dari informasi. Informasi merupakan sebuah
pesan yang disampaikan pengirim kepada penerima. Informasi sangat diperlukan
untuk menciptakan pemikiran, hal yang baru, ide, kreatifitas dan isu yang terbaru
dalam hal dunia (Mubarak, 2012; Sujarwo, 2012; Wawan & Dewi, 2010). Seperti
individu berinteraksi dengan berbagi pengalaman kepada individu lain tentang hal
apa saja yang dapat meningkatkan asam lambung dan lain sebagainya maka hal
tersebut merupakan informasi yang dapat menambah pengetahuan seseorang.
Semakin banyak informasi yang diterima mengenai gastritis maka ia cenderung
memiliki pengetahuan yang luas atau pengetahuan yang baik tentang gastritis.
Berdasarkan analisa peneliti, dengan mayoritas responden bekerja maka dapat
meningkatkan pengetahuan dan menambah wawasan. Dimana pekerjaan tersebut
membuat individu dapat berinteraksi dan berbagi pengalaman mengenai gastritis
sehingga mereka bisa mendapatkan lebih banyak pengetahuan tentang gastritis.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Suryono (2016) tentang
pengetahuan pasien dengan gastritis tentang pencegahan kekambuhan gastritis,
menyatakan bahwa orang yang bekerja dan berinteraksi dengan orang lain maka
akan lebih terpapar informasi sehingga meningkatkan pengetahuan daripada yang
hanya dirumah atau yang tidak bekerja tanpa berinteraksi dengan orang lain.
d. Pendidikan
Pendidikan merupakan bimbingan yang diberikan seseorang kepada individu
ataupun kelompok agar yang bersangkutan tersebut dapat memahami (Mubarak,
2012). Menurut undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan dikategorikan menjadi tiga pertama
pendidikan dasar yaitu SD dan SMP kedua pendidikan menengah yaitu SMA dan
39

pendidikan tinggi yaitu program pendidikan diploma, sarjana, dan magister.


Berdasarkan hasil penelitian pada karakteristik pendidikan terakhir, hasil analisis
menunjukkan bahwa sebagian besar pendidikan terakhir responden adalah
Sekolah Menengah Atas (SMA) yaitu berjumlah 46 orang (37,7%) yang berarti
sebagian besar responden masuk ke dalam kategori pendidikan menengah atas.
Pendidikan sangat erat hubungannya terhadap pengetahuan dimana jika
semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan semakin luas pula
pengetahuannya dan dengan pendidikan tersebut biasanya mengajarkan individu
untuk mengambil keputusan yang terbaik untuk dirinya. Namun tingkat
pendidikan yang rendah tidak selamanya menghambat seseorang untuk belajar.
Seseorang dapat belajar dari berbagai cara, misalnya dari pengalaman seseorang
yang dapat dijadikan referensi atau melalui media yang banyak digunakan oleh
masyarakat, seperti televisi, radio, koran, majalah, brosur, liflet, dan lainnya
(Nursalam, 2012; Hidayat, 2009).
Menurut Hidayat (2009), semakin berpendidikan seseorang maka semakin
berprestasi seseorang tersebut. Dimana kebutuhan berprestasi dapat ditunjukkan
dengan keinginan seseorang untuk melakukan sesuatu yang lebih baik. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa dengan mayoritas responden berpendidikan menengah
atas (SMA) yang berarti memiliki pengetahuan luas dan kemudian berdampak
dengan adanya dorongan untuk memperbaiki diri atau adanya dorongan untuk
melakukan upaya pencegahan kekambuhan gastritis.
4.2.2.2 Pengetahuan responden tentang gastritis
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar masyarakat
memiliki pengetahuan baik tentang gastritis yaitu sebanyak 60 orang (49,2%) di
wilayah kerja Puskesmas Senapelan Pekanbaru. Pengetahuan merupakan hasil
dari pengindraan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra
yang dimiliki, dimana pengetahuan dipengaruhi oleh seberapa besar intensitas
perhatian terhadap objek. Pengetahuan biasanya diperoleh melalui indra
pendengaran (telinga) dan indra penglihatan (mata) (Notoatmodjo, 2010).
Pengetahuan tentang gastritis adalah informasi yang dimiliki seseorang tentang
definisi, penyebab, jenis, tanda gejala serta bahaya dari penyakit tersebut.
40

Menurut Potter dan Perry (2010), menyatakan bahwa keyakinan seseorang


terhadap kesehatannya terbentuk dari intelektual yaitu pengetahuan, latar belakang
pendidikan, dan pengalaman dimasa lalu. Tingginya tingkat pengetahuan
responden pada penelitian ini bisa disebabkan dari mayoritas pendidikan
responden pendidikan menengah atas (SMA). Hal ini sejalan dengan teori
menurut Wawan dan Dewi (2010) yang menyatakan bahwa semakin tinggi
pendidikan maka semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang.
Selain pengetahuan didapatkan di bangku pendidikan, pengetahuan yang
dimiliki seseorang juga bisa didapatkan dari informasi yang diperoleh dari
berbagai sumber seperti lingkungan pekerjaan, pengalaman, sosial, dan media
massa. Bila seseorang memperoleh banyak informasi maka ia cenderung
mempunyai pengetahuan yang lebih luas (Wawan & Dewi, 2010). Tingginya
tingkat pengetahuan responden pada penelitian ini bisa juga disebabkan dari
mayoritas responden bekerja yaitu pekerja swasta
Berdasarkan asumsi peneliti bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang maka
semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki, informasi-informasi dari luar
seperti lingkungan kerja dan lainnya juga mempengaruhi seseorang sehingga
pemahaman orang tersebut mengenai gastritis juga akan lebih luas. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Huzaifah (2017) tentang hubungan
pengetahuan tentang penyebab gastritis dengan perilaku pencegahan gastritis dari
277 responden yang diteliti 146 orang (52,7%) berpengetahuan baik, 106 orang
(38,3%) berpengetahuan cukup, dan 25 orang (9,0%) lainnya berpengetahuan
kurang.
4.2.2.3 Motivasi untuk mencegah kekambuhan gastritis
Berdasarkan hasil penelitian sebagian besar masyarakat memiliki motivasi
tinggi untuk mencegah kekambuhan gastritis yaitu 62 orang (50,8%). Motivasi
adalah dorongan dari dalam diri seseorang yang didasarkan adanya hasrat dan
minat untuk melakukan kegiatan, dorongan dan kebutuhan untuk melakukan
kegiatan, harapan dan cita-cita yang ingin dicapai. Motivasi terbagi menjadi dua
jenis yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik (Nursalam, 2012).
41

Motivasi mencegah kekambuhan gastritis intrinsik adalah motivasi yang


dimiliki seseorang yang ingin mencegah kekambuhan gastritis seperti adanya
dorongan dari dalam diri sendiri atau sebagai keinginan dari diri sendiri untuk
memutuskan atau bertindak untuk mencegah kekambuhan gastritis tanpa ada
pengaruh dari luar dan motivasi gastritis ekstrinisk adalah motivasi yang datang
dari luar individu seperti orang tua, keluarga, maupun teman sebaya yang mana
individu tersebut tidak dapat mengendalikan dengan sendiri (Nursalam, 2012;
Saam & Wahyuni, 2013). Berdasarkan hasil penelitian tingginya motivasi pada
responden bukan hanya adanya dorongan dari diri sendiri tetapi juga karena
adanya dorongan dari keluarga dimana responden yang memiliki motivasi
ekternal baik dengan persentase 45,1%.
Menurut Setiawati dan Dermawan (2008), menyatakan bahwa motivasi yang
dimiliki seseorang dapat menjadi penentu arah perbuatan atau tindakan yang ingin
dilakukan, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya.
Terutama bagi penderita gastritis, karena rentan akan terjadinya kekambuhan
gastritis sehingga pentingnya untuk meningkatkan motivasi penderita gastritis
melakukan upaya pencegahan kekambuhan gastritis seperti menghindari makanan
dan minuman yang memungkinkan dapat meningkatkan asam lambung, makan
tepat waktu dan lain sebagainya.
Berdasarkan analisis peneliti tinggginya tingkat motivasi responden pada
penelitian ini bisa disebabkan karena adanya dorongan dari dalam diri sendiri dan
juga karena adanya dorongan dari orang tua atau keluarga untuk mencapai tujuan
dan harapan yang diinginkan yaitu untuk mencegah terjadinya kekambuhan
gastirtis.
4.2.2 Analisis Bivariat
4.2.2.1 Hubungan pengetahuan tentang gastritis dengan motivasi untuk
mencegah kekambuhan gastritis
Hasil analisis yang telah dilakukan didapatkan bahwa masyarakat yang
berpengetahuan baik dengan motivasi mencegah kekambuhan gastritis tinggi
sebanyak 58 orang (96,7%). Berdasarkan hasil uji statistik Chi-Square didapatkan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan tentang
42

gastritis dengan motivasi untuk mencegah kekambuhan gastritis dengan nilai p


value 0,000 < 0,05.
Menurut Notoatmodjo (2011), menyatakan bahwa pengetahuan bukan
merupakan satu-satunya faktor determinan dalam penentu bagaimana seseorang
melakukan tindakan, hal lain yang dapat mempengaruhi seseorang untuk
melakukan tindakan adalah motivasi. Dengan adanya motivasi maka dapat
mempengaruhi seseorang untuk mengetahui sesuatu hal. Rasa ingin tahu itulah
yang mendorong individu untuk mencari informasi yang biasa diperoleh melalui
penglihatan ataupun pendengaran.
Hasil analisis diperoleh adanya hubungan yang bermakna antara pengetahuan
tentang gastritis dengan motivasi untuk mencegah kekambuhan gastritis. Hal ini
terkait dengan tingkat pendidikan responden yang mayoritas berpendidikan
menengah atas yaitu SMA hal lainnya adalah dikarenakan mayoritas responden
bekerja sehingga mudahnya memperoleh informasi dan usia dalam kategori
dewasa muda dimana usia rerata responden dalam kategori usia dewasa muda,
pada usia dewasa muda ini adalah puncak dari kemampuan intelektual individu.
Dengan pengetahuan yang tinggi itulah sehingga responden kemudian
memotivasi dirinya untuk mengelola penyakitnya sendiri. Seperti, tidak
mengkonsumsi makanan dan minuman yang dapat meningkatkan asam lambung,
makan tepat waktu dan lain sebagainya. Artinya semakin baik pengetahuan
seseorang tentang gastritis maka akan semakin besar motivasi seseorang untuk
melakukan upaya mencegah kekambuhan gastritis yang mana bertujuan agar
dirinya dapat terhindar dari suatu penyakit yang lebih buruk dari gastritis.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa masyarakat yang memiliki
pengetahuan baik motivasi masyarakat untuk mencegah kekambuhan juga tinggi
dan masyarakat yang memiliki pengetahuan kurang memiliki motivasi rendah.
Dalam hal ini tingkat pengetahuan sangat berpengaruh terhadap motivasi
seseorang untuk melakukan upaya pencegahan kekambuhan gastritis. Hal ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rusdianah (2017) tentang
hubungan tingkat pengetahuan dengan motivasi pencegahan kekambuhan
43

hipertensi didapatkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara


pengetahuan dengan motivasi untuk mencegah kekambuhan hipertensi.
4.3 Keterbatasan Penelitian
Adapun hambatan atau keterbatasan yang dialami oleh peneliti selama
melakukan penelitian ini adalah data responden yang ada di Puskesmas tidak
dilengkapi alamat sehingga peneliti menghubungi via telepon untuk meminta
alamat, namun responden tidak mau memberitahu. Hal lain yang menghambat
penelitian ini adalah ketika sudah membuat janji untuk bertemu namun responden
tidak ada ditempat sehingga peneliti membuat janji pertemuan dilain waktu.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa rerata usia
responden adalah 33,98 tahun, mayoritas pendidikan terakhir responden SMA,
mayoritas responden bekerja di swasta, mayoritas responden berpengetahuan baik,
mayoritas responden memiliki motivasi tinggi, dan terdapat hubungan
pengetahuan tentang gastritis dengan motivasi untuk mencegah kekambuhan
gastritis.
5.2 Saran
5.2.1 Bagi Responden
Diharapkan bagi masyarakat terdiagnosis gastritis dapat lebih meningkatkan
pengetahuan tentang gastritis, lebih meningkatkan motivasi dalam mecegah
kekambuhan gastritis dan melakukan tindakan upaya pencegahan kekambuhan
gastritis.
5.2.2 Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan
Diharapkan institusi pendidikan keperawatan, penelitian ini dapat menjadi
sumber informasi dalam mengembangkan ilmu pengetahuan mengenai hubungan
pengetahuan tentang gastritis dengan motivasi untuk mencegah kekambuhan
gastritis.
5.2.3 Bagi Puskesmas Senapelan
Diharapkan bagi Puskesmas Senapelan dapat lebih pro aktif lagi dalam
meningkatkan informasi tentang gastritis seperti memberikan penyuluhan dan
membuat poster.
5.2.4 Bagi peneliti lain
Diharapkan bagi peneliti lain penelitian ini dapat dijadikan data dasar dan
informasi untuk melakukan penelitian lanjut tentang hubungan pengetahuan dan
motivasi terhadap sikap dalam melakukan pencegahan kekambuhan gastritis.

44
DAFTAR PUSTAKA

Agustina, R., Azizah, A., & Agianto, A. (2016). Kejadian gastritis di RSUD Ratu
Zalecha Martapura. Dunia Keperawatan, 4(1), 48-54. Diperoleh dari
http://ppjp.unlam.ac.id/journal/index.php/JDK/article/view/2545.
Ahmadi, Abu. (2009). Psikologi umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Ardiansyah, M. (2012). Medikal bedah untuk mahasiswa. Yogyakarta: Diva Press.
Azwar, S. (2013). Sikap manusia : teori dan pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Dahlan, M.S. (2012). Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. Jakarta: Salemba
Medika.
Dinas Kesehatan Provinsi Riau. (2016). Profil kesehatan provinsi Riau 2015.
Diperoleh dari
http://www.depkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KES_PROVINSI
_2015/04_Riau_2015.pdf.
Dinas Kesehatan Provinsi Riau. (2017). Profil kesehatan provinsi riau 2017.
Pekanbaru: Dinkes.
Donsu, J.D.T. (2016). Metodelogi penelitian keperawatan. Yogyakarta: Pustaka
Baru Press.
Endang, L., & Puspadewi, V.A. (2012). Penyakit maag dan gangguan
pencernaan. Yogyakarta: Kanisus.
Harjowinoto, S. & Susanto, H. (2008). Muda berinvestasi, tua menikmati, mati
masuk surge. Jakarta: Gramedia.
Hidayat, A.A.A. (2011). Metode penelitian keperawatan dan teknik alasisi data.
Jakarta: Salemba Medika.
Hidayat, D. R. (2009). Ilmu perilaku manusia pengantar psikologi untuk tenaga
kesehatan. Jakarta: CV. Trans Info Media.
Huzaifah, Z. (2017). Hubungan pengetahuan tentang penyebab gastritis dengan
perilaku pencegahan gastritis, 1(1). Diperoleh dari
https://journal.umbjm.ac.id/index.php/healthy/article/download/62/36/.

45
46

Kementrian Kesehatan RI. (2017). Profil kesehatan Indonesia tahun 2016.


Diperoleh dari http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-
kesehatan-indonesia/Profil-Kesehatan-Indonesia-2016.pdf.
Kholid, A. (2014). Promosi kesehatan: dengan pendekatan teori perilaku, media,
dan aplikasinya untuk mahasiswa dan praktisi kesehatan. Jakarta: Rajawali
Pers.
Kurniyawan, C. B., & Kosasih, I. (2017). Faktor-faktor yang mempengaruhi
kekambuhan gastritis. Jurnal AKP, 6(2). Diperoleh dari
http://ejournal.akperpamenang.ac.id/index.php/akp/article/download/121/103.
Misnadiarly. (2009). Mengenal penyakit organ cerna: gastritis (dyspepsia atau
maag), infeksi mycobacteria pada ulcur gastrointestinal. Jakarta: Pustaka
Populer Obor.
Mubarak, W.I. (2012). Promosi kesehatan untuk kebidanan. Jakarta: Salemba
Medika.
Notoatmodjo, S. (2010). Ilmu perilaku kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. (2011). Kesehatan masyarakat: ilmu dan seni. Jakarta: Rineka
Cipta.
Notoatmodjo, S. (2012). Promosi kesehatan dan perilaku kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta.
Nursalam. (2009). Konsep dan penerapan metodelogi penelitian ilmu
keperawatan pedoman skripsi, tesis, dan instrument penelitian keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.
Nursalam., & Efendi, F. (2012). Pendidikan dalam keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.
Potter, P.A., Perry, A.G. (2010). Fundamental keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.
Prasetiyo, A. C. (2015). Hubungan karakteristis pasien dengan persepsi pasien
tentang kualitas pelayanan kesehatan di Puskesmas Blora kabupaten Blora.
Diperoleh dari
http://file:///CUser/apple%20pc/Download/Prasetiyo,%202015.pdf
47

Prasetyo, B., & Jannah, L.M. (2014). Metode penelitian kuantitatif: teori dan
aplikasi. Jakarta: Rajawali.
Ratu, A.R., & Adwan G.M. (2013). Penyakit hati, lambung, usus, dan ambeien.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Riyanto, A. (2011). Aplikasi metodelogi penelitian kesehatan. Yogyakarta: 2011.
Rusdianah, E. (2017). Hubungan tingkat pengetahuan dengan motivasi
pencegahan kekambuhan hipertensi pada lansia di desa pondok kecamatan
babadan ponorogo, 2(09.) Diperoleh dari http://jurnal.stikesmuhla.ac.id/wp-
content/uploads/2018/01/57-64-Eva-Rusdianah.pdf.
Saam, Z., & Wahyuni, S. (2013) Psikologi keperawatan. Jakarta: Rajawali Pers.
Sani, W., Tina, L., & Jufri, N. N. (2016). Analisis Faktor Kejadian Penyakit
Gastritis pada Petani Nilam di Wilayah Kerja Puskesmas Tiworo Selatan Kab.
Muna Barat Desa Kasimpa Jaya Tahun 2016. Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Kesehatan Masyarakat, 2(5). Diperoleh dari
http://ojs.uho.ac.id/index.php/JIMKESMAS/article/view/1928.
Setiawati, S., & Dermawan, A.C. (2008). Proses pembelajaran dalam pendidikan
kesehatan. Jakarta: Trans Info Media.
Setyawan. H. (2015). Gambaran pengetahuan peran perawat dalam ketepatan
waktu tanggap penanganan kasus gawat darurat di instalasi gawat darurat
rumah sakit umum daerah karanganyar. Diperoleh dari
http://digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-herusetyaw-1271-
1-skripsi-m.pdf
Shanty, M. (2011). Penyakit saluran pencernaan: pedoman menjaga & merawat
kesehatan pencernaan. Jakarta: KATAHATI.
Sujarweni, W.V. (2014). Metodelogi Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Baru Press
Sujarwo, R. (2012). Faktor-faktor pengetahuan rendah. Diperoleh dari
http://download.portalgaruda.org/article.php?article.
Sukarmin. (2013). Keperawatan pada sistem pencernaan. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
48

Suryono, S., & Meilani, R. D. (2017). Pengetahuan pasien dengan gastritis tentang
pencegahan kekambuhan gastritis. Jurnal akp, 7(2). Diperoleh dari
http://ejournal.akperpamenang.ac.id/index.php/akp/article/download/141/123.
Tilong, A.D. (2014). Rahasia pola makan sehat. Yogyakarta: Flash Books.
UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL. Undang-undang
republik indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.
Diperoleh dari
http://kelembagaan.ristekdikti.go.id/wpcontent/uploads/2016/08/UU_no_20_th
_2003.pdf.
Wahyu, D., Supono., & Hidayah, N. (2015). Pola makan sehari-hari penderita
gastritis. Jurnal Informasi Kesehatan Indonesia, 1(1). Diperoleh dari
http://jurnal.poltekkes-malang.ac.id/berkas/15b9-17-24.pdf.
Wawan, A., & M.D. (2010). Pengetahuan, sikap dan perilaku manusia.
Yogyakarta: Nuha Medika.
World Health Organization (WHO). (2012). Di akses dari http://aici.co.id/data-
penyakit-gastritis-menurut/.
Yuliarti, N. (2009). Maag – kenali, hindari, dan obati. Yogyakarta: ANDI.

Anda mungkin juga menyukai