Anda di halaman 1dari 40

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Gangguan saluran pencernaan merupakan salah satu gangguan yang sering

dikeluhkan dan telah menjadi masalah kesehatan di masyarakat. Di antara sekian

banyak gangguan saluran pencernaan yang di derita di masyarakat, keluhan yang

paling banyak ditemukan di bagian gastroenterologi adalah keluhan dispepsia,

nyeri pada lambung, kembung dan mual-mual, dimana keluhan tersebut

merupakan salah satu gejala khas dari penyakit gastritis mulai dari akut sampai

dengan kronis (Alimul. A, 2010).

Gastritis merupakan suatu proses inflamasi, iritasi dan infeksi pada mukosa

lambung sebagai akibat ketidakseimbangan faktor agresif dengan faktor defensif

dalam tubuh sehingga menimbulkan gejala klinis berupa rasa tidak enak pada perut

bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan, diperkirakan hampir

semua penderita gastritis mengalami kekambuhan, tapi selama ini belum ada

penelitian yang meneliti kekambuhan pada penyakit gastritis (Alimul. A, 2010).

Gastritis merupakan suatu proses inflamasi, iritasi dan infeksi pada mukosa

lambung sebagai akibat ketidakseimbangan faktor agresif dengan faktor defensif

dalam tubuh sehingga menimbulkan gejala klinis berupa rasa tidak enak pada perut

1
bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan, diperkirakan hampir

semua penderita gastritis mengalami kekambuhan, tapi selama ini belum ada

penelitian yang meneliti kekambuhan pada penyakit gastritis (Alimul. A, 2010).

Saluran pencernaan yang paling sering ditemukan. Gastritis dapat bersifat

akut yang datang mendadak dalam beberapa jam atau beberapa hari dan dapat juga

bersifat kronis sampai berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Gastritis merupakan

inflamasi pada mukosa lambung yang disertai kerusakan atau erosi pada mukosa

(Srimulyanti & Diyono, 2013).

Gejala umum yang terjadi pada penderita gastritis adalah rasa tidak nyaman

pada perut, perut kembung, mual dan sakit kepala yang mengganggu aktivitas

sehari-hari, muntah, perih atau sakit seperti terbakar pada perut bagian atas yang

dapat menjadi lebih baik atau lebih buruk saat makan, hilang selera makan,

bersendawa. Gastritis sangat mengganggu aktifitas sehari-hari, sehingga dapat

mengakibatkan kualitas hidup menurun, dan kurang produktif. Apabila tidak

ditangani dengan baik akan berakibat fatalbahkan sampai tahap kematian. Gastritis

akan mengakibatkan sekresi lambung semakin meningkat dan berakibat lambung

luka-luka (ulkus) juga dapat menimbulkan perdarahan saluran cerna bagian atas

(SCTA) berupa hematemesis (muntah darah), melena, perforasi dan anemia karena

gangguan absorbsi vitamin B12 (anemia pernisiosa) bahkan dapat menimbulkan

kanker lambung (Suratum,2010).

2
Kondisi seseorang yang sedang mengalami stress sangat berpengaruh

terhadap terjadinya kekambuhan gastritis karena stres dapat merangsang produksi

asam lambung sehingga menyebabkan keradangan. Kebiasaan makan yang tidak

teratur dan kebiasan mengkonsumsi makanan yang pedas, asam dan panas juga

bisa menyebabkan kekambuhan pada penyakit gastritis karena makanan tersebut

bisa merusak mukosa lambung dan meningkatkan asam lambung, sehingga timbul

rasa nyeri, kembung, atau rasa penuh pada perut bagian atas (Sopyan, 2015).

Selain tingkat stres, kebiasaan makan juga mempengaruhi kejadian penyakit

gastritis karena kebisaan makan yang tidak sesuai baik frekuensi, makan tidak

teratur atau tidak makan apapun dalam waktu relative lama, akibatnya, kadar asam

lambung terkikis hingga menimbulkan semacam tukak. Jika pengikisan sudah

terjadi, gastritis pun akan semakin beresiko gejala penyakit yang muncul tidak lagi

sekedar mual, muntah atau sakit perut, tetapi juga meningkat hingga feses yang

berdarah (Sopyan, 2015).

Berdasarkan data World Health Organization (WHO, 2012) mengadakan

tinjauan terhadap beberapa negara dunia dan mendapatkan hasil persentase dari

angka kejadian gastritis di dunia, diantaranya Inggris 22%, China 31%, Jepang

14,5%, Kanada 35%, dan Prancis 29,5%. Insiden terjadinya gastritis di Asia

Tenggara sekitar 583.635 dari jumlah penduduk setiap tahunnya.

3
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) angka kejadian gastritis pada

beberapa daerah di Indonesia cukup tinggi dengan prevalensi 274.396 kasus dari

238.452.952 jiwa penduduk. Didapatkan data bahwa di kota Surabaya angka

kejadian Gastritis sebesar 31,2%, Denpasar 46%, sedangkan di Jawa Tengah

angka kejadian infeksi cukup tinggi sebesar 79,6% (Kemenkes, 2013). Sedangkan

data dari Sulawesi Selatan, penyakit gastritis termasuk kedalam sepuluh besar

penyakit rawat inap di Rumah Sakit Tingkat Provinsi Sulawesi Selatan dengan

jumlah pasien yang keluar karena meninggal sebanyak 1,45% dari jumlah pasien

yang dirawat (Dinkes Sulsel, 2014).

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Rumah Sakit Daerah Madani

Proponsi Sulawesi Tengah pada tahun 2015 jumlah pasien gastritis yang rawat

jalan sebanyak 300 orang, jumlah pasien gastritis rawat inap sebanyak 230 orang,

dari kasus tersebut semuanya pasien merasakan nyeri ulu hati,selain tindakan

pemberian therapi medis sangat dimungkinkan untuk Penatalaksanaan

nonfarmakologis saat ini karena tidak menimbulkan efek samping, dan dapat

memandirikan penderita gastritis untuk dapat menjaga kesehatan mereka sendiri

(Dinkes Sulteng, 2015).

Penelitian dari Duwi Wahyu dkk (2013) yang berjudul pola makan sehari-

hari penderita gastritis, menunjukkan gastritis menduduki peringkat tertinggi pada

responden dengan rentang usia 26-36 tahun dengan presentase 30% dan peringkat

terendah pada responden dengan rentang usia >59 tahun. Sedangkan menurut jenis

4
kelamin pada responden perempuan lebih banyak terkena gastritis dengan

presentase 68% dan pada responden dengan jenis kelamin laki-laki yang terkena

gastritis hanya 32%.

Berdasarkan hasil penelitian Megawati dan Hj Hasna Nosi (2014) yang

berjudul beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian gastritis pada pasien

yang di rawat di RSUD Labuang Baji Makasar, menunjukkan bahwa rata-rata

responden yang memiliki pola makan yang tidak baik mengalami gastritis yaitu 19

responden (50,0%) dan yang tidak terkena gastritis sebanyak 5 orang responden

(13,3%).

Penelitian Maulidiyah dan Unum (2012), daerah- daerah di Indonesia

menunjukkan data yang cukup tinggi terjadinya gastritis seperti di Kota Surabaya

angka kejadian sebesar 31,2%, Denpasar 46%, serta survey yang dilakukan pada

masyarakat Jakarta pada tahun 2014 yang melibatkan 1.645 responden

mendapatkan bahwa pasien dengan masalah gastritis mencapai 60 % sedangkan

di Medan angka kejadian infeksi cukup tinggi sebesar 91,6%. Data Profil

Kesehatan Indonesia tahun ( 2015), gastritis merupakan 10 besar penyakit dengan

posisi peringkat ke 6 pasien rawat jalan dan peringkat ke 5 rawat inap dan

Environment Healt Country Profile World Healt Organization (2012)

mengatakan bahwa angka kejadian gastritis di Indonesia 40,8% yang terjadi pada

daerah-daerah di Indonesia dengan prevalensi 274.396 kasus dari 238.452.952

jiwa penduduk.

5
Penelitian Rahmawati (2010) di puskesmas Lamongan didapatkan bahwa

hasil prevalensi rasio (2,19%) untuk responden yang sangat rentan stres psikologis

dan prevalensi rasio (4,67%) bahwa faktor utama terjadinya gastritis karena stres,

kelelahan dan pola makan yang tidak teratur.

Dari angka kejadian penyakit gastritis disebabkan berbagai faktor yaitu,

iritasi lambung oleh Helicobacter pylori, obat-obatan, alkohol, merokok, faktor

stres atau tekanan emosional yang berlebihan pada seseorang dan pola makan yang

tidak sesuai. Stres dapat menyebabkan gastritis karena pada saat anda mengalami

stres maka akan terjadi perubahan hormonal dalam tubuh. Perubahan itulah yang

dapat merangsang sel-sel di dalam lambung memproduksi asam secara berlebihan.

Asam yang berlebihan menimbulkan perih, nyeri, dan kembung. Apabila hal

tersebut terjadi pada jangka waktu yang lama, dapat menyebabkan luka pada

dinding lambung (National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney

Disease Gastritis 2014).

Berdasarkan hasil pengambilan data awal yang telah dilakukan,

Puskesmas kayuwou, kasus gastritis di Puskesmas kayuwou pada bulan Januari-

Mei 2020 yaitu sebesar 214 kasus, tingginya kasus gastritis ini perlu mendapatkan

perhatian mengingat bahwa penyakit gastritis bisa menimbulkan kekambuhan

yang bisa menurunkan sistem pertahanan tubuh sehingga timbul penyakit baru

seperti ISPA dan migren, semakin sering terjadinya kekambuhan penyakit

gastritis bisa mengganggu produktivitas seseorang sehari-hari. Penelitian ini

6
diharapkan dapat meneliti prilaku penderita gastritis dan kemudian dapat

dilakukan pencegahan untuk timbulnya penyakit gastritis (Profil Kesehatan

Puskesmas kayuwou ).

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, mendorong peneliti untuk

melakukan penelitian ”Hubungan antara stres dan kebiasaan makan dengan

terjadinya kekambuhan penyakit gastritis di Puskesmas kayuwou”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini yaitu sebagai berikut :

1. Apakah Terdapat Hubungan antara stres dengan terjadinya kekambuhan

penyakit gastritis di Puskesmas kayuwou?

2. Apakah Terdapat Hubungan kebiasaan makan dengan terjadinya kekambuhan

penyakit gastritis di Puskesmas kayuwou?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Hubungan antara stres dan kebiasaan makan dengan

terjadinya kekambuhan penyakit gastritis di Puskesmas kayuwou

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui Hubungan antara stres dengan terjadinya kekambuhan

penyakit gastritis di Puskesmas kayuwou

7
b. Untuk mengetahui Hubungan kebiasaan makan dengan terjadinya

kekambuhan penyakit gastritis di Puskesmas kayuwou

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Puskesmas kayuwou

Penelitian ini merupakan proses pembelajaran untuk dapat menerapkan

ilmu yang telah diperoleh selama ini dan diharapkan dapat menambah

pengetahuan, pengalaman, dan wawasan mengenai Hubungan antara stress dan

kebiasaan makan dengan terjadinya kekambuhan penyakit gastritis

2. Bagi STIK Indonesia Jaya Palu

Diharapkan hasil penelitian ini menjadi salah satu bahan bacaan atau

referensi di perpustakaan dan dapat dimanfaatkan bagi mahasiswa lain

khususnya di bidang keperawatan yang akan melakukan penelitian dengan

variabel yang lain dan belum pernah diteliti sebelumnya.

3. Bagi Peneliti

Dengan adanya penelitian ini peneliti banyak mendapatkan manfaat dimana

wawasan dan pengetahuan peneliti bertambah dan membuat peneliti melihat

implementasi dan teori-teori yang sudah didapatkan di bangku perkuliahan.

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Gastritis

1. Defenisi Gastritis

Gastritis umumnya dikenal dengan istilah sakit “maag” atau nyeri ulu

hati terjadi akibat peradangan pada mukosa lambung yang dapat

mengakibatkan pembengkakan pada mukosa lambung hingga terlepasnya

epitel mukosa supersial yang dapat menjadi penyebab utama pada gangguan

saluran cerna. Pelepasan epitel dapat merangsang untuk timbulnya proses

inflamasi pada lambung ditandai dengan rasa mual dan muntah, nyeri,

perdarahan, rasa lemah, nafsu makan menurun atau sakit kepala (Alimul. A,

2010).

Sebagian besar masyarakat masih menganggap gastritis sebagai

penyakit yang ringan dan memiliki gejala yang sering banyak orang rasakan,

namun hanya menganggap hal tersebut sebagai hal yang biasa bahkan tidak

melakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mengetahui pasien terdiagnosis

gastritis atau tidak. Gastritis yang dibiarkan akan bertambah parah dan

menyebabkan asam lambung meningkat kemudian membuat luka atau ulkus

yang sering dikenal sebagai tukak lambung bahkan bisa disertai dengan

9
muntah darah. Hal ini dapat mengakibatkan fungsi lambung rusak dan dapat

meningkatkan resiko untuk terkena kanker lambung. (Sulastri, dkk 2012) .

Gastritis dapat disebabkan oleh pola makan yang tidak teratur meliputi

frekuensi makan, jenis dan jumlah makanan. (Fithra, 2014). Pola makan yang

tidak teratur disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal

meliputi faktor fisik dan faktor psikologis. Sedangkan faktor eksternal

meliputi ekonomi, sosial budaya, lingkungan sosial, pengetahuan, media atau

periklanan. (Alimul. A, 2010).

2. Patofisiologi gastritis

Pada lapisan mukosa lambung terdapat kelenjar-kelenjar penghasil

asam lambung, dan enzim pepsin. Asam lambung bertugas memecah

makanan, dan enzim pepsin mencerna protein. Lapisan mukosa lambung

diliputi oleh lapisan tebal mukus yang melindunginya dari cairan asam

lambung yang dapat melumerkan dan mengikis jaringan lambung di

dalamnya.

Akibat danya ketidak seimbangan faktor agresif dan defesiensif

nenyebabkan HCL dalam lambung meningkat. Kadar HCL normal dalam

lambung + 0,4 % kelebihan kadar HCL dalam cairan lambung dapat merusak

jaringan selaput dan jaringan halus usus 12 jari,jaringan yang rusak akan

menjadi luka bernanah yang ada di dalam lambung dan menyebabkan

keradangan (Srimulyanti & Diyono, 2013).

10
3. Autoimun gastritis

Sistem pertahanan tubuh dapat membuat antibody dan protein untuk

menyerang infeksi ( masuknya kuman ke dalam tubuh ) yang berguna untuk

mempertahankan tubuh dalam keadaan prima, kadang terjadi gangguan di

mana tubuh salah mengidentifikasi targetnya dan mengenai tubuh kita sendiri

yang di anggap benda asing atau infeksi, sehingga membuat kerusakan bahkan

kehancuran organ tubuh kita sendiri. Hal ini juga bias terjadi pada lambunh

yangv dapat menyebabkan kerusakan sel-sel lambung dan mengakibatkan

anemia premiciosa, anemia ini terjadi karena tubuh tidak dapat menyerap

vitamim B-12 yang berhubungan dengan kerusakan sel lambung tersebut

(Albert, 2012).

4. Manifestasi Klinis

Membran mukosa lambung menjadi edema dan hipoforemik dan

mengalami erosi superfersial, bagian ini mensekresi sejumlah getah lambung

yang mengandung sangat sedikitasam dan tetapi banyak mucus. Mukosa

lambung mampu memperbaiki diri sendiri setelah mengalami gastritis.

Kadang-kadang, hemoragi memerlukan intervensi bedah. Bila makanan

pengiritasi tidak dimuntahkan tetapi mencapai usus, dapat mengakibatkan

kolik dan diare. Biasanya, pasien sembuh kira-kira sehari, meskipun nafsu

makan mungkin menurun selama 2 atau 3 hari kemudian (Brunner &

Suddarth, 2011).

11
Gastritis akut dapat terjadi keluhan berupa nyeri pada epigastrium,

mual, muntah, atau mungkin terjadi hematemelis yang hebat dan melena.

Gastritis akut karena enterotoksin stophylococus biasanya timbul mendadak

berupa keluhan epigastrium, muntah. (Brunner & Suddarth, 2011).

5. Klasifikasi Gastritis

Gastritis akut terjadi secara tiba-tiba dan kurang dari 6 bulan,

sedangkan pada gastritis kronik berlangsung lebih dari 6 bulan. Gejala yang

ditimbulkan dari gastritis akut biasanya lebih parah dan sangat tidak nyaman,

namun gejala berlangsung hanya sementara dan dalam kurun waktu yang

singkat. Sedangkan pada gastritis kronik gejalanya berlangsung berlahan dan

bertambah belih lama, gejala yang dirasakan pun tidak intens seperti gastritis

akut. Secara umum, gastritis yang merupakan salah satu jenis penyakit dalam,

dapat di bagi menjadi beberapa macam:

a. Gastritis Akut

Gastritis akut adalah suatu peradangan parah pada permukaan

mukosa lambung dengan kerusakan-kerusakan erosi (Soeparman dalam

Ida 2017). Gastritis akut merupakan proses inflamasi bersifat akut dan

biasanya terjadi sepintas pada mukosa lambung. Keadaan ini paling

sering berkaitan dengan penggunaan obat-obatan anti inflamasi

nonsteroid (Khususnya, aspirin) dosis tinggi dan dalam jangka waktu,

konsumsi alcohol yang berlebihan, dan kebiasaan merokok.

12
Di samping itu, stress berat seperti luka bakar dan pembedahan,

iskemia dan syok juga dapat menyebabkan gastritis akut. Demikian pula

halnya dengan kemotrapi, uremia, infeksi sistemik, tertelan zat asam atau

alkali, iradiasi lambung, trauma mekanik, dan gastrektomi distal.

b. Gastritis Kronis

Gastritis kronis merupakan keadaan terjadinya perubahan

inflamatorik yang kronis pada mukosa lambung sehingga akhirnya

terjadi atrofi mukosa dan metaplasia epitel. Keadaan ini menjadi latar

belakang munculnya dysplasia dan karsinoma (Robbins, 2010).

Menurut Muttaqin, (2011) Gastritis kronis adalah suatu

peradangan permukaan mukosa lambung yang bersifat menahun.

Gastritis kronik diklasifikasikan dengan tiga perbedaan sebagai

berikut:

a) Gastritis superfisial, dengan manifestasi kemerahan ; edema , serta

perdarahan dan erosi mukosa.

b) Gastritis atrofik, dimana peradangan terjadi di seluruh lapisan

mukosa pada perkembanganya dihubungkan dengan ulkus

dankanker lambung, serta anemia pernisiosa. Hal ini

merupakankarakteristik dari penurunan jumlah sel parietal dan

selchief.

c) Gastritis hipertrofik, suatu kondisi dengan terbentuknya nodul-nodul

pada mukosa lambung yang bersifat iregular, tipis, dan hemoragik.

13
d) Patofisiologis Gastritis Kronis

Inflamasi lambung yang lama dapat disebabkan oleh ulkus

benigna atau maligna dari lambung atau oleh bakteri helicobactery

pylory( H. pylory ) Gastritis Kronis dapat diklasifikasikan sebagai

tipe A / tipe B, tipe A ( sering disebut sebagai gastritis autoimun )

diakibatkan dari perubahan sel parietal, yang menimbulkan atrofi

dan infiltrasi seluler. Hal ini dihubungkan dengan penyakit autoimun

seperti anemia pernisiosa dan terjadi pada fundus atau korpus dari

lambung. Tipe B ( kadang disebut sebagai gastritis ) mempengaruhi

antrum dan pylorus ( ujung bawah lambung dekat duodenum ) ini

dihubungkan dengan bakteri Pylory. Faktor diet seperti minum panas

atau pedas, penggunaan atau obat-obatan dan alkohol, merokok, atau

refluks isi usus kedalam lambung. (Smeltzer dan Bare, 2010).

6. Komplikasi

Komplikasi Menurut Mansjoer (20), komplikasi gastritis dibagi

menjadi dua yaitu gastritis akut dan gastritis kronik.

1) Gastristis akut komplikasinya adalah perdarahan saluran cerna bagian

atas berupa hematemesis dan melena, dapat berakhir syok hemoragik.

14
2) Gastritis kronik komplikasinya adalah perdarahan saluran cerna bagian

atas, ulkus, perforasi dan anemia.

B. Tinjaunan Umum Tentang Kekambuhan

1. Defenisi kekambuan

Kekambuhan adalah peristiwa timbulnya kembali gejala-gejala yang

sebelumnya sudah memperoleh kemajuan. Kekambuhan penyakit gastritis

biasanya diawali oleh kebiasaan makan yang tidak teratur sehingga lambung

menjadi sensitif bila asam lambung meningkat. Orang yang memiliki pola

makan tidak teratur mudah terserang penyakit gastritis. Pada saat perut harus

diisi, tapi dibiarkan kosong, atau ditunda pengisiannya, asam lambung akan

mencerna lapisan mukosa lambung, sehingga timbulnya rasa nyeri (Baliwati,

2011).

Menurut Hawari 2012, kekambuhan penyakit gastritis juga di

sebabkan oleh respons tubuh yang sifatnya non spesifik terhadap setiap

tuntunan beban stresnya. Orang yang mengalami stres seringkali mengalami

gangguan pada sistem pencernaannya, misalnya pada lambung terasa

kembung, mual dan perih hal ini disebabkan karena asam lambung yang

berlebihan.

15
Menurut kamus bahasa Indonesia 2011, kekambuhan penyakit gastritis

merupakan suatu keadaan dimana lambung terasa nyeri atau keadaan dimana

terjadi peradangan pada mukosa lambung yang bersifat akut dan kronis

2. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan kekambuhan Gastritis

a. Umur

Walaupun tukak dapat diderita sejak usia anak-anak tapi puncak

kekerapan tukak lambung pada dekade ke-5 (40-50 tahun). Prevalensi

keganasan yang besar pada penyakit gastritis diatas 45 tahun (Taringan,

1990), hal ini mungkin dikarenakan karena pertambahan usia akan

menimbulkan beberapa perubahan baik secara fisik maupun mental yang

lebih lanjut mengakibatkan kemunduran biologis terhadap penurunan

fungsi organ tubuh yang berperan sebagai dalam mempertahankan dan

menciptakan kesehatan yang prima adalah fungsi organ yang berkaitan

dengan makanan dan pencernaan (Febrianti, 2012).

b. Jenis Kelamin

Hampir semua kepustakaan menyebutkan bahwa tukak pada laki-laki

lebih banyak dari pada perempuan, data pada subbagian gastroentelogi

bagian ilmu penyakit dalam FKUI/RSCM 1986 menunjukkan pada laki-

laki 3 kali lebih banyak dari pada wanita tetapi laporan akhir-akhir ini

16
menunjukkan adanya kecenderungan bahwa insidensi tukak makin banyak

pada wanita sehingga perbandingan tersebut menjadi kecil, hal ini

mungkin disebabkan karena wanita lebih sering mengalami tekanan atau

kecemasan dalam hidupnya (Simadibrata, 2013).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Siti isfandari (2011)

pada pendududuk dewasa gangguan mental emosional menunjukkan

tingginya gejala gangguan mental dan emosional pada wanita dari pada

laki-laki.

c. Status Sosial Ekonomi

Dinegara Inggris penderita tukak lambung biasanya lebih sering

diderita pada kelompok sosial ekonomi rendah dan adanya kenaikan

kekerapan penyakit tukak ada daerah urbanisasi di antara para penduduk

yang berpenghasilan rendah (Taringan, 2010). Hal ini mungkin karena

banyaknya masalah ekonomi keluarga yang mereka alami dan kesulitan

dalam memecahkan masalah tersebut sehingga menimbulkan stres.

d. Pengetahuan

Menurut WHO 2013 perilaku seseorang dipengaruhi oleh 4 faktor

yaitu pengetahuan, kepercayaan, sikap dan nilai. Pengetahuan yang

berhubungan dengan penyakit gastritis adalah prilaku merokok, minum

alkohol, obat-obatan penghilang rasa nyeri, konsumsi makanan dan

minuman yang bisa menyebabkan timbulnya penyakit gastritis.

e. Merokok

17
Meroko bisa merusak lapisan mukosa lambung karena asap rokok

dipercaya menghalangi produksi zat prostaglandin tubuh, zay ini

merupakan pelindung lambung dari serangan asam lambung dan pepsin

sehingga merut peka terhadap radang lambung seperti ulkus dan jika

berlanjut bisa menyebabkan karsinoma ( www.cnn.com, 2011).

f. Alkohol

Alkohol dapat mengakibatkan peradangan dan perlakuan pada

lambung, mengkonsumsi alkohol yang sekali-kali tidak akan

menimbulkan kerusakan lambung tapi dapat meningkatkan sekresi asam

lambung (Albert, 2010).

Penggunaan aspirin bersamaan dengan alkohol bisa mempunyai sifat

saling memperkuat efek satu sama lainyang menimbulkan iritasi berat

pada mukosa lambung (Tambunan, 2011).

C. Tinjauan Umum Tentang Kebiasaan Makan

1. Definisi kebisaan makan

Kebiasaan makan adalah berbagai informasi yang memberikan

gambaran macam dan model bahan makanan yang dikonsumsi setiap hari.

(Waryana. 2010).

18
Kebiasaan makan dengan menu seimbang perlu dikmulai dan dikenal

dengan baik sehingga akan terbentuk kebiasaan makan-makanan seimbang

dikemudian hari.

2. Jenis-jenis hidangan yang dianjurkan

1) Sumber zat tenaga, misalnya : roti, jagung, ubi, singkong, tepung-

tepungan, gula dan minyak.

2) Sumber zat pembangun, misalnya : ikan, telur, ayam, daging, susu,

kacang-kacangan, tahu, tempe dan oncom.

3) Sumber zat pengatur, misalnya : sayur-sayuran, buah-buahan, terutama

sayuran berwarna hijau dan kuning. (Arief Mansjoer, 2011).

3. Frekuensi makan

Frekuensi makan adalah jumlah makan dalam sehari-hari baik kualitatif

maupun kuantitatif . (Waryana. 2010). Alat-alat pencernaan mulai dari mulut

sampai usus halus. Lama makanan dalam lambung tergantung sifat dan jenis

makanan.

4. Jenis Makanan

Jenis makanan adalah variasi bahan makanan yang kalau dimakan,

dicerna, dan diserap akan menghasilkan paling sedikit susunan menu sehat

dan seimbang. (Waryana. 2010).

19
Menyusun hidangan sehat memerlukan keterampilan dan pengetahuan

gizi berorientasi pada 4 sehat 5 sempurna terdiri dari bahan pokok (nasi, ikan,

sayuran, buah dan susu).

Menu yang tersusun memberikan hidangan sehat baik secara kualitas

maupun kuantitas, guna memperoleh intake yang baik dan bervariasi

(Waryana. 2010).

5. Tujuan Makan

Secara umum tujuan makan menurut ilmu kesehatan adalah memperoleh

energi baik yang berguna untuk pertumbuhan, mengganti sel tubuh yang

rusak, mengatur metabolisme tubuh serta meningkatkan daya tahan tubuh

terhadap serangan penyakit. (Waryana. 2010).

6. Fungsi Makanan

Manfaat makanan bagi makhluk hidup termasuk manusia antara lain :

1) Memberikan bahan untuk membangun dan memelihara tubuh yang rusak

2) Memberikan energi (tenaga) yang dibutuhkan untuk kebutuhan bergerak

dan bekerja.

3) Memberikan rasa kenyang yang berpengaruh terhadap ketentraman hati

dan mempunyai dampak positif terhadap kesehatan.

7. Cara Pengelolaan Makanan

Dalam menu Indonesia pada umumnya dapat diolah dengan cara sbb :

1) Merebus (boiling)

20
Merebus adalah mematangkan makanan dengan cara merebus suatu

cairan bias berupa air saja atau air kaldu dalam panci sampai mencapai

titik didih 100 derajat celcius.

2) Memasak (braising)

Memasak adalah cara memasak makanan dengan menggunakan

sedikit cairan pemasak. Bahan makanan yang diolah dengan teknik ini

adalah daging.

3) Mengukus (steaming)

Mengukus adalah proses mematangkan makanan dalam bentuk uap

air.

4) Bumbu-bumbuan (simmering)

Hampir sama dengan mengukus tapi setelah dikukus makanan

dibumbui dengan bumbu tertentu.

8. Membentuk Pola Makan yang Baik

Pola makan yang baik merupakan hasil dari sebuah rangkaian proses

upaya untuk membentuk pola makan yang baik hendaknya dilakukan secara

dini. Lingkungan sangat besar perannya dalam membentuk pola makan

seseorang. Beberapa upaya untuk membentuk pola makan yang baik antara

lain :

1). Menyediakan makanan yang bervariasi

2). Memberikan pengetahuan gizi

3). Menciptakan suasana yang menggembirakan saat makan

21
4). Menanamkan norma-norma yang berkaitan dengan makanan

5). Menanamkan adab sopan santun saat makan (Persagi, 2010).

D. Tinjauan Uumum Tentang Stres


1. Defenisi Stres

Stress merupakan suatu respon fisiologis, psikologis dan perilaku dari

manusia yang mencoba untuk mengadaptasi dan mengatur baik tekanan

internal dan eksternal (stressor). Stressor dapat mempengaruhi semua bagian

dari kehidupan seseorang, menyebabkan stres mental, perubahan perilaku,

masalahmasalah dalam interaksi dengan orang lain dan keluhan-keluhan fisik

salah satunya mengakibatkan nafsu makan berkurang sehingga menimbulkan

gastritis. Stres menyebabkan penurunan semua kinerja organ tubuh yang di

pengaruhi dan dikontrol oleh otak, ketika reseptor otak mengalami kondisi

stres akan menyebabkan perubahan keseimbangan kondisi dalam tubuh

sehingga berdampak terhadap perubahan pola makan yang menyebabkan

gastritis (Sunaryo Prasetyo, 2015)

Stres merupakan reaksi fisik, mental, dan kimia dari tubuh terhadap

situasi yang menakutkan, mengejutkan, membingungkan, membahayakan dan

merisaukan seseorang. Definisi lain menyebutkan bahwa stres merupakan

ketidakmampuan mengatasi ancaman yang dihadapi mental, fisik, emosional,

dan spiritual manusia, yang pada suatu saat dapat mempengaruhi kesehatan

fisik manusia tersebut (Sunaryo Prasetyo, 2015).

22
a. Stress Psikis

Produksi asam lambung akan meningkat pada keadaan stress,

misalnya pada beban kerja berat, panik dan tergesa-gesa. Kadar asam

lambung yang meningkat dapat mengiritasi mukosa lambung dan jika hal

ini dibiarkan, lama-kelamaan dapat menyebabkan terjadinya gastritis.

Bagi sebagian orang, keadaan stres umumnya tidak dapat dihindari. Oleh

karena itu, maka kuncinya adalah mengendalikannya secara efektif

dengan cara diet sesuai dengan kebutuhan nutrisi, istirahat cukup, olah

raga teratur dan relaksasi yang cukup (Friscaan, 2010).

b. Stress Fisik

Stress fisik akibat pembedahan besar, luka trauma, luka bakar,

refluks empedu atau infeksi berat dapat menyebabkan gastritis dan

jugaulkus serta pendarahan pada lambung. Perawatan terhadap kanker

seperti kemoterapi dan radiasi dapat mengakibatkan peradangan pada

dinding lambung yang selanjutnya dapat berkembang menjadi gastritis

dan ulkus peptik. Ketika tubuh terkena sejumlah kecil radiasi, kerusakan

yang terjadi biasanya sementara, tapi dalam dosis besar akan

mengakibatkan kerusakan tersebut menjadi permanen dan dapat mengikis

dinding lambung serta merusak kelenjar-kelenjar penghasil asam

lambung (Anonim, 2010).

23
Refluks dari empedu juga dapat menyebabkan gastritis. Bila

(empedu) adalah cairan yang membantu mencerna lemak-lemak dalam

tubuh. Cairan ini diproduksi oleh hati. Ketika dilepaskan, empedu akan

melewati serangkaian saluran kecil dan menuju ke usus kecil. Dalam

kondisi normal, sebuah otot sphincter yang berbentuk seperti cincin

(pyloric valve) akan mencegah empedu mengalir balik ke dalam lambung.

Tapi jika katup ini tidak bekerja dengan benar, maka empedu akan masuk

ke dalam lambung dan mengakibatkan peradangan dan gastritis (Sunaryo

dalam Prasetyo, 2015).

Apabila stres dan emosi dibiarkan maka tubuh akan berusaha

menyesuaikan diri dan bertahan hidup dengan tekanan tersebut. Kondisi

yang demikian dapat menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan

patologis dalam jaringan atau organ tubuh manusia, melalui saraf otonom.

Sebagai akibatnya, akan tibul penyakit adaptasi yang berupa hipertensi,

penyakit jantung (infark), tukak lambung atau gastritis dan lain

sebagainya (Laylawati, 2012).

2. Penyebab stress

Adapun menurut Brench Grand (2010) dalam Sunaryo (2012), stres

ditinjau dari penyebabnya hanya dibedakan menjadi 2 macam, yaitu penyebab

makro dan penyebab mikro.

24
1) Penyebab makro, yaitu menyangkut peristiwa besar dalam kehidupan,

seperti kematian, perceraian, pension, luka batin, dan kebangkrutan.

2) Penyebab mikro, yaitu menyangkut peristiwa kecil sehari-hari seperti

pertengkaran rumah tangga, beban pekerjaan, masalah yang dimakan,

dan antri.

E. Landasan Teori
Stres menurut Selye (tahun 1950 dalam Hawari 2006) adalah respons tubuh

yang sifatnya non spesifik terhadap setiap tuntunan beban stresnya. Orang yang

mengalami stres seringkali mengalami gangguan pada sistem pencernaannya,

misalnya pada lambung terasa kembung, mual dan pedih; hal ini disebabkan

karena asam lambung yang berlebihan.

Gastritis biasanya diawali oleh pola makan yang tidak teratur sehingga

lambung menjadi sensitif bila asam lambung meningkat. Orang yang memiliki

pola makan tidak teratur mudah terserang penyakit gastritis. Pada saat perut harus

diisi, tapi dibiarkan kosong, atau ditunda pengisiannya, asam lambung akan

mencerna lapisan mukosa lambung, sehingga timbulnya rasa nyeri (Black Joyce,

Hawks Jane, 2014).

Gastritis umumnya dikenal dengan istilah sakit “maag” atau nyeri ulu hati

terjadi akibat peradangan pada mukosa lambung yang dapat mengakibatkan

pembengkakan pada mukosa lambung hingga terlepasnya epitel mukosa supersial

yang dapat menjadi penyebab utama pada gangguan saluran cerna. Pelepasan

epitel dapat merangsang untuk timbulnya proses inflamasi pada lambung ditandai

25
dengan rasa mual dan muntah, nyeri, perdarahan, rasa lemah, nafsu makan

menurun atau sakit kepala. (Black Joyce, Hawks Jane, 2014)

F. Kerangja pikir

Gastritis merupakan salah satu penyakit yang termasuk dalam sepuluh

penyakit terbesar di Puskesmas kayuwou. Berdasarkan kerangka pikir yang telah

diuraikan oleh penulis, maka variabel yang diteliti adalah Hubungan antar stress

dan kebiasaan makan dengan terjadinya kekambuhan penyakit gastritis di

Puskesmas kayuwou. Dari uraian di atas, maka kerangka pikir yang digunakan

dalam penelitian adalah sebagai berikut :

Stres Terjadinya
Kekambuhan
penyakit
Kebiasaan makan Gastritis

Gambar 2.1, Kerangka Pikir

G. Hipotesis

26
Berdasarkan kerangka konsep diatas maka hipotesis dalam penelitian ini

adalah :

1. Adanya hubungan antara stres dengan kekambuhan penyakit gastritis.

2. Adanya hubungan antara kebiasaan makan dengan kekambuhan penyakit

gastritis.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian yang digunakan adalah penelitian survey analitik dengan

pendekatan cross sectional, dimana data yang menyangkut data variable

independent dan data variable dependent, di nilai hanya satu kali saja dalam

waktu yang bersamaan (Notoatmodjo, 2012).

Tujuannya adalah untuk mengetahui Hubungan antar stres dan kebiasaan

makan dengan terjadinya kekambuhan penyakit gastritis di Puskesmas kayuwou

Tahun 2020.

27
B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Agustus 2020, bertempat di

puskesmas kayuwou.

C. Variabel Dan Definisi Operasional

1. Variabel terikat (dependent variable) adalah status kekambuhan penyakit

gastritis.

2. Variabel bebas (independent variable) adalah:

a. Variabel kebiasaan makan

b. Variabel stress

3. Tabel Defenisi operasional

Variabel Defenisi Parameter Alat ukur Skala Hasil ukur


dependen Operasional
Status Kekambuhan Pasien di rawat Rekam Ordinal 1. Ya,bila
kekambuhan adalah suatu 1 kali dengan medik pendeerita
penyakit keadaan diagnosa yang status rnegalami
gastritis dimana sama, selama pasien gastritis kronis
seseorang lebih dari 6 > 6 bulan
mengalami bulan 2. Tidak, bila
gejala-gejala penderita
yang tidak
sebelumnya mengalami
sudah kekambuhan
memperoleh gastritis
kemajuan kronis < 6
bulan

28
Variabel Defenisi Parameter Alat ukur Skala Hasil ukur
Iindependen Operasional
Kebiasaan Kebiasaan Koesioner Kuesioner Nominal 1.Kurang
makan makan Kebiasaan kebiasaan baik = skor
seseorang yang makan : makan (1-3)
di lihat dari pola 1.Frekuensi 2. Baik = skor
makan setiap makan (4-6)
hari meliputi dikatakan baik
frekuensi bila frekuensi
makan dan jenis makan setiap
makan yang harinya 3 kali
relativ makan utama
utama atau 2
kali makan
utama dengan 1
kali makan
selingan. Pola
makan yang
tidak normal di
bagi menjadi 2
yaitu makanan

29
dalam jumlah
banyak, dimana
orang makan
dalam jumlah
banyak dan
makan di
malam hari
2.Jenis makanan
yang
dikonsumsi di
bagi menjadi
dua yaitu makan
utama dan
makan selingan.
Makan utama
adalah makanan
yang
dikonsumsi
seseorang
beruba makan
pagi,siang,dan
malam terdiri
dari sayuran,
lauk pauk,
sayur, buah dan
minuman

Variabel Defenisi Parameter Alat ukur Skala Hasil ukur


Independen Operasional
Stres Suatu adalah Pengkajian Kuesioner Nominal 1. Stres = skor
tekanan dengan stres ≤ 34
emosional menggunakan 2. Tidak stres
yang dirasakan koesioner = skor
responden khusus yang >34)
dalam mengkaji tingkat
menghadapi stress di tandai
suatu masalah perasaan gelisah,
atau beban cemas, khawatir, Jacqueline M
kerja yang sedih dan marah Atkinson Ph.D
berat

30
D. Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dengan wawancara langsung dengan menggunakan

kuisioner. Jenis data yang di kumpulkan adalah:

1. Jenis Data

a. Data Primer adalah data yang dikumpulkan sendiri oleh peneliti dari

yang sebelumnya tidak ada, dan tujuannya disesuaikan dengan

keperluan penelitian (Notoatmodjo, 2012). Data Primer diperoleh dari

responden yitu pasien gastritis dengan menggunakan kuesioner (daftar

pernyataan).

b. Data Sekunder merupakan data yang telah dikumpulkan oleh pihak lain

dan data sudah ada (Notoatmodjo, 2010). Data ini diperoleh melalui data

yang sudah ada seperti buku register.

2. Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini

adalah angket (kuesioner). Kuesioner dalam penelitian ini diadopsi dari

penelitian Unun Maulidiah tahun 2006 tentang hubungan antar stres dan

kebiasaan makan dengan terjadinya kekambuhan penyakit gastritis di

Puskesmas kayuwou dan dimodifikasi oleh peneliti.

a. Koesioner tentang status kekambuhan gastritis

31
Data penelitian ini menggunakan data primer berupa kuesioner untuk

menilai kekambuhan. Kuesioner status kekambuhan terdiri dari 1

pertanyaan, di mana jika responden menjawaban “ Ya” maka mendapat

skor 1 dan jika responden menjawab “tidak” maka mendapat nilai 0.

b. Koesioner tentang kebiasaan makan

Data penelitian ini menggunakan data primer berupa kuesioner untuk

menilai kebiasaan makan diadopsi dari penelitian Unun Maulidiah. Pada

tahun 2006, tentang kebiasaan makan. Kuesioner ini dari 3 pernyataan

positif (1,2,3) apabila jawaban Ya skor 1 jika menjawab tidak skor 0 dan 7

pertanyaan negatif (4,5,6,7,8,9,10) jika menjawab sering skor 0 dan jika

menjawab jarang skor 1.

c. Koesioner tentang Stres

Penilaian Stres dengan menggunakan skala Likert diadopsi dari Unun

Maulidiah. Kuesioner terdiri dari pernyataan stres dengan jumlah 18 item

pernyataan yang terdiri dari masing-masing jawaban pertanyaan stres,

responden menjawab pertanyaan dengan jawaban “tidak pernah” mendapat

skor 2, jika responden menjawab pertanyaan dengan jawaban “kadang-

kadang” mendapat skor 1, da pertanyaan dengan jawaban “sering”

mendapat skor 0.

Kuesioner yang telah diisi, selanjutnya dikumpulkan kemudian

dilakukan pengskoran sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan pada

bagian definisi operasional.

32
E. Pengelolahan Data

Menurut Notoatmodjo (2012) data yang di peroleh dari kuesioner akan di

lakukan pengelolahan data sebagai berikut :

1. Entry

Memasukkan data keprogram komputer untuk keperluan analisis.

2. Coding

Dilakukan untuk memberi tanda pada nomor jawaban yang telah diisi oleh

responden untuk memudahkan peneliti dalam entri data ke program komputer

untuk keperluan analisis.

3. Tabulating

Penyusunan atau penghitungan data berdasarkan variabel yang di teliti.

4. Editing

Dilakukan untuk memeriksa adanya kesalahan atau kekurangan data yang di

peroleh.

5. Cleaning

Membersihkan data dengan melihat variabel yang digunakan apakh di tanya

sudah benar atau belum.

6. Describing

Yaitu menggambarkan atau menjelaskan data yang sudah dikumpulkan.

F. Analisa Data

1. Analisis Univariat

33
Analisis univariat adalah analisa yang dilakukan dengan menganalisis

tiap variabel dari hasil penelitian (Notoadmodjo, 2010). Analisis univariat

untuk menjelaskan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti. Analisis

univariat berfungsi untuk meringkas kumpulan data hasil pengukuran

sedemikian rupa sehingga kumpulan data tersebut berubah menjadi informasi

yang berguna. Peringkasan tersebut dapat berupa ukuran statistik, tabel,

grafik. Analisis univariat dilakukan masing–masing variabel yang diteliti.

Bentuk analisis univariat tergantung dari jenis datanya. Dalam penelitian

ini analisis univariat dilakukan pada tiap variabel dari hasil penelitian dengan

mendeskripsikan setiap variabel dengan cara membuat tabel distribusi

frekuensi, diantaranya variabel persepsi pasien tentang mutu pelayanandan

variabel dependen minat kunjungan ulang. Analisa univariat dilakukan untuk

mengetahui distribusi, frekuensi dan masing-masing variabel yang diteliti baik

variabel bebas dan terikat dengan menggunakan rumus:

f
P = x 100% Keterangan:
n

P = Persentase n = Jumlah responden

f = Frekuensi

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat merupakan analisis lanjutan setelah dilakukan analisis

univariat masing-masing variabel. Analisis bivariat dalam penelitian ini

menggunakan uji statistik chi-square. Menurut Sabri dan Hastono (2010) uji

34
chi- square adalah pengujian hipotesis mengenai perbandingan antara

frekuensi observasi dan frekuensi harapan yang didasarkan atas hipotesis

tertentu. Uji statistik dalam penelitian ini untuk menguji hipotesis, yaitu untuk

melihat hubungan antara variabel independen dengan dependen.

Signifikansi uji chi-square menggunakan derajat kepercayaan 95% (α =

5%). Jika Pvalue ≤ 0,05 maka hipotesis alternatif (Ha) diterima atau hipotesis

null (Ho) ditolak yang menunjukkan adanya hubungan antara variabel

independen dengan variabel dependen. Sebaliknya, jilka Pvalue> 0,05 maka

maka hipotesis alternatif (Ha) ditolak atau hipotesis null (Ho) diterima yang

menunjukkan tidak adanya hubungan antara variabel independen dengann

variabel dependen.

G. Penyajian Data

Setelah data dikelompokkan dan diolah kemudian disajikan dalam bentuk

distribusi frekuensi tabel disertai penjelasan.

H. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi (universe) adalah totalitas dari semua objek atau individu yang

memiliki karakteristik tertentu, jelas dan lengkap yang akan di teliti atau

bahan penelitian (Hasan, 2012). Adapun yang menjadi populasi dalam

penelitian ini

2. Sampel

35
Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari populasi dijadikan

sebagian sampel. Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus

N
n=
1+ N ( d )2

Dimana:

n = Besar Sampel

N = Besar Popuasi (214 orang)

D = Tingkat ketepatan yang diinginkan (0,15)

Perhitungan:

N
n= 2
1+ N ( d)

214
n=
1+214 ¿ ¿

214
n=
1+214 (0,0225)

214
n=
1+ 4,28

214
n=
5,28

n=40,5 orang=40 orang

Pengambilan data dilakukan di Puskesmas kayuwou dengan mencatat

semua jumlah pasien Gastritis di puskesmas kayuwou yang berjumlah 214

pasien, sampel sebanyak 40 pasien gastritis di puskesmas kayuwou

36
Provinsi sulawesi Tengah yang diambil dengan metode simple non random

sumpling yaitu dengan cara acidental sistem kebetulan ada di tempat.

a. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah sampel yang dapat dimasukan atau layak untuk

diteliti. kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :

1) Penderita penyakit gastritis yang bersedia menjadi responden

2) Responden dengan gastritis kronik

3) Pasien yang hadir saat penelitian

b. Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi adalah karakteristik sampel yang tidak dapat dimasukan

atau tidak layak untuk diteliti : Penderita penyakit gastritis yang tidak

berada ditempat pada saat penelitian berlangsung.

37
DAFTAR PUSTAKA

Alimul. A (2010). Proses Keperawatan. Salemba Medika. Jakarta

Albert,Jacobus.SakitMaag.http://www.suaramerdeka.com/harian/0508/08/ragam1.
htm. (sitasi 10 November 2010)

Anonim. Gastritis. http://digestive.niddk.nih.gov/ddiseases/pubs/gastritis. (sitasi 10


November 2010)

Arief Mansjoer, dkk (2011), Kapita Selekta Kedokteran edisi 3 jilid 1, Media
Aesculapius, Jakarta

Ariyana R. Hubungan pola makan dengan kekambuhan gastritis di poliklinik penyakit


dalam rumah sakit umum daerah DR. Zainoel Abidin Banda Aceh tahun 2014
(artikel penelitian). Aceh: Universitas Syiah Kuala. 2014.

38
Black joyce. M & Jane Hokanse Hawks,(2014).Medical Surgical Nursingvol
2.Jakarta: Salemba Medika

DinKes Jawa Tengah. 2011. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT).


http://www.dinkesjateng.co.id/SKRT. Akses Tanggal 11 Juni 2020. Surakarta

Kemenkes Ri. 2014.Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang


Kemenkes Ri

Laylawati, Endang. 2012. Penyakit Maag Dan Gangguan Pencernaan. Kanisius: 13-
28.

Maulidiyah U. Hubungan antara stres dan kebiasaan makan dengan terjadinya


kekambuhan gastritis (skripsi). Semarang: Universitas Airlangga. 2006.

National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease. Gastritis. 2014
(diunduh Juni 2020). Tersedia dari: https://www.niddk.nih.gov/health-
information/ digestive-disease/gastritis

Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

ProfilkesehatanProvinsiSulawesiTengah.https://dinkes.sultengprov.go.id/wpcontent/u
ploads/2018/06/2017.pdfdiaksestangga 15 Juni 2020

Retno (2012). Peran dan Fungsi perawat. www.grahacendekia.com diakses 30 Juni


2020

Sulastri. Gambaran pola makan penderita gastritis di wilayah kerja Puskesmas


Kampar Kiri Hulu Kecamatan Kampar Kiri Hulu Kabupaten Kampar Riau
tahun 2012 (artikel penelitian). 2012 (diunduh Juni 2020). Tersedia dari:
https://jurnal.usu. ac.id/index.php/gkre/article/view/1051

WHO, 2010. DISEASE AND EPIDEMIOLOGYhttp://www.emro.who.int/health-


topics/rotavirus-gastroenteritis/disease-and-epidemiology.htmldiaksestanggal
15 Juni 2020

Prasetyawati, A.E. 2011. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Yogyakarta : Nuha Medika.

Soerjono Suekamto. 2010. Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta : Rajawali Pers.

Tambunan, W Gani. 2011. Patologi Gastroenterologi. EGC Penerbit Buku


Kedokteran. Jakarta: 43-59.

39
Wahyu D. Pola makan sehari-hari penderita gastritis (artikel penelitian).Malang:
Poltekkes Kemenkes. 2015.

Waryana. 2010. Gizi Reproduksi. Yogyakarta : Pustaka Rahima.

40

Anda mungkin juga menyukai