Anda di halaman 1dari 48

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit adalah suatu keadaan abnormal tubuh atau pikiran yang

menyebabkan ketidaknyamanan disfungsi atau kesukaran terhadap orang

yang dipengaruhinya. Ada beberapa jenis penyakit, yaitu jenis penyakit

menular, penyakit tidak menular dan penyakit kronis (Laila, 2019).

Perkembangan penyakit tidak menular telah menjadi suatu tantangan pada

abad 21. Di dunia penyakit tidak menular telah menyumbang 3 juta

kematian, pada tahun 2005 di mana 60% kematian di antaranya terjadi

pada penduduk berumur di bawah 70 tahun (WHO, 2019). Penyakit tidak

menular yang sering menjadi masalah kesehatan di Indonesia salah

satunya ialah Gastritis.

Gastritis umumnya dikenal dengan istilah sakit “maag” atau nyeri ulu

hati terjadi akibat peradangan pada mukosa lambung yang dapat

mengakibatkan pembengkakan pada mukosa lambung hingga terlepasnya

epitel mukosa supersial yang dapat menjadi penyebab utama pada

gangguan saluran cerna. Pelepasan epitel dapat merangsang untuk

timbulnya proses inflamasi pada lambung ditandai dengan rasa mual dan

muntah, nyeri, perdarahan, rasa lemah, nafsu makan menurun atau sakit

kepala. (Sukarmin, 2019).


2

Sebagian besar masyarakat masih menganggap gastritis sebagai

penyakit yang ringan dan memiliki gejala yang sering banyak orang

rasakan, namun hanya menganggap hal tersebut sebagai hal yang biasa

bahkan tidak melakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mengetahui

pasien terdiagnosis gastritis atau tidak. Gastritis yang dibiarkan akan

bertambah parah dan menyebabkan asam lambung meningkat kemudian

membuat luka atau ulkus yang sering dikenal sebagai tukak lambung

bahkan bisa disertai dengan muntah darah. Hal ini dapat mengakibatkan

fungsi lambung rusak dan dapat meningkatkan resiko untuk terkena

kanker lambung. (Sulastri, dkk 2019).

Badan penelitian kesehatan dunia WHO (2019), mengadakan tinjauan

terhadap beberapa Negara di dunia dan mendapatkan hasil persentase dari

angka kejadian gastritis di dunia, diantaranya Inggris 22%, China 31%,

Jepang 14,5%, Kanada 35%, dan Perancis 29,5%. Di dunia, insiden

gastritis sekitar 1,8-2,1 juta dari jumlah penduduk setiap tahun. Insiden

terjadinya gastritis di Asia Tenggara sekitar 583.635 dari jumlah penduduk

setiap tahunnya. Gastritis biasanya dianggap sebagai suatu hal yang remeh

namun gastritis merupakan awal dari sebuah penyakit yang dapat

menyusahkan.

Departemen Kesehatan RI (2018), Di Indonesia angka kejadian

gastritis merupakan salah satu penyakit dari 10 penyakit di Indonesia yaitu

dengan jumlah 30.154 kasus. Diare 143.696 kasus, Demam Berdarah

Dengue (DBD) 121.334 kasus, Demam Tifoid dan Paratifoid 80.850


3

kasus, Demam yang penyebabnya tidak diketahui 49.200, Dyspepsia

47.304 kasus, Hipertensi 36.677 kasus, Infeksi saluran napas 36.048 kasus,

Pneumonia 35.647 kasus, Apendiks 30.703 kasus. Dari penelitian yang

dilakukan oleh Riset Kesehatan Dasar (2018), angka kejadian gastritis

pada beberapa daerah di Indonesia cukup tinggi dengan prevelansi

274,396 kasus dari 238,452,952 jiwa penduduk. Didapatkan data bahwa di

kota Surabaya angka kejadian Gastritis sebesar 31,2%, Denpasar 46%,

sedangkan di Jawa Tengah angka kejadian infeksi cukup tinggi sebesar

79,6% kasus penyakit gastritis termasuk ke dalam 10 besar kasus penyakit

tidak menular. Hal tersebut disebabkan oleh pola makan yang tidak sehat

seperti kebisaan mengkonsumsi makanan pedas, konsumsi obat dan

alkohol.

Gastritis ini merupakan suatu peradangan atau pendarahan pada

mukosa lambung yang disebabkan oleh faktor iritasi, infeksi, dan

ketidakteraturan dalam pola makan, misalnya telat makan, makan terlalu

banyak, makan cepat, makan makanan yang terlalu banyak bumbu pedas,

mengkonsumsi protein tinggi, kebiasaan mengkonsumsi makan-makanan

pedas, dan minum kopi terlalu berlebihan, konsumsi alkohol maupun obat-

obatan (Huzaifah, 2019).

Menurut Puspadewi dkk (2018), pemilihan jenis makanan yang tepat

juga merupakan perilaku dalam pencegahan gastritis. Menyusun hidangan

makanan yang terdiri dari nasi, ikan, sayur, buah dan susu. Seseorang

dengan kebiasaan makan makanan yang digoreng, dikeringkan,


4

mengandung santan dan lemak hewani dapat memicu terjadinya gastritis.

Pencegahan gastritis juga dapat dilakukan dengan tidak mengkonsumsi

minuman seperti : sirup, teh, soda, alkohol dan kopi karena akan memicu

meningkatnya asam lambung. Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh

Kurnia (2009), bahwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk

mencegah terjadinya gastritis yaitu makan dalam jumlah kecil tapi sering,

tidak mengkonsumsi alkohol, tidak merokok, tidak mengkonsumsi obat

anti inflamasi dan rutin memeriksakan diri ke dokter jika mengalami

gejala gastritis seperti mual, kepala pusing dan muntah.

Mengkonsumsi makanan terlalu banyak bumbu, pedas, tinggi asam

dan minuman yang mengandung soda serta kafein secara berlebihan akan

merangsang lambung dan usus untuk berkontraksi yang dapat

menimbulkan rasa panas dan nyeri di ulu hati dan di sertai mual dan

muntah yang dapat menurunkan nafsu makan. Kebiasaan mengkonsumsi

makanan pedas > l x dalam 1 minggu selama minimal 6 bulan dibiarkan

terus menerus dapat menyebabkan iritasi pada lambung. Bakteri

helicobacter phylori juga merupakan salah satu penyebab terjadinya

gastritis yang berasal dari makanan yang terkontaminasi dan bisa menular

melaui oral atau akibat memakan makanan atau minuman yang

terkontaminasi bakteri tersebut (Nauri, 2019 hal: 134).

Salah satu faktor yang menyebabkan seseorang mengalami kejadian

gastritis yaitu karena mengkonsumsi alkohol yang berlebihan. Seseorang

yang mengkonsumsi alkohol sangat rentan terhadap kejadian gastritis


5

karena konsumsi alkohol yang berlebihan akan menyebabkan gangguan

pada lambung dan saluran pencernaan lainnya. Menurut Brunner dan

Sudarth (2016) dalam Rukmana (2018), mengkonsumsi alkohol yang

berlebihan dapat menyebabkan peradangan mukosa lambung. Disamping

itu, menurut Rukmana (2018), dalam gaya hidup mengkonsumsi alkohol

akan merangsang produksi asam lambung secara berlebihan dan

penurunan daya tahan tubuh. Oleh karena itu, untuk menghindari resiko

kejadian gastritis dan terciptanya derajad kesehatan yang lebih baik maka

minuman jenis alkohol harus dihindari.

Selain itu, konsumsi obat juga dapat menyebabkan gastristis.

Penggunaan Obat Anti-Inflamasi Non Steroid (OAINS) sebagai obat

penekan nyeri dapat mempengaruhi terjadinya gastritis melalui dua

mekanisme yaitu mekanisme lokal dan sistemik. Pada mekanisme lokal,

gastritis terjadi karena OAINS bersifat lipofilik dan asam, sehingga

mempermudah penangkapan ion hidrogen masuk mukosa lambung dan

menimbulkan kerusakan. Pada mekanisme sistemik, gastritis terjadi karena

kerusakan mukosa akibat produksi prostaglandin (PG) yang menurun

secara bermakna, dimana PG merupakan substansi sitoproteksi yang amat

penting bagi mukosa lambung (Fathan dkk, 2018).

Berdasarkan penelitian dari Almas dkk (2019) dengan hasil penelitian

menunjukkan responden yang memiliki kebiasaan makan baik sejumlah 10

orang (27%), dan yang memiliki kebiasaan makan buruk berjumlah 27

orang (73%). Responden yang mengalami gastritis sejumlah 32 orang


6

(86,5%), dan yang tidak terjadi gastritis sejumlah 5 orang (13,5%).

Tabulasi silang didapatkan hasil responden yang memiliki kebiasaan

makan baik dan terjadi gastritis sejumlah 8 orang (80%), dan yang tidak

terjadi gastritis sejumlah 2 orang (20%). Dan yang memiliki kebiasaan

makan buruk yang terjadi gastritis sejumlah 24 orang (88,9%) yang tidak

mengalami gastritis sejumlah 3 orang (11,1%). Hasil uji Spearman Rank

test p = 0,016 ( < 0,05) dengan kesimpulannya ada hubungan kebiasaan

makan dengan kejadian gastritis pada remaja usia 19-22 tahun di Desa

Mayangan Kecamatan Jogoroto Kabupaten Jombang.

Penelitian lain dari Fathan dkk (2019) tentang penggunaan OAINS

yang dapat mempengaruhi terjadinya gastritis dan didapatkan hasil bahwa

penggunaan OAINS sebagai obat penekan nyeri dapat mempengaruhi

terjadinya gastritis melalui dua mekanisme yaitu mekanisme lokal dan

sistemik. Pada mekanisme lokal gastritis terjadi karena OAINS bersifat

lipofilikdan asam, sehingga mempermudah penangkapan ion hidrogen

masuk mukosa lambungdan menimbulkan kerusakan. Pada mekanisme

sistemik, gastritis terjadi karena kerusakan mukosa akibat produksi PG

yang menurun secara bermakna, dimana PG khususnya PGE merupakan

substansi sitoproteksi yang amat penting bagi mukosa lambung.

Penelitian lain dari Syafii dan Andriani (2018) tentang faktor-faktor

yang menyebabkan terjadinya gastritis menyebutkan bahwa ada hubungan

faktor pola makan dengan kejadian gastritis dimana faktor pola makan

yang tidak baik beresiko terkena gastritis serta ada hubungan faktor
7

penggunaan obat anti inflamasi non steroid dan konsumsi alcohol dengan

kejadian gastritis.

Menurut Soetjiningsih (2018), usia adalah salah satu faktor resiko

terjadinya gastritis, terutama pada masa remaja adalah masa peralihan dari

yang sangat bergantung dengan orang tua ke masa yang penuh tanggung

jawab serta keharusan untuk sanggup mandiri. Permasalahan pola makan

yang timbul pada masa remaja yang mampu memicu timbulnya gastritis

disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu para remaja memiliki

kebiasaan tidak sarapan dan biasanya para gadis remaja sering terjebak

dengan pola makan tidak sehat, menginginkan berat badan secara cepat

bahkan sampai menggangu pola makan.

Studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti di Desa Rejosari

di dapatkan hasil bahwa ada 6 dusun yang berada di wilayah desa rejosari

terdapat 42 orang yang menderita gastritis. Dari hasil wawancara

sederhana yang dilakukan terhadap 10 dari 42 orang yang menderita

gastritis didapatkan bahwa 4 orang memiliki kebiasaan makan makanan

pedas, 3 orang mempunyai kebiasaan minum alcohol dan 2 orang sering

menggunakan obat pereda nyeri.

Maka dari itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan

judul “Hubungan antara Konsumsi Makanan Pedas, Alkohol dan Obat

terhadap Kejadian Gastritis pada Remaja di Desa Rejosari ? “.


8

B. Rumusan Masalah

Berkaitan dengan itu makan rumusan masalah dari penelitian ini

adalah Adakah Hubungan antara Konsumsi Makanan Pedas, Alkohol dan

Obat terhadap Kejadian Gastritis pada Remaja di Desa Rejosari?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk Mengetahui Hubungan antara Konsumsi Makanan Pedas,

Alkohol dan Obat terhadap Kejadian Gastritis pada Remaja di Desa

Rejosari.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi kebiasaan konsumsi makanan pedas pada remaja

di Desa Rejosari

b. Mengidentifikasi konsumsi minum-minuman beralkohol pada

remaja di Desa Rejosari

c. Mengidentifikasi konsumsi obat pada remaja di Desa Rejosari

d. Menganalisa hubungan Konsumsi Makanan Pedas, Alkohol dan

Obat terhadap Kejadian Gastritis pada Remaja di Desa Rejosari.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memperkuat ilmu tentang

hubungan konsumsi makanan pedas, alkohol dan obat terhadap

kejadian gastritis pada remaja , serta penelitian ini dapat menjadi bahan
9

referensi bagi penelitian selanjutnya tentang faktor-faktor yang

berhubungan terhadap kejadian gastritis.

2. Manfaat Praktisi

a. Bagi Institusi

Sebagai masukan dan informasi tentang hubungan konsumsi

makanan pedas, alkohol dan obat terhadap kejadian gastritis pada

remaja.

b. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan

dan pengalaman tentang hubungan konsumsi makanan pedas,

alkohol dan obat terhadap kejadian gastritis pada remaja.

c. Bagi Pelayanan Kesehatan

Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan

untuk mengurangi angka kejadian gastritis.

d. Bagi Responden

Penelitian ini dapat bermanfaat dapat memberikan informasi

tentang gastritis dan meminimalkan angka kejadian gastritis.

E. Penelitian Terkait

1. Penelitian Almas dkk (2019) dengan judul Hubungan Kebiasaan

Makan dengan Kejadian Gastritis pada Remaja Usia 19-22 Tahun di

Desa Mayangan Jombang menyebutkan bahwa remaja cenderung

memiliki aktivitas yang banyak dan memiliki kebiasaan makan buruk

misalnya, ketidaktepatan waktu makan, kebiasaan makan junk food,


10

makan pedas dan sering mengalami stress. Kebiasaan ini jika

dilakukan secara terus menerus dapat menyebabkan penyakit gastritis.

Metode dalam penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan

desain analitik crossectional. Teknik sampling cluster sampling,

sampel berjumlah 37 responden. Variabel bebas kebiasaan makan,

variabel terikat kejadian gastritis. Hasil penelitian menunjukkan

responden yang memiliki kebiasaan makan baik sejumlah 10 orang

(27%), dan yang memiliki kebiasaan makan buruk berjumlah 27 orang

(73%). Responden yang mengalami gastritis sejumlah 32 orang

(86,5%), dan yang tidak terjadi gastritis sejumlah 5 orang (13,5%).

Tabulasi silang didapatkan hasil responden yang memiliki kebiasaan

makan baik dan terjadi gastritis sejumlah 8 orang (80%), dan yang

tidak terjadi gastritis sejumlah 2 orang (20%). Dan yang memiliki

kebiasaan makan buruk yang terjadi gastritis sejumlah 24 orang

(88,9%) yang tidak mengalami gastritis sejumlah 3 orang (11,1%).

Hasil uji Spearman Rank test p = 0,016 ( < 0,05). Kesimpulan dari

penelitian ini adalah ada hubungan kebiasaan makan dengan kejadian

gastritis pada remaja usia 19-22 tahun di Desa Mayangan Jombang.

Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah pada variabel

independen, dimana peneliti akan meneliti konsumsi makanan pedas,

konsumsi alcohol dan konsumsi obat sedangkan penelitian terkait

tersebut meneliti kebiasaan makan. Populasi yang akan digunakan juga


11

berbeda, peneliti akan menggunakan populasi remaja di Desa Rejosari

sedangkan penelitian terkait di Desa Mayangan Jombang.

2. Penelitian oleh Fathan dkk (2019) dengan judul Hubungan Konsumsi

Obat OAINS dengan Kejadian Gastritis pada Mahasiswa di

Universitas di lampung menyebutkan bahwa ada pengaruh dari

konsumsi obat OAINS sebagai penekan nyeri pada kejadian gastritis.

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah konsumsi obat OAINS dan

variabel terikatnya adalah kejadian gastritis. Menggunakan desain

penelitian kualitatif deskripsi dengan 10 responden. Perbedaan dengan

penelitian yang akan dilakukan adalah pada jenis penelitian, dimana

peneliti akan meneliti dengan jenis penelitian kuantitatif sedangkan

penelitian terkait menggunakan penelitian kualitatif. Selain itu,

variabel independen pada penelitian juga berbeda, peneliti akan

meneliti konsumsi makanan pedas, alcohol serta obat sedangkan

penelitian terkait meneliti konsumsi obat OAINS.

3. Penelitian oleh Syafi’I & Andriani (2018) dengan judul Faktor-Faktor

yang Berhubungan dengan Kejadian Gastritis pada Pasien yang

Berobat di Puskesmas Babbusalam Aceh menyebutkan bahwa jenis

penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif korelasional.

Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Babbusalam Aceh. Teknik

pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik

Accidental Sampling dengan jumlah sampel dalam penelitian ini

ketika dilakukannya penelitian yaitu berjumlah 35 orang. Kesimpulan


12

pada penelitian ini adalah Terdapat hubungan antara kebiasaan makan,

merokok, minum alkohol dan kopi terhadap kejadian gastritis.

Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah pada variabel

independen, dimana peneliti akan meneliti konsumsi makanan pedas,

konsumsi alcohol dan konsumsi obat sedangkan penelitian terkait

tersebut meneliti kebiasaan makan, merokok, minum alkohol dan kopi.

Populasi yang akan digunakan juga berbeda, peneliti akan

menggunakan populasi remaja di Desa Rejosari sedangkan penelitian

terkait di Puskesmas Babbusalam Aceh


13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan teori

1. Gastritis

a. Definisi gastritis

Gastritis adalah inflamasi mukosa lambung atau peradangan

lokal yang penyebaran nya pada mukosa lambung dan berkembang

dipenuhi bakteri yang bersifat akut, kronik difus, atau lokal.

Karakteristik dari peradangan yaitu anoreksia, rasa penuh atau tidak

nyaman pada epigastrium, mual, dan muntah (Sya’diyah, 2018)

Sedangkan menurut Wijaya & Putri (2013) Gastritis merupakan

peradangan mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronik, difus

atau lokal. Menurut penelitian sebagian besar gastritis disebabkan

oleh infeksi bacterial mukosa lambung yang kronis. Selain itu,

beberapa bahan yang sering dimakan dapat menyebabkan rusaknya

sawar mukosa pelindung lambung.

Serta Sukarmin (2013) menyebutkan bahwa Gatritis merupakan

peradangan yang mengenai mukosa lambung, peradangan ini

mengakibatkan pembengkakan mukosa lambung sampai terlepasnya

epitel mukosa superficial yang menjadi penyebab terpenting dalam

gangguan saluran pencernaan. Pelepasan epitel akan merangsang

timbunlnya proses inflamasi pada lambung.


14

b. Etiologi

Sya’diah (2018) menyebutkan penyebab gastritis adalah sebagai

berikut :

1) Gastritis akut erosif

penyebab yang paling sering dijumpai adalah :

a) Obat analgetik antiinflamasi, terutama aspirin. Dalam dosis

rendah sudah dapat menyebabkan erosi mukosa lambung.

b) Bahan kimia misalnya lysol.

c) Merokok.

d) Alkohol.

e) Stress fisik yang disebabkan oleh luka bakar, sepsis, trauma,

pembedahan, gagal pernafasan, gagal ginjal, kerusakan

suasana saraf pusat.

f) Refluks usus lambung.

2) Gastritis kronik

Pada gastritis ini, etiologi pada umumnya belum diketahui,

Gastritis kronik sering dijumpai bersama-sama dengan penyakit

lain, misalnya : anemia pernisiosa, anemia defisiensi besi karena

adanya perdarahan kronis

c. Klasifikasi

Menurut jenisnya gastritis dibagi menjadi 2, yaitu :


15

1) Gastritis Akut

Gastritis akut adalah inflamasi akut mukosa lambung pada

sebagian besar merupakan penyakit ringan dan sembuh

sempurna. Salah satu bentuk gastritis yang manifestasi klinisnya

adalah :

a) Gastritis akut erosive, disebut erosive apabila kerusakan

yang terjadi tidak lebih dalam daripada mukosa muscolaris

(otot-otot pelapisan lambung)

b) Gastritis akut hemoragic, disebut hemoragic karena pada

penyakit ini akan dijumpai perdarahan mukosa lambung

yang menyebabkan erosi dan perdarahan mukosa lambung

dalam berbagai derajat dan terjadi erosi yang berarti

hilangnya kontinuitas mukosa lambung pada beberapa

tempat, menyertai inflamasi pada mukosa lambung tersebut.

2) Gastritis Kronis

Menurut Muttaqin (2011) gastritis kronis adalah suatu

peradangan mukosa lambung yang bersifat menahun. Gastritis

kronis diklasifikasikan dengan tiga perbedaan yaitu :

a) Gastritis superficial, dengan manifestasi kemerahan, edema,

serta perdarahan dan erosi mukosa.

b) Gastritis atrofik, dimana peradangan terjadi diseluruh

lapisan mukosa pada perkembangannya dihubungkan

dengan ulkus dan kanker lambung, serta anemia pernisiosa.


16

Hal ini merupakan karakteristik dari penurunan jumlah sel

parietal dan sel chief.

c) Gastritis hipertrofik, suatu kondisi dengan terbentuknya

nodulnodul pada mukosa lambung yang bersifat ireguler,

tipis, dan hemoragik

d. Manifestasi klinik

Manifestasi klinis bervariasi mulai dari keluhan ringan hingga

muncul perdarahan saluran cerna bagian atas bahkan pada beberapa

pasien tidak menimbulkan gejala yang khas. Manifestasi gastritis

akut dan kronik hampir sama, seperti anoreksia, rasa penuh, nyeri

epigastrum, mual dan muntah, sendawa, hematemesis (Suratun dan

Lusiabah, 2010). Tanda dan gejala gastritis adalah :

1) Gastritis Akut

a) Nyeri epigastrum, hal ini terjadi karena adanya peradangan

pada mukosa lambung.

b) Mual, kembung, muntah, merupakan salah satu keluhan yang

sering muncul. Hal ini dikarenakan adanya regenerasi

mukosa lambung yang mengakibatkan mual hingga muntah.

c) Ditemukan pula perdarahan saluran cerna berupa hematesis

dan melena, kemudian disusul dengan tanda-tanda anemia

pasca perdarahan.

2) Gastritis Kronis
17

Pada pasien gastritis kronis umunya tidak mempunyai

keluhan.Hanya sebagian kecil mengeluh nyeri ulu hati,

anoreksia, nause dan pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan

kelainan

e. Pemeriksaan penunjang

Menurut Sya’diyah (2018) penderita di diagnose gastritis apabila

melakukan pemeriksaan:

1) Pemeriksaan darah Tes digunakan untuk memeriksa adanya

antibody H. Pylari dalam darah, hasil test yang positif

menunjukan bahwa pasien pernah kontak dengan bakteri

tersebut

2) Pemeriksaan feses Tes ini memeriksa adakah H. Pylari atau

tidak, tes hasil yang positifmengidentifikasi terjadi infeksi dan

hasil pemeriksaan seperti warna feses merah kehitaman, bau

sedikit amis.

3) Endoskopi saluran cerna atas Untuk mengidentifikasi adanya

ketidaknormal pada saluran cerna bagian atas. Dilakukan

dengan cara memasukkan selang kecil melaluimulut dan masuk

kedalam esophagus, lambung, dan bagian atas usus kecil

4) Rontgen saluran cerna Melihat adanya tanda- tanda gastritis atau

penyakit pencernaan lainnya. Biasanya pasien menelan cairan

terlebih dahulu berfungsicairan ini melapisi saluran cerna akan

terlihat lebih jelas di ronsen


18

f. Komplikasi

Sya’diyah (2018) menyatakan Gastritis mempunyai komplikasi

sebagai berikut:

1) Gastritis akut

Terdapat perdarahan di saluran cerna bagian atas (SCBA)

berupa hematemesi dan melena, dapat berakhir sebagai syok

hemoragik. Perdarahan SCBA sama dengan tukak peptik yang

membedakan penyebab utama adalah infeksi H. Pylari sebesar

100% pada tukak lambung diagnosis ditegakkan dengan

pemeriksaan endoskopi

2) Gastritis Kronik

a) Perdarahan saluran cerna bagian atas

b) Ulkus

c) Perporasi

d) Anemia karena gangguan absorbs vitamin B12

2. Makanan pedas

a) Definisi makanan pedas

Makanan adalah kebutuhan pokok manusia yang diperlukan setiap

saat dan memerlukan pengolahan yang baik dan benar agar

bermanfaat bagi tubuh. Produk makanan atau pangan adalah segala

sesuatu yang berasal dari sumber hayati atau air, baik yang diolah

maupun tidak diolah yang diperuntukkan untuk makanan atau

minuman bagi konsumsi manusia (Saparinto & Hidayati, 2010).


19

b) Manfaat makanan pedas

Handayani (2018) menyebutkan manfaat makanan pedas bagi

kesehatan adalah sebagai berikut :

1) Manfaat Konsumsi Makanan Pedas untuk Kesehatan

Beberapa makanan akan terasa lebih nikmat jika ditambahkan

cabai atau sambal agar rasanya lebih menggugah. Tahukah

kamu, terdapat banyak manfaat yang didapatkan dari konsumsi

makanan pedas untuk kesehatan. Faktanya, cabai sebagai bumbu

masak sudah digunakan sejak jaman dulu untuk

mengobati radang dan melancarkan sirkulasi darah. 

Ketika kamu mengonsumsi makanan pedas, maka darah dalam

tubuh akan mengalir lebih cepat dari biasanya. Sehingga, racun-

racun yang berada dalam tubuh dapat dikeluarkan melalui

keringat. Selain itu, masih banyak manfaat kesehatan lainnya

yang bisa kamu dapatkan dari mengonsumsi makanan pedas,

seperti:

2) Meningkatkan Sistem Kekebalan Tubuh

Salah satu manfaat dari konsumsi makanan pedas adalah dapat

meningkatkan sistem kekebalan tubuh dari penyakit yang

menyerang. Manfaat ini didapatkan melalui konsumsi cabai dan

paprika yang terkenal akan kandungan vitamin C dan A-nya

yang sangat tinggi. Kedua jenis vitamin tersebut merupakan zat

antioksidan yang bermanfaat untuk melindungi tubuh dari


20

serangan penyakit. Dengan demikian, seseorang yang gemar

mengonsumsi cabai tidak mudah terserang penyakit.

3) Menurunkan Berat Badan

Manfaat makanan pedas lainnya untuk kesehatan adalah dapat

menurunkan berat badan. Rasa pedas dan terbakar di lidah saat

mengonsumsi cabai disebabkan karena adanya kandungan

senyawa capsaicin pada cabai. Ternyata, kandungan tersebut

dapat meningkatkan temperatur tubuh dan mempercepat kerja

metabolisme, sehingga kalori dalam tubuhmu dapat lebih cepat

terbakar.

4) Mencegah Kanker

Disebutkan juga kamu dapat mencegah kanker hanya dengan

konsumsi makanan pedas secara rutin. Kandungan capsaicin

pada cabai juga berkhasiat untuk menghambat atau bahkan

mematikan pertumbuhan sel-sel kanker tanpa merusak sel-sel

sehat di sekitarnya. Manfaat ini bisa didapatkan jika

mengonsumsi cabai dengan rutin.

5) Menyehatkan Jantung

cabai dapat mencegah terjadinya pembekuan darah. Kandungan

capsaicin terbukti efektif melawan inflamasi yang merupakan

penyebab dari penyakit jantung.


21

g. Bahaya Terlalu Banyak Konsumsi Makanan Pedas

Walaupun banyak manfaat yang diperoleh dari konsumsi makanan

pedas, tidak serta-merta kamu dapat mengonsumsinya dengan porsi

yang banyak. Perlu ada takaran yang pas agar gangguan yang terjadi

pada perut dapat dihindari. Berikut adalah beberapa bahaya dari

konsumsi makanan pedas yang terlalu banyak:

a. Maag

Salah satu bahaya dari mengonsumsi makanan pedas adalah

maag. Jumlah cabai yang banyak dapat menyebabkan lambung

mengalami iritasi atau peradangan, yang umumnya disebut

penyakit maag. Bukan hanya itu, kamu juga dapat mengalami

diare dan sakit kepala karenanya.

b. Asam Lambung Naik

Seseorang yang kerap mengonsumsi makanan yang sangat pedas

dapat menyebabkan dampak buruk pada lambung. Pasalnya,

makanan pedas dapat memicu naiknya asam lambung yang

menyebabkan tenggorokan menjadi panas. Selain itu, dinding

lambung pun dapat mengalami iritasi dan kerusakan.

c. Mengiritasi Usus

Usus juga salah satu bagian dalam tubuh yang terbilang sensitif,

sehingga jika seseorang mengonsumsi makanan pedas terlalu

banyak maka bahaya dapat terjadi. Gangguan pada usus

mungkin sulit kamu hindari, sehingga menimbulkan iritasi


22

3. Teori Obat

a. Definisi

Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi

yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem

fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis,

pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan

kontrasepsi, untuk manusia. Supardi (2012)

b. Pengolongan obat

Macam-macam penggolongan obat :

1) Menurut kegunaannya obat dapat dibagi :

a) Untuk menyembuhkan (terapeutic)

b) Untuk mencegah (prophylactic)

c) Untuk diagnosa (diagnostic)

2) Menurut cara penggunaan obat dapat dibagi :

a) Medicamentum ad usum internum (pemakaian dalam), adalah

obat yang digunakan melalui orang dan diberi tanda etiket

putih.

b) Medicamentum ad usum externum (pemakaian luar), adalah

obat yang cara penggunaannya selain melalui oral dan diberi

tanda etiket biru. Contohnya implantasi, injeksi, topikal,

membran mukosal, rektal, vaginal, nasal, opthal, aurical,

collutio/gargarisma.
23

3) Menurut cara kerjanya obat dapat dibagi :

a) Lokal adalah obat yang bekerjanya pada jaringan setempat,

seperti obat – obat yang digunakan secara topikal pemakaian

topikal. Contohnya salep, linimenta dan cream

b) Sistemis adalah obat yang didistribusikan keseluruh tubuh.

Contohnya tablet, kapsul, obat minum dan lain – lain.

4) Menurut undang-undang kesehatan obat digolongkan dalam :

a) Obat narkotika (obat bius) Merupakan obat yang diperlukan

dalam bidang pengobatan dan ilmu pengetahuan dan dapat

pula menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan

apabila dipergunakan tanpa pembatasan dan pengawasan

b) Obat Psikotropika (obat berbahaya) obat yang mempengaruhi

proses mental, merangsang atau menenangkan, mengubah

pikiran/perasaan / kelakuan orang.

c) Obat keras adalah semua obat yang mempunyai takaran

maksimum atau yang tercantum dalam daftar obat keras.

diberi tanda khusus lingkaran bulat berwarna merah dengan

garis tepi berwarna hitam dengan huruf K yang menyentuh

garis tepi.

d) Obat Bebas adalah obat yang dapat dibeli secara bebas, dan

tidak membahayakan bagi si pemakai dan diberi tanda

lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam.


24

4. Teori alkohol

a. Definisi alkohol (minuman keras)

Peraturan Menteri Perindustrian Nomer 71/MInd/PER/7/2012

tentang pengendalian dan pengawasan industri minuman beralkohol

mendefinisikan minuman beralkohol adalah minuman yang

mengandung etil alkohol atau etanol (C2H5OH), diproses dari bahan

hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dengan cara

fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa destilasi. Definisi ini

terlihat jelas berdasarkan batas maksimum etanol yang diizinkan

adalah 55%. Etanol dapat dikonsumsi karena diproses dari bahan

hasil pertanian melalui fermentasi gula menjadi etanol, yang

merupakan salah satu reaksi organik. Jika menggunakan bahan baku

pati/karbohidrat, seperti beras, ketan, tape, singkong maka pati

diubah terlebih dahulu menjadi gula oleh amylase untuk kemudian

diubah menjadi etanol (Hardiyani, 2014).

Alkohol atau minuman keras adalah minuman yang

mengandung etanol. Etanol sendiri merupakan bahan psikoaktif dan

konsumsinya menyebabkan penurunan kesadaran (Darmawan,

2010). Sedangkan menurut Igbal (2012) alkohol adalah segala jenis

minuman yang memabukkan, sehingga dengan meminumnya

menjadi hilang kesadarannya.


25

b. Penggolongan minuman alkohol

Minuman beralkohol yang berasal dari produksi dalam negeri atau

asal impor dikelompokan dalam golongan sebagai berikut (Irmayanti,

2013):

1) Minuman beralkohol golongan A adalah minuman yang

mengandung etil alkohol atau etanol dengan kadar sampai

dengan 5% (lima persen), Jenis minuman ini paling banyak

dijual di minimarket atau supermarket yaitu bir. Minuman

tradisional yang termasuk minuman golongan A yaitu tuak

dengan kadar alkohol 4% . Konsumsi alkohol golongan A

dengan kadar 1 – 5% seseorang belum mengalami mabuk, tetapi

tetap memiliki efek kurang baik bagi tubuh.

2) Minuman beralkohol golongan B adalah minuman yang

mengandung etil alkohol atau etanol dengan kadar lebih dari 5%

(lima persen) sampai dengan 20% (dua puluh persen). Jenis

minuman yang termasuk di golongan ini adalah aneka jenis

anggur atau wine. Alkohol pada kadar ini sudah cukup tinggi

dan dapat membuat mabuk terutama bila diminum dalam jumlah

banyak terutama bagi yang tidak terbiasa mengkonsumsi

minuman beralkohol.

3) Minuman beralkohol golongan C adalah minuman yang

mengandung etil alkohol atau etanol dengan kadar lebih dari

20% (dua puluh persen) sampai dengan 55% (lima puluh lima
26

persen). Jenis minuman yang termasuk dalam golongan ini

antara lain whisky, liquor, vodka, Johny Walker, dan lain-lain.

c. Faktor Determinan Penyalahgunaan Alkohol

Sarwono (2011) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor

terjadinya penyalahgunaan alkohol, yaitu :

1) Sosial

Penggunaan alkohol sering kali didasari oleh motif-motif

sosial seperti meningkatkan prestige ataupun adanya pengaruh

pergaulan dan perubahan gaya hidup. Selain itu faktor sosial lain

seperti sistem norma dan nilai (keluarga dan masyarakat) juga

menjadi kunci dalam permasalahan penyalahgunaan alkohol.

2) Ekonomi

Masalah penyalahgunaan alkohol bisa ditinjau dari sudut

ekonomi. Tentu saja meningkatnya jumlah pengguna alkohol di

Indonesia juga dapat diasosiasikan dengan faktor

keterjangkauan harga minuman keras (import atau lokal) dengan

daya beli atau kekuatan ekonomi masyarakat. Dan secara makro,

industri minuman keras baik itu ditingkat produksi, distribusi,

dan periklanan ternyata mampu menyumbang porsi yang cukup

besar bagi pendapatan negara (tax, revenue dan excise).

3) Budaya

Melalui sudut pandang budaya dan kepercayaan masalah

alkohol juga menjadi sangat kompleks. Di Indonesia banyak


27

dijumpai produk lokal minuman keras yang merupakan warisan

tradisional (arak, tuak, badeg, dll) dan banyak dikonsumsi oleh

masyarakat dengan alasan tradisi. Sementara bila tradisi budaya

tersebut dikaitkan dengan sisi agama dimana mayoritas

masyarakat Indonesia adalah kaum muslim yang notabene

melarang konsumsi alkohol, hal ini tentu saja menjadi sangat

bertolak belakang.

4) Lingkungan

Peranan negara dalam menciptakan lingkungan yang

bersih dari penyalahgunaan alkohol menjadi sangat vital. Bentuk

peraturan dan regulasi tentang minuman keras, serta

pelaksanaan yang tegas menjadi kunci utama penanganan

masalah alkohol ini. Selain itu yang tidak kalah penting adalah

peranan provider kesehatan dalam mempromosikan kesehatan

terkait masalah alkohol baik itu sosialisasi di tingkat masyarakat

maupun advokasi pada tingkatan decision maker.

d. Penyalahgunaan alkohol

Menurut Sudeen (2007) Penyalahgunaan alkohol dapat

diklasifikasikan menjadi 5 kategori utama menurut respon serta

motif individu terhadap pemakaian alkohol itu sendiri :

1) Penggunaan alkohol yang bersifat eksperimental.

Kondisi penggunaan alkohol pada tahap awal yang

disebabkan rasa ingin tahu dari seseorang (remaja). Sesuai


28

dengan kebutuhan tumbuh kembangnya, remaja selalu ingin

mencari pengalaman baru atau sering juga dikatakan taraf coba-

coba, termasuk juga mencoba menggunakan alkohol.

2) Penggunaan alkohol yang bersifat rekreasional.

Penggunaan alkohol pada waktu berkumpul bersama-sama

teman sebaya, misalnya pada waktu pertemuan malam minggu,

ulang tahun atau acara pesta lainnya. Penggunaan ini

mempunyai tujuan untuk rekreasi bersama teman sebaya.

3) Penggunaan alkohol yang bersifat situasional.

Seseorang mengkonsumsi alkohol dengan tujuan tertentu

secara individual, hal itu sebagai pemenuhan kebutuhan

seseorang yang harus dipenuhi. Seringkali penggunaan ini

merupakan cara untuk melarikan diri dari masalah, konflik,

stress dan frustasi.

4) Penggunaan alkohol yang bersifat penyalahgunaan.

Penggunaan alkohol yang sudah bersifat patologis, sudah

mulai digunakan secara rutin, paling tidak sudah berlangsung

selama 1 bulan. Sudah terjadi penyimpangan perilaku,

mengganggu fungsi dalam peran di lingkungan sosial, seperti di

lingkungan pendidikan atau pekerjaan.

5) Penggunaan alkohol yang bersifat ketergantungan.

Penggunaan alkohol yang sudah cukup berat, telah terjadi

ketergantungan fisik dan psikologis. Ketergantungan fisik


29

ditandai dengan adanya toleransi dan sindroma putus zat

(alkohol). Suatu kondisi dimana indidvidu yang biasa

menggunakan zat adiktif (alkohol) secara rutin pada dosis

tertentu akan menurunkan jumlah zat yang digunakan atau

berhenti memakai, sehingga akan menimbulkan gejala sesuai

dengan macam zat yang digunakan.

Berdasarkan respon individu terhadap penyalahgunaan

alkohol seperti tersebut diatas, dampak yang diakibatkan oleh

individu yang sudah berada pada fase penyalahgunaan dan

ketergantungan adalah paling berat. Individu yang sudah berada

pada fase penyalahgunaan dan ketergantungan akan dapat

berperilaku anti sosial. Perilaku agresif, emosional, acuh, dan apatis

terhadap permasalahan dan kondisi sosisalnya adalah sifat-sifat

yang sering muncul pada orang dengan penyalahgunaan dan

ketergantungan terhadap alkohol.

Pada fase eksperimental, rekreasional dan situasional,

dampak yang muncul biasanya diakibatkan oleh perilaku kelompok

remaja pemakai alkohol pada tahap ini. Kebut-kebutan di jalan,

pesta pora, aktivitas seksual, perkelahian, dan tawuran adalah

perilaku yang sering ditunjukkan oleh kelompok remaja pemakai

alkohol pada tahap awal ini.


30

e. Dampak Minuman Beralkohol

Darmawan (2010) menyatakan bahwa dampak negatif

penggunaan alkohol dikategorikan menjadi 3, yaitu :

1) Dampak Fisik

Beberapa penyakit yang diyakini berasosiasi dengan

kebiasaan minum alkohol antara lain serosis hati, kanker,

penyakit jantung dan syaraf. Sebagian besar kasus serosis hati

(liver cirrhosis) dialami oleh peminum berat yang kronis. Sebuah

studi memperkirakan bahwa konsumsi 210 gram alkohol atau

setara dengan minum sepertiga botol minuman keras (liquor)

setiap hari selama 25 tahun akan mengakibatkan serosis hati.

Berkaitan dengan kanker terdapat bukti yang konsisten

bahwa alkohol meningkatkan resiko kanker di beberapa bagian

tubuh tertentu, termasuk: mulut, kerongkongan, tenggorokan,

larynx dan hati. Alkohol memicu terjadinya kanker melalui

berbagai mekanisme. Salah satunya alkohol mengkatifkan ensim-

ensim tertentu yang mampu memproduksi senyawa penyebab

kanker. Alkohol dapat pula merusak DNA, sehingga sel akan

berlipatganda (multiplying) secara tak terkendali (Tarwoto dkk,

2010).

Peminum minuman keras cenderung memiliki tekanan

darah yang relatif lebih tinggi dibandingkan non peminum

(abstainer), demikian pula mereka lebih berisiko mengalami


31

stroke dan serangan jantung. Peminum kronis dapat pula

mengalami berbagai gangguan syaraf mulai dari dementia

(gangguan kecerdasan), bingung, kesulitan berjalan dan

kehilangan memori. Diduga konsumsi alkohol yang berlebihan

dapat menimbulkan defisiensi thiamin, yaitu komponen vitamin B

komplek berbentuk kristal yang esensial bagi berfungsinya sistem

syaraf.

2) Dampak Psikoneurologis

Pengaruh addictive, imsonia, depresi, gangguan kejiwaaan,

serta dapat merusak jaringan otak secara permanen sehingga

menimbulkan gangguan daya ingatan, kemampuan penilaian,

kemampuan belajar, dan gangguan neurosis lainnya.

3) Dampak Sosial

Dampak sosial yang berpengaruh bagi orang lain, di mana

perasaan pengguna alkohol sangat labil, mudah tersinggung,

perhatian terhadap lingkungan menjadi terganggu. Kondisi ini

menekan pusat pengendalian diri sehingga pengguna menjadi

agresif, bila tidak terkontrol akan menimbulkan tindakan yang

melanggar norma bahkan memicu tindakan kriminal serta

meningkatkan resiko kecelakaan.

Berdasarkan kisaran waktu (periode) pengaruh penggunaan alcohol

dibedakan menjadi 2 kategori :


32

1) Pengaruh jangka pendek

Walaupun pengaruhnya terhadap individu berbeda-beda,

namun terdapat hubungan antara konsentrasi alkohol di dalam

darah Blood Alkohol Concentration (BAC) dan efeknya.

Euphoria ringan dan stimulasi terhadap perilaku lebih aktif

seiring dengan meningkatnya konsentrasi alkohol di dalam

darah. Resiko intoksikasi (mabuk) merupakan gejala pemakaian

alkohol yang paling umum. Penurunan kesadaran seperti koma

dapat terjadi pada keracunan alkohol yang berat demikian juga

nafas terhenti hingga kematian. Selain itu efek jangka pendek

alkohol dapat menyebabkan hilangnya produktifitas kerja.

Alkohol juga dapat menyebabkan perilaku kriminal. Ditenggarai

70% dari narapidana menggunakan alkohol sebelum melakukan

tindak kekerasan dan lebih dari 40% kekerasan dalam rumah

tangga dipengaruhi oleh alkohol

2) Pengaruh Jangka Panjang

Mengkonsumsi alkohol yang berlebihan dalam jangka

panjang dapat menyebabkan penyakit khronis seperti kerusakan

jantung, tekanan darah tinggi, stroke, kerusakan hati, kanker

saluran pencernaan, gangguan pencernaan lain (misalnya tukak

lambung), impotensi dan berkurangnya kesuburan,

meningkatnya resiko terkena kanker payudara, kesulitan tidur,


33

kerusakan otak dengan perubahan kepribadian dan suasana

perasaan, sulit dalam mengingat dan berkonsentrasi.

e. Penggolongan peminum alcohol

Menurut Ray dan Ksir (2013) penggolongan peminum alcohol

menurut frekuensi dan intensitasnya adalah

1) Rendah

Frekuensi minum alcohol dengan intensitas kurang dari 4 kali

setiap bulan. Dalam penelitian yang akan dilakukan, untuk

menentukan rendahnya perilaku minuman keras dihitung

berdasarkan nilai kuesione. Apabila kurang dari nilai cut off

point maka dinyatakan mempunyai perilaku miras rendah.

2) Tinggi

Frekuensi minum alcohol dengan kurang lebih satu kali setiap

minggu. Dalam penelitian yang akan dilakukan, untuk

menentukan rendahnya perilaku minuman keras dihitung

berdasarkan nilai kuesione. Apabila lebih dari nilai cut off point

maka dinyatakan mempunyai perilaku miras tinggi.

5. Remaja

a. Definisi Remaja

Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak

menuju masa dewasa dan merupakan periode kehidupan yang paling

banyak terjadi konflik pada diri seseorang. Pada masa ini terjadi

perubahan-perubahan penting baik fisik maupun psikis. Masa ini


34

menunutut kesabaran dan pengertian yang luar biasa dari orang tua

(Sarwono, 2011).

Menurut Jahja (2011) masa remaja adalah masa transisi

perkembangan antara masa kanak-kanak dan dewasa yang pada

umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia

akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun.

b. Batasan Usia Remaja

Batasan usia remaja menurut WHO (2018) mendefinisikan bahwa

anak bisa dikatakan remaja apabila telah mencapai umur 10-19

tahun. Sedangkan tahap perkembangan remaja menurut Sarwono

(2011), yaitu:

1) Remaja awal (early adolescence) usia 10-13 tahun Seorang

remaja pada tahap ini masih heran akan perubahanperubahan

yang terjadi pada tubuhnya. Remaja mengembangkan pikiran-

pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis, dan mudah

terangsang secara erotis. Pada tahap ini remaja awal sulit untuk

mengerti dan dimengerti oleh orang dewasa. Remaja ingin bebas

dan mulai berfikir abstrak.

2) Remaja Madya (middle adolescence) 14-16 tahun Pada tahap ini

remaja sangat membutuhkan teman-teman. Remaja merasa

senang jika banyak teman yang menyukainya. Ada

kecendrungan “narcistic”, yaitu mencintai diri sendiri, dengan

menyukai teman-teman yang mempunyai sifat yang sama pada


35

dirinya. Remaja cendrung berada dalam kondisi kebingungan

karena ia tidak tahu harus memilih yang mana. Pada fase remaja

madya ini mulai timbul keinginan untuk berkencan dengan

lawan jenis dan berkhayal tentang aktivitas seksual sehingga

remaja mulai mencoba aktivitas-aktivitas seksual yang mereka

inginkan.

3) Remaja akhir (late adolesence) 17-19 tahun Tahap ini adalah

masa konsolidasi menuju periode dewasa yang ditandai dengan

pencapaian 5 hal, yaitu :

a) Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek.

b) Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-

orang dan dalam pengalaman-pengalaman yang baru.

c) Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi.

d) Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri

sendiri.

e) Tumbuh “dinding” yang memisahkan diri pribadinya

(private self) dan publik

c. Perkembangan remaja

Menurut Hurlock (2010) Perkembangan remaja meliputi

beberapa hal, yaitu :

1) Perkembangan fisik remaja

Seperti pada semua usia, dalam perubahan fisik juga

terdapat perbedaan individual. Perbedaan seks sangat jelas.


36

Meskipun anak laki-laki memulai pertumbuhan pesatnya lebih

lambat daripada anak perempuan. Hal ini menyebabkan pada

saat matang anak laki-laki lebih tinggi daripada perempuan.

Setelah masa puber, kekuatan anak laki-laki melebihi kekuatan

anak perempuan. Perbedaan individual juga dipengaruhi oleh

usia kematangan. Anak yang matangnya terlambat cenderung

mempunyai bahu yang lebih lebar dari pada anak yang matang

lebih awal.

2) Perkembangan sosial

Salah satu tugas perkembangan remaja yang tersulit

adalah yang berhubungan dengan penyesuaian sosial. Remaja

harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam hubungan

yang sebelumnya belum pernah ada dan harus menyesuaikan

dengan orang dewasa di luar lingkungan keluarga dan sekolah.

Pencapaian tujuan dari pola sosialisasi dewasa, remaja

harus membuat banyak penyesuaian baru. Yang terpenting dan

tersulit adalah penyesuaian diri dengan meningkatnya

pengaruh kelompok sebaya, perubahan dalam perilaku sosial,

pengelompokan sosial yang baru, nilai-nilai baru dalam seleksi

persahabatan, nilai-nilai baru dalam dukungan dan penolakan

sosial, dan nilai-nilai baru dalam seleksi pemimpin.

Remaja dengan kepribadian yang labil dan pengaruh

teman pergaulan di masyarakat ataupun di lingkungan sekolah


37

bisa menjadikan remaja terjerat dalam lingkaran

penyalahgunaan alkohol. Remaja bisa mengkonsumsi alkohol

karena orang tua memberikan fasilitas dan uang yang

berlebihan, ini merupakan sebuah pemicu penyalahgunaan

uang tersebut. Selain itu juga peredaran alkohol yang

merajalela di perkotaan sampai ke pelosok desa akan

mempermudah remaja untuk mendapatkan alkohol.

3) Perkembangan emosi

Masa remaja ini biasa juga dinyatakan sebagai periode

“badai dan tekanan”, yaitu suatu masa dimana ketegangan

emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan

kelenjar. Meningginya perubahan emosi ini dikarenakan

adanya tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru.

Pada masa ini remaja tidak lagi mengungkapkan

amarahnya dengan cara gerakan amarah yang meledak-ledak,

melainkan dengan menggerutu, atau dengan suara keras

mengritik orang-orang yang menyebabkan amarah.

4) Perkembangan moral

Pada perkembangan moral ini remaja telah dapat

mempelajari apa yang diharapkan oleh kelompok daripadanya

kemudian mau membentuk perilakunya agar sesuai dengan

harapan sosial tanpa terus dibimbing, diawasi, didorong, dan

diancam hukuman seperti yang dialami waktu anak-anak.


38

Pada tahap ini remaja diharapkan mengganti konsep-

konsep moral yang berlaku khusus dimasa kanak-kanak

dengan prinsip moral yang berlaku umum dan merumuskannya

ke dalam kode moral yang akan berfungsi sebagai pedoman

bagi perilakunya.

5) Perkembangan kepribadian

Pada masa remaja, anak laki-laki dan anak perempuan

sudah menyadari sifat-sifat yang baik dan yang buruk, dan

mereka menilai sifat-sifat ini sesuai dengan sifat teman-teman

mereka. Mereka juga sadar akan peran kepribadian dalam

hubungan-hubungan sosial dan oleh karenanya terdorong

untuk memperbaiki kepribadian mereka.

Banyak remaja menggunakan standar kelompok sebagai

dasar konsep mereka mengenai kepribadian “ideal”. Tidak

banyak yang merasa dapat mencapai gambaran yang ideal ini

dan mereka yang tidak berhasil ingin mengubah kepribadian

mereka.

d. Perilaku kenakalan remaja

Sarwono (2010) membagi kenakalan remaja menjadi

empat bentuk:

1. Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain:

perkelahian, perkosaan, perampokan, pembunuhan, dan lain-

lain.
39

2. Kenakalan yang meninbulkan korban materi: perusakan,

pencurian, pencopetan, pemerasan, dan lain-lain.

3. Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban di pihak

orang lain: pelacuran, penyalahgunaan obat, konsumsi miras,

dan hubungan seks bebas.

4. Kenakalan yang melawan status, misalnya mengingkari

status anak sebagai pelajar dengan cara membolos, minggat

dari rumah, membantah perintah.

B. Kerangka teori

C. Hipotesis

Hidayat (2017) menyebutkan hipotesis merupakan sebuah pernyataan

tentang pengaruh yang diharapkan antara dua variabel atau lebih yang dapat

diuji secara empiris. maka hipotesa yang dapat dirumuskan adalah :

Ha : “ada hubungan makanan pedas, obat dan alkohol dengan kejadian

gastritis pada remaja di desa Rejosari”

Ho : “tidak ada hubungan makanan pedas, obat dan alkohol dengan kejadian

gastritis pada remaja di desa Rejosari”

D. Kerangka konsep

Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

VARIABEL INDEPENDENT VARIABEL DEPENDENT

Makanan pedas, obat dan Gastritis


alkohol
40

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Variabel penelitian

Hidayat (2017) menyatakan variabel penelitian adalah karakteristik

subjek penelitian yang berubah dari satu subjek ke subjek lainnya. Variabel

penelitian dalam penelitian yang dilakukan adalah :

1. Variabel independen (bebas)

Variabel independen adalah variable yang menjadi sebab

perubahan atau timbulnya variable dependen (terikat) (Hidayat, 2017).

Variabel independen pada panelitian ini adalah makanan pedas, obat dan

alkohol.

2. Variabel Dependent (tergantung/terikat)

Variabel dependent adalah variabel tergantung juga disebut

kejadian, manfaat, efek atau dampak (Hidayat, 2017). Variabel

dependent pada penelitian ini adalah gastritis.

B. Jenis dan desain penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional, Faenkel dan Wallen

(2013) menyebutkan penelitian korelasi merupakan suatu penelitian untuk

mengetahui hubungan dan tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih

tanpa ada upaya untuk mempengaruhi variabel tersebut sehingga tidak

terdapat manipulasi variabel Penelitian ini akan menggunakan desaign cross

sectional yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara


41

faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau

pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (Notoadmojo, 2012).

C. Populasi dan sampel

1. Populasi

Sugiyono (2009) menyatakan populasi merupakan seluruh subjek

atau objek dengan karakteristik tertentu yang akan diteliti, bukan hanya

objek atau subjek yang dipelajari saja tetapi seluruh karakteristik atau

sifat yang dimiliki subjek atau objek tersebut. Populasi dalam penelitian

ini adalah seluruh remaja di desa Rejosari Kabupaten Grobogan.

2. Sampel

Hidayat (2017) menyatakan sampel merupakan bagian populasi

yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki

oleh populasi. Tekhnik pengambilan sampel yang digunakan adalah

probability sampling dengan jenis stratified random sampling yaitu

tekhnik yang digunakan jika jumlah unit dalam stratanya jumlahnya tidak

sama (Hidayat, 2017).

Jumlah sampel penelitian di peroleh dari perhitungan pengambilan

sampel yang diketahui populasinya dengan rumus Slovin, penggunaan

rumus perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil minimal sampel sebagai

acuan dalam pengambilan sampel dari populasi yang ada yaitu

N
n= 2
N ( d ) +1

Keterangan :

N : Besar populasi
42

n : Jumlah sampel

d : Tingkat ketepatan yang diinginkan (10%)

Peneliti juga mengacu pada kriteria inklusi dan ekslusi yang ditetapkan

peneliti. Kriteria inklusi yang ditetapkan adalah:

a. Kriteria inklusi yaitu kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh

setiap anggota populasi yang dapat di ambil sebagai sampel

(Notoadmojo, 2012) antara lain :

1) Bersedia menjadi responden

2) Remaja yang domisili di Desa Rejosari

b. Kriteria ekslusi, yaitu cirri-ciri anggota populasi yang tidak dapat

diambil sebagai sampel (Notoadmojo, 2012). Kriteria ekslusi dalam

penelitian yang akan dilakukan adalah

1) Remaja yang bekerja diluar kota

2) Remaja yang tidak bersedia menjadi responden

D. Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Operasional Ukur
Independent Perilaku Kuesione Hasil ukur Ordinal
: konsumsi r dikategorikan:
Makanan makanan 1. Sering jika
pedas pedas nilai cut off
remaja di pont > 50%
Desa 2. Tidak sering
Rejosari jika nilai cut
selama 1 off point <50
bulan tahun
terakhir.
Alkohol Perilaku Lembar Hasil ukur
konsumsi kuesioner dikategorikan:
alkohol 1. Sering
remaja di jika nilai
43

desa cut off


Rejosari pont >
selama 1 50%
tahun 2. Tidak
terakhir sering
jika nilai
cut off
point <50
tahun
Obat Riwayat Lembar Hasil ukur
konsumsi kusioner dikategorikan:
obat 1. Sering
analgesik jika nilai
remaja cut off
selama 1 pont >
bulan 50%
terakhir 2. Tidak
sering
jika nilai
cut off
point <50
tahun
Dependent: peradangan Lembar Hasil ukur Nominal
Gastritis mukosa kuesioner dikategorikan:
lambung 1. Sering
yang terjadi jika nilai
pada remaja cut off
yang pont >
ditandai 50%
dengan 2. Tidak
timbulnya sering
rasa nyeri jika nilai
selama 1 cut off
bulan point <50
terakhir. tahun

E. Metode dan prosedure pengumpulan data

a. Metode pengumpulan data

Hidayat (2017) menyatakan metode pengumpulan data

merupakan cara yang dilakukan dalam penggumpulan data penelitian.

Adapun metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :


44

1) Pengumpulan data primer

Pengumpulan data primer adalah data yang diperoleh dari

responden melalui kuesioner, kelompok fokus, dan panel, atau

juga data hasil wawancara peneliti dengan narasumber

(Sujarweni, 2014). Data primer dalam penelitian ini adalah

kuesioner konsumsi makanan pedas, alkohol, obat dan kejadian

gastritis.

2) Pengumpulan data sekunder

Pengumpulan data sekunder adalah data yang didapat dari

catatan, buku, laporan pemerintah, artikel, buku-buku sebagai

teori, majalah, dan lain sebagainya. Data yang diperoleh dari data

sekunder ini tidsk perlu diolah lagi (Sujarweni, 2014). Data

sekunder dari penelitian dengan cara mencari literatur

kepustakaan baik dengan buku maupun literatur jurnal di internet.

b. Prosedur pengumpulan data

Prosedur pengumpulan data penelitian ini di lakukan dengan

langkah-langkah sebagai berikut:

1) Melakukan studi pendahuluan pada remaja di Desa Rejosari

2) Menjelaskan tujuan, manfaat dan prosedure penelitian kepada

calon responden

3) Mengelompokan responden yang bersedia mengikuti penelitian

dan memenui kriteria penelitian


45

4) Memberikan lembar persetujuan (inform consent) kepada

responden

5) Melakukan penelitian dengan membagi kuesioner konsumsi

makanan pedas, alkohol, obat dan kejadian gastritis dalam satu

waktu

6) Data dikumpulkan dan di analisa menggunakan program spss.

F. Intrumen pengumpulan data

Instrumen merupakan suatu alat ukur penelitian, instrumen yang

akan digunakan dalam penelitian ini adalah Kuesioner

Kuesioner digunakan untuk mengukur konsumsi makanan pedas,

alkohol, obat dan kejadian gastritis. Sebelum digunakan kuesioner di uji

validitas dan reliabilitas terlebih dahulu agar kuesioner yang diberikan

benar-benar valid dan layak untuk dipakai. Adapun uji validitas dan

reliabilitas adalah :

1) Uji validitas

Uji validitas adalah suatu indeks yang menunjukan alat ukur itu benar-

benar mengukur apa yang diukur (Hidayat, 2017). Uji validitas pada

penelitian ini adalah menguji kuesioner yang akan digunakan pada

saat penelitia. Uji validitas dilakukan kepada 20 responden di Desa

getas. Dengan jumlah responden uji validitas yang ditentukan 20 maka

diketahui nilai r tabel 0.444. Sehingga seluruh hasil r hitung setiap

item kuesioner harus di atas nilai r tabel 0.444.


46

2) Uji reliabilitas

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat

dapat dipercaya atau diandalkan (Notoatmodjo, 2010). Uji

reliabilitas digunakan untuk mencari layak tidaknya kuesioner

dipakai untuk instrument penelitian. Hasil dari uji reliabilitas harus

di atas dari 0.60 untuk mendapatkan hasil kuesioner dinyatakan

reliable.

G. Rencana Analisa Data

1. Pengolahan Data

Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan dengan tahap

tahap sebagai berikut :.

a. Coding

Pemberian kode variabel pada hasil penelitian untuk kemudahan

analisis dengan computer.

b. Editing

Editing ini dilakukan dengan cara meneliti setiap materi yang

telah disusun. Editing data dilakukan sebelum proses pemasukan

data, agar data yang salah atau meragukan bisa diperbaiki.

c. Entry data

Entry data adalah kegiatan memasukan data yang telah

dikumpulkan ke dalam master tabel atau database komputer,

kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau bisa juga

dengan membuat tabel.


47

d. Cleaning

Cleaning data adalah memastikan bahwa data yang telah

dimasukkan sesuai yang sebenarnya, apabila data dari setiap

sumber data atau responden selesai dimasukkan perlu dicek

kembali untuk melihat kemungkinan – kemungkinan adanya

kesalahan – kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan sebagainya

dilakukan pembetulan.

2. Analisa data

Pada tahap ini data di olah dengan metode tertentu, dengan

data kuantitatif melalui proses komputerisasi. Metode analisa yang

digunakan yaitu :

1) Analisa Univariat

Hidayat (2017) menyebutkan analisis yang dilakukan

terhadap masing-masing dan hasil penelitian untuk mengetahui

distribusi dan presentase dari tiap variabel. Analisa ini bertujuan

untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap

variable penelitian. Bentuk analisa univariat tergantung dari

jenis datanya. Pada penelitian yang akan dilakukan,analisa

univariat dilakukan untuk mengetahui presentase dari

karakteristik responden, presentase konsumsi makanan pedas,

alkohol, obat dan kejadian gastritis.


48

2) Analisa Bivariat

Analisa bivariat adalah analisa yang digunakan untuk

mengetahui hubungan antara variabel bebas dengan variabel

terikat dengan menggunakan uji statistic. Analisis bivariat dalam

penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mencari korelasi

dari variabel independent yaitu konsumsi makanan pedas,

alkohol dan obat dengan variabel dependent yaitu kejadian

gastritis pada remaja. Analisa yang digunakan adalah uji

korelasi chi square dimana uji tersebut digunakan untuk variabel

yang berskala nominal. Interprestasi dari hasil uji tersebut

adalah didasarkan besarnya nilai p (p-value) yang dibandingkan

dengan besarnya α = 0,05. Bila p < 0,05 berarti secara statistik

terdapat hubungan yang bermakna dan sebaliknya bila p > 0,05

berarti tidak terdapat hubungan antara dua variabel tersebut

H. Jadwal Penelitian

Anda mungkin juga menyukai