PENDAHULUAN
A. Latar belakang
1
2
tahun sebanyak 0,2%. Penyakit GGK merupakan salah satu dari 10 besar
penyakit kronis di Indonesia. Menurut data survey Persatuan Nefrologi
Indonesia (PERNEFRI) berdasarkan laporan Indonesian Renal Registry
(IRR) (2014), adanya peningkatan jumlah pasien aktif yang menjalani
hemodialisa yaitu dari 9396 orang (2013) menjadi 11689 orang (2014) dan
untuk pasien baru yang menjalani hemodialisa dari 15128 orang (2013)
meningkat menjadi 17193 orang (2014). Dan menurut data yang di peroleh
dari laporan Indonesia Renal Registri (IRR, 2017) data pasien baru
hemodialisis di seluruh indonesia adalah 30831 kasus yang mana provinsi
Jawa Barat merupakan provinsi tertinggi dengan 7444 kasus. Provinsi jawa
Tengah sendiri terdapat 2488 pasien baru yang harus menjalani
hemoidalisis.
Di kabupaten Grobogan, terdapat 2 rumah sakit yang menjadi rujukan
dalam pelayanan terapi hemodialisa yaitu RSUD Dr R Soedjati Purwodadi
dan RS Permata Bunda. Untuk kasus gagal ginjal kronik, di Rumah sakit
RSUD Dr R Soedjati Purwodadi Pada tahun 2015 tercatat 1.144 kunjungan
dan meningkat menjadi 1.147 di tahun 2016. Sementara itu di rumah sakit
Permata Bunda Purwodadi, Jumlah pasien rawat inap gagal ginjal kronik
yang tercatat pada tahun 2016 sebanyak 402 pasien dan rawat jalan
tercatat sebanyak 52 pasien (Data Rekam Medis RS. Permata Bunda
Purwodadi 2016).
Pengobatan gagal ginjal kronik dibagi menjadi 2 tahap, yaitu
tindakan konservatif dan dialisis atau transplantasi ginjal. Tindakan dialisis
yang dapat dilakukan pada penderita gagal ginjal kronik tahap akhir salah
satunya adalah hemodialisis (Lewis et al., 2014). Tindakan hemodialisis
berdasarkan pada 2 pilar yaitu pembatasan cairan dan pembuangan produk
sisa metabolisme dari darah dengan menggunakan mesin dialisis. Menurut
Perkumpulan Nefrologi Indonesia (2016) salah satu tujuan hemodialisis
adalah untuk memperbaiki komposisi cairan tubuh sehingga mencapai
keseimbangan cairan yang diharapkan untuk mencegah kekurangan atau
kelebihan cairan yang dapat menyebabkan efek samping signifikan terhadap
komplikasi kardiovaskuler dalam jangka panjang. Idealnya hemodialisis
dilakukan 2-3 kali per minggu (Alam & Hadibroto, 2007).
3
juga didukung studi kasus yang dilakukan oleh Lolyta (2012) menunjukkan
bahwa mayoritas responden mengalami peningkatan berat badan lebih dari
5% dari berat badan kering sebanyak 25 responden (52,1%) dan yang tidak
lebih dari 5% dari badan kering sebanyak 23 responden (47,1%).
Pada penelitian Haloho (2017) faktor yang dapat mempengaruhi
meningkatnya IDWG adalah Kenaikan IDWG pasien Hemodialisis secara
bermakna berhubungan dengan kepatuhan intake cairan (p = 0,006; r =
0,304), rasa haus (p = 0,001; r = 0,382), serta self efficacy (p = 0,035; r = -
0,237). Kepatuhan intake cairan pada pasien hemodialisis adalah faktor
penting yang dapat menentukan keberhasilan terapi. Kepatuhan pasien
diartikan sebagai perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan
oleh profesional kesehatan (Kurniawati, dkk, 2015). Pasien yang tidak patuh
tidak melakukan pembatasan intake cairan. Mereka minum melebihi jumlah
yang dianjurkan. Sedangkan pada pasien yang patuh, mereka melakukan
pembatasan intake cairan berupa membatasi minum tidak lebih dari 600 ml
per hari, minum dengan jumlah yang kurang lebih dianjurkan oleh perawat
dan dokter asal tidak sampai merasakan dampak kelebihan cairan seperti
edema dan sesak napas (Meistatika, 2017)
Selain faktor tersebut, lamanya menjalani hemodialisa juga dapat
berdampak pada meningkatnya IDWG pasien. Hal ini disebabkan karena
semakin lamanya penderita menjalani hemodialisa maka akan sering
terpapar oleh efek samping hemodialisis baik akut maupun kronis dan
penambahan berat badan interdialitik merupakan salah satu efek tersebut.
Namun terdapat hasil yang berbeda dari beberapa riset yang dilakukan.
Pada riset Sulistini, Sari, dan Hamid (2013) menunjukan ada hubungan
antara lama waktu menjalani hemodialisis dengan IDWG. Sedangkan pada
riset Irma Mustikasari, Erika Dewi Noorratri menunjukan tidak ada pengaruh
lama menjalani hemodialisa dengan meningkatnya IDWG.
Studi awal dilakukan di ruang hemodialisa Rumah Sakit Permata
Bunda Purwodadi. Dimana dari 52 pasien yang menjalani hemodialisa rutin,
terdapat 16 pasien (30,7%) yang mengalami peningkatan IDWG tidak
normal. Dari jumlah tersebut juga diketahui terdapat 35 pasien (67.3%) yang
sudah lebih dari 1 tahun menjalani hemodialisa. Dan setelah diwawancarai,
terdapat 22 pasien (42.3%) yang tidak terlalu memperhatikan kepatuhan diet
5
yang sudah dijelaskan oleh perawat. Dari hal tersebut yang mendorong
peneliti untuk melakukan penelitian tentang hubungan riwayat lama
menjalani hemodialisa dan kepatuhan diet dengan peningkatan Interdialytic
Weight Gain (IDWG) pada pasien yang menjalani hemodialisa di Rumah
Sakit Permata Bunda Purwodadi.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan masalah dan femonema yang ditemukan, maka
rumusan masalah yang akan diteliti adalah ada tidaknya hubungan riwayat
lama menjalani hemodialisa dan kepatuhan diet dengan peningkatan
Interdialytic Weight Gain (IDWG) pada pasien yang menjalani hemodialisa di
Rumah Sakit Permata Bunda Purwodadi
C. Tujuan penelitian
1. Tujuan umum
Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui
bagaimana hubungan riwayat lama menjalani hemodialisa dan
kepatuhan diet dengan peningkatan Interdialytic Weight Gain (IDWG)
pada pasien yang menjalani hemodialisa di Rumah Sakit Permata
Bunda Purwodadi
2. Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi riwayat lama menjalani hemodialisa pasien di Unit
Hemodialisa Rumah Sakit Permata Bunda Purwodadi
b. Mengidentifikasi kepatuhan diet pasien di Unit Hemodialisa Rumah
Sakit Permata Bunda Purwodadi
c. Mengidentifikasi Interdialytic Weight Gain (IDWG) pada pasien yang
menjalani hemodialisa di Rumah Sakit Permata Bunda Purwodadi
d. Menganalisa bagaimana hubungan riwayat lama menjalani
hemodialisa dan kepatuhan diet dengan peningkatan Interdialytic
Weight Gain (IDWG) pada pasien yang menjalani hemodialisa di
Rumah Sakit Permata Bunda Purwodadi
D. Manfaat penelitian
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini dapat menjelaskan hubungan riwayat lama
hemodialisa dan kepatuhan diet dengan peningkatan IDWG. Luaran
penelitian ini dapat bermanfaat untuk mengembangkan ilmu
6
E. Keaslian penelitian
Tabel 1.1
No Judul Metode Hasil Penelitian
1 Faktor faktor yang Desain penelitian Tidak ada
berkontribusi terhadap menggunakan cross sectional hubungan
IDWG pada pasien design signifikan antara
GAGAL GINJAL KRONIK Dengan di ikuti 48 data demografi,
responden . uji korelasi
yang menjalani stres, rasahaus.
menggunakan regresi linier
Hemodialisis (Istanti, 2009) Dan diketahui
berkontribusi
signifikan
masukan cairan
terhadap IDWG
7
F. Ruang lingkup
1. Ruang Lingkup Waktu
Proposal penelitian ini disusun sejak bulan November 2019 yang dimulai
dengan kegiatan studi pendahuluan dan penyusunan proposal,
kemudian jika sudah disetujui akan dilakukan seminar proposal sebagai
awal dari pelaksanaan penelitian.
2. Ruang Lingkup Tempat
8
BAB II
TINJAUAN TEORI
hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah
glomerulus.
Pada stadium paling dini pada penyakit ginjal kronik, terjadi
kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), dimana basal Laju Filtrasi
Glomerulus (LFG) masih normal atau dapat meningkat. Kemudian secara
perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif,
yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum.
Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan
(asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin
serum sampai pada LFG sebesar 30%. Kerusakan ginjal dapat
menyebabkan terjadinya penurunan fungsi ginjal, produk akhir metabolik
yang seharusnya dieksresikan ke dalam urin, menjadi tertimbun dalam
darah. Kondisi seperti ini dinamakan sindrom uremia. Terjadinya uremia
dapat mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan
produk metabolik (sampah), maka gejala akan semakin berat (Brunner &
Suddarth, 2008).
Kondisi ini dapat menyebabkan gangguan keseimbangan cairan
seperti hipovolemi atau hipervolemi, gangguan keseimbangan elektrolit
antara lain natrium dan kalium. LFG di bawah 15% akan terjadi gejala dan
komplikasi yang lebih serius, dan pasien memerlukan terapi pengganti
ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi
ginjal, pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal
ginjal (Hidayati, 2012).
4. Stadium Gagal Ginjal Kronik
Perjalanan umum gagal ginjal progresif menurut Brunner & Suddarth
(2008) dapat dibagi menjadi 3 (tiga) stadium, yaitu :
a. Stadium I, dinamakan penurunan cadangan ginjal.
Pada stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN normal, dan
penderita asimptomatik. Gangguan fungsi ginjal hanya dapat
diketahui dengan test pemekatan kemih dan test Laju Filtrasi
Glomerulus (LFG) secara seksama
b. Stadium II, dinamakan insufisiensi ginjal
Pada stadium ini, 75% lebih jaringan yang berfungsi telah rusak,
LFG besarnya 25% dari normal, kadar BUN dan kreatinin serum
11
c. Dialisis
1) Hemodialisa
Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan
pada pasien dalam keadaan sakit akut dan memerlukan terapi
dialisis jangka pendek (beberapa hari sampai beberapa minggu)
atau pada pasien dengan gagal ginjal kronik stadium akhir atau
End Stage Renal Desease (ESRD) yang memerlukan terapi
jangka panjang atau permanen. Sehelai membran sintetik yang
semipermeabel menggantikan glomerulus serta tubulus renal
dan bekerja sebagai filter bagi ginjal yang terganggu fungsinya
itu.
Pada penderita gagal ginjal kronik, hemodialisa akan
mencegah kematian. Namun demikian, hemodialisa tidak
menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal dan tidak
mampu mengimbangi hilangnya aktivitas metabolik atau endokrin
yang dilaksanakan ginjal dan dampak dari gagal ginjal serta
terapinya terhadap kualitas hidup pasien. Pasien dengan gagal
ginjal kronik yang mendapatkan replacement therapy harus
menjalani terapi dialisis sepanjang hidupnya atau biasanya tiga
kali seminggu selama paling sedikit 3 atau 4 jam per kali terapi
atau sampai mendapat ginjal pengganti atau baru melalui operasi
pencangkokan yang berhasil. Pasien memerlukan terapi dialisis
yang kronis kalau terapi ini diperlukan untuk mempertahankan
kelangsungan hidupnya dan mengendalikan gejala uremia (Price
& Wilson, 2006).
2) CAPD
Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD)
merupakan salah satu cara dialisis lainnya, CAPD dilakukan
dengan menggunakan permukaan peritoneum yang luasnya
sekitar 22.000 cm2. Permukaan peritoneum berfungsi sebagai
permukaan difusi (Price & Wilson, 2006).
d. Transplantasi Ginjal (TPG)
Tranplantasi ginjal telah menjadi terapi pilihan bagi mayoritas pasien
dengan penyakit renal tahap akhir hampir di seluruh dunia. Manfaat
14
B. Hemodialisa
1. Pengertian
Hemodialisa adalah suatu proses pembersihan darah dari
akumulasi zat sisa metabolisme tubuh seperti ureum, dan zat yang
dapat meracuni tubuh lainya. Hemodialisa diperuntukan bagi pasien
gagal ginjal tahap akhir atau pasien dengan penyakit akut yang
memerlukan dialisis dalam waktu singkat (DR. Nursalam M.Nurse,
2008). Menurut Brunner and Suddart 2013 menjelaskan bahwa
hemodialisa adalah suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan
cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu
melakukan proses tersebut.
Hemodialisa adalah suatu terapi pengganti ginjal menggunakan
selaput membran semi permeabel (dialiser), berfungsi seperti nefron
yang dapat mengeluarkan sisa-sisa metabolisme dan memperbaiki
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit (Ignatavicius & Workman,
2006). Pengertian lain menjelaskan bahwa hemodialisa adalah
pengalihan darah pasien dari tubuhnya melalui dialyzer yang terjadi
secara difusi dan ultrafiltrasi kemudian darah kembali lagi kedalam
tubuh pasien. Hemodialisa memerlukan akses ke sirkulasi darah pasien
kedan dari dialiser (Baradero, 2009).
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa hemodialisa adalah
terapi pengganti ginjal dengan proses pembersihan darah pasien dari
tubuh melalui dialiser
2. Tujuan Hemodialisa
Menurut Brunner dan Suddart (2013) tujuan dari terapi
hemodialisa antara lain:
a. Mengeluarkan air yang berlebih dalam tubuh.
b. Mengambil zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam darah.
c. Mempertahankan system dapar (buffer) tubuh.
15
c. Indikator biokimiawi
1) Peningkatan BUN (blood urea nitrogen) > 20-30 mg%/hari.
2) Serum kreatinin > 2 mg%/hari.
3) Hiperkalemia, keadaan konsentrasi kalium > 5 mEq/L darah.
4) Kelebihan cairan yang parah.
5) Edema pulmo akut yang tidak berespon dengan terapi medis
4. Prinsip-prinsip Hemodialisa
Dialisis berkesinambungan adalah terapi pengganti bagi pasien
gagal ginjal tahap akhir.Terapi ini bertujuan mengeluarkan cairan dan
zat-zat sisa metabolisme dari dalam tubuh saat ginjal tidak lagi mampu
melakukan fungsi ekskresinya.Prinsip hemodialisa adalah menempatkan
darah berdampingan dengan cairan dialisat yang dibatasi oleh
membrane yang disebut membrane semipermiabel.Membrane ini hanya
mampu dilewati air dan zat tertentu dengan berat molekul tertentu.
Tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisa menurut Suwitra
(2010) adalah difusi, osmosis, dan ultrafiltrasi.
a. Proses difusi adalah proses berrpindahnya zat toksin dan limbah di
dalam darah yang berkonsentrasi tinggi menuju ke cairan dialisat
yang memiliki konsentrasi lebih rendah.
Proses difusi dipengaruhi oleh:
1) Perbedaan konsentrasi
2) Berat molekul ( makin kecil berat molekul suatu zat, makin
cepat zat itu keluar)
3) QB (Blood Pump)
4) Luas perrmukaan membrane
5) Suhu cairan
6) Tahanan / resistensi membrane
7) Besar dan banyaknya pori pada membrane
8) Ketebalan / permeabilitas membrane
Fakor-faktor di atas adalah faktor yang menentukan klirens
dialiser.Klirens dialiser adalah kemampuan dialiser untuk
mengeluarkan zat-zat terlarut dalam darah atau banyaknya darah
yang dapat dibersihkan dari zat-zat terlarut yang tidak dibutuhkan
secara komplit yang dinyatakan dalam ml/menit.
17
b. Dialiser
Dialiser merupakan suatu tabung yang terdiri atas 2 ruangan
(kompartemen).Yang pertama adalah kompartemen darah yaitu
ruangan yang berisi darah.yang ke 2 adalah kompartemen dialisat
yaitu ruangan yang berisi cairan dialisat. 2 kompartemen ini
dipisahkan oleh membran semipermiabel. Membrane
semipermiabel ini merupakan selaput yang sangat tipis yang
mempunyai pori submikroskopis. Hanya paratikel dengan berat
molekul kecil dan sedang yang dapat melewati membrane
ini.Sedangkan partikel dengan berat molekul besar tidak dapat
melewati membrane ini. Di dalam dialiser ini terjadi proses difusi,
osmosis dan ultrafiltrasi. Material yang menyusun dialiser ini antara
lain: cellulose, substitusi cellulose, cellulosynthetic, synthetic. Pada
umumnya dialiser memiliki sifat-sifat antara lain: luas permukaan
dialiser, ukuran besar pori atau permeabilitas ketipisanya, koefisien
ultrafiltrasi, volume dialiser, kebocoran darah tidak boleh terjadi,
dapat di re-use tanpa merubah klirens dan ultrafiltrasinya, dan yang
terakhir adalah dilaiser mempunyai harga yang berfariasi. Dialiser
mempunyai 4 lubang.2 lubang diujung untuk keluar masuknya
darah.2 lubang disamping untuk keluar masuknya cairan dialisat.
c. Air
Jumlah air yang dibutuhkan dalam satu kali proses hemodilisa
kurang lebih 150 liter selama 5 jam proses hemodialisa. Sumber air
bisa berasal dari mana saja seprti air PAM atau air sumur. Nammun
air ini harus diolah terlebih dahulu sehingga sesuai dengan standar
AAMI ( Association for the Addvancement of Medical Instrument).
Air dalam proses hemodialisa dibutuhkan untuk mencampur cairan
dialisat pekat.
d. Larutan Dialisat
Dialisat adalah larutan yang mengandung elektrolit dalam komposisi
tertentu.Ada 2 macam cairan dialisat yaitu dialisat asetat dan
bicarbonate. Menurut komposisinya ada beberapa macam dialisat
asetat antara lain jenis standart, free potassium, low calcium.
Sedangkan dialisat bicarbonate ada yang berbentuk powder
19
9. Komplikasi Hemodialisa
Hemodialisis merupakan tindakan untuk mengganti sebagian dari
fungsi ginjal. Tindakan ini rutin dilakukan pada penderita penyakit ginjal
tahap akhir stadium akhir. Walaupun tindakan hemodialisis saat ini
mengalami perkembangan yang cukup pesat, namun masih banyak
penderita yang mengalami masalah medis saat menjalani hemodialisis.
Komplikasi yang sering terjadi pada penderita yang menjalani
hemodialisis adalah gangguan hemodinamik. Tekanan darah umumnya
menurun dengan dilakukannya ultrafiltrasi atau penarikan cairan saat
hemodialisis. Hipotensi intradialitik terjadi pada 5-40% penderita yang
menjalani hemodialisis regular, namun sekitar 5-15% dari pasien
hemodialisis tekanan darahnya justru meningkat. Kondisi ini disebut
hipertensi intradialitik atau intradialytic hypertension (Agarwal & Light,
2010).
a. Komplikasi Akut
Komplikasi akut hemodialisis adalah komplikasi yang terjadi selama
hemodialisis berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi
diantaranya adalah hipotensi, kram otot, mual dan muntah, sakit
kepala, sakit dada, sakit punggung, gatal, demam, dan menggigil
(Bieber & Himmelfarb, 2013; Sudoyo et al., 2009).
b. Komplikasi kronik
Komplikasi kronik yang terjadi pada pasien hemodialisis yaitu
penyakit jantung, malnutrisi, hipertensi/volume excess, anemia,
Renal osteodystrophy, Neurophaty,disfungsi reproduksi, komplikasi
pada akses, gangguan perdarahan, infeksi, amiloidosis, dan
Acquired cystic kidney disease (Bieber & Himmelfarb, 2013).
Terjadinya gangguan pada fungsi tubuh pasien hemodialisis,
menyebabkan pasien harus melakukan penyesuaian diri secara terus
menerus selama sis hidupnya. Bagi pasien hemodialisis, penyesuaian
ini mencakup keterbatasan dalam memanfaatkan kemampuan fisik dan
motorik, penyesuaian terhadap perubahan fisik dan pola hidup,
ketergantungan secara fisik dan ekonomi pada orang lain serta
ketergantungan pada mesin dialisa selama sisa hidup. Menurut Moos
22
b. Ekskresi
Pasien mungkin mengeksresikan atau mengeluarkan air,
natrium dan kalium dengan jumlah yang sanga banyak. Kehilangan
ini harus diimbangi dan masukannya harus berdasarkan pada
pengeluarannya. Jika pasien menderita hipertensi dan edema atau
bengkak, jumlah garam mungkin harus dibatasi. Sebagian pasien
akan menahan kalium hingga taraf yang tidak proporsional
sehingga diperlukan pembatasan kalium. Masukan kalium dapat
diatur dengan mempelajari kandungan kalium pada berbagai jenis
makanan. Apabila jumlah natrium harus dibatasi, makanan harus
dimasak tanpa penambahan garam dan juga makanan yang
disajikan tidak boleh dibubuhi garam. Makanan yang asin jelas
harus dihindari. Pemakaian bahan pengganti garam hanya
diperbolehkan dengan seijin dokter karena bahan tersebut
mengandung kalium dalam jumlah yang tinggi.
c. Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber energi yang baik. Jika Anda
sedang menjalani diet rendah protein, Anda dapat mengganti kalori
protein dengan buah-buahan, roti, biji-bijian dan sayuran. Makanan
ini memberikan energi, serta serat, mineral, dan vitamin. Terdapat
juga daftar sumber makanan lainnya seperti permen, gula, madu,
dan jelly. Jika diperlukan, Anda bahkan bisa mengkonsumsi
makanan penutup berkalori tinggi seperti kue, selama Anda tetap
membatasi makanan penutup yang dibuat dari susu, coklat,
kacang,atau pisang.
d. Lemak
Lemak bisa menjadi sumber kalori yang baik. Pastikan untuk
menggunakan monounsaturated dan polyunsaturated lemak
(minyak zaitun, minyak canola, minyak safflower) untuk melindungi
kesehatan jantung.
e. Protein
Masukan protein harus dikurangi sampai suatu taraf tertentu
dan pengurangan ini berdasarkan kepada kemampuan ginjal untuk
mengeksresikan atau mengeluarkan bahan nitrogen serta garam
24
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Variabel penelitian
Variabel penelitian adalah karakteristik subjek penelitian yang
berubah dari satu subjek ke subjek lainnya (Hidayat, 2017). Variabel
penelitian dalam penelitian yang dilakukan adalah :
1. Variabel independen (bebas)
Variabel independen adalah variable yang menjadi sebab perubahan
atau timbulnya variable dependen (terikat). Variable ini juga dikenal
dengan nama variable bebas artinya bebas dalam mempengaruhi
variable lain (Hidayat, 2017). Variabel independen yang terdapat pada
panelitian ini adalah riwayat lama menjalani hemodialisa dan kepatuhan
diet .
2. Variabel Dependent (tergantung/terikat)
Variabel dependent adalah variabel yang dipengaruhi. Variabel
tergantung juga disebut kejadian, manfaat, efek atau dampak (Hidayat,
2017). Variabel dependent dalam penelitian ini adalah Interdialytic
Weight Gain (IDWG).
B. Hipotesa
Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap
permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul
(Hidayat, 2017). Berdasarkan dari tinjauan konsep penelitian di atas, maka
hipotesa yang dapat dirumuskan adalah :
Ha : “Ada hubungan hubungan kepatuhan diet dengan peningkatan Interdialytic
Weight Gain (IDWG) pada pasien yang menjalani hemodialisa di Rumah Sakit
Permata Bunda Purwodadi.”
Ha : “Ada hubungan riwayat lama menjalani hemodialisa dengan peningkatan
Interdialytic Weight Gain (IDWG) pada pasien yang menjalani hemodialisa di Rumah
Sakit Permata Bunda Purwodadi.”
27
C. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu
terhadap konsep yang lainnya dari maalah yang akan diteliti (Hidayat, 2017).
Kerangka konsep penelitian dimaksudkan untuk membatasi ruang lingkup
dan mengarahkan penelitian yang dilakukan. Kerangka konsep dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
Variabel Independen Variabel Dependen
Riwayat lama menjalani HD
Interdialytic Weight Gain (IDWG)
Kepatuhan diet
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
D. Rancangan Penelitian
1. Jenis dan desain penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional, penelitian
korelasi atau korelasional merupakan suatu penelitian untuk mengetahui
hubungan dan tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih tanpa
ada upaya untuk mempengaruhi variabel tersebut sehingga tidak
terdapat manipulasi variabel (Faenkel dan Wallen, 2013). Penelitian ini
merupakan jenis penelitian korelasi dengan menggunakan desaign
cross sectional. Yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika
korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara
pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu
saat (Notoadmojo, 2012).
28
3. Populasi
Populasi merupakan seluruh subjek atau objek dengan
karakteristik tertentu yang diteliti, bukan hanya objek atau subjek yang
dipelajari saja tetapi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki subjek
atau objek tersebut (Sugiyono, 2009). Populasi penelitian ini adalah
seluruh pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa.
4. Sampel penelitian
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti
(Arikunto, 2010). Tekhnik sampling yang akan digunakan dalam
penelitian adalah purposive sampling, yaitu tekhnik pengambilan sampel
yang dapat disesuaikan dengan tujuan penelitian (Hidayat, 2017).
Dalam menentukan jumlah minimal sampel, maka ditentukan
N
n=
N ( d )2 +1
Keterangan :
N : Besar populasi
n : Jumlah sampel
d : Tingkat ketepatan yang diinginkan (5%)
Dengan pemilihan sampel tetap disesuaikan dengan kriteria
inklusi dan ekslusi. Adapun kriteria tersebut yang digunakan adalah :
a. Kriteria inklusi yaitu kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh
setiap anggota populasi yang dapat di ambil sebagai sampel
(Notoadmojo, 2012) antara lain :
30
1) Uji validitas
Uji validitas adalah suatu indeks yang menunjukan alat ukur itu
benar-benar mengukur apa yang diukur (Hidayat, 2017). Uji
validitas telah dilakukan kepada 20 responden di RSUD
Purwodadi dengan diperoleh rentang nilai r hitung 0.484-0.843.
Dari hasil tersebut dinyatakan bahwa kuesioner valid untuk
digunakan.
2) Uji reliabilitas
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana
suatu alat dapat dipercaya atau diandalkan (Notoatmodjo,
2010). Uji reliabilitas digunakan untuk mencari layak tidaknya 35
kuesioner dipakai untuk instrument penelitian. Hasil dari uji
reliabilitas di dapatkan nila lebih dari 0.60 maka kuesioner
dinyatakan reliable.
8. Rencana Analisa Data
a. Pengolahan Data
Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan dengan tahap
tahap sebagai berikut :.
1) Coding
Pemberian kode variabel pada hasil penelitian untuk
kemudahan analisis dengan computer. .
2) Editing
Editing ini dilakukan dengan cara meneliti setiap materi yang
telah disusun. Editing data dilakukan sebelum proses
pemasukan data, agar data yang salah atau meragukan bisa
diperbaiki.
3) Entry data
Entry data adalah kegiatan memasukan data yang telah
dikumpulkan ke dalam master tabel atau database komputer,
kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau bisa
juga dengan membuat tabel.
4) Cleaning
Cleaning data adalah memastikan bahwa data yang telah
dimasukkan sesuai yang sebenarnya, apabila data dari setiap
34
E. Jadwal Penelitian
Penelitian di awali dengan penyusunan judul dan studi pendahuluan yang
dilakukan pada bulan September 2019, kemudian dilanjutkan dengan
penyusunan proposal. Apabila nanti disetujui dan sesuai dengan jadwal
yang direncanakan, penelitian akan dilakukan pada bulan februari tahun
2020. Setelah penelitian selesai dilakukan. Jika sesuai rencana skripsi
akan di ujikan pada bulan Agustus 2020.