Anda di halaman 1dari 36

EVIDENCE BASED NURSING

KOMBINASI NEBULISASI DAN FISIOTERAPI DADA


MENINGKATKAN STATUS PERNAPASAN PADA
ANAK - ANAK DENGAN PNEUMONIA
DI RS HARYOTO LUMAJANG

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan Profesi Ners


State Keperawatan Anak

Disusun Oleh:
Kelompok 3

Arfian Diaz Safrial NIM. 20020012


Hasyim Asyari NIM. 20020099
Hela Denia Pratiwi NIM. 20020037
Indri Astuti Dewi Andriani NIM. 20020042
Ismiatul Maula NIM. 20020046
Ita Lestari NIM. 20020047
Munawaroh NIM. 20020063
Jayanti Ramadani NIM. 20020048

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN dr. SOEBANDI JEMBER
YAYASAN JEMBER INTERNATIONAL SCHOOL (JIS)
2020/2021
LEMBAR PENGESAHAN

Evidence based nursing yang berjudul “Kombinasi Nebulisasi Dan Fisioterapi


Dada Meningkatkan Status Pernapasan Pada Anak Anak Dengan Pneumonia”
telah diperiksa dan disahkan pada:

Hari :
Tanggal :

Yang Mengesahkan,

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik

Mengetahui,
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan


rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusunan Evidance Based Nursing ini dapat
terselesaikan. Evidance Based Nursing ini disusun untuk memenuhi salah satu
persyaratan menyelesaikan Program Pendidikan Profesi Ners STIKES dr.
Soebandi Jember dengan Judul “Kombinasi Nebulisasi Dan Fisioterapi Dada
Meningkatkan Status Pernapasan Pada Anak Anak Dengan Pneumonia”
Selama proses penyusunan Evidance Based Nursing ini penulis dibimbing
dan dibantu oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima
kasih kepada Dosen dan Pembimbing Klinik yang telah senantiasa membimbing,
memberi masukan serta saran yang membangun guna terselesaikannya
penyusunan Evidance Based Nursing ini dengan baik.
Dalam penyusunan Evidance Based Nursing ini penulis menyadari masih
jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
untuk perbaikan seperti di masa mendatang.

Lumajang, 2021

Penulis
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN..........................................................................1
KATA PENGANTAR..................................................................................2
DAFTAR ISI.................................................................................................3
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................4
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................5
1.1 Latar Belakang .........................................................................................5
1.2 Tujuan.......................................................................................................7
1.3 Manfaat ....................................................................................................8
BAB II TINJAUAN TEORI .........................................................................
2.1 Landasan Teori ..........................................................................................
2.1.1 Pengertian Pneumonia .....................................................................
2.1.2 Klasifikasi Pneumonia .....................................................................
2.1.3 Etiologi Pneumonia..........................................................................
2.1.4 Manifestasi Klinis Pneumonia .........................................................
2.1.5 Patofisiologis Pneumonia ................................................................
2.1.6 Pemerikasaan Penunjang .................................................................
2.2 Konsep Madu .............................................................................................
2.2.1 Pengertian ........................................................................................
2.2.2 Kandungan Madu ………...................................................
2.2.3 Efektivitas Penggunaan Madu .........................................................
2.2.4 Kontraindikasi Penggunaan Madu ...................................................
2.2.5 Komplikasi Penggunaan Madu ........................................................
2.2.5.1 Menyebabkan Perut Jadi Tidak Nyaman ......................................
2.2.5.2 Meningkatkan kadar gula darah dengan cepat ..............................
2.2.5.3 Kenaikan berat dan obesitas .........................................................
2.2.5.4 Pengeroposan gigi .........................................................................
2.2.5.5 Bereaksi dengan obat tertentu .......................................................
2.2.6 Langkah-langkah pemberian madu adalah sebagai berikut ...........

BAB III TINJAUAN KASUS....................................................................18


3.1 Analisa Data ...........................................................................................18
3.1.1Data Inti ........................................................................................18
BAB IV PEMBAHASAN ..........................................................................40

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................49
DOKUMENTASI........................................................................................51
LAMPIRAN................................................................................................52
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang
perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Dalam
proses berkembang anak memiliki ciri fisik, kognitif, konsep diri, pola koping
dan perilaku sosial. Ciri fisik pada semua anak tidak mungkin pertumbuhan
fisiknya sama, demikian pula pada perkembangan kognitif adakalanya cepat
atau lambat. Perkembangan konsep diri sudah ada sejak bayi akan tetapi
belum terbentuk sempurna dan akan mengalami perkembangan seiring
bertambahnya usia anak. Pola koping juga sudah terbentuk sejak bayi di mana
bayi akan menangis saat lapar.
Pneumonia dapat diklasifikasikan menurut agen penyebab ataupun area
paru yang terkena pneumonia. Pneumonia merupakan infeksi yang
menyerang parenkim paru dan jaringan interstisial di alveolus yang
disebabkan oleh bakteri, dengan tanda dan gejalanya seperti demam tinggi,
batuk berdahak, frekuensi napas cepat > 50 x/menit, sesak napas, sakit
kepala, gelisah, nafsu makan berkurang (Ihsaniah, 2019).
Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran pernapasan
akut bagian bawah yang menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas
anak berusia dibawah lima tahun terutama di negara yang sedang
berkembang.1 Pneumonia pada balita dapat menyebabkan balita yang
meninggal sekitar 2.500 anak setiap harinya. Secara statistik, balita yang
meninggal di seluruh dunia akibat pneumonia pada tahun 2015 adalah 16 %
dari semua kematian pada balita yaitu sebanyak 920.136 anak. Kasus
pneumonia yang terjadi di Indonesia pada tahun 2017 adalah sebanyak
447.431 balita.
Faktor risiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas
pneumonia pada anak balita di negara berkembang adalah pneumonia yang
terjadi pada masa bayi, berat badan lahir rendah (BBLR), tidak mendapat
imunisasi campak, DPT dan Hib, tidak mendapat ASI yang adekuat,
malnutrisi. Ketika seorang individu memiliki pneumonia, alveoli diisi dengan
nanah dan cairan, yang membuat bernapas menyakitkan dan membatasi
asupan oksigen. Pneumonia merupakan faktor penyebab kematian terbesar
pada anakanak di seluruh dunia, dengan kasus kematian sebesar 920.136 pada
anak-anak di bawah usia 5 tahun (tahun 2015), angka ini menyumbang 16%
dari semua kematian anak-anak di bawah lima tahun.
Nebulisasi dan Fisioterapi dada merupakan salah satu terapi penting
dalam pengobatan pada penyakit pernapasan untuk anak-anak yang menderita
penyakit pernapasan (Purnamiasih, 2020). Fisioterapi dada merupakan
kelompok terapi non farmakologis yang digunakan dengan kombinasi untuk
mobilisasi sekresipulmonal (Yanwar, 2016).
Tujuan utama dilakukannya fisioterapi dada adalah untuk
membersihkan obstruksi jalan nafas, mengurangi hambatan jalan nafas,
meningkatkan pertukaran gas dan mengurangi kerja pernafasan, fisioterapi
dada pada anak ditujukan untuk meningkatkan pengeluaran mukus
diantaranya menggunakan teknik postural drainage, perkusi / vibrasi /
tapotemen. Pemberian tindakan fisioterapi dada pada anak sangat sederhana
dan mudah dilakukan namun diperlukan keberanian dan memahami
pemeriksaan auskultasi paru pada pada anak untuk menentukan area paru sisi
makan yang banyak dahaknya (Purnamiasih,2020).
Upaya penanganan pneumonia difasilitasi oleh kesehatan tingkat dasar
terintegrasi dalam Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Gejala klinis
yang sering dirasakan balita atau anak dengan pneumonia adalah batuk.
Batuk dapat terjadi sepanjang hari dan dapat mengganggu kenyamanan anak
dalam beraktivitas. Fisioterapi pada anak dapat dijadikan sebagai salah satu
pilihan terhadap penurunan frekuensi batuk pada anak.
Berdasarkan urian latar belakang di atas, penulis perlu melakukan
penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh fisioterapi terhadap
penurunan frekuensi batuk pada balita pneumonia.
1.2 Tujuan
1.3 Penelitian
1.2.1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah menganalisi pengaruh

kombinasi nebulisasi dan fisioterapi pada balita pneumonia.

1.2.2. Tujuan Khusus


Tujuan khusus dari penelitian ini antara lain:

a. Mengidentifikasi penyebab pneomonia pada anak.

b. Menganalisis pengaruh kombinasi nebulisasi dan fisioterapi pada

balita pneumonia.

1.3 Manfaat
1.3.1 Mahasiswa
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi mahasiswa
dalam penanganan pneomunia pada anak.
1.3.2 Institusi
Penelitian ini dapat memperkaya ilmu pengetahuan dalam bidang
keperawatan khususnya terapi non farmakologi Reminiscence untuk
dimanfaatkan sebagai sumber belajar dan diharapkan diterapkan
intervensi non farmakologi lainnya atau dengan variabel yang berbeda.
1.3.3 RSUD dr. Haryoto
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai alternatif pengobatan
untuk anak pada pneomonia.
BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Pengertian Pneumonia
Pneumonia adalah adanya inflamasi, pembengkakan atau peradangan
pada jaringan parenkim paru yang biasanya dikaitkan dengan pengisian
alveoli dengan cairan. Pneumonia merupakan istilah umum yang
menandakan inflamasi pada daerah pertukaran gas dalam pleura; biasanya
mengimplikasikan inflamasi parenkim paru yang disebabkan oleh infeksi.
(Caia Francis 2012). Pneumonia adalah proses inflamatori parenkim paru
yang umumnya disebabkan oleh agens infeksius (Brunner & suddarth
2013).

2.1.2 Klasifikasi
Menurut Departemen Kesehatan RI, 2010 Pneumonia diklasifikasikan
sebagai berikut:
1) Pneumonia berat
2) Pneumonia ringan
3) Bukan Pneumonia (penyakit paru lain)
Sedangkan pada Panduan Persatuan Dokter Paru Indonesia (PDPI, 2015)
Pneumonia diklasifikasikan sebagai berikut:
1) Berdasarkan klinis dan epidemiologis
a) Pneumonia komuniti
b) Pneumonia nasokomial
c) Pneumonia asipirasi
d) Pneumonia pada penderita imunocompromised pembagian ini
penting untuk memudahkan dalam penatalaksanaan
2) Berdasarkan bakteri penyebab
a) Pneumonia bacteria/ Typical. Dapat terjadi pada semua usia.
Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang seseorang yang
peka, misalnya Klepsiella pada penderita alkoholik, staphylococcus
pada penderita pasca infeksi influenza.
b) Pneumonia atipikal, disebabkan mecoplasma, legionella dan
chlamydia
c) Pneumonia virus d) Pneumonia jamur sering merupakan infeksi
sekunder. Predileksi terutama pada penderita dengan daya tahan
tubuh lemah
3) Berdasarkan predileksi infeksi
a) Pneumonia lobaris, sering pada pneumonia bacterial, jarang pada
bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau
sekmen kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi
bronkus misalnya: pada aspirasi benda asing atau proses
keganasan
b) Bronkopneumonia, ditandai dengan bercak-bercak infiltra pda
lapang paru dapat disebabkan oleh bacterial maupun virus.
Sering pada bayi dan orang tua.
c) Pneumonia interstisial.

2.1.3 Etiologi

Menurut (LeMone. Atai, 2016) pneumonia didapatkan oleh 2 penyebab


antara lain : infeksius dan noninfeksius. Penyebab infeksius yaitu bakteri,
virus, jamur, protozoa dan mikroba. Sedangkan penyebab noninfeksius
anatara lain adalah aspirasi isi lambung dan inhalasi gas beracun atau gas
yang mengiritasi. Pneumonia infeksius sering kali diklasifikasikan sebagai
infeksi yang didapat komunitas, infeksi nosokpomial (didapat dirumah
sakit), atau oportunistik (Imun menurun).

Faktor Anak Yang Berhubungan Dengan Kejadian Pneumonia Pada Balita


1. Status Gizi Status gizi yang kurang dan buruk dapat menyebabkan
gangguan sistem imun. Organ timus sangat sensitif terhadap malnutrisi
karena kekurangan protein dapat menyebabkan atrofi timus. Hampir
semua mekanisme pertahanan tubuh memburuk dalam keadaan
malnutrisi.4 Namun pada penelitian ini didapatkan bahwa status gizi
balita yang terkena pneumonia paling banyak adalah dengan status gizi
normal, hal itu dikarenakan saat ini penanganan dan perawatan balita
dengan status gizi buruk sudah semakin baik sehingga bisa mengurangi
angka kesakitan dan kematian akibat status gizi buruk. Penelitian ini
sejalan dengan penelitian Herman (2002) di Kabupaten Ogan Komering
Ilir yang menemukan bahwa balita dengan status gizi baik lebih tinggi
yang terkena pneumonia dibandingkan balita dengan status gizi kurang.
2. Umur Balita
Bayi dan balita memiliki mekanisme pertahanan tubuh yang masih
lemah dibanding orang dewasa, sehingga balita masuk ke dalam
kelompok yang rawan terhadap infeksi seperti influenza dan pnemonia.
Hal ini disebabkan oleh imunitas yang belum sempurna dan saluran
pernafasan yang relatif sempit.
3. Jenis Kelamin
Anak laki-laki adalah faktor resiko yang mempengaruhi kesakitan
pnemonia. Hal ini disebabklan karena diameter saluran pernafasan anak
laki-laki lebih kecil dibandingkan dengan anak perempuan atau adanya
perbedaan dalam daya tahan tubuh antara anak laki-laki dan perempuan.
4. Berat Badan Lahir
Bayi dengan berat lahir rendah pembentukan zat anti kekebalan kurang
sempurna, zat anti kekebalan kurang sempurna, pertumbuhan dan
maturasi organ dan alat-alat tubuh belum sempurna akibatnya bayi
dengan berat badan lahir rendah lebih mudah mendapatkan komplikasi
dan infeksi, terutama pneumonia dan penyakit pernapasan lainnya. Pada
penelitian ini tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara riwayat
BBLR dengan kejadian pneumonia.
5. Riwayat ASI Eksklusif
6. Kandungan ASI sudah lengkap yaitu terdiri dari lemak, protein,
karbohidrat, mineral, vitamin, dan unsur- unsur anti infektif. 12 Bayi
yang baru lahir secara alamiah mendapat imunoglobulin dari ibunya
melalui plasenta. Namun kadar zat ini akan cepat sekali menurun segera
setelah bayi lahir. Badan bayi sendiri baru membuat zat kekebalan cukup
banyak sehingga mencapai kadar protektif pada saat berusia sekitar 9-12
bulan. Pada saat kadar zat kekebalan bawaan menurun, sedangkan yang
dibentuk oleh badan bayi belum mencukupi maka akan terjadi
kesenjangan zat kekebalan pada bayi.

2.1.4 Manifestasi klinis


Menurut Nanda Nic-Noc (2013) dan Nanda Nic- Noc (2015)
manifestasi klinis yang muncul pada pasien dengan pneumonia adalah
sebagai berikut :
1) Batuk
2) Dispnea
3) Takipnea
4) Pucat, tampilan kehitaman, sianosis (biasanya tanda lanjut)
5) Melemah atau kehilangan suara napas
6) Retraksi dinding toraks : interkostal, subternal, diafragma, atau
supraklavikula
7) Napas cuping hidung
8) Nyeri abdomen (disebabkan oleh iritasi diafragma oleh paru
terinfeksi didekatnya)
9) Batuk paroksimal mirip pertusis
10) Demam
11) Ronchie
12) Sakit Kepala
13) Sesak napas
14) Menggigil
15) Berkeringat
16) Kulit yang lembab
17) Mual dan muntah

2.1.5 Patofisiologi
Paru merupakan struktur kompleks yang terdiri atas kumpulan unit
yang dibentuk melalui percabangan progresif jalan napas. Saluran napas
bagian bawah yang normal adalah steril, walaupun berseblahan dengan
sejumlah besar mikroorganisme yang menempati orofaring dan terpajam
oleh mikroorganisme dari lingkungan di dalam udara yang dihirup. Sterilitas
saluran napas bagian bawah adalah hasil mekanisme penyaringan dan
pembersihan yang efektif. Saat terjadi inhalasi-bakteri mikroorganisme
penyebab pneumonia ataupun akibat dari penyebaran secara hematogen dari
tubuh dan aspirasi melalui orofaring tubuh pertama kali akan melakukan
mekanisme pertahanan primer dengan meningkatkan respon radang.
Timbulnya hepatisasi merah dikarenakan perembesan eritrosit dan beberapa
leukosit dari kapiler paru-paru. Pada tingkat lanjut aliran darah menurun,
alveoli penuh dengan leukosit dan relatif sedikit eritrosit. Kuman
pneumococcus difagosit oleh leukoasit dan sewaktu resolusi berlangsung
makrofag masuk ke dalam alveoli dan menelan leukosit beserta kuman. Paru
masuk ke dalam tahap hepatitis abu-abu dan tampak berwarna abu-abu.
Kekuningan. Secara perlahan sel darah merah yang mati dan eksudat fibrin
dibuang dari alveoli. Terjadi resolusi sempurna. Paru kembali menjadi
normal tanpa kehilangan kemampuan dalam pertukaran gas (Mamik, 2015).

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang


Menurut (Lemone, 2016) pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada
pasien pneumonia adalah sebagai berikut :
1) Sinar X
2) GDA/ nadi oksimetris
3) Pemeriksaan gram/ kultur
4) Pemeriksaan JDL
5) Pemeriksaan serolog
6) Permeriksaan fungsi paru
7) Aspirasi perkutan/ biopsy jaringan paru terbuka
2.2 Konsep Fisioterapi Dada

2.2.1 Pengertian
Fisioterapi dada merupakan salah satu tindakan untuk membantu
mengeluarkan dahak di paru dengan menggunakan pengaruh gaya gravitasi.
Fisioterapi dada merupakan salah satu terapi penting dalam
pengobatan pada penyakit pernapasan untuk anak-anak yang menderita
penyakit pernapasan (Purnamiasih, 2020). Fisioterapi dada merupakan
kelompok terapi non farmakologis yang digunakan dengan kombinasi untuk
mobilisasi sekresipulmonal (Yanwar, 2016).

2.2.2 Tujuan Fisioterapi Dada

Fisioterapi dada pada anak bertujuan diantaranya untuk


meningkatkan pengeluaran mukus, mencegah terkumpulnya dahak dalam
saluran nafas dan mempercepat pengeluaran dahak sehingga tidak terjadi
atelektasis dan memudahkan pengeluaran dahak. Pemberian tindakan
fisioterapi dada pada anak sangat sederhana dan mudah dilakukan namun
diperlukan keberanian dan memahami pemeriksaan auskultasi paru pada
pada anak untuk menentukan area paru sisi makan yang banyak dahaknya.

2.2.3 Jenis-Jenis Fototerapi Dada


a. Postural Drinase
1. Defenisi Drainase Postural
Postural drainase adalah drainase dengan gravitasi sekresi dari
berbagai segmen paru (Kozier & Erb’s,2012). Ada juga
mendevenisikan drainase postural adalah pembersihan berdasarkan
gravitasi sekret jalan nafas dari segmen bronkus khusus. Ini dicapai
dengan melakukan satu atau lebih dari 10 posisi tubuh yang berbeda.
(Perry,2005). Postural drainase menggunakan posisi spesifik yang
memungkinkan gaya gravitasi untuk membantu dalam membuang
sekresi bronkial. Sekresi mengalir dari bronkiulus yang terkena
kedalam bronki dan trakea dan membuangnya dengan membatukkan
atau pengisapan. Drainase postural digunakan untuk menghilangkan
atau mencegah obstruksi bronkial yang disebabkan oleh akumulasi
sekresi (Brunner & Sudarth,2001).
Macam-macam posisi pelaksanaan postural drainase :
a) Supinasi : Lobus atau segmen anterior.
b) Pronasi : Lobus bawah segmen superior.
c) Lateral kiri : Lobus bawah segmen basal lateral/segmen tepi.
d) Lateral kanan : Lobus bawah segmen anterior/segmen tengah.
2. Indikasi untuk pelaksanaan postural darinase
a) Profilaksis untuk mencegah terjadinya penumpukan sekret yaitu
pada :
(1) Pasien yang memakai ventilasi.
(2) Pasien yang melakukan tirah baring lama.
(3) Pasien dengan produksi sputum meningkat.
(4) Pasien dengan batuk yang tidak efektif.
b) Mobilisasi sekret yang tertahan yaitu pada :
(1) Pasien dengan atelektasis yang disebabkan oleh sekret.
(2) Pasien dengan abses paru.
(3) Pasien dengan pneumonia.
(4) Pasien pre dan post operatif.
(5)Pasien neurologi dengan kelemahan umum dan gangguan menelan
atau batuk.
3. Kontraindikasi pelaksanaan postural drainase :
a) Aksaserbasi akut PPOK.
b) Pneumonia tanpa bukti sputum yang berlebihan.
c) Osteoporosis.
d) Kanker paru.
e) Edema serebral.
4. Persiapan klien untuk postural drainase :
a) Longgarkan seluruh pakaian terutama daerah leher dan pinggang.
b) Terangkan cara pengobatan kepada pasien secara ringkas tetapi
lengkap.
c) Periksa nadi dan tekanan darah.
d) Apakah pasien mempunyai refleks batuk atau memerlukan suction
untuk mengeluarkan sekret.
5. Cara melakukan terapi :
a) Terapis harus didepan pasien untuk melihat perubahan yang terjadi
selama postural drainase.
b) Postural drainase di lakukan dua atau tiga kali sehari.
c) Waktu terbaik sebelum sarapan, sebelum makan siang, disore hari
dan sebelum tidur.
d) Bila dilakukan pada beberapa posisi tidak lebih dari 40 menit, tiap
posisi 3-10 menit.
6. Penilaian hasil terapi:
a) Pada auskultasi apakah suara pernfasan meningkat dan sama kiri
dan kanan.
b) Pada inspeksi apakah kedua sisi dada bergerak sama.
c) Apakah batuk telah produktif, apakah sekret sangat encer atau
kental.
d) Bagaimana perasaan pasien tentang pengobatan apakah ia merasa
lelah, merasa enakan atau sakit.
e) Bagaimana efek yang nampak pada vital sign.
f) Apakah foto toraks ada perbaikan.
7. Kriteria untuk tidak melanjutkan pengobatan :
a) Pasien tidak demam dalam 24-48 jam.
b) Suara pernafasan normal atau relatif jelas.
c) Foto toraks relative jelas.
d) Pasien mampu untuk bernafas dalam dan batuk.
8. Alat dan bahan :
a) Bantal 2-3.
b) Tisu wajah.
c) Stetoskop
d) Masker
e) Handuk Kecil
f) Sputum pot.
9. Prosedur kerja :
a) Jelaskan prosedur dan tujuan dilakukannya postural drainase.
b) Kaji area paru, data klinis, foto x-ray
c) Cuci tangan.
d) Pakai masker.
e) Dekatkan sputum pot.
f) Atur posisi pasien sesuai dengan area paru yang akan di drainase.
g) Minta pasien mempertahankan posisi tersebut selama 10-15 menit,
sambil postural drainase bisa dilakukan clapping dan vibrating.
h) Berikan tisu untuk membersihkan sputum.
i) Minta pasien untuk duduk, nafas dalam dan batuk efektif.
j) Evaluasi respon pasien ( pola nafas, sputum : warna, volume, suara
pernafasan).
k) Cuci tangan.
l) Dokumentasikan ( jam, hari, tanggal, respon pasien ).
m)Jika sputum masih belum bisa keluar, maka prosedur dapat diulangi
kembali dengan memperhatikan kondisi pasien.

b. Fisioterapi Dada dengan Perkusi


Fisioterapi dada dengan perkusi adalah tindakan yang dilakukan
dengan membentuk mangkuk pada telapak tangan dan dengan ringan
ditepukkan pada dinding dada dengan gerakan berirama diatas segmen
paru yang akan dialirkan(Brunner & Sudarth,2001).
Pengetukan pada dinding dada dengan menggunakan telapak tangan
yang dibentuk seperti mangkok merupakan devenisi fisioterapi
menurut Wallay dan Wong,1999. Menurut Aziz Mashabi,1990
fisioterapi dada dengan perkusi adalah pengetukan yang dilakukan
pada dinding dada dengan tujuan melepaskan sekret yang tertahan.
Perkusi dada merupakan energik mekanik pada dada yang diteruskan
pada saluran nafas paru. Jadi perkusi adalah tepukan dilakukan pada
dinding dada atau punggung dengan tangan dibentuk seperti mangkok.
Tujuannya adalah untuk melepaskan sekret yang tertahan atau melekat
pada bronkhus. Perkusi dada merupakan energi mekanik pada dada
yang diteruskan pada saluran nafas paru.
Indikasi untuk perkusi : perkusi secara rutin dilakukan pada pasien
yang mendapatkan postural drainase, jadi semua indikasi postural
drainase secara umum adalah indikasi perkusi. Perkusi harus
dilakukan hati-hati pada keadaan patah tulang rusuk, emfisema
subkutan daerah leher dan dada, luka bakar, infeksi kulit, emboli paru,
pneumotoraks tension yang tidak diobati.
Alat dan bahan : handuk kecil dan prosedur kerja :
1) Tutup area yang akan dilakukan perkusi dengan handuk untuk
megurangi ketidaknyamanan.
2) Anjurkan pasien untuk rileks, nafas dalam atau perlahan dengan
Purse Lips Breathing.
3) Perkusi pada setiap segmen paru selama 1-2 menit dengan tangan
seperti mangkok. Perkusi dihindari pada payudara, sternum, tulang
belakang, ginjal (Kozier & Erb’s, 2012).
c. Fisioterapi Dada dengan Vibration.
Fisioterapi dada dengan vibrasi adalah getaran yang kuat yang
dihasilkan oleh tangan pada dinding dada klien (Kozier & Erb’s,
2012) menurut Brunner & Sudarth tahun 2001 Fisioterapi dada
dengan vibrasi adalah teknik memberikan kompresi dan getaran
manual pada dinding dada selama fase ekshalasi pernafasan.
Sedangkan penggetaran pada dinding dada dengan kompresi dada
menggerakkan sekret kejalan nafas yang besar sehingga sekret mudah
dikeluarkan menurut Aziz Mashabi,1990.
Getaran ini dilakukan setelah perkusi untuk meningkatkan turbulensi
udara sehingga dapat melonggarkan sekret yang kental. Hal ini
dilakukan bergantian dengan perkusi. Vibrasi dilakukan hanya pada
waktu pasien mengeluarkan nafas. Prosedur kerja :
1) Meletakkan kedua telapak tangan tumpang tindih diatas area dada
yang akan di lakukan vibrasi atau tangan juga dapat berdampingan.
2) Minta klien untuk nafas dalam dan menghembuskan nafas perlahan
dari hidung atau mulut mengerucut.
3) Kedua tangan dan otot lengan tegang dan menggunakan tumit
tangan kemudian lakukan getaran. Getaran tangan dihentikan ketika
pasien inhalasi.
4) Getaran dilakukan sebanyak lima kali hembusan nafas setiap
segmen paru yang terkena.
5) Setelah vibrasi dilakukan suruh pasien untuk batuk dan membuang
sputum kedalam wadah sputum (Kozier & Erb’s, 2012). secara andal
lebih unggul dalam perawatan frekuensi batuk. Dalam penelitian yang
dilakukan oleh Cohen et al. (2012), telah meninjau literatur penelitian
dan menemukan bahwa madu memiliki profil keamanan yang sangat
baik dan efek menguntungkan pada pencegahan batuk. Cohen et al.
(2012) melakukan penelitian pada tiga ratus anak dengan rentan usia
1-5 tahun dengan ISPA, batuk malam hari dan durasi penyakit adalah
lima sampai tuju hari. Efek madu lebih baik daripada ekstrak kurma
untuk menghilangkan infeksi saluran pernafasan pada masa kanak-
kanak (Meo et al., 2017). Dari penelitian dan tinjauan pustaka oleh
Sopo, Miceli et al., (2015), tampak menunjukkan bahwa susu dan
madu sama efektifnya dengan obat batuk yang dijual di pasaran dalam
pengobatan batuk akut non-spesifik pada anak-anak. Banyak orang tua
dan pengasuhenggan meninggalkan obat batuk yang dijual di pasaran,
tetapi madu bisa menjadi pengganti obat. Bahkan jika efek plasebo
tidak dapat sepenuhnya dikecualikan, madu dianggap sebagai
makanan yang sangat baik dengan banyak sifat gizi untuk anak-anak >
usia 1 tahun, di berikan dengan dosisi 10cc/hari pada waktu 30 menit
sebelum tidur(Sopo, Miceli et al., 2015).
2.2.4 Prosedur Penatalaksanaan Fototerapi Dada
1) Tentukan adanya kotraindikasi untuk penggunaan fisioterapi dada
misalnya eksaserbasi akut PPOK, pneumonia tanpa bukti produksi
sputum yang berlebihan, osteoporosis, kanker paru-paru dan edema
serebral.
2) Lakukan fisioterapi dada dua jam setelah makan atau lebih.
3) Jelaskan prosedur dan tujuan dilakukannya fisioterapi dada pada
pasien.
4) Dekatkan peralatan yang diperlukan.
5) Pantau pernafasan dan status jantung pasien ( misalnya kecepatan,
irama, suara nafas dan kedalaman nafas.
6) Memantau jumlah dan karakteristik sekret.
7) Menentukan segmen paru yang mengandung sekresi berlebihan.
8) Posisikan pasien dengan posisi yang sesuai, hindari pasien dengan
COPD, cedera kepala akut, dan masalah jantung dalam posisi
trendelenburg karena dapat meningkatkan sesak nafas, tekanan
intrakranial dan stres.
9) Gunakan bantal untuk membantu pasien dalam posisi tersebut.
10) Melakukan perkusi dengan cepat dengan tangan membentuk
mangkuk atau menangkup di daerah segmen paru selama 3-5 menit.
11) Lakukan vibrasi atau getaran dengan cepat.
12) Anjurkan pasien untuk meludah dan membuang sekresi yang
menempel melalui pernafasan dalam.
13) Mendorong pasien batuk selama dan setelah prosedur.
14) Bantu dengan suction untuk melonggarkan sekret.
15)Pantau toleransi pasien selama dan sesudah dilakukannya
prosedur fisioterapi dada. (Bulechek, dkk 2013).
Dengan usia di bawah 12 bulan tidak disarankan untuk
mengonsumsi madu mentah yang berasal dari alam. Efek samping
konsumsi madu yang masih mentah mengandung racun berupa spora
bernama Clostridium botulinum. Racun ini berasal dari sengat lebah
madu yang tercampur. Anak-anak dengan usia di bawah setahun
kalau mengonsumsi madu bisa mengalami demam, mual, sembelit,
ketidakefektifan bersihan jalan nafas, dan kemungkinan lumpuh otot
(Meo et al., 2017).
BAB 3 ANALISA JURNAL

Judul Jurnal 1 : Kombinasi nebulisasi dan fisioterapi dada


meningkatkan status pernapasan pada anakanak dengan
pneumonia

Tahun : 2018

No Kriteria Pembenaran

1. P - Masalah klinik dari jurnal ini


adalah Ada kontroversi
(Patient / Clinical Problem ) mengenai efektivitas fisioterapi
dada untuk menyelesaikannya
- Populasi pada penelitian
berjumlah 34 responden yang
diambil secara Yang dipilih
secara Consecutive Sampling
dibagi menjadi dua kelompok:
satu yang menerima nebulisasi
dan satu yang menerima
nebulisasi dengan
fisioterapi dada.
2. I - Penelitian ini bertujuan
mengidentifikasi untuk
(Intervensi) mengetahui efektivitas
fisioterapi dada dan nebulisasi
terhadap status pernapasan
anak-anak tersebut.
- Fisioterapi dada diberikan
selama tiga puluh
menit di ruang perawatan.
Fisioterapi dada diberikan
sebelum makan atau 1 hingga
1,5 jam setelah makan untuk
mengurangi
- Pengukuran dilakukan setelah
20 menit perawatan
- Jenis penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini
menggunakan desain
eksperimen semu dengan pra
dan mencakup dua kelompok.
Responden dipilih dengan
menggunakan teknik
consecutive sampling.
- Instrumen yang digunakan
untuk mengumpulkan data
dalam penelitian ini adalah
observasi
3. C Sampel penelitian ini adalah
Responden 17 pada kelompok
(Comparation) kontrol dan 17 responden pada
kelompok intervensi

4. O - Hasil penelitian ini dapat


disimpulkan bahwa Kombinasi
(Outcome) nebulisasi dan fisioterapi dada
lebih efektif daripada nebulisasi
saja. Penting
untuk mempertimbangkan
kembali kombinasi nebulisasi
dan fisioterapi dada untuk
mengatasi masalah obstruksi
jalan napas.

Judul Jurnal 2 : Pengaruh fisioterapi dada terhadap bersihan jalan nafas pada
anak usia 1- 5 tahun yang mengalami gangguan bersihan jalan
nafas di puskesmas moch. Ramdhan bandung

Tahun : 2014

No Kriteria Pembenaran

1. P - Masalah klinik dari jurnal ini


adalah untuk mengatasi masalah
(Patient / Clinical Problem ) pengaruh fisioterapi dada terhadap
bersihan jalan nafas pada anak usia
1-5 tahun yang mengalami
gangguan pernafasan di Puskesmas
Moch.Ramdhan
- Jumlah sampel 96 orang

2. I - Penelitian ini bertujuan


mengetahui pengaruh fisioterapi
(Intervensi) dada terhadap bersih
- Desain penelitian adalah Studi
klinis acak atau kuasi-acak
3. C - Ada

(Comparation)

4. O - Hasil penelitian yang dilakukan


maka dapat diambil kesimpulan
bahwa terdapat perbedaan
(Outcome) frekwensi nafas sebelum dan
sesudah dilakukan fisioterapi
dada pada anak yang
mengalami bersihan jalan nafas.
dimana dapat diketahui dari
hasil penelitian dengan hasil
perhitungan p = 0.00 (p=
<0.05), , hal ini berarti bahwa
fisioterapi dada dapat
membentu perbaikan frekwensi
nafas pada anak yang
mengalami gangguan bersihan
jalan nafas

Judul Jurnal 3 : Fisioterapi dada dibandingkan dengan tanpa fisioterapi dada


untuk pneumonia

Tahun : 2015

No Kriteria Pembenaran
.

1. P - Masalah klinik dari jurnal ini


adalah Untuk menentukan
(Patient / Clinical Problem ) efektivitas dan penerimaan
fisioterapi dada dibandingkan
tanpa pengobatan atau batuk
spontan saja untuk meningkatkan
pembersihan lendir pada cystic
fibrosis

2. I

(Intervensi)

3. C Penelitian lebih lanjut melaporkan


pada 44 responden terjadi
(Comparation) peningkatan yang signifikan pada
fungsi paru setelah dilakukan terapi
fisioterapi dada dari pada tidak
dilakukan fisioterapi dada pada 42
responden

4. O Hasil tinjauan menunjukkan bahwa


teknik pembersihan jalan nafas
(Outcome) memiliki efek jangka pendek dalam
hal meningkatkan transportasi lendir
BAB 4
METODE

4.1 Jenis/ Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu studi

literature riview yang sudah ada sebelumnya. Peneliti meneliti hubungan

tingkat kepatuhan minum obat sebagai variabel independen dan penurunan

tekanan darah sebagai variabel dependen.

4.2 Analisa Jurnal

Jurnal 1
Judul Penelitian :
Kombinasi nebulisasi dan fisioterapi dada meningkatkan status
pernapasan pada anakanak dengan pneumonia
Tujuan Penelitian :
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas
fisioterapi dada dan nebulisasi terhadap status pernapasan anak-anak
tersebut.
Metode Dan Prosedur Penelitian :
Penelitian ini menggunakan desain eksperimen semu dengan pra dan
post mencakup dua kelompok. Responden dipilih dengan
menggunakan teknik consecutive sampling. Sampel penelitian ini
adalah kelompok kontrol dan 17 responden pada kelompok intervensi.
Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam
penelitian ini adalah observasi saturasi diukur selama dua puluh menit
sebelum perlakuan diberikan. Responden baru saja menerima diikuti
dengan nebulisasi satu kali (berdasarkan standar karakteristik obat
pada kedua kelompok asisten studi (fisioterapis) adalah orang yang
melakukan fisioterapi dada. Fisioterapi dada diberikan selama tiga
puluh menit di ruang perawatan. Fisioterapi dada diberikan sebelum
makan atau 1 hingga 1,5 jam setelah makan untuk mengurangi asisten
mencatat status pernapasan pada pengamatan kejenuhan. Pengukuran
dilakukan setelah 20 menit perawatan. Studi ini disetujui oleh Etika
dan multivariat menggunakan uji-t independen.
Hasil Penelitian :
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan perbedaan
sebelum pengobatan di denyut jantung dan saturasi oksigen antara
kelompok kontrol dan kelompok intervensi (p > 0,05) dan tidak ada
perbedaan frekuensi pernapasan antara kelompok kontrol dan
kelompok intervensi (p < 0,05). Meskipun tidak ada perbedaan yang
ditemukan pada denyut jantung setelah pengobatan kejenuhan antara
kelompok kontrol dan kelompok intervens (P = 0,05). dalam status
pernapasan antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi; tingkat
pernapasan kelompok intervensi lebih tinggi daripada kelompok
kontrol.
Kesimpulan penelitian:
Kombinasi nebulisasi dan fisioterapi dada lebih efektif daripada
nebulisasi saja. Penting untuk mempertimbangkan kembali kombinasi
nebulisasi dan fisioterapi dada untuk mengatasi masalah obstruksi
jalan napas.
Rekomendasi penelitian
Peneliti ini merekomendasikan kepada petugas kesehatan untuk
melakukan kombinasi nebulisasi dan fisioterapi dada lebih efektif
daripada nebulisasi saja. Penting untuk mempertimbangkan kembali
kombinasi nebulisasi dan fisioterapi dada untuk mengatasi masalah
obstruksi jalan napas..
Jurnal 2
Judul Penelitian :
Fisioterapi dada dibandingkan dengan tanpa fisioterapi dada untuk
pneumonia
Tujuan Penelitian :
Untuk menentukan efektivitas dan penerimaan fisioterapi dada
dibandingkan tanpa pengobatan atau batuk spontan saja untuk
meningkatkan pembersihan lendir pada pneumoni.
Metode Dan Prosedur Penelitian :
Kami mencari Daftar Percobaan Kelompok Fibrosis Kistik dan
Gangguan Genetik Cochrane yang terdiri dari referensi yang
diidentifikasi dari pencarian basis data elektronik komprehensif dan
pencarian tangan dari jurnal yang relevan dan buku abstrak dari
prosiding konferensi. Studi klinis acak atau kuasi-acak di mana bentuk
fisioterapi dada (teknik pembersihan jalan napas) dipertimbangkan
pada orang dengan fibrosis kistik dibandingkan dengan tanpa
pengobatan fisioterapi atau batuk spontan saja.
Hasil Penelitian :
Dari hasil penelitian Pencarian mengidentifikasi 157 studi, dimana
delapan studi cross-over (data dari 96 peserta) memenuhi kriteria
inklusi. Ada perbedaan antara studi dalam cara intervensi
disampaikan, dengan beberapa kelompok intervensi menggabungkan
lebih dari satu modalitas pengobatan. Satu studi termasuk melihat
drainase autogenik, enam dianggap fisioterapi dada konvensional, tiga
dianggap tekanan ekspirasi positif berosilasi, tujuh dianggap tekanan
ekspirasi positif dan satu dianggap tekanan tinggi tekanan ekspirasi
positif. Dari delapan studi, enam adalah studi pengobatan tunggal dan
dua, intervensi pengobatan dilakukan selama dua hari berturut-turut
(sekali sehari dalam satu, dua kali sehari di hari lain). Heterogenitas
yang sangat besar dalam intervensi pengobatan ini mencegah
dilakukannya meta-analisis.
Kesimpulan penelitian:
Hasil tinjauan ini menunjukkan bahwa teknik pembersihan jalan napas
memiliki efek jangka pendek dalam hal meningkatkan transportasi
lendir. Tidak ada bukti yang ditemukan untuk menarik kesimpulan
mengenai efek jangka panjang.
Rekomendasi penelitian :
Kesimpulan dan hasil tinjauan ini merekomendasikan bahwa teknik
pembersihan jalan napas memiliki efek jangka pendek dalam hal
meningkatkan transportasi lendir. Tidak ada bukti yang ditemukan
untuk menarik kesimpulan mengenai efek jangka panjang.
Jurnal 3
Judul :
Pengaruh Fisioterapi Dada Terhadap Bersihan Jalan Nafas Pada
Anak Usia 1- 5 Tahun Yang Mengalami Gangguan Bersihan Jalan
Nafas Di Puskesmas Moch. Ramdhan Bandung
Tujuan Penelitian :
Tujuan penelitian jurnal ini untuk menguji pengaruh fisioterapi dada
terhadap bersihan jalan nafas pada anak usia 1-5 tahun yang
mengalami gangguan pernafasan di Puskesmas Moch.Ramdhan.
Metode Dan Prosedur Penelitian :
Metode penelitia dai jurnal ini menggunakan analisis bivariat ini
untuk melihat Pengaruh kedua variabel dengan menggunakan uji
nonparametrik Wilcoxon Signed Rank test. Sedangkan untuk
mengetahui uji beda proporsi bersihan jalan nafas sebelum dan
sesudah dilakukan fisioterapi menggunakan uji Chi-Square. Analisis
bivariat ini menggunakan program statistik perangkat lunak (SPSS 17)
komputer dengan taraf kepercayaan 95% (p<0,05). Instrumen yang
digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan
: 1). Lembar observasi untuk mengevaluasi efektivitas pemberian
fisioterapi yaitu, Respirasi Rate (RR) pasien, PCH dan Retraksi
Interkostal 2). Sop Fisioterapi dada yang dibuat oleh peneliti.
Selanjutnya peneliti melakukan uji content validitas dengan cara
melakukan uji ekspert dengan ahli anak dan tim dokter anak. Setelah
data penelitian terkumpul, maka peneliti melakukan Analisis univariat
yaitu analisis yang dilakukan terhadap variabelvariabel dari hasil
penelitian dengan melihat Karakteristik responden berupa Rerpirasi
rate (RR), pernafasan cuping hidung (PCH), Retraksi interkostal
(RIC).
Hasil Penelitian :
Bersihan jalan nafas adalah suatu keadaan dimana paru atau trache
terbebas dari penumpukan secret baik sepenuhnya atau sebagian
dimana frekwensi nafas dalam batas norma 0.05. Hasil penelitian ini
menunjukan proporsi bersihan jalan nafas sebelum dan sesudah
fisioterapi dada tidak ada perbedaan
Kesimpulan penelitian :
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka dapat diambil
kesimpulan bahwa terdapat perbedaan frekwensi nafas sebelum dan
sesudah dilakukan fisioterapi dada pada anak yang mengalami
bersihan jalan nafas. dimana dapat diketahui dari hasil penelitian
dengan hasil perhitungan p = 0.00 (p=<0.05), hal ini berarti bahwa
fisioterapi dada dapat membantu perbaikan frekuensi nafas pada anak
yang mengalami gangguan bersiha jalan nafas. Sedangkan untuk uji
beda proporsi (pernafasan cuping hdung dan retraksi interkostal) tidak
terdapat perbedaan antara sebelum dan sesudah fisioterapi dada
dengan hasil perhitungan p = 0.225, artinya fisioterapi dada tidak
mempengaruhi secara signifikan terhadap pernafasan cuping hidung
dan retraksi interkostal.
Rekomendasi penelitian :
Hasil penelitian ini dapat dijadikan data dasar untuk melakukan
penelitian selanjutnya, selain itu diperlukan evaluasi akhir secara lebih
ketat antara sebelum dan sesudah fisioterapi dada
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil

Hasil penelitian yang dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat


perbedaan frekwensi nafas sebelum dan sesudah dilakukan fisioterapi dada dan
nebulizer pada anak yang mengalami bersihan jalan nafas. dimana dapat diketahui
dari hasil penelitian dengan hasil perhitungan p = 0.00 (p= <0.05), , hal ini berarti
bahwa fisioterapi dada dan nebulizer dapat membantu perbaikan frekwensi nafas
pada anak yang mengalami gangguan bersihan jalan nafas

5.2. Pembahasan

Perawat memiliki tanggung jawab dalam memberikan perawatan terbaik


untuk pasien . Memberikan perawatan didasarkan tidak hanya pada pengalaman
klinis tetapi juga pada hasil temuan keperawatan untuk mengeksplorasi intervensi
keperawatan terbaik bagi pasien sehingga mendapatkan hasil yang optimal.
Melalui konsep praktik berbasis bukti, temuan penelitian dapat mempengaruhi
perawat dalam pengambilan keputusan klinis. Oleh karena itu, perawat harus tahu
konsep secara benar dan memiliki sikap positif serta siap dalam menerapkan
praktik berbasis bukti.

Fisioterapi dada merupakan salah satu tindakan untuk membantu


mengeluarkan dahak di paru dengan menggunakan pengaruh gaya gravitasi.
Fisioterapi dada merupakan salah satu terapi penting dalam pengobatan pada
penyakit pernapasan untuk anak-anak yang menderita penyakit pernapasan
(Purnamiasih, 2020). Fisioterapi dada merupakan kelompok terapi non
farmakologis yang digunakan dengan kombinasi untuk mobilisasi
sekresipulmonal (Yanwar, 2016). Terdapat 2 cara penatalaksanaan bersihan jalan
nafas yaitu secara farmakologi dan nonfarmakologis. Salah satu tindakan
nonfarmakologis yaitu pemberian fisioterapi dada. Fisioterapi dada adalah salah
satu dari pada fisioterapi yang sangat berguna bagi penderita penyakit respirasi
baik yang bersifat akut maupun kronis. Fisioterapi dada ini dapat digunakan untuk
pengobatan dan pencegahan pada penyakit paru obstruktif menahun, penyakit
pernafasan restriktif termasuk kelainan neuromuskuler dan penyakit paru restriktif
karena kelainan parenkim paru seperti fibrosis dan pasien yang mendapat ventilasi
mekanik (Santoso, 2012). Sedangkan Nebulisasi yaitu proses pembentukan
aerosol dengan cara melewatkan suatu gas diatas cairan. Aerosol
merupakan suspensi berbentuk padat atau cair dalam bentuk gas tujuan untuk
menghantarkan obat ke target organ dengan efek samping minimal dengan
keamanan dan efektifitas yang tinggi. Spektrum partikel obat-obatan
yang biasanya digunakan dalam pengobatan terletak dalam diameter yang
berkisar antara 0.5-10 mikro (berbentuk asap). Partikel uap air atau obat-
obatan dibentuk oleh suatu alat yang disebut nebulizeratau aerosol generator
(Yulsefni dan Soemarno, 2005).Aerosol yang terbentuk akan dihirup pasien
melalui mouth pieceatau sungkup dan masuk ke paru-paru untuk
mengencerkan sekret (Wahyuni, 2017). Fisioterapi dada dan nebulizer pada anak
bertujuan diantaranya untuk meningkatkan pengeluaran mukus, mencegah
terkumpulnya dahak dalam saluran nafas dan mempercepat pengeluaran dahak
sehingga tidak terjadi atelektasis dan memudahkan pengeluaran dahak. Pemberian
tindakan fisioterapi dada dan nebulizer pada anak sangat sederhana dan mudah
dilakukan namun diperlukan keberanian dan memahami pemeriksaan auskultasi
paru pada anak untuk menentukan area paru sisi makan yang banyak dahaknya.

Keadaan abnormal produksi sekret yang berlebihan (karena gangguan fisik,


kimiawi, atau infeksi yang terjadi pada membran mukosa), menyebabkan proses
pembersihan tidak berjalan secara adekuat normal, sehingga sekret ini banyak
tertimbun dan bersihan jalan menjadi tidak efektif. Sehingga untuk mempermudah
pengeluaran sekret tersebut maka dilakukan pemberian tindakan fisioterapi dada
seperti postural drainage, clapping, latihan batuk efektif, latihan nafas dalam dan
nebulizer. Tujuan pemberian teknik fisoterapi dada dan nebulizer untuk
membantu pernafasan pasien lebih baik dan menigkatkan ekspansi paru. Dengan
pemberian fisioterapi dada dan nebulizer pasien akan terbantu untuk memperbaiki
pertukaran gas tanpa meningkatkan kerja pernapasan, mengatur frekuensi dan
pola napas serta latihan batuk efektif dapat membantu pasien dalam mengeluarkan
sekret sehingga jalan nafas lebih efektif. Dengan pemberian fisioterapi dada dan
nebulizer terdapat perubahan pada pasien yaitu responden bisa mengeluarkan
dahak dengan maksimal dan banyak serta dapat membersihkan saluran pernapasan
yang sebelumnya terhalang oleh dahak, serta pola nafas menjadi lebih teratur,
pasien tidak gelisah, suara nafas tambahan menghilang, dan pasien dapat lebih
tenang dan rileks. Bersihan jalan nafas tidak efektif merupakan suatu keadaan
ketika seseorang individu mengalami suatu ancaman yang nyata atau potensial
pada status pernafasan sehubungan dengan ketidakmampuan untuk batuk secara
efektif (Carpenito 2009). Terapi ini dipilih karena dapat memberikan efek
bronkodilatasi atau melebarkan lumen bronkus, dahak menjadi encer
sehingga mempermudah dikeluarkan, menurunkan hiperaktifitas bronkus
dan dapat menggatasi infeksi (Wahyuni, 2014).

Hasil penelitian dalam jurnal yang di dapat ini menunjukkan bahwa


Kombinasi nebulisasi dan fisioterapi dada lebih kefektif daripada nebulisasi saja
terhadap peningkatan status pernafasan anak.
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari jurnal yang didapat menunjukkan adanya perbedaan
bersihan jalan napas sebelum dan sesudah diberikan fisioterapi dada dan
nebulizer. Sehingga Ha diterima dan membuktikan bahwa ada pengaruh yang
signifikan pada terapi fisioterapi dada dab nebukizer terhadap bersihan jalan napas
anak.

6.2. Saran

Penelitian ini selain memberikan sebuah hasi dan kesimpulan juga


memberikan sebuah saran pada berbagai pihak untuk membantu meningkatkan
dan mempertahankan kesehatan. Saran- saran peneliti dalam penelitian sebagai
berikut :

a. Bagi peneliti
Peneliti sebagai ilmu pengetahuan baru mengenai kolaborasi fisioterapi
dada dan nebulizer untuk mengatasi bersihan jalan napas pada anak. Bagi
peneliti selanjutnya diharapkan melakukan peneliti dengan menggunakan
sampel yang lebih besar.
b. Bagi institusi pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai literature
mahasiswa terkait penatalaksanaan fisioterapi dada dan nebulizer pada
pasien yang mengalami bersihan jalan napas tidak efektif
c. Bagi profesi keperawatan
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
keterampilanperawat sebagai tenaga kesehatan untuk memberikan terapi
alternative mengenai fisioterapi dada dan nebulizer yang dapat digunakan
pada pasien bersihan jalan napas tidak efektif.

DAFTAR PUSTAKA

Andarmoyo, S. (2013).Konsep Dan Proses KeperawatanNyeri. Yogyakarta: Ar-


Ruzz Media.
Arikunto, S. (2010).Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
RinekaCipta.
Brunner danSuddarth.(2013). Bukuajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8
volume 2.Jakarta EGC.
Creswell, J. W. (2O13). Research Design PendekatanKualitatif, Kuantitatif, dan
Mixed.Edisi 3.Yogyakarta :PustakaPelajar.
Dahlan Z. (2014). Pneumonia Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata
M, Setyohadi B, Syam AF, editor. Buku Ajar IlmuPenyakitDalam.Edisi ke-
6. Jakarta: PusatPenerbitanIlmuPenyakitDalam FKUI; 2014,p.46-8
DinasKesehatanProvinsi Sumatera Utara. ProfilKesehatanTahun (2017). Medan:
DinasKesehatanProvinsi Sumatera Utara (2017).
Egeria Dorina Sitorus, Rosita Magdalena Lubis, dan Eni Kristiani.(2018).
“Penerapan Tehnik Relaksasi Napas Dalam Dan Fisioterapi Dada Pada
Pasien Pneumonia Yang Mengalami Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas
Di RSUD Koja Jakarta Utara”. JAKHKJ Vol. 4, No. 2, 2018 p-ISSN: 2442-
501x, e-ISSN: 2541-2892
Elza Febria Sari, C. Martin Rumende, dan Kuntjoro Harimurti.(2016).“Faktor–
Faktor yang Berhubungan dengan Diagnosis Pneumonia Pada Usia Lanjut”.
Jurnal Penyakit Dalam Indonesia | Vol. 3, No. 4 | Desember 2016
Bulechek Gloria M. (2013). Nursing Interventions Classification (6th ed.).
Elsevier Global Rights.
Cohen, B., Rozen, Kristal, L., & Uziel, R. (2012). Effect of Honey on Nocturnal
Cough and Sleep Quality. Official Journal Of The American Academy Of
Pediatrics, 10(3), 2011–3075.
Djojodibroto, D. (2012). Respirologi (Respiratory Medicine), Ed.2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Gerard, T., & Derrickson, B. (2017). Dasar Anatomi dan Fisiologi Pemeliharaan
dan Kontinuitas Tubuh Manusia (13th ed.). Jakarta: EGC.
Goldman, R. D. (2014). Child Health Update Honey for treatment of cough in
children. Child Health Update, 60, 1107–1109.
Hadiana. (2013). Hubungan Status Gizi Terhadap Terjadinya Infeksi Saluran
Pernafasan Akut Pada Balita (1st ed.). Surakarta: Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Hammour, K. A., Jalil, M. A., & Hammour, W. A. (2018). An exploration of
parents’ knowledge, attitudes and practices towards the use of antibiotics in
childhood upper respiratory tract infections in a tertiary Jordanian Hospital.
Saudi Pharmaceutical Journal, 26(6), 780–785.
https://doi.org/10.1016/j.jsps.2018.04.006
Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2018). Diagnosis Keperawatan Definisi &
Klasifikasi 2018-2020 (10th ed.). Jakarta: EGC.
Kemenkes. (2014). Hasil Riskes. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
58(12), 7250–7257. https://doi.org/10.1128/AAC.03728-14
Khan, S. U., Anjum, S. I., Rahman, K., Ansari, M. J., Khan, W. U., Kamal, S., …
Khan, H. U. (2018). Honey: Single food stuff comprises many drugs. Saudi
Journal of Biological Sciences, 25(2), 320–325.
https://doi.org/10.1016/j.sjbs.2017.08.004
Marcdante, K., Robert, K., Hal, J., & Richard, B. (2018). Ilmu Kesehatan Anak
Esensial. Sari Pediatri, 7(3), 153–159. Marrisa. (2011). Penyakit Batuk Pilek
Demam Pada Anak (1st ed.). Malang: Jaya Media.

Anda mungkin juga menyukai