Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN JIWA
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Stase Keperawatan Jiwa

Disusun Oleh :
Yuspia Lestari
18210100132

PROGRAM PROFESI NERS


UNIVERSITAS INDONESIA MAJU
2022
DEFISIT PERAWATAN DIRI
I. Kasus

Defisit perawatan diri adalah suatu kondisi pada seseorang yang mengalami
kelemahan kemampuan dalam melakukan atau melengkapi aktivitas perawatan diri secara
mandiri seperti mandi (hygene), berpakaian/berhias, makan dan BAB/BAK (toileting) (Fitria,
2009).
Defisit perawatan diri adalah suatu keadaan seseorang mengalami kelainan dalam
kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari secara
mandiri (Yusuf, dkk., 2015).

II. Proses Terjadinya Masalah


A. Faktor Predisposis
1. Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan
inisiatif terganggu.
2. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri
3. Kemampuan psikologis menurun klien dengan gangguan jiwa dengan
kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketiakpedulian dirinya dan
lingkungan termasuk perawatan diri.
4. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya. Situasi
lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.

B. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi deficit perawatan diri adalah kurang penurunan motivasi,
gangguan kognitif atau perceptual, cemas, lelah atau lemah yang dialami individu
sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri. Faktor-
faktor yang mempengaruhi :
1. Body image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri
misalnya individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
2. Praktik sosial
Pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan
terjadi perubahan pola personal hygene.
3. Status sosial ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, shampoo, sikat gigi,
dan semuanya memerlukan uang.
4. Pengetahuan
Pengetahuan sangat penting, karena pengetahuan yang baik dapat
meningkatkan kesehatan.
5. Budaya
Disebagian masyarakat kalau sakit tidak boleh dimandikan.

C. Mekanisme Koping
1. Regresi adalah kemunduran akibat stres terhadap perilaku dan merupakan ciri
khas dari suatu taraf perkembangan yang lebih dini.
2. Penyangkalan
3. Isolasi diri atau menarik diri adalah pemisahan unsur emosional dari suatu pikiran
yang mengganggu yang dapat bersifat sementara atau dalam waktu yang lama.
4. Intelektualisasi adalah pengguna logika dan alasan berlebihan untuk menghindari
pengalaman yang mengganggu perasaannya.

D. Rentang respon.

Respon Respon
Adaptif Maladaptif

Aktualisasi Konsep Diri Harga Diri Keracunan


Depersonalisasi
Diri Positif Rendah Identitas

1. Aktualisasi diri adalah : pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan
latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima
2. Konsep diri positif apabila individu mempunyai pengalaman yang positif dalam
beraktualisasi diri dan menyadari hal –hal positif maupun yang negative dari
dirinya.
3. Harga diri rendah adalah ; individu cenderung untuk menilai dirinya negative dan
merasa lebih rendah dari orang lain
4. Identitas kacau adalah kegagalan individu mengintegrasikan aspek – aspek
identitas masa kanak – kanak ke dalam kematangan aspek psikososial
kepribadian pada masa dewasa yang harmonis
5. Depersonalisasi adalah : perasaan yang tidak realistis dan asing terhadap diri
sendiri yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta tidak dapat
membedakan dirinya dengan orang lain
E. Klasifikasi Jenis dan Sifat Masalah
1. Kurang perawatan diri :mandi atau kebersihan adalah gangguan kemampuan
untuk melakukan aktifitas mandi atau kebersihan diri.
2. Kurang perawatan diri :mengenakan pakaian atau berhias adalah gangguan
kemampuan memakai pakaian dan aktifitas berdandan sendiri.
3. Kurang perawatan diri :makan adalah gangguan kemampuan untuk
menunjukkan aktifitas makan.
4. Kurang perawatan diri :toileting adalah gangguan kemampuan untuk melakukan
atau menyelesaikan aktifitas toileting sendiri (Nurjannah,2004:79).

III. Pohon Masalah

Isolasi Sosial

DPD

Harga Diri Rendah


A. Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji
1. Masalah Keperawatan
a. Defisit Perawatan Diri
b. Harga Diri Rendah
c. Isolasi Sosial
2. Data yang perlu dikaji
a. Data subyektif
1) Klien mengatakan dirinya malas mandi, tidak mau menyisir rambut, tidak
mau menggosok gigi dan tidak mau memotong kuku.
2) Klien mengatakan juga tidak mau berhias, tidak mau menggunakan alat
mandi atau kebersihan diri.
b. Data obyektif
1) Klien tampak kotor, rambut kotor
2) Badan badan
3) Pakaian kotor
4) Kuku kaki dan kuku tangan panjang dan kotor
5) Mulut bau
6) Gigi kotor
7) Penampilan tidak rapih
IV. Diagnosa Keperawatan
a. Defisit Perawatan Diri
b. Harga Diri Rendah
c. Isolasi Sosial
V. Rencana Tindakan Keperawatan

Rencana Tindakan Keperawatan


Rasional
Diagnosis Tujuan Kriteria Evaluasi Tindakan Keperawatan
TUM : Setelah ...x pertemuan SP 1  Hubungan saling percaya
Pasien dapat melakukan pasien dapat : 1. Bina hubungan saling percaya merupakan dasar untuk
perawatan diri secara  Membina hubungan 2. Diskusikan dengan klien kelancaran hubungan interaksi
mandiri saling percaya pentingnya kebersihan diri selanjutnya
TUK :  Menjelaskan  Menunjukkan bahwa
3. Diskusikan dengan klien cara
Pasien dapat : pentingnya
menjaga kebersihan diri kebersihan diri sangat penting
 Membina hubungan kebersihan diri
4. Bantu klien mempraktekkan  Membantu dan
saling percaya  Melakukan
cara menjaga kebersihan diri mengingatkan bagaimana
 Menjelaskan kebersihan diri
pentingnya kebersihan secara mandiri 5. Berikan pujian kepada klien cara menjaga kebersihan diri
diri  Mempertahankan atas usahanya  Memberikan apresiasi yang
 Melakukan kebersihan kebersihan diri wajar untuk memberikan
6. Anjurkan klien memasukkan semangat agar pasien mau
diri secara mandiri secara mandiri
dalam jadwal kegiatan harian
 Mempertahankan melakukan perawatan diri
kebersihan diri secara mandiri
Defisit
Perawatan mandiri  Menjadikan sebuah kebiasaan
Diri
TUM : Setelah ...x pertemuan SP 2  Memastikan bahwa pasien
Pasien dapat melakukan pasien dapat : 1. Evaluasi kegiatan SP 1 masih ingat dan melakukan
perawatan diri secara  Membina 2. Jelaskan cara dan alat makan kegiatan pada sp 1
mandiri hubungan saling yang benar  Mempersiapkan, cara makan
TUK : percaya a. Jelaskan cara dan merapihkan makan
Pasien dapat :  Menjelaskan mempersiapkan makan
secara mandiri merupakan
 Membina hubungan
pentingnya untuk b. Jelaskan cara
saling percaya kegiatan dasar untuk merawat
merapihkan peralatan
 Menjelaskan mempersiapkan diri
makan setelah makan
pentingnya untuk dan merapihkan  Menjadikan sebuah kebiasaan
c. Praktek makan sesuai
mempersiapkan dan peralatan makan dengan tahapan makan
merapihkan peralatan secara mandiri
makan secara mandiri yang baik
 Menyebutkan 3. Latih kegiatan makan
 Menyebutkan urutan
urutan cara makan
cara makan yang baik  4. Masukkan dalam jadwal
yang baik kegiatan pasien
TUM : Setelah ...x pertemuan SP 3  Memastikan bahwa pasien
Pasien dapat melakukan pasien dapat : 1. Evaluasi SP 1 dan 2 masih ingat dan melakukan
perawatan diri secara  Membina hubungan 2. Jelaskan pentingnya kegiatan pada sp 1dan 2
mandiri saling percaya berdandan  Memberikan gambaran
TUK :  Menjelaskan 3. Lebih cara berdandan pentingnya berdandan
Pasien dapat : pentingnya a. Untuk pasien laki-laki
 Menunjukkan caranya
 Membina hubungan berdandan meliputi cara :
berdandan
saling percaya  Car a berdandan  Berpakaian
 Menjelaskan sesuai jenis kelamin  Menyisir
pentingnya rambut
berdandan  Bercukur
 Cara berdandan b. Untuk pasien perempuan
sesuai jenis kelamin  Berpakaian
 Menyisir
rambut
 Berhias
4. Masukan dalam jadwal
kegiatan pasien

TUM : Setelah ...x pertemuan SP 4  Memastikan bahwa pasien


Pasien dapat melakukan pasien dapat : 1. Evaluasi kemampuan pasien masih ingat dan melakukan
perawatan diri secara  Membina yang lalu (SP 1, 2 dan 3) kegiatan pada sp 1,2 dan 3
mandiri hubungan saling 2. Latih cara BAB dan BAK yang  Menjadikan kebiasaan
TUK : percaya baik BAB/BAK yang baik
Pasien dapat :  Menjelaskan cara 3. Menjelaskan tempat BAB/BAK
 Menunjukkan tempat BAB/BAK
 BAB/BAK dengan baik BAB/BAK yang baik yang sesuai
yang sesuai
 BAB/BAK ditempat  Menjelaskan 4. Menjelaskan cara
membersihkan diri setelah  Menunjukkan kebersihan diri
yang sesuai tempat untuk
BAB/BAK. setelah BAB/BAK
 Membersihkan diri BAB/BAK yang
setelah BAB/BAK sesuai
 Menjelaskan cara
membersihkan diri
setelah BAB/BAK

VI. Referensi
1. Fitria, Nita.2012. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI PELAKSANAAN Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta : Salemba Medika.
2. Yusuf, Ah., dkk.. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika.
HARGA DIRI RENDAH
I. Kasus

Gangguan harga diri adalah keadaan ketika individu mengalami atau beresiko
mengalami evaluasi diri yang negative tentang kemampuan atau diri (Capenitu, Lynda Jual-
Moyet, 2007). Harga diri rendah adalah keadaan ketika individu mengalami evaluasi diri
negative mengenai diri atau kemampuan diri (Lynda Juall Carpenitu-Moyet, 2007).
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga,tidak berarti dan rendah diri yang
berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri atau kemampuan diri.
Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena tidak mampu mencapai
keinginan sesuai ideal diri. ( Yosep,2009).
II. Proses Terjadinya Masalah
A. Faktor Predisposis

Faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah kronis menurut Herman (2011)
adalah penolakan orang tua yang tidak realistis, kegagalan berulang kali, kurang
mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain, ideal diri yang
tidak realistis.
B. Faktor Presipitasi

Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah biasanya adalah kehilangan


bagian tubuh, perubahan penampilan/bentuk tubuh,kegagalan atau produktivitas yang
menurun. Secara umum, gangguan konsep diri harga diri rendah ini dapat terjadi
secara emosional atau kronik. Secara situasional karena trauma yang muncul secara tiba-
tiba, misalnya harus dioperasi,kecelakaan,perkosaan atau dipenjara, termasuk dirawat
dirumah sakit bisa menyebabkan harga diri rendah disebabkan karena penyakit fisik atau
pemasangan alat bantu yang membuat klien sebelum sakit atau sebelum dirawat klien
sudah memiliki pikiran negatif dan meningkat saat dirawat.( Yosep,2009).
Harga diri rendah sering disebabkan karena adanya koping individu yang tidak
efektif akibat adanya kurang umpan balik positif, kurangnya system pendukung
kemunduran perkembangan ego, pengulangan umpan balik yang negatif, disfungsi
system keluarga serta terfiksasi pada tahap perkembangan awal.(Townsend,2008)
C. Mekanisme Koping
1. Aktifitas yang memberikan pelarian sementara dan krisis identitas diri (misalnya
konser musik, bekerja keras, menonton televisi, secara obsesif)
2. Aktivitas yang memberikan identitas penggantian (misalnya ikut serta dalam klub
sosial, agama politik, kelompok gerakan )
3. Aktivitas sementara menguatkan atau mengingatkan yang tidak menentu
(misalnya olahraga yang kompetitif, prestasi akademik, konteks untuk
mendapatkan polaritas ).
4. Aktifitas yang merupakan upaya jangka pendek untuk membuat aktifitas di luar
hidup yang tidak bermakna saat ini (misalnya penyalahgunaan obat).

D. Rentang respon.

Respon Respon
Adaptif Maladaptif

Aktualisasi Konsep Diri Harga Diri Keracunan


Depersonalisasi
Diri Positif Rendah Identitas
1. Respon adaptif
Respon Adaptif Respon adaptif adalah kemampuan individu dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
a) Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan
latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima.
b) Konsep diri positif apabila individu mempunyai pengalaman yang positif
dalam beraktualisasi diri dan menyadari menyadari hal-hal positif maupun
negative dari dirinya (Prabowo, 2014).
2. Respon maladatif
Respon maladaptif adalah respon yang diberikan individu ketika dia tidak
mampu lagi menyelesaikan masalah yang dihadapi.
a) Harga diri rendah adalah individu yang cenderung untuk menilai dirinya
negatif dan merasa lebih rendah dari orang lain.
b) Identitas kacau adalah kegagalan individdu mengintegritaskan aspek-aspek
identitas masa kanak-kanak kedalam kematangan aspek psikososial
kepribadian pada masa dewasa yang harmonis.
c) Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realistik dan asingg terhadap diri
sendiri yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta tidak daapat
membedakan dirinya dengan orang lain (Prabowo, 2014).
III. Pohon Masalah

Risiko Perilaku Kekerasan

Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah

Koping Individu Tidak Efektif


A. Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji
1. Masalah Keperawatan
a. Harga Diri Rendah
b. Koping Individu Tidak Efektif
c. Isolasi Sosial
d. Gangguan Persepsi Seonsori : Halusinasi
e. Risiko Perilaku Kekerasan
2. Data yang perlu dikaji
a. Data subyektif

Klien mengatakan : saya tidak mampu,tidak bisa,, tidak tahu apa apa klien
mengatakan perasaannya malu terhadap diri sendiri, klien mengatakan
merasa tidak berguna
b. Data obyektif
Klien malu untuk berkontrak mata,tidak berinisiatif dan berinteraksi dengan
orang lain malu berjabatangan,klien mau menyebutkan nama, malu duduk
berdampingan dengan perawat, nada suara lembut dan pelan.
IV. Diagnosa Keperawatan
a. Harga Diri Rendah
b. Koping Individu Tidak Efektif
c. Isolasi Sosial
d. Gangguan Persepsi Seonsori : Halusinasi
e. Risiko Perilaku Kekerasan
V. Rencana Tindakan Keperawatan

Rencana Tindakan Keperawatan


Rasional
Diagnosis Tujuan Kriteria Evaluasi Tindakan Keperawatan
TUM : Setelah …x SP I  Resportment positif
Pasien dapat pertemuan klien 1. Membina hubungan saling percaya dapat memotovasi
mengembalikan mampu : 2. Identifikasi kemampuan positif yang dimiliki klien dan
kepercayaan dirinya  Mengidentifikasi  Diskusikan bahwa pasien masih memiliki meningkatkan harga
kembali kemampuan sejumlah kemampuan dan aspek positif diri klien.
aspek positif yang seperti kegiatan pasien dirumah adanya
TUK :  Nilai kemampuan klien
dimiliki kelaurga dan lingkungan terdekat pasien.
Pasien mampu : dalam membuat
 Memiliki  Beri pujian yang realistis dan hiindarkan
1. Mengidentifikasi keputusan dalam
kemampuan setiap kali bertemu dengan pasien
kemampuan dan memilih kegiatan
yang dapat penilaian yang negatif.
aspek positif yang yang dipilihnya
digunakan 3. Nilai kemampua yang dapat dilakukan saat ini
dimiliki.  Membantu klien untuk
 Memilih kegiatan  Diskusikan dengan pasien kemampuan
2. Menilai kemampuan
sesuai yang masih digunakan saat ini menetukan dan
yang dimiliki
kemampuan  Bantu pasien menyebutkannya dan beri memilih kegiatan
Harga Diri 3. Menilai kemampuan penguatan terhadap kemampuan diri
 Melakukan yang akan dipillih.
yang dapat yang diungkapkan pasien.
Rendah kegiatan yang  Memberi stimulasi
digunakan  Perlihatkan respon yang kondusif dan
sudah dipilih kepada klien untuk
4. Menetapkan / menjadi pendengar yang aktif.
 Merencanakan menilai dan
memilih kegiatan 4. Pilih kempuan yang akan dilatih
kegiatan yang menetapkan aktivitas
yang sesuai dengan  Diskusikan dengan pasien beberapa
sudah dilatih
kemampuan aktivitas yang dapat dilakukan dengan yang akan dilakukan.
5. Melatih kegiatan dipilih sebagai kegiatan yang akan pasien  Untuk memudahkan
yang sudah dipilih, lakukan sehari-hari. klien dalam
sesuai kemampuan  Bantu pasien menetapkan aktivitas mana melakukan kegiatan
6. Merencanakan yang dapat pasien lakukan secara
kegiatan yang mandiri.
sudah dilatihnya.  Aktivitas yang memerlukan bantuan
minimal dari keluarga.
 Aktivitas apa saja yang perlu bantuan
penuh dari keluarga atau lingkungan
terdekat pasien.
 Beri contoh cara pelaksanaan aktivitas
yang dapat dilakukan pasien
 Susun bersama pasien aktivitas atau
kegiatan sehari-hari pasien.
5. Nilai kemampuan pertama yang telah dipilih
 Diskusikan dengan pasien untuk
menetapkan urutasn kegiatan (yang
sudah dipilih pasien) yang akan dilatihkan.
 Bersama pasien dan keluaarga
memperagakan beberapa kegiatan yang
akan dilakukan pasien.
 Berikan dukungan atau pujian yang nyata
sesuai kemajuan yang diperlhatkan
pasien.
6. Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
 Beri kesempatan pada pasien untuk
mecoba kegiatan.
 Beri pujian atas aktivitas/kegiatan yang
dapat dilakukan pasien setiap hari.
 Tingkatkan kegiatan sesuai dengan
toleransi dan perubahan sikap.
 Susu daftar aktivitas yang sudah dilatihkan
bersama pasien dan keluarga.
 Berikan kesempatan mengungkapkan
perasaannya setelah pelaksanaan
kegiatan. Yakinkan bahwa keluarga
medukung setiap aktivitas yang dilakukan
pasien
TUM : Setelah …x SP II  Membantu klien untuk
Pasien dapat pertemuan klien 1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP I) menetukan dan
mengembalikan mampu : 2. Pilih kemampuan kedua yang dapat memilih kegiatan
kepercayaan dirinya  Memilih kegiatan dilakukan
yang akan dipillih.
kembali kedua yang 3. Latih kemampuan yang dipilih
4. Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien  Untuk melatih
dapat dilakukan
TUK : kemampuan agar
 Melatih
Pasien mampu : kemampuan lebih percaya diri
1. Memilih kegiatan yang sudah  Untuk memudahkan
kedua yang dapat dipilih klien dalam
dilakukan  Memasukan melakukan kegiatan
2. Melatih semua
kemampuan yang kemampuan
sudah dipilih yang akan dilatih
3. Memasukan semua kedalam
kemampuan yang kegiatan harian
akan dilatih
kedalam kegiatan
harian

TUM : Setelah …x SP III  Membantu klien untuk


Pasien dapat pertemuan klien 1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP I dan II) menetukan dan
mengembalikan mampu : 2. Memilih kemampuan ketiga yang dapat memilih kegiatan
kepercayaan dirinya  Memilih kegiatan dilakukan
yang akan dipillih.
kembali ketiga yang 3. Masukkkan dalam jadwal kegiatan pasien
 Untuk memudahkan
dapat dilakukan
TUK : klien dalam
 Memasukan
Pasien mampu : melakukan kegiatan
semua
1. Memilih kegiatan
kemampuan
ketiga yang dapat
yang akan dilatih
dilakukan
kedalam
2. Memasukan semua
kegiatan harian
kemampuan yang
akan dilatih
kedalam kegiatan
harian

VI. Referensi
1. Keliat, C. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Yogyakarta: EGC
2. Herman. 2011. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika
3. Prabowo,Eko. 2014. Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika
HALUSINASI
I. Kasus

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami
perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perubahan atau penghiduan, klien merasakan stimulus yang sebelumnya
tidak ada. (Stuart, 2007)
Halusinasi adalah persepsi yang tanpa dijumpai adanya rangsangan dari luar,
walaupun tampak sebagai sesuatu yang khayal, halusinasi sebenarnya merupakan bagian
dari kehidupan mental penderita yang teresepsi. (Yosep, 2011)

II. Proses Terjadinya Masalah


A. Faktor Predisposis
Menurut Yosep (2011), faktor predisposisi terjadinya halusinasi adalah :
1. Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendanya kontrol dan
kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah
frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stres.
2. Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima dilingkungannya sejak bayi akan
merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.
3. Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus
pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien
dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih
kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.
4. Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua
skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menujukkan bahwa faktor
keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.

B. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah
adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus
asa dan tidak berdaya. Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan
halusinasi adalah:
1. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang
diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
2. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

C. Mekanisme Koping

Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan


stres, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan
yang digunakan untuk melindungi diri (Stuart & Sundeen,1998,hal 33). Mekanisme
koping merupakan upaya langsung dalam mengatasi stres yang berorientasi pada
tugas yang meliputi upaya pencegahan langsung, mengurangi ancaman yang ada.
Mekanisme koping yang sering dilakukan oleh klien dengan halusinasi adalah regresi
yaitu berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk
menanggulangi ansietas, klien jadi malas beraktifitas sehari-hari. Proyeksi yaitu upaya
untuk menyelesaikan kehancuran persepsi dan mencoba menjelaskan gangguan
persepsi dengan mengalihkan tanggungjawab kepada orang lain atau suatu benda.
Denial adalah menghindari kenyataan yang tidak diinginkan dengan mengabaikan
dan mengakui adanya kenyataan ini.

D. Rentang respon.

Respon Respon
Adaptif Maladaptif

Menyendiri Kesendirian Manipulasi


Otonomi Menarik Impulsif
Kebersamaan Ketergantungan Narsisme
Keadaan Saling
Tergantung
E. Klasifikasi Jenis dan Sifat Masalah
Menurut Yosep (2011) halusinasi terdiri dari delapan jenis :
1. Pendengaran (auditory)
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk
kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien,
bahkan sampai pada percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami
halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien
disuruh untuk melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan.
2. Penglihatan (visual)
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, gambar
kartun,bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias menyenangkan atau
menakutkan seperti melihat monster.
3. Penghidu (olfactory)
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya
bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke,
tumor, kejang, atau dimensia.
4. Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
5. Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa
tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.

III. Pohon Masalah

Effect Risiko Perilaku Kekerasan

Core Problem Gangguan Persepsi Sensori :


Halusinasi

Causa Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah

A. Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji


1. Masalah Keperawatan
a. Gangguan Persepsi Sensori : halusinasi
b. Harga Diri Rendah
c. Isolasi Sosial
d. Risiko Perilaku Kekerasan
2. Data yang perlu dikaji
a. Data subyektif
1) Klien mengatakan sering mendengar suara bisikan di telinga.
2) Klien mengatakan sering melihat sesuatu
b. Data obyektif
1) Klien tampak ketakutan
2) Klien tampak bicara sendiri
3) Klien tampak marah tanpa sebab
4) Klien kadang tertawa sendiri
5) Klien sering menyendiri
6) Klien tampak mondar-mandiri
IV. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan Persepsi Sensori : halusinasi
b. Harga Diri Rendah
c. Isolasi Sosial
d. Risiko Perilaku Kekerasan
V. Rencana Tindakan Keperawatan

Rencana Tindakan Keperawatan


Rasional
Diagnosis Tujuan Kriteria Evaluasi Tindakan Keperawatan
TUM : Setelah .. x SP I p  Dengan mengenal halusinasinya
Pasien dapat pertemuan, pasien 1. Membina hubungan saling percaya
perawat dapat mengidentifikasi
mengendalikan dapat menyebutkan : 2. Mengidentifikasi isi halusinasi
halusinasinya bila  isi, waktum 3. Mengidentifikasi waktu terjadinya masalah klien sehingga bisa
muncul frekuensi, situasi, halusinasi
tentukan cara dalam proses
TUK pencetus, 4. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi
Pasien mampu : perasaan 5. Mengidentifikasi situasi yg penyembuhan
1. mengenali  mampu menimbulkan halusinasi
 Dengan mengajarkan cara
halusinasi memperagakan 6. Mengidentifikasi respons pasien thd
yang halusinasi mengontol halusinasi, klien mampu
cara dalam
dialaminya 7. Mengajarkan pasien menghardik
mengontrol mengatasi saat halusinasi muncul
2. mengontrol halusinasi
halusinasi 8. Menganjurkan pasien memasukkan  Memudahkan klien dalam
halusinasinya
3. mengikuti cara menghardik halusinasi dalam
mengingat aktivitas yang dilakukan
jadwal kegiatan harian
program
Halusinasi pengobatan

TUM : Setelah .. x SP II p  Mengetahui perkembangan klien


Pasien dapat pertemuan, pasien 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
dan data dasar untuk intervensi
mengendalikan dapat : pasien
halusinasinya bila  mengalihkan 2. Melatih pasien mengendalikan selanjutnya
muncul halusinasinya halusinasi dengan cara bercakap-
 Dengan melatih klien
TUK dengan bercakap- cakap dengan orang lain
Pasien mampu : cakap dengan 3. Menganjurkan pasien memasukkan mengendalikan halusinasinya
1. Mengalihkan orang lain dalam jadwal kegiatan harian
dengan cara bercakap-cakap
halusinasinya
dengan dapat mengalihkan halusinasinya
bercakap-  Memudahkan klien dalam
cakap dengan
oranglain mengingat aktivitas yang dilakukan
TUM : Setelah .. x SP III p  Mengetahui perkembangan klien
Pasien dapat pertemuan, pasien 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian dan data dasar untuk intervensi
mengendalikan dapat : pasien selanjutnya
halusinasinya bila  melakukan 2. Melatih pasien mengendalikan  Dengan menganjurkan klien
muncul kegiatan dan halusinasi dengan melakukan
TUK menyusun jadwal kegiatan dan diawali dengan memasukkan dalam jadwal
Pasien mampu : menyusun jadwal kegiatan sehari-hari agar
1. Melakukan 3. Menganjurkan pasien memasukkan ke
kegiatan dan dalam jadwal kegiatan harian mengalihkan halusinasinya
menyusun
jadwal

TUM : Setelah .. x SP IV p  Mengetahui perkembangan klien


Pasien dapat pertemuan, pasien 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
dan data dasar untuk intervensi
mengendalikan dapat : pasien
halusinasinya bila  patuh dan teratur 2. Memberikan pendidikan kesehatan selanjutnya
muncul dalam tentang penggunaan obat secara
 Dengan memberikan pendidikan
TUK mengonsumsi teratur
Pasien mampu : obat 3. Menganjurkan pasien memasukkan ke kesehatan agar memandirikan klien
1. Mengkonsumsi dalam jadwal kegiatan harian
dan mempercepat penyembuhan
obat secara
teratur  Dengan menganurkan klien
memasukkan dalam jadwla
kegiatan sehari-hari agar
mengetahui waktu makan obat

VI. Referensi
1. Dalami, E, dkk. 2009. Askep Klien Dengan Gangguan Jiwa. Jakarta : CV. Trans Info Media
2. Stuart dan Laraia, Principles And Practice of Psyciatric Nursing (5Th. Ed) St. Louis Mosby Year Book 2007
3. Yosep (2011), Keperawatan Jiwa. Edisi 4, PT Refika Aditama : Bandung
4. Yosep (2011), KeperawatanJiwa. Edisi 4, PT RefikaAditama : Bandung
ISOLASI SOSIAL
I. Kasus

Isolasi sosial adalah ketidakmampuan untuk membina hubungan yang intim,


hangat, terbuka, dan independent (Workshop, diklat RSMM, 2007). Isolasi sosial adalah
keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak
mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak
diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain
(Purba, dkk. 2008).
Isolasi sosial adalah pengalaman kesendirian dari seorang individu dan diteriam
sebagai perlakuan dari orang lain serta kondisi yang negatif atau mengancam (Judith M
Wilinson, 2007)

II. Proses Terjadinya Masalah


A. Faktor Predisposis
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:
1. Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu
dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat dipenuhi,
akan menghambat masa perkembangan selanjutnya. Keluarga adalah tempat
pertama yang memberikan pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan
dengan orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan
dari ibu/pengasuh pada bayi bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat
menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Rasa ketidakpercayaan tersebut
dapat mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain maupun lingkungan
di kemudian hari. Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar
anak tidak mersaa diperlakukan sebagai objek.
2. Faktor Komunikasi Dalam Keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk
mengembangkan gangguan tingkah laku.
a. Sikap bermusuhan/hostilitas
b. Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak
c. Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan untuk
mengungkapkan pendapatnya.
d. Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada
pembicaraananak, hubungan yang kaku antara anggota keluarga, kurang
tegur sapa, komunikasi kurang terbuka, terutama dalam pemecahan masalah
tidak diselesaikan secara terbuka dengan musyawarah.
e. Ekspresi emosi yang tinggi
f. Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat bersamaan
yang membuat bingung dan kecemasannya meningkat)
3. Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh
karena norma-norma yang salah yang dianut oleh satu keluarga, seperti anggota
tidak produktif diasingkan dari lingkungan sosial.
4. Faktor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Insiden
tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota keluarga yang
menderita skizofrenia. Berdasarkan hasil penelitian pada kembar monozigot
apabila salah diantaranya menderita skizofrenia adalah 58%, sedangkan bagi
kembar dizigot persentasenya 8%. Kelainan pada struktur otak seperti atropi,
pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta perubahan struktur
limbik, diduga dapat menyebabkan skizofrenia.

B. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor internal
maupun eksternal, meliputi:
1. Stressor Sosial Budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan,
terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah dengan orang
yang dicintai, kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh,
dirawat dirumah sakit atau dipenjara. Semua ini dapat menimbulkan isolasi sosial.
2. Stressor Biokimia
a. Teori dopamine: Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik serta
tractus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
b. Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah akan meningkatkan
dopamin dalam otak. Karena salah satu kegiatan MAO adalah sebagai enzim
yang menurunkan dopamin, maka menurunnya MAO juga dapat merupakan
indikasi terjadinya skizofrenia.
c. Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada pasien
skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami penurunan karena dihambat
oleh dopamin. Hypertiroidisme, adanya peningkatan maupun penurunan
hormon adrenocortical seringkali dikaitkan dengan tingkah laku psikotik.
d. Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala-gejala psikotik
diantaranya adalah virus HIV yang dapat merubah stuktur sel-sel otak.
3. Stressor Biologik dan Lingkungan Sosial
Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering terjadi akibat
interaksi antara individu, lingkungan maupun biologis.
4. Stressor Psikologis
Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya kemampuan
individu untuk berhubungan dengan orang lain. Intesitas kecemasan yang ekstrim
dan memanjang disertai terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi
masalah akan menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan pada tipe
psikotik.
Menurut teori psikoanalisa; perilaku skizofrenia disebabkan karena ego tidak
dapat menahan tekanan yang berasal dari id maupun realitas yang berasal dari
luar. Ego pada klien psikotik mempunyai kemampuan terbatas untuk mengatasi
stress. Hal ini berkaitan dengan adanya masalah serius antara hubungan ibu dan
anak pada fase simbiotik sehingga perkembangan psikologis individu terhambat.

C. Mekanisme Koping
Individu mempunyai respons sosial maladaptif yang menggunakan berbagai
mekanisme dalam upaya untuk mengatasi ansietas. Mekanisme yang disajikan disini
berkaitan dengan jenis spesifik dari masalah-masalah berhubngan:
1. Koping yang berkaitan dengan gangguan kepribadian anti sosial yaitu proyeksi,
pemisahan dan merendahkan orang lain.
2. Koping yang berkaitan dengan gangguan kepribadian borderline yaitu pemisahan,
reaksi formasi, proyeksi, isolasi, idealisasi orang lain, merendahkan orang lain dan
identifikasi–proyeksi.

D. Rentang respon.

Respons adaptif Respons maladaptif


1. Solitude 1. Merasa sendiri 1. Manipulasi
2. Bekerjasama 2.Menarik diri 2. Impulsive
3. Saling Tergantung 3.Tergantung 3.Narkisisme
4. Kebebasan
5. Mutuality

Keterangan :
1. Respons adaptif
Yaitu respons individu dalam penyesuaian masalah yang dapat diterima
oleh norma-norma sosial dan budaya yang meliputi :
a. Solitude (merenung) merupakan respons yang dibutuhkan seseorang untuk
merenungkan apa yang telah dilakukan di lingkungan sosialnya, dan
merupakan suatu cara mengevaluasi diri untuk menentukan langkah-langkah
selanjutnya.
b. Autonomy (kebebasan) merupakan respon individu untuk menentukan dan
menyampaikan ide-ide pikiran dan perasaan dalam hubungan sosialnya.
c. Mutuality merupakan respons individu dalam berhubungan interpersonal
dimana individu saling memberi dan menerima.
d. Interdependence (saling ketergantungan) merupakan respons individu dimana
terdapat saling ketergantungan dalam melakukan hubungan interpersonal.
2. Respons antara adaptif dan maladaptif
a. Aloness (merasa sendiri) dimana individu merasakan kesepian, terkucilkan dan
tersisihkan dari lingkungannya.
b. Withdrawl (menarik diri) gangguan yang terjadi dimana seseorang menemukan
kesulitan dalam membina hubungan saling terbuka dengan orang lain,
dimana individu sengaja menghindari hubungan interpersonal ataupun
dengan lingkungannya.
c. Dependence (ketergantungan) individu mulai tergantung kepada individu yang
lain dan mulai tidak memperhatikan kemampuan yang dimilikinya.
3. Respons maladaptif
Yaitu respons individu dalam penyelesaian masalah yang menyimpang dari
norma-norma sosial budaya dan lingkungannya,yang meliputi :
a. Loneliness (kesepian) merupakan gangguan yang terjadi apabila seseorang
memutuskan untuk tidak berhubungan dengan orang lain atau tanpa bersama
orang lain untuk mencari ketenangan sementara waktu.
b. Manipulation (manipulasi) merupakan hubungan yang berpusat pada masalah
pengendalian lain dan individu cendrung berorientasi pada diri sendiri atau
tujuan dan bukan pada orang lain.
c. Narksisme merupakan rasa cinta pada diri sendiri yang berlebihan

E. Klasifikasi Jenis dan Sifat Masalah


III. Pohon Masalah

Gangguan Persepsi Sensori :


Halusinasi

Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah


A. Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji
1. Masalah Keperawatan
a. Isolasi Sosial
b. Harga Diri Rendah
c. Gangguan Persepsi Sensori : halusinasi
2. Data yang perlu dikaji
a) Data subyektif
1) Klien mengatakan malas berinteraksi
2) Klien mengatakan tidak mau berinteraksi dengan orang lain.
b) Data obyektif
1) Mematung
2) Mondar mandir tanpa arah
3) Menyendiri
4) Mengurung diri
5) Tidak mau berbicara dengan orang lain
6) Tidak berinisiatif berhubungan sosial
IV. Diagnosa Keperawatan
a. Isolasi Sosial
b. Harga Diri Rendah
c. Gangguan Persepsi Sensori : halusinasi
V. Rencana Tindakan Keperawatan

Rencana Tindakan Keperawatan


Rasional
Diagnosis Tujuan Kriteria Evaluasi Tindakan Keperawatan
TUM : Setelah ..... x SP I p  Hubungan saling percaya
Pasien dapat bersosialisasi pertemuan klien 1. Membina hubungan saling percaya merupakan dasar untuk
dengan orang lain mampu : 2. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial kelancaran hubungan
interaksi selanjutnya
 Membina hubungan pasien
 Mengetahui penyebab isolasi
TUK : saling percaya 3. Mendiskusikan dengan pasien tentang soaial dan memudahkan
Pasien mampu:  Menyadari keuntungan berinteraksi dengan orang dalam intervensi selanjutnya.
1. membina hubungan saling penyebab isolasi lain  Apersepsi dengan pasien dan
percaya sosial, keuntungan 4. Mendiskusikan dengan pasien kerugian menambah pengetahuan
2. menyebutkan penyebab dan kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain pasien tentang keuntungan
menarik diri berinteraksi dengan 5. Mengajarkan pasien cara berkenalan dan kerugian tidak
3. menyebutkan keuntungan orang lain dengan satu orang berinteraksi
berhubungan sosial  Melakukan interaksi 6. Menganjurkan pasien memasukkan  Menambah pengetahuan
4. menyebutkan kerugian dari dengan orang lain kegiatan latihan berbincang-bincang dan keterampilan pasien
dalam berkenalan dengan
tidak berhubungan sosial secara bertahap dengan orang lain dalam jadwal
orang lain.
5. melaksanakan hubungan kegiatan harian
Isolasi  Mendisiplinkan dan melatih
sosail secara bertahap pasien untuk terus berkenalan
Sosial 6. menjelaskan perasaannya
setelah melakukan
hubungan sosial

TUM : Setelah ..... x SP II p  Untuk memastikan pasien


Pasien dapat bersosialisasi pertemuan klien 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian masih ingat dan melihat
dengan orang lain mampu : pasien perkembangan
 Membina hubungan 2. Memberikan kesempatan kepada  Membiasakan diri pasien
TUK : saling percaya pasien mempraktekkan cara untuk berkomunikasi
Pasien mampu:  Berkenalan dengan berkenalan dengan satu orang
 Mendisiplinkan dan
1. membina hubungan saling satu orang 3. Membantu pasien memasukkan
melatih pasien untuk terus
percaya kegiatan berbincang-bincang dengan
2. berkenalan dengan satu satu orang ke dalam jadwal kegiatan berkenalan
orang harian
TUM : Setelah ..... x SP III p  Untuk memastikan pasien
Pasien dapat bersosialisasi pertemuan klien 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian masih ingat dan melihat
dengan orang lain mampu : pasien perkembangan
 Membina hubungan 2. Memberikan kesempatan kepada  Membiasakan diri pasien
TUK : saling percaya pasien mempraktekkan cara untuk berkomunikasi
Pasien mampu:  Menyadari berkenalan dengan dua orang atau
 Mendisiplinkan dan
1. membina hubungan saling penyebab isolasi lebih
melatih pasien untuk terus
percaya sosial, keuntungan 3. Menganjurkanpasien memasukkan ke
2. menyadari penyebab dari dalam jadwal kegiatan harian berkenalan
dan kerugian
isolasinya dan keutungan berinteraksi dengan
maupun kerugian orang lain
berinteraksi dengan orang  Melakukan interaksi
lain dengan orang lain
3. berinteraksi dengan orang secara bertahap
lain secara nertahap

VI. Referensi
1. Stuart, Gail W. 2006. Buku Saku keperawatan Jiwa.Jakarta : EGC
2. Stuart adn Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
PERILAKU KEKERASAN
I. Kasus

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan


yang membahayakan secara fisik baik kepada diri sendiri maupun orang lain (Prabowo,
2014)
Perilaku kekerasan yaitu suatu keadaan dimana klien mengalami perilaku yang
dapat membahayakan diri sendiri, lingkungan termasuk orang lain dan barang – barang (
Damaiyanti, 2012)

II. Proses Terjadinya Masalah


A. Faktor Predisposis
Faktor pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor
presdisposisi, artinya mungkin terjadi atau mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika
faktor berikut dialami oleh individu ( Probowo, 2014)
1. Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian
dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak – kanak yang tidak menyenangkan
yaitu perasaan yang di tolak, dihina, dianiaya atau sanksi penganiayaan.
2. Perilaku, renforcoment yang diterima pada saat melakukan kekerasaan, sedang
mengobservasi kekerasaan di rumah atau di luar rumah, semua aspek ini
menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasaan.
3. Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam ( pasif agresif) dan
kontrol sosial yang tidak pasti terhdap perilaku kekerasaan yang diterima
(permissivee)
4. Bioneurologis, banyak kerusakan sistem limbiik, lobus frontal, lobus temporal, dan
ketidakseimbangan neurotranmitter turut berperan dalam terjadinya perilaku
kekerasaan.

B. Faktor Presipitasi
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam, baik
berupa injury secara fisik, psikis, atau ancaman konsep diri. Beberapa faktor pencetus
perilaku kekerasaan adalah sebagai berikut (Sari, 2015)
1. Klien : Kelemahan fisik, keputusaan, ketidakberdayaan, kehidupan yang penuh
agresif dan masa lalu yang tidak menyenangkan
2. Interaksi : Penghinaan,kekerasaan, kehilangan orang yang berarti, konflik, merasa
terancam, baik internal dari perusahaan dari klien maupun ekternal dari
lingkungan
C. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang sering digunakan pada klien dengan prilaku kekerasan
adalah
1. Displacemen
Pengalihan emosi yang semula ditunjukkan pada seseorang atau benda kepada
orang lain yang biasanya netral atau lebih sedikit mengancam jiwanya
2. Sublimasi
Penerimaan suatu sasaran pengganti yang mulia artinya dimana suatu masyarakat
untuk suatu dorongan yang mengalami halangan dalam penyaluran secara normal
3. Proyeksi
Pengalihan unsur emosianal dari suatu pikiran yang menggangu dapat bersifat
sementara atau berjangka waktu
4. Persepsi
Mengesampingkan secara tidak sadar tentang suatu pikiran, impuls atau ingatan
yang menyakitkan atau bertentangan dari kesadaran seseorang

D. Rentang respon.

Respon adaptif Respon maladaptif


Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

E. Klasifikasi Jenis dan Sifat Masalah


III. Pohon Masalah
Risiko Menciderai Diri, Orang lain
dan Lingkungan

Perilaku Kekerasan

Harga Diri Rendah

A. Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji


1. Masalah Keperawatan
a. Perilaku Kekerasan
b. Harga Diri Rendah
c. Risiko Mencederai Diri, Orang Lain dan Lingkungan
2. Data yang perlu dikaji
a) Data subyektif
1) Klien mengatakan pernah melakukan tindakan kekerasan
2) Klien mengatakan merasa orang lain mengancam
3) Klien mengatakan orang lain jahat
b) Data obyektif
1) Muka tampak merah
2) Mata melotot
3) Tegang saat berbicara
4) Nada suara tinggi
5) Sering mengepalkan tangan
6) Mengatupkan rahangnya
7) Jalan mondar mandiri
IV. Diagnosa Keperawatan
a. Perilaku Kekerasan
b. Harga Diri Rendah
c. Risiko Mencederai Diri, Orang Lain dan Lingkungan
V. Rencana Tindakan Keperawatan

Rencana Tindakan Keperawatan


Rasional
Diagnosis Tujuan Kriteria Evaluasi Tindakan Keperawatan
TUM : Setelah .... x SP I p  Mengetahui penyebab
Pasien mampu mengendalikan pertemuan pasien 1. Membina hubungan saling
dan tanda dari perilaku
emosinya dan menghindari mampu : percaya
perbuatan kekerasan  Menyebutkan 2. Mendiskusikan penyebab perilaku kekerasan
TUK : penyebab tanda kekerasan
Pasien Mampu :  Tarik nafas dalam
gejala dan akibat 3. Mendiskusikan tanda dan gejala
1. Mengindentifikasi penyebab perilaku perilaku kekerasan dapat merelaksakikan
dan tanda perilaku kekerasan 4. Mendiskusikan perilaku kekerasan
otot-otot dan pikiran
2. Menyebutkan jenis perilaku  Memperagakan yang biasa dilakukan
kekerasan yang pernah 5. Mendiskusikan akibat perilaku  Pasien terbiasa tarik
cara fisik 1 untuk
dilakukan kekerasan
mengontrol nafas dalam
3. Menyebutkan akibat dari 6. Melatih mencegah perilaku
perilaku
perilaku kekerasan yang kekerasan dengan cara fisik : tarik
kekerasan nafas dalam
dilakukan
7. Menganjurkan pasien
Perilaku 4. Menyebutkan cara
memasukkan dalam jadwal
mengontrol perilaku
Kekerasan kegiatan harian
kekerasan
5. Mengontrol perilaku kekerasan
dengan cara :
 Fisik
 Sosial/verbal
 Spritual
 Terapi psikofarmaka (
patah otot)
TUM : Setelah .... x SP II p  Mengetahui penyebab
Pasien mampu mengendalikan pertemuan pasien 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan
dan tanda dari perilaku
emosinya dan menghindari mampu : harian pasien mencegah perilaku
perbuatan kekerasan  Menyebutkan kekerasan secara fisik : tarik nafas kekerasan
TUK : penyebab tanda dalam
 Pukul bantal dapat
Pasien Mampu : gejala dan akibat 2. Melatih pasien mengontrol
1. Menyebutkan cara perilaku perilaku kekerasan dengan cara
mengontrol perilaku kekerasan fisik II merelaksakikan otot-
kekerasan  Memperagakan 3. Menganjurkan pasien
otot dan pikiran
2. Mengontrol perilaku kekerasan cara fisik 2 untuk memasukkan ke dalam jadwal
dengan cara : mengontrol kegiatan harian  Pasien terbiasa
 Fisik perilaku
 Sosial/verbal kekerasan
 Spritual
 Terapi psikofarmaka (
patah otot)
TUM : Setelah .... x SP III p  Mengetahui penyebab
Pasien mampu mengendalikan pertemuan pasien 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan
dan tanda dari perilaku
emosinya dan menghindari mampu : harian pasien
perbuatan kekerasan  Menyebutkan 2. Melatih cara mengontrol perilaku kekerasan
TUK : penyebab tanda kekerasan dengan cara verbal
Pasien Mampu :  Berhitung dapat
gejala dan akibat 3. Menganjurkan memasukkan
1. Menyebutkan cara perilaku dalam jadwal kegiatan harian menjernihkan pikiran
mengontrol perilaku kekerasan  Pasien terbiasa
kekerasan  Memperagakan
2. Mengontrol perilaku kekerasan cara verbal untuk
dengan cara : mengontrol
 Fisik perilaku
 Sosial/verbal kekerasan
 Spritual
 Terapi psikofarmaka (
patah otot)
TUM : Setelah .... x SP IV p  Mengetahui
Pasien mampu mengendalikan pertemuan pasien 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan
penyebab dan tanda
emosinya dan menghindari mampu : harian pasien
perbuatan kekerasan  Menyebutkan 2. Melatih klien mengontrol perilaku dari perilaku kekerasan
TUK : penyebab tanda kekerasan dengan cara spiritual
 Beristigfar dan
Pasien Mampu : gejala dan akibat 3. Menganjurkan pasien
1. Menyebutkan cara perilaku memasukkan dalam jadwal mengingat Allah
mengontrol perilaku kekerasan kegiatan haria
dapat menjernihkan
kekerasan  Memperagakan
2. Mengontrol perilaku kekerasan pikiran
cara spiritual
dengan cara :
 Fisik untuk mengontrol  Pasien terbiasa
 Sosial/verbal perilaku
 Spritual kekerasan
 Terapi psikofarmaka (
patah otot)

VI. Referensi
1. Eko Prabowo. (2014). Konsep dan Aplikasi Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Nuha Medika
2. Makhripah Damaiyanti.(2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Samarinda : Refka Aditama
3. Nuraenah.(2012). Hubungan Dukungan Keluarga dan Bebas Keluarga dalam Merawat Anggota dengan Riwayat Perilaku Kekerasan di RS Jiwa
Islam Klender Jakarta Timur
4. Sari K. (2015). Panduan Lengkap Praktik Klinik Keperawatan Jiwa. Jakarta : Trans Info Media
RISIKO BUNUH DIRI
I. Kasus

Bunuh diri adalah suatu keadaan di mana individu mengalami risiko untuk menyakiti
dirisendiri atau tindakan yang dapat mengancam jiwa.(Stuart dan Sundeen, 1995 dalam
Fitria, 2009).

Bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk mengakhiri
kehidupan,individu secara sadar berhasrat dan berupaya untuk mewujudkan hasratnya
untuk mati. Perilakubunuh diri ini meliputi isyarat-isyarat, percobaan atau ancaman verbal,
yang akanmengakibatkan kematian, luka, atau menyakiti diri sendiri (Clinton, 1995 dalam
Yosep, 2010).

Bunuh diri adalah suatu tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk
mengakhiri kehidupan. Bunuh diri merupakan koping terakhir dari individu untuk
memecahkanmasalah yang dihadapi.(Jenny., dkk. (2010). Asuhan Keperawatan Pada
KlienDengan Masalah Psikososial danGangguan Jiwa ).

II. Proses Terjadinya Masalah


A. Faktor Predisposis
Menurut Iyus Yosep (2010), terdapat beberapa factor yang berpengaruh
dalam bunuh diri,anatara lain:
1. Faktor mood dan biokimia otak.
2. Faktor riwayat gangguan mental.
3. Faktor meniru, imitasi, dan factor pembelajaran.
4. Faktor isolasi sosial dan human relations.
5. Faktor hilangnya rasa aman dan ancaman kebutuhan dasar.
6. Faktor religiusitas.

B. Faktor Presipitasi
Perilaku destruktif dapat ditimbulkan oleh stress yang berlebihan yang dialami
oleh individu.Pencetusnya seringkali kejadian hidup yang memalukan, melihat atau
membaca melaluimedia tentang orang yang melakukan bunuh diri ataupun
percobaan bunuh diri (Fitria, 2009).

C. Mekanisme Koping

Struart (2006) mengungkapkan bahwa mekanisme pertahanan ego yang


berhubungan dengan perilaku destruktif-diri tidak langsung adalah penyangkalan,
rasionalisme, intlektualisme, dan regresi.
D. Rentang respon.

Adaptif Maladaptif

Keterangan :

Dalam kehidupan, individu selalu menghadapi masalah atau stressor respons

individu terhadap stressor tergantung pada kemampuan masalah yang dimiliki serta

tingkat stres yang dialami. Individu yang sehat senantiasa berespons secara adaptif dan

jika gagal ia akan berespons maladaptif dengan menggunakan koping bunuh diri.

E. Klasifikasi Jenis dan Sifat Masalah


Menurut Durkheim, bunuh diri dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :
1. Bunuh diri egoistic (Faktor dalam diri seseorang)
Individu tidak mampu berinteraksi dengan masyarakat, ini disebabkan oleh
kondisikebudayaan atau karena masyarakat yang menjadikan individu itu seolah-
olah tidak berkepribadian. Kegagalan integrasi dalam keluarga dapat
menerangkan mengapa mereka tidak menikah lebih rentan untuk melakukan
percobaan bunuh diri dibandingkan mereka yang menikah.
2. Bunuh diri altruistic ( Terkait kehormatan seseorang)
Individu terkait pada tuntutan tradisi khusus ataupun ia cenderung untuk
bunuh diri karena indentifikasi terlalu kuat dengan suatu kelompok, ia merasa
kelompok tersebut sangat mengharapkannya.
3. Bunuh diri anomik ( Faktor lingkungan dan tekanan)
Hal ini terjadi bila terdapat gangguan keseimbanganintegrasi antara
individu dan masyarakat, sehingga individu tersebut meninggalkan norma-norma
kelakuan yang biasa. Individu kehilangan pengangan dan tujuan. Masyarakat
atau kelompoknya tidakmemberikan kepuasan padanya karena tidak ada
pengaturan atau pengawasan terhadap kebutuhan-kebutuhannya.

III. Pohon Masalah

Risiko Bunuh Diri

Gangguan Persepsi Sensori :


Halusinasi

Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah


A. Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji
1. Masalah Keperawatan
a. Risiko Bunuh Diri
b. Gangguan Persepi Sensori : Halusinasi
c. Isolasi Sosial
d. Harga Diri Rendah
2. Data yang perlu dikaji
a. Resiko bunuh diri
DS : menyatakan ingin bunuh diri / ingin mati saja, tak ada gunanya hidup.
DO : ada isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah mencoba bunuhdiri.
b. harga diri rendah
1) Data subjektif
a) Mengungkapkan ingin diakui jati dirinya
b) Mengungkapkan tidak ada lagi yang peduli
c) Mengungkapkan tidak bisa apa-apa
d) Mengungkapkan dirinya tidak berguna
e) Mengkritik diri sendiri
2) Data objektif
a) Merusak diri sendiri
b) Merusak orang lain
c) Menarik diri dari hubungan sosial
d) Tampak mudah tersinggung
e) Tidak mau makan dan tidak tidur
IV. Diagnosa Keperawatan
a. Risiko Bunuh Diri
b. Gangguan Persepi Sensori : Halusinasi
c. Isolasi Sosial
d. Harga Diri Rendah
V. Rencana Tindakan Keperawatan

Rencana Tindakan Keperawatan


Diagnosis Tujuan Kriteria Evaluasi Tindakan Keperawatan
Risiko Bunuh Diri Pasien mampu : Setelah ...... x pertemuan SP I p
klien mampu : 1. Membina hubungan saling percaya
1. Melindungi dari - Membina hubungan 2. Mengidentifikasi benda-benda yang dapat membahayakan
saling percaya pasien
bunuh diri - Mengetahui benda 3. Mengamankan benda-benda yang dapat membahayakan
2. Mengekspresikan yang berbahaya pasien
- Mengetahui cara untuk 4. Melakukan kontrak treatment
perasaannya mengendalikan diri 5. Mengajarkan cara mengendalikan dorongan bunuh diri
3. meningkatkan agar tidak bunuh diri 6. Melatih cara mengendalikan dorongan bunuh diri
SP II p
harga dirinya 1. Mengidentifikasi aspek positif pasien
4. dapat 2. Mendorong pasien untuk berpikir positif terhadap diri
3. Mendorong pasien untuk menghargai diri sebagai individu
menggunakan yang berharga
koping yang SP III p
1. Mengidentifikasi pola coping yang biasa diterapkan pasien
adaptif 2. Menilai pola coping yang biasa dilakukan
5. dapat 3. Mengidentifikasi pola coping yang konstruktif
4. Mendorong pasien memilih pola coping yang konstruktif
menggunakan 5. Menganjurkan pasien menerapkan pola coping konstruktif
dukungan sosial dalam kegiatan harian
SP IV p
1. Membuat rencana masa depan yang realistis bersama
pasien
2. Mengidentifikasi cara mencapai rencana masa depan yang
realistis
3. Memberikan dorongan pasien melakukan kegiatan dalam
rangka meraih masa depan yang realistis
VI. Referensi
1. Brunner dan suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8.Jakarta : EGC
2. Ernawati,Dalami,dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa. Jakarta : Trans Info Medika.
3. Keliat Anna Bdi, Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa.Jakarta : EGC
4. Surya, herman, Ade. 2011. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Nuha Medika
GANGGUAN PROSES PIKIR : WAHAM
I. Kasus

Waham adalah keyakinan klien yang tidak sesuai dengan kenyataan, tetapi
dipertahankan dan tidak dapat diubah secara logis oleh orang lain. Keyakinan ini berasal
dari pemikiran klien yang sudah kehilangan kontrol (Depkes RI,2000)

Waham adalah keyakinan seseorang yang bedasarkan penilaian realitas yang


salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya
klien. Waham dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan dan perkembangan seperti adanya
penolakan,kekerasan, tidak ada kasih sayang, pertengkaran orang tua dan aniaya. (Keliat,
1999).

II. Proses Terjadinya Masalah


A. Faktor Predisposis
1. Genetik, faktor-faktor genetik yang pasti mungkin terlibat dalam perkembangan
suatu kelainan ini adalah mereka yang memiliki anggota keluarga dengan
kelainan yang sama (orang tua, saudara kandung, sanak saudara lain).
2. Neurobiologis, adanya gangguan pada konteks pre frontal dan korteks limbic.
3. Neurotransminter, abnormalitas pada dopamine, serotonin, dan glutamate.
4. Virus, paparan virus influenza pada trimester III
5. Psikologis, ibu pencemas, terlalu melindungi, ayah tidak peduli

B. Faktor Presipitasi
1. Proses pengolahan informasi yang berlebihan
2. Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal.
C. Mekanisme Koping
1. Menyalahkan orang lain atas kesalahan dan kekurangan-kekurangan dan
kekeliruan dari orang lain
2. Menyalahkan diri sendiri atas impuls-implus, keinginan-keinginan diri sendiri yangg
sudah dapat diterima oleh orang lain
3. Regresi, ialah kembali tingkatan perkembangan yang terdahulu dengan
menggunakan cara-cara yang kurang matang dan bertingkah laku primitif dan
kekanak-kanakkan
4. Repersi, ialah dengan sudah sadar mencegah jangan sampai keinginan-
keinginan atau kematian yang mengakibatkan hati atau yang berbahaya masuk
ke dalam alam yang sedasi
5. Denial, ialah menolak untuk menerima menghadapi kenyataan yang tidak enak
baginya, dengan mengemukakan berbagai alasan.
D. Rentang respon.

Adaptif Maladaptif

1. Pikiran logis 1. Pikiran kadang 1. Gangguan proses


2. Persepsi akurat menyimpang ilusi pikir : Waham
3. Emosi konsisten 2. Reaksi emsional 2. Halusinasi
dengan berlebihan dan 3. Kerusakan emosi
pengalaman kurang 4. Perilaku tidak
4. Perilaku sosial 3. Perilaku tidak sesuai
5. Hubungan sosial sesuai 5. Ketidakteraturan
4. Menarik diri isolasi sosial

E. Klasifikasi Jenis dan Sifat Masalah


1. Waham Kebesaran (Grandiosity)
Klien meyakini bahwa ia mempunyai suatu kebesaran atau kekuasaan khusus.
Keyakinannya ini diucapkan secara berulang-ulang, tetapi tidak sesuai dengan
realita yang ada.
2. Waham Persekusi (Persecution)
Klien meyakini bahwa ada seseorang atau suatu kelompok yang berusaha
merugikan atau mencederai dirinya.
3. Waham Agama (Religios)
Klien memiliki keyakinan berlebihan terhadap suatu agama. Keyakinan yang tidak
sesuai dengan realita itu terus-menerus di ulanginya.
4. Waham Somatik (Somatic)
Klien meyakinin bahwa tubuh atau bagian dari tubuhnya terganggu atau
terserang suatu penyakit. Keyakinan yang tidak sesuai dengan realita ini di
ucapkan secara berulang-ulang.
5. Waham Nihilistik (Nihilistic)
Klien meyakini bahwa dirinya sudah tiada atau meninggal dan keyakinannya
terhadap hal ini diucapkan secara berulang-ulang
6. Waham Bizar (Bizarre)
Suatu paham yang melibatkan fenomena keyakinan seseorang yang
sama sekali tidak masuk akal (Sadock & Sadock, 2007). Waham bizar terdiri dari
waham sisip pikir (Thought of insertion), waham siar pikir (Thought of broadcasting),
dan waham kendali pikir (Thought of being controlled)
1) Waham sisip pikir adalah waham dimana klien meyakini bahwa pikirannya
bukan miliknya sendiri, melainkan pikiran orang lain dan telah dimasukkan ke
dalam pikiran klien
2) Waham siar pikir adalah waham dimana klien memiliki keyakinan yang tidak
masuk akal bahwa orang lain dapat mendengar atau menyadari pikirannya
3) waham kendali pikir adalah waham dimana klien meyakini bahwa perasaan,
dorongan, pikiran atau tindakannya berada dibawah kendali orang lain atau
pihak eksternal daripada dibawah kendalinya sendiri.

III. Pohon Masalah

Effect Risiko Perilaku Kekerasan

Core Problem
Gangguan Proses Pikir: Waham

Causa Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah

A. Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji


1. Masalah Keperawatan
a. Gangguan Proses Pikir : Waham
b. Isolasi Sosial
c. Harga Diri Rendah
d. Risiko Perilaku Kekerasan
2. Data yang perlu dikaji
a. Data subyektif

1) merasa curiga
2) merasa cemburu
3) mereasa diancam/diguna-guna
4) merasa sebagai orang hebat
5) merasa memiliki kekuatan luar biasa
6) meras sakit/rusak organ tubuh

b. Data obyektif
1) marah-marah tanpa sebab
2) banyak kata (logorhoe)
3) menyendiri
4) sirkumtansial
5) inkoheren

IV. Diagnosa Keperawatan


a. Gangguan Proses Pikir : Waham
b. Isolasi Sosial
c. Harga Diri Rendah
d. Risiko Perilaku Kekerasan
V. Rencana Tindakan Keperawatan

Rencana Tindakan Keperawatan


Diagnosis Tujuan Kriteria Evaluasi Tindakan Keperawatan
Pasien mampu : Setelah ... x pertemuan, pasien SP I p
- Berorientasi kepada dapat memnuhi kebutuhannya 1. Membina hubungan saling percaya
realitas secara bertahap 2. Membantu orientasi realita
- Mampu berinteraksi 3. Mendiskusikan kebutuhan yang tidak
dengan orang lain dan terpenuhi
lingkungan 4. Membantu pasien memenuhi kebutuhannya
- Menggunakan obat 5. Menganjurkan pasien memasukkan dalam
dengan prinsip 6 benar jadwal kegiatan harian
SP II p
Waham 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2. Berdiskusi tentang kemampuan yang dimiliki
3. Melatih kemampuan yang dimiliki
4. Menganjurkan pasien memasukkan ke
dalam jadwal kegiatan harian
SP III p
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2. Memberikan pendidikan kesehatan tentang
penggunaan obat secara teratur
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian

VI. Referensi
Sutejo. Tanpa Thun. Keperawatan Jiwa Konsep dan Praktik Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa : Gangguan Jiwa dan Psikososial. Yogyakarta :
Pustaka Baru Press.

Anda mungkin juga menyukai