KEPERAWATAN JIWA
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Stase Keperawatan Jiwa
Disusun Oleh :
Yuspia Lestari
18210100132
Defisit perawatan diri adalah suatu kondisi pada seseorang yang mengalami
kelemahan kemampuan dalam melakukan atau melengkapi aktivitas perawatan diri secara
mandiri seperti mandi (hygene), berpakaian/berhias, makan dan BAB/BAK (toileting) (Fitria,
2009).
Defisit perawatan diri adalah suatu keadaan seseorang mengalami kelainan dalam
kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari secara
mandiri (Yusuf, dkk., 2015).
B. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi deficit perawatan diri adalah kurang penurunan motivasi,
gangguan kognitif atau perceptual, cemas, lelah atau lemah yang dialami individu
sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri. Faktor-
faktor yang mempengaruhi :
1. Body image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri
misalnya individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
2. Praktik sosial
Pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan
terjadi perubahan pola personal hygene.
3. Status sosial ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, shampoo, sikat gigi,
dan semuanya memerlukan uang.
4. Pengetahuan
Pengetahuan sangat penting, karena pengetahuan yang baik dapat
meningkatkan kesehatan.
5. Budaya
Disebagian masyarakat kalau sakit tidak boleh dimandikan.
C. Mekanisme Koping
1. Regresi adalah kemunduran akibat stres terhadap perilaku dan merupakan ciri
khas dari suatu taraf perkembangan yang lebih dini.
2. Penyangkalan
3. Isolasi diri atau menarik diri adalah pemisahan unsur emosional dari suatu pikiran
yang mengganggu yang dapat bersifat sementara atau dalam waktu yang lama.
4. Intelektualisasi adalah pengguna logika dan alasan berlebihan untuk menghindari
pengalaman yang mengganggu perasaannya.
D. Rentang respon.
Respon Respon
Adaptif Maladaptif
1. Aktualisasi diri adalah : pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan
latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima
2. Konsep diri positif apabila individu mempunyai pengalaman yang positif dalam
beraktualisasi diri dan menyadari hal –hal positif maupun yang negative dari
dirinya.
3. Harga diri rendah adalah ; individu cenderung untuk menilai dirinya negative dan
merasa lebih rendah dari orang lain
4. Identitas kacau adalah kegagalan individu mengintegrasikan aspek – aspek
identitas masa kanak – kanak ke dalam kematangan aspek psikososial
kepribadian pada masa dewasa yang harmonis
5. Depersonalisasi adalah : perasaan yang tidak realistis dan asing terhadap diri
sendiri yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta tidak dapat
membedakan dirinya dengan orang lain
E. Klasifikasi Jenis dan Sifat Masalah
1. Kurang perawatan diri :mandi atau kebersihan adalah gangguan kemampuan
untuk melakukan aktifitas mandi atau kebersihan diri.
2. Kurang perawatan diri :mengenakan pakaian atau berhias adalah gangguan
kemampuan memakai pakaian dan aktifitas berdandan sendiri.
3. Kurang perawatan diri :makan adalah gangguan kemampuan untuk
menunjukkan aktifitas makan.
4. Kurang perawatan diri :toileting adalah gangguan kemampuan untuk melakukan
atau menyelesaikan aktifitas toileting sendiri (Nurjannah,2004:79).
Isolasi Sosial
DPD
VI. Referensi
1. Fitria, Nita.2012. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI PELAKSANAAN Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta : Salemba Medika.
2. Yusuf, Ah., dkk.. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika.
HARGA DIRI RENDAH
I. Kasus
Gangguan harga diri adalah keadaan ketika individu mengalami atau beresiko
mengalami evaluasi diri yang negative tentang kemampuan atau diri (Capenitu, Lynda Jual-
Moyet, 2007). Harga diri rendah adalah keadaan ketika individu mengalami evaluasi diri
negative mengenai diri atau kemampuan diri (Lynda Juall Carpenitu-Moyet, 2007).
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga,tidak berarti dan rendah diri yang
berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri atau kemampuan diri.
Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena tidak mampu mencapai
keinginan sesuai ideal diri. ( Yosep,2009).
II. Proses Terjadinya Masalah
A. Faktor Predisposis
Faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah kronis menurut Herman (2011)
adalah penolakan orang tua yang tidak realistis, kegagalan berulang kali, kurang
mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain, ideal diri yang
tidak realistis.
B. Faktor Presipitasi
D. Rentang respon.
Respon Respon
Adaptif Maladaptif
Isolasi Sosial
Klien mengatakan : saya tidak mampu,tidak bisa,, tidak tahu apa apa klien
mengatakan perasaannya malu terhadap diri sendiri, klien mengatakan
merasa tidak berguna
b. Data obyektif
Klien malu untuk berkontrak mata,tidak berinisiatif dan berinteraksi dengan
orang lain malu berjabatangan,klien mau menyebutkan nama, malu duduk
berdampingan dengan perawat, nada suara lembut dan pelan.
IV. Diagnosa Keperawatan
a. Harga Diri Rendah
b. Koping Individu Tidak Efektif
c. Isolasi Sosial
d. Gangguan Persepsi Seonsori : Halusinasi
e. Risiko Perilaku Kekerasan
V. Rencana Tindakan Keperawatan
VI. Referensi
1. Keliat, C. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Yogyakarta: EGC
2. Herman. 2011. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika
3. Prabowo,Eko. 2014. Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika
HALUSINASI
I. Kasus
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami
perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perubahan atau penghiduan, klien merasakan stimulus yang sebelumnya
tidak ada. (Stuart, 2007)
Halusinasi adalah persepsi yang tanpa dijumpai adanya rangsangan dari luar,
walaupun tampak sebagai sesuatu yang khayal, halusinasi sebenarnya merupakan bagian
dari kehidupan mental penderita yang teresepsi. (Yosep, 2011)
B. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah
adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus
asa dan tidak berdaya. Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan
halusinasi adalah:
1. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang
diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
2. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
C. Mekanisme Koping
D. Rentang respon.
Respon Respon
Adaptif Maladaptif
VI. Referensi
1. Dalami, E, dkk. 2009. Askep Klien Dengan Gangguan Jiwa. Jakarta : CV. Trans Info Media
2. Stuart dan Laraia, Principles And Practice of Psyciatric Nursing (5Th. Ed) St. Louis Mosby Year Book 2007
3. Yosep (2011), Keperawatan Jiwa. Edisi 4, PT Refika Aditama : Bandung
4. Yosep (2011), KeperawatanJiwa. Edisi 4, PT RefikaAditama : Bandung
ISOLASI SOSIAL
I. Kasus
B. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor internal
maupun eksternal, meliputi:
1. Stressor Sosial Budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan,
terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah dengan orang
yang dicintai, kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh,
dirawat dirumah sakit atau dipenjara. Semua ini dapat menimbulkan isolasi sosial.
2. Stressor Biokimia
a. Teori dopamine: Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik serta
tractus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
b. Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah akan meningkatkan
dopamin dalam otak. Karena salah satu kegiatan MAO adalah sebagai enzim
yang menurunkan dopamin, maka menurunnya MAO juga dapat merupakan
indikasi terjadinya skizofrenia.
c. Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada pasien
skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami penurunan karena dihambat
oleh dopamin. Hypertiroidisme, adanya peningkatan maupun penurunan
hormon adrenocortical seringkali dikaitkan dengan tingkah laku psikotik.
d. Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala-gejala psikotik
diantaranya adalah virus HIV yang dapat merubah stuktur sel-sel otak.
3. Stressor Biologik dan Lingkungan Sosial
Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering terjadi akibat
interaksi antara individu, lingkungan maupun biologis.
4. Stressor Psikologis
Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya kemampuan
individu untuk berhubungan dengan orang lain. Intesitas kecemasan yang ekstrim
dan memanjang disertai terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi
masalah akan menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan pada tipe
psikotik.
Menurut teori psikoanalisa; perilaku skizofrenia disebabkan karena ego tidak
dapat menahan tekanan yang berasal dari id maupun realitas yang berasal dari
luar. Ego pada klien psikotik mempunyai kemampuan terbatas untuk mengatasi
stress. Hal ini berkaitan dengan adanya masalah serius antara hubungan ibu dan
anak pada fase simbiotik sehingga perkembangan psikologis individu terhambat.
C. Mekanisme Koping
Individu mempunyai respons sosial maladaptif yang menggunakan berbagai
mekanisme dalam upaya untuk mengatasi ansietas. Mekanisme yang disajikan disini
berkaitan dengan jenis spesifik dari masalah-masalah berhubngan:
1. Koping yang berkaitan dengan gangguan kepribadian anti sosial yaitu proyeksi,
pemisahan dan merendahkan orang lain.
2. Koping yang berkaitan dengan gangguan kepribadian borderline yaitu pemisahan,
reaksi formasi, proyeksi, isolasi, idealisasi orang lain, merendahkan orang lain dan
identifikasi–proyeksi.
D. Rentang respon.
Keterangan :
1. Respons adaptif
Yaitu respons individu dalam penyesuaian masalah yang dapat diterima
oleh norma-norma sosial dan budaya yang meliputi :
a. Solitude (merenung) merupakan respons yang dibutuhkan seseorang untuk
merenungkan apa yang telah dilakukan di lingkungan sosialnya, dan
merupakan suatu cara mengevaluasi diri untuk menentukan langkah-langkah
selanjutnya.
b. Autonomy (kebebasan) merupakan respon individu untuk menentukan dan
menyampaikan ide-ide pikiran dan perasaan dalam hubungan sosialnya.
c. Mutuality merupakan respons individu dalam berhubungan interpersonal
dimana individu saling memberi dan menerima.
d. Interdependence (saling ketergantungan) merupakan respons individu dimana
terdapat saling ketergantungan dalam melakukan hubungan interpersonal.
2. Respons antara adaptif dan maladaptif
a. Aloness (merasa sendiri) dimana individu merasakan kesepian, terkucilkan dan
tersisihkan dari lingkungannya.
b. Withdrawl (menarik diri) gangguan yang terjadi dimana seseorang menemukan
kesulitan dalam membina hubungan saling terbuka dengan orang lain,
dimana individu sengaja menghindari hubungan interpersonal ataupun
dengan lingkungannya.
c. Dependence (ketergantungan) individu mulai tergantung kepada individu yang
lain dan mulai tidak memperhatikan kemampuan yang dimilikinya.
3. Respons maladaptif
Yaitu respons individu dalam penyelesaian masalah yang menyimpang dari
norma-norma sosial budaya dan lingkungannya,yang meliputi :
a. Loneliness (kesepian) merupakan gangguan yang terjadi apabila seseorang
memutuskan untuk tidak berhubungan dengan orang lain atau tanpa bersama
orang lain untuk mencari ketenangan sementara waktu.
b. Manipulation (manipulasi) merupakan hubungan yang berpusat pada masalah
pengendalian lain dan individu cendrung berorientasi pada diri sendiri atau
tujuan dan bukan pada orang lain.
c. Narksisme merupakan rasa cinta pada diri sendiri yang berlebihan
Isolasi Sosial
VI. Referensi
1. Stuart, Gail W. 2006. Buku Saku keperawatan Jiwa.Jakarta : EGC
2. Stuart adn Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
PERILAKU KEKERASAN
I. Kasus
B. Faktor Presipitasi
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam, baik
berupa injury secara fisik, psikis, atau ancaman konsep diri. Beberapa faktor pencetus
perilaku kekerasaan adalah sebagai berikut (Sari, 2015)
1. Klien : Kelemahan fisik, keputusaan, ketidakberdayaan, kehidupan yang penuh
agresif dan masa lalu yang tidak menyenangkan
2. Interaksi : Penghinaan,kekerasaan, kehilangan orang yang berarti, konflik, merasa
terancam, baik internal dari perusahaan dari klien maupun ekternal dari
lingkungan
C. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang sering digunakan pada klien dengan prilaku kekerasan
adalah
1. Displacemen
Pengalihan emosi yang semula ditunjukkan pada seseorang atau benda kepada
orang lain yang biasanya netral atau lebih sedikit mengancam jiwanya
2. Sublimasi
Penerimaan suatu sasaran pengganti yang mulia artinya dimana suatu masyarakat
untuk suatu dorongan yang mengalami halangan dalam penyaluran secara normal
3. Proyeksi
Pengalihan unsur emosianal dari suatu pikiran yang menggangu dapat bersifat
sementara atau berjangka waktu
4. Persepsi
Mengesampingkan secara tidak sadar tentang suatu pikiran, impuls atau ingatan
yang menyakitkan atau bertentangan dari kesadaran seseorang
D. Rentang respon.
Perilaku Kekerasan
VI. Referensi
1. Eko Prabowo. (2014). Konsep dan Aplikasi Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Nuha Medika
2. Makhripah Damaiyanti.(2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Samarinda : Refka Aditama
3. Nuraenah.(2012). Hubungan Dukungan Keluarga dan Bebas Keluarga dalam Merawat Anggota dengan Riwayat Perilaku Kekerasan di RS Jiwa
Islam Klender Jakarta Timur
4. Sari K. (2015). Panduan Lengkap Praktik Klinik Keperawatan Jiwa. Jakarta : Trans Info Media
RISIKO BUNUH DIRI
I. Kasus
Bunuh diri adalah suatu keadaan di mana individu mengalami risiko untuk menyakiti
dirisendiri atau tindakan yang dapat mengancam jiwa.(Stuart dan Sundeen, 1995 dalam
Fitria, 2009).
Bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk mengakhiri
kehidupan,individu secara sadar berhasrat dan berupaya untuk mewujudkan hasratnya
untuk mati. Perilakubunuh diri ini meliputi isyarat-isyarat, percobaan atau ancaman verbal,
yang akanmengakibatkan kematian, luka, atau menyakiti diri sendiri (Clinton, 1995 dalam
Yosep, 2010).
Bunuh diri adalah suatu tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk
mengakhiri kehidupan. Bunuh diri merupakan koping terakhir dari individu untuk
memecahkanmasalah yang dihadapi.(Jenny., dkk. (2010). Asuhan Keperawatan Pada
KlienDengan Masalah Psikososial danGangguan Jiwa ).
B. Faktor Presipitasi
Perilaku destruktif dapat ditimbulkan oleh stress yang berlebihan yang dialami
oleh individu.Pencetusnya seringkali kejadian hidup yang memalukan, melihat atau
membaca melaluimedia tentang orang yang melakukan bunuh diri ataupun
percobaan bunuh diri (Fitria, 2009).
C. Mekanisme Koping
Adaptif Maladaptif
Keterangan :
individu terhadap stressor tergantung pada kemampuan masalah yang dimiliki serta
tingkat stres yang dialami. Individu yang sehat senantiasa berespons secara adaptif dan
jika gagal ia akan berespons maladaptif dengan menggunakan koping bunuh diri.
Isolasi Sosial
Waham adalah keyakinan klien yang tidak sesuai dengan kenyataan, tetapi
dipertahankan dan tidak dapat diubah secara logis oleh orang lain. Keyakinan ini berasal
dari pemikiran klien yang sudah kehilangan kontrol (Depkes RI,2000)
B. Faktor Presipitasi
1. Proses pengolahan informasi yang berlebihan
2. Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal.
C. Mekanisme Koping
1. Menyalahkan orang lain atas kesalahan dan kekurangan-kekurangan dan
kekeliruan dari orang lain
2. Menyalahkan diri sendiri atas impuls-implus, keinginan-keinginan diri sendiri yangg
sudah dapat diterima oleh orang lain
3. Regresi, ialah kembali tingkatan perkembangan yang terdahulu dengan
menggunakan cara-cara yang kurang matang dan bertingkah laku primitif dan
kekanak-kanakkan
4. Repersi, ialah dengan sudah sadar mencegah jangan sampai keinginan-
keinginan atau kematian yang mengakibatkan hati atau yang berbahaya masuk
ke dalam alam yang sedasi
5. Denial, ialah menolak untuk menerima menghadapi kenyataan yang tidak enak
baginya, dengan mengemukakan berbagai alasan.
D. Rentang respon.
Adaptif Maladaptif
Core Problem
Gangguan Proses Pikir: Waham
1) merasa curiga
2) merasa cemburu
3) mereasa diancam/diguna-guna
4) merasa sebagai orang hebat
5) merasa memiliki kekuatan luar biasa
6) meras sakit/rusak organ tubuh
b. Data obyektif
1) marah-marah tanpa sebab
2) banyak kata (logorhoe)
3) menyendiri
4) sirkumtansial
5) inkoheren
VI. Referensi
Sutejo. Tanpa Thun. Keperawatan Jiwa Konsep dan Praktik Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa : Gangguan Jiwa dan Psikososial. Yogyakarta :
Pustaka Baru Press.