Anda di halaman 1dari 72

LAPORAN PENDAHULUAN

1. KASUS (MASALAH UTAMA )

Harga Diri Rendah

Gangguan konsep diri adalah suatu keadaan negatif dari perubahan mengenai

perasaan, pikiran atau pandangan tentang dirinya sendiri yang negatif. Harga diri

rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang

berkepanjangan akibat evaluasi diri yang negatif terhadap diri sendiri atau

kemampuan diri. Harga diri rendah yang berkepanjangan termasuk kondisi tidak sehat

mental karena dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan lain terutama

kesehatan jiwa. Gangguan harga diri rendah biasanya digambarkan sebagai perasaan

yang negatif terhadap diri sendiri termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri

karena gagal mencapai keinginan (Budi Ana Keliet, 1999).

II. PROSES TERJADINYA MASALAH

A. Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi yang merupakan faktor pendukung harga diri rendah meliputi

penolakan dan kurangnya penghargaan diri dari orang tua, harapan orang tua yang

tidak realistis, orang tua yang tidak benar, membenci dan tidak menerima akan

mempunyai keraguan atau ketidakpastian, kegagalan yang berulangkali, kurang

mempunyai tanggungjawab personal, ketergantungan pada orang lain dan ideal diri

yang tidak realistis, gagal mencintai dirinya dan menggapai cinta orang lain, misalnya

karena orang tua tidak percaya pada anak, tekanan dari teman, dan kultur sosial yang

berubah.

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
B. Faktor Presipitasi

Faktor presipitasi munculnya harga diri rendah meliputi trauma seperti

penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan kejadian yang mengancam

kehidupan seperti kehilangan bagian tubuh, perubahan aturan, bentuk dan

penampilan fungsi tubuh, perubahan fisik berhubungan dengan tumbuh kembang

normal, adanya kegagalan yang mengakibatkan produktifitas menurun. Selain itu

faktor presipitasi lain yaitu ketegangan peran berhubungan dengan peran atau

posisi yang diharapkan dimana individu mengalami frustrasi. Pada mulanya klien

merasa dirinya tidak berharga lagi sehingga merasa tidak aman dalam

berhubungan dengan orang lain. Biasanya klien berasal dari lingkungan yang

penuh permasalahan, ketegangan, kecemasan dimana tidak mungkin

mengembangkan kehangatan emosional dalam hubungan yang positif dengan

orang lain yang menimbulkan rasa aman. Klien semakin tidak dapat melibatkan

diri dalam situasi yang baru. Ia berusaha mendapatkan rasa aman tetapi hidup itu

sendiri begitu menyakitkan dan menyulitkan sehingga rasa aman tidak tercapai.

Hal ini menyebabkan ia mengembangkan rasionalisasi dan mengaburkan realitas

dari pada mencari penyebab kesulitan serta menyesuaikan diri dengan kenyataan.

Semakin klien menjauhi kenyataan semakin kesulitan yang timbul dalam

mengembangkan hubungan dengan orang lain.

C. Rentang Respons

Respons Adaptif Respons Maladaptif

Aktualisasi Konsep Diri Harga Diri Keracunan Depresionalisasi

Diri Positif Rendah Identitas

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
Keterangan :

1. Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan

latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima.

2. Konsep diri positif apabila individu mempunyai pengalaman yang positif

dalam beraktualisasi diri dan menyadari hal-hal positif maupun yang negatif

dair dirinya.

3. Harga diri rendah adalah individu cendrung untuk menilai dirinya negatif dan

merasa lebih rendah dari orang lain.

4. Identitas kacau adalah kegagalan individu mengintegrasikan aspek-aspek

identitas masa kanak-kanak ke dalam kematangan aspek psikososial

kepribadian pada masa dewasa yang harmonis.

5. Depresionalisasi adalah perasaan yang tidak realistis dan asing terhadap diri

sendiri yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta tidak dapat

membedakan dirinya dengan orang lain.

D. Mekanisme Koping

Menurut Stuart dan Sundeen yang dikutip oleh Anna Budi Keliat, 1998,

mekanisme koping pada pasien dengan gangguan konsep diri menjadi 2 yaitu :

1. Koping jangka pendek

 Aktifitas yang dapat memberikan kesempatan lari sementara dari

kasus.

 Aktifitas yang dapat memberikan kesempatan mengganti identitas

sementara.

 Aktifitas yang memberikan kekuatan atau dukungan sementara

terhadap konsep diri atau identitas yang kabur.

 Aktifitas yang memberi arti dalam kehidupan.

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
2. Koping jangka panjang

Semua koping jangka pendek dapat berkembang menjadi koping jangka

panjang. Penjelasan positif akan menghasilkan identitas dan keunikan

individu.

III. A. POHON MASALAH

Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah

Kehilangan / Kegagalan

B. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG DIKAJI

1. Masalah Keperawatan

Harga Diri Rendah

2. Data Yang Perlu Dikaji

Data Subyektif :

 Mengkritik diri sendiri atau orang lain

 Perasaan tidak mampu

 Pandangan hidup yang pesimis

 Perasaan lemah dan takut

 Penolakan terhadap kemampuan diri sendiri

 Pengurangan diri / mengejek diri sendiri

 Hidup yang berpolarisasi

 Ketidakmampuan menentukan tujuan

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
 Mengungkapkan kegagalan pribadi

 Merasionalisasikan penolakan

Data Obyektif :

 Produktifitas menurun

 Perilaku destruktif pada diri sendiri dan orang lain

 Penyalahgunaan zat

 Menarik diri dari hubungan sosial

 Ekspresi wajah malu dan rasa bersalah

 Menunjukkan tanda depresi (sukar tidur dan sukar makan)

 Tampak mudah tersinggung / mudah marah

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Harga Diri Rendah

V. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Terlampir

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
DAFTAR PUSTAKA

Fitria,N.2009. Prinsip Dasar & Aplikasi Laporan Pendahuluan & Strategi

Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP & SP) untuk 7 Diagnosa.

Jakarta : Salemba Medika.

Stuart, Gail W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC 4.

Wilkinson,J. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC.

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
STRATEGI PELAKSANAAN (SP 1 P )

Nama :

Ruangan :

Hari / tanggal :

Pertemuan :

I . PROSES KEPERAWATAN

A. Kondisi Klien

Klien mengatakan dirinya tidak berguna dan malu, merasa tidak mampu, malu

bertemu orang lain, klien terlihat melamun.

B. Diagnosa Keperawatan

Harga Diri Rendah

C. Tujuan Khusus

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya

2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang

dimiliki klien

3. Klien dapat menilai kemampuan yang masih dapat digunakan

4. Klien dapat memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai dengan

kemampuan klien

5. Klien dapat memilih kegiatan sesuai kemampuan yang dipilih

D. Tindakan Keperawatan

1. Membina hubungan saling percaya

2. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien

3. Membantu klien menilai kemampuan klien yang masih dapat digunakan

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
4. Membantu klien memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai dengan

kemampuan klien

5. Melatih klien sesuai kemampuan yang dipilih

6. Memberikan pujian yang wajar terhadap keberhasilan klien

7. Menganjurkan klien memasukkan dalam kegiatan jadwal harian

II. STRATEGI KOMUNIKASI

A. Tahap Orientasi

1. Salam Terapeutik

“Selamat sore Ibu, perkenalkan nama saya suster Een Nur’endah, sering

dipanggil suster Een. Nama ibu siapa? Lebih suka dipanggil siapa? Ibu, saya

adalah mahasiswa S1 keperawatan STIKIM Jakarta Selatan, saya praktek di

sini selama 2 minggu dari tanggal 07-18 Oktober 2013. Saya praktek pada

sore hari dari pukl 14.00 – 19.00 WIB. Hoby ibu apa?.”

2. Kontrak

a. Topik :”Bagaimana kalau kita bincang-bincang sebentar tentang hal-hal

positif yang biasa ibu lakukan sehari-hari? Tujuannya agar ibu dapat

menilai kemampuan positif yang masih ibu miliki”.

b. Waktu :”Berapa lama kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15

menit”

c. Tempat :”Ibu mau bincamg bincang di mana? Bagaimana kalau di taman.”

B. Tahap Kerja

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
Bu, dari tadi saya melihat ibu melamun dan diam saja? Apa yang menyebabkan

ibu melamun memandang ke bawah? Kegiatan apa yang ibu lakukan sehari-hari?

Oh..ternyata ibu setiap hari kegiatannya merapihkan tempat tidur setiap pagi , doa

bersama, senam bersama,dan hari-hari tertentu seperti Selasa dan Kamis ikut

pengajian.Kalau begitu kegiatan apa yang paling ibu suka, dan sering ibu

lakukan?

C. Tahap Terminasi

1. Evaluasi

a. Evaluasi subyektif : “Bagaimana perasaan ibu setelah kita bincang-

bincang?.”

b. Evaluasi obyektif :“Coba ibu sebutkan lagi kegiatan apa yang sering ibu

lakukan?Bagus....ibu masih ingat.”

2. Rencana tindak lanjut

“Saya harap ibu dapat mengingat apa yang telah kita perbincangkan tadi.”

3. Kontrak yang akan datang

a. Topik :”Bu, waktu kita berbincang-bincang sudah selesai dan besok

kitaakan berbincang-bincang lagi tentang bagaimana cara memilih kegiatan

latihan, kegiatan yang positif yang masih ibu miliki yang dapat digunakan

untuk kegiatan selanjutnya.”

b. Tempat :”Besok kita bincang-bincang di mana? Bagaimana kalau di

tamanlagi?.”

d. Waktu :”Jam berapa besok kita bertemu? Bagaimana kalau jam 16.00

sore?.”

LAPORAN PENDAHULUAN

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
I . KASUS ( MASALAH UTAMA )
Perilaku kekerasan

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan

yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun

lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau

marah yang tidak konstruktif. (Stuart dan Sundeen, 1995)

Perilaku kekerasan adalah prilaku yang ditandai dengan menyentuh orang lain secara

menakutkan, mengucapkan kata-kata ancaman, dan melukai pada tingkat ringan dan

paling berat atau merusak secara serius.(Budi Anna Keliat , 2002)

Kesimpulan : Perilaku kekerasan adalah perilaku dimana seseorang melakukan

tindakan yang membahayakan dirinya maupun orang lain sebagai akibat dari

perasaan jengkel yang timbul sebagai respon kekesalan atau kebutuhan yang tidak

terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman.

II . PROSES TERJADINYA MASALAH

A . Factor predisposisi

Factor perkembangan merupakan faktor hambatan perkembangan dan

mengganggu hubungan intrapersonal yang dapat meningkatkan stress dan ansietas

yang dapat berakhir dengan gangguan persepsi, klien mungkin menekan perasaan

sehingga pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak efektif. Kemudian factor

budaya yang tertutup dan membatas secara diam dan kontrol sosial yang tidak pasti

terhadap prilaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah prilaku kekerasan

diterima. Sedangkan factor psikologis merupakan faktor terjadinya kegagalan yang

dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk,

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu ditolak atau dihina dan dianiaya.

Selain itu factor biologis juga akan menyebabkan terjadinya kerusakan system

limbik (pusat marah), lobus frontal, lobus temporal dan ketidakseimbangan

membrane transmitter turut berespon terhadap terjadinya prilaku kekerasan .

B . Factor presipitasi :

Faktor presipitasi adalah sebagai faktor pencetus terjadinya suatu perilaku

kekerasan.

Dapat bersumbar dari klien, lingkungan atau interaksi dari orang lain, kondisi klien

seperti kelemahan fisik (penyakit fisik) keputusasaan, ketidak berdayaan, percaya

diri yang kurang, dapat menjadi penyebab prilaku kekerasan

C . Rentang Respons :

Respons kemarahan dapat berfluktuasi sepanjang rentang respons adaptif dan

maladaptif

Respons adaptif Respons maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

Keterangan

1. Respons adaptif

Respons yang bisa diterima norma-norma sosial dan kebudayaan secara umum yang

berlaku, diantaranya :

a. Asertif (pernyataan) adalah respons marah dimana individu mampu menyatakan

atau mengungkapkan perilaku kekerasan rasa marah (tidak setuju tanpa

menyalahkan orang lain)

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
b. Frustasi adalah respons yang terjadi akibat individu gagal mencapai tujuan

kepuasan, rasa aman yang biasanya dalam keadaan tersebut individu tidak

menemukanalternative

2. Respons maladaptif

Respons yang diberikan individu dalam menyelesaikan masalah yang sudah

menyimpang dari norma sosial dan kebudayaan , diantaranya :

a. Pasif adalah suatu keadaan dimana individu tidak mampu untuk

mengungkapkan prilaku kekerasan perasaan yang sedang dialami untuk menghindari

suatu tuntutan nyata

b. Agresifadalah prilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan

induvidu untuk menuntut sesuatu yang dianggap benar dalam bentuk destruktif

tetapi masih terkontrol

c. Kekerasan (amuk) adalah respon atau perasaan marah dan bermusuhan yang

kuat disertai hilang kontrol dimana individu dapat merusak diri sendiri, orang lain

dan lingkugan

D .Mekanisme Koping :

Mekanisme koping yang sering digunakan pada klien dengan prilaku kekerasan

adalah :

1. Displacemen

Pengalihan emosi yang semula ditunjukkan pada seseorang atau benda kepada

orang lain yang biasanya netral atau lebih sedikit mengancam jiwanya

2. Sublimasi

Penerimaan suatu sasaran pengganti yang mulia artinya dimana suatu masyarakat

untuk suatu dorongan yang mengalami halangan dalam penyaluran secara normal

3. Proyeksi

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
Pengalihan unsur emosianal dari suatu pikiran yang menggangu dapat bersifat

sementara atau berjangka waktu

4. Persepsi

Mengesampingkan secara tidak sadar tentang suatu pikiran, impuls atau ingatan

yang menyakitkan atau bertentangan dari kesadaran seseorang

III . A. Pohon Masalah

Resiko perilaku kekerasan

Perilaku Kekerasan

Harga diri rendah

B. Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji :

1. Masalah Keperawatan :

Perilaku Kekerasa

2. Data yang dikaji

Data Subyektif :

 Klien mengatakan pernah melakukan tindakan kekerasan

 Klien mengatakan merasa orang lain mengancam

 Klien mengatakan orang lain jahat

Data Obyektif :

 Muka tampak merah

 Mata melotot

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
 Tegang saat berbicara

 Nada suara tinggi

 Sering mengepalkan tangan

 Mengatupkan rahangnya

 Jalan mondar mandir

IV. Diagnose Keperawatan

Prilaku kekerasan

V. Rencana Tindakan Keperawatan

(Terlampir).

DAFTAR PUSTAKA

Aziz R, dkk.(2003).Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang.

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
RSJD Dr. Amino Gonohutomo.

Ernawati, Dalami.(2009). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa I.

Jakarta : Trans Info Media.

Keliat Budi Ana. (1999).Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I.

Jakarta : EGC.

Stuart GW, Sundeen.(1995).Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th

ed.).St.Louis Mosby Year Book.

Tim Direktorat Keswa.(2000).Standar Asuhan Keperawatan Jiwa,Edisi 1.

Bandung: RSJP Bandung.

STRATEGI PELAKSANAAN ( SP 1 P )

Nama :

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
Ruangan :

Hari / tanggal :

Pertemuan :

I . PROSES KEPERAWATAN
A. Kondisi Klien

Klien mengatakan pernah melakukan tindak kekerasan, merasa orang sekitar jahat,

dan mengancam, juga tampak tegang, muka merah, matanya melotot, nada suaranya

tinggi, sering mengepalkan tangan, mengatupkan rahangnya dan jalan mondar

mandir.

B. Diagnosa Keperawatan :

Perilaku Kekerasan

C. Tujuan Khusus :

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya

2. Kien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan

3. Klien dapat mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan

4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang digunakan

5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan

6. Klien dapat menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan

7. Klien dapat mempraktekkan latihan cara mengontrol fisik 1

D. Tindakan Keperawatan :

1. Membina hubungan saling percaya

2. Mendiskusikan penyebab perilaku kekerasan

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
3. Mendiskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan

4. Mendiskusikan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan

5. Mendiskusikan akibat perilaku kekerasan

6. Melatih mencegah perilaku kekerasan dengan cara fisik : tarik nafas dalam
7. Memasukkan ke jadwal kegiatan harian

II. STRATEGI KOMUNIKASI


A. Tahap Orientasi :
1. Salam Terapeutik

“Selamat sore pak, perkenalkan nama saya suster Een Nur’endah, sering

dipanggil suster Een. Nama bapak siapa? Lebih suka dipanggil siapa?

Bapak, saya adalah mahasiswa S1 keperawatan STIKIM Jakarta Selatan,

saya praktek di sini selama 2 minggu dari tanggal 21-31 Oktober 2013.

Saya praktek pada sore hari dari pukl 14.00 – 19.00 WIB. Hoby bapak

apa?.”

2. Kontrak

a. Topik :”Bagaimana kalau kita bincang-bincang sebentar tentang hal-

hal positif yang biasa bapak lakukan sehari-hari? Tujuannya agar

bapak dapat menilai kemampuan positif yang masih bapak miliki”.

b. Waktu :”Berapa lama kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15

menit”

c. Tempat :”Bapak mau bincamg bincang di mana? Bagaimana kalau di

taman.”

B. Tahap Kerja :

“Apa yang menyebabkan bapak marah?.Apakah sebelumnya bapak pernah

marah?Terus, penyebabnya apa?.Samakah dengan yang sekarang?.O....ya, jadi

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
ada 2 penyebab marah bapak”.” Pada saat penyebab marah itu ada, seperti

bapak pulang ke rumah dan istri belum menyediakan makanan, apa yang bapak

rasakan?.”Apakah bapak merasakan kesal kemudian dada bapak berdebar-debar,

mata melotot, rahang terkatup rapat dan tangan mengepal?”.”Setelah itu apa

yang bapak lakukan? O...ya, jadi bapak memukul istri bapak dan memecahkan

piring, apakah dengan cara ini makanan terhidang? Iya, tentu tidak. Apa

kerugian dari cara yang bapak lakukan? Betul, istri jadi sakit dan takut,piring-

piring pecah. Menurut bapak adakah cara lain yang lebih baik? Maukah bapak

belajar cara mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa menimbulkan

kerugian?.”Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, pak. Salah satunya

adalah dengan cara fisik. Jadi melalui kegiatan fisik disalurkan rasa marah”.

“Ada beberapa cara, bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu?.”Begini pak,

kalau tanda-tanda marah tadi sudah bapak rasakan maka bapak berdiri, lalu tarik

nafas dari hidung sambil mengangkat kedua tangan ke atas , tahan sebentar, lalu

keluarkan perlahan-lahan melalui mulut seperti mengeluarkan kemarahan

sambil membungkukkan badan. Ayo coba lagi, tarik dari hidung sambil

mengangkat kedua tangan ke atas, bagus....tahan sebentar dan tiup melalui

mulut sambil membungkukkan badan. Nah, lakukan 5 kali. Bagus sekali, bapak

sudah bisa melakukannya. Bagaimana perasaannya?”.”Nah, sebaiknya latihan

ini bapak lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-waktu rasa marah itu

muncul bapak sudah terbiasa melakukannya”.

C. Tahap Terminasi :

1. Evaluasi (respons klien terhadap tindakan keperawatan)

 Data Subyektif

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
“Bagaimana perasaan bapak setelah melakukan latihan tehnik nafas dalam

tadi?.”

 Data Obyektif
“Coba bapak praktekkan lagi bagaimana cara melakukan tehnik nafas dalam.”
2.Tindak Lanjut :
Coba selama saya tidak ada, ingat-ingat lagi penyebab marah bapak yang lalu,

apa yang bapak lakukan kalau marah, dan jangan lupa latihan nafas dalamnya

ya pak. Sekarang kita buat jadwal latihannyaya pak, barapa kali sehari bapak

mau latihan nafas dalam?.Jam berapa saja pak?

3 . Kontrak Topik Yang Akan Datang :

a. Topik :”Baik pak kita sudah selesai berbincang-bincang, besok saya akan

menemui bapak kembali untuk melihat perkembangan kondisi bapak dan

mengajarkan tehnik relaksasi yang lain”.

b. Tempat :”Di mana sebaiknya kita bertemu besok pak? Bagaimana di sini

saja?”

c. Waktu :”Ibu mau jam berapa kita bertemu besok? Bagaimana kalau jam

16.00 sore?

Baiklah pak, saya permisi dulu,sampai jumpa besok. Assalamualaikum.

LAPORAN PENDAHULUAN

I . KASUS ( MASALAH UTAMA )


Isolasi Sosial
PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
Hubungan sosial adalah hubungan untuk menjalin kerjasama dan

ketergantungan dengan orang lain (Stuart and Sundeen,1998).

Kerusakan interaksi sosial adalah suatu kerusakan interpersonal yang terjadi akibat

kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaptif yang

mengganggu fungsi seseorang dalam berhubungan sosial.

Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami seseorang karena orang

lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam.

II . PROESES TERJADINYA MASALAH


A. Faktor Predisposisi
Faktor perkembangan sosial budaya yang merupakan faktor

predisposisi terjadinya perilaku menarik diri. Kegagalan perkembangan dapat

mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya pada orang lain,

ragu-ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap hubungan dengan orang

lain, menghindari orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan dan merasa

tertekan. Keadaan ini dapat menimbulkan perilaku tidak ingin berkomunikasi

dengan orang lain, lebih menyukai berdiam diri dan menyendiri.

B. Faktor Presipitasi

Tingkat kecemasan yang berat menyebabkan menurunnya kemampuan

individu untuk berhubungan dengan orang lain. Intensitas kecemasan yang

ekstrim dan memanjang disertai keterbatasan kemampuan individu untuk

mengatasi masalah yang diyakini menimbulkan berbagai masalah gangguan

berhubungan (menarik diri)

C. Rentang Respons
Hubungan dengan orang lain dan lingkungan sosialnya menimbulkan respons-
respons sosial pada individu yaitu :

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
Respons adaptif Respons maladaptif

 Solitude Merasa sendiri Manipulasi


 Bekerjasama
 Saling Menarik diri Impulsif
tergantung
 Kebebasan Tergantung Narkisisme
 Mutuality

Keterangan :
1. Respons adaptif

Yaitu respons individu dalam penyesuaian masalah yang dapat diterima oleh

norma-norma sosial dan budaya yang meliputi :

a. Solitude (merenung) merupakan respons yang dibutuhkan seseorang

untuk merenungkan apa yang telah dilakukan di lingkungan sosialnya,

dan merupakan suatu cara mengevaluasi diri untuk menentukan

langkah-langkah selanjutnya.

b. Autonomy (kebebasan) merupakan respon individu untuk menentukan

dan menyampaikan ide-ide pikiran dan perasaan dalam hubungan

sosialnya.

c. Mutuality merupakan respons individu dalam berhubungan

interpersonal dimana individu saling memberi dan menerima.

d. Interdependence (saling ketergantungan) merupakan respons individu

dimana terdapat saling ketergantungan dalam melakukan hubungan

interpersonal.

2. Respons antara adaptif dan maladaptif

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
a. Aloness (merasa sendiri) dimana individu merasakan kesepian,

terkucilkan dan tersisihkan dari lingkungannya.

b. Withdrawl (menarik diri) gangguan yang terjadi dimana seseorang

menemukan kesulitan dalam membina hubungan saling terbuka

dengan orang lain, dimana individu sengaja menghindari hubungan

interpersonal ataupun dengan lingkungannya.

c. Dependence (ketergantungan) individu mulai tergantung kepada

individu yang lain dan mulai tidak memperhatikan kemampuan

yang dimilikinya.

3. Respons maladaptif

Yaitu respons individu dalam penyelesaian masalah yang

menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungannya,yang

meliputi :

a. Loneliness (kesepian) merupakan gangguan yang terjadi apabila

seseorang memutuskan untuk tidak berhubungan dengan orang lain

atau tanpa bersama orang lain untuk mencari ketenangan sementara

waktu.

b. Manipulation (manipulasi) merupakan hubungan yang berpusat pada


masalah pengendalian lain dan individu cendrung berorientasi pada diri
sendiri atau tujuan dan bukan pada orang lain.
c. Narksisme merupakan rasa cinta pada diri sendiri yang berlebihan

D. Mekanisme Koping

Individu mempunyai respons sosial maladaptif yang menggunakan berbagai

mekanisme dalam upaya untuk mengatasi ansietas. Mekanisme yang disajikan

disini berkaitan dengan jenis spesifik dari masalah-masalah berhubngan :

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
1. Koping yang berkaitan dengan gangguan kepribadian anti sosial yaitu

proyeksi, pemisahan dan merendahkan orang lain.

2. Koping yang berkaitan dengan gangguan kepribadian borderline yaitu

pemisahan, reaksi formasi, proyeksi, isolasi, idealisasi orang lain,

merendahkan orang lain dan identifikasi – proyeksi

III .A. POHON MASALAH

Resiko gangguan sensori persepsi : halusinasi (akibat)

Isolasi sosial (core problema)

Harga diri rendah (penyebab)

B. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG DIKAJI


1. Masalah keperawatan
Isolasi sosial
2. Data yang perlu dikaji
a. Data subyektif
 Klien mengatakan malas berinteraksi
 Klien mengatakan tidak mau berinteraksi dengan orang lain.
b. Data obyektif
 Mematung
 Mondar mandir tanpa arah
 Menyendiri
 Mengurung diri
 Tidak mau berbicara dengan orang lain
 Tidak berinisiatif berhubungan sosial

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN


Isolasi sosial

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
V . RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Terlampir

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
DAFTAR PUSTAKA

Stuart, Gail W. 2006. Buku Saku keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC

Stuart adn Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EG

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
STRATEGI PELAKSANAAN ( SP 1 P )

Nama :

Ruangan :

Hari / tanggal :

Pertemuan :

I . PROSES KEPERAWATAN

A. Kondisi Klien

Klien mengatakan malas berinteraksi dan klien mengatakan tidak mau

berinteraksi dengan orang lain. Dan klien tampak mematung, mondar

mandir tanpa arah, menyendiri, mengurung diri,tidak mau berbicara dengan

orang lain dan tidak berinisiatif berhubungan sosial

B. Diagnosa Keperawatan

Isolasi Sosial

C. Tujuan Khusus

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya

2. Klien mampu menyebutkan penyebab menarik diri

3. Klien mampu menyebutkan keuntungan berhubungan sosial dan

kerugian menarik diri

4. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap

5. Klien dapat menjelaskan perasaannya setelah hubungan sosial

D. Tindakan keperawatan

1. Membinan hubungan saling percaya

2. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial klien

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
3. Mendiskusikan dengan klien tentang keuntungan berinteraksi dengan

orang lain

4. Mendiskusikan dengan klien tentang kerugian tidak berinteraksi dengan

orang lain.

5. Mengajarkan klien cara berkenalan dengan satu orang

6. Menganjurkan klien memasukkan kegiatan latihan berbincang-bincang

dengan orang lain dalam kegiatan harian.

II . STRATEGI KOMUNIKASI
A. Tahap Orientasi
1. Salam terapeutik :

“Selamat sore Ibu, perkenalkan nama saya suster Een Nur’endah, sering

dipanggil suster Een. Nama ibu siapa? Lebih suka dipanggil siapa? Ibu

saya adalah mahasiswa S1 keperawatan STIKIM Jakarta Selatan, saya

praktek di sini selama 2 minggu dari tanggal 7-18 Desember 2013. Saya

praktek pada sore hari dari pukl 14.00 – 19.00 WIB. Hoby ibu apa?

2. Evaluasi validasi :

“Bagaimana perasaan ibu sore ini? Bagaimana tidurnya semalam?”

3. Kontrak :

a. Topik :”Ibu , sore ini kita bertemu untuk berkenalan dan berbincang-

bincang mengenai masalah yang ibu hadapi”.

b. Waktu :”Berapa lama kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15

menit?

c. Tempat :”Ibu mau berbincang-bincang di mana? Bagaimana kalau di

ruang makan?

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
d. Tujuannya :Tujuan kita berbincang-bincang hari ini agar kita kenal

lebih dekat satu sama lain dan mengetahui permasalahan yang ibu

hadapi.

B. Tahap Kerja

“Ibu sudah berapa lama dirawat di sini? Apa ibu tahu, ibu sekarang berada

di mana? Apakah ibu punya teman di sini? Kegiatan apa yang ibu lakukan di

sini? Apa ibu punya hoby? Hoby ibu apa? Mengapa ibu bilang tidak punya

teman? Bukannya di sini banyak teman? Menurut ibu apa keuntungan

berhubungan sosial atau berinteraksi dengan orang lain dan apa kerugiannya

jika tidak berinteraksi dengan orang lain? Apakah ibu mengenal semua

orang yang ada di sini? Apakah ibu sering ngobrol-ngobrol dengan mereka

semua? Apakah ada penghambat yang ibu rasakan untuk berinteraksi

dengan orang lain? Jadi jika ibu mau berkenalan atau berinteraksi dengan

orang lain berarti ibu akan mempunyai banyak teman, ibu mau tidak

mempunyai banyak teman?Jika ibu mempunyai banyak teman, ibu tidak

akan kesepian, bisa berdiskusi dan saling menolong dan akan ada banyak

orang yang akan membantu ibu jika ibu ada masalah dan sebaliknya jika ibu

tidak mau berkenalan dengan banyak orang, ibu akan merasa sendirian,

kesepian dan tidak bisa diskusi.

“Nah, sekarang suster akan mengajarkan bagaimana cara berkenalan yang

baik. Pertama, ibu ucapkan salam, lalu berjabat tangan dan sebutkan nama

ibu dan senang dipanggil siapa, lalu ibu tanyakan nama lawan bicara dan

senang dipanggil siapa? Setelah itu ibu bisa ngobrol-ngobrol tentang

alamatnya di mana, asalnya dari mana dan hobynya apa, dan lain-lain.

Sekarang suster akan mempraktekkan dengan ibu dan coba ibu

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
mempraktekkannya pada suster Bagus...ibu dapat melakukannya, jadi ibu

bisa melakukannya dengan siapa saja. Nah, sekarang kita masukkan ke

dalam jadwal harian, ibu mau latihan jam berapa saja?.”

C. Tahap Terminasi

1. Evaluasi respons klien terhadap tindakan keperawatan

 Evaluasi Subyektif

“Bagaimana perasaan ibu setelah berbincang-bincang dan

melakukan latihan perkenalan dengan orang lain?.”

 Evaluasi Obyektif

“Tadi ibu sudah tahu cara berkenalan, coba ibu praktekkan lagi

cara berkenalan dengan orang secara benar, bagus sekali.”

2. Rencana tindak lanjut

“Ibu, ingat-ingat cara berkenalan dengan orang lain yang benar seperti

tadi bunda ajarkan dan ibu bisa melakukannya dengan siapa saja. Tadi

kegiatan dan cara berkenalan sudah kita masukkan ke dalam jadwal

harian ibu, nanti ibu latihan sesuai jadwal ya...nanti dalam mengisi

jadwal berikan tanda pada huruf M bila dilakuakn mandiri, huruf B bila

dengan bantuan dan huruf T bila tidak dikerjakan dan besok akan bunda

tanyakan lagi ke ibu ya?.”

c. Kontrak yang akan datang

1. Topik :”Sesuai janji suster, karena sudah 15 menit maka kita berhenti

dulu diskusi kita. Besok kita akan lanjutkan pembicaraan kita tentang

bagaimana berkenalan dengan satu orang.”

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
2. Waktu :”Jam berapa besok kita bertemu, bagaimana kalau jam 16.00

sore?.”Berapa lama kita berbincang-bincang, bagaimana kalau 15

menit?.”

3. Tempat :”Di mana kita bertemu besok, bagaimana kalau di taman?

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
LAPORAN PENDAHULUAN

I. KASUS (MASALAH UTAMA)


Halusinasi

Gangguan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam membedakan antara

ransang yang timbul dari sumber internal seperti perasaan, pikiran, sensasi, somatik

dengan impulsif dan stimulus eksternal persepsi mengacu pada respons reserptor

sensori terhadap stimulus eksternal persepsi sehingga gangguan persepsi dapat

terjadi pada proses sensasi dari pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan atau

pengecapan. Gangguan ini bersifat ringan, berat atau sementara, lama (Harsir,Nudis

1987).

Halusinasi adalah persepsi sensorik tentang suatu obyek gambaran dan pikiran yang

sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem

penginderaan (pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan)

(Cook & Fonntare,1987)

Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi pancaindra tanpa adaanya

rangsang dari luar yang dapat terjadi pada sistem penginderaann dimana terjadi pada

saat individu itu penuh atau baik. Dengan kata lain klien berespons terhadap

rangsang yang tidak nyata dan hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat ditentukan

oleh yang lain (Wilson,1983).

Jadi Halusinasi adalah keadaan dimana pancaindra tidak dapat membedakan

rangsangan interna dan eksterna yang menimbulkan respons yang tidak sesuai

dengan jumlah (interpretasi yang datang).

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
II. PROSES TERJADINYA MASALAH

A. Proses Predisposisi

Pada pasien dengan halusinasi (Stuart and Lumala,1998) adalah faktor

perkembangan yaitu jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungn

interpersonal yang terganggu maka individu mengalami stres dan kecemasan. Dan

faktor sosio kultural di masyarakat seperti kemiskinan, ketidakharmonisan sosial

budaya, hidup terisolasi dan stres yang menumpuk. Selanjutnya faktor biokimia yang

menyebabkan terjadinya pelepasan zat-zat halusinogen (bupatin dan simotil

transerase) yang menyebabkan terjadinya gangguan dalam proses informasi dan

penurunan kemampuan menanggapi rangsangan.

B. Faktor Presipitasi

Faktor presipitasi halusinasi menurutStuart and Sundeen,1998 adalah stressor

sosial dimana stres dan kecemasan akan meningkat bila terjadinya penurunan

stabilitas keluarga, perpisahan dari orang sangat penting atau diasingkan oleh

kelompok masyarakat.Faktor biokimia dimana karena klien kurang berinteraksi

dengan kelompok lain, suasana terisolasi (sepi) sehingga dapat meningkatkan stres

dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat-zat halusigenik.

Kemudian masalah keperawatan yang menjadi penyebab munculnya halusinasi antara

lain adalah harga diri rendah dan isolasi sosial. Akibat kurangnya ketrampilan

berhubungan sosial, klien jadi menarik diri dari lingkungan. Dampak selanjutnya

klien akan lebih terfokus pada dirinya sendiri. Stimulus eksternal menjadi lebih

dominan dibandingkan dengan stimulus internal.

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
C. Rentang Respons

Rentang respons neurobiolgical

Adaptif Ilusi Maladaptif

 Pemikiran Reaksi emosional Kelainan pikiran

logis berkembang/lbh Halusinasi

 Emosi konsisten Perilakunya Ketidakmampuan

dgn penglman ganjil emosi

 Perilakunya Menarik diri Ketidakteraturan

Sesuai Isolasi sosial

 Hubungan sosial

D. Mekanisme Koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stres,

termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang

digunakan untuk melindungi diri (Stuart & Sundeen,1998,hal 33). Mekanisme

koping merupakan upaya langsung dalam mengatasi stres yang berorientasi pada

tugas yang meliputi upaya pencegahan langsung, mengurangi ancaman yang ada.

Mekanisme koping yang sering dilakukan oleh klien dengan halusinasi adalah

regresi yaitu berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk

menanggulangi ansietas, klien jadi malas beraktifitas sehari-hari. Proyeksi yaitu

upaya untuk menyelesaikan kehancuran persepsi dan mencoba menjelaskan

gangguan persepsi dengan mengalihkan tanggungjawab kepada orang lain atau suatu

benda. Denial adalah menghindari kenyataan yang tidak diinginkan dengan

mengabaikan dan mengakui adanya kenyataan ini.

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
E. Fase –fase Halusinasi

Menurut Stuart and Laraia,1998, halusinasi dibagi menjadi 4 fase yaitu :

1. Fase pertama :

Individu mengalami stres, cemas, perasaan terpisah kecuali kesepian klien

mungkin melamun dan memfokuskan pada hal-hal yang menyenangkan untuk

menghilangkan kecemasan dan stres. Hal ini menolong sementara integrasi

pemikirannya meningkat tetapi masih bisa mengontrol kesadaran dan

mengenal pikirannya.

2. Fase kedua :

Ketakutan meningkat dipengaruhi oleh pengalaman berada pada tingkat

pendengaran halusinasi pikiran internal menjadi menonjol. Halusiansi sensori

dapat berupa bisikan yang tidak jelas dan suara aneh tetapi klien takut bila

orang lain mendengar atau memperhatikannya, perasaan klien tidak efektif

untuk mengontrol dirinya dan halusinasi dengan memproyeksikan

pengalaman sehingga seolah-olah halusinasi datangnya dari tempat lain.

3. Fase ketiga :

Halusinasi semakin menonjol menguasai dan mengontrol klien menjadi lebih

terbiasa dan tidak berdaya dengan halusinasinya tersebut memberi

kemungkinan dan rasa aman sementara.

4. Fase keempat :

Klien merasa tidak berdaya dan terpaku untuk melepaskan dirinya dan kontrol

yang sebelumnya menyenangkan menjadi memerintah, memarahi,

mengancam dirinya, klien tidak behubungan dengan orang lain karena terlalu

sibuk dengan halusinasinya. Mungkin klien berada dalam dunia menakutkan.

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
Bila tidak dilakukan intervensi secepatnya proses tersebut bisa menjadi

kronik.

F. Klasifikasi jenis dan sifat masalah


Adapun jenis dan sifat halusinasi menurut Wilson & Kneils,1998 yaitu :

1. Halusinasi dengar (Auditarik dan Akustik) yaitu suara atau ucapan yang

didengar oleh klien tetapi tidak ada obyek realita, merupakan proyeksi

ketidakmampuan klien menerima persepsi dari dirinya yang dihubungkan

dengan kekuatan ketakutan luar yang kadang-kadang suara tersebut memaki-

maki, menghina orang lain, menertawakan dan mengancam.

2. Halusinasi lihat (Visual) yaitu bayangan visual atau sensasi yang dialami oleh

klien tanpa adanya stimulus, klien mungkin melihat bayangan dari figure obyek

atau kejadian orang lain tidak melihat obyek tersebut.

3. Halusinasi kecap (Eustatorik) yaitu halusinasi rasa yang terjadi bersama-sama

dengan halusinasi bau, klien merasa mengecap sesuatu bau atau rasa di dalam

mulitnya. Halusinasi hirup atau bau (Olfaktori) yaitu klien mengalami atau

mengatakan mencium bau-bauan seperti bunga, kemenyan dan bau-bau lain yang

sebenarnay tidak ada sumbernya.

4. Halusinasi raba (Taktil) yaitu klien merasa ada seseorang yang memegang,

meraba, memukul klien. Halusinasi septik yaitu klien merasakan rabaan yang

merupakan rangsangan seksual.

Dari semua tipe halusinasi tersebut dapat terjadi sendiri atau secara

kombinasi halusinasi dapat menimbulkan perubahan yang jelas pada perubahan

lingkungan yang nyata, sehingga klien dapat sulit diajak bicara, komunikasi

mengenai diri dan lingkungannya serta mengukur efek yang terdapat pada klien

tersebut.

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
III . A. POHON MASALAH

Resiko Perilaku kekerasan

Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

Isolasi Sosial

B. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG DIKAJI

1. Masalah Keperawatan

Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

2. Data yang perlu dikaji

Data Subyektif

 Klien mengatakan sering mendengar suara bisikan di telinga.

 Klien mengatakan sering melihat sesuatu

Data Obyektif

 Klien tampak ketakutan

 Klien tampak bicara sendiri

 Klien tampak marah tanpa sebab

 Klien kadang tertawa sendiri

 Klien sering menyendiri

 Klien tampak mondar-mandir

IV . DIAGNOSA KEPERAWATAN

Halusinasi

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
V . RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Terlampir

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito-Lynda Juall.1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC

Keliat, B.A. 2006. Proses Keperawatan dan Keperawtan Kesehatan Jiwa.


Jakarta : EGC

Stuart and Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
STRATEGI PELAKSANAAN ( SP 1 P )

Nama :

Ruangan :

Hari / tanggal :

Pertemuan :

I . PROSES KEPERAWATAN

A. Kondisi Klien

Klien mengatakn mendengar suara-suara. Klien mengatakan mendengar suara

yang tidak jelas, klien mengatakan suara itu datang setiap saat, klien

mengatakan suara itu muncul sekitar 5-10 menit, klien mengatakan bila suara

itu muncul saya gelisah tidak bisa tidur, yang biasa saya lakukan adalah

berdoa. Klien terlihat tersenyum sendiri, klien tampak senang berbicara sendiri

dan klien tampak mondar-mandir.

B. Diagnosa Keperawatan

Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

C. Tujuan Khusus

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya

2. Klien dapat mengenal halusinasi

3. Klien dapat mengendalikan halusinasi

D. Tindakan Keperawatan

1. Membina hubungan saling percaya

2. Mendiskusikan jenis halusinasi klien

3. Mendiskusikan isi halusinasi

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
4. Mendiskusikan waktu halusinasi

5. Mendiskusikan frekuensi halusinasi

6. Mendiskusikan situasi yang menimbulkan halusinasi

7. Mendiskusikan respons klien terhadap halusinasi

8. Mengajarkan klien menghardik halusinasi

9. Mengajarkan klien memasukkan cara menghardik halusinasi dalam jadwal

kegiatan harian.

II . STRATEGI KOMUNIKASI

A. Tahap Orientasi

1. Salam terapeutik :

“Selamat sore Ibu, perkenalkan nama saya suster Een Nur’endah, sering

dipanggil suster Een. Nama ibu siapa? Lebih suka dipanggil siapa? Ibu

saya adalah mahasiswa S1 keperawatan STIKIM Jakarta Selatan, saya

praktek di sini selama 2 minggu dari tanggal 07-18 Oktober 2013. Saya

praktek pada sore hari dari pukul 14.00 – 19.00 WIB. Hoby ibu apa?

2. Evaluasi validasi :

“Bagaimana perasaan ibu sore ini? Bagaimana tidurnya semalam?”

3. Kontrak :

a. Topik :”Ibu , sore ini kita bertemu untuk berkenalan dan berbincang-

bincang mengenai masalah yang ibu hadapi”.

b. Waktu :”Berapa lama kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15

menit?

c. Tempat :”Ibu mau berbincang-bincang di mana? Bagaimana kalau di

ruang makan?

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
d. Tujuannya :kita berbincang-bincang hari ini agar kita kenal lebih dekat

satu sama lain dan mengetahui permasalahan yang ibu hadapi.

B. Tahap Kerja

“Sudah berapa lama ibu berada di sini?Coba ibu ceritakan, apa yang

menyebabkan ibu di bawa ke sini? Sekarang ini permasalahan apa yang ibu

hadapi? Apa ibu mendengar suara-suara yang mengganggu ibu? Susterpercaya

dengan apa yang ibu dengar, tetapi suster tidak mendengar berati suara-suara

yang ibu dengar adalah halusinasi.”

“Suara apa yang ibu dengar? Apa yang dikatakan oleh suara-suara tersebut?

Oh ...begitu ya.Biasanya jam berapa suara-suara itu muncul? Kira-kira berapa

lama suara-suara itu muncul?”

“Dalam satu hari, berapa kali suara-suara itu muncul? Pada saat ibu lagi

ngapain suara-suara itu muncul? Apa yang ibu rasakan? Apakah ibu merasa

tenang atau merasa tidak nyaman? Terus apa yang ibu lakukan saat suara-

suara itu muncul? Apa ibu marah-marah, memukul-mukul atau ibu diam saja?

Oh...ya jadi begitu ya bu .

“Sekarang suster akan mengajarka ibu cara mengusir suara-suara tersebut

dengan menghardik bila suara-suara itu muncul. Caranya : tutup telinga

dengan menggunakan kedua tangan kemudian kataakan pergi-pergi, saya tidak

mau mendengar kamu, suaramu palsu”.

“Apakah ibu sudah mengerti? Nah ...coba sekarang ibu lakukan sendiri cara

menghardik halusinasi seperti yang saya ajarkan tadi. Benar sekali bu, Ibu

sudah bisa memperagakan cara mengontrol halusinasi dengan cara

menghardik.” Sekarang mari kita masukkan cara mengontrol halusinasi

dengan menghardik ke dalam jadwal kegiatan harian ibu. Apakah ibu sudah

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
tahu cara mengisi jadwal kegiatan? Caranya adalah apabila ibu bisa

mempraktekkannya sendiri, ibu tuliskan dalam jadwal, bila ibu melakukannya

dengan bantuan orang lain, ibu tulis dan bila ibu ibu tergantung sepenuhnya

pada orang lain ibu tulis.” Ibu sudah mengerti? Bagus.”

C. Tahap Terminasi

1. Evaluasi respons klien terhadap tindakan keperawatan

 Evaluasi Subyektif

“Bagaimana perasaan ibu setelah berkenalan dengan suster dan

berbincang-bincang tentang cara mengontrol halusinasi dengan

cara menghardik?”

 Evaluasi Obyektif

“Coba ibu sebutkan lagi siapa nama suster? Tadi kita sudah

mempelajari cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik,

sekarang coba ibu peragakan lagi dengan cara seperti yang suster

bara ajarkan tadi”.Bagus...ibu sudah dapat memperagakannya

dengan baik dan benar.”

2. Rencana Tindak Lanjut

“Ibu, suster berharap bila ibu mendengar suara-suara, ibu dapat

mengusirnya dengan cara menghardik dan jangan lupa memasukkannya ke

dalam jadwal kegiatan harian ibu.”

3. Kontrak Yang Akan datang

a. Topik :”Ibu besok kita akan bertemu lagi dan berbincang-bincang cara

mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.”

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
b. Waktu :”Besok kita bertemu jam berapa? Bagaimana kalau jam 16.00

WIB? Berapa lama ibu mau berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15

menit?”

c. Tempat :”Ibu mau kita berbincang-bincang di mana? Di ruang makan

atau di taman? Bagaimana kalau di taman?”

Baik bu, suster pamit dulu sampai bertemu lagi besok sore, selamat

sore.

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
STRATEGI PELAKSANAAN (SP 2 P)

Nama :

Ruangan :

Hari / tanggal :

Pertemuan :

I . PROSES KEPERAWATAN
A. Kondisi Klien
Klien mengatakn mendengar suara-suara. Klien mengatakan mendengar suara

yang tidak jelas, klien mengatakan suara itu datang setiap saat, klien

mengatakan suara itu muncul sekitar 5-10 menit, klien mengatakan bila suara

itu muncul saya gelisah tidak bisa tidur, yang biasa saya lakukan adalah

berdoa. Klien terlihat tersenyum sendiri, klien tampak senang berbicara sendiri

dan klien tampak mondar-mandir.

B. Diagnosa Keperawatan

Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Penglihatan.

C. Tujuan Khusus

Klien mampu mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan

orang lain.

D. Tindakan Keperawatan

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan klien

2. Melatih klien untuk mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-cakap

dengan orang lain.

3. Menganjurkan klien untuk memasukkan kegiatan tersebut ke dalam jdwal

kegitan harian.

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
II . STRATEGI KOMUNIKASI

A. Tahap Orientasi

1. Salam terapeutik :

“Selamat pagi bu, bagaimana tidurnya semalam?”

2. Evaluasi / Validasi :

“Bagaimana perasaan ibu hari ini? Apakah ibu masih ingat cara

menghardik yang kemarin kita bicarakan? Apakah ibu sudah melakukan

cara menghardik tersebut disaat suara-suara itu muncul?

3. Kontrak :

a. Topik :”Ibu, sore ini kita akan berbincang-bincang lagi untuk

membahas tentang cara mengendalikan halusinasi selain cara

menghardik, yaitu dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.”

b. Waktu :”Sesuai dengan janji kita kemarin, hari ini kita akan

berbincang-bincang selama 15 menit.”

c. Tempat :”Sesuai dengan janji kita kemarin hari ini kita akan

berbincang-bincang di taman.”

d. Tujuan : tujuan dari kita bercakap-cakap hari ini adalah agar ibu dapat

mengendalikan suara-suara atau bayangan yang ibu lihat dengan cara

bercakap-cakap dengan orang lain.”

B. Tahap Kerja

“Ibu, apakah ibu sudah mengisi jadwal harian yang ibu buat? Boleh saya lihat?

Bagus.” Apakah ibu tahu cara lain yang dapat dilakukan untuk mengontrol

halusinasi selain dengan cara menghardik yang kemarin sudah kita

bicarakan?” Ibu, selain menghardik halusinasi tersebut, ibu juga dapat

mengontrol halusinasi tersebut dengan cara bercakap-cakap dengan orang

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
lainnya.” Bagaimana kalau kegiatan bercakap-cakap dengan orang lain ini ibu

masukkan ke dalam jadwal kegiatan harian yang sudah ibu buat, bagus

sekali.”

C. Tahap Terminasi

1. Evaluasi respons klien terhadap tindakan keperawatan

 Evaluasi Subyektif

“Bagaimana perasaan ibu setelah kita berbincang-bincang hari

ini?.”

 Evaluasi Obyektif

“Apakah ibu dapat menyebutkan kembali cara-cara yang dapat ibu

lakukan untuk mengontrol halusinasi?.’

2. Rencana tindak lanjut

“Ibu, suster berharap ibu dapat menerapkan cara bercakap-cakap yang

telah kita bicarakan tadi apabila suara yang sering ibu dengar itu muncul

kembali,dan suster berharap ibu juga dapat memasukkan kegiatan ini ke

dalam jadwal kegiatan harian ibu.”

3. Kontrak yang akan datang

a. Topik :”Ibu, besok kita akan bertemu kembali untuk membicarakan

tentang cara lainnya yang dapat ibu gunakan untuk mengontrol

halusinasi yang ibu alami yaitu dengan cara melakukan kegiatan yang

biasa ibi lakukan di rumah ataupun di rumah sakit.”

b. Waktu :”Ibu mau besok kita berbincang-bincang jam berapa?

Bagaimana kalau jam 16.00 WIB? Dan ibu mau kita berbincang-

bincang berapa lama, 10 menit atau 15 menit? Bagaimana kalau 15

menit?”.

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
c. Tempat :”Besok ibu mau kita berbincang-bincang di mana, di taman

lagi atau di ruang makan, atau ibu mau di tempat lain? Bagaimana

kalau di ruang makan?.”

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
STRATEGI PELAKSANAAN (SP 3 P)

Nama :

Ruangan :

Hari / tanggal :

Pertemuan :

I . PROSES KEPERAWATAN
A. Kondisi Klien
Klien mengatakn mendengar suara-suara. Klien mengatakan mendengar suara

yang tidak jelas, klien mengatakan suara itu datang setiap saat, klien

mengatakan suara itu muncul sekitar 5-10 menit, klien mengatakan bila suara

itu muncul saya gelisah tidak bisa tidur, yang biasa saya lakukan adalah

berdoa. Klien terlihat tersenyum sendiri, klien tampak senang berbicara sendiri

dan klien tampak mondar-mandir.

B. Diagnosa Keperawatan

Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran dan Penglihatan

C. Tujuan Khusus

Klien mampu mengendalikan halusinasi dengan cara melakukan kegiatan

(kegiatan klien di rumah dan di rumah sakit) .

D. Tindakan Keperawatan

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien

2. Melatih klien mengendalikan halusinasi dengan cara melakukan kegiatan

(kegiatan yang bisa dilakukan klien di rumah).

3. Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
II . STRATEGI KOMUNIKASI

A. Tahap Orientasi

1. Salam terapeutik :

“Selamat sore bu, bagaimana tidurnya semalam?.”

2. Evaluasi / validasi :

“Bagaimana perasaan ibu hari ini? Apakah ibu sudah melakukan cara

mengendalikan halusinasi seperti yang suster ajarkan kemarin?. Apakah

sudah dibuat jadwal kegiatan hariannya? Boleh suster lihat?

Bagus sekali.”

3. Kontrak

a. Toipk :”sore ini kita akan membahas tentang cara mengendalikan

halusinasi dengan cara melakukan kegiatan yang biasa dilakukan di

rumah dan di rumah sakit.”

b. Waktu :”Sesuai dengan janji kita kemarin hari ini kita akan

berbincang-bincang selama 15 menit.”

c. Tempat :”Sesuai dengan janji kita kemarin hari ini kita akan

berbincang-bincang di ruang makan.:

d. Tujuan : tujuan supaya ibu dapat mengendalikan suara-suara yang ibu

dengar dengan cara melakukan kegiatan seperti yang biasa lakukan di

rumah atau di rumah sakit.

B. Tahap Kerja

“Selain berbincang-bincang dengan teman-teman, cara-cara lain untuk

mengendalikan suara-suara yang ibu dengar adalah? Iya..benar,bagus sekali,

ibu sudah mengetahui cara-caranya mengontrol halusinasi.”

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
“Kegiatan apa yang biasa ibu lakukan di rumah? Sedangkan selama di rumah

sakit kegiatan apa yang biasa ibu lakukan? Boleh suster lihat, coba ibu

melakukannya? Bagus sekali ibu, ibu sudah melakukannya dengan baik. Nah,

sekarang ibu masukkan kegiatan tadi ke dalam kegiatan harian ibu.”

C. Tahap Terminasi

1. Evaluasi respons klien terhadap tindakan keperawatan

 Evaluasi Subyektif

“Bagaimana perasaan ibu setelah berbincang-bincang dengan

suster Een?.”

 Evaluasi Obyektif

“Ibu, apakah ibu dapat mengulang kembali kegiatan yang sudah

ibu lakukan tadi?.” Bagus sekali.”

2. Rencana tindak lanjut

“Ibu,suster berharap, bila ada suara-suara itu muncul lagi, ibu dapat

mengatasinya dengan cara melakukan kegiatan yang bisa ibu lakukan di

rumah sakit ini seperti membersihkan tempat tidur, menyapu, mengepel,

mengambil makan di dapur, cuci piring, dan ibu masukkan kegiatan

tersebut ke dalam jadwal kegiatan harian ibu.

3. Kontrak yang akan datang

a. Topik :”Untuk pertemuan besok kita akan membicarakan tentang

kepatuhan ibu minum obat.”

b. Waktu :”Ibu, besok kita akan berbincang-bincang jam berapa?

Bagaimana kalau jam 16.00 sore? Berapa lama kita berbincang-

bincang? Bagaimana kalau 15 menit?.”

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
c. Tempat :”Ibu mau di mana kita berbincang-bincang, di kursi depan

ruang perawat atau di depan kamar ibu? Bagaimana kalau di depan

kamar ibu.”

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
LAPORAN PENDAHULUAN

I. KASUS (MASALAH UTAMA)


Defisit Perawatan Diri
Defisit perawatan diri adalah suatu kondisi pada seseorang yang mengalami

kelemahan kemampuan dalam melakukan aktifitas perawatan diri secara mandiri

(Tarwoto dan Wartonah,2000).

Personal hygene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan

kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis, dan kurang perawatan diri

adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu untuk melakukan perawatan

kebersihan untuk dirinya (Poter Perry, 2005).

Syndroma kurang perawatan diri adalah keadaan dimana individu mengalami

suatu kerusakan fungsi motorik atau fungsi kognitif yang menyebabkan penurunan

kemampuan untuk melakukan masing-masing dari kelima aktifitas diri yang

meliputi makan, mandi, berdandan dan instrumental (Carpenito, 2000).

II. PROSES TERJADINYA MASALAH

A. Faktor Predisposisi

Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya defisist perawatan diri dan

yang sangat berpengaruh terhadap kondisi klien adalah faktor perkembangan

dimana keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga

perkembangan inisiatif terganggu. Faktor biologis dimana penyakit kronis yang

menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri. Disamping itu ada

faktor sosial yang menyebabkan klien kurang mendapat dukungan dan latihan

kemampuan perawatan diri di lingkungannya, situasi lingkungan mempengaruhi

letihan kemampuan dalam perawatan diri. Selanjutnya faktor kemampuan realitas

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
turun, dimana klien dengan gangguan jiwa dan kemampuan realitas yang kurang

menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.

B. Faktor Presipitasi

Yang merupakan faktor presipitasi defisit perawatan diri adalah kurangnya

motivasi, kerusakan kognitif atau preseptual, cemas, lelah atau lemah yang

dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan

perawatan diri.

Menurut Depkes, 2009 : 59 : faktor-faktor yang mempengaruhi personal hygiene

adalah : faktor body image dimana gambaran individu terhadap dirinya sangat

mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga

individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya. Dan faktor sosial dimana pada

masa anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan

terjadi perubahan pola personal hygiene. Faktor sosial ekonomi dimana personal

hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, odol, sikat gigi, shampo, alat

mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya. Faktor

pengetahuan dimana pengetahuan tentang personal hygiene sangat penting karena

pengetahan yang baik dapat meningkatkan kesehatan, misalnya pada pasien

diabetes melitus harus menjaga kebersihan kuku kakinya. Faktor budaya dimana

sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu maka tidak boleh dimandikan.

Faktor kebiasaan sesorang dimana ada kebiasaan orang yang menggunakan

produk tertentu dalam perawatan dirinya seperti penggunaan sabun,dll.

Selanjutnya faktor kondisi fisik atau psikis dimana pada keadaan tertentu atau

sakit, kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan orang lain.

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
C. Tanda dan Gejala

Menurut Depkes, 2000 : tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan diri

adalah :

1. Fisik :

 Badan bau, pakaian kotor


 Rambut dan kulit kotor
 Kuku panjang dan kotor
 Gigi kotor dan bau mulut
 Penampilan rapi
2. Psikologis :

 Malas, tidak ada inisiatif

 Menarik diri, isolasi diri

 Merasa tidak berdaya, rendah diri dan merasa dihina

3. Sosial :

 Interaksi kurang

 Kegiatan kurang

 Tidak mampu berperilaku sesuai norma

 Cara makan tidak teratur, BAK/BAB disembarang tempat, gosok gigi

dan mandi tidak mampu.

D. Etiologi

Kurangnya perawatan diri pada pasien dengan gangguan jiwa terjadi

akibat adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan

aktifitas perawatan diri menurun. Kurang perawatan diri tampak dari

ketidakmampuan merawat diri, makan secara mandiri, berhias secara mandiri, dan

toileting secara mandiri.

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
E. Akibat

 Dapat berakibat terjadinya resiko gangguan sensori persepsi : halusinasi.

 Semakin sulit membina hubungan dengan orang lain

 Dapat memperlambat proses penyembuhan atau pengobatan klien

 Klien dapat dikucilkan dalam keluarga maupun masyarakat

F. Jenis-jenis defisit perawatan diri

a. Kurang perawatan diri : mandi atau kebersihan adalah gangguan kemampuan

untuk melakukan aktifitas mandi atau kebersihan diri.

b. Kurang perawatan diri : mengenakan pakaian atau berhias adalah gangguan

kemampuan memakai pakaian dan aktifitas berdandan sendiri.

c. Kurang perawatan diri : makan adalah gangguan kemampuan untuk

menunjukkan aktifitas makan.

d. Kurang perawatan diri : toileting adalah gangguan kemampuan untuk

melakukan atau menyelesaikan aktifitas toileting sendiri (Nurjannah,2004:79).

G. Mekanisme Koping

a. Regresi adalah kemunduran akibat stres terhadap perilaku dan merupakan ciri

khas dari suatu taraf perkembangan yang lebih dini.

b. Penyangkalan
c. Isolasi diri atau menarik diri adalah pemisahan unsur emosional dari suatu
pikiran yang mengganggu yang dapat bersifat sementara atau dalam waktu
yang lama.
d. Intelektualisasi adalah pengguna logika dan alasan berlebihan untuk
menghindari pengalaman yang mengganggu perasaannya.

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
III. A. POHON MASALAH
Resiko gangguan sensori persepsi : Halusinasi

Isolasi Sosial DPD

HDR

C. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG DIKAJI


1. Masalah Keperawatan
Defisit Perawatan Diri
2. Data yang perlu dikaji
Data Subyektif
 Klien mengatakan dirinya malas mandi, tidak mau menyisir rambut,

tidak mau menggosok gigi dan tidak mau memotong kuku.

 Klien mengatakan juga tidak mau berhias, tidak mau menggunakan

alat mandi atau kebersihan diri.

Data Obyektif

 Klien tampak kotor, rambut kotor


 Badan bau
 Pakaian kotor
 Kuku kaki dan kuku tangan panjang dan kotor
 Mulut bau
 Gigi kotor
 Penampilan tidak rapih

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN


Defisit Perawatan Diri.

V. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


Terlampir

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2008. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC

Keliat, Budi Anna. 2006. Proses Keperawatan Dan Kesehatan Jiwa. Edisi 2.
Jakarta : EGC.

Yosep. 2009. Keperawatan Jiwa. Edisi Revisi. Jakarta : Refika Aditama.

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
STRATEGI PELAKSANAAN (SP 1 P)

Nama :

Ruangan :

Hari / tanggal :

Pertemuan :

I. PROSES KEPERAWATAN
A. Kondisi Klien
Klien mengatakan malas mandi, tidak mau menyisir rambut, tidak mau
menggosok gigi, tidak mau memotong kuku, tidak mau berhias dan tidak mau
menggunakan alat mandi atau kebersihan diri.
Klien tampak kotor, badan bau, pakaian kotor, mulut bau, gigi kotor, rambut
kotor, kuku panjang dan penampilan tidak rapi.
B. Diagnosa Keperawatan
Defisit Perawatan Diri.
C. Tujuan Khusus
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
2. Klien dapat menjelaskan pentingnya kebersihan diri
3. Klien dapat menjelaskan cara menjaga kebersihan diri
4. Klien dapat mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri
D. Tindakan Keperawatan
1. Membina hubungan saling percaya
2. Mendiskusikan dengan klien pentingnya kebersihan diri
3. Mendiskusikan dengan klien cara menjaga kebersihan diri
4. Membantu klien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri
5. Memberikan pujian kepada klien atas usahanya
6. Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
II. STRATEGI KOMUNIKASI
A. Tahap Orientasi
1. Salam terapeutik :
“Selamat sore Ibu, perkenalkan nama saya suster Een Nur’endah, sering

dipanggil suster Een. Nama ibu siapa? Lebih suka dipanggil siapa? Ibu saya

adalah mahasiswa S1 keperawatan STIKIM Jakarta Selatan, saya praktek di

sini selama 2 minggu dari tanggal 07-18 Oktober 2013. Saya praktek pada

sore hari dari pukl 04.00 – 19.00 WIB. Hoby ibu apa?

2. Evaluasi validasi :

“Bagaimana perasaan ibu sore ini? Bagaimana tidurnya semalam?”

3. Kontrak :

a. Topik :”Ibu , sore ini kita bertemu untuk berkenalan dan berbincang-

bincang mengenai masalah yang ibu hadapi”.

b. Waktu :”Berapa lama kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15

menit?

c. Tempat :”Ibu mau berbincang-bincang di mana? Bagaimana kalau di

ruang makan?

d. Tujuannya :Tujuan kita berbincang-bincang hari ini agar kita kenal

lebih dekat satu sama lain dan mengetahui permasalahan yang ibu

hadapi.

B. Tahap Kerja

“Nah....sekarang kita akan berbicara tentang pentingnya perawatan diri. Apakah

ibu sudah mandi hari ini? Apa yang menyebabkan ibu tidak melakukan

perawatan diri? Menurut ibu apa kegunaan atau manfaat kalau kait menjaga

kebersihan diri? Apa alasan ibu sehingga tidak bisa merawat diri atau mandi?

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
Kira-kira tanda-tandaorang yang tidak merawat diri dengan baik sepertiapa ya?

Misalnya badan gatal. Apalagi ya? Apa yang ibu lakukan untuk merawat rambut

dan muka? Kapan saja ibu menyisir rambut? Bagaimana dengan bedakan? Apa

maksud atau tujuan sisiran dan berdandan?

“berapa kali ibu makan sehari? Apa yang ibu lakukan setelah makan? Apa betul

kita harus sikat gigi setelah makan?

“Di mana biasanya ibu berak atau kencing?Bagaimana membersihkannya?

“Menurut ibu kalau mandi itu kita harus bagaimana? Sebelum mandi apa yang

perlu kita persiapkan? Bagaimana kalau sekarang kita ke kamar mandi, bunda

Bara akan membantu ibu melakukannya. Sekarang ibu siram seluruh tubuh

termasuk rambut lalu ambil shampo gosokkan pada kepala ibu sampai berbusa

lalu bilas sampai bersih. Bagus sekali. Selanjutnya ambil sabun, gosokkan di

seluruh tubuh secara merata lalu siram dengan air sampai bersih. Jangan lupa

sikat gigi pakai odol, giginya disikat mulai dari arah atas ke bawah, gosok

seluruh gigi mulai dari depan sampai belakang, bagus sekali, lalu kumur-kumur

sampai bersih. Terakhir siram lagi seluruh tubuh ibu sampai bersih lalu

keringkan dengan handuk, ibu sudah bagus melakukannya. Selanjtnya ibu pakai

baju dan sisir rambutnya dengan rapih.”

C. Tahap Terminasi

1. Evaluasi respons klien terhadap tindakan keperawatan

a. Evaluasi Subyektif

“Bagaimana perasaan ibu setelah mandi dan mengganti pakaian, dan

bagaimana perasaan ibu setelah mendiskusikan tentang pentingnya

kebersihan diri tadi?.”

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
b. Evaluasi Obyektif

“Sekarang coba ibu sebutkan apa saja yang disiapkan saat mandi serta

cara-cara mandi yang baik yang sudah ibu lakukan tadi?” Bagus sekali.

Mari kita masukkan dalam jadwal kegiatan harian. Nah tadi ibu

melakukan sendiri ya beri tanda di huruf M.

2. Rencana tindak lanjut

“baiklah ibu, setelah kita berbicara tentang pentingnya perawatan diri,

manfaat perawatan diri, tanda-tanda orang yang tidak merawat diri serta cara-

cara melakukan perawatan diri,ibu jangan lupa tentang perawatan diri yang

benar serta cara-caranya yang telah suster ajarkan tadi.”

3. Kontrak yang akan datang

a. Topik :”Bagaimana bu, besok suster akan datang kembali untuk

membicarakan tentang cara-cara memotong kuku yang benar dan cara

berdandan”.

b. Waktu :”Jam berapa besok kita bertemu? Bagaimana kalau jam 16.00

sore? Berapa lama kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?

c. Tempat :”Di mana kita bertemu? Bagaimana kalau di kamar makan?

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
LAPORAN PENDAHULUAN

I. KASUS (MASALAH UTAMA)

Resiko Bunuh Diri

Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien

untuk mengakhiri kehidupannya (Budi Anna Keliat,dkk,2009).

Usaha bunuh diri adalah tindakan yang merupakan bagian dari depresi

(kehilangan seseorang yang dicintai, kehilangan integritas tubuh atau status,

gambaran diri buruk) dan dapat dipandang sebagai tangisan untuk meminta

pertolongan dan intervensi (Brunner dan Suddarth, Edisi 8, 2002).

Pencederaan diri adalah aniaya diri, agresi yang diarahkan kepada diri

sendiri, membahayakan diri, cedera yang membebani diri dan mutilasi diri dengan

tujuan mengakhiri hidup (Gail Wiscarz Stuart dan Sandra J.Sundeen, Edisi 3 ,

2002).

Dari beberapa defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku

bunuh diri merupakan tindakan dari depresi kehilangan yang merupakan tangisan

untuk meminta pertolongan, dengan tindakan yang agresif,merusak diri sendiri

dan bertujuan untuk mengakhiri kehidupannya.

II. PROSES TERJADINYA MASALAH

A. Faktor Predisposisi

Menurut Stuart dan Sundeen,1997, faktor presdisposisi bunuh diri antara

lain faktor diagnostik dimana lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri

hidupnya dengan bunuh diri mempunyai hubungan dengan penyakit jiwa.Tiga

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
gangguan jiwa yang dapat membuat individu beresiko untuk bunuh diri yaitu

gangguan afektif, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia. Faktor sifat kepribadian

dimana ada tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya resiko

bunuh diri adalah rasa bermusuhan, implisif dan depresi. Faktor lingkungan

psikososial adalah seseorang yang baru mengalami kehilangan, perpisahan atau

perceraian, kehilangan yang dini dan berkurangnya dukungan sosial merupakan

faktor penting yang berhubungan dengan bunuh diri. Faktor riwayat keluarga

yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor resiko penting untuk

perilaku destruktif. Faktor biokomia menunjukkan bahwa secara serotogenik,

apatengik dan depominersik menjadi media proses yang dapat menimbulkan

perilaku destruktif diri.

B. Faktor Presipitasi

Faktor pencetus seseorang melakukan bunuh diri adalah perasaan terisolasi

yang dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal atau gagal

melakukan hubungan yang berarti. Faktor kegagalan beradaptasi sehingga tidak

dapat menghadapi stres. Faktor perasaan marah atau bermusuhan, bunuh diri

dapat merupakan hukuman pada diri sendiri.

C. Rentang Respons

Rentang sehat sakit dapat dipakai untuk menggambarkan respons adaptif

sampai respons maladaptif pada bunuh diri :

Adaptif Maladaptif

Menghargai Berani ambil merusak diri Bunuh diri

Diri resiko dalam sendiri secara

mengembangkan tidak langsung

diri

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
Keterangan :

Dalam kehidupan, individu selalu menghadapi masalah atau stressor respons

individu terhadap stressor tergantung pada kemampuan masalah yang dimiliki

serta tingkat stres yang dialami. Individu yang sehat senantiasa berespons secara

adaptif dan jika gagal ia akan berespons maladaptif dengan menggunakan koping

bunuh diri.

D. Mekanisme Koping

Mekanisme koping adalah segala usaha yang diarahkan untuk menanggulangi

stres. Usaha ini dapat berorientasi pada tugas yang meliputi usaha pemecahan

masalah langsung. Dari sudut kedokteran dapat dikemukakan bahwa setidak-

tidaknya orang yang hendak melakukan bunuh diri egoistik atau anomik berada

dalam keadaan patologis. Mereka semua sedang mengalami gangguan fungsi

mental yang bervarariasi dari yang ringan sampai yang berat karena itu perlu

ditolong. Pencegahan bunuh diri altruistik boleh dikatakan tidak mungkin kecuali

bila kebudayaan dan norma-norma masyarakat diubah.

III. A. POHON MASALAH

Bunuh Diri

Resiko Bunuh Diri

Harga Diri Rendah

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
B. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG DIKAJI

1. Masalah Keperawatan

Resiko Bunuh Diri

3. Data yang dikaji

Data Subyektif

 Klien mengungkapkan ingin untuk bunuh diri

 Klien mengungkaapkan keinginan untuk mati

 Klien mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan

 Klien sering berbicara tentang kematian, menanyakan dosis obat

yang mematikan

 Klien mengungkapkan adanya konflik interpersonal

 Klien mengungkapkan telah menjadi korban perilaku kekerasan saat

kecil

 Ada riwayat berulang percobaan bunuh diri sebelumnya dari

keluarga

Data Obyektif

 Impulsif

 Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat

patuh)

 Ada riwayat penyakit mental (depresi, psikosis dan penyalahgunaan

alkhohol)

 Ada riwayat penyakit fisik (penyakit kronis atau penyakit terminal)

 Pengangguran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan atau kegagalan

dalam karier)

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
 Status perkawinan yang tidak harmonis

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Resiko Bunuh Diri

V. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Terlampir

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta : EGC

Ernawati,Dalami,dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa.

Jakarta : Trans Info Medika.

Keliat Anna Bdi, Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa.

Jakarta : EGC

Surya, herman, Ade. 2011. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Nuha

Medika

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
STRATEGI PELAKSANAAN (SP 1 P)

Nama :

Ruangan :

Hari / tanggal :

Pertemuan :

I. PROSES KEPERAWATAN

A. Kondisi Klien

Klien mengatakan ingin mengakhiri hidupnya karena klien merasa

disekelilinginya (keluarga dan teman) tidak ada yang mau memperhatikannya,

klien ingin mati, klien menggatakan pernah mencoba untuk bunuh diri, klien

juga mengatakan putus asa karena diputuskan pacarnya satau tahun yang lalu,

klien tampak murung, tidak bergairah, sering menyendiri, memainkan tali, ada

bekas percobaan bunuh diri di lengan kiri.

B. Diagnosa Keperawatan

Resiko Bunuh Diri

C. Tujuan Khusus

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya

2. Klien dapat terlindung dari bunuh diri

3. Klien dapat mengekspresikan perasaannya

D. Tindakan Keperawatan

1. Membina hubungan saling percaya

2. Mengidentifikasi benda-benda yang dapat membahayakan klien

3. Mengamankan benda-benda yang dapat membahayakan klien

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
4. Mengajarkan cara mengendalikan dorongan bunuh diri

5. Melatih cara mengendalikan diri

II. STRATEGI KOMUNIKASI

A. Tahap Orientasi
1. Salam terapeutik :
“Selamat sore Ibu, perkenalkan nama saya suster Een Nur’endah, sering

dipanggil suster Een. Nama ibu siapa? Lebih suka dipanggil siapa? Ibu saya

adalah mahasiswa S1 keperawatan STIKIM Jakarta Selatan, saya praktek di

sini selama 2 minggu dari tanggal 07-18 Oktober 2013. Saya praktek pada sore

hari dari pukl 14.00 – 19.00 WIB. Hoby ibu apa?

2. Evaluasi validasi :

“Bagaimana perasaan ibu sore ini? Bagaimana tidurnya semalam?”

3. Kontrak :

a. Topik :”Ibu , sore ini kita bertemu untuk berkenalan dan

berbincang-bincang mengenai masalah yang ibu hadapi”.

b. Waktu :”Berapa lama kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau

15 menit?

c. Tempat :”Ibu mau berbincang-bincang di mana? Bagaimana kalau

di ruang makan?

d. Tujuannya :Tujuan kita berbincang-bincang hari ini agar kita kenal

lebih dekat satu sama lain dan mengetahui permasalahan yang ibu

hadapi

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
B. Tahap Kerja

“Nah...sekarang coba ibu ceritakan apa yang ibu pikirkan? Mungkin suster dapat

membantu. Mengapa ibu sering memainkan tali di sudut ruangan tempat tidur

ibu? Saya sedih suster karena baru diputuskan pacar saya sejak satu tahun yang

lalu, padahal saya sudah tunangan. Saya merasa sudah tidak berguna lagi, saya

ingin mati suster karena keluarga dan teman-teman saya sudah tidak

memperhatikan keadaan saya.

“Nah...sekarang suster akan mengajarkan ibu bagaimana cara mengendalikan

dorongan bunuh diri. Sekarang bunda Bara akan melatih cara mengendalikan

dorongan bunuh diri dengan cara latihan fisik yaitu tarik nafas dalam dan

memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian, ibu isis jam dan tanggal berapa

melakukan kegiatan, kegiatan apa yang ibu lakukan dan keterangannya dapat ibu

tuliskan huruf : M jika melakukan secara mandiri tanpa bantuan orang lain.

B :  jika melakukan dengan bantuan orang lain.

T :  jika tergantung penuh pada orang lain. Apabila ibu merasa ada dorongan

untuk mengakhiri kehidupan sebaiknya ibulakukan tarik nafas dalam ya, lalu ibu

masukkan ke dalam jadwal ini. Jangan lupa diisi jadwal kegiatan yang telah

suster ajarkan tadi ya. Suster yakin ibu bisa melakukannya.

C. Tahap Terminasi

1. Evaluasi respons klien terhadap tindakan keperawatan

a. Evaluasi Subyektif

“Bagaimana perasaan ibu setelah kita berbincang-bincang tadi, dan

melatih cara mengendalikan dorongan untuk bunuh diri yang suster

ajarkan tadi?.”

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
b. Evaluasi Obyektif

“Coba ibu lakukan lagi cara mengendalikan dorongan bunuh diri seperti

yang suster ajarkan tadi? Ya..bagus, ibu.” Bagaimana klau jadwal yang

sudah suster beritahu tadi, ibu coba lagi isi.”

2. Rencana tindak lanjut

“Coba mulai sekarang, ibu malakukan tehnik nafas dalam apabila dorongan

untuk bunuh diri kembali muncul dan selanjutnya memasukkannya ke dalam

jadwal kegiatan harian ibu seperti yang suster ajarkan tadi.”

3. Kontrak yang akan datang

a. Topik :”Bu bagaimana kalau besoksuster akan datang kembali untuk

mengevaluasi jadwal kegiatan harian yang sudah bunda beritahu tadi ya

ibu dan beaok suster akan ajarkan tentang cara lain mengendalikan

dorongan bunuh diri dengan cara pukul bantal atau kasur.

b. Waktu :”Jam berapa besok kita bertemu? Bagaimana kalau jam 16.00

sore? Dan berapa lama kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15

menit?

c. Tempat :”Dimana kita bertemu besok?Bagaimana kalau di ruang makan.”

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)

Anda mungkin juga menyukai