KADAR TROMBOSIT
18210100140
2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut data dari World Health Organization (2020) pada tahun
2019 tercatat kasus Dengue Hemorhagic Fever (DHF) menjadi penyakit
endemik di Asia Pasifik. Diantarnya adalah Kamboja 124 jiwa, Cina 1.767
Jiwa, Malaysia 127.407 jiwa, Filipina 420.453 Jiwa, Singapura 15.622
jiwa, Vietnam 4.038 jiwa, dan Australia 1.419 jiwa sedangkan di
Indonesia mencapai 129.650 jiwa 1
2. Tujuan Khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan
dengue haemorhagic fever (DHF).
b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada
pasien dengan dengue haemorhagic fever (DHF).
c. Penulis mampu menyusun intervensi pada pasien dengan
dengue haemorhagic fever (DHF).
d. Penulis mampu melakukan implementasi pada pasien
dengan dengue haemorhagic fever (DHF).
e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada pasien dengan
dengue haemorhagic fever (DHF).
f. Penulis mampu menganalisa hasil pemberian jus jambu
merah terhadap peningkatan trombosit pada An.F dengan
dengue haemorhagic fever (DHF).
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penyakit
1. Definisi DHF
Menurut World Health Organization (WHO), Dengue Haemorhagic Fever
(DHF) atau Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan
oleh gigitan nyamuk Aedes yang terinfeksi salah satu dari empat tipe virus dengue
dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai
leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia (trombositkurang dari 100.000)
dan diathesis hemoragik. Terdapat tiga tahapan yang dialami penderita penyakit
DBD, yaitu fase demam, fase kritis, dan fase pemulihan. 7
Gambar 2.1 Anatomi Sistem Hematologi Sumber gambar : (Tedi Mulyadi 2015)
Darah terdiri dari dua komponen yaitu komponen padat yang terdiri dari sel
darah (sel darah merah atau eritrosit, sel darah putih atau leukosit, dan sel pembeku
darah atau trombosit) dan komponen cair yaitu plasma darah, Sel-sel darah ada 3
macam yaitu:
4. Patofisiologi DHF
Virus dengue ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti atau
biasa disebut Aedes albopictus. Faktor kemudian tersebar meluas di daerah
tropis dan subtropis diberbagai belahan dunia. Virus dengue masuk ke sirkulasi
perifer manusia melalui gigitan nyamuk. Virus akan berada dalam darah sejak
fase akut atau fase demam hingga klinis demam menghilang. Secara klinis
perjalanan penyakit dengue dibagi menjadi tiga, yaitu fase demam (febrile),
fase kritis, dan fase penyembuhan. Fase demam berlangsung pada hari ke-1
hingga 3, fase kritis terjadi pada demam hari ke-3 hingga 7, dan fase
penyembuhan terjadi setelah demam hari ke-6-7. Perjalanan penyakit tersebut
menentukan dinamika perubahan tanda dan gejala klinis pada pasien dengan
infeksi dengue Haemoragic Fever (DHF). Demam merupakan tanda utama
infeksi dengue, terjadi mendadak tinggi, selama 2-7 hari. Demam juga disertai
gejala konstitutional lainnya seperti lesu, tidak mau makan, dan muntah. Selain
itu, pada anak lebih sering terjadi gejala facial flush, radang faring serta pilek.3
Pada DHF terjadi peningkatan permeabilitas vaskuler yang
menyebabkan kebocoran plasma ke jaringan, sedangkan pada demam
dengue tidak terjadi hal ini. Kondisi tersebut dapat mengakibatkan syok
hipovolemia. Peningkatan permeabilitas vaskuler akan terjadi pada fase kritis
dan berlangsung maksimal 48 jam. Hal tersebut yang menjadi alasan mengapa
cairan diberikan maksimal 48 jam. Kebocoran plasenta terjadi akibat disfunfsi
endotel serta peran kompleks dari sistem imun : monosit dan sel T, sistem
komplemen, serta produksi madiator inflamasi dan sitokin lainnya.
Trombositopenia pun terjadi akibat beberapa mekanisme yang
kompleks, seperti gangguan megakariositopoiesis (akibat infeksi sel
hematopoiletik), serta peningkatan destruksi dan konsumsi trombosit. Pada
kasus DBD, tanda hepatomegali dan kelainan fungsi hati lebih sering
ditemukan.
Manifestasi perdarahan yang paling dijumpai pada anak ialah
perdarahan kulit (petekie) dan mimisan (epistaksis). Tanda perdarahan lainnya
yang patut diwaspadai, antara lain melena, hematemesis, dan hematuria. Pada
kasus tanpa perdarahan spontan maka dapat dilakukan uji turniket. Kebocoran
plasma secara pasif akan menyebabkan pasien mengalami syok hipovolemik.
Kondisi ini disebut sindrom syok dengue (SSD). 3
pathway
Virus dengue
Viremia
6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjuang yang perlu dilakukan untuk menegakkan
diagnostik DHF diantaranya adalah pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan darah pasien DHF meliputi
pemeriksaan Hemoglobin, Hematokrit, Trombosit, Leukotit, SGOT,
SGPT, elektrolit, ureum, dan analisa gas darah, Pemeriksaan Radiologi
meliputi foto thorax dan USG. 10
7. Penatalaksanaan DHF
Pada dasarrnya terapi DHF bersifat suportif dan simtomatis.
Penatalaksanaan ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat
kebocoran plasma dan memberikan terapi substitusi komponen darah bila
diperlukan. Dalam pemberian terapi cairan, hal terpenting yang perlu
dilakukan adalah pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris.
Proses kebocoran plasma kemudian terjadinya trombositopenia pada
umumnya terjadi antara hari ke 4 hingga 6 sejak demam berlangsung.
Pada hari ke-7 proses kebocoran plasma akan berkurang dan cairan akan
kembali dari ruang interstitial ke intravaskular. Terapi cairan pada kondisi
tersebut secara bertahap dikurangi. 11
Selain pemantauan untuk menilai apakah pemberian cairan sudah
cukup atau belum, pemantauan terhadap kemungkinan terjadinya
kelebihan cairan serta terjadinya efusi pleura ataupun asites yang masih
perlu selalu di waspadai. Terapi nonfarmakologis yang diberikan meliputi
tirah baring (pada trombositopenia yang berat) dan pemberian makanan
dengan kandungan gizi yang cukup, lunak dan tidak mengandung zat atau
bumbu yang mengiritasi saluran cerna, memberikan jus jambu merah
untuk membantu menaikan kadar trombosit darah Sebagai terapi
simptomatis, dapat diberikan antipiretik berupa parasetamol, serta obat
simptomatis untuk mengatasi keluhan dispepsia. Pemberian aspirin
ataupun obat antiinflamasi nonsteroid sebaiknya dihindari karena berisiko
terjadinya perdarahan pada saluran cerna bagian atas
(lambung/duodenum). Protokol pemberian cairan sebagai komponen
utama penatalaksanaan DHF dewasa mengikuti 5 protokol, mengacu pada
protokol WHO. 11
Protokol ini terbagi dalam 5 kategori, sebagai berikut :
1. Penanganan suspek DHF tanpa syok
Potokol ini sebagai pedoman dalam memberikan pertolongan
pertama pada pasien yang menderita DHF atau yang dicurigai
menderita DHF di Instalasi Gawat Darurat.Protokol ini juga
digunakan sebagai sebagai petunjuk dalam memutuskan apakah
pasien harus dirawat tau tidak.eseorang yang menderita DHF di
IGD dilakukan pemeriksaan Hemoglobin (Hb) hematoktrit dan
trombosit apabila didapatkan :
a. Hb, Ht dan trombosit dalam batas normal atau jumlah
trombosit antara 100.000 – 150.000, pasien dapat
dipulangkan dan dilakukan observasi dengan menganjurkan
kontrol atau berobat jalan ke Poliklinik dalam waktu 24 jam
berikutnya untuk dilakukan pemeriksaan Hb, Ht, Leukosit
dan trombosit setiap 24 jam. Apabila keaadaan pasien
memburuk, pasien segera dibawa kembali ke Instansi Gawat
Darurat
b. Hb, Ht normal tetapi jumlah trombosit <100.000 pasien
dianjurkan untuk dirawat inap di rumah sakit.
c. Hb, Ht meningkat dan jumlah trombosit normal atau turun
/pasien juga dianjurkan untuk dirawat inap di rumah sakit.11
2. Pemberian cairan pada suspek DHF anak di ruang rawat
Pasien yang menderita DHF tanpa adanya perdarahan
spontan dan masif dan tanpa adanya syok maka diberikan cairan
infus kristaloid di ruang rawat inap Setelah dilakukan pemberian
cairan pasien dilakukan pemeriksaan HB, Ht setiap 24 jam
a. Apabila Hb, HT meningkat 10 – 20% dan trombosit <100.000
jumlah pemberian cairan, tetapi pemantauan Hb, Ht dan
trombosit dilakukan tian 12 jam.
b. Apabila Hb, Ht meningkat >20% dan trombosit <100.000 maka
pemberian cairan sesuai dengan protokol penatalaksanaan DBD
dangan peningkatan Ht > 20 %.11
3. Penatalaksanaan DHF dengan peningkatan hematokrit >20%.
Tubuh akan mengalami defisit sebanyak 5% ketika terjadinya
peningkatan Ht > 20 %. Terapi awal yang dilakukan adalah dengan
pemberian infus cairan kristaloid sebanyak 6-7 ml/kgBB/jam. Pasien
kemudian dievaluasi kondisi pasien setelah 3-4 jam pemberian cairan.
Apabila terjadinya perbaikan kondisi yang ditandai dengan adanya Ht
turun, frekuensi nadi turun, tekanan darah stabil, produksi urin
meningkat maka jumlah cairan yang diberikan harus dikurangi menjadi
5 ml/kgBB/jam. Setelah itu 2 jam kemudian dilakukan pemantauan
kembali, apabila kondisi pasien tetap membaik maka pemberian cairan
dapat dihentikan dalam waktu 24-48 jam kemudian. Apabila setelah
dilakukan pemberian terapi cairan awal 6 – 7 ml/ kgBB/ jam tadi
keadaan pasien tetap tidak membaik, yang ditandai dengan Ht dan nadi
meningkat, tekanan nadi menurun <20 mmHg, produksi urin menurun,
maka kita harus menaikkan jumlah cairan infus yang diberikan menjadi
10 ml/kgBB/jam. Dua jam kemudian dilakukan evaluasi kembali.
Apabila keadaan pasien menunjukkan adanya perbaikan maka jumlah
cairan yang diberikan dapat dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam. Apabila
keaadaan pasien tidak menunjukkan adanya perbaikan maka jumlah
cairan infus yang diberikan dinaikkan menjadi 15ml/kgBB/jam.
Dilakukan pemantaun terhadap kondisi pasien, apabila dalam
perkembangannya kondisi menjadi memburuk dan didapatkan tanda-
tanda syok maka pasien ditangani sesuai dengan protokol tatalaksana
sindrom syok dengue pada pasien dewasa.Bila syok telah teratasi maka
pemberian cairan dimulai lagi seperti terapi cairan awal.11
4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DHF Anak
Penatalaksanaan pada anak dengan pendarahan spontan adalah
dengan beberapa uji coba seperti :
a. Uji torniquet positif
Uji torniquet merupakan salah satu cara untuk
menegakan diagnosis penyakit DHF, disamping pemeriksaan
laboratorium darah. Uji torniquet yang positif menunjukan
adanya suatu manifestasi pendarahan. 12
b. Petekie spontan, epistaksis
Peteki spontan adalah munculnya ruam merah sepeti
bintik-bintik pada kulit pasien yang terkena DHF, selain petekie
pasien DHF juga dapat mengalami epistaksis yaitu mimisan. 12
c. Pendarahan ringan saluran cerna, dan hematuri jantung
Pendarahan pada pasien DHF biasanya terjadi
pendarahan gastrointestinal (dalam bentuk hematesis atau
melena), merupakan gejala berat yang sering dialami oleh
pasien anak. 12
2. Etiologi
4. Pengkajian
Pengkajian keperawatan merupakan catatan tentang hasil pengkajian yang
dilaksanakan untuk mengumpulkan informasi dari pasien, membuat data dasar
tentang pasien, pengkajian yang komperhensif atau menyeluruh, sistematis yang
logis akan mengarah dan mendukung pada identifikasi masalah-masalah pasien.
Masalah-masalah itu dengan menggunakan data pengkajian sebagai dasar
formulasi yang dinyatakan sebagai diagnosa keperawatan. 19
5. Intervensi Keperawatan
6. Mekanisme Keperawatan
Mekanisme pemberian jus jambu kepada pasien anak yang terkena DHF
1. Manfaat Pemberian Jus Jambu Merah
Untuk meningkatkan kadar trombosit darah pada pasien DHF,
memperbaiki system imun tubuh, meningkatkan kadar sel darah merah,
merupakan nutrisi yang baik saat pasien DHF juga mengalami mual dan
muntah.
2. Prosedur pembuatan Jus Jambu Merah
Cara mengelola buah jambu menjadi jus jambu merah
a. Bahan-bahan
100 gram jambu biji merah
1 sendok makan gula pasir sebagai pemanis
100 ml air matang
b. Cara membuat jus
Siapkan belender, cuci buah jambu hingga bersih kemudian
potong memanjang
Masukan ke dalam belender, tambahkan gula pasir, dan air
putih
Proses hingga halus, saring, tuangkan ke dalam gelas dan
sajikan segera
c. Proses pemberian jus
Jus jambu di berikan selama trombosit pasien masih belum
stabil pemberian dilakukan dua kali pada makan pagi dan siang,
sarankan pada keluarga pasien untuk memberikan jus saat pasien
sudah masuk makanan.
Gambar 2.2
Buah jambu biji (Psidium Guajava L), merupaka buah yang pertama
kali ditemukan di amerika serikat tengah, buah jambu biji memiliki tipe buah
tunggal dan termasuk buah berry (buni), yaitu buah yang daging buahnya
dapat di konsumsi. Buah jambu biji memiliki kulit buah yang tipis dan
permukaan halus sampai kasar. Bentuk buah pada varietas sukun merah,
kristal, dan Australia adalah bulat. Bentuk buah Dapat dijadikan pembeda antar
varietas, buah jambu biji memiliki variasi baik dalam bentuk buah, ukuran
buah, warna daging buah maupun rasanya, bergantung pada varietasnya. Buah
jambu biji memiliki warna yang bervariasi. 20
Eskstrak daun dan buah buah jambu biji merah telah diuji dan
terbukti dapat menghambat pertumbuhan virus dengue. Jus jambu biji dapat
meningkatkan jumlah trombosit menjadi 100.000/m3 dalam waktu kurang
lebih 16 jam dan jus buah jambu biji dapat digunakan untuk menghindari
perdarahan pada DHF. 21
Buah jambu biji (Psidium Guajava) mengandung kadar vitamin C
yang tergolong tinggi. Seperti yang telah diketahui, vitamin C memiliki
aktivitas antioksidan dalam tubuh.
Secara fisiologis, vitamin ini dapat meningkatkan imunitas dan
melindungi tubuh dari infeksi. Vitamin C juga ikut serta dalam peningkatan
kinerja sumsum tulang untuk memproduksi sel-sel darah. Selain vitamin C,
buah jambu biji merupakan salah satu sumber zat aktif kuersetin yang
tergolong dalam flavonoid. Dalam beberapa study, kuersetin memiliki
aktivitas antioksidan 4-5 kali vitamin C. Selain sebagai antioksidan, kedua
senyawa tersebut mempunyai peranan penting dalam proses metabolisme
pembentukan asam amino untuk pembentukan kolagen. Senyawa-senyawa
tersebut dapat membantu pemulihan pasien penderita DHF dengan
melawan infeksi termasuk infeksi virus dengue. 21