Anda di halaman 1dari 28

KARYA ILMIAH NERS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK YANG MENGALAMI

DENGUE HAEMORAGIC FEVER DENGAN MASALAH

RESIKO PENDARAHAN DENGAN PEMBERIAN

JUS JAMBU UNTUK MENAIKAN

KADAR TROMBOSIT

ADINDA PUTRI HANDAYANI

18210100140

PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS INDONESIA MAJU

2022

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut data dari World Health Organization (2020) pada tahun
2019 tercatat kasus Dengue Hemorhagic Fever (DHF) menjadi penyakit
endemik di Asia Pasifik. Diantarnya adalah Kamboja 124 jiwa, Cina 1.767
Jiwa, Malaysia 127.407 jiwa, Filipina 420.453 Jiwa, Singapura 15.622
jiwa, Vietnam 4.038 jiwa, dan Australia 1.419 jiwa sedangkan di
Indonesia mencapai 129.650 jiwa 1

Kasus DHF di Indonesia masih terjadi setiap tahun. Data dari


Kementrian Kesehatan RI, pada tahun 2014 terjadi 100.347 kasus DHF
dimana 907 orang meninggal. Tahun 2015 kasus DHF meningkat menjadi
129.650 kasus dengan 1.071 orang meninggal. Tahun 2016 kasus DHF
kembali meningkat menjadi 202.314 kasus dengan 1.593 kematian. Pada
tahun 2017 sebanyak 68.407 penderita dan 493 kematian. Pada tahun 2018
sebanyak 53.075 dan 344 kematian. Tahun 2019 per 29 Januari 2019
dilaporkan sebanyak 13.683 kasus dengan 133 kematian 1
Sedangkan data yang di peroleh dari Rs Dr Hafiz Cianjur selama
tiga bulan terakhir di dapatkan hasil bahwa anak usia 5-10 tahun yang
terkena DHF sebanyak 91 jiwa anak yang terkena DHF dengan yang
mengalami pendarahan maupun yang tidak mengalami pendarahan.
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) merupakan penyakit yang
ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Di Indonesia DHF salah satu
masalah kesehatan masyarakat karena penderitanya tiap tahun semakin
meningkat serta penyebarannya yang begitu cepat. Penyakit DHF dapat
ditularkan pada anak-anak yang berusia kurang dari 15 tahun hingga pada
orang dewasa. 2
Pada pasien anak yang mengalami Dengue Hemorrhagic Fever
(DHF) sering terjadi permeabilitas membran meningkat yang
menyebabkan terjadinya penurunan trombosit dan kebocoran plasma.
Penurunan trombosit menyebabkan penurunan faktor-faktor pembekuan
darah (trombositopenia) merupakan salah satu faktor yang sering
mengakibatkan terjadinya resiko perdarahan. 1
Setiap anak yang mengalami DHF resiko perdarahan bila tidak
ditangani dapat mengakibatkan perdarahan bahkan kematian akibat syok
karena perdarahan berlebih, yang awalanya disebabkan infeksi virus
Dengue membentuk kompleks dan mengaktivasi sistem koagulasi. 1
Untuk dapat mengatasi masalah resiko perdarahan berhubungan
dengan faktor-faktor pembekuan darah (trombositopenia) kita harus
berupaya untuk melakukan tindakan untuk peningkatan trombosit pada
pasien DHF dengan cara monitor nilai tanda-tanda vital, anjurkan pasien
untuk meningkatkan intake makanan yang banyak mengandung vitamin,
catat nilai hemoglobin dan hematokrit, sebelum dan sesudah perdarahan
berikan jus jambu merah dan catat trombosit sebelum dan setelah
diberikan jus jambu. 3
Jambu merah adalah suatu bentuk terapi herbal yang dapat
meningkatkan trombosit pada DHF. Jambu merah yang diberikan dalam
bentuk jus yang dapat menimbulkan peningkatan trombosit. Buah jambu
digunakan untuk meningkatkan trombosit darah, sehingga banyak
digunakan untuk melawan DHF.3
Jus buah jambu merah memiliki potensi untuk meningkatkan kadar
trombosit pada penderita demam berdarah dengue. Kandungan vitamin C
yang ada pada buah ini memberikan kekebalan tubuh melawan infeksi
termasuk infeksi virus dengue. Senyawa lain seperti flavonoid juga
memiliki fungsi dalam menghambat virus dengue untuk bereplikasi
sehingga tingkat virulensi dari virus dengue berkurang. Hal ini akan
mencegah perdarahan akibat rusaknya trombosit yang disebabkan
serangan virus dengue. 3
Pada studi pendahuluan yang dilakukan di Rs Dr Hafiz Cianjur
pada bulan November 2022 terhadap banyaknya pasien yang terkena DHF,
berdasarkan permasalahan dan kronologi kasus diatas perlu dikaji lebih
mendalam terdahap pengaruh pemberian jus jambu terhadap kenaikan
kadar trombosit darah pada pasien anak yang terkena DHF, sehingga
pengkaji Tertarik untuk melakukan pengkajian tentang “ Asuhan
Keperawatan Pada Anak Yang Mengalami Dengue Haemoragic Fever
Dengan Masalah Resiko Pendarahan Dengan Pemberian Jus Jambu Untuk
Menaikan Kadar Trombosit Darah”.

B. Road Map Karya Ilmiah Ners


Menurut penelitian yang dilakukan oleh Dr. Riswahyuni Dkk tahun
2018, hasil penelitian menunjukan bahwa :
Penelitian ini dilakukan pada 15 responden di Rs Permata Ibu dengan
metode pre dan post conference, penelitian menggunakan metode
pemberian jus jambu untuk menaikan kadar trombosit darah pada pasien
anak yang terserang DHF setelah pemberian jus jambu didapatkan hasil
penelitian didapat pengaruh terhadap kenaikan trombosit pada pasien
dengan DHF di ruang Ayana Rs Permata ibu pada tanggal 19 desember
sampai dengan 19 februari 2018 dengan p Value 0,00 < 0,005 sehingga
dinyatakan ada pengaruh pemberian jus jambu terhadap kenaikan kadar
trombosit darah. 4
Sedangkan menurut Fairuz Rabbaniah (2015), dari hasil penelitian
ini di dapatkan hasil Bahwa pemberian jus jambu terhadap kenaikan
trombosit pada pasien DHF di RSUP Dr. M Djamil Padang setelah
diberikan intervensi selama 3x24 jam ditemukan bahwa jus jambu sangat
berpengaruh pada kenaikan trombosit darah dengan P value 0,00 < 0.005,
sehingga dapat di simpulkan bahwa jus jambu merah dapat menghambat
aktivitas enzim reverse transcriptase sehingga dapat menghambat
pertumbuhan virus dengue. 5
Pada kedua penelitia ini di dapatkan bahwa pemberian jus jambu
sangat efektif terhadap kenaikan trombosit darah pasien yang terkena
Dengue Haemoragic Fever (DHF).

C. Urgensi Karya Ilmiah Ners


Penelitian ini penting dilakukan karena berdasarkan hasil observasi
awal dilakukan pada tanggal 8 November 2022 di Ruang Amarilis Rs Dr
Hafiz Cianjur di dapatkan data selama tiga bulan terakhir ada sebanyak 97
jiwa pasien anak yang terkena DHF, anak dibawah 15 tahun sangat rentan
terkena penyakit DHF sehingga peneliti tertarik untuk meneliti apakah ada
pengaruh pemberian jus jambu terhadap kenaikan kadar trombosit darah
pada pasien DHF, yang bertujuan untuk membantu pasien menaikan kadar
trombosit darah dengan bantuan metod non farmakologis.

D. Tujuan Karya Ilmiah Ners


1. Tujuan Umum
Mengaplikasikan tindakan pemberian jus jambu merah
terhadap peningkatan trombosit pada Anak dengan dengue
haemorhagic fever (DHF) di Rumah Sakit Rs Dr Hafiz Ciajur.

2. Tujuan Khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan
dengue haemorhagic fever (DHF).
b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada
pasien dengan dengue haemorhagic fever (DHF).
c. Penulis mampu menyusun intervensi pada pasien dengan
dengue haemorhagic fever (DHF).
d. Penulis mampu melakukan implementasi pada pasien
dengan dengue haemorhagic fever (DHF).
e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada pasien dengan
dengue haemorhagic fever (DHF).
f. Penulis mampu menganalisa hasil pemberian jus jambu
merah terhadap peningkatan trombosit pada An.F dengan
dengue haemorhagic fever (DHF).

E. Manfaat Karya Ilmiah Ners


1. Bagi rumah Sakit
Dapat memberikan informasi tentang asuhan keperawatan
pasien anak dengan pemberian jus jambu merah terhadap
peningkatan trombosit, khususnya pada pasien DHF, sehingga
perawat dapat memberikan asuhan keperawatan pada pasien
dengan lebih optimal serta meningkatkan keterampilan dalam
memberikan penatalaksanaan yang lebih baik pada pasien DHF.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai informasi kepada mahasiswa tentang asuhan
keperawatan pada pasien DHF, sehingga dapat memberikan
gambaran tentang penatalaksanaan pemberian jus jambu merah
terhadap peningkatan trombosit pada pasien DHF.
3. Bagi pasien
Dapat dijadikan salah satu alternatif dalam meningkatkan
trombosit pada pasien DHF.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penyakit
1. Definisi DHF
Menurut World Health Organization (WHO), Dengue Haemorhagic Fever
(DHF) atau Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan
oleh gigitan nyamuk Aedes yang terinfeksi salah satu dari empat tipe virus dengue
dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai
leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia (trombositkurang dari 100.000)
dan diathesis hemoragik. Terdapat tiga tahapan yang dialami penderita penyakit
DBD, yaitu fase demam, fase kritis, dan fase pemulihan. 7

2. Anatomi Fisiologi DHF

Gambar 2.1 Anatomi Sistem Hematologi Sumber gambar : (Tedi Mulyadi 2015)

Darah adalah cairan di dalam pembuluh darah yang mempunyai fungsi


transportasi oksigen, karbohidrat dan metabolit, mengatur keseimbangan asam dan
basa, mengatur suhu tubuh dengan cara konduksi atau hantaran, membawa panas
tubuh dari pusat produksi panas (hepar dan otot) untuk didistribusikan ke seluruh
tubuh, pengaturan hormon dengan membawa dan menghantarkan dari kelenjar ke
sasaran. 6
Darah adalah cairan di dalam pembuluh darah yang warnanya merah. Warna
merah ini keadaannya tidak tetap, bergantung pada banyaknya oksigen dan karbon
dioksida di dalamnya. Darah berada dalam tubuh karena adanya kerja pompa
jantung. Selama darah berada dalam pembuluh, darah akan tetap encer. Tetapi bila
berada di luar pembuluh darah akan membeku. Fungsi darah. 6
a. Sebagai sistem transpor dari tubuh, yaitu menghantarkan bahan kimia,
oksigen, dan nutrien ke seluruh tubuh.
b. Mengangkut sisa metabolit ke organ pembuangan.
c. Menghantarkan hormon-hormon ke organ sasaran.
d. Mengangkut enzim, zat bufer, elektrolit ke seluruh tubuh.
e. Mengatur keseimbangan suhu.
Pada orang dewasa dan anak-anak sel darah merah, sel darah putih, dan sel
pembeku darah dibentuk dalam sumsum tulang. Sumsum seluler yang aktif
dinamakan sumsum merah dan sumsum yang tidak aktif dinamakan sumsum kuning.
Sumsum tulang merupakan salah satu organ yang terbesar dalam tubuh, ukuran dan
beratnya hampir sama dengan hati. 6

Darah terdiri dari dua komponen yaitu komponen padat yang terdiri dari sel
darah (sel darah merah atau eritrosit, sel darah putih atau leukosit, dan sel pembeku
darah atau trombosit) dan komponen cair yaitu plasma darah, Sel-sel darah ada 3
macam yaitu:

a. Eritrosit (sel darah merah)


Eritrosit merupakan sel darah yang telah berdeferensi jauh dan
mempunyai fungsi khusus untuk transport oksigen. Oleh karena di dalamnya
mengandung hemoglobin yang berfungsi mengikat oksigen, eritrosit
membawa oksigen dari paru ke jaringan dan karbon dioksida dibawa dari
jaringan ke paru untuk dikeluarkan melalui jalan pernapasan. Sel darah
merah : Kekurangan eritrosit, Hb, dan Fe akan mengakibatkan anemia. 6
b. Leukosit (sel darah putih)
Sel darah putih : Berfungsi mempertahankan tubuh dari serangan
penyakit dengan cara memakan atau fagositosis penyakit tersebut. Itulah
sebabnya leukosit disebut juga fagosit. Sel darah putih yang mengandung
inti, banyaknya antara 6.000-9.000/mm³. 6
c. Trombosit (sel pembeku darah)
Keping darah berwujud cakram protoplasmanya kecil yang dalam
peredaran darah tidak berwarna, jumlahnya dapat bevariasi antara 200.000-
300.000 keping/mm³. Trombosit dibuat di sumsum tulang, paru, dan limpa
dengan ukuran kira-kira 2-4 mikron.

Fungsinya memegang peranan penting dalam proses pembekuan


darah dan 14 hemostasis atau menghentikan aliran darah. Bila terjadi
kerusakan dinding pembuluh darah, trombosit akan berkumpul di situ dan
menutup lubang bocoran dengan cara saling melekat, berkelompok, dan
menggumpal atau hemostasis. 6
Selanjutnya terjadi proses bekuan darah. Struktur sel dalam darah
adalah :
a) Membran sel (selaput sel) Membran struktur elastik yang
sangat tipis, tebalnya hanya 7,5- 10nm. Hampir seluruhnya
terdiri dari keping-keping halus gabungan protein lemak yang
merupakan lewatnya berbagai zat yang keluar masuk sel.
Membran ini bertugas untuk mengatur hidup sel dan
menerima segala untuk rangsangan yang datang. 6
b) Plasma Terdiri dari beberapa komponen yaitu :
1) Air membentuk 90 % volume plasma
2) Protein plasma, berfungsi untuk menjaga volume dan
tekanan darah serta melawan bibit penyakit
(immunoglobulin).
3) Garam dan mineral plasma dan gas terdiri atas O2 dan
CO2 berfungsi untuk menjaga tekanan osmotik dan pH
darah sehingga fungsi normal jaringan tubuh.
4) Zat-zat makanan sebagai makanan sel.
5) Zat-zat lain seperti hormon, vitamin, dan enzim yang
berfungsi untuk membantu metabolisme.
6) Antibodi dan antitoksin melindungi badan dari infeksi
bakteri. 6

3. Faktor Resiko DHF


Faktor-faktor risiko yang dapat mempengaruhi terjadinya penyakit
DHF diantaranya : lingkungan rumah (jarak rumah, tata rumah, jenis
kontainer, ketinggian tempat dan iklim), lingkungan biologi, dan lingkungan
sosial. Jarak antara rumah mempengaruhi penyebaran nyamuk dari satu
rumah ke rumah lainnya, semakin dekat jarak antar rumah semakin mudah
nyamuk menyebar kerumah sebelah.

Bahan-bahan pembuat rumah, konstruksi rumah, warna dinding dan


pengaturan barang-barang dalam rumah menyebabkan rumah tersebut
disenangi atau tidak disenangi oleh nyamuk. Berbagai penelitian penyakit
menular membuktikan bahwa kondisi perumahan yang berdesak-desakan dan
kumuh mempunyai kemungkinan sangat besar terserang penyakit.8
Macam kontainer, termasuk disini adalah jenis/bahan kontainer, letak
kontainer, bentuk, warna, kedalaman air, tutup dan asal air mempengaruhi
nyamuk dalam pemilihan tempat bertelur. Ketingian tempat, pengaruh variasi
ketinggian berpengaruh terhadap syarat-syarat ekologis yang diperlukan oleh
vektor penyakit. Di Indonesia nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus
dapat hidup pada daerah dengan ketinggian 1000 meter diatas permukaan
laut. Iklim adalah salah satu komponen pokok lingkungan fisik, yang terdiri
dari suhu udara, kelembaban udara, curah hujan dan kecepatan angin.8
Lingkungan biologi yang mempengaruhi penularan DHF terutama
adalah banyaknya tanaman hias dan tanaman pekarangan, yang
mempengaruhi kelembaban dan pencahayaan didalam rumah. Adanya
kelembaban yang tinggi dan kurangnya pencahayaan dalam rumah
merupakan tempat yang disenangi nyamuk untuk hinggap beristirahat.8
Lingkungan Sosial, kebiasaan masyarakat yang merugikan kesehatan
dan kurang memperhatikan kebersihan lingkungan seperti kebiasaan
menggantung baju, kebiasaan tidur siang, kebiasaan membersihkan TPA,
kebiasaan membersihkan halaman rumah, dan juga kerjasama masyarakat
khususnya dalam rangka pembersihan sarang nyamuk, maka akan
menimbulkan resiko terjadinya transmisi penularan penyakit DHF di dalam
masyarakat.
Kebiasaan ini akan menjadi lebih buruk ketika masyarakat sulit
mendapatkan air bersih, sehingga mereka cenderung untuk menyimpan air
dalam drum bak air, karena TPA tersebut sering tidak dicuci dan dibersihkan
secara rutin pada akhirnya menjadi potensial sebagai tempat perindukan
nyamuk Aedes aegypti. 8

4. Patofisiologi DHF
Virus dengue ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti atau
biasa disebut Aedes albopictus. Faktor kemudian tersebar meluas di daerah
tropis dan subtropis diberbagai belahan dunia. Virus dengue masuk ke sirkulasi
perifer manusia melalui gigitan nyamuk. Virus akan berada dalam darah sejak
fase akut atau fase demam hingga klinis demam menghilang. Secara klinis
perjalanan penyakit dengue dibagi menjadi tiga, yaitu fase demam (febrile),
fase kritis, dan fase penyembuhan. Fase demam berlangsung pada hari ke-1
hingga 3, fase kritis terjadi pada demam hari ke-3 hingga 7, dan fase
penyembuhan terjadi setelah demam hari ke-6-7. Perjalanan penyakit tersebut
menentukan dinamika perubahan tanda dan gejala klinis pada pasien dengan
infeksi dengue Haemoragic Fever (DHF). Demam merupakan tanda utama
infeksi dengue, terjadi mendadak tinggi, selama 2-7 hari. Demam juga disertai
gejala konstitutional lainnya seperti lesu, tidak mau makan, dan muntah. Selain
itu, pada anak lebih sering terjadi gejala facial flush, radang faring serta pilek.3
Pada DHF terjadi peningkatan permeabilitas vaskuler yang
menyebabkan kebocoran plasma ke jaringan, sedangkan pada demam
dengue tidak terjadi hal ini. Kondisi tersebut dapat mengakibatkan syok
hipovolemia. Peningkatan permeabilitas vaskuler akan terjadi pada fase kritis
dan berlangsung maksimal 48 jam. Hal tersebut yang menjadi alasan mengapa
cairan diberikan maksimal 48 jam. Kebocoran plasenta terjadi akibat disfunfsi
endotel serta peran kompleks dari sistem imun : monosit dan sel T, sistem
komplemen, serta produksi madiator inflamasi dan sitokin lainnya.
Trombositopenia pun terjadi akibat beberapa mekanisme yang
kompleks, seperti gangguan megakariositopoiesis (akibat infeksi sel
hematopoiletik), serta peningkatan destruksi dan konsumsi trombosit. Pada
kasus DBD, tanda hepatomegali dan kelainan fungsi hati lebih sering
ditemukan.
Manifestasi perdarahan yang paling dijumpai pada anak ialah
perdarahan kulit (petekie) dan mimisan (epistaksis). Tanda perdarahan lainnya
yang patut diwaspadai, antara lain melena, hematemesis, dan hematuria. Pada
kasus tanpa perdarahan spontan maka dapat dilakukan uji turniket. Kebocoran
plasma secara pasif akan menyebabkan pasien mengalami syok hipovolemik.
Kondisi ini disebut sindrom syok dengue (SSD). 3

pathway

Virus dengue
Viremia

Dengue Haemoragic Fever

Vasodilatasi Pengeluaran Mual Merangsang


reaksi antigen-antibody pembuluh darah zat mediator saraf
otak simpatis

Peningkatan permeabilitas dinding


Merangsang Nafsu
pembuluh darah Sakit kepala hipotalamus makan Diteruskan
anterior menurun ke ujung
saraf bebas
Kebocoran plasma Darah
berpindah ke Suhu
ekstravaskuler Intake
tubuh Nyeri
Trombositopenia inadekuat
otot
Kekurangan
Resiko pendarahan volume cairan Hipertermia Defisit
Nyeri
Nutrisi
Akut

Resiko Syok Hipovolemik


5. Klasifikasi DHF
menurut WHO DHF dibagi dalam 4 derajat yaitu :
a. Derajat I yaitu demam disertai gejala klinik khas dan satu-satunya
manifestasi pendarahan dalam uji torniquet positif,
trombositopenia, himokensentrasi.
b. Derajat II yaitu seperti derajat I, disertai dengan pendarahan
spontan pada kulit atau pendarahan di tempat lain
c. Derajat III yaitu ditemukankegagalan sirkulasi, ditandai dengan
nadi cepat dan lemah, tekanan darah menurun (20 mmHg atau
kurang) atau hipotensi disertai dengan sianosis disekitar mulut,
kulit dingin dan lembab, dan anak tampak gelisah.
d. Derajat IV yaitu syock berat, nadi tidak teraba,dan tekanan darah
tidak teratur. 9

6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjuang yang perlu dilakukan untuk menegakkan
diagnostik DHF diantaranya adalah pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan darah pasien DHF meliputi
pemeriksaan Hemoglobin, Hematokrit, Trombosit, Leukotit, SGOT,
SGPT, elektrolit, ureum, dan analisa gas darah, Pemeriksaan Radiologi
meliputi foto thorax dan USG. 10

7. Penatalaksanaan DHF
Pada dasarrnya terapi DHF bersifat suportif dan simtomatis.
Penatalaksanaan ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat
kebocoran plasma dan memberikan terapi substitusi komponen darah bila
diperlukan. Dalam pemberian terapi cairan, hal terpenting yang perlu
dilakukan adalah pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris.
Proses kebocoran plasma kemudian terjadinya trombositopenia pada
umumnya terjadi antara hari ke 4 hingga 6 sejak demam berlangsung.
Pada hari ke-7 proses kebocoran plasma akan berkurang dan cairan akan
kembali dari ruang interstitial ke intravaskular. Terapi cairan pada kondisi
tersebut secara bertahap dikurangi. 11
Selain pemantauan untuk menilai apakah pemberian cairan sudah
cukup atau belum, pemantauan terhadap kemungkinan terjadinya
kelebihan cairan serta terjadinya efusi pleura ataupun asites yang masih
perlu selalu di waspadai. Terapi nonfarmakologis yang diberikan meliputi
tirah baring (pada trombositopenia yang berat) dan pemberian makanan
dengan kandungan gizi yang cukup, lunak dan tidak mengandung zat atau
bumbu yang mengiritasi saluran cerna, memberikan jus jambu merah
untuk membantu menaikan kadar trombosit darah Sebagai terapi
simptomatis, dapat diberikan antipiretik berupa parasetamol, serta obat
simptomatis untuk mengatasi keluhan dispepsia. Pemberian aspirin
ataupun obat antiinflamasi nonsteroid sebaiknya dihindari karena berisiko
terjadinya perdarahan pada saluran cerna bagian atas
(lambung/duodenum). Protokol pemberian cairan sebagai komponen
utama penatalaksanaan DHF dewasa mengikuti 5 protokol, mengacu pada
protokol WHO. 11
Protokol ini terbagi dalam 5 kategori, sebagai berikut :
1. Penanganan suspek DHF tanpa syok
Potokol ini sebagai pedoman dalam memberikan pertolongan
pertama pada pasien yang menderita DHF atau yang dicurigai
menderita DHF di Instalasi Gawat Darurat.Protokol ini juga
digunakan sebagai sebagai petunjuk dalam memutuskan apakah
pasien harus dirawat tau tidak.eseorang yang menderita DHF di
IGD dilakukan pemeriksaan Hemoglobin (Hb) hematoktrit dan
trombosit apabila didapatkan :
a. Hb, Ht dan trombosit dalam batas normal atau jumlah
trombosit antara 100.000 – 150.000, pasien dapat
dipulangkan dan dilakukan observasi dengan menganjurkan
kontrol atau berobat jalan ke Poliklinik dalam waktu 24 jam
berikutnya untuk dilakukan pemeriksaan Hb, Ht, Leukosit
dan trombosit setiap 24 jam. Apabila keaadaan pasien
memburuk, pasien segera dibawa kembali ke Instansi Gawat
Darurat
b. Hb, Ht normal tetapi jumlah trombosit <100.000 pasien
dianjurkan untuk dirawat inap di rumah sakit.
c. Hb, Ht meningkat dan jumlah trombosit normal atau turun
/pasien juga dianjurkan untuk dirawat inap di rumah sakit.11
2. Pemberian cairan pada suspek DHF anak di ruang rawat
Pasien yang menderita DHF tanpa adanya perdarahan
spontan dan masif dan tanpa adanya syok maka diberikan cairan
infus kristaloid di ruang rawat inap Setelah dilakukan pemberian
cairan pasien dilakukan pemeriksaan HB, Ht setiap 24 jam
a. Apabila Hb, HT meningkat 10 – 20% dan trombosit <100.000
jumlah pemberian cairan, tetapi pemantauan Hb, Ht dan
trombosit dilakukan tian 12 jam.
b. Apabila Hb, Ht meningkat >20% dan trombosit <100.000 maka
pemberian cairan sesuai dengan protokol penatalaksanaan DBD
dangan peningkatan Ht > 20 %.11
3. Penatalaksanaan DHF dengan peningkatan hematokrit >20%.
Tubuh akan mengalami defisit sebanyak 5% ketika terjadinya
peningkatan Ht > 20 %. Terapi awal yang dilakukan adalah dengan
pemberian infus cairan kristaloid sebanyak 6-7 ml/kgBB/jam. Pasien
kemudian dievaluasi kondisi pasien setelah 3-4 jam pemberian cairan.
Apabila terjadinya perbaikan kondisi yang ditandai dengan adanya Ht
turun, frekuensi nadi turun, tekanan darah stabil, produksi urin
meningkat maka jumlah cairan yang diberikan harus dikurangi menjadi
5 ml/kgBB/jam. Setelah itu 2 jam kemudian dilakukan pemantauan
kembali, apabila kondisi pasien tetap membaik maka pemberian cairan
dapat dihentikan dalam waktu 24-48 jam kemudian. Apabila setelah
dilakukan pemberian terapi cairan awal 6 – 7 ml/ kgBB/ jam tadi
keadaan pasien tetap tidak membaik, yang ditandai dengan Ht dan nadi
meningkat, tekanan nadi menurun <20 mmHg, produksi urin menurun,
maka kita harus menaikkan jumlah cairan infus yang diberikan menjadi
10 ml/kgBB/jam. Dua jam kemudian dilakukan evaluasi kembali.
Apabila keadaan pasien menunjukkan adanya perbaikan maka jumlah
cairan yang diberikan dapat dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam. Apabila
keaadaan pasien tidak menunjukkan adanya perbaikan maka jumlah
cairan infus yang diberikan dinaikkan menjadi 15ml/kgBB/jam.
Dilakukan pemantaun terhadap kondisi pasien, apabila dalam
perkembangannya kondisi menjadi memburuk dan didapatkan tanda-
tanda syok maka pasien ditangani sesuai dengan protokol tatalaksana
sindrom syok dengue pada pasien dewasa.Bila syok telah teratasi maka
pemberian cairan dimulai lagi seperti terapi cairan awal.11
4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DHF Anak
Penatalaksanaan pada anak dengan pendarahan spontan adalah
dengan beberapa uji coba seperti :
a. Uji torniquet positif
Uji torniquet merupakan salah satu cara untuk
menegakan diagnosis penyakit DHF, disamping pemeriksaan
laboratorium darah. Uji torniquet yang positif menunjukan
adanya suatu manifestasi pendarahan. 12
b. Petekie spontan, epistaksis
Peteki spontan adalah munculnya ruam merah sepeti
bintik-bintik pada kulit pasien yang terkena DHF, selain petekie
pasien DHF juga dapat mengalami epistaksis yaitu mimisan. 12
c. Pendarahan ringan saluran cerna, dan hematuri jantung
Pendarahan pada pasien DHF biasanya terjadi
pendarahan gastrointestinal (dalam bentuk hematesis atau
melena), merupakan gejala berat yang sering dialami oleh
pasien anak. 12

5. Tatalaksana sindroma syok dengue pada Anak


Pasien DSS umunya memerlukan perawatan intensive care unit
(ICU) penatalaksanaanya dibagi menjadi terapi DSS dengan syok
terkompensasi dan DSS dengan syok hipotensi. 13
a. DSS dengan syok terkompensasi
Merupakan pasien dengan tekanan darah sistolik normal,
tetapi memiliki tanda perfusi perifer menurun. Penanganan yang
dilakukan adalah resusitasi cairan kristaloid isotonik dengan
dosis awal 5-10 mL/kgBB/jam selama 1 jam, kemudian periksa
kondisi klinis pasien 13
b. DSS dengan syok Hipotensi
Adalah pasien dengan tanda-tanda nadi lemah, pulse
pressure sempit (<20mmHg). Hipotensi berdasarkan umur, akral
dingin, lembab, dan gelisah. Penanganan adalah resusitasi cairan
isotonik, seperti 0.9% salin dan ringer laktat, atau cairan koloid
seperti dextran atau haessteril . pemberian dosis awal 20
mL/kgBB bolus selama 15 menit, kemudian periksa kondisi
klinis pasien. 13

8. Intervensi Keperawatan DHF


Rencana Asuhan Keperawatan yang diberikan pada pasien Anak yang
terkena DHF adalah
1) Hipertermia (D.0136) berhubungan dengan proses penyakit ditandai
dengan suhu tubuh diatas nilai normal 14,15
a. Observasi
a) Identifikasi penyebab hipertermia (mis dehidrasi,
terpapar lingkungan panas, penggunaan inkubator)
b) Monitor suhu tubuh
c) Monitor komplikasi akibat hipertermia
b. Terapeutik
a) Sediakan lingkungan yang dingin
b) Longgarkan atau lepaskan pakaian
c) Berikan cairan oral
d) Berikan oksigen jika perlu
c. Edukasi
a) Anjurkan tirah baring
d. Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian cairan intravena jika perlu
2) Resiko Pendarahan (D.0012) berhubungan dengan gangguan koagulasi
dibuktikan dengan trombositopenia. 14,15
a. Observasi
a) Monitor tanda dan gejala pendarahan
b) Monitor nilai hemoglobin dan hematokrit sebelumnya
c) Monitor tanda-tanda vital ostotik
b. Terapeutik
a) Batasi tindakan invasif jika perlu
b) Pertahankan bedrest selama pendarahan
c) Gunakan kasur pencegah dekubitus
d) Hindari pengukuran suhu rektal
c. Edukasi
a) Jelaskan tanda dan gejala pendarahan
b) Anjurkan meningkatkan asupan cairan untuk
menghindari konstipasi
c) Anjurkan meningkatkan asupan makanan dan vitamin K
d) Anjurkan segera melapor jika terjadi pendarahan
d. Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian obat pengontrol pendarahan jika
perlu
b) Kolaborasi pemberian produk darah jika perlu
c) Kolaborasi pemberian terapi jus jambu biji untuk
menaikan kadar trombosit dalam darah
3) Defisit nutrisi (D.0019) berhubungan dengan faktor spikologis
dibuktikan dengan membran mukosa pucat 14,15
a. Observasi
a) Identifikasi status nutrisi
b) Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
c) Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
d) Monitor asupan makanan
e) Monitor berat bedan
b. Terapeutik
a) Lakukan oral hygiene sebelum makan jika perlu
b) Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
c) Hentikan pemberian makanan melalui selang jika oral
dapat di toleransi
c. Edukasi
a) Anjurkan posisi duduk jika mampu
d. Kolaborasi
a) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemenuhan nutrisi
4) Resiko Syok Hipovolemik (D.0039) berhubungan dengan kekurangan
volume cairan dibuktikan dengan hematokrit meningkat
a. Observasi
a) Monitor status kardiopulmonal
b) Monitor status oksigenasi
c) Monitor status cairan
d) Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil
e) Periksa Riwayat alergi
b. Terapeutik
a) Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen
> 94%
b) Persiapan intubasi dan ventilasi mekanik jika perlu
c) Pemasangan jalur IV jika perlu
d) Pasang kateter urine untuk menilai produksi urine
e) Lakukan skin test untuk mencegah resiko alergi
c. Edukasi
a) Jelaskan penyebab/factor resiko syok
b) Jelaskan tanda dan gejala awal syok
c) Anjurkan melapor jika menemukan atau merasakan
tanda dan gejala syok
d) Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
e) Anjurkan menghindari alergen
d. Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian IV, jika perlu
b) Kolaborasi pemberian transfuse darah jika perlu
c) Kolaborasi pemberian antiinflamsi jika perlu
5) Hipovolemia (D0023) berhubungan dengan kekurangan intake cairan
dibuktikan dengan turgor kulit menurun
a. Observasi
a) Periksa tanda dan gejala hypovolemia (mis frekuensi
nadi meningkat, nadi terasa lemah, tekanan darah
menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit
menurun, membrane mukosa kering, volume urine
menurun, hematokrit meningkat, haus, lemah)
b) Monitor intake dan output cairan
b. Terapeutik
a) Hitung kebutuhan cairan
b) Berikan posisi dan modified Trendelenburg
c) Berikan asupan cairan oral
c. Edukasi
a) Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
b) Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
d. Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian cairan IV isitons (mis, Nacl, RL)
b) Kolaborasi pemberian cairan hipotonis (mis, glukosa 2,5
%, Nacl 0,4%)
c) Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis, albumin,
plasmante)
6) Nyeri Akut (D.0077) Berhubungan Dengan Dibuktikan Dengan Gelisah
a. Observasi
a) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, kualitas intervensi nyeri
b) Identifikasi skala nyeri
c) Identifikasi respon nyeri non verbal
d) Identifikasi fahkor pemberat rasa dan memperingan
nyeri
e) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
f) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
g) Monitor efek samping penggunaan analgetic
b. Terapeutik
a) Berikan Teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri
b) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
c) Fasilitasi isirahat dan tidur
d) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
c. Edukasi
a) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
b) Jelaskan strategi meredakan nyeri
c) Ajarkan Teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
nyeri
d. Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian analgetic jika perlu

B. Masalah Keperawatan Yang Di Angkat

1. Definisi Resiko Pendarahan

Resiko pendarahan merupakan resiko mengalami kehilangan darah baik


internal (dari dalam tubuh), maupun eksternal (dari luar tubuh), pendarahan
pada pasien DHF biasanya disebabkan oleh turunya kadar trombosit dalam
tubuh hingga 100.000 atau bahkan 40.000 yang biasanya di tandai dengan
muncunya pendarahan atau peteki padakulit, pendarahan dalam intraabdomen
dan pendarahan pada veses pasien atau disebut dengan melena. 16

2. Etiologi

Resiko Pendarahan pada dhf disebabkan oleh permeabilitas membran


yang meningkat menyebabkan terjadinya penurunan trombosit dalam tubuh
pasien dan terjadinya kebocoran plasma, yang menyebabkan turunya kadar
trombosit darah yang biasa dikenal dengan Trombositopeniapun terjadi akibat
beberapa mekanisme yang kompleks, seperti gangguan megakariositopoiesis
(akibat infeksi sel hematopoiletik), serta peningkatan destruksi dan konsumsi
trombosit. Pada kasus DBD, tanda hepatomegali dan kelainan fungsi hati lebih
sering ditemukan. Manifestasi perdarahan yang paling dijumpai pada anak
ialah perdarahan kulit (petekie) dan mimisan (epistaksis). Tanda perdarahan
lainnya yang patut diwaspadai, antara lain melena, hematemesis, dan
hematuria. Pada kasus tanpa perdarahan spontan maka dapat dilakukan uji
turniket. Kebocoran plasma secara pasif akan menyebabkan pasien mengalami
syok hipovolemik. Kondisi ini disebut sindrom syok dengue (SSD). 17
3. Patofisiologi
Pada pasien DHF sering terjadi permeabilitas membran meningkat yang
menyebabkan terjadinya penurunan trombosit dan kebocoran plasma. Penurunan
trombosit menyebabkan penurunan faktor-faktor pembekuan darah
(trombositopeni) merupakan salah satu faktor yang sering mengakibatkan
terjadinya risiko perdarahan. Risiko perdarahan jika tidak segera ditangani bisa
menyebabkan perdarahan bahkan kematian akibat syok karena perdarahan
berlebih, yang awalnya disebabkan oleh infeksi virus dengue membentuk
kompleks antigen antibodi yang mengaktivasi sistem komplemen, menyebabkan
terjadinya agregasi trombosit dan mengaktivasi sistem koagulasi. Lalu terjadi
pengeluaran ADP (Adenosin Diphospat) yang disebabkan rangsangan dari
pelekatan antigen-antibodi pada membran trombosit yang menyebabkan sel-sel
trombosit saling melekat. Sel-sel trombosit tersebut dihancurkan oleh sistem
retikuloendotel (Reticuloendotehelial system-RES) sehingga terjadinya
trombositopeni yang menyebabkan risiko perdarahan. 18
Masalah keperawatan risiko perdarahan dapat dicegah dengan
memberikan penatalaksanaan perawat dalam pemberian asuhan keperawatan
secara menyeluruh mulai dari pengkajian masalah, menentukan diagnosa
keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan serta evaluasi
keperawatan pada pasien demam berdarah dengue maka dibutuhkan peran fungsi
perawat dalam melakukan asuhan keperawatan dengan benar dengan
menggunakan pendekatan proses keperawatan dengan memberikan pendidikan
kesehatan untuk meningkatkan status kesehatan klien seperti pendidikan tentang
DHF lalu menganjurkan penderita DHF untuk banyak minum dan mengonsumsi
jus jambu biji merah untuk meningkatkan jumlah trombosit penderita DHF,
melakukan pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya perdarahan dengan
memantau kondisi 2 penderita DHF. 18

4. Pengkajian
Pengkajian keperawatan merupakan catatan tentang hasil pengkajian yang
dilaksanakan untuk mengumpulkan informasi dari pasien, membuat data dasar
tentang pasien, pengkajian yang komperhensif atau menyeluruh, sistematis yang
logis akan mengarah dan mendukung pada identifikasi masalah-masalah pasien.
Masalah-masalah itu dengan menggunakan data pengkajian sebagai dasar
formulasi yang dinyatakan sebagai diagnosa keperawatan. 19

5. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa keperawatan Tujuan & kriteria hasil Intervensi


1. (D.0012) Setelah dilakukan tindakan Tingkat Pendarah (L.02017)
Resiko Pendarahan keperawatan selama 3X24 Observasi
berhubungan dengan jam diharapkan trombosit a. Monitor tanda dan gejala
gangguan koagulasi pasien membaik dengan pendarahan
dibuktikan dengan kriteria hasil : b. Monitor nilai hemoglobin
trombositopenia Tingkat Pendarah dan hematokrit sebelumnya
(L.02017) c. Monitor tanda-tanda vital
Indikator SK T ostotik
Kelembapan 2 5 Terapeutik
membrane a. Batasi tindakan invasif jika
mukosa perlu
Denyut nadi 3 5 b. Pertahankan bedrest
Kelembapan 2 5 selama pendarahan
kulit c. Gunakan kasur pencegah
dekubitus
d. Hindari pengukuran suhu
rektal
Edukasi
a. Jelaskan tanda dan gejala
pendarahan
b. Anjurkan meningkatkan
asupan cairan untuk
menghindari konstipasi
c. Anjurkan meningkatkan
asupan makanan dan
vitamin K
d. Anjurkan segera melapor
jika terjadi pendarahan
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian obat
pengontrol pendarahan
jika perlu
b. Kolaborasi pemberian
produk darah jika perlu
c. Kolaborasi pemberian
terapi jus jambu biji untuk
menaikan kadar trombosit
dalam darah

2. (D.0136) Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipertermia


Hipertermia berhubungan keperawatan selama 3X24 (L.15506)
dengan proses penyakit jam diharapkan hipertermia Observasi
ditandai dengan suhu pasien dapat berkurang a. Identifikasi penyebab
tubuh diatas nilai normal dengan kriteria hasil : hipertermia (mis,
Manajemen Hipertermia dehidrasi, terpapar
(L.15506) lingkungan panas,
SK T penggunaan incubator)
Indikator b. Monitor suhu tubuh
Menggigil 3 5 c. Monitor kadar elektrolit
Suhu tubuh 3 5 d. Monitor haluaran urine
Suhu kulit 3 5 Terapeutik
a. Sediakan lingkungan
yang dingin
b. Longgarkan atau
lepaskan pakaian
c. Basahi dan kipasi
permukaan tubuh
d. Berikan cairan oral
e. Hindari pemberian
antipiretik atau aspirin
f. Berikan oksigen jika
perlu
g. Kompres untuk
membantu menurunkan
suhu tubuh
Edukasi
a. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian cairan
intravena jika perlu

6. Mekanisme Keperawatan
Mekanisme pemberian jus jambu kepada pasien anak yang terkena DHF
1. Manfaat Pemberian Jus Jambu Merah
Untuk meningkatkan kadar trombosit darah pada pasien DHF,
memperbaiki system imun tubuh, meningkatkan kadar sel darah merah,
merupakan nutrisi yang baik saat pasien DHF juga mengalami mual dan
muntah.
2. Prosedur pembuatan Jus Jambu Merah
Cara mengelola buah jambu menjadi jus jambu merah
a. Bahan-bahan
 100 gram jambu biji merah
 1 sendok makan gula pasir sebagai pemanis
 100 ml air matang
b. Cara membuat jus
 Siapkan belender, cuci buah jambu hingga bersih kemudian
potong memanjang
 Masukan ke dalam belender, tambahkan gula pasir, dan air
putih
 Proses hingga halus, saring, tuangkan ke dalam gelas dan
sajikan segera
c. Proses pemberian jus
Jus jambu di berikan selama trombosit pasien masih belum
stabil pemberian dilakukan dua kali pada makan pagi dan siang,
sarankan pada keluarga pasien untuk memberikan jus saat pasien
sudah masuk makanan.

C. Jus Jambu Biji


1. Definisi jambu biji

Gambar 2.2
Buah jambu biji (Psidium Guajava L), merupaka buah yang pertama
kali ditemukan di amerika serikat tengah, buah jambu biji memiliki tipe buah
tunggal dan termasuk buah berry (buni), yaitu buah yang daging buahnya
dapat di konsumsi. Buah jambu biji memiliki kulit buah yang tipis dan
permukaan halus sampai kasar. Bentuk buah pada varietas sukun merah,
kristal, dan Australia adalah bulat. Bentuk buah Dapat dijadikan pembeda antar
varietas, buah jambu biji memiliki variasi baik dalam bentuk buah, ukuran
buah, warna daging buah maupun rasanya, bergantung pada varietasnya. Buah
jambu biji memiliki warna yang bervariasi. 20

2. Manfaat jambu biji terhadap kenaikan trombosit darah


Psidium guajava termasuk dalam famili Myrtaceae. Pohon buah yang
berasal dari Meksiko, Karibia dan Amerika Tengah dan Selatan. Di seluruh
dunia pohon ini telah dibudiyakan secara luas di daerah tropis dan subtropis.

Eskstrak daun dan buah buah jambu biji merah telah diuji dan
terbukti dapat menghambat pertumbuhan virus dengue. Jus jambu biji dapat
meningkatkan jumlah trombosit menjadi 100.000/m3 dalam waktu kurang
lebih 16 jam dan jus buah jambu biji dapat digunakan untuk menghindari
perdarahan pada DHF. 21
Buah jambu biji (Psidium Guajava) mengandung kadar vitamin C
yang tergolong tinggi. Seperti yang telah diketahui, vitamin C memiliki
aktivitas antioksidan dalam tubuh.
Secara fisiologis, vitamin ini dapat meningkatkan imunitas dan
melindungi tubuh dari infeksi. Vitamin C juga ikut serta dalam peningkatan
kinerja sumsum tulang untuk memproduksi sel-sel darah. Selain vitamin C,
buah jambu biji merupakan salah satu sumber zat aktif kuersetin yang
tergolong dalam flavonoid. Dalam beberapa study, kuersetin memiliki
aktivitas antioksidan 4-5 kali vitamin C. Selain sebagai antioksidan, kedua
senyawa tersebut mempunyai peranan penting dalam proses metabolisme
pembentukan asam amino untuk pembentukan kolagen. Senyawa-senyawa
tersebut dapat membantu pemulihan pasien penderita DHF dengan
melawan infeksi termasuk infeksi virus dengue. 21

Anda mungkin juga menyukai