Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA IBU HAMIL DENGAN PRE EKLAMSI BERAT (PEB)

DI RUANG VK RSUD SIDOARJO

Disusun oleh :

Risqon Nafia, S.Kep


201903099

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

STIKes BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO

2019
LEMBAR PENGESAHAN

Pengesahan Laporan Pendahuluan (LP) dan Asuhan Keperawatan (ASKEP)


praktik profesi ners di Rumah Sakit (RS), yang disusun oleh :

Nama : Risqon Nafia, S.Kep

NIM : 201903099

Telah melaksanakan praktik profesi ners rumah sakit pada :

Tanggal : 25 November 2019

Ruang : VK

Adapun rincian laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan terangkum dalam


laporan ini.

Mojokerto,

Mahasiswa

Risqon Nafia, S,Kep


201903099

Perceptor Akademik Perceptor Klinik

NIP/NIK NIP/NIK

Mengetahui,
Kepala Ruangan

NIP/NIK
LAPORAN PENDAHULUAN
PADA PASIEN DENGAN PRE EKLAMSI BERAT (PEB)
DI RUANG VK RSUD SIDOARJO

A. Definisi PEB
Preeklampsia merupakan suatu gangguan multisistem idiopatik yang
spesifik pada kehamilan dan nifas. Pada keadaan khusus, preeklampsia juga
didapati pada kelainan perkembangan plasenta (kehamilan mola komplit).
Meskipun patofisiologi preeklampsia kurang dimengerti, jelas bahwa tanda
perkembangan ini tampak pada awal kehamilan. Telah dinyatakan bahwa
pathologic hallmark adalah suatu kegagalan total atau parsial dari fase kedua
invasi trofoblas saat kehamilan 16-20 minggu kehamilan, hal ini pada
kehamilan normal bertanggung jawab dalam invasi trofoblas ke lapisan otot
arteri spiralis. Seiring dengan kemajuan kehamilan, kebutuhan metabolik
fetoplasenta makin meningkat. Bagaimanapun, karena invasi abnormal yang
luas dari plasenta, arteri spiralis tidak dapat berdilatasi untuk mengakomodasi
kebutuhan yang makin meningkat tersebut, hasil dari disfungsi plasenta inilah
yang tampak secara klinis sebagai preeklampsia. Meskipun menarik, hipotesis
ini tetap perlu ditinjau kembali.
Preeklampsia merupakan suatu diagnosis klinis. Definisi klasik
preeklampsia meliputi 3 elemen, yaitu onset baru hipertensi (didefinisikan
sebagai suatu tekanan darah yang menetap ≥ 140/90 mmHg pada wanita yang
sebelumnya normotensif), onset baru proteinuria (didefinisikan sebagai
protein urine > 300 mg/24 jam atau ≥ +1 pada urinalisis bersih tanpa infeksi
traktus urinarius), dan onset baru edema yang bermakna. Pada beberapa
konsensus terakhir dilaporkan bahwa edema tidak lagi dimasukkan sebagai
kriteria diagnosis.
Preeklampsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema,
dan proteinuria yang timbul karena kehamilan (Ilmu Kebidanan : 2005).
Preeklampsi berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai
dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria
dan atau disertai udema pada kehamilan 20 minggu atau lebih (Asuhan
Patologi Kebidanan : 2009).
Preeklamsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang di tandai
dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih di sertai proteiuria
dan/atau edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih.(Asuhan Kebidanan
IV:2010)

B. Etiologi
1. Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada preeklampsia dan eklampsia didapatkan kerusakan pada
endotel vaskuler, sehingga sekresi vasodilatator prostasiklin oleh sel-sel
endotelial plasenta berkurang, sedangkan pada kehamilan normal,
prostasiklin meningkat. Sekresi tromboksan oleh trombosit bertambah
sehingga timbul vasokonstriksi generalisata dan sekresi aldosteron
menurun. Akibat perubahan ini menyebabkan pengurangan perfusi
plasenta sebanyak 50%, hipertensi dan penurunan volume plasma.
2. Peran Faktor Imunologis
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama karena pada
kehamilan pertama terjadi pembentukan blocking antibodies terhadap
antigen plasenta tidak sempurna sehingga timbul respons imun yang tidak
menguntungkan terhadap Histikompatibilitas Plasenta. Pada preeklampsia
terjadi kompleks imun humoral dan aktivasi komplemen. Hal ini dapat
diikuti dengan terjadinya pembentukan proteinuria.
3. Peran Faktor Genetik
Menurut Chesley dan Cooper (1986) bahwa
Preeklampsia/eklampsia bersifat diturunkan melalui gen resesif tunggal.
Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian
Preeklampsia-Eklampsia antara lain:
a. Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.
b. Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekuensi Preeklampsia-
Eklampsia pada anak-anak dari ibu yang menderita Preeklampsia-
Eklampsia.

4. Iskemik dari uterus.


Sperof (1973) menyatakan bahwa dasar terjadinya Preeklampsia
adalah iskemik uteroplasentar, sehingga terjadi ketidakseimbangan antara
massa plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi sirkulasi darah
plasenta yang berkurang. Disfungsi plasenta juga ditemukan pada
preeklampsia, sehingga terjadi penurunan kadar 1 α-25 (OH)2 dan Human
Placental Lagtogen (HPL), akibatnya terjadi penurunan absorpsi kalsium
dari saluran cerna. Untuk mempertahankan penyediaan kalsium pada
janin, terjadi perangsangan kelenjar paratiroid yang mengekskresi
paratiroid hormon (PTH) disertai penurunan kadar kalsitonin yang
mengakibatkan peningkatan absorpsi kalsium tulang yang dibawa melalui
sirkulasi ke dalam intra sel. Peningkatan kadar kalsium intra sel
mengakibatkan peningkatan kontraksi pembuluh darah, sehingga terjadi
peningkatan tekanan darah.
Pada preekslampsia terjadi perubahan arus darah di uterus,
koriodesidua dan plasenta adalah patofisiologi yang terpenting pada
preeklampsia, dan merupakan faktor yang menentukan hasil akhir
kehamilan. Perubahan aliran darah uterus dan plasenta menyebabkan
terjadi iskemia uteroplasenter, menyebabkan ketidakseimbangan antara
massa plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi darah sirkulasi yang
berkurang. Selain itu hipoperfusi uterus menjadi rangsangan produksi
renin di uteroplasenta, yang mengakibatkan vasokonstriksi vaskular daerah
itu. Renin juga meningkatkan kepekaan vaskular terhadap zat-zat
vasokonstriktor lain (angiotensin, aldosteron) sehingga terjadi tonus
pembuluh darah yang lebih tinggi. Oleh karena gangguan sirkulasi
uteroplasenter ini, terjadi penurunan suplai oksigen dan nutrisi ke janin.
Akibatnya terjadi gangguan pertumbuhan janin sampai hipoksia dan
kematian janin.
5. Disfungsi dan aktivasi dari endotelial.
Kerusakan sel endotel vaskuler maternal memiliki peranan penting
dalam pathogenesis terjadinya preeklampsia. Fibronektin dilepaskan oleh
sel endotel yang mengalami kerusakan dan meningkat secara signifikan
dalam darah wanita hamil dengan preeklampsia. Kenaikan kadar
fibronektin sudah dimulai pada trimester pertama kehamilan dan kadar
fibronektin akan meningkat sesuai dengan kemajuan kehamilan.
Jika endotel mengalami gangguan oleh berbagai hal seperti shear
stress hemodinamik, stress oksidatif maupun paparan dengan sitokin
inflamasi dan hiperkolesterolemia, maka fungsi pengatur menjadi
abnormal dan disebut disfungsi endotel. Pada keadaan ini terjadi
ketidakseimbangan substansi vasoaktif sehingga dapat terjadi hipertensi.
Disfungsi endotel juga menyebabkan permeabilitas vaskular meningkat
sehingga menyebabkan edema dan proteinuria. Jika terjadi disfungsi
endotel maka pada permukaan endotel akan diekspresikan molekul adhesi.
seperti vascular cell adhesion molecule-1 (VCAM-1) dan intercellular cell
adhesion molecule-1 (ICAM-1). Peningkatan kadar soluble VCAM-1
ditemukan dalam supernatant kultur sel endotel yang diinkubasi dengan
serum penderita preeklampsia, tetapi tidak dijumpai peningkatan molekul
adhesi lain seperti ICAM-1 dan E-selektin. Oleh karena itu diduga
VCAM-1 mempunyai peranan pada preeklampsia.
Namun belum diketahui apakah tingginya kadar sVCAM-1 dalam
serum mempunyai hubungan dengan beratnya penyakit. Disfungsi endotel
juga mengakibatkan permukaan non trombogenik berubah menjadi
trombogenik, sehingga bisa terjadi aktivasi koagulasi. Sebagai petanda
aktivasi koagulasi dapat diperiksa D-dimer, kompleks trombin-
antitrombin, fragmen protrombin 1 dan 2 atau fibrin monomer.

C. Klasifikasi
Preeklampsia terbagi atas dua yaitu Preeklampsia Ringan dan
Preeklampsia Berat berdasarkan Klasifikasi menurut American College of
Obstetricians and Gynecologists, yaitu:
1. Preeklampsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:
a. Tekanan darah 140/90 mmHg, atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau
lebih, atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih setelah 20 minggu
kehamilan dengan riwayat tekanan darah normal.
b. Proteinuria kuantitatif ≥ 300 mg perliter dalam 24 jam atau kualitatif
1+ atau 2+ pada urine kateter atau midstream.

2. Preeklampsia berat, bila disertai keadaan sebagai berikut:


a. Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
b. Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau kualitatif 3+
atau 4+.
c. Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam/kurang
dari 0,5 cc/kgBB/jam.
d. Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, dan rasa nyeri di
epigastrium.
e. Terdapat edema paru dan sianosis
f. Hemolisis mikroangiopatik
g. Trombositopeni (< 100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit
dengan cepat)
h. Gangguan fungsi hati.
i. Pertumbuhan janin terhambat.
j. Sindrom HELLP.

D. Patofisiologis
Patogenesis terjadinya Preeklamsia dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Penurunan kadar angiotensin II dan peningkatan kepekaan vaskuler
Pada preeklamsia terjadi penurunan kadar angiotensin II yang
menyebabkan pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan-bahan
vasoaktif (vasopresor), sehingga pemberian vasoaktif dalam jumlah sedikit
saja sudah dapat menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah yang
menimbulkan hipertensi. Pada kehamilan normal kadar angiotensin II
cukup tinggi. Pada preeklamsia terjadi penurunan kadar prostacyclin
dengan akibat meningkatnya thromboksan yang mengakibatkan
menurunnya sintesis angiotensin II sehingga peka terhadap rangsangan
bahan vasoaktif dan akhirnya terjadi hipertensi

2. Hipovolemia Intravaskuler
Pada kehamilan normal terjadi kenaikan volume plasma hingga
mencapai 45%, sebaliknya pada preeklamsia terjadi penyusutan volume
plasma hingga mencapai 30-40% kehamilan normal. Menurunnya volume
plasma menimbulkan hemokonsentrasi dan peningkatan viskositas darah.
Akibatnya perfusi pada jaringan atau organ penting menjadi menurun
(hipoperfusi) sehingga terjadi gangguan pada pertukaran bahan-bahan
metabolik dan oksigenasi jaringan. Penurunan perfusi ke dalam jaringan
utero-plasenta mengakibatkan oksigenasi janin menurun sehingga sering
terjadi pertumbuhan janin yang terhambat (Intrauterine growth
retardation), gawat janin, bahkan kematian janin intrauterin.
3. Vasokonstriksi pembuluh darah
Pada kehamilan normal tekanan darah dapat diatur tetap meskipun
cardiac output meningkat, karena terjadinya penurunan tahanan perifer.
Pada kehamilan dengan hipertensi terjadi peningkatan kepekaan terhadap
bahan-bahan vasokonstriktor sehingga keluarnya bahan- bahan vasoaktif
dalam tubuh dengan cepat menimbulkan vasokonstriksi. Adanya
vasokonstriksi menyeluruh pada sistem pembuluh darah arteriole dan pra
kapiler pada hakekatnya merupakan suatu sistem kompensasi terhadap
terjadinya hipovolemik. Sebab bila tidak terjadi vasokonstriksi, ibu hamil
dengan hipertensi akan berada dalam syok kronik. Perjalanan klinis dan
temuan anatomis memberikan bukti presumtif bahwa preeklampsi
disebabkan oleh sirkulasi suatu zat beracun dalam darah yang
menyebabkan trombosis di banyak pembuluh darah halus, selanjutnya
membuat nekrosis berbagai organ. Gambaran patologis pada fungsi
beberapa organ dan sistem, yang kemungkinan disebabkan oleh
vasospasme dan iskemia, telah ditemukan pada kasus-kasus preeklampsia
dan eklampsia berat. Vasospasme bisa merupakan akibat dari kegagalan
invasi trofoblas ke dalam lapisan otot polos pembuluh darah, reaksi
imunologi, maupun radikal bebas. Semua ini akan menyebabkan
terjadinya kerusakan/jejas endotel yang kemudian akan mengakibatkan
gangguan keseimbangan antara kadar vasokonstriktor (endotelin,
tromboksan, angiotensin, dan lain-lain) dengan vasodilatator (nitritoksida,
prostasiklin, dan lain-lain). Selain itu, jejas endotel juga menyebabkan
gangguan pada sistem pembekuan darah akibat kebocoran endotelial
berupa konstituen darah termasuk platelet dan fibrinogen.
Vasokontriksi yang meluas akan menyebabkan terjadinya gangguan pada
fungsi normal berbagai macam organ dan sistem. Gangguan ini dibedakan
atas efek terhadap ibu dan janin, namun pada dasarnya keduanya
berlangsung secara simultan. Gangguan ibu secara garis besar didasarkan
pada analisis terhadap perubahan pada sistem kardiovaskular, hematologi,
endokrin dan metabolisme, serta aliran darah regional. Sedangkan
gangguan pada janin terjadi karena penurunan perfusi uteroplasent
E. WOC PEB Etiologi belum
diketahui
Faktor predisposisi:
Nuliparitas Faktor: imunologis,
Kehamilan kembar Spasme arteriola nutrisi, endotel
Penyakit vaskuler

Vasokonstriksi pean filtrasi ginjal Ekstravasasi cairan intrastitial ke Kerusakan glomerulal


interstitial (ekstrasel)

pean produksi renin pean filtrasi ginjal


Akumulasi cairan di jaringan

pean produksi pean filtrasi natrium


angiotensin II
EDEMA
Retensi garam dan air
HIPERTENSI
pean reabsorbsi protein
PROTEINURIA
ANSIETAS
ANSIETAS Kurang informasi ttg penyakit pre eklampsi Pre eklampsi Kesulitan pengaturan terapi/ pencegahan komplikasi

PER PEB Ketidakefektifan


Ketidakefektifan Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Program
Program Tx
Tx Preeklampsi
Preeklampsi

Breathing Blood Brain Bladder Muskuluskeletal

Ekstravasasi cairan SSP Induksi edema otak pean diuresis


pean sirkulasi darah
Akumulasi cairan di
mekan resisitensi otak interstitial
Rongga paru Oliguri
pean suplai O2 ke janin
Gg sirkulasi otak Edema ekstrimitas
Edema paru
GG
GG POLA
POLA
Vasokonstriksi PD
Kejang ELIMINASI
ELIMINASI URI
URI KETERBATASAN
KETERBATASAN
POLA
POLA NAPAS
NAPAS IUGR
TAK MOBILISASI
MOBILISASI
TAK EFEKTIF
EFEKTIF Degenerasi plasenta
RESIKO
RESIKO CIDERA
CIDERA pada
pada JANIN
JANIN dan
dan IBU
IBU
RESIKO
RESIKO Cedera
Cedera pada
pada JANIN
JANIN
F. Komplikasi
1. Stroke
2. Hipoxia janin
3. Gagal ginjal
4. Kebutaan
5. Gagal jantung
6. Kejang
7. Hipertensi permanen
8. Distress fetal
9. Infark plasenta
10. Abruptio plasenta
11. Kematian janin

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan spesimen urine mid-stream untuk menyingkirkan
kemungkinan infeksi urine.
2. Pemeriksaan darah, khususnya untuk mengetahui kadar ureum darah
(Untuk menilai kerusakan pada ginjal) dan kada hemoglobin.
3. Pemeriksaan retina, untuk mendeteksi perubahan pada pembuluh darah
retina.
4. Pemeriksaan kadar human laktogen plasenta (HPL) dan esteriol didalam
plasma serta urine untuk menilai faal unit fetoplasenta.
5. Elektro kardiogram dan foto dada menunjukkan pembesaran ventrikel dan
kardiomegali.

H. Penatalaksanaan
Pada pasien preeklampsia berat segera harus diberi sedativa yang kuat
untuk mencegah timbulnya kejang. Apabila sesudah 12-24 jam bahaya akut
sudah diatasi, tindakan selanjutnya adalah cara terbaik untuk menghentikan
kehamilan.
Preeklampsia dapat menyebabkan kelahiran awal atau komplikasi pada
neonatus berupa prematuritas. Resiko fetus diakibatkan oleh insufisiensi
plasenta baik akut maupun kronis. Pada kasus berat dapat ditemui fetal distress
baik pada saat kelahiran maupun sesudah kelahiran.
Pengelolaan preeklampsia dan eklampsia mencakup pencegahan kejang,
pengobatan hipertensi, pengelolaan cairan, pelayanan supportif terhadap
penyulit organ yang terlibat, dan saat yang tepat untuk persalinan. Pemeriksaan
sangat teliti diikuti dengan observasi harian tentang tanda tanda klinik berupa :
nyeri kepala, gangguan visus, nyeri epigastrium dan kenaikan cepat berat
badan. Selain itu perlu dilakukan penimbangan berat badan, pengukuran
proteinuria, pengukuran tekanan darah, pemeriksaan laboratorium, dan
pemeriksaan USG dan NST.
Perawatan preeklampsia berat sama halnya dengan perawatan preeklampsia
ringan, dibagi menjadi dua unsur yakni sikap terhadap penyakitnya, yaitu
pemberian obat-obat atau terapi medisinalis dan sikap terhadap kehamilannya
ialah manajemen agresif, kehamilan diakhiri (terminasi) setiap saat bila
keadaan hemodinamika sudah stabil.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

I. Pengkajian
1. Data Biografi
Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida ,< 20 tahun atau > 35
tahun, Jenis kelamin.
2. Riwayat Kesehatan
a. keluhan Utama : biasanya klirn dengan preeklamsia mengeluh
demam, sakit kepala,
b. Riwayat kesehatan sekarang : terjadi peningkatan tensi, oedema,
pusing, nyeri epigastrium, mual muntah, penglihatan kabur
c. Riwayat kesehatan sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler
esensial, hipertensi kronik, DM
d. Riwayat kehamilan : riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa,
hidramnion serta riwayat kehamilan dengan pre eklamsia atau
eklamsia sebelumnya
e. Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok
maupun selingan
f. Psiko sosial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan
kecemasan, oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi
resikonya
3. Riwayat Kehamilan
Riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion serta riwayat
kehamilan dengan eklamsia sebelumnya.
4. Riwayat KB
Perlu ditanyakan pada ibu apakah pernah / tidak megikuti KB jika ibu
pernah ikut KB maka yang ditanyakan adalah jenis kontrasepsi, efek
samping. Alasan pemberhentian kontrasepsi (bila tidak memakai lagi)
serta lamanya menggunakan kontrasepsi.

5. Pola aktivitas sehari-hari


a. Aktivitas
Gejala :
Biasanya pada pre eklamsi terjadi kelemahan, penambahan berat
badan atau penurunan BB, reflek fisiologis +/+, reflek patologis -/-.
Tanda : Pembengkakan kaki, jari tangan, dan muka
b. Sirkulasi
Gejala : Biasanya terjadi penurunan oksegen.
c. Abdomen
Gejala :
 Inspeksi : Biasanya Perut membuncit sesuai usia kehamilan
aterm, apakah adanya sikatrik bekas operasi atau tidak ( - )
 Palpasi :
a. Leopold I : Biasanya teraba fundus uteri 3 jari di bawah proc.
Xyphoideus teraba massa besar, lunak, noduler
b. Leopold II : Teraba tahanan terbesar di sebelah kiri, bagian –
bagian kecil janin di sebelah kanan.
c. Leopold III : Biasanya teraba masa keras, terfiksir
d. Leopold IV : Biasanya pada bagian terbawah janin telah
masuk pintu atas panggul
 Auskultasi : Biasanya terdengar BJA 142 x/1’ regular
d. Eliminasi
Gejala : Biasanya proteinuria + ≥ 5 g/24 jam atau ≥ 3 pada tes celup,
oliguria
e. Makanan / cairan
Gejala : Biasanya terjadi peningkatan berat badan dan penurunan ,
muntah-muntah
Tanda : Biasanya nyeri epigastrium,
f. Integritas ego
Gejala : Perasaan takut.
Tanda : Cemas.

g. Neurosensori
Gejala : Biasanya terjadi hipertensi
Tanda : Biasanya terjadi kejang atau koma
h. Nyeri / kenyamanan
Gejala : Biasanya nyeri epigastrium, nyeri kepala, sakit kepala,
ikterus, gangguan penglihatan.
Tanda : Biasanya klien gelisah,
i. Pernafasan
Gejala : Biasanya terjadi suara nafas antara vesikuler, Rhonki,
Whezing, sonor
Tanda : Biasanya ada irama teratur atau tidak, apakah ada bising atau
tidak.
j. Keamanan
Gejala : Apakah adanya gangguan pengihatan, perdarahan spontan.
k. Seksualitas
Gejala : Status Obstetrikus
6. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan Umum : baik, cukup, lemah
b. Kesadaran : Composmentis (e = 4, v = 5, m = 6)
c. Pemeriksaan Fisik (Persistem)
 Sistem pernafasan
Pemeriksaan pernapasan, biasanya pernapasan mungkin
kurang, kurang dari 14x/menit, klien biasanya mengalami sesak
sehabis melakukan aktifitas, krekes mungkin ada, adanya edema
paru hiper refleksia klonus pada kaki.
 Sistem cardiovaskuler
1. Inspeksi : Apakah Adanya sianosis, kulit pucat, konjungtiva
anemis.
2. Palpasi :
Tekanan darah : Biasanya pada preeklamsia terjadi
peningkatan TD, melebihi tingkat dasar setetah 20 minggu
kehamilan,
Nadi :Biasanyanadi meningkat atau menurun
Leher : Apakah ada bendungan atau tidak pada Pemeriksaan
Vena Jugularis, jika ada bendungan menandakan bahwa
jantung ibu mengalami gangguan. Edema periorbital yang
tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam Suhu dingin
3. Auskultasi : Untuk mendengarkan detak jantung janin untuk
mengetahui adanya fotal distress, bunyi jantung janin yang
tidak teratur gerakan janin melemah.
 System reproduksi
a. Dada
Payudara : Dikaji apakah ada massa abnormal, nyeri tekan
pada payudara.
b. Genetalia
Inspeksi : adakah pengeluaran pervaginam berupa lendir
bercampur darah, adakah pembesaran kelenjar bartholini /
tidak.
c. Abdomen
Palpasi : untuk mengetahui tinggi fundus uteri, letak janin,
lokasi edema, periksa bagian uterus biasanya terdapat
kontraksi uterus
 Sistem integument perkemihan
a. Periksa vitting udem biasanya terdapat edema pada
ekstermitas akibat gangguan filtrasi glomelurus yang
meretensi garam dan natrium, (Fungsi ginjal menurun).
b. Oliguria
c. Proteinuria
 Sistem persarafan
Biasanya hiperrefleksi, klonus pada kaki
 Sistem Pencernaan
Palpasi : Abdomen adanya nyeri tekan daerah epigastrium
(kuadran II kiri atas), anoreksia, mual dan muntah

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Perfusi jaringan tidak efektif b/d menurunnya curah jantung
2. Kelebihan volume cairan b/d retensi cairan dan natrium oleh ginjal
3. Defisiensi pengetahuan b.d tidak familier dengan sumber informasi

III.INTERVENSI KEPERAWATAN
ETIOLOGI NOC NIC

Perfusi  Circulation status Peripheral Sensation


jaringan tidak  Tissue Prefusion : Management
efektif cerebral (Manajemen sensasi
Kriteria Hasil : perifer)
 Monitor adanya
a. mendemonstrasikan
daerah tertentu yang
status sirkulasi yang
hanya peka terhadap
ditandai dengan :
panas/dingin/tajam/tu
 Tekanan systole
mpul
dandiastole dalam
 Monitor adanya
rentang yang
paretese
diharapkan
 Instruksikan keluarga
 Tidak ada
untuk mengobservasi
ortostatikhipertensi
kulit jika ada lsi atau
 Tidak ada tanda
laserasi
tanda peningkatan
 Gunakan sarun tangan
tekanan intrakranial
untuk proteksi
(tidak lebih dari 15
 Batasi gerakan pada
mmHg)
kepala, leher dan
b. mendemonstrasikan
punggung
kemampuan kognitif
 Monitor kemampuan
yang ditandai dengan:
 berkomunikasi BAB
dengan jelas dan  Kolaborasi pemberian
sesuai dengan analgetik
kemampuan  Monitor adanya
 menunjukkan tromboplebitis
perhatian, Diskusikan menganai
konsentrasi dan penyebab perubahan
orientasi sensasi
 memproses
informasi
 membuat keputusan
dengan benar
menunjukkan fungsi sensori
motori cranial yang utuh :
tingkat kesadaran mambaik,
tidak ada gerakan gerakan
involunter

Kelebihan  Electrolit and acid base Fluid management


volume cairan balance  Timbang
 Fluid balance popok/pembalut jika
diperlukan
 Pertahankan catatan
Kriteria Hasil:
intake dan output yang
 Terbebas dari akurat
edema, efusi, anaskara  Pasang urin kateter
 Bunyi nafas jika diperlukan
bersih, tidak ada  Monitor hasil lAb
dyspneu/ortopneu yang sesuai dengan
 Terbebas dari retensi cairan (BUN ,
distensi vena jugularis, Hmt , osmolalitas urin
reflek hepatojugular (+) )
 Memelihara  Monitor status
tekanan vena sentral, hemodinamik
tekanan kapiler paru, termasuk CVP, MAP,
output jantung dan vital PAP, dan PCWP
sign dalam batas normal  Monitor vital sign
 Terbebas dari  Monitor indikasi
kelelahan, kecemasan retensi / kelebihan
atau kebingungan cairan (cracles, CVP ,
 Menjelaskanin edema, distensi vena
dikator kelebihan cairan leher, asites)
 Kaji lokasi dan luas
edema
 Monitor masukan
makanan / cairan dan
hitung intake kalori
harian
 Monitor status nutrisi
 Berikan diuretik sesuai
interuksi
 Batasi masukan cairan
pada keadaan
hiponatrermi dilusi
dengan serum Na <
130 mEq/l
 Kolaborasi dokter jika
tanda cairan berlebih
muncul memburuk
Fluid Monitoring
 Tentukan riwayat
jumlah dan tipe intake
cairan dan eliminaSi
 Tentukan
kemungkinan faktor
resiko dari ketidak
seimbangan cairan
(Hipertermia, terapi
diuretik, kelainan
renal, gagal jantung,
diaporesis, disfungsi
hati, dll )
 Monitor berat badan
 Monitor serum dan
elektrolit urine
 Monitor serum dan
osmilalitas urine
 Monitor BP, HR, dan
RR
 Monitor tekanan darah
orthostatik dan
perubahan irama
jantung
 Monitor parameter
hemodinamik infasif
 Catat secara akutar
intake dan output
 Monitor adanya
distensi leher, rinchi,
eodem perifer dan
penambahan BB
 Monitor tanda dan
gejala dari odema
Defisiensi  Kowlwdge : disease Teaching : disease
pengetahuan process Process
 Kowledge : health 1. Berikan penilaian
Behavior tentang tingkat
Kriteria Hasil : pengetahuan pasien
tentang proses
 Pasien dan keluarga
penyakit yang spesifik
menyatakan
2. Jelaskan patofisiologi
pemahaman tentang
dari penyakit dan
penyakit, kondisi,
bagaimana hal ini
prognosis dan program
berhubungan dengan
pengobatan
anatomi dan fisiologi,
 Pasien dan keluarga
dengan cara yang
mampu melaksanakan
tepat.
prosedur yang
3. Gambarkan tanda dan
dijelaskan secara benar
gejala yang biasa
 Pasien dan keluarga
muncul pada penyakit,
mampu menjelaskan
dengan cara yang tepat
kembali apa yang
4. Gambarkan proses
dijelaskan perawat/tim
penyakit, dengan cara
kesehatan lainnya.
yang tepat
5. Identifikasi
kemungkinan
penyebab, dengna cara
yang tepat
6. Sediakan informasi
pada pasien tentang
kondisi, dengan cara
yang tepat
7. Hindari harapan yang
kosong
8. Sediakan bagi
keluarga atau SO
informasi tentang
kemajuan pasien
dengan cara yang tepat
9. Diskusikan perubahan
gaya hidup yang
mungkin diperlukan
untuk mencegah
komplikasi di masa
yang akan datang dan
atau proses
pengontrolan penyakit
10. Diskusikan pilihan
terapi atau penanganan
11. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second
opinion dengan cara
yang tepat atau
diindikasikan
12. Eksplorasi
kemungkinan sumber
atau dukungan, dengan
cara yang tepat
13. Rujuk pasien pada
grup atau agensi di
komunitas lokal,
dengan cara yang tepat
Instruksikan pasien
mengenai tanda dan gejala
untuk melaporkan pada
pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara
yang tepat

DAFTAR PUSTAKA
Feryanto, Achmad. 2012. Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta : Salemba
Medika
Herdman, T. H. 2012.Diagnosis keperawatan: definisi dan klasifikasi 2012-2014.
Jakarta: EGC.
Hardhi,Amin.2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis
NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediaAction
Manueba, Ida Bagus Gde. 1998. Ilmu Kebidanan Dan Keluarga Berencana
Untuk Pendidikan bidan. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif, dkk, editor, Kapita selekta kedokteran, jilid I. edisi ketiga. Jakarta
: Media Aesculapius FKUI, 2001
Mochtar, MPH. Prof. Dr. Rustam. Synopsis Obstetri. Jilid I. edisi kedua EGC.
Jakarta, 1998.
Purwaningsih, Wahyu. 2010. Asuhan Keperawatan Maternitas. Yogyakarta:
Nuha Medika
Sarwono Prawirohardjo. 2002. Ilmu Kebidanan. Ed, 3. Cet, 6. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Anda mungkin juga menyukai