Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Penyakit ginjal merupakan salah satu isu kesehatan dunia dengan
beban pembiayaan yang tinggi. Keharusan melakukan tindakan hemodialisa
dalam jangka waktu yang lama menjadi suatu yang dapat menganggu
kualitas hidup penderita. Ginjal mempunyai peranan yang penting pada
tubuh manusia, yaitu untuk mempertahankan volume dan distribusi cairan,
namun apabila ginjal gagal menjalankan fungsinya maka orang tersebut
akan memerlukan perawatan dan pengobatan dengan segera (Muttaqin,
2011).
Penyakit ginjal merupakan salah satu isu kesehatan dunia dengan
beban pembiayaan yang tinggi. Ditemukannya urium pada darah merupakan
salah satu tanda dan gejala dari penyakit gangguan pada ginjal. Uremia
merupakan akibat dari ketidak mampuan tubuh untuk menjaga metabolisme
dan keseimbangan cairan serta elektrolit yang dikarenakan adanya
gangguan pada fungsi ginjal yang bersifat progresif dan irreversible
(Kemenkes, 2018). Insiden penyakit gagal ginjal meningkat setiap tahun dan
menjadi masalah kesehatan utama pada seluruh dunia, terjadinya penyaki
gagal ginjal merupakam resiko kejadian penyakit jantung dan pembuluh
darah serta meningkatkan angka kesakitan dan kematian (Setyaningsih,
2013).
Sekitar 1 dari 10 populasi dunia teridentifikasi mengalami penyakit
ginjal kronis (PGK). Hasil studi systematic review dan meta analisys yang
dilakukan oleh Hill dkk (2016) menunjukkan 13,4% penduduk dunia
menderita PGK. Gagal ginjal kronik menjadi masalah besar dunia karena
sulit disembuhkan. Prevalensi gagal ginjal kronik di seluruh dunia pada tahun
2011 sebanyak 2.786.000 orang, tahun 2012 sebanyak 3.018.860 orang dan
tahun 2013 sebanyak 3.200.000 orang. Dari data tersebut disimpulkan
adanya peningkatan angka kesakitan pasien gagal ginjal kronis setiap tahun
meningkat (Fresenius Medical Care, 2013).

1
2

Kasus penyakit gagal ginjal kronik (GGK) pada laporan The United
States Renal Data System (USRDS, 2013) menunjukan prevalensi rate
penderita penyakit ginjal kronik di Amerika Serikat tahun 2011 sebesar 1.901
per 1 juta penduduk. Hasil Riskesdas (2013), pasien GGK yang berusia ≥15
tahun sebanyak 0,2%. Penyakit GGK merupakan salah satu dari 10 besar
penyakit kronis di Indonesia. Menurut data survey Persatuan Nefrologi
Indonesia (PERNEFRI) berdasarkan laporan Indonesian Renal Registry
(IRR) (2014), adanya peningkatan jumlah pasien aktif yang menjalani
hemodialisa yaitu dari 9396 orang (2013) menjadi 11689 orang (2014) dan
untuk pasien baru yang menjalani hemodialisa dari 15128 orang (2013)
meningkat menjadi 17193 orang (2014). Dan menurut data yang di peroleh
dari laporan Indonesia Renal Registri (IRR, 2017) data pasien baru
hemodialisis di seluruh indonesia adalah 30831 kasus yang mana provinsi
Jawa Barat merupakan provinsi tertinggi dengan 7444 kasus. Provinsi jawa
Tengah sendiri terdapat 2488 pasien baru yang harus menjalani
hemoidalisis.
Di kabupaten Grobogan, terdapat 2 rumah sakit yang menjadi rujukan
dalam pelayanan terapi hemodialisa yaitu RSUD Dr R Soedjati Purwodadi
dan RS Permata Bunda. Untuk kasus gagal ginjal kronik, di Rumah sakit
RSUD Dr R Soedjati Purwodadi Pada tahun 2015 tercatat 1.144 kunjungan
dan meningkat menjadi 1.147 di tahun 2016. Sementara itu di rumah sakit
Permata Bunda Purwodadi, Jumlah pasien rawat inap gagal ginjal kronik
yang tercatat pada tahun 2016 sebanyak 402 pasien dan rawat jalan
tercatat sebanyak 52 pasien (Data Rekam Medis RS. Permata Bunda
Purwodadi 2016).
Pengobatan gagal ginjal kronik dibagi menjadi 2 tahap, yaitu
tindakan konservatif dan dialisis atau transplantasi ginjal. Tindakan dialisis
yang dapat dilakukan pada penderita gagal ginjal kronik tahap akhir salah
satunya adalah hemodialisis (Lewis et al., 2014). Tindakan hemodialisis
berdasarkan pada 2 pilar yaitu pembatasan cairan dan pembuangan produk
sisa metabolisme dari darah dengan menggunakan mesin dialisis. Menurut
Perkumpulan Nefrologi Indonesia (2016) salah satu tujuan hemodialisis
adalah untuk memperbaiki komposisi cairan tubuh sehingga mencapai
keseimbangan cairan yang diharapkan untuk mencegah kekurangan atau
3

kelebihan cairan yang dapat menyebabkan efek samping signifikan terhadap


komplikasi kardiovaskuler dalam jangka panjang. Idealnya hemodialisis
dilakukan 2-3 kali per minggu (Alam & Hadibroto, 2007).
Pembatasan asupan cairan pada klien gagal ginjal kronik merupakan
hal yang sangat penting untuk diperhatikan, karena asupan cairan yeng
berlebihan dapat mengakibatkan kenaikan berat badan yang cepat (melebihi
5%), edema, ronkhi basah dalam paru-paru, kelopak mata yang bengkak
dan sesak napas yang diakibatkan oleh volume cairan yang berlebihan dan
gejala uremik (Kahraman et al., 2015). Cairan yang diminum klien gagal
ginjal tahap lanjut harus diawasi dengan seksama (Ignatavicius & Workman,
2010). Beberapa klien mengalami kesulitan dalam membatasi cairan yang
masuk, namun mereka tidak mendapat pemahaman tentang strategi yang
tepat yang dapat membantu mereka dalam pembatasan cairan, sehingga
kenaikan Interdialytic Weight Gain (IDWG) yang melebihi batas normal dapat
terjadi (Tjokoprawiro et al., 2015). Laporam prevalensi kenaikan Interdialytic
Weight Gain (IDWG) di beberapa negara mengalami kenaikan, sekitar 9,7%
- 49,5% di Amerika Serikat dan 9,8% - 70% di Eropa (Pusat Data dan
Informasi Kementerian Kesehatan RI., 2017).
Interdialytic Weight Gain (IDWG) merupakan peningkatan volume
cairan yang dimanifestasikan dengan peningkatan berat badan sebagai
indikator untuk mengetahui jumlah cairan yang masuk selama periode
interdialitik dan kepatuhan klien terhadap pengaturan cairan pada klien yang
mendapat terapi hemodialisis (Kahraman et al., 2015). Nilai Interdialytic
Weight Gain yang dapat ditoleransi sekitar 2 hingga 3 pon atau sekitar 0,9 –
1,3 kilogram (Smeltzer and Bare, 2002). Meningkatnya IDWG memberikan
dampak yang serius, 60-80% pasien meninggal akibat kelebihan masukan
cairan dan makanan pada periode interdialitik, karena kelebihan cairan pada
periode interdialitik dapat mengakibatkan edema atau kongesti paru,
sehingga monitoring masukan cairan pada pasien merupakan tindakan
utama yang harus diperhatikan oleh perawat (Perkumpulan Nefrologi
Indonesia, 2016). Peningkatan IDWG melebihi 5 % dari berat badan kering
dapat menyebabkan berbagai macam komplikasi seperti hipertensi,
hipotensi, intradialisis, gagal jantung kiri, asites, efusi pleura, gagal jantung
kongesti dan dapat mengakibatkan kematian (Black & Hawk, 2009)
4

Dilaporkan prevalensi di negara maju, data pasien yang mengalami


kenaikan IDWG terus mengalami peningkatan. Di Amerika Serikat sekitar
9,7%-49,5% dan di Eropa 9,8%-70% (Kugler, dkk, 2012). Penelitian tersebut
juga didukung studi kasus yang dilakukan oleh Lolyta (2012) menunjukkan
bahwa mayoritas responden mengalami peningkatan berat badan lebih dari
5% dari berat badan kering sebanyak 25 responden (52,1%) dan yang tidak
lebih dari 5% dari badan kering sebanyak 23 responden (47,1%).
Pada penelitian Haloho (2017) faktor yang dapat mempengaruhi
meningkatnya IDWG adalah Kenaikan IDWG pasien Hemodialisis secara
bermakna berhubungan dengan kepatuhan intake cairan (p = 0,006; r =
0,304), rasa haus (p = 0,001; r = 0,382), serta self efficacy (p = 0,035; r =
-0,237). Kepatuhan intake cairan pada pasien hemodialisis adalah faktor
penting yang dapat menentukan keberhasilan terapi. Kepatuhan pasien
diartikan sebagai perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan
oleh profesional kesehatan (Kurniawati, dkk, 2015). Pasien yang tidak patuh
tidak melakukan pembatasan intake cairan. Mereka minum melebihi jumlah
yang dianjurkan. Sedangkan pada pasien yang patuh, mereka melakukan
pembatasan intake cairan berupa membatasi minum tidak lebih dari 600 ml
per hari, minum dengan jumlah yang kurang lebih dianjurkan oleh perawat
dan dokter asal tidak sampai merasakan dampak kelebihan cairan seperti
edema dan sesak napas (Meistatika, 2017)
Selain faktor tersebut, lamanya menjalani hemodialisa juga dapat
berdampak pada meningkatnya IDWG pasien. Hal ini disebabkan karena
semakin lamanya penderita menjalani hemodialisa maka akan sering
terpapar oleh efek samping hemodialisis baik akut maupun kronis dan
penambahan berat badan interdialitik merupakan salah satu efek tersebut.
Namun terdapat hasil yang berbeda dari beberapa riset yang dilakukan.
Pada riset Sulistini, Sari, dan Hamid (2013) menunjukan ada hubungan
antara lama waktu menjalani hemodialisis dengan IDWG. Sedangkan pada
riset Irma Mustikasari, Erika Dewi Noorratri menunjukan tidak ada pengaruh
lama menjalani hemodialisa dengan meningkatnya IDWG.
Studi awal dilakukan di ruang hemodialisa Rumah Sakit Permata
Bunda Purwodadi. Dimana terdapat 484 pasien yang menjalani hemodialisa
rutin. Dari jumlah tersebut penulis menemui terdapat 16 pasien yang
5

mengalami peningkatan IDWG tidak normal. Dari jumlah tersebut juga


diketahui terdapat 35 pasien yang sudah lebih dari 1 tahun menjalani
hemodialisa. Dan setelah diwawancarai, terdapat 22 pasien yang tidak
terlalu memperhatikan kepatuhan diet yang sudah dijelaskan oleh perawat.
Dari hal tersebut yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian
tentang hubungan riwayat lama menjalani hemodialisa dan kepatuhan diet
dengan peningkatan Interdialytic Weight Gain (IDWG) pada pasien yang
menjalani hemodialisa di Rumah Sakit Permata Bunda Purwodadi.

B. Rumusan masalah
Berdasarkan masalah dan femonema yang ditemukan, maka
rumusan masalah yang akan diteliti adalah ada tidaknya hubungan riwayat
lama menjalani hemodialisa dan kepatuhan diet dengan peningkatan
Interdialytic Weight Gain (IDWG) pada pasien yang menjalani hemodialisa di
Rumah Sakit Permata Bunda Purwodadi.

C. Tujuan penelitian
1. Tujuan umum
Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui
bagaimana hubungan riwayat lama menjalani hemodialisa dan
kepatuhan diet dengan peningkatan Interdialytic Weight Gain (IDWG)
pada pasien yang menjalani hemodialisa di Rumah Sakit Permata
Bunda Purwodadi
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui riwayat lama menjalani hemodialisa pasien di Unit
Hemodialisa Rumah Sakit Permata Bunda Purwodadi
b. Mengetahui kepatuhan diet pasien di Unit Hemodialisa Rumah Sakit
Permata Bunda Purwodadi
c. Mengetahui Interdialytic Weight Gain (IDWG) pada pasien yang
menjalani hemodialisa di Rumah Sakit Permata Bunda Purwodadi
d. Mengetahui hubungan riwayat lama menjalani hemodialisa pasien
dengan Interdialytic Weight Gain (IDWG)
e. Mengetahui hubungan kepatuhan diet dengan Interdialytic Weight
Gain (IDWG)
6

D. Manfaat penelitian
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini dapat menjelaskan hubungan riwayat lama
hemodialisa dan kepatuhan diet dengan peningkatan IDWG. Luaran
penelitian ini dapat bermanfaat untuk mengembangkan ilmu
keperawatan medikal bedah khususnya mengetahui faktor yang
mempengaruhi peningkatan IDWG di Unit Hemodialisis Rumah sakit
Permata Bunda Purwodadi.
2. Manfaat praktis
a. Rumah Sakit
Hasil penelitian ini sebagai bahan pertimbangan untuk
menentukan kebijakan rumah sakit terutama dalam
mengelola faktor yang mempengaruhi peningkatan
IDWG di Unit Hemodialisis Rumah sakit Permata Bunda
Purwodadi.
b. Pasien
Pasien sekaligus responden yang akan terlibat dalam penelitian ini
akan mendapatkan pengetahuan tentang faktor yang mempengaruhi
peningkatan IDWG sehingga peningkatan risiko dan komplikasi dari
hemodialisis dapat dicegah secara optimal.
c. Penelit
Peneliti akan mendapatkan pengalaman dalam melakukan penelitian
analisis korelatif tentang faktor yang mempengaruhi peningkatan
IDWG di Unit Hemodialisis Rumah sakit Permata Bunda Purwodadi.
7

E. Keaslian penelitian
Tabel 1.1
No Judul Metode Hasil Penelitian
1 Faktor faktor yang Desain penelitian Tidak ada
berkontribusi terhadap menggunakan cross hubungan
IDWG pada pasien sectional design signifikan antara
GAGAL GINJAL KRONIK Dengan di ikuti 48 data demografi,
responden . uji korelasi
yang menjalani stres, rasahaus.
menggunakan regresi linier
Hemodialisis (Istanti, 2009) Dan diketahui
berkontribusi
signifikan
masukan cairan
terhadap IDWG
2 Faktor-faktor yang Desain yang digunakan Umur, jenis
mempengaruhinilai IDWG adalah cross sectional design kelamin, tingkat
pasien hemodialisis di dengan di ikuti 44 responden. pendidikan tidak
Penelitian menggunakan
RSUD PanembahanBantul berpengaruh
kuisioner dan lembar
(Mustikasari, 2017) observasi IDWG dan uji signifikan terhadap
korelasi regresi linear IDWG

3 Hubungan motivasi pasien Desain yang digunakan Berpengaruh


dengan kepatuhan adalah cross sectional signifikan motivasi
menjalani hemodialisis design. Yang di ikuti 84 klien dengan
responden. Uji korelasi yang
pada pasien gagal ginjal kepatuhan
digunakan uji chi square.
kronik di RSUD Kraton menjalani
Pekalongan (Lestari and hemodialisis
Nurmala, 2015)
4 Kepatuhan pasien gagal Desain yang digunakan Secara signifikan
ginjal kronis dalam adalah Deskriptif korelatif hubungan positif
melakukan diet ditinjau Dengan di ikuti 34 responden. antara
dari dukungan sosial Uji analisa yang digunakan dukungan
adalah korelasi product
keluarga (Savitri and sosial keluarga
moment dari pearson
Parmitasari, 2014) dengan kepatuhan
pasien gagal ginjal
dalam
melakukan
diet
8

5 Penerapan edukasi Desain yang digunakan Edukasi


terstruktur meningkatkan adalah Quasy Experimental terstruktur
self efficacy dan with pre-post test with secarasignifikan
menurunkan IDWG pasien control group dengan di ikuti berpengaruh
hemodialisis di RSUD 38 responden terhadap self
Indramayu (Wayunah, Efficacy dan
Saefulloh and Nuraeni, penurunan IDWG
2016)

F. Ruang lingkup
1. Ruang Lingkup Waktu
Proposal penelitian ini disusun sejak bulan November 2019 yang dimulai
dengan kegiatan studi pendahuluan dan penyusunan proposal,
kemudian jika sudah disetujui akan dilakukan seminar proposal sebagai
awal dari pelaksanaan penelitian.
2. Ruang Lingkup Tempat
Penelitian ini akan dilakukan di Unit Hemodialisa Rumah Sakit Permata
Bunda Purwodadi.
3. Ruang Lingkup Materi
Materi proposal ini berkaitan dengan Interdialytic Weight Gain
(IDWG),hemodialisa dan gagal ginjal kronik.
9

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Gagal Ginjal Kronik


1. Definisi Gagal Ginjal Kronik
Gagal ginjal kronik merupakan suatu proses patofisiologis dengan
etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang
progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Gagal ginjal
adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan menurunnya fungsi
ginjal yang bersifat irreversible, dan memerlukan terapi pengganti ginjal
yaitu berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Nurchayati, 2010).
Gagal ginjal kronis adalah penurunan progresif fungsi ginjal dalam
beberapa bulan atau tahun. Penyakit gagal ginjal kronis ini di definisikan
sebagai kerusakan ginjal atau penurunan Glomerular Fitration Rate (GFR)
kurang dari 60 ml/min/1,73 m2 selama minimal 3 bulan 3 bulan
(infoDATIN, 2017).
2. Etiologi Gagal Ginjal Kronik
InfoDatin (2017) menunjukan bahwa penyakit gagal ginjal kronik di
sebabkan oleh beberapa hal, yaitu :
a. Diabetes mellitus
b. Hipertensi
c. Glomerulonefritis kronis
d. Nefritis intersisial kronis
e. Penyakit ginjal polistik
f. Obstruksi-Infeksi saluran kemih
g. Obesitas
3. Patofisiologi Gagal Ginjal Kronik
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada
penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangannya proses yang
terjadi sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi
struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons)
sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif
seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya
10

hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah
glomerulus.
Pada stadium paling dini pada penyakit ginjal kronik, terjadi
kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), dimana basal Laju Filtrasi
Glomerulus (LFG) masih normal atau dapat meningkat. Kemudian secara
perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif,
yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum.
Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan
(asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin
serum sampai pada LFG sebesar 30%. Kerusakan ginjal dapat
menyebabkan terjadinya penurunan fungsi ginjal, produk akhir metabolik
yang seharusnya dieksresikan ke dalam urin, menjadi tertimbun dalam
darah. Kondisi seperti ini dinamakan sindrom uremia. Terjadinya uremia
dapat mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan
produk metabolik (sampah), maka gejala akan semakin berat (Brunner &
Suddarth, 2008).
Kondisi ini dapat menyebabkan gangguan keseimbangan cairan
seperti hipovolemi atau hipervolemi, gangguan keseimbangan elektrolit
antara lain natrium dan kalium. LFG di bawah 15% akan terjadi gejala dan
komplikasi yang lebih serius, dan pasien memerlukan terapi pengganti
ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi
ginjal, pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal
ginjal (Hidayati, 2012).
4. Stadium Gagal Ginjal Kronik
Perjalanan umum gagal ginjal progresif menurut Brunner & Suddarth
(2008) dapat dibagi menjadi 3 (tiga) stadium, yaitu :
a. Stadium I, dinamakan penurunan cadangan ginjal.
Pada stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN normal, dan
penderita asimptomatik. Gangguan fungsi ginjal hanya dapat
diketahui dengan test pemekatan kemih dan test Laju Filtrasi
Glomerulus (LFG) secara seksama
b. Stadium II, dinamakan insufisiensi ginjal
Pada stadium ini, 75% lebih jaringan yang berfungsi telah rusak,
LFG besarnya 25% dari normal, kadar BUN dan kreatinin serum
11

mulai meningkat dari normal, gejala-gejala nokturia atau sering


berkemih di malam hari sampai 700 ml dan poliuria (akibat dari
kegagalan pemekatan).
c. Stadium III
Dinamakan gagal ginjal stadium akhir atau uremia, sekitar 90%
dari massa nefron telah hancur atau rusak, atau hanya sekitar
200.000 nefron saja yang masih utuh dan nilai LFG hanya 10% dari
keadaan normal.
5. Derajat Gagal Ginjal Kronik
Menurut Black dan Hawks (2009) manifestasi GGK berdasarkan
derajatnya adalah sebagai berikut
Derajat GGK Manifestasi Klinis
Tekanan darah pasien normal, tidak terdapat
Derajat I tanda-tanda
abnormalitas hasil tes laboratorium dan manifestasi
klinis.
Tanpa manifestasi klinis, terdapat hipertensi, mulai
Derajat II muncul
hasil tes laboratorium abnormal.
Tanpa gejala, hasil tes laboratorium abnormal pada
Derajat III beberapa
sistem organ, terdapat hipertensi.
Terdapat manifestasi klinis berupa kelelahan dan
Derajat IV penurunan
rangsangan.
BUN meningkat, anemia, hipokalsemia,
Derajat V hiponatremia, asam
urat meningkat, proteinurea, pruritus, edema,
hipertensi,
kreatinin meningkat, penurunan rangsangan,
asidosis
metabolik, mudah mengalami perdarahan,
hiperkalemia.

6. Komplikasi Gagal Ginjal Kronik


Suyono (2011) menyatakan bahwa komplikasi gagal ginjal kronik adalah
sebagai berikut :
12

a. Hiperkalemia,akibat penurunan sekresi, asidosis metabolic,


katabolisme dan masukan diit berlebih
b. Perikarditis, efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk
sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat
c. Hipertensi akibat retensi retensi cairan dan natrium serta malfungsi
sistem reninangiotensin-aldosteron.
d. Anemia :akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel
darah merah
e. Penyakit tulang serta klasifikasi akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum rendah, metabolism vitamin D dan peningkatan kadar
aluminium
f. Asidosis metabolic, osteodistropi ginjal sepsis, neuropati perifer,
hiperuremia
7. Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronik
Pengobatan gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi 2 (dua) tahap
(Guyton, 2011), yaitu tindakan konservatif dan dialisis atau transplantasi
ginjal.
a. Tindakan Konservatif
Tujuan pengobatan pada tahap ini adalah untuk meredakan atau
memperlambat gangguan fungsi ginjal progresif, pengobatan antara
lain:
1) Pengaturan diet protein, kalium, natrium, dan cairan
2) Pencegahan dan pengobatan komplikasi; hipertensi,
hiperkalemia, anemia, asidosis,
3) Diet rendah fosfat.
b. Pengobatan hiperurisemia
Adapun jenis obat pilihan yang dapat mengobati hiperuremia
pada penyakit gagal ginjal lanjut adalah alopurinol. Efek kerja obat ini
mengurangi kadar asam urat dengan menghambat biosintesis
sebagai asam urat total yang dihasilkan oleh tubuh.
c. Dialisis
1) Hemodialisa
Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan
pada pasien dalam keadaan sakit akut dan memerlukan terapi
13

dialisis jangka pendek (beberapa hari sampai beberapa minggu)


atau pada pasien dengan gagal ginjal kronik stadium akhir atau
End Stage Renal Desease (ESRD) yang memerlukan terapi
jangka panjang atau permanen. Sehelai membran sintetik yang
semipermeabel menggantikan glomerulus serta tubulus renal
dan bekerja sebagai filter bagi ginjal yang terganggu fungsinya
itu.
Pada penderita gagal ginjal kronik, hemodialisa akan
mencegah kematian. Namun demikian, hemodialisa tidak
menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal dan tidak
mampu mengimbangi hilangnya aktivitas metabolik atau endokrin
yang dilaksanakan ginjal dan dampak dari gagal ginjal serta
terapinya terhadap kualitas hidup pasien. Pasien dengan gagal
ginjal kronik yang mendapatkan replacement therapy harus
menjalani terapi dialisis sepanjang hidupnya atau biasanya tiga
kali seminggu selama paling sedikit 3 atau 4 jam per kali terapi
atau sampai mendapat ginjal pengganti atau baru melalui operasi
pencangkokan yang berhasil. Pasien memerlukan terapi dialisis
yang kronis kalau terapi ini diperlukan untuk mempertahankan
kelangsungan hidupnya dan mengendalikan gejala uremia (Price
& Wilson, 2006).
2) CAPD
Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD)
merupakan salah satu cara dialisis lainnya, CAPD dilakukan
dengan menggunakan permukaan peritoneum yang luasnya
sekitar 22.000 cm2. Permukaan peritoneum berfungsi sebagai
permukaan difusi (Price & Wilson, 2006).
d. Transplantasi Ginjal (TPG)
Tranplantasi ginjal telah menjadi terapi pilihan bagi mayoritas pasien
dengan penyakit renal tahap akhir hampir di seluruh dunia. Manfaat
transplantasi ginjal sudah jelas terbukti lebih baik dibandingkan
dengan dialisis terutama dalam hal perbaikan kualitas hidup. Salah
satu diantaranya adalah tercapainya tingkat kesegaran jasmani yang
lebih baik.
14

B. Hemodialisa
1. Pengertian
Hemodialisa adalah suatu proses pembersihan darah dari
akumulasi zat sisa metabolisme tubuh seperti ureum, dan zat yang
dapat meracuni tubuh lainya. Hemodialisa diperuntukan bagi pasien
gagal ginjal tahap akhir atau pasien dengan penyakit akut yang
memerlukan dialisis dalam waktu singkat (DR. Nursalam M.Nurse,
2008). Menurut Brunner and Suddart 2013 menjelaskan bahwa
hemodialisa adalah suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan
cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu
melakukan proses tersebut.
Hemodialisa adalah suatu terapi pengganti ginjal menggunakan
selaput membran semi permeabel (dialiser), berfungsi seperti nefron
yang dapat mengeluarkan sisa-sisa metabolisme dan memperbaiki
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit (Ignatavicius & Workman,
2006). Pengertian lain menjelaskan bahwa hemodialisa adalah
pengalihan darah pasien dari tubuhnya melalui dialyzer yang terjadi
secara difusi dan ultrafiltrasi kemudian darah kembali lagi kedalam
tubuh pasien. Hemodialisa memerlukan akses ke sirkulasi darah pasien
kedan dari dialiser (Baradero, 2009).
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa hemodialisa adalah
terapi pengganti ginjal dengan proses pembersihan darah pasien dari
tubuh melalui dialiser
2. Tujuan Hemodialisa
Menurut Brunner dan Suddart (2013) tujuan dari terapi
hemodialisa antara lain:
a. Mengeluarkan air yang berlebih dalam tubuh.
b. Mengambil zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam darah.
c. Mempertahankan system dapar (buffer) tubuh.
d. Memeprtahankan keseimbangan elektrolit.
3. Indikasi Hemodialisa
Menurut Supeno (2010) menjelaskan indikasi dari terapi hemodialisa
meliputi penyakit dalam, ginekologi, dan indikator kimiawi.
15

a. Penyakit dalam (medikal)


1) ARF (acute renal failure), hemodialisa dilakukan ketika
pengobatan konvensional gagal mempertahankan fungsi ginjal.
ARF juga disebut sebagai AKI (acute kidney injury) yang
merupakan penurunan fungsi ginjal dengan cepat akibat
rendahnya volume darah, paparan racun, dan obstruksi kemih
(pembesaran prostat).
2) CRF (chronic renal failure), diindikasikan ketika pengobatan
konvensional tidak cukup. GGK adalah penurunan fungsi ginjal
yang sifatnya progresif dan tidak reversible (Soeparman dalam
Supeno, 2010).
3) Snake bite, diindikasikan karena sebagian besar fungsi organ
tubuh mengalami kegagalan, terutama ginjal akibat dari gigitan
ular.
4) Keracunan atau toksik, disebabkan oleh makanan atau minuman
yang tidak sehat seperti minuman beralkohol, makanan yang
sangat pedas, dan lain-lain.
5) Malaria falciparum fulminant, sejenis dengan hepatitis yang
semula didiagnosis sebagai gagal hati. Semakin lama penyakit
ini akan mengakibatkan ginjal tidak berfungsi sempurna,
sehingga proses pembuangan racun dan kotoran darah
mengalami gangguan.
6) Leptospirosis, disebabkan oleh bakteri Leptospira sp. yang
menular melalui hewan ke manusia atau sebaliknya (zoonosis).
b. Ginekologi
1) APH (antepartum hemorrhage), perdarahan prepartum selama
masa kehamilan, perdarahan ini dapat mengakibatkan berat
badan janin berkurang dan membahayakan kondisi ibu dan janin.
2) PPH (postpartum hemorrhage), perdarahan setelah melahirkan.
3) Septic abortion, aborsi yang terjadi dengan infeksi rahim.
c. Indikator biokimiawi
1) Peningkatan BUN (blood urea nitrogen) > 20-30 mg%/hari.
2) Serum kreatinin > 2 mg%/hari.
3) Hiperkalemia, keadaan konsentrasi kalium > 5 mEq/L darah.
16

4) Kelebihan cairan yang parah.


5) Edema pulmo akut yang tidak berespon dengan terapi medis
4. Prinsip-prinsip Hemodialisa
Dialisis berkesinambungan adalah terapi pengganti bagi pasien
gagal ginjal tahap akhir.Terapi ini bertujuan mengeluarkan cairan dan
zat-zat sisa metabolisme dari dalam tubuh saat ginjal tidak lagi mampu
melakukan fungsi ekskresinya.Prinsip hemodialisa adalah menempatkan
darah berdampingan dengan cairan dialisat yang dibatasi oleh
membrane yang disebut membrane semipermiabel.Membrane ini hanya
mampu dilewati air dan zat tertentu dengan berat molekul tertentu.
Tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisa menurut Suwitra
(2010) adalah difusi, osmosis, dan ultrafiltrasi.
a. Proses difusi adalah proses berrpindahnya zat toksin dan limbah di
dalam darah yang berkonsentrasi tinggi menuju ke cairan dialisat
yang memiliki konsentrasi lebih rendah.
Proses difusi dipengaruhi oleh:
1) Perbedaan konsentrasi
2) Berat molekul ( makin kecil berat molekul suatu zat, makin
cepat zat itu keluar)
3) QB (Blood Pump)
4) Luas perrmukaan membrane
5) Suhu cairan
6) Tahanan / resistensi membrane
7) Besar dan banyaknya pori pada membrane
8) Ketebalan / permeabilitas membrane
Fakor-faktor di atas adalah faktor yang menentukan klirens
dialiser.Klirens dialiser adalah kemampuan dialiser untuk
mengeluarkan zat-zat terlarut dalam darah atau banyaknya darah
yang dapat dibersihkan dari zat-zat terlarut yang tidak dibutuhkan
secara komplit yang dinyatakan dalam ml/menit.
b. Proses osmosis adalah proses perpindahan air dari dalam tubuh
karena adanya tenaga kimiawi yang terjadi karena adanya
perbedaan osmolaritas darah dan dialisat.
17

c. Proses ultrafiltrasi adalah proses berpindahnya air dan bahan


terlarut karena perbedaan tekanan hidrostatis pada kompartemen
darah dan kompartemen cairan dialisat. Tekanan hidrostatik /
ultrafiltrasi adalah yang memaksa air keluar dari kompartemen
darah ke kompartemen dialisat. Besar tekanan ini ditentukan oleh
tekanan positif dalam komparatemen darah dan tekanan negative
dalam kompartemen dialisat yang disebut TMP (trans membrane
pressure) yang dinyatakan dalam mmHg.
5. Komponen Utama Pada Hemodialisa
Proses hemodialisa melibatkan 5 komponen dasar, yaitu
(O’Calaghan, 2010) :
a. Arterial – Venous Blood Line (AVBL)
Bagian-bagian dari AVBL antara lain konektor, ujung runcing,
segmen pump, tubing arterial atau venous pressure, tubing udara,
bubble trap, tubing infus atau transfuse set, port biru obat, port
darah/heparin, tubing heparin dan ujung tumpul. Pada proses awal
hemodialisa dikenal istillah priming volume. Priming volume adalah
volume cairan yang diisikan pertama kali pada AVBLdan
kompartemen dialiser.Jumlah Priming volume pada AVBL antara
100-500 ml. AVBL dibagi menjadi dua bagian yaitu:
1) Arterial Blood Line (ABL)
ABL merupakan tubing-tubing atau selang-selang plasstik yang
menghubungkan darah dari selang akses vaskuler tubuh pasien
menuju dialyzer, disebut dengan inlet yang ditandai dengan
warna merah.
2) Venous Blood Line (VBL)
VBL adalah tubing atau selang plastic yang menghubungkan
akses darah dari dialiser dengan tubing akses vaskuler menuju
tubuh pasien, tubing ini disebut dengan outlet ditandai dengan
warna biru.
b. Dialiser
Dialiser merupakan suatu tabung yang terdiri atas 2 ruangan
(kompartemen).Yang pertama adalah kompartemen darah yaitu
ruangan yang berisi darah.yang ke 2 adalah kompartemen dialisat
18

yaitu ruangan yang berisi cairan dialisat. 2 kompartemen ini


dipisahkan oleh membran semipermiabel. Membrane
semipermiabel ini merupakan selaput yang sangat tipis yang
mempunyai pori submikroskopis. Hanya paratikel dengan berat
molekul kecil dan sedang yang dapat melewati membrane
ini.Sedangkan partikel dengan berat molekul besar tidak dapat
melewati membrane ini. Di dalam dialiser ini terjadi proses difusi,
osmosis dan ultrafiltrasi. Material yang menyusun dialiser ini antara
lain: cellulose, substitusi cellulose, cellulosynthetic, synthetic. Pada
umumnya dialiser memiliki sifat-sifat antara lain: luas permukaan
dialiser, ukuran besar pori atau permeabilitas ketipisanya, koefisien
ultrafiltrasi, volume dialiser, kebocoran darah tidak boleh terjadi,
dapat di re-use tanpa merubah klirens dan ultrafiltrasinya, dan yang
terakhir adalah dilaiser mempunyai harga yang berfariasi. Dialiser
mempunyai 4 lubang.2 lubang diujung untuk keluar masuknya
darah.2 lubang disamping untuk keluar masuknya cairan dialisat.
c. Air
Jumlah air yang dibutuhkan dalam satu kali proses hemodilisa
kurang lebih 150 liter selama 5 jam proses hemodialisa. Sumber air
bisa berasal dari mana saja seprti air PAM atau air sumur. Nammun
air ini harus diolah terlebih dahulu sehingga sesuai dengan standar
AAMI ( Association for the Addvancement of Medical Instrument).
Air dalam proses hemodialisa dibutuhkan untuk mencampur cairan
dialisat pekat.
d. Larutan Dialisat
Dialisat adalah larutan yang mengandung elektrolit dalam komposisi
tertentu.Ada 2 macam cairan dialisat yaitu dialisat asetat dan
bicarbonate. Menurut komposisinya ada beberapa macam dialisat
asetat antara lain jenis standart, free potassium, low calcium.
Sedangkan dialisat bicarbonate ada yang berbentuk powder
sehingga dalam penggunaanya harus diencerkan terlebih dahulu
dengan air murni sebanyak 9,5 liter dan ada yang sudah berbentuk
cair siap pakai.
19

e. Mesin hemodialisa
Prinsip kerja mesin hemodialisa dari berbagai merk mesin adalah
sama yaitu sistem blood pump, pengaturan cairan dialisat, sistem
pemantauan mesin terhadap blood circuit dan dialisat circuitdan
berbagai monitor untuk mendeteksi adanya kesalahan. Mesin
hemodilaisa juga dilengkapi dengan beberapa komponen tambahan
antara lain heparin pump, tombol bicarbonate, kateter vena dan
blood volume monitor.
6. Proses Hemodialisa
Pada umumnya manusia dewasa normal memiliki darah sekitar
5,6 s/d 6,8 liter. Pada proses hemodialisa darah ini dikeluarkan dari
dalam tubuh pasien dan dialirkan ke dalam ginjal artifisial (dialiser).
Darah yang sudah disaring dimasukan kembali kedalam tubuh pasien.
Dalam proses ini hanya sekitar 0,5 liter darah yang berada diluar tubuh
pasien. Untuk proses hemodialisa dibutuhkan akses untuk keluar
masuknya darah dari tubuh pasien. Terdapat 3 jenis akses yang dapat
dipilih oleh pasien yaitu arteriovenous (AV) fistula, AV graft dan central
venous catheter (CVC).Saat ini akses yang paling direkomendasikan
adalah AV fistula kaarena lebih aman dan nyaman untuk pasien (Niken,
2011).
Sebelum dilakukan terapi hemodialisa pasien akan diperiksa
tanda-tanda vitalnya terlebih dahulu untuk memastikan apakah pasien
layak untuk menjalani hemodialisa. Selain itu juga dilakukan timbang
berat badan untuk menentukan berapa jumlah cairan yanag harus
diibuang selama terapi.Langkah selanjutnya adalah menghubungkan
pasien dengan mesin hemodialisa dengan memasang blood line dan
jarum pada akses vascular pasien. Jika semua sudah terpasang maka
proses pencucian darah dapat dimulai. Pada proses hemodialisa darah
tidak mengalir kedalam mesin HD melainkan hanya mengalir melalui
selang-selang darah dan dialiser. Mesin HD berperan sebagai pompa
dan monitor yang mengtur aliran darah, tekanan darah, memberika
informasi jumlah cairan yang dikeluarkan dari tubuh dan memberikan
informasi vital lainya. Selain itu mesin juga mengatur aliran cairan
20

dialisat yang berfungsi sebagai pelarut zat-zat terlarut dalam darah yang
tidak dibutuhkan oleh tubuh (Maribot, 2011).
7. Kelebihan dan kekurangan hemodialisa
Menurut Rahman, Kaunang, dan Elim (2016) hemodialisa memiliki
beberapa kelebihan dan kelemahan antara lain:
a. Kelebihan
1) Memerlukan bantuan tenaga medis yang profesional untuk
melakukan terapi hemodialisa.
2) Waktu yang dibutuhkan untuk hemodialisa selama empat
sampai lima jam dalam periode dua sampai tiga kali setiap
minggu. Hemodialisa dilakukan di rumah sakit.
3) Menjaga asupan makanan dan minuman.
b. Kelemahan
Sering terjadi hipotensi, kram otot, DDS saat terapi berlangsung.
8. Dampak Hemodialisa
Menurut Canisty (2010) pasien yang menjalani hemodialisis
menghadapi masalah-masalah dalam menjalani hidupnya karena
membawa dampak, diantaranya :
a. Dampak fisik
Dampak fisik seperti penurunan stamina, daya tahan tubuh, serta
kekuatan fisik yang dimiliki. Pengaturan nutrisi yang ketat juga
membuat pasien mengalami penurunan berat badan atau berat
badan tidak seimbang
b. Dampak sosial
Sehubungan dengan rangkaian perawatan medis yang harus di lalui
antara lain : individu akan kehilangan pekerjaan dan kehilangan
kebebasan pribadi.
c. Dampak psikologis
Hal ini terlihat dari sikap individu yang tidak dapat menerima begitu
saja bahwa harus menjalankan terapi hemodialisa seumur hidup.
Mereka merasa sudah cacat dan akan menderita selama hidupnya,
hal ini akan menimbulkan stressor, kecemasan maupun depresi.
21

9. Komplikasi Hemodialisa
Hemodialisis merupakan tindakan untuk mengganti sebagian dari
fungsi ginjal. Tindakan ini rutin dilakukan pada penderita penyakit ginjal
tahap akhir stadium akhir. Walaupun tindakan hemodialisis saat ini
mengalami perkembangan yang cukup pesat, namun masih banyak
penderita yang mengalami masalah medis saat menjalani hemodialisis.
Komplikasi yang sering terjadi pada penderita yang menjalani
hemodialisis adalah gangguan hemodinamik. Tekanan darah umumnya
menurun dengan dilakukannya ultrafiltrasi atau penarikan cairan saat
hemodialisis. Hipotensi intradialitik terjadi pada 5-40% penderita yang
menjalani hemodialisis regular, namun sekitar 5-15% dari pasien
hemodialisis tekanan darahnya justru meningkat. Kondisi ini disebut
hipertensi intradialitik atau intradialytic hypertension (Agarwal & Light,
2010).
a. Komplikasi Akut
Komplikasi akut hemodialisis adalah komplikasi yang terjadi selama
hemodialisis berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi
diantaranya adalah hipotensi, kram otot, mual dan muntah, sakit
kepala, sakit dada, sakit punggung, gatal, demam, dan menggigil
(Bieber & Himmelfarb, 2013; Sudoyo et al., 2009).
b. Komplikasi kronik
Komplikasi kronik yang terjadi pada pasien hemodialisis yaitu
penyakit jantung, malnutrisi, hipertensi/volume excess, anemia,
Renal osteodystrophy, Neurophaty,disfungsi reproduksi, komplikasi
pada akses, gangguan perdarahan, infeksi, amiloidosis, dan
Acquired cystic kidney disease (Bieber & Himmelfarb, 2013).
Terjadinya gangguan pada fungsi tubuh pasien hemodialisis,
menyebabkan pasien harus melakukan penyesuaian diri secara terus
menerus selama sis hidupnya. Bagi pasien hemodialisis, penyesuaian
ini mencakup keterbatasan dalam memanfaatkan kemampuan fisik dan
motorik, penyesuaian terhadap perubahan fisik dan pola hidup,
ketergantungan secara fisik dan ekonomi pada orang lain serta
ketergantungan pada mesin dialisa selama sisa hidup. Menurut Moos
22

dan Schaefer dalam Sarafino (2006) mengatakan bahwa perubahan


dalam kehidupan merupakan salah satu pemicu terjadinya depresi.

C. Kepatuhan diet gagal ginjal kronik


1. Pengertian
Kepatuhan diet merupakan satu penatalaksanaan untuk
mempertahankan fungsi ginjal secara terus menerus dengan prinsip
rendah protein, rendah garam, rendah kalium dimana pasien harus
meluangkan waktu menjalani pengobatan yang dibutuhkan (Sumigar,
Rompas dan Pondaag, 2015).
Secara umum, pasien dialysis disarankan untuk meningkatkan asupan
protein dan membatasi jumlah kalium, fosfor, natrium dan cairan dalam
diet. Pasien dengan gagal ginjal atau kondisi kesehatan lain mungkin
memiliki pembatasan diet tambahan. Sangat penting untuk berbicara
dengan ahli gizi tentang kebutuhan diet individu. Tim asuhan dialysis
akan memantau pengobatan pasien dengan tes laboratorium bulanan
untuk memastikan pasien mendapatkan jumlah yang tepat dari dialysis
dan bahwa pasien memenuhi tujuan dietnya (National Kidney
Foundation, 2016).
2. Tujuan
Tujuan terapi diet Bagi pasien gagal ginjal kronik dalam
mengendalikan keseimbangan cairan dan mengeluarkan berbagai
produk limbah. Dalam diet ini harus dipertimbangkan kandungan protein,
natrium, kalium pada makanana. Jumlah unsur-unsur gizi tersebut
dikurangi bila eksresi terganggu dan ditingkatkan bila terjadi kehilangan
yang abnormal lewat urine.
3. Prinsip diet pasien gagal ginjal kronis
Diet memegang peranan penting dalam penatalaksanaan pasien
yang menjalani hemodialisis. Diet yang diberikan harus disesuaikan
dengan kebutuhan pasien dan secara berkala diperlukan penyesuaian
mengingat perjalanan penyakit yang progresif. Menurut PERNEFRI,
(2014) prinsip diet bagi penderita gagal ginjal kronis adalah :
a. Pertimbangan pasokan energi Masukan energi yang memadai
untuk mencegah terjadinya pemecahan protein jaringan
23

b. Ekskresi
Pasien mungkin mengeksresikan atau mengeluarkan air,
natrium dan kalium dengan jumlah yang sanga banyak. Kehilangan
ini harus diimbangi dan masukannya harus berdasarkan pada
pengeluarannya. Jika pasien menderita hipertensi dan edema atau
bengkak, jumlah garam mungkin harus dibatasi. Sebagian pasien
akan menahan kalium hingga taraf yang tidak proporsional
sehingga diperlukan pembatasan kalium. Masukan kalium dapat
diatur dengan mempelajari kandungan kalium pada berbagai jenis
makanan. Apabila jumlah natrium harus dibatasi, makanan harus
dimasak tanpa penambahan garam dan juga makanan yang
disajikan tidak boleh dibubuhi garam. Makanan yang asin jelas
harus dihindari. Pemakaian bahan pengganti garam hanya
diperbolehkan dengan seijin dokter karena bahan tersebut
mengandung kalium dalam jumlah yang tinggi.
c. Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber energi yang baik. Jika Anda
sedang menjalani diet rendah protein, Anda dapat mengganti kalori
protein dengan buah-buahan, roti, biji-bijian dan sayuran. Makanan
ini memberikan energi, serta serat, mineral, dan vitamin. Terdapat
juga daftar sumber makanan lainnya seperti permen, gula, madu,
dan jelly. Jika diperlukan, Anda bahkan bisa mengkonsumsi
makanan penutup berkalori tinggi seperti kue, selama Anda tetap
membatasi makanan penutup yang dibuat dari susu, coklat,
kacang,atau pisang.
d. Lemak
Lemak bisa menjadi sumber kalori yang baik. Pastikan untuk
menggunakan monounsaturated dan polyunsaturated lemak
(minyak zaitun, minyak canola, minyak safflower) untuk melindungi
kesehatan jantung.
e. Protein
Masukan protein harus dikurangi sampai suatu taraf tertentu
dan pengurangan ini berdasarkan kepada kemampuan ginjal untuk
mengeksresikan atau mengeluarkan bahan nitrogen serta garam
24

yang ada hubungannya dengan metabolisme protein. Kemungkinan


pasien dapat mentolerir diet rendah protein yang memberikan 40
gram protein sehari untuk permulaannya. Apabila keadaan uremia
berlanjut sampai tahap yang menyebabkan hilangnya selera makan,
nausea dan pasien menjadi lemah, harus mempertimbangkan diet
rendah protein dengan protein 20 gram/hari. Setelah mulai dialisis,
pasien perlu makan lebih banyak protein. Diet tinggi protein dengan
ikan, unggas, atau telur setiap kali makan. Ini akan membantu untuk
mengganti otot dan jaringan lain yang hilang. Pasien yang menjalani
dialisis harus makan 8-10 ons makanan tinggi protein setiap hari.
Dokter, ahli diet atau perawat akan menyarankan untuk
menambahkan putih telur, telur bubuk putih, atau bubuk protein.
Menurut Giordano-Giovanetti, dalam sehari hanya 20 gram
protein yang diberikan kepada pasien lewat diet tersebut. Jumlah ini
mencukupi untuk suatu waktu yang terbatas asalkan semua asam
amino esensial terdapat dalam diet tersebut dan jumlah kalorinya
juga mencukupi. Hilangnya protein lewat urine harus diimbangi
dengan peningkatan masukan protein yang sesuai. Berbagai derajat
pembatasan garam diperlukan. Sebagai contoh, makanan yang
dimasak dan disajikan tanpa penambahan garam, dan menghindari
makanan bergaram termasuk margarin atau mentega biasa, tetapi
menggunakan roti rendah protein yang mengandung natrium (dibuat
dengan soda kue), akan memberikan masukan natrium sampai
kurang lebih 36 mmol per hari.
Selera makan pasien dengan gagal ginjal kronis mengalami
penurunan sehingga diperlukan berbagai upaya untuk
mempertahankan nilai kalori pada diet yang diberikan. Upaya ini
mencakup pemakaian bahan makanan tinggi kalori rendah protein
seperti gula, glukosa, mentega, margarin, minyak dan krim. Jumlah
nasi yang merupakan bahan makanan dengan kandungan protein
rendah tetapi mempunyai nilai kalori cukup tinggi dapat ditambah
sesuai dengan kemampuan makan pasien. Makanan khusus, yang
meliputi roti dan biskuit rendah protein, yang dapat dibeli di toko-
toko swalayan dan khusus diperuntukkan bagi jenis diet ini. Diet
25

tersebut juga membutuhkan suplemen vitamin B kompleks dan


vitamin C. Mengingat diet ini kaya akan hidratarang, vitamin yang
paling dibutuhkan adalah vitamin B1. Zat besi juga terkadang
diberikan pada pasien-pasien tersebut.
Apabila pasien dapat mematuhi diet, maka kadar ureum darah
akan turun dan akan merasakan kesehatan yang lebih baik dan
lebih nyaman sehingga memotivasi untuk bertahan pada diet
tersebut.
D. Interdialytic Weight Gain (IDWG)
1. Pengertian
Interdialytic Weight Gain (IDWG) merupakan peningkatan
volume cairan yang dimanifestasikan dengan peningkatan berat
badan sebagai indikator untuk mengetahui jumlah cairan yang masuk
selama periode interdialitik. Pasien secara rutin diukur berat
badannya sebelum dan sesudah hemodialisis untuk mengetahui
kondisi cairan dalam tubuh pasien, kemudian IDWG dihitung
berdasarkan berat badan kering setelah hemodialisis (Reams &
Elder, 2013)
2. Komplikasi
IDWG melebihi 4,8% akan meningkatkan mortalitas meskipun
tidak dinyatakan besarannya. Penambahan nilai IDWG yang terlalu
tinggi dapat menimbulkan efek negatif terhadap tubuh diantaranya
terjadi hipotensi, kram otot, sesak nafas, mual dan muntah (Moissl
et al, 2013)
3. Pengukuran
Pengukuran Interdialytic Weight Gain (IDWG) diukur
berdasarkan berat badan kering (dry weight) pasien dan juga dari
pengukuran kondisi klinis pasien. Berat badan kering adalah berat
badan tanpa kelebihan cairan yang terbentuk antara perawatan
dialisis atau berat badan terendah yang aman dicapai pasien
setelah dilakukan dialisis (Thomas, 2013). Sedangkan menurut
Linberg (2010) berat badan kering adalah berat badan dimana tidak
ada tanda-tanda klinis retensi cairan.
26

4. Faktor yang mempengaruhi


a. Usia
Peningkatan IDWG dapat terjadi pada semua usia, hal ini
berhubungan dengan kepatuhan dalam pengaturan masukan
cairan. Hasil penelitian yang dilakukan Kimmel et al (2010)
menunjukkan bahwa usia merupakan faktor yang kuat terhadap
tingkat kepatuhan pasien, dimana pasien dengan usia muda
mempunyai tingkat kepatuhan yang rendah dibanding usia
yang lebih tua
b. Jenis kelamin
IDWG berhubungan dengan perilaku kepatuhan pasien dalam
menjalani hemodialisis. Baik laki-laki maupun perempuan
mempunyai faktor resiko yang sama untuk terjadi peningkatan
IDWG. Selain faktor kepatuhan, air total tubuh laki-laki
membentuk 60% berat badannya, sedangkan air total tubuh
dari perempuan membentuk 50% dari berat badannya. Laki-laki
memiliki komposisi tubuh yang berbeda dengan perempuan
dimana jaringan otot laki-laki lebih banyak dibandingkan
dengan perempuan yang memiliki lebih banyak jaringan lemak.
Lemak merupakan zat yang bebas air, maka makin sedikitnya
lemak akan mengakibatkan makin tinggi presentase air dari
berat badan seseorang (Price & Wilson, 2010). Total air tubuh
akan memberikan penambahan berat badan yang meningkat
lebih cepat daripada penambahan yang disebabkan oleh kalori.
Terkait dengan hal tersebut pada pasien hemodialisis
penambahan berat badan diantara dua waktu dialisis pada laki-
laki lebih tinggi daripada perempuan (Worden, 2009)
c. Kepatuhan diet
Pembatasan masukan cairan pada pasien dengan gagal ginjal
kronik diperlukan perhatian untuk mencegah terjadinya
komplikasi. Cairan yang masuk dan keluar harus seimbang baik
melalui urine maupun yang keluar tanpa disadari klien (Guyton,
2009). Pemasukan cairan dalam 24 jam yang dianjurkan untuk
pasien yang menjalani hemodialisa adalah 500cc (IWL) +
27

produksi urin/24 jam. Sebagai contoh seseorang yang


mengeluarkan urin 300 cc/24 jam, maka cairan yang boleh
dikonsumsi adalah 500 cc+300 cc = 800 cc/ 24 jam (Malawat,
2011).
d. Lama menjalani hemodialisa
Seseorang yang menderita gagal ginjal kronis tahap akhir harus
menjalani terapi pengganti ginjal seumur hidup, dan salah
satunya adalah dengan hemodialisa. Dalam pengobatan yang
memerlukan jangka waktu panjang akan memberikan
pengaruh-pengaruh bagi penderita seperti tekanan psikologi.
Suryaningsih (2010) menyatakan bahwa pasien gagal ginjal
kronik yang telah lama menjalani hemodialisa cenderung
memiliki tingkat cemas yang lebih rendah dibandingkan dengan
pasien yang baru menjalani hemodialisis. Pasien yang sudah
lama menjalani hemodialisis kemungkinan sudah dalam fase
penerimaan
28
29

E. Kerangka teori

A. Gagal ginjal
kronik

Penatalaksanaan
Gagal ginjal kronik

Pengobatan hiperurisemia
Tindakan konservatif Hemodialisa

Dampak hemodialisa Tujuan hemodialisa

Mengeluarkan air yang berlebih


dalam tubuh.
Interdialytic Weight Gain (IDWG). Mengambil zat-zat nitrogen yang
toksik dari dalam darah.
Mempertahankan system dapar
(buffer) tubuh.
Memeprtahankan
keseimbangan elektrolit
Faktor-faktor yang
mempengaruhi
a. Usia
b. Jenis kelamin
c. Kepatuhan diet
d. Lama menjalani hemodialisa

Gambar 2.1 kerangka teori


30

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Variabel penelitian
Variabel penelitian adalah karakteristik subjek penelitian yang
berubah dari satu subjek ke subjek lainnya (Hidayat, 2017). Variabel
penelitian dalam penelitian yang dilakukan adalah :
1. Variabel independen (bebas)
Variabel independen adalah variable yang menjadi sebab perubahan
atau timbulnya variable dependen (terikat). Variable ini juga dikenal
dengan nama variable bebas artinya bebas dalam mempengaruhi
variable lain (Hidayat, 2017). Variabel independen yang terdapat pada
panelitian ini adalah riwayat lama menjalani hemodialisa dan kepatuhan
diet .
2. Variabel Dependent (tergantung/terikat)
Variabel dependent adalah variabel yang dipengaruhi. Variabel
tergantung juga disebut kejadian, manfaat, efek atau dampak (Hidayat,
2017). Variabel dependent dalam penelitian ini adalah Interdialytic
Weight Gain (IDWG).

B. Hipotesa
Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap
permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul
(Hidayat, 2017). Berdasarkan dari tinjauan konsep penelitian di atas, maka
hipotesa yang dapat dirumuskan adalah :
Ha1 : “Ada hubungan hubungan kepatuhan diet dengan peningkatan Interdialytic
Weight Gain (IDWG) pada pasien yang menjalani hemodialisa di Rumah Sakit
Permata Bunda Purwodadi.”
Ha2 : “Ada hubungan riwayat lama menjalani hemodialisa dengan peningkatan
Interdialytic Weight Gain (IDWG) pada pasien yang menjalani hemodialisa di Rumah
Sakit Permata Bunda Purwodadi.”
31

Ho1 : “tidak ada hubungan riwayat lama menjalani hemodialisa dengan


peningkatan Interdialytic Weight Gain (IDWG) pada pasien yang menjalani
hemodialisa di Rumah Sakit Permata Bunda Purwodadi ”
Ho2 : “tidak ada hubungan kepatuhan diet dengan peningkatan Interdialytic
Weight Gain (IDWG) pada pasien yang menjalani hemodialisa di Rumah Sakit
Permata Bunda Purwodadi”

C. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu
terhadap konsep yang lainnya dari maalah yang akan diteliti (Hidayat, 2017).
Kerangka konsep penelitian dimaksudkan untuk membatasi ruang lingkup
dan mengarahkan penelitian yang dilakukan. Kerangka konsep dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
Variabel Independen Variabel Dependen
Riwayat lama menjalani HD Tingkat
Interdialytic Weight Gain (IDWG)

Kepatuhan diet
Ti
Gambar 3.! Kerangka Konsep
da

D. Rancangan Penelitian
1. Jenis dan desain penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional, penelitian
korelasi atau korelasional merupakan suatu penelitian untuk mengetahui
hubungan dan tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih tanpa
ada upaya untuk mempengaruhi variabel tersebut sehingga tidak
terdapat manipulasi variabel (Faenkel dan Wallen, 2013). Penelitian ini
merupakan jenis penelitian korelasi dengan menggunakan desaign
cross sectional. Yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika
korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara
pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu
saat (Notoadmojo, 2012).
32

2. Metode dan prosedure pengumpulan data


a. Metode pengumpulan data
Metode pengumpulan data merupakan cara yang dilakukan
dalam penggumpulan data penelitian (Hidayat, 2017). Adapun
metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :
1) Pengumpulan data primer
Pengumpulan data primer adalah data yang diperoleh dari
responden melalui kuesioner, kelompok fokus, dan panel, atau
juga data hasil wawancara peneliti dengan narasumber
(Sujarweni, 2014). Data primer dalam penelitian ini adalah
Lembar observasi lama menjalani HD, kepatuhan diet dan
kuesioner Interdialytic Weight Gain (IDWG).
2) Pengumpulan data sekunder
Pengumpulan data sekunder adalah data yang didapat dari
catatan, buku, , laporan pemerintah, artikel, buku-buku sebagai
teori, majalah, dan lain sebagainya. Data yang diperoleh dari
data sekunder ini tidsk perlu diolah lagi (Sujarweni, 2014). Data
sekunder dari penelitian dengan cara mencari literatur
kepustakaan baik dengan buku maupun literatur jurnal di
internet.
b. Prosedur pengumpulan data
Prosedur pengumpulan data penelitian ini di lakukan dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
1) Melakukan studi pendahuluan pada pasien yang menjalani
hemodialisa di Rumah Sakit Permata Bunda Purwodadi
2) Menjelaskan tujuan, manfaat dan prosedure penelitian kepada
calon responden
3) Mengelompokan responden yang bersedia mengikuti penelitian
dan memenui kriteria penelitian
4) Memberikan lembar persetujuan (inform consent) kepada
responden
5) Mengidentifikasi lama pasien menjalani HD dan kepatuhan diet
pasien yang menjalani HD di Rumah sakit Permata bunda
Purwodadi
33

6) Mengidentifikasi Interdialytic Weight Gain (IDWG) pada pasien


yang menjalani hemodialisa di Rumah Sakit Permata Bunda
Purwodadi
7) Data dikumpulkan dan di analisa untuk melihat ada tidaknya
hubungan riwayat lama menjalani hemodialisa dan kepatuhan
diet dengan peningkatan Interdialytic Weight Gain (IDWG) pada
pasien yang menjalani hemodialisa di Rumah Sakit Permata
Bunda Purwodadi.

3. Populasi
Populasi merupakan seluruh subjek atau objek dengan
karakteristik tertentu yang diteliti, bukan hanya objek atau subjek yang
dipelajari saja tetapi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki subjek
atau objek tersebut (Sugiyono, 2009). Populasi penelitian ini adalah
seluruh pasien rawat jalan gagal ginjal kronik yang menjalani
hemodialisa.rutin sejumlah 484 pasien.
4. Sampel penelitian
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti
(Arikunto, 2010). Tekhnik sampling yang akan digunakan dalam
penelitian adalah purposive sampling, yaitu tekhnik pengambilan sampel
yang dapat disesuaikan dengan tujuan penelitian (Hidayat, 2017).
Dalam menentukan jumlah minimal sampel, maka ditentukan

menggunakan rumus slovin :

N
n=
N ( d )2 +1
Keterangan :
N : Besar populasi
n : Jumlah sampel
d : Tingkat ketepatan yang diinginkan (5%)
Dengan pemilihan sampel tetap disesuaikan dengan kriteria
inklusi dan ekslusi. Adapun kriteria tersebut yang digunakan adalah :
34

a. Kriteria inklusi yaitu kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh
setiap anggota populasi yang dapat di ambil sebagai sampel
(Notoadmojo, 2012) antara lain :
1) Bersedia menjadi responden
2) Pasien dengan gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa
b. Kriteria ekslusi, yaitu ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat
diambil sebagai sampel (Notoadmojo, 2012). Kriteria ekslusi dalam
penelitian yang akan dilakukan adalah
1) Tidak hadir saat pengambilan data
2) Pengisian kuesioner tidak sesuai/tidak komplit
3) Mengundurkan diri
5. Definisi operasional
Tabel 3.3 Definisi Operasional
Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

Independent: Rentang waktu pasien Lembar Hasil ukur Nominal


Lama menjalani dalam menjalani observasi dikategorikan :
HD hemodialisa selama 1. Tidak Lama
ini apabila ≤ 2
tahun
2. Lama apabila >
2 tahun
Independent : Perilaku seseorang Kuesioner Hasil ukur Ordinal
Kepatuhan diet dalam melakukan dikategorikan:
kepatuhan diet gagal 1. Patuh jika nilai
ginjal kroni, cut off pont >
50%
2. Tidak patuh
jika nilai cut off
point <50
tahun
Dependent: Ada tidaknya Lembar Hasil dikategorikan Nominal
Interdialytic peningkatan observasi untuk 1. Interdialytic
Weight Gain
Weight Gain mengukur berat
(IDWG) ringan
(IDWG) badan sebelum bila
penambahan
hemodialisa
berat badan < 4
35

%
2. Interdialytic
Weight Gain
(IDWG) sedang
bila
penambahan
sedang badan
4-6%
3. Interdialytic
Weight Gain
(IDWG) berat
Bila
penambahan
berat badan >
6%

6. Metode pengumpulan Data


Metode pengumpulan data merupakan cara yang dilakukan dalam
pengumpulan data penelitian (Hidayat, 2017). Adapun metode
pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:
a. Pengumpulan data primer
Pengumpulan data primer adalah data yang diperoleh dari
responden melalui lembar observasi, kuesioner, kelompok fokus,
dan panel, atau juga data hasil wawancara peneliti dengan
narasumber (Sujarweni, 2014). Data primer dalam penelitian ini
adalah lembar observasi untuk mengobservasi lama responden
menjalani HD dan kuesioner kepatuhan diet serta lembar observasi
peningkatan Interdialytic Weight Gain (IDWG).
Kelebihan kuesioner :
1) Dalam waktu singkat dapat diperoleh data yang banyak
2) Menghemat tenaga dan biaya
3) Responden dapat memilih waktu senggang untuk
menggisinya, sehingga tidak terlalu dibandingkan dengan
wawancara
4) Secara psikologis responden tidak ikut puasa
Kekurangan
1) Jawaban akan lebih banyak dibumbui dengan sikap dan
harapan-harapan pribadi, sehingga lebih bersifat subjektif
36

2) Dengan adanya bentuk (susunan) pertanyaan yang sama


untuk responden yang sangat hiterogen, maka penafsiran
pertanyaan akan berbeda-beda sesuai dengan latar belakang
sosial, pendidikan, dan sebagainya dari responden.
3) Tidak dapat dilakukan untuk golongan masyarakat yang buta
huruf.
4) Apabila responden tidak dapat memahami pertanyaan atau
tidak dapat menjawab, akan terjadi kemacetan dan mungkin
responden tidak akan menjawab seluruh angket.
5) Sangat sulit untuk memutuskan pertanyaan-pertanyaan
secara cepat dengan mengguanakan bahasa yang jelas atau
bahasa yang sederhana
b. Pengumpulan data sekunder
Pengumpulan data sekunder adalah data yang didapat dari
catatan, buku, majalah berupa laporan keuangan publikasi
perusahaan, laporan pemerintah, artikel, buku-buku sebagai teori,
laporan rumah sakit, dan lain sebagainya (Sujarweni, 2014). Data
sekunder dalam penelitian ini adalah data-data yang di ambil dari
dokumen rumah sakit seperti angka kejadian pasien yang menjalani
hemodialisa.
7. Intrumen pengumpulan data
Instrumen merupakan suatu alat ukur penelitian, instrumen yang
akan digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Lembar observasi
Lembar observasi adalah lembar yang digunakan untuk
mengidentifikasi dan mencatat lama pasien menjalani hemodialisa
serta lembar observasi untuk peningkatan peningkatan Interdialytic
Weight Gain (IDWG).
b. Kuesioner kepatuhan diet
Kuesioner digunakan untuk mengukur kepatuhan diet pasien
yang menjalani hemodialisa dengan setiap soal memiliki pilihan
jawaban menggunakan skala linkert yaitu ada 3 pilihan jawaban
Sering mendapat nilai 2, Kadang-kadang 1 dan tidak pernah 0.
Hasil kuesioner mendapatkan nilai maksimal 30 dan minimal 0.
37

Sebelum digunakan kuesioner di uji validitas dan reliabilitas terlebih


dahulu agar kuesioner yang diberikan benar-benar valid dan layak
untuk dipakai. Adapun uji validitas dan reliabilitas adalah :

1) Uji validitas
Uji validitas adalah suatu indeks yang menunjukan alat ukur itu
benar-benar mengukur apa yang diukur (Hidayat, 2017). Uji
validitas telah dilakukan kepada 20 responden di RSUD
Purwodadi dengan diperoleh rentang nilai r hitung 0.484-0.843.
Dari hasil tersebut dinyatakan bahwa kuesioner valid untuk
digunakan.
2) Uji reliabilitas
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana
suatu alat dapat dipercaya atau diandalkan (Notoatmodjo,
2010). Uji reliabilitas digunakan untuk mencari layak tidaknya 35
kuesioner dipakai untuk instrument penelitian. Hasil dari uji
reliabilitas di dapatkan nila lebih dari 0.60 maka kuesioner
dinyatakan reliable.
8. Rencana Analisa Data
a. Pengolahan Data
Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan dengan tahap
tahap sebagai berikut :.
1) Coding
Pemberian kode variabel pada hasil penelitian untuk
kemudahan analisis dengan computer. .
2) Editing
Editing ini dilakukan dengan cara meneliti setiap materi yang
telah disusun. Editing data dilakukan sebelum proses
pemasukan data, agar data yang salah atau meragukan bisa
diperbaiki.
3) Entry data
Entry data adalah kegiatan memasukan data yang telah
dikumpulkan ke dalam master tabel atau database komputer,
38

kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau bisa


juga dengan membuat tabel.
4) Cleaning
Cleaning data adalah memastikan bahwa data yang telah
dimasukkan sesuai yang sebenarnya, apabila data dari setiap
sumber data atau responden selesai dimasukkan perlu dicek
kembali untuk melihat kemungkinan – kemungkinan adanya
kesalahan – kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan
sebagainya dilakukan pembetulan.
b. Analisa data
Pada tahap ini data di olah dengan metode tertentu, dengan
data kuantitatif melalui proses komputerisasi. Metode analisa yang
digunakan yaitu :
1) Analisa Univariat
Analisis yang dilakukan terhadap masing-masing dan
hasil penelitian untuk mengetahui distribusi dan presentase dari
tiap variabel (Hidayat, 2017). Analisa ini bertujuan untuk
menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variable
penelitian. Bentuk analisa univariat tergantung dari jenis
datanya. Pada penelitian yang akan dilakukan,analisa univariat
dilakukan untuk mengetahui presentase dari karakteristik
responden, presentase lama pasien menjalani HD, presentase
kepatuhan diet dan presentase peningkatan Interdialytic Weight
Gain (IDWG).
2) Analisa Bivariat
Analisa bivariat adalah analisa yang digunakan untuk
mengetahui hubungan antara variabel bebas dengan variabel
terikat dengan menggunakan uji statistic. Analisis bivariat
dalam penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mencari
korelasi dari variabel independent yaitu lama pasien menjalani
hemodialisa dan kepatuhan diet dengan variabel dependent
yaitu peningkatan Interdialytic Weight Gain (IDWG). Analisa
yang digunakan adalah uji korelasi chi square dimana uji
tersebut digunakan untuk variabel yang berskala nominal.
39

Interprestasi dari hasil uji tersebut adalah didasarkan besarnya


nilai p (p-value) yang dibandingkan dengan besarnya α = 0,05.
Bila p < 0,05 berarti secara statistik terdapat hubungan yang
bermakna dan sebaliknya bila p > 0,05 berarti tidak terdapat
hubungan antara dua variabel tersebut
E. Jadwal Penelitian
Penelitian di awali dengan penyusunan judul dan studi pendahuluan yang
dilakukan pada bulan September 2019, kemudian dilanjutkan dengan
penyusunan proposal. Apabila nanti disetujui dan sesuai dengan jadwal
yang direncanakan, penelitian akan dilakukan pada bulan februari tahun
2020. Setelah penelitian selesai dilakukan. Jika sesuai rencana skripsi
akan di ujikan pada bulan Agustus 2020.

Anda mungkin juga menyukai