Anda di halaman 1dari 7

PROPOSAL SKRIPSI

HUBUNGAN PENGATURAN CAIRAN TERHADAP TINGKAT XEROSTOMIA


PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIS DI RS SENTRA MEDIKA CISALAK TAHUN 2022

Disusun Oleh:
Budi Sutrisni
221070087

PROGAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


UNIVERSITAS MEDIKA SUHERMAN
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Penyakit ginjal kronis (PGK) merupakan gangguan kesehatan
masyarakat global dengan prevalensi dan insiden gagal ginjal yang
meningkat, prognosis yang buruk dan biaya pengobatan yang tinggi.
Prevalensi penyakit ginjal kronis meningkat seiring meningkatnya jumlah
penduduk usia lanjut akibat lanjutan dari kejadian penyakit diabetes melitus
serta hipertensi. Sekitar 1 dari 10 populasi global mengalami PGK pada
stadium tertentu (Infodatin, 2017).
Hasil systematic review dan meta-analysis yang dilakukan oleh Hill et
al pada tahun 2016, mendapatkan prevalensi global Penyakit ginjal kronis
sebesar 13,4%. Menurut hasil Global Burden of Disease tahun 2010,
Penyakit ginjal kronis merupakan penyebab kematian peringkat ke-27 di
dunia tahun 1990 dan meningkat diurutan ke-18 pada tahun 2010.
Sedangkan di Indonesia, prevalensi gagal ginjal kronik sebesar 2% (499.800
orang) (Infodatin, 2017). Diketahui juga hasil riset kesehatan dasar tahun
2013 dan 2018, prevalensi gagal ginjal kronik di Indonesia
menyatakan bahwa dari jumlah responden usia ≥15 tahun sebesar 0,2%
tahun 2013 dan terjadi peningkatan sebesar 3,8% di tahun 2018 yang terdiri
(0,3% laki-laki dan 0,2% wanita).
Sementara itu, prevalensi gagal ginjal kronik di Jawa Barat mencapai
0,3 % (tertinggi ke-3 di Indonesia) atau lebih dari 15 ribu orang, sesuai
dengan data dari Indonesian Renal Registry (IRR) tahun 2013 tercatat
jumlah penderita GGK di Jawa Barat sebanyak 15.128 orang. Depok
sebagai salah satu wilayah di Jawa Barat, menurut Laporan SIRS RI, 2017
dalam data 10 besar penyebab kematian di 20 rumah sakit wilayah Depok,
kasus kematian pasien PGK menempati urutan ke 8 dengan presentase
sebesar 4, 38 %.
Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah gangguan fungsi ginjal yang
progresif dan tidak dapat pulih kembali, dimana tubuh tidak mampu
memelihara metabolisme, keseimbangan cairan, dan elektrolit yang
berakibat pada peningkatan ureum. Pada pasien gagal ginjal kronik
mempunyai karakteristik bersifat menetap, tidak bisa disembuhkan, dan
memerlukan pengobatan berupa transplantasi ginjal, dialisis peritoneal, dan
hemodialisis (Black & Hawk, 2014).
Terapi pengganti yang paling banyak dipilih dan dilakukan oleh
pasien PGK di Indonesia adalah hemodialisis. Menurut Health Research
and Development Agency (2013) dalam penelitian Septiwi & Setiaji, (2020),
menunjukkan bahwa pasien PGK yang menjalani hemodialisis di Indonesia
sejumlah 77 ribu pasien. Tahun 2017 Jawa Barat menduduki posisi pertama
provinsi dengan jumlah pasien baru terapi hemodialisis terbanyak, yakni
sebanyak 7.444 pasien (10th Report of Indonesian Renal Registry, 2017).
Penderita dengan ginjal kronik yang menjalani hemodialisa (HD)
harus mematuhi diet, minum obat, pembatasan aktivitas, proses
hemodialisis, dan pembatasan cairan. Apabila cairan tidak dijaga atau terjadi
kelebihan cairan antara sesi dialisis, maka akan menimbulkan dampak
berupa penambahan berat badan, edema, dan peningkatan tekanan darah.
Namun, membatasi cairan selama hemodialisa juga dapat menimbulkan
beberapa efek pada tubuh, salah satunya timbulnya keluhan rasa haus dan
mulut kering (xerostomia) akibat produksi kelenjar ludah yang berkurang
(Bots, et al dalam Dasuki & Basok, 2018).
Faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup pasien hemodialisis
salah satunya adalah ketidakpatuhan dalam asupan cairan dan diet. Banyak
pasien yang gagal mematuhi regimen asupan cairan, walaupun pasien
menyadari pentingnya kepatuhan untuk mempertahankan kehidupan yang
berkualitas. Hal ini terlihat dalam sebuah studi bahwa ketidakpatuhan pasien
hemodialisis berkisar 30-60% (Ahrari et al,. 2014).
Penyebab utama pasien tidak patuh terhadap pembatasan cairan
dikarenakan perasaan haus yang berlebihan atau xerostemia. Xerostomia
sangat lazim pada pasien hemodialisis kronis yaitu berkisar antara 28, 2%-
66,7% dengan berbagai mekanisme yang berkontribusi pada pengembangan
xerostomia (Dirschnabel, 2011).
Rasa haus berlebih atau Xerostomia adalah respon fisiologis dari
dalam tubuh manusia berupa keinginan untuk memenuhi kebutuhan cairan
dalam tubuh. Diperkirakan 68- 86% dari pasien yang menjalani hemodialisis
mengungkapkan pengalaman rasa haus atau mulut kering, yang
menyebabkan ketidaknyamanan dan penderitaan pada pasien hemodialisis
sehingga dapat mempengaruhi kualitas hidup (Fan & Zhang, 2013).
Fisiologis dasar rasa haus merupakan hal yang kompleks pada pasien
hemodialisis kronis (Mckinley et al., 2014). Secara skematis, haus pada
pasien hemodialisis terutama osmometrik (Lindley, 2009), meliputi asupan
garam, meningkatnya osmolaritas cairan di ekstraseluler, dan menyusutnya
sel-sel osmoreseptor di dalam hipotalamus yang menyebabkan keinginan
untuk minum.Selain itu keinginan minum pun muncul pada pasien
hemodialisis karena keluhan mulut kering yang mayoritas dialami pasien
PGK tahap akhir disebabkan penurunan aliran saliva (Bossola & Tazza,
2012).
Studi pendahuluan di RS Sentra Medika Cisalak Depok data dari
Januari sampai dengan Agustus 2022 didapatkan, penyakit ginjal kronik
menjadi urutan pertama dalam penyakit 10 besar rumah sakit dengan
presentase 85 % melakukan cuci darah atau hemodialisa. Di ruang
Hemodialisa kondisi pasien dengan keluhan Xerostomia atau haus berlebih
dari 20 pasien 10 pasien mengalami hal tersebut. Data tersebut didapatkan
dari pengkajian langsung ke pasien alasannya karena harus diatur kebutuhan
minumnya dan cairan yang masuk sehingga pasien merasa belum mampu.
Hal tersebut menjadi fenomena yang menarik maka perlu dilakukan
penelitian lanjutan untuk membuktikan ada hubungannya terkait Hubungan
Pengaturan Cairan Terhadap Tingkat Xerostomia pada pasien penyakit
Ginjal Kronik di ruang Hemodialisa RS Sentra Medika Cisalak Depok
Tahun 2022.

1.2 Perumusan Masalah


Faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup pasien hemodialisis salah
satunya adalah ketidakpatuhan dalam asupan cairan dan diet. Banyak pasien
yang gagal mematuhi regimen asupan cairan. Penyebab utama pasien tidak
patuh terhadap pembatasan cairan dikarenakan perasaan haus yang
berlebihan atau xerostemia. Dari hal tersebut dapat dirumuskan
permasalahan bahwa apakah ada hubungan terkait pengaturan cairan
terhadap Xerostomia pada pasien penyakit Ginjal Kronik di ruang
Hemodialisa RS Sentra Medika Cisalak Depok Tahun 2022.

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan pengaturan
cairan terhadap Xerostomia pada pasien penyakit Ginjal Kronik
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengidentifikasi karakteristik demografi responden pasien
PGK yang menjalani hemodialisis di RS Sentra Medika
Cisalak, berdasarkan jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan,
pekerjaan, dan lama HD.

1.3.2.2 Mengidentifikasi pengaturan cairan pasien PGK yang


menjalani HD di RS Sentra Medika Cisalak.
1.3.2.3 Mengidentifikasi tingkat Xerostomia pada pasien PGK yang
menjalani HD di RS Sentra Medika Cisalak.
1.3.2.4 Mendeskripsikan Hubungan Pengaturan Cairan terhadap
tingkat Xerostomia pada pasien PGK yang menjalani HD di
RS Sentra Medika Cisalak.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Aplikasi
1.4.1.1 Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan
penyakit ginjal kronis, sehingga program pembatasan cairan
pada pasien penyakit ginjal kronis tidak terganggu.
1.4.2 Manfaat Keilmuan
1.4.2.1 Menambah pengetahuan dan wawasan dalam praktik
keperawatan tentang meningkatkan kualitas hidup pada
pasien penyakit ginjal kronis yang sedang menjalani
hemodialisa.
1.4.3 Manfaat Metodologi
Penelitian ini dapat menambah jumlah penelitian mengenai Hubungan
pengaturan cairan terhadap tingkat Xerostomia pada pasien PGK yang
sedang menjalani HD.

1.5 Ruang Lingkup


Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif non eksperimen.
Dengan menggunakan rancangan penelitian deskripsi korelasional dengan
pendekatan cross sectional. Populasi penelitian ini adalah pasien penyakit
ginjal kronis yang sedang menjalani hemodialisa. Variabel penelitian ini
terdiri dari variabel independen yaitu pengaturan cairan, sedangkan
variabel dependen adalah tingkat xerostomia. Lokasi penelitian diadakan di
ruang Hemodialisa di RS Sentra Medika Cisalak pada bulan November-
Desember tahun 2022.

Anda mungkin juga menyukai