Anda di halaman 1dari 30

HUBUNGAN KEPATUHAN DIET TERHADAP PENGENDALIAN KADAR

GULA DARAH PADA PENDERITA DIABETES MELITUS DI RS SENTRA


MEDIKA CISALAK TAHUN 2022

SKRIPSI
Oleh

NAMA : EVA DIAN YUNITA

NIM : 221070038

FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MEDIKA SUHERMAN PROGRAM


STUDI SARJANA KEPERAWATAN

2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.

Diabetes Mellitus (DM) telah menyebabkan 4,2 juta kematian pada tahun
2019. Di Indonesia, penyakit DM merupakan salah satu Penyakit Tidak Menular
yang menyebabkan kematian utama. Kepatuhan diet menjadi perilaku yang sangat
penting dan diperlukan kendali diri. Diabetes Melitus selalu mengalami
peningkatan setiap tahun dan menjadi ancaman kesehatan dunia. Prevalensi
Diabetes Melitus tipe 2 menyumbang 90% dari semua diabetes dan merupakan
salah satu yang terbanyak di seluruh dunia. Menurut Federasi Diabetes
Internasional (IDF) (2019), sekitar setengah miliar orang menderita diabetes.

Berdasarkan data World Health Organization (WHO) memperkirakan 2,2 juta


kematian akibat penyakit diabetes melitus. Menurut Kemenkes RI (2018),
Diabetes Melitus diperkirakan akan terus meningkat sekitar 600 juta jiwa pada
tahun 2035. Sementara itu, hampir setengah dari populasi orang dewasa di
Amerika menderita Diabetes Melitus (ADA, 2019). Indonesia menduduki
peringkat keempat kasus diabetes melitus tipe 2 dengan prevalensi 8,6% dari total
populasi, diperkirakan meningkat dari 8,4 juta jiwa pada tahun 2000 menjadi
sekitar 21,3 juta jiwa pada tahun 2030. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
Tahun 2018 menunjukkan bahwa prevalensi diabetes melitus adalah 2,0 %.
Prevalensi Diabetes Melitus didapatkan berdasarkan dari hasil pemeriksaan gula
darah pada penduduk yang berumur ≥ 15 tahun (Riskesdas, 2018).

Berdasarkan data dari Open Data Jabar tahun 2019 pasien penderita diabetes
melitus di Kota Depok adalah 48.899 orang. Sedangkan di tahun 2020 pasien
penderita diabetes melitus adalah 50.631 orang. Dari data yang didapat oleh
penulis, penyakit diabetes millitus tipe 2 menjadi urutan ke 8 tertinggi dari 1.029
daftar penyakit-penyakit yang dirawat inap di RS Sentra Medika Cisalak ditahun
2022 dari bulan januari sampai dengan oktober, dengan prevalensinya 1,9%.
Prevalensi rawat jalan bulan september 1,2% meningkat pada bulan oktober
1,8% pasien. Jumlah penderita DM tipe 2 semakin meningkat pada kelompok
umur dewasa terutama pada umur > 30 tahun dan pada seluruh status sosial
ekonomi (Perkeni, 2019). Salah satu indikator hasil terapi yang diberikan pada
pasien diabetes melitus adalah kontrol glukosa darah.Penyakit Diabetes Melitus
memiliki dampak sangat berbahaya karena dapat menimbulkan komplikasi.
Komplikasi diabetes melitus terjadi pada semua organ tubuh dengan Penyebab
kematian adalah penyakit arteri koroner pada 50% dan gagal jantung pada 30%.
Selain kematian, diabetes juga menyebabkan kecacatan, hingga 30% penderita
diabetes menjadi buta akibat komplikasi retinopati dan 10% membutuhkan
amputasi kaki (Bustan, 2015). Oleh karena itu diperlukan usaha pengendalian
yang harus dilakukan oleh pasien Diabetes Melitus.

Pengelolaan penyakit Diabetes Melitus dikenal dengan empat pilar utama


yaitu edukasi, terapi nutrisi medis atau diet, jasmani dan terapi farmakologis.
Keempat pilar pengelolaan tersebut dapat digunakan untuk semua jenis diabetes,
termasuk diabetes tipe 2. Salah satu hal yang paling penting bagi pasien DM
adalah pengendalian gula darah, sehingga pasien perlu memahami apa saja yang
mempengaruhi pengendalian gula darahnya. Pengendalian DM dapat mencegah
terjadinya komplikasi (Pardede et al, 2015). Kepatuhan diet merupakan salah satu
kunci keberhasilan pengobatan diabetes. Hal ini karena perencanaan pola makan
merupakan salah satu dari empat pilar utama penatalaksanaan diabetes (Perkeni,
2015). Hambatan utama dalam mengatur diet diabetes adalah rasa kenyang pasien
setelah makan (Fauzia, et. al, 2017). Kunci utama diet DM adalah 3J yaitu jumlah
kalori, jenis makanan, dan pola makan. Hal yang harus diperhatikan dalam
penatalaksanaan diet untuk pasien DM yaitu untuk jadwal makan, harus
dipertimbangkan kegemaran pasien DM terhadap makanan tertentu, gaya hidup,
jam-jam makan yang biasanya diikutinya dan latar belakang etnik serta budayanya
(Smeltzer, 2012). Zanti (2017) menjelaskan hal ini sebagian besar penderita
diabetes (53,1%) tidak patuh terhadap standar diet diabetes Melitus oleh 3J
(kuantitas, jenis, jadwal). Kegagalan diet pada pasien DM dapat mempengaruhi
kondisi kesehatan ketika makanan yang dikonsumsi tidak terkontrol (Fauzia, et.
al, 2017). Sebuah survei oleh Kartika (2017) menemukan bahwa 78% responden
tidak patuh sebagian besar responden tidak terbiasa sarapan pagi, sehingga mereka
merencanakan waktu makannya. Menurut Tandra (2013), rencana diet untuk
pasien DM harus dirancang seperti ini agar kadar glukosa darah pasien normal
atau stabil, pasien tidak boleh terlambat makanan. Pengaturan makanan
merupakan kunci manajemen Diabetes melitus, yang sekilas tampak mudah tapi
kenyataannya sulit mengendalikan diri terhadap nafsu makan.

Mematuhi serangkaian diet yang diberikan merupakan tantangan yang sangat


besar bagi pasien DM supaya tidak terjadi komplikasi (Bustan, 2015). Hasil
penelitian Norita (2019) didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden tidak
patuh terhadap diet DM, dimana masih banyak responden yang masih kurang
mengerti tentang makanan yang dapat menyebabkan terjadinya komplikasi DM.

Menurut penelitian Bertalina & Purnama (2017), lebih responden (60%) yang
tidak patuh terhadap diet diabetes. beberapa hal masih umum mengabaikan
responden tidak mengurangi konsumsi makanan manis bahkan setelah
menggunakan pengganti gula, tidak berolahraga, jarang mengkonsumsi sayuran
dan tidak mengontrol berat badan. Mayoritas dari responden telah mengalami
komplikasi atau memiliki penyakit lain seperti hipertensi dan asam urat. Adanya
komplikasi atau penyakit lain tersebut membuat pasien sering tidak mematuhi
anjuran diet yang diberikan (Bertalina & Purnama, 2017).

Penelitian Andyani (2017) menemukan tingkat ketidakpatuhan yang tinggi


pada titik ini, jumlah makanan yang dikonsumsi responden mencapai 84,4% dari
dirinya. Sebuah studi yang dilakukan oleh Isnaeni (2018) menggambarkan ketiga
elemen dirinya tersebut. Sebagian besar subjek mulai berdiet (jumlah, jadwal, dan
jenis yang sesuai), memilih jenis makanan yang cocok untuk Diet DM dari
Perspektif Diet namun, masih banyak masalah dengan ketepatan jumlah dan
waktu makan. Masih banyak studi yang belum menerapkannya pada nutrisi
harian. Menurut PERKENI (2015), pendidikan diperlukan untuk hidup sehat. Hal
itu dilakukan sebagai bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang
sangat penting. Ini adalah bagian penting dari manajemen DM secara
keseluruhan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini


adalah “Bagaimana hubungan kepatuhan diet terhadap pengendalian kadar gula
darah pada pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RS Sentra Medika Cisalak Tahun
2022 ?”

C. Tujuan penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk diketahui hubungan kepatuhan diet terhadap pengendalian kadar


gula darah pada pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RS Sentra Medika Cisalak
Tahun 2022.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengidentifikasi kepatuhan diet pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 di


RS Sentra Medika Cisalak tahun 2022.

b. Untuk mengidentifikasi pengendalian kadar gula darah pada pasien Diabetes


Melitus tipe 2 di RS Sentra Medika Cisalak tahun 2022.

c. Untuk mengidentifikasi hubungan kepatuhan diet terhadap pengendalian kadar


gula darah pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 di RS Sentra Medika Cisalak tahun
2022.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi RS Sentra Medika Cisalak Depok

Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan masukan dalam menyusun


strategi untuk meningkatkan kepatuhan diet pada pasien Diabetes Melitus

2. Bagi Instansi pendidikan


Penelitian ini dapat digunakan untuk meningkatkan dan mengembangkan
pengetahuan mahasiswa tentang penelitian ilmiah terutama tentang penyakit
Diabetes Melitus.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Diharapkan dapat digunakan sebagai bahan tambahan (referensi), informasi


dan perbandingan untuk penelitian selanjutnya agar bisa meneliti variable lain
yang berhubungan dengan penyakit Diabetes Melitus.
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Diabetes Melitus

1. Pengertian

Diabetes Melitus adalah sindrom yang disebabkan oleh terganggunya


insulin di dalam tubuh sehingga menyebabkan hiperglikemia yang
disertai abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein
(Donelly, 2015). Diabetes Melitus adalah gangguan kesehatan yang
berupa kumpulan gejala yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula
(glukosa) darah akibat kekurangan ataupun resistensi insulin (Bustan,
2015).

2. Patofisiologi Diabetes Melitus

Pada pasien diabetes melitus, insufisiensi produksi insulin maupun


penurunan kemampuan tubuh menggunakan insulin berakibat pada
peningkatan kadarglukosa darah (hiperglikemia). Hiperglikemia yang
terjadi dapat mencapai angka 300–1200 mg/dl. Kelainan patofisiologi
yang timbul pada diabetes melitus merupakan akibat dari dua faktor
utama, yakni kadar glukosa darah yang tinggi dan penurunan jumlah
insulin efektif yang digunakan oleh sel. Resistensi insulin mendasar
kelompok kelainan pada sindrom metabolik. Pemeriksaan glukosa
plasma puasa juga tidak ideal mengingat gangguan toleransi glukosa
puasa hanya dijumpai pada 10% sindrom metabolik.Pengukuran
Homeostasis Model Assesment (HOMA) dan (QUICK)Quantitative
Insulin Sensitivity Check Index dibuktikan berkorelasi erat dengan
pemeriksaan standar, sehingga dapat disarankan untuk mengukur
resistensi insulin.
Bila melihat dari patofisiologi resistensi insulin yang melibatkan
jaringan adipose dan sistem kekebalan tubuh, maka pengukuran resistensi
insulin hanya dari pengukuran glukosa dan insulin (Sudoyo, 2009).

Tidak adanya glukosa yang masuk kedalam sel mengakibatkan sel


mengalami kurang energi untuk proses metabolisme selular. Hal ini
kemudian diinterpretasikan oleh sel-sel tubuh sebagai kondisi
kekurangan glukosa sehingga tubuh akan merespon dengan berbagai
mekanisme yang bertujuan untuk menimbulkan kadar glukosa darah.
Respon yang terjadi pada tubuh yaitu : Respon pertama adalah pasien
sering merasa lapar sebagai respon terhadap rendahnya intake glukosa
oleh sel. Respon lainnya yaitu meningkatnya produksi glukosa tubuh
dalam mekanisme lipolisis dan glukoneogenesis. Lemak dan protein
jaringan akan dipecah menjadi glukosa. Jika hal ini terjadi secara
berkepanjangan maka tubuh akan mengalami penurunan kadar protein
dalam jaringan. Pemecahan lipid akan menghasilkan badan keton yang
bersifat asam. Kondisi ini dapat menyebabkan ketosis dan dapat
menyebabkan asidosis. Penurunan produksi insulin pada pasien diabetes
melitus, dapat mengakibatkan gangguan metabolisme yaitu terjadi
penurunan transport glukosa ke dalam sel, peningkatan katabolisme
protein otot dan lipolisis (Sudoyo, 2009).

3. Faktor risiko DM tipe 2


Faktor risiko DM tipe 2 terdiri dari beberapa risiko yang tidak bisa
dimodifikasi, yang bisa dimodifikasi dan faktor lain yang terkait dengan
risiko DM tipe 2 (Perkeni, 2015).

a. Faktor resiko yang tidak bisa dimodifikasi yaitu :

1) Ras dan etnik

2) Riwayat Keluarga dengan Diabetes Melitus


3) Umur (risiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat
seiring dengan meningkatnya umur yaitu dari umur lebih dari 45
tahun harus dilakukan pemeriksaan DM).

4) Riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir bayi > 4000 gram atau riwayat
pernah menderita diabetes gestational.

5) Riwayat lahir dengan BB kurang dari 2,5 kg (bayi yang lahir dengan BB rendah
mempunyai risiko yang lebih tinggi dibanding dengan bayi lahir dengan BB
normal).

b. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi yaitu :

1) Berat badan lebih ( IMT > 23kg/m2 )

2) Kurangnya aktivitas fisik

3) Hipertensi ( > 140/90mmHg )

4) Dislipidemia ( HDL250mg/dL)

5) Diet yang tidak sehat (unhealthy diet), diat dengan tinggi gula dan rendah serat
akan meningkatkan risiko menderita pre Diabetes atau intoleransi glukosa dan
DM tipe 2.

4. Tanda dan gejala DM tipe 2

Menurut Waspadji dalam Soegondo (2009) keluhan yang sering terjadi


pada klien DM adalah:

a. Poliuria (banyak kencing)

Adalah seringnya buang air kecil terutama pada malam hari dengan volume
banyak. Kondisi ini disebabkan oleh tingginya kadar gula darah yang tidak bisa
ditoleransi oleh ginjal dan agar urin yang dikeluarkan tak terlalu pekat, ginjal
harus menarik banyak cairan dari dalam tubuh.

b. Polidipsi (banyak minum)


Adalah peningkatan rasa haus yang disebabkan dari kondisi sebelumnya
yaitu poliuria yang menyebabkan dehidrasi ekstra sel sehingga pasien akan
minum terus menerus untuk mengobati rasa hausnya

c. Polifagia(banyak makan)

Adalah seringnya merasa lapar yang luar biasa. Hal ini disebabkan karena
gula darah yang tidak bisa masuk kedalam sel, dimana sel-sel tubuh tidak dapat
menyerap glucose akibatnya tubuh secara keseluruhan kekurangan energi dan
lemas sehingga sel-sel akan mengirim sinyal lapar ke otak untuk menggerakkan
pasien makan terus menerus. Pada fase ini pasien menunjukan berat badan yang
terus naik atau bertambah gemuk.

d. Penurunan BB, lemas, lekas lelah, dan kurang tenaga

Pasien DM Tipe 2 mengalami penurunan BB yang relative singkat disertai


keluhan lemas. Hal ini disebabkan karena glukosa dalam darah tidak dapat masuk
ke dalam badan sel sehingga badan sel mengalami kekurangan bahan bakar untuk
menghasilkan energi. Sehingga yang terjadi adalah untuk mempertahankan
kelangsungan hidupnya maka sumber energi akan diambil dari cadangan lain
yaitu lemak dan protein (glukoneogenesis) sehingga pasien mengalami kehilangan
cadangan lemak dan protein yang menyebabkan terjadinya penurunan BB.

e. Gangguan penglihatan/visus menurun

Karena disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa-sarbitolfruktosa) yang


disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol pada
lensa mata akan menyebabkan pembentukan katarak sehingga menimbulkan
gangguan/visus menurun.

f. Gatal, bisul dan luka sulit sembuh

Kelainan kulit berupa gatal biasanya terjadi didaerah kemaluan atau


lipatan kulit seperti ketiak atau payudara. Keluhan lain sering dirasakan oleh
pasien yaitu adanya bisul dan luka yang sulit sembuh. Penyembuhan luka pada
penderita DM berlangsung lambat merupakan akibat dari hiperglikemia yang
menyebabkan lambatnya aliran darah ke area luka sehingga oksigen, nutrisi, dan
bahan-bahan lain yang dibutuhkan untuk proses penyembuhan luka menjadi
adekuat.

5. Klasifikasi
a. DM tipe I (Insulin Dependen Diabetes Melitus atau IDDM)

DM Tipe I (IDDM) muncul pada saat pankreas tidak dapat atau kurang
mampu memproduksi insulin sehingga insulin dalam tubuh kurang atau tidak ada
sama sekali. Gula darah di dalam darah menumpuk karena tidak dapat diangkut ke
dalam sel. DM tipe ini tergantung pada insulin, oleh karena itu pasien
memerlukan suntikan insulin. DM Tipe I (IDDM) merupakan suatu gangguan
autoimun (autoimmune disorder) yang ditandai dengan kerusakan sel-sel beta
Langerhans pankreas. Karena itu, DM jenis ini kebanyakan ditemukan pada anak
usia muda, minimal sebelum usia 35 tahun. Sebaliknya, DM 2 lebih banyak
menyerang usia lanjut, karena disebabkan oleh adanya degenerasi atau kerusakan
organ dan faktor gaya hidup (Bustan, 2015).

b. DM tipe 2 (Non Insulin Dependent Diabetes Melitus).

DM Tipe 2 (NIDDM) merupakan DM yang paling sering ditemukan di


Indonesia. Pasien tipe ini biasanya ditemukan pada usia di atas 40 tahun disertai
berat badan yang berlebih. Selain itu diabetes tipe 2 ini dipengaruhi oleh faktor
genetik, keluarga, obesitas, diet tinggi lemak, serta kurang gerak badan (Bustan,
2015).

6. Komplikasi

DM memiliki dampak sangat berbahaya karena dapat menimbulkan


komplikasi. Komplikasi diabetes terjadi pada semua organ tubuh dengan
penyebab angka kematian sebesar 50% menderita penyakit arteri koroner dan
30% mengalami gagal jantung. Selain dari kematian, diabetes juga menyebabkan
angka kecacatan, sebesar 30% pasien Diabetes Melitus mengalami kebutaan
akibat komplikasi dari retinopati dan sebesar 10% menjalani amputasi tungkai
kaki (Bustan,2015).

7. Penatalaksanaan

Menurut PERKENI (2015), pengelolaan penyakit Diabetes Melitus dikenal


dengan empat pilar utama yaitu edukasi, terapi nutrisi medis, latihan jasmani dan
terapi farmakologis. Keempat pilar pengelolaan tersebut dapat digunakan untuk
semua jenis diabetes, termasuk diabetes tipe 2.

a. Edukasi
Edukasi yang ditujukan untuk mempromosikan pola hidup sehat harus
selalu menjadi bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat
penting dari pengelolaan DM secara keseluruhan.

b. Pengaturan makanan/diet

Pengaturan makanan maksudnya adalah merancang sedemikian rupa


makanan yang jumlahnya sesuai dengan kebutuhan sehingga insulin yang tersedia
mencukupi. Disamping itu susunan zat gizinya sehat dan seimbang (Kariadi,
2009).

Tujuan umum penatalaksanaan diet pasien DM antara lain: untuk


mencapai dan mempertahankan kadar glukosa darah dan lipid mendekati normal,
mencapai dan mempertahankan berat badan dalam batas normal ± 10% dari berat
badan idaman, mencegah komplikasi akut atau kronik,serta meningkatkan kualitas
hidup (Suyono, 2009).

c. Latihan Jasmani
Latihan jasmani merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DMT2
apabila tidak disertai adanya nefropati. Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan
jasmani dilakukan secara teratur 3-5 kali seminggu, kira-kira 30-45 menit, jadi
total 150 menit untuk seminggu. Tidak lebih dari 2 istirahat di antara latihan
setiap hari. Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan glukosa darah sebelum
latihan jasmani. Apabila hasil kadar glukosa darah <100 mg/dL pasien diharuskan
mengkonsumsi karbohidrat dahulu dan bila hasil kadar glukosa >250 mg/dL
disarankan untuk menunda latihan jasmani.

d. Terapi Farmakologis

Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.

1) Obat Antihiperglikemia Oral

Berdasarkan cara kerjanya, obat anti hiperglikemia oral dibagi menjadi 5


golongan:

a) Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretion)

i. Sulfonilurea

Obat golongan ini memiliki efek utama yaitu meningkatkan hasil sekresi
insulin oleh sel beta pankreas.

ii. Glinid

Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivate asam
benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin).

b) Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin

i. Metformin

Metformin merupakan salah satu pilihan pertama pada sebagian besar kasus
DMT2. Dosis Metformin dapat diturunkan pada pasien dengan adanya gangguan
fungsi ginjal (GFR 30-60 ml/menit/1,73 m2).
ii. Tiazolidindion (TZD).

Golongan ini memiliki efek dapat Ini mengurangi resistensi insulin dengan
meningkatkan jumlah protein transpor glukosa,sehingga meningkatkan
penyerapan glukosa di jaringan perifer.

c) penghambat penyerapan glukosa di saluran pencernaan. Contoh obat dalam


golongan ini adalah acarbose.

d) Penghambat DPP-IV (dipeptidyl peptidase IV). Contoh obat-obatan di


kelas ini adalah Sitagliptin dan Linagliptin.

e) Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Cotransporter 2)

Obat yang termasuk golongan ini antara lain: Canagliflozin, Empagliflozin,


Dapagliflozin, Ipragliflozin.

2) Obat Antihiperglikemia Suntik

Termasuk anti hiperglikemia suntik, yaitu insulin, agonis GLP-1 dan


kombinasi insulin dan agonis GLP-1.

B. Kepatuhan.Diet

1. Pengertian

Menurut Siopis, et. al (2017), intervensi diet meningkatkan control


glikemik diabetes melitus tipe 2. Pengaturan makanan merupakan kunci
manajemen Diabetes melitus, yang sekilas tampak mudah tapi kenyataannya sulit
mengendalikan diri terhadap nafsu makan. Mematuhi serangkaian diet yang
diberikan merupakan tantangan yang sangat besar bagi pasien DM supaya tidak
terjadi komplikasi (Bustan, 2015).

Diet merupakan salah satu dari empat pilar dalam pengelolaan Diabetes
Melitus sehingga diet sangat perlu untuk dikelola dengan baik. Kendala utama
pada penanganan diet Diabetes Melitus adalah kejenuhan pasien dalam mengikuti
diet. Kunci utama diet pada DM adalah 3J yaitu jumlah kalori makanan, jenis dari
makanan, dan jadwal pemberian makanan. Zanti (2017) menemukan bahwa
mayoritas penderita diabetes (53,1%) 3J (jumlah, jenis,Jadwal waktu).

Studi Isnaeni (2018) menjelaskan tiga komponen kepatuhannya diet


(jumlah, jadwal, jenis yang sesuai), sebagian besar subjek mulai mengambil
keputusan, jenis bahan yang cocok dengan diet DM dalam kebiasaan diet. Namun,
masih banyak masalah dengan ketepatan jumlah dan waktu makan. Studi Tidak
Menerapkannya pada Nutrisi Harian.

2. Komposisi/Jenis Makanan

3. Batasi makanan

Pasien DM juga harus membatasi makanan dari jenis gula, minyak dan
garam. Makanan untuk diet DM biasanya kurang bervariasi, sehingga banyak
pasien DM yang merasa bosan, sehingga variasi diperlukan agar pasien tidak
merasa bosan. Hal itu diperbolehkan asalkan penggunaan makanan penukar
memiliki kandungan gizi yang sama dengan makanan yang digantikan (Suyono,
2011).

Menurut Perkeni (2015),.komposisi makanan yaitu:

a. Komposisi Makanan yang dianjurkan terdiri dari:

1) Karbohidrat

i. Karbohidrat yang dianjurkan adalah sebesar 45-65% total asupan energi. Terutama
karbohidrat yang berserat tinggi.

ii. Pembatasan karbohidrat total jika <130 g/hari tidak dianjurkan. Kadar gula dalam
bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes melitus dapat makan sama
dengan makanan keluarga yang lain.

iii. Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi

iv. Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti glukosa, asal tidak melebihi
batas aman konsumsi harian (Accepted Daily Intake/ADI)
v. Dianjurkan makan 3 kali sehari dan bila perlu dapat diberikan makanan selingan
seperti buah atau makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori dalam sehari.

2) Lemak

i. Asupan lemak yang dianjurkan dan tidak kurang lebih 20-25% dari kebutuhan
kalori harian jangan melebihi 30% dari total konsumsi energi. Konfigurasi yang
disarankan:

~lemak jenuh <; 7.1 Kebutuhan Lowry

~ Lemak Tak Jenuh Ganda < 10%

~ lemak tak jenuh tunggal

ii. Ada banyak bahan yang perlu dibatasi antara lain, mengandung asam lemak
jenuh dan trans antara lain: daging berlemak dan susu fullcream

iii. Konsumsi kolesterol dianjurkan < 200 mg/hari.

3) Protein

i. Kebutuhan protein sebesar 10 – 20% total dari asupan energi

ii. Protein sumber yang baik adalah ikan, udang, cumi-cumi, daging merah,
unggas tanpa kulit, dan produk susu.rendah lemak, kacang-kacangan, tahu, tempe

iii. Untuk pasien dengan nefropati

Penderita diabetes harus mengurangi asupan protein hingga 0,8 g/kg berat badan
atau kebutuhan energi 10 % per hari, 65% di antaranya bernilai biologis tinggi
kecuali pasien DM yang menjalani hemodialisa dapat mengkonsumsi 1-1,2 g/kg
protein BB per hari.

4) Natrium

i. Asupan natrium yang dianjurkan untuk pasien DM adalah orang yang sehat
kurang dari 2300 mg setiap hari
ii. Penderita diabetes juga memiliki tekanan darah tinggi dan perlu mengurangi
natrium secara individual

iii. Sumber natrium termasuk garam meja, MSG, dan soda pengawet seperti
natrium benzoat dan natrium nitrit.

5) Serat

i. Penderita DM

Kami merekomendasikan mendapatkan serat Anda dari kacang-kacangan, buah-


buahan, sayuran, dan sumber lainnya. karbohidrat berserat tinggi

ii. Asupan serat yang dianjurkan adalah 20-35 gram per hari

Berasal dari berbagai sumber bahan makanan

6) Pemanis alternatif

i. Pemanis alternatif aman digunakan selama batas keamanan tidak terlampaui


(Acceptable Daily Intake/ADI)

ii. Pemanis alternatif dibagi menjadi pemanis kalori dan non kalori.

iii. Pemanis kalori harus mempertimbangkan kandungan kalori sebagai bagiannya

kebutuhan kalori seperti alkohol, glukosa, fruktosa

iv. alkohol glukosa, diantaranya isomalt, laktitol, maltitol, mannitol, sorbitol,


xylitol

v. fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penderita DM karena dapat


menaikkan kadar LDL tetapi tidak ada alasan untuk menghindari makanan kaya
fruktosa seperti buah dan sayuran. Tentu saja pemanis nol kalori meliputi :
aspartam, sakarin, acesulfame potassium, sukralosa, neotama.

2) Kebutuhan Kalori

Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang
DM, antara lain dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang besarnya
25-30 kal/kgBB ideal. Jumlah kebutuhan tersebut ditambah atau dikurangi
bergantung pada beberapa faktor yaitu: jenis kelamin, umur, aktivitas, berat
badan, dan lain-lain.

Beberapa cara perhitungan berat badan ideal adalah sebagai berikut:

a) Perhitungan berat badan ideal (BBI) menggunakan rumus Broca yang


dimodifikasi:

i. Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg

ii. Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita dibawah 150 cm,
rumus dimodifikasi menjadi:

Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.

BB Normal : BB ideal (x 10 %)

Kurus : kurang dari BBI (- 10 %)

Gemuk : lebih dari BBI (+ 10 %)

iii. Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh (IMT).

Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan rumus:

IMT = BB(kg)/TB(m2)

Klasifikasi IMT :

BB Kurang <18,5

BB Normal 18,5-22,9

BB Lebih ≥23,0

Dengan risiko 23,0-24,9

Obes I 25,0-29,9
Obes II ≥30.

Tabel 2.1

Jenis Bahan Makanan Yang Dianjurkan Bagi Pasien DM

No Bahan Makanan Sumber Makanan


1 Karbohidrat Kompleks Nasi, roti, mie, kentang, singkong dan sagu.

2 Protein rendah lemak Ikan, ayam tanpa kulit, susu skim, tahu, tempe,
kacang kacangan
3 Lemak (dalam jumlah Makanan yang diolah dengan cara dipanggang,
terbatas) dikukus, direbus, dan dibakar.
Sumber : (Almatsier, 2013)

3. Jumlah Makanan

Jumlah makanan yang akan dikonsumsi oleh pasien ditentukan oleh aktifitas,
Berat Badan, Tinggi Badan, usia dan jenis kelamin. Kebutuhan kalori dihitung
menggunakan rumus Harris Benedict untuk menentukan Basal Energy

Expenditure (BEE).

Wanita : BEE = 655 + (9,6 x BB) + (1,7 x TB) – (4,7 x U)


Laki-laki : BEE = 66 + (13,7 x BB) + (5 x TB) – (6,8 x U)
Keterangan :
BB = Berat Badan
TB = Tinggi Badan
U = Umur
Kebutuhan kalori berasal dari karbohidrat, protein dan lemak. Satu energi
direkomendasikan sebanyak 30-40 % dari energi total untuk setiap kali santap
(sarapan, makan siang dan makan malam) dan 10% untuk kudapan (Arisman,
2013)..Penelitian Andyani (2017), menyebutkan bahwa tingkat ketidakpatuhan
yang tinggi berada pada item jumlah makanan yang dikonsumsi responden yaitu
sebanyak 84,4%.

4. Jadwal makanan
Jadwal makan pasien DM harus diatur sedemikian rupa sehingga gula darah
pasien normal atau stabil. Pasien tidak boleh terlambat untuk makan. Jam makan
yang tidak teratur bisa menyulitkan pengaturan gula darah..Jam makan diatur
sekitar 5 sampai 6 jam diantara menu berat pagi, siang dan malam. Kudapan
diberikan 2-3 jam setelah menu berat (Tandra, 2013). Pengaturan jam makan bisa
juga dihitung berdasarkan berat ringannya aktifitas yang akan dilakukan oleh
pasien. Bila pasien beraktifitas pada siang hari maka jam sarapan pagi dengan jam
makan siang tidak masalah mengalami sedikit jarak pendek, untuk makan malam
mereka makan jam 18.00 atau 19.00. semua harus disesuaikan dengan keadaan
pasien. Sering melanggar jadwal makan akan berakibat gula darah naik turun yang
bisa merusak pembuluh darah dan komplikasi tidak dapat dihindari (Beck, 2011).
Jadwal makan adalah waktu makan yang tetap yaitu makan pagi, siang dan malam
pada pukul 7.00-8.00, 12.00-13.00, dan 17.00-18.00, serta selingan pada pukul
10.30-11.00 dan 15.30-16.00 (Almatsier, 2013)

5. Kerangka Teori

Kerangka Teori

Penyebab DM
Komplikasi : :
genetik/faktor
Penyakit jantung koroner
keturunan
Gagal jantung
Umur
Kematian
Jenis kelamin
Kecacatan
Obesitas
Kebutaan
Pola makan retinopati
Aktivitas fisik
Amputasi tungkai kaki
Ras/etnis
Stress
Obat-obatan
Pengelolaan/ penatalaksanan
Diet Diabetes
Sumber Melitus
: (Bustan, 2015), Perkeni (2015), Kepatuhan
Kemenkes pengaturan
Manajemenolahraga
RI, (2017) Diet
/Latihan Jasmani 3.Terapi Jumlah makanan
farmakologi/minum obat Jenis makanan
4.Kontrol glikemik Jadwal makanan

BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Konseptual
Variabel Independent Variabel Dependent

Kepatuhan Diet (Jumlah


makanan, Jenis makanan, Pengendalian Gula darah dalam
Jadwal makanan yang sudah batas normal
diprogram oleh ahli gizi)

Kerangka konsep adalah abstraksi dari suatu realitas agar dapat dikomunikasikan
dan membentuk suatu teori yang menjelaskan ketertarikan antara variabel (baik
variabel yang diteliti dan tidak diteliti). Kerangka konsep akan membantu
penelitian menghubungkan hasil penelitian dengan teori (Nursalam, 2017). Pada
penelitian ini variabel independen adalah Kepatuhan diet dan variabel dependent
adalah Pengendalian gula darah dalam batas normal.
Dari gambar kerangka konsep penelitian di atas menjelaskan bahwa peneliti akan
meneliti tentang kepatuhan diet dengan pengendalian kadar gula darah pada
pasien Diabetes mellitus dengan tujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya
hubungan antara kedua variabel tersebut
B. Hipotesis
Hipotesis adalah suatu jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan
penelitian. Hipotesis merupakan jawaban sementara penelitian, patokan atau
dugaan, serta dalil sementara tentang kebenarannya akan dibuktikan dalam
penelitian tersebut (Notoatmodjo, 2012).
Berdasarkan bentuk rumusnya, hipotesa digolongkan menjadi 2 yakni hipotesa
kerja (hipotesa alternatif) yang menyatakan ada hubungan antara variabel X dan
Y, dan hipotesa nol (hipotesa statistik) yang menyatakan tidak ada hubungan
antara variabel X dan Y. Berdasarkan kerangka konsep yang telah diajukan diatas,
maka hipotesa penelitian ini adalah :
1. Hipotesis Nol (Ho):
Tidak ada hubungan bermakna antara kepatuhan diet dengan pengendalian kadar
gula darah pada pasien dengan Diabetes Melitus di RS Sentra Medika Cisalak
Depok.
2. Hipotesis alternatif (H1) :
Ada hubungan bermakna antara kepatuhan diet dengan pengendalian kadar gula
darah pada pasien dengan Diabetes Melitus di RS Sentra Medika Cisalak
Depok.
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan peneliti adalah jenis kuantitatif. Menurut
Sugiyono (2018), data kuantitatif merupakan metode penelitian yang
berlandaskan positivistic atau data konkrit, data penelitian yang berupa angka-
angka yang akan diukur menggunakan uji statistic sebagai alat uji penghitungan,
berkaitan dengan masalah yang diteliti untuk menghasilkan suatu kesimpulan.
Desain atau rancangan penelitian yang digunakan adalah non eksperimen dengan
menggunakan desain descriptive correlational dengan pendekatan cross sectional,
yang merupakan suatu penelitian untuk mempelajari hubungan antara dua
variabel. Dengan studi ini akan diperoleh prevalensi atau efek suatu fenomena
(variabel dependent) dihubungkan dengan penyebab (variabel independent)
(Notoatmodjo, 2012).
Dalam penelitian ini, menggambarkan kepatuhan diet dan pengendalian
kadar gula darah pasien DM di RS Sentra Medika Cisalak Depok. Penelitian
dilakukan dengan menggunakan kuisioner dan pengukuran kadar gula darah pada
pasien DM di RS Sentra Medika Cisalak Depok.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Populasi merupakan wilayah
generalisasi yang terdiri atas objek dan subjek yang mempunyai kuantitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2016).
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh penderita Diabetes Melitus di
Ruang perawatan RS Sentra Medika Cisalak Depok dari bulan Agustus –
Oktober 2022 dengan jumlah penderita sebanyak 187 pasien.
2. Sampel
Sampel adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat mewakili
populasi (Sugiyono, 2016). Teknik pengambilan sampel menggunakan Purposive
Sampling. Purposive Sampling pemilihan sampel yang berdasarkan pada suatu
karakterisktik tertentu dalam suatu populasi (Sugiyono, 2016).
Teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan populasi
sebanyak 187 pasien. Besar sampel pada penelitian ini ditentukan rumus
pengambilan sampel menggunakan rumus Slovin sebagai berikut :

n=N
Nd ²+1
dimana
n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi
d² = Presisi yang ditetapkan (0,05)
Dengan perhitungan sebagai berikut :
═ 187
1 + 187 (0.0025)
= 187
1,46
= 128 orang
Berdasarkan perhitungan jumlah sampel yang diteliti sebanyak 128 orang.
Sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan memperhatikan kriteria
inklusi dan ekslusi. Kriteria inklusi merupakan karakteristik umum subjek
penelitian dari suatu populasi target yang akan diteliti. Kriteria inklusi yang
digunakan pada penelitian ini yaitu pasien yang didiagnosa menderita DM
minimal 3 bulan dan merupakan data rekam medis periode Agustus-Oktober 2022
di RS Sentra Medika Cisalak Depok. Kriteria ekslusi merupakan kriteria untuk
menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang mempengaruhi kriteria inklusi
dari studi karena berbagai sebab. Tidak ada kriteria ekslusi khusus di dalam
penelitian ini.
C. Tempat Penelitian
Pengambilan data penelitian ini dilakukan di Ruang Rawat Inap RS Sentra
Medika Cisalak Depok.
D. Waktu Penelitian
Waktu Penelitian dilakukan pada tanggal 25 Agustus sampai dengan 26
Oktober 2022 dari jam 12.00-jam 16.00
E. Variabel Penelitian, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran
Variabel merupakan konsep dari berbagai level abstrak yang didefinisikan
sebagai suatu fasilitas untuk pengukuran atau manipulasi suatu penelitian. Konsep
yang dituju dalam suatu penelitian dapat diukur secara konkret dan langsung.
Definisi operasional adalah unsur penelitian yang menjelaskan cara
menentukan variabel dan mengukur suatu variabel. Dengan kata lain definisi
operasional ini merupakan suatu informasi ilmiah yang membantu peneliti yang
ingin menggunakan variabel yang sama. Variabel yang telah didefinisikan perlu
didefinisikan secara operasional, sebab istilah variabel dapat diartikan secara
berbeda - beda oleh orang yang berlainan. Definisi operasional dirumuskan untuk
kepentingan akurasi, komunikasi, dan replikasi. Definisi operasional merupakan
suatu objek atau kegiatan yang telah ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2015).
Definisi Operasional

Variabel Definisi Skala Alat Ukur Hasil Ukur


Operasional
Variabel Kepatuhan Ordinal Kuesioner 1. Patuh
Independen: diet 2. Tidak
Kepatuhan merupakan patuh
Diet tingkat
kesediaan
pasien
melaksanakan
diet
mengikuti
pengaturan
pola
makan yang
dianjurkan
oleh
dokter dan
petugas
kesehatan
sesuai
dengan aturan
yang
telah
ditetapkan
Variabel Pengendalian Ordinal Alat cek 1. Terkendali
Dependen: kadar kadar : (102-
Pengendalian gula darah gula darah 126mg/dL)
Kadar Gula merupakan digital 2. Tidak
Darah upaya (Easy Touch Terkendali :
proses untuk GCU 3in 1) (<100 mg/dL
menjaga zat &
gula >200 mg/Dl
atau glukosa
darah
tetap stabil.
Meskipun
tetap
mengalami
perubahan,
kadar
gula darah
perlu
G. Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data
1. Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a) Kuisioner atau angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis
kuisioner atau angket tertutup, karena responden hanya tinggal memberikan tanda
pada salah satu jawaban yang dianggap benar. Instrument penelitian adalah alat
yang digunakan oleh seseorang yang melakukan suatu penelitian guna mengukur
suatu fenomena yang telah terjadi. Kuisioner penelitian diambil atau diadopsi dari
kuisioner penelitian Hendro Anindita Putra Widodo tahun 2017. Instrumen untuk
pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuisioner yaitu daftar
pertanyaan yang disusun secara tertulis dengan tujuan untuk memperoleh data
dengan berupa jawaban-jawaban dari para responden (Sugiyono, 2017).
b) Sistem pengolahan data menggunakan perangkat lunak (software) statistik
untuk mempermudah dalam pengolahan data.
c) Tes pemeriksaan kadar gula darah pasien DM dilakukan oleh petugas
laboratorium Rumah Sakit Sentra Medika Cisalak Depok. Pemeriksaan kadar gula
darah menggunakan alat cek kadar gula darah digital (Easy Touch GCU 3in 1).
2. Cara Pengumpulan Data
1. Perijinan
Peneliti mengajukan surat ijin penelitian yang dibuat dari Institusi
(Universitas Medika Suherman) ke bagian Diklat RS Sentra Medika Cisalak
Depok, yang selanjutnya akan di proses.
2. Penentuan Responden
a. Mengambil data jumlah pasien rawat inap DM yang di rawat inap di Rumah
Sakit Sentra Medika Cisalak Depok di tahun 2022.
b. Mengambil 10 sampel pasien DM pada ruang rawat mengenai kepatuhan pasien
DM dalam melakukan kepatuhan diet serta pemeriksaan kontrol kadar gula darah
yaitu kadar gula darah puasa, kadar gula darah 2 jam setelah makan.
c. Setelah laporan disetujui oleh dosen pembimbing dan penguji, peneliti
mengajukan permohonan ijin penelitian kepada Direktur Rumah Sakit Sentra
Medika Cisalak Depok melalui bagian penelitian dan pengembangan.
d. Meminta ijin ke bagian ruang rawat inap di Rumah Sakit Sentra Medika
Cisalak Depok untuk mengambil sampel pasien yang sedang dalam perawatan di
Rumah Sakit Sentra Medika Cisalak Depok.
e. Melakukan penyeleksian pasien yang sesuai dengan kriteria dan dibantu oleh
petugas di ruang rawat inap.
f. Pengambilan data ini dilakukan setiap hari di ruang perawatan pada jam 12.00-
16.00 WIB. Penelitian dilakukan pada siang hari saat jam makan siang.
g. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

1. Teknik Pengolahan Data


Ada beberapa langkah untuk melakukan pengolahan data, yaitu:
a) Pemeriksaan data (Editing)
Editing dilakukan dengan cara memeriksa dan mengecek data yang dikumpulkan
yaitu data rekam medis pasien DM yang sesuai dengan kriteria inklusi.
Pengecekan satu per satu ini bertujuan untuk memisahkan rekam medis pasien
dengan diagnosa penyakit DM dari diagnosa penyakit lain yang berobat di Rumah
Sakit Sentra Medika Cisalak Depok.
b) Pengkodean (Coding)
Setelah data terkumpul dan diseleksi, tahap berikutnya adalah melakukan
pengkodean agar mempermudah dalam pengolahan data. Dalam penelitian ini
peneliti memberikan kode pada hasil pengukuran variabel penelitian dan
karakteristik pasien DM. Pemberian kode meliputi usia, jenis kelamin dan tingkat
pendidikan pasien DM. Selain itu, peneliti juga memberikan kode terhadap
keteraturan pelaksanaan pemeriksaan gula darah yang dilakukan pasien DM
berupa hasil teratur dan tidak teratur. Data pengkodean telah tercantum pada tabel
definisi operasional.

Contoh:
Pada kategori usia pada karakteristik demografi:
Coding 1 = Dewasa awal (26-35 tahun)
Coding 2 = Dewasa akhir (36-45 tahun)
Coding 3 = Lansia awal (46-55 tahun)
Coding 4 = Lansia akhir (56-65 tahun)
Coding 5 = Manula (>65 tahun)
c) Entri
Entri merupakan proses pemasukan data yang diperoleh ke dalam komputer untuk
dilakukan analisa data dengan menggunakan sistem komputer. Kemudian peneliti
akan melakukan proses pemasukan data ke komputer.
d) Verifikasi
Peneliti akan melakukan pemeriksaan secara visual terhadap data yang sudah di
input.
e) Tabulasi (Tabulating)
Tabulasi dilakukan dengan memasukkan data ke dalam tabel yang tersedia,
kemudian dilakukan pengukuran pada masing-masing variabel.

2. Analisis Data
Analisis data harus dilakukan secara bertahap sesuai dengan prosedur yang ada.
Tujuannya adalah untuk memperoleh gambaran dari hasil penelitian yang telah
dirumuskan dalam tujuan penelitian. Setelah data diolah, kemudian di analisa
dengan menggunakan bantuan komputer dengan menggunakan program SPSS.
Adapun analisa yang digunakan yaitu analisa univariat.Teknik ini berlaku pada
setiap variabel tunggal serta berfungsi untuk memberikan gambaran populasi dan
penyajian hasil deskriptif melalui distribusi frekuensi dalam bentuk tabel dan
diagram batang sehingga memudahkan orang lain dalam menginterpretasikan
hasil penelitian.
Rumus sederhana yang digunakan adalah:
Keterangan:
X: hasil persentase
f: frekuensi hasil penelitian
n: total seluruh observasi

I. Etika Penelitian
Setelah mendapat izin dari instansi terkait, maka penelitian ini akan dilakukan
dengan menekankan masalah etika, meliputi:
1. Informed Consent
Merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian
dengan memberikan lembar persetujuan, (Hidayat, 2017).
2. Anonymity (Tanpa Nama)
Merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam penggunaan subjek
penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama responden
pada lembaran pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan,
(Hidayat,2018).
3. Confidentiality (kerahasiaan)
Merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan kerahasiaan hasil
penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya (Hidayat, 2018).
4. Respect for justice an inclusiveness
Prinsip keterbukaan dan adil perlu dijaga oleh peneliti dengan kehati -hatian.
Peneliti mengkondisikan pencatatan data pasien DM tetap berada dalam ruang
rekam medis dengan tujuan mendukung privasi pasien selama dilakukan
pencatatan.
5. Beneficence
Salah satu hal positif yang dapat diambil dari penelitian adalah mengandung
nilai yang bermanfaat bagi pasien. Dalam penelitian ini, peneliti memberikan
gambaran pentingnya melakukan kontrol gula darah secara rutin agar tercegah
dari bahaya komplikasi.
6. Maleficence
Penelitian yang baik adalah penelitian yang tidak mengandung unsur yang
berbahaya atau dapat merugikan pasien. Pada prosesnya pihak rumah sakit
mengijinkan dan tidak merasa dirugikan dalam pengambilan data ini.

Anda mungkin juga menyukai