Anda di halaman 1dari 43

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes melitus merupakan penyakit serius yang harus diatasi

terutama di negara berkembang. Perubahan gaya hidup berdampak terhadap

perubahan pola penyakit yang terjadi di masyarakat, salah satunya adalah

diabetes melitus. Suatu penelitian epidemiologik oleh WHO menyatakan

bahwa Indonesia merupakan negara urutan kelima dengan jumlah diabetes

melitus terbanyak sekitar 8,3 juta orang. Hasil prevalensi nasional obesitas

penduduk usia >= 15 tahun sebesar 18,8 %, kurang makan buah dan sayur

sebesar 93,6%, kurang aktifitas fisik pada penduduk >10 tahun sebesar

48,2%. (Soegondo, 2015)

Seiring perkembangan zaman dan meningkatnya jumlah penduduk,

peningkatan jumlah penderita suatu penyakit juga semakin tinggi. Salah satu

penyakit yang mengalami peningkatan jumlah penderita yang cukup tinggi

adalah penyakit degeneratif. Penyakit degeneratif merupakan penyakit kronik

menahun yang banyak mempengaruhi kualitas hidup serta produktifitas

seseorang. Penyakit kronik adalah kondisi medis atau masalah kesehatan

yang berkaitan dengan gejala-gejala penambahan usia atau kecacatan yang

membutuhkan penatalaksanaan jangka panjang. Salah satu penyakit yang

dikategorikan penyakit kronik adalah Diabetes Melitus (DM). (Susanto,

2013)

Menurut America Diabetes Association (ADA) 2015 Diabetes

merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik


2

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau

kedua-duanya. Hiperglikemia didefinisikan sebagai kadar gula darah yang

tinggi dari rentang kadar puasa normal 80-90mg/100ml, atau rentang

nonpuasa 140-160 mg/100ml darah. (PERKENI, 2015)

Faktor makanan diet yang tidak menyenangkan, kurangnya

pemahaman tentang diet, manfaat latihan fisik, usia yang sudah lanjut,

keterbatasan fisik, pemahaman yang salah tentang manfaat obat, serta

kegagalan mematuhi minum obat karena alasan ekonomi menyebabkan

ketidakpatuhan diabetisi dalam penatalaksanaan DM. Penyuluhan kesehatan

pada penderita diabetes mellitus merupakan hal yang penting dalam

memonitor gula darah penderita DM dan mencegah komplikasi kronik baik

mikroangiopati maupun makroangiopati. Komplikasi kronik biasanya terjadi

dalam 5 sampai 10 tahun setelah didiagnosis ditegakkan. (Purba, 2013)

Edukasi diabetes merupakan pendidikan mengenai pengetahuan dan

ketrampilan bagi pasien diabetes yang bertujuan mengubah perilaku untuk

meningkatkan pemahaman klien akan penyakitnya. Perubahan hasil dari

pendidikan kesehatan dalam bentuk pengetahuan dan pemahaman tentang

kesehatan, yang diikuti dengan adanya kesadaran yaitu yang positif terhadap

kesehatan, yang akhirnya diterapkan dalam tindakan pencegahan komplikasi

DM. (Azwar, 2012)

Diabetes mellitus yang tidak terkontrol dapat menimbulkan

komplikasi-komplikasi kronik, maka untuk mencegah komplikasi yang

timbul tersebut diperlukan pengendalian kadar gula darah yang baik.Kontrol

kadar gula darah pasien sangat dipengaruhi oleh kepatuhan pasien terhadap
3

diet yang diberikan. Kepatuhan pasien sangat diperlukan untuk mencapai

keberhasilan terapi DM dan berperan penting untuk menstabilkan kadar

glukosa darah penderita DM. (Juniarti, 2015)

Diet adalah salah satu upaya dalam pengelolaan DM, ada 4 pilar

penting dalam penatalaksanaan DM yaitu edukasi, terapi medis/gizi, latihan

jasmani dan farmakologi. Diet merupakan terapi utama, maka seharusnya

setiap penderita mempunyai sikap positif terhadap diet yang dianjurkan agar

tidak terjadi komplikasi dan terkendalinya kadar gula darah. (PERKENI,

2015)

Menurut data International Diabetes Federation (IDF) 2012

menyatakan lebih dari 371 juta orang di dunia menderita penyakit diabetes.

Berdasarkan data tersebut 8,3% dari populasi di dunia telah mengidap

penyakit diabetes melitus ( International working group on the diabetic foot

(IWGDF).WHO memperkirakan pada tahun 2030 jumlah penderita DM akan

semakin meningkat hingga mencapai 438 juta orang. (Damayanti, 2013)

Indonesia menduduki peringkat ke-7 penderita DM terbanyak di dunia

dengan jumlah 7,6 juta orang (IDF Atlas, 2012). Angka ini diperkirakan akan

terus meningkat mencapai 21.257.000 orang pada tahun 2030. Selain itu DM

menduduki peringkat ke-6 penyebab kematian terbesar di Indonesia (The

centers for disease control and prevention (CDC ) 2012. (Damayanti, 2013)

Data Departemen Kesehatan RI menyebutkan bahwa jumlah pasien

rawat inap maupun jalan di Rumah Sakit menempati urutan pertama dari

seluruh penyakit endokrin adalah DM. Dalam profil Kesehatan Indonesia


4

tahun 2015, Diabetes Melitus berada pada urutan ke-6 dari 10 penyakit utama

pada pasien rawat jalan di rumah sakit di Indonesia. (DEPKES, 2017)

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013

menyatakan prevalensi DM dari 1,1 % tahun 2011 meningkat menjadi 2,4%

tahun 2013. Prevalensi DM terendah terdapat pada provinsi Lampung yaitu

0,7%. Dan prevalensi DM tertinggi terdapat di provinsi DI Yogyakarta yaitu

2,6%. Sumatra Barat termasuk kedalam prevalensi DM terbesar, yang berada

pada urutan ke-7 dari 33 Provinsi dengan prevalensi 1,3%. (Riskesdas, 2013)

Menurut profil dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2015

Prevalensi diabetes dan hipertiroid di Sulawesi Selatan yang didiagnosis

dokter sebesar 1,6 persen dan 0,5 persen. DM yang didiagnosis dokter atau

berdasarkan gejala sebesar 3,4 persen. Prevalensi diabetes yang didiagnosis

dokter tertinggi terdapat di Kabupaten Pinrang (2,8%), Kota Makassar

(2,5%), Kabupaten Toraja Utara (2,3%) dan Kota Palopo (2,1%). Prevalensi

diabetes yang didiagnosis dokter atau berdasarkan gejala, tertinggi di

Kabupaten Tana Toraja (6,1%), Kota Makassar (5,3%), Kabupaten Luwu

(5,2%) dan Kabupaten Luwu Utara (4,0%). Prevalensi hipertiroid tertinggi di

Kabupaten Barru (1,1%), Kabupaten Wajo, Kabupaten Soppeng dan

Kabupaten Sinjai (masing-masing 1,0%). Prevalensi diabetes melitus

berdasarkan diagnosis dokter dan gejala meningkat sesuai dengan

bertambahnya umur, namun mulai umur ≥65 tahun cenderung menurun.

Prevalensi DM pada perempuan cenderung lebih tinggi daripada laki-laki.

Prevalensi DM, di perKotaan cenderung lebih tinggi daripada di perdesaan.

Prevalensi DM cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan tingkat


5

pendidikan lebih tinggi dan dengan kuintil indeks kepemilikan lebih atas.

Berdasarkan data Survailans Penyakit tidak menular Bidang P2PL Dinas

Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2014 terdapat Diabetes Mellitus

27.470 kasus baru, 66.780 kasus lama dengan 747 kematian.

Berdasarkan data awal yang didapatkan di BLUD RSUD H Padjonga

Dg Ngalle, pasien yang mengidap penyakit Diabetes Melitus dengan rawat

jalan setelah melakukan pemeriksaan pada tahun 2015 sebanyak 2885 orang,

tahun 2016 sebanyak 2149 orang, dan tahun 2017 sebanyak 2068 orang,

sedangkan yang rawat inap pada tahun 2015 sebanyak 186 orang, tahun 2016

sebanyak 280 orang dan tahun 2017 sebanyak 325 orang.

Berdasarkan uraian data diatas dan teori-teori yang ada, dan

mengingat pentingnya pemberian eduktif dalam penatalaksanaan DM maka

peneliti tertarik untuk mengetahui “pengaruh pemberian edukatif dengan

kepatuhan berobat Diabetes Melitus type 2 di ruang Interna BLUD RSUD H.

Padjonga Dg Ngalle tahun 2018”.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Identifikasi Masalah

Diabetes mellitus adalah suatu jenis penyakit yang disebabkan

menurunnya hormon yang diproduksi oleh kelenjar pangkreas.

Penurunan hormon ini mengakibatkan seluruh gula (glukosa) yang

dikonsumsi tubuh tidak dapat diproses secara sempurna, sehingga

kadar glukosa di dalam tubuh akan meningkat. Pada diabetes militus

adalah perencanaan makanan (diet), latihan (olahraga), pemantauan

glukosa darah, terapi (bila diperlukan dan penyuluhan kesehatan. Diet


6

yang baik adalah diet yang disesuaikan dengan kebutuhan kalori klien

tetapi meningkatkan kadar glukosa darah. Kepatuhan pasien dan diet

merupakan slaah satu kendalanya. Oleh karena itu terjadinya diabetes

mellitus dapat dikaitkan dengan edukasi atau pengetahuan untuk

memerangi penderita Diabetes Melitus.

1.2.2 Pertanyaan Masalah

Berdasarkan hal tersebut diatas maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “apakah ada pengaruh pemberian edukatif

dengan kepatuhan berobat Diabetes Melitus type 2 di ruang Interna

BLUD RSUD H. Padjonga Dg Ngalle?”

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh pemberian edukatif dengan kepatuhan

berobat Diabetes Melitus type 2 di ruang Interna BLUD RSUD H.

Padjonga Dg Ngalle

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui kepatuhan berobat Diabetes Melitus type 2 di

ruang Interna BLUD RSUD H. Padjonga Dg Ngalle

2. Untuk menganalisis pengaruh edukatif dengan kepatuhan berobat

pada pasien diabetes mellitus type 2 sebelum dilakukan

penyuluhan di ruang interna BLUD RSUD H Padjonga Dg Ngalle

3. Untuk menganalisis pengaruh edukatif dengan kepatuhan berobat

pada pasien diabetes mellitus type 2 setelah dilakukan penyuluhan

di ruang interna BLUD RSUD H Padjonga Dg Ngalle


7

1.4 Manfaat Penulisan

1. Manfaat teoritis

Dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya

untuk dapat dijadikan acuan tentang teori yang sudah ada. Selain itu

dapat juga digunakan sebagai bahan informasi dan tambahan ilmu

pengetahuan tentang pengaruh pemberian edukatif dengan kepatuhan

diet Diabetes Melitus type 2

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Instansi pelayanan masyarakat

Meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat khususnya dalam

penanganan DM type 2

b. Bagi masyarakat

Sebagai sumbangan ilmu pengetahuan tentang asuhan keperawatan

pada pasien DM type 2

c. Bagi ilmu keperawatan

Sebagai sumbangan ilmu pengetahuan tentang asuhan keperawatan

pada pasien DM type 2

d. Bagi peneliti selanjutnya

Sebagai masukan data dan sumbangan pemikiran perkembangan

pengetahuan untuk peneliti selanjutnya.


8

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar

2.1.1 Defenisi Diabetes Melitus

Diabetes melitus sudah dikenal sejak berabad-abad sebelum

Masehi dengan gejala banyak kencing dan haus, yang dilaporkan dalam

sebuah catatan zaman Mesir kuno pada tahun 1550 SM. Catatan ini

ditemukan pada tahun 1862 oleh seorang ahli Mesir kuno dari Jerman,

Georg Ebers, dan kemudian disebut sebagai The Ebers Papyrus

(Tandra, 2014).

Diabetes melitus adalah satu kumpulan gejala yang timbul pada

seseorang yang disebabkan oleh adanya peningkatan kadar glukosa

darah akibat kekurangan insulin baik absolute maupun realtif

(Soegondo, 2015).

Diabetes mellitus adalah suatu gangguan metabolisme

karbohidrat, protein, dan lemak akibat dari ketidak seimbangan antara

ketersediaan insulin dengan kebutuhan insulin. gangguan tersebut dapat

berupa defesiensi insulin absolut, gangguan pengeluaran insulin oleh sel

beta pankreas, ketidak adekuatan atau kerusakan pada reseptor insulin,

produksi insulin yang tidak aktif dan kerusakan insulin sebelum

bekerja. (Damayanti, 2015).

Diabetes Melitus adalah penyakit akibat adanya gangguan

metabolisme karbohidrat yang ditandai dengan kadar glukosa darah

yang tinggi (hiperglikemia) dan ditemukannya glukosa dalam urine


9

(glikosuria) yang disebabkan oleh karena adanya gangguan produksi

insulin oleh pankreas, berupa kurangnya atau tidak adanya produksi

insulin,dan dapat pula disebabkan oleh adanya gangguan

aktifitas/sensitifitas insulin (resistensi insulin) (Iiyas, 2014).

2.1.2 Klasifikasi Diabetes Melitus

Menurut Perkeni (2015), Berdasarkan klasifikasi Amerika

Diabetes Association/Word Health Organization (ADA/WHO).

Diabetes Melitus diklasifikasikan menjadi empat tipe berdasarkan

penyebab dan proses penyakitnya :

a. Diabetes Melitus Tipe 1 (Insulin Dependent Diabetes Mellitus)

Pada tipe 1, sel pangkreas yanng menghasilkan insulin

mengalami kerusakan. Akibatnya, sel-sel beta pada pankreas tidak

dapat mensekresi insulin atau jika ddapat mensekresi insulin, hanya

dalam jumlah sedikti. Kerusakan pada sel-sel beta disebabkanoleh

peradangan pada pamkreas yang dapat disebabkan oleh infeksi virus

atau akibat endapan-endapan besi dalam pankreas (hemokramatis

atau hemisiderosis). Akibat sel-sel beta tidak dapat membentuk

insulin, maka penderita tipe 1 ini selalu tergantung pada insulin.

Diabetes tipe 1 biasanya adalah penyakit autoimun, yaitu

penyakit yang disebabkan oleh gangguan system imun atau

kekebalan tubuh si pasien dan mengakibatkan rusaknya sel beta

pankreas. Teori ininjuga menyebutkan bahwa kerusakan pankreas

adalah akibat pengaruh genetic (keturunan), infeksi virus, atau

malnutrisi. Tipe ini paling banyak menyerang segala umur. Biasanya


10

penderita tipe 1 tampak kurus. Gejala diabetes mellitus tipe 1 dapat

berkebang secara cepat dalam waktu satu minggu atau beberapa

bulan. Dari hasil penelitian, persentase penderita diabetes mellitus

tipe 1 dapat berkembang secara cepat dalam waktu satu minggu atau

beberapa bulan. Dari hasil panelitian, persentase penderita diabetes

mellitus tipe 1 sebesar 10-20%, sedangkan penderita diabetes

mellitus tipe 2 sebesar 80-90% (Tandra, H. 2014).

b. Diabetes Mellitus Tipe 2 (Non-insulin dependent Diabetes Mellitus)

Pada diabetes mellitus tipe 2, sel beta pankreas tidak rusak,

walaupun mungkin hanya terdapat sedikit yang normal sehingga

masih bisa mensekresi insulin, tetapi dalam jumlah kecil sehingga

tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup. Biasanya, penderita

tipe ini adalah orang dewasa gemuk di atas 40 tahun, tetapi kadang-

kadang juga menyerang segala umur.

Diabetes mellitus tipe 2, merupakan kondisi yang diwariskan

(diturunkan). Biasanya, penderitanya mempunyai anggota keluarga

yang juga terkena. Sifat dari gen yang menyebabkan diabetes tipe ini

belum diketahui. Sekitar 25% penderita diabetes tipe 2 mempunyai

riwayat keluarga dan hampir semua kembar identik yang menderita

diabetes tipe 2, pasangan kembarnya juga menderita penyakit yang

sama.

c. Diabetes Mellitus Saat Kehamilan

Diabetes yang muncul hanya pada saat hamil disebut sebagai

tipe gestasi atau gestational diabetes. Keadaan ini terjadi karena


11

pembentukan beberapa hormone pada iibu hamil yang menyebabkan

resistensi insulin.

Diabetes semacam ini tercapai pada 2-5% dari pada seluruh

diabetes (Suyono, 2014). Biasanya baru diketahui setelah kehamilan

bulan keempat keatas, kebanyakan pada trimester ketiga. Setelah

persalinan, pada umumnya glukosa darah akan kembali normal

sesudah hamil. Namun perlu diwaspadai adalah bahwa lebih dari

setengah ibu hamil dengan diabetes, mengidap diabetes tipe 2

dikemudian hari

2.1.3 Etiologi Diabetes Mellitus

Penyebab diabetes mellitus adalah kurangnya produksi dan

ketersediaan insulin dalam tubuh atau terjadinya gangguan fungsi

insulin, yang sebenarnya jumlahnya cukup. Kekurangan insulin

disebabkan terjadinya kerusakan sebagian kecil atau besar sel-sel beta

pulau lengerhans dalam kelenjar pankreas yang berfungsi menghasilkan

insulin (Anonim, 2014).

Menurut Widyanto (2013), Penyebab diabetes mellitus belum

diketahui secara pasti, namun terdapat beberapa faktor risiko yang

mempengaruhinya yaitu, obesitas, penyakit autoimun, dan virus. Selain

itu, faktor seperti lingkungan, ekonomi serta budaya juga dapat

mempengaruhi terjadinya diabetes mellitus. Adapun faktor resiko yang

memungkinkan seseorang terkena diabetes mellitus apabila ditemukan

kondisi-kondisi berikut ini:

a. Riwayat keluarga dengan diabetes mellitus


12

b. Obesitas (>20%, BB ideal) atau indeks masa tubuh (IMT) >27%

kg/m2.

c. Umur diatas 40 tahun

d. Tekanan darah tinggi (>140/90)

e. Kelainan profil lipid darah (dislipidemia) yaitu kolesterol HDL < 35

mg/dl, dan atau trigliserida > 250 mg/dl.

f. Seseorang yang dinyatakan sebagai toleransi glukosa terganggu

(TGT) atau gula darah puasa(terganggu) (GDPT)

g. Wanita yang melahirkan bayi > 4.000 gr.

Beberapa kondisi dapat meningkatkan risiko terjadinya DM

adalah prediabetes, riwayat keluarga, obesitas, aktifitas fisik atau

kurang aktifitas, usia dan stres. Stress meningkatkan risiko DM pada

usia dewasa muda hingga 23%. Stres dapat meningkatkan hormon-

hormon yang bekerja berlawanan dengan insulin sehingga

menyebabkan peningkatan kadar gula darah (prihaningtyas, 2013).

2.1.4 Patofisiologi

1. DM Type 1 (DMT 1 = Diabetes Melitus tergantung insulin)

DMT 1 merupakan DM yang tergantung insulin. Pada DMT

1 kelainan terletak pada sel beta yang bisa idiopatik atau imunologik.

Pankreas tidak mampu mensintesis dan mensekresi insulin dalam

kuantitas dan atau kualitas yang cukup, bahkan kadang-kadang tidak

ada sekresi insulin sama sekali. Jadi pada kasus ini terdapat

kekurangan insulin secara absolut (Tjokroprawiro, 2013).


13

Pada DMT 1 biasanya reseptor insulin di jaringan perifer

kuantitas dan kualitasnya cukup atau normal ( jumlah reseptor

insulin DMT 1 antara 30.000-35.000 ) jumlah reseptor insulin pada

orang normal ± 35.000. sedang pada DM dengan obesitas ± 20.000

reseptor insulin (Tjokroprawiro, 2013).

DMT 1, biasanya terdiagnosa sejak usia kanak-kanak. Pada

DMT 1 tubuh penderita hanya sedikit menghasilkan insulin atau

bahkan sama sekali tidak menghasilkan insulin, oleh karena itu

untuk bertahan hidup penderita harus mendapat suntikan insulin

setiap harinya. DMT1 tanpa pengaturan harian, pada kondisi darurat

dapat terjadi (Riskesdas, 2013).

2. DM Tipe 2 ( Diabetes Mellitus Tidak Tergantung Insulin =DMT 2)

DMT 2 adalah DM tidak tergantung insulin. Pada tipe ini,

pada awalnya kelainan terletak pada jaringan perifer (resistensi

insulin) dan kemudian disusul dengan disfungsi sel beta pankreas

(defek sekresi insulin), yaitu sebagai berikut : (Tjokroprawiro, 2003)

a. Sekresi insulin oleh pankreas mungkin cukup atau kurang,

sehingga glukosa yang sudah diabsorbsi masuk ke dalam darah

tetapi jumlah insulin yang efektif belum memadai.

b. Jumlah reseptor di jaringan perifer kurang (antara 20.000-

30.000) pada obesitas jumlah reseptor bahkan hanya 20.000.

c. Kadang-kadang jumlah reseptor cukup, tetapi kualitas reseptor

jelek, sehingga kerja insulin tidak efektif (insulin binding atau

afinitas atau sensitifitas insulin terganggu).


14

d. Terdapat kelainan di pasca reseptor sehingga proses glikolisis

intraselluler terganggu.

e. Adanya kelainan campuran diantara nomor 1,2,3 dan 4.

DM tipe 2 ini Biasanya terjadi di usia dewasa.

Kebanyakan orang tidakmenyadari telah menderita dibetes tipe

2, walaupun keadaannya sudah menjadi sangat serius. Diabetes

tipe 2 sudah menjadi umum di Indonesia, dan angkanya terus

bertambah akibat gaya hidup yang tidak sehat, kegemukan dan

malas berolahraga (Riskesdas, 2013).

2.1.5 Gejala Klinik

Menurut Soegondo (2015), Beberapa gejala dan keluhan yang

perlu diketahui bagi penderita DM yaitu gejala awal, gejala akut dan gejala

kronis. Gejala awal yaitu :

a. Poliuria, adalah seringnya buang air kecil terutama pada malam hari

dengan volume banyak. Kondisi ini disebabkan oleh tingginya kadar

gula darah yang tidak bisa ditoleransi oleh ginjal dan agar urin yang

dikeluarkan tak terlalu pekat, ginjal harus menarik banyak cairan dari

dalam tubuh.

b. Polidipsia, adalah peningkatan rasa haus yang disebabkan dari kondisi

sebelumnya yaitu poliuria yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel

sehingga penderita akan minum terus menerus untuk mengobati rasa

hausnya.

c. Polifagia, adalah seringnya merasa lapar yang luar biasa. Hal ini

disebabkan karena gula darah yang tidak bisa masuk kedalam

sel,dimana sel-sel tubuh tidak dapat menyerap glukosa akibatnya


15

tubuh secara keseluruhan kekurangan energi dan lemas sehingga sel-

sel akan mengirim sinyal lapar ke otak untuk menggerakkan penderita

makan terus menerus. Pada fase ini penderita menunjukan berat badan

yang terus naik atau bertambah gemuk.

Gejala tahap akut :

1. Cepat mengalami kelelahan dan lemas tanpa sebab yang jelas.

2. Air kencing dikerumuni semut karena rasanya yang manis.

3. Penurunan berat badan yang drastis tanpa sebab yang jelas. Dalam

hitungan 2-4 minggu bisa turun 5-10 kg.

Gejala kronik :

1. Rasa kesemutan pada jari tangan dan kaki, karena sirkulasi darah

terhambat atau tidak lancar.

2. Terasa panas di kulit, juga terasa sakit seperti tertusuk-tusuk, kulit

terasa tebal.

3. Sering terjadi kram.

4. Gejala gangguan kulit seperti badan gatal-gatal, kulit merah, dan

menipis.

5. Sering merasa lelah dan mengantuk tanpa sebab yang jelas.

6. Gangguan penglihatan, mulut dan gigi.

7. Jika terjadi luka, sulit untuk disembuhkan karena terhambatnya suplai

darah akibat menyempitnya pembuluh darah.

8. Jika tes urin dan darah, menunjukan nilai kadar gula darah yang

tinggi.1

Diabetes sering sekali muncul tanpa gejala. Namun demikian ada

beberapa gejala yang harus diwaspadai sebagai isyarak sebagai isyarat


16

kemungkinan diabetes. Gejala tipikal yang sering dirasakan penderita

diabetes melitus antara lain poliuria (sering buang air kecil), polidipsi

(sering haus) dan polifagia (banyak makan/mudah lapar). Selain itu

sering pula muncul keluhan penglihatan abur, koordinasi gerak anggota

tubuh terganggu, kesemutan pada tangan atau kaki. timbul gatal-gatal

yang sering kali sangat mengganggu (pruritus), dan berat badan

menurun tanpa sebab yang jelas (Suyono, 2014).

2.1.6 Komplikasi

Adapun komplikasi Diabetes Melitus menurut Susanto (2013)

yaitu:

1. Akut

a. Ketoasidosis diabetic (KAD)

Merupakan komplikasi akut diabetes yang ditandai dengan

peningkatan kadar glukosa darah yang tinggi (300-600mg/dL)

disertai dengan adanya tanda dan 24 gejala asidosis dan plasma

keton (+) kuat. KAD disebabkan oleh tidak adanya insulin atau

tidak cukupnya jumlah insulin nyata.3

b. Status Hiperglikemi Hiperolsmolar (SHH)

Pada keadaaan ini terjadi peningkatan glukosa darah

sangat tinggi (600-1200mg/dL), tanpa tanda dan gejala asidosis,

osmolaritas plasma sangat meningkat (330-320 mOs/mL), plasma

keton (+/-) , anion gap normal sedikit meningkat.3

c. Hipoglikemia
17

Hipoglikemia ditandai dengan penurunan kadar glukosa

darah <60 mg/dL. Terjadi akibat pemberian insulin atau preparat

oral berlebihan, konsumsi yang terlalu sedikit atau aktifitas fisik

yang berat.16

2. Kronik

a. Makrovaskuler

Makrovaskuler yaitu perubahan aterosklorotik dalam

pembuluh darah besar. Penyakit yang sering ditimbulkan pada

makrovaskuler yaitu :

1. Penyakit arteri koroner, menyebabkan peningkatan insiden

miokard infark pada penderita DM.

2. Penyakit vaskuler perifer, merupakan penyebab utama

meningkatnya insiden gangren dan amputasi pada penderita

DM.

3. Penyakit serebrovaskuler, menimbulkan serangan iskemia

dan stroke.16

b. Mikrovaskuler

Mikrovaskuler ditandai dengan penebalan membran

basalis pembuluh kapiler. 25 Penyakit yang ditimbulkan oleh

mikrovaskuler yaitu :

1. Retinopati diabetik, disebabkan perubahan-perubahan pada

pembuluh darah kecil pada retina mata.

2. Nefropati diabetik.

3. Neuropati.16
18

2.1.7 Pengobatan Diabetes Mellitus

Berhasilnya pengobatan diabetes bergantung pada kerjasama

antara petugas dengan penderita dan keluarganya. Penderita diabetes

yang mempunyai pengetahuan cukup tentang diabetes, kemudian

selanjutnya mengubah perilaku dan gaya hidupnya, akan dapat

mengendalikan kondisi penyakitnya sehingga ia dapat hidup berkualitas

(Basuki, 2015).

Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan

dan latihan jasmani (gaya hidup sehat). Tetapi farmakologis terdiri dari

obat oral dan bentuk suntikan.

Obat hipoglikemia oral, berdasarkan cara kerjanya ,OHO dibagi

menjadi 5 golongan:

1. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue):sulfonylurea dan glinid

2. Peningkatan sensitivitas terhadap insulin: metformin dan

tiazolidindion

3. Penghambat glukoneogenesis (Metformin)

4. Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa

5. DPD-IV inhibitor.(Perkeni, 2011).

2.1.8 Pencegahan Diabetes Mellitus

Ada tiga jenis pencegahan terhadap penyakit diabetes melitus

(Suyono, 2014) :

a. Pencegahan primer, mencakup kegiatan yang ditujukan untuk

mencegah agar diabetes tidak terjadi pada orang atau populasi yang
19

rentan melalui modufikasi faktor resiko/determinan lingkungan dan

perilaku atau intervensi khusu terhadap orang yang rentan.

b. Pencegahan sekunde, mencakup kegiatan seperti penapisa, yang

ditujukan pada pendetiksian dini diaabetes serta penangan segera dan

efektif keadaan tersebut dengan tujuan untuk memperbaiki keadaan

dan menghentikan kemajuan.

c. Pencegahan tersier, adalah setiap langkah yang dilakukan guna

mencegah penyakit atau kecacatan yang diakibatkan oleh diabetes,

yaitu untuk mencegah dampak negatif (komplikasi) diabetes pada

orang-orang yanng telah menderita penyakit tersebut.

2.1.9 Terapi Diet Diabetes Melitus

Dapat dilkukan terapi seperti mrrencanakan menu makanan yang

baik, berolahraga secara teratur, dan pola hidup teratur. Caranya dnegan

mengontrol pola makan, terutama menghindari makanan yang

kandungan gulanya terlalu tinggi. Jugaa mulai melakukan ilahrag secara

rutin dan melakuka konsutasi dengan dokter. Todankan ini merupakan

cara terbauk menghindari penyakit diabetes melitus merupakan cara

terbaik untuk menghindati peyakit diabetes melitus (Azwar, 2012)

Tabel 2.1 Kelompok makanan pokok sumber kabohidrat (Harmanto,


2014)
Bahan makanan Gl (%) Bahan makanan Gl (%)

yang disarankan glukosa = yang kurang atau Glukosa =

100 tidak di sarankan 100

Beras palboiled 47 Bubur (beras 92

cokelat)
20

Bulgur rebus 46 Beras instan 91

Roti (bulgur) 52 Beras putih 88

rendah amilase

Ketela rambat 54 Kentang 85

panggang

Kacang hijau 55 Kentang instan 83

Beras cokelat 55 Roti (terigu) 70

Kentang putih rebus 56 Tapioka 70

Beras putih yang tak 59 Pisang beum 70

pulen atau pera masak

Jagung 68

Kentang putih 65

kukus

Tabel 2.2 Kelompok sayuran sumber vitamin, mineral dan serat

pangan (Harmanto, 2014).

Bahan makana Gl (%) Bahan makanan Gl (%)

yang disarankan Glukosa = yang kurang atau Glukosa =

100 tidak disarankan 100

Kacang kedelai 18 Labu 75

Kidney bean 27 Wortel 71

Sayuran hijau 29 Jagung manis 55


21

2.1.10 Kepatuhan Diet Pada Diabetes Melitus

Kepatuhan adlah tingkat perilaku pasien yang ditujukan terhadap

instruksi patunjuk yang diberikan dalam bentuk terapi apapun yang

ditentukan, baik diet, latihan, pengobatan atau menepati janji

perrtemuan dengan dokter. Kepatuhn seseorang sangat berhubungan

dengan interaksi kompleks antara dukungn keluarga dan pengalaman.

Interaksi perilaku dengan kepercayaan kesehatan seseorang yang ada

sebelumnya (Stanley, 2015).

Dalam melaksanakan kepatuhan diet pada pasien diabetes

melitus, hendaknya mengikuti pedoman 3J (jumalah, jadwal, jenis)

yaitu (Tjokropawiro, 1996) :

1. Jumlah kalori yang diberikan harus habis.

seperti makanan yang banyak megandung karbohidrat,

protein, lemak, seperti : nasi, tepung, ikan tahu, tempe, daging,

minyak keju, mentega ddan gula dengan berat kalori 2500kalori

harus habis dalam satu hari.

2. Jadwal diet harus diikuti sesuai dengan intervalnya tiga jam

Untuk pagi : susu 1 gelas kemudian pada pukul 10.00

makanan selingan misalnya roti, pada pukul 13.00 nasi, ayam,

sayur, kemudian pada pukul 16.00 mkanan selingan megkonsumsi

buah-buahan yang kandungan glukosanya rendh misalnya apel,

semangka, jeruk, dan melon.


22

3. Jenis makanan yang mais harus dihindari

Pola makan yag tidak teratur seperti konsumsi gula yang

terlalu tinggi dapat memicu terjadinya diabetes melitus. Karena

makanan yang manis dapat meningkatkan kadar glukosa dalam

darah. Seperti kandungan gula dalam kopi, susu murni, cokelat, dan

keju,

2.2 Variabel yang akan diteliti

2.2.1 Pengetahuan

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang penting

bagi terbentuknya perilaku seseorang. Pengetahuan yang mencakup

domain kognitif mencakup 6 tingkatan. (Hartati, 2016).

1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya termasuk dalam tingkat ini adalah mengingat

kembali terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang

dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh karena itu,

tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

2. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat di

interprestasikan lewat materi tersebut secara benar. Orang yang

telah paham terhadap suatu objek atau materi harus dapat

dijelaskan , menyebut contoh menyimpulkan dan meramalkan

terhadap suatu objek yang telah dipelajari.


23

3. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan senagai suatu kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari dalam keadaan yang nyata. Aplikasi

disini dapat diartikan sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus,

metode, dan prinsip di dalam kontek dan situasi lain.

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi suatu

objek kedalam suatu struktur objek kedalam komponen-komponen

, tetapi masih dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada

kaitannya satu dengan yang lain. Kemampuan analisis ini dapat

dilihat dari penggunaan kata kerja seperti menggambarkan ,

membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan

atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk

keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu

kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-

formulasi yang telah ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

penilaian lain terhadap suatu objek atau penilaian terhadap suatu

objek atau materi. Penilaian ini ditentukan oleh kriteria yang

ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada.


24

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya perilaku terbuka (Over behavior) perilaku yang didasari

pengetahuan bersifat langgeng. Ada beberapa faktor yang

mempengaruhi tingkat pengetahuan. (Hartati, 2016).

1. Faktor Internal

Faktor internal menurut Yulianti, (2015). Faktor internal ini

akan dibagi dalam 10 faktor, yaitu :

a. Pendidikan

Tingginya pendidikan yang ditempuh diharapkan tingkat

pengetahuan seseorang akan bertambah, bahwa semaki tinggi

pendidikan seseorang maka tinggi pula tingkat pengetahuan

yang didapat oleh orang tersebut, yang artinya dapat

mempengaruhi terhadap pola piker dan daya ingat seseorang.

b. Pekerjaan

Lingkungan pekerjaan dapat dapat menjadikan seseorang

memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara

langsung maupun tidak langsung. Pekerjaan adalah suatu yang

dilakukan untuk mencari nafkah , adanya pekerjaan

memerlukan waktu dan tenaga untuk menyelesaikan berbagai

jenis pekerjaan masing-masing dan dianggap penting dan

memerlukan perhatian masyarakat yang sibuk hanya memiliki

sedikit waktu untuk memperoleh informasi .


25

c. Umur

Umur adalah lama waktu hidup atau sejak kelahiran atau

diadakan sikap tradisional mengenai jalannya perkembangan

selama hidup. Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak

informasi yang dijumpai, semakin banyak hal yang dikerjakan.

d. Penghasilan

Seseorang yang memiliki tingkat ekonomi yang lumayan akan

memilki daya beli yang cukup tinggi pula. Penghasilan yang

rendah akan mengurangi kemampuan keluarga untuk

memenuhi kebutuhan keluarga.

e. Jenis kelamin

Perilaku antara laki-laki dan perempuan mempunyai perbedaan

baik cara berpakaian, melakukan pekerjaan sehari-hari maupun

reaksi terhadap kondisi sakit yang menimpanya. Perbedaan

tersebut dimungkinkan karena faktor hormonal , struktur fisik

maupun norma pembagian tugas keluarga. Perempuan lebih

berperilaku atas dasar perasaan, sebaliknya laki-laki sering

bertindak atas pertimbangan rasionalnya.

f. Pengalaman

Pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau pengalaman

itumerupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran

pengetahuan. oleh sebab itu, pengalaman pribadi pun dapat

sebagai upaya dalam memecahkan masalah yang dihadapi pada

masa lalu.
26

g. Sosial Ekonomi

Lingkungan sosial ekonomi yang berpengaruh terhadap tingkah

laku seseorang . keadaan sosial ekonomi keluarga yang relatif

mencukupi akan mampu menyediakan fasilitas yang diperlukan

serta dapat masuk kejenjang pendididkan tinggi dan kelak akan

tidak mengalami kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan

hidupnya.

h. Minat

Diartikan sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang

tinggi terhadap sesuatu minat menjadikan seseorang untuk

memenuhi suatu hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan

yang telah mendalam.

i. Kebudayaan Lingkungan Sekitar

Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai

pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Wilayah

mempunyai budaya untuk menjaga keburukan lingkungan

maka akan sangat mungkin masyarakat mempunyai sikap

untuk selalu menjaga keberhasilan lingkungan, karena

lingkungan sangat berpengaruh dalam pembentukan sikap

pribadi atau sikap seseorang.

j. Informasi

Kemudahan untuk memperoleh suatu informasi dapat

membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh

pengetahuan yang baru.


27

2. Faktor Eksternal

Faktor eksternal menurut Yulianti, (2015). Faktor eksternal

dibagi sebagai berikut :

a. Faktor Lingkungan

Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar

manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi

perkembangan dan perilaku orang atau kelompok

b. Sosial Budaya

System sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat

mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi.

2.2.2 Pengaruh pemberian Edukatif pada pasien DM

Interaksi edukatif adalah interaksi yang dengan sadar

meletakkan tujuan untuk mengubah tingkah laku dan perbuatan

seseorang. Atau dapat juga dikatakan interaksi edukatif yakni interaksi

yang secara sadar memiliki tujuan untuk mendidik, untuk

mengantarkan seseorang untuk meningkatkan standar kehidupannya.

(Hasibuan, 2012)

Proses interaksi edukatif adalah suatu proses yang

mengandung sejumlah norma. Semua norma itu harus ditransfer

kepada seseorang. Karena itu, sangatlah wajar jika interaksi edukatif

tidak berproses pada kehampaan tetapi penuh makna.

Menurut Hasibuan (2013), Sebagai interaksi yang bernilai

normatif, maka interaksi edukatif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:


28

a. Interaksi edukatif memiliki tujuan

Tujuan interaksi edukatif adalah untuk membantu seseorang

dalam suatu perkembangan tertentu. Inilah yang dimaksud interaksi

edukatif sadar akan tujuan dengan menempatkan seseorang yang

tidak mempunyai pengetahuan tentang penyakitnya sebagai pusat

perhatian, sedangkan unsur lainnya sebagai pengantar dan

pendukung.

b. Ada suatu prosedur (jalannya interaksi) yang direncana untuk

mencapai tujuan yang telah ditetapkan

Agar dapat mencapai tujuan secara optimal, maka dalam

melakukan interaksi dibutuhkan prosedur atau langkah-langkah

sistematik dan relevan. Untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran

yang satu dengan yang lain, mungkin akan membutuhkan prosedur

dan desain yang berbeda.

c. Interaksi edukatif ditandai dengan penggarapan materi khusus

Dalam hal materi harus didesain sedemikian rupa, sehingga

cocok untuk mencapai tujuan. Dalam hal ini perlu memperhatikan

komponen-komponen pengajaran yang lain. Materi harus sudah

didesain dan disiapkan sebelum berlangsungnya interaksi edukatif.

d. Ditandai dengan aktivitas anak didik

Sebagai konsekuensi, bahwa anak didik merupakan sentral,

maka aktivitas anak didik merupakan syarat mutlak bagi

berlangsungnya interaksi edukatif. Aktivitas anak didik dalam hal


29

ini baik secara fisik maupun mental aktif. Inilah yang sesuai

dengan konsep CBSA.

e. Pemateri berperan sebagai pembimbing

Dalam peranannya sebagai pembimbing, pemateri harus

berusaha menghidupkan dan memberikan motivasi agar terjadi

proses interaksi edukatif yang kondusif. Pemateri harus siap

sebagai mediator dalam segala situasi proses interaksi edukatif,

sehingga pemateri akan merupakan totoh yang dilihat dan ditiru

tingkah lakunya oleh anak didik. Pemateri (lebih baik bersama anak

didik) sebagai desainer akan memimpin terjadinya interaksi

edukatif.

f. Interaksi edukatif membutuhkan disiplin

Disiplin dalam hal ini diartikan sebagai suatu pola tingkah

laku yang diatur menurut ketentuan yang sudah ditaati dengan

sadar oleh pihak pemateri maupun pihak anak didik. Mekanisme

konkret dari ketaatan pada ketentuan atau tata tertib itu akan

terlihat dari pelaksanaan prosedur. Jadi, langkah-langkah yang

dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang sudah digariskan.

Penyimpangan dari prosedur, berarti suatu indikator pelanggaran

disiplin.

g. Memiliki batas waktu

Untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu dalam sistem

berkelas (kelompok anak didik), batas waktu menjadi salah satu ciri
30

yang tidak bisa ditinggalkan. Setiap tujuan akan diberi waktu

tertentu, kapan tujuan harus sudah tercapai.

h. Diakhiri dengan evaluasi

Dari seluruh kegiatan tersebut, masalah evaluasi merupakan

bagian penting yang tidak bisa diabaikan. Evaluasi harus pemateri

lakukan untuk mengetahui tercapai atau tidak tujuan pengajaran

yang telah ditentukan.

Sebagai suatu sistem tentu saja interaksi edukatif mengandung

sejumlah komponen yang meliputi tujuan, bahan pelajaran, kegiatan belajar

mengajar, metode, alat, sumber, dan evaluasi. (Sadirman, 2016)

1. Tujuan

Tujuan yang tidak pernah absen dari agenda kegiatan dalam

memprogramkan kegiatan pengajaran adalah pembuatan tujuan

pembelajaran. Tujuan mempunyai arti penting dalam kegiatan pasti

kemana kegiatan pembelajaran akan dibawa oleh pemateri. Dengan

berpedoman pada tujuan pemateri dapat menyeleksi tindakan mana

yang harus dilakukan dan tindakan mana yang harus ditinggalkan.

2. Bahan pelajaran

Bahan pelajaran adalah unsur inti dalam kegiatan interaksi edukatif.

Tanpa bahan pelajaran proses interaksi edukatif tidak akan berjalan,

karena itu, pemateri yang akan mengajar pasti mempelajari dan

mempersiapkan bahan pelajaran yang akan di sampaikan kepada anak

didik.
31

3. Kegiatan Belajar Mengajar

Kegiatan belajar mengajar adalah inti kegiatan dalam pendidikan.

Segala sesuatu yang diprogramkan akan dilaksanakan dalam kegiatan

belajar mengajar. Semua komponen pengajaran akan berproses di

dalamnya. Komponen inti yakni manusiawi, pemateri, dan pasien

melakukan kegiatan dengan tugas dan tanggung jawab dalam

kebersamaan berlandaskan interaksi normatif untuk bersama-sama

mencapai tujuan pembelajaran.

4. Metode

Metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan

yang telah ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar, metode

diperlukan oleh pemateri guna kepentingan pembelajaran. Dalam

melaksanakan tugas pemateri sangat jarang menggunakan satu metode,

tetapi selalu memakai lebih dari satu metode. Karena karakteristik

metode yang memiliki kelebihan dan kelemahan maka pemateri dituntut

untuk menggunakan metode yang bervariasi. Faktor – faktor yang perlu

dipertimbangkan untuk memilih metode mengajar sebagai berikut:

a. Tujuan dengan berbagai jenis dan fungsinya.

b. pasien dengan berbagai tingkat kematangannya.

c. Situasi dengan berbagai keadaannya.

d. Fasilitas dengan berbagai kualitas dan kuantitasnya.

e. Pribadi pemateri dan kemampuan profesinya yang berbeda – beda.


32

5. Alat

Alat adalah segala sesuatu yang dapat digunakan dalam rangka

mencapai tujuan pembelajaran. Sebagai segala sesuatu yang dapat

digunakan dalam mencapai tujuan, alat tidak hanya sebagai

perlengkapan, tetapi juga sebagai pembantu mempermudah usaha

mencapai tujuan. Dalam kegiatan interaksi edukatif biasanya

dipergunakan alat nonmaterial dan alat material. Alat nonmaterial

berupa suruhan, perintah, larangan, nasihat, dan sebagainya. Sedangkan

alat material atau alat bantu pengajaran berupa globe, papan tulis, batu

kapur, gambar, diagram, lukisan, slide, video, dan sebagainya.

6. Sumber Pelajaran

Sumber belajar sesungguhnya banyak sekali, ada di mana-mana

seperti di sekolah, di halaman, di pusat kota, di pedesaan, dan

sebagainya. Pemanfaatan sumber-sumber pengajaran tersebut

tergantung pada kreativitas pemateri, waktu, biaya, serta kebijakan-

kebijakan lainnya. Segala sesuatu dapat dipergunakan sebagai sumber

belajar guna kepentingan mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

7. Evaluasi

Evaluasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan

data tentang sejauh mana keberhasilan pasien dalam mencegah dan

mengenal penyakitnya. Pelaksanaan evaluasi dilakukan oleh pemateri

dengan memakai seperangkat instrumen penggali data seperti tes lisan

maupun tes tulis.


33

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan teori yang telah diuraikan sebelumnya tentang

asfiksia dan BBLR, maka kerangka konsep dalam penelitian ini dapat

digambarkan sebagai berikut

Kepatuhan berobat
Edukasi
DM type 2

Keterangan

: Variabel Independent

: Variabel Dependent

: Penghubung variabel
3.2 Hipotesis

3.2.1 Hipotesis Alternatif (Ha)

Ada pengaruh antara pemberian edukasi dengan kepatuhan berobat di

BLUD RSUD H Padjonga Dg Ngalle

3.2.2 Hipotesis Nol (0)

Tidak Ada pengaruh antara pemberian edukasi dengan kepatuhan

berobat di BLUD RSUD H Padjonga Dg Ngalle


34

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan wadah menjawab pertanyaan penelitian

atau menguji kesahian hipotesis. Penelitian ini termasuk penelitian Quasy

Experiment dengan one-group pre-test post-test desaign. Ciri dari penelitian

ini adalah mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan

satu kelompok subjek. Kelompok subjek diobservasi sebelum dilakukan

intervensi kemudian diobservasi lagi setelah dilakukan intervensi (Nursalam,

2013).

Penelitian ini menggunakan pendekatan Uji-t berpasangan atau paired

t-test, adalah salah satu metode pengujian hipotesis dimana data yang

digunakan tidak bebas (berpasangan).

34
35

4.2 Kerangka Kerja (Frame Work)

Populasi : Semua pasien DM di


ruang Interna BLUD RSUD H.
Padjong Dg Ngalle

Teknik sampling:

Total sampling

Penyuluhan kepatuhan
Pre Test Post Test
berobat DM Type 2

Pengumpulan data:

Kuesioner/Observasi

Variabel yang diteliti

Variabel Independen: Variabel Dependen:


Edukasi Kepatuhan berobat DM
type 2

Pengumpulan Data

Pengolahan Data:
Editing
Coding
Tabulating

Analisis data: Uji-t

Penyajian data

Laporan awal Seminar hasil Pembuatan laporan akhir


36

4.3 Identifikasi Variabel

Variabel adalah ciri atau sifat dari sesuatu subjek penelitian, baik

subjek itu makhluk seperti manusia, hewan, tumbuhan, atau benda seperti

obat, benda padat, cair, dan lain-lain. (Sutomo, 2013). Variabel dalam

penelitian ini terdiri dari variabel independen (bebas) dan variabel dependen

(terikat).

4.3.1 Variabel Independen (Bebas)

Variabel independen merupakan variabel yang mempengaruhi

atau yang menjadi sebuah perubahannya atau timbulnya variabel

dependen (terikat). (Hidayat, 2014). Pada penelitian ini variabel

independen yang digunakan adalah pemberian edukasi

4.3.2 Variabel Dependen (Terikat)

Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau

yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. (Hidayat, 2014).

Pada penelitian ini, variabel dependen yang digunakan adalah

kepatuhan berobat DM type 2


37

4.4 Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan penjelasan semua variabel dan istilah

yang akan digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga akhirnya

mempermudah pembaca dalam mengartikan makna penelitian.

Kriteria
No Variabel Defenisi Alat ukur Skala
Objektif
1 Dependen Diabetes melitus adalah satu Kuesioner Ordinal Patuh
Kepatuhan kumpulan gejala yang timbul jika responden
berobat DM pada seseorang yang mendapat nilai
Type 2 ≥ 67.5
disebabkan oleh adanya
peningkatan kadar glukosa
Tidak Patuh
darah akibat kekurangan
Jika responden
insulin baik absolute maupun
mendapat nilai
realtif < 67.5
2 Independen Interaksi edukatif adalah Kuesioner Ordinal Baik :
Pemberian interaksi yang dengan sadar jika responden
edukasi meletakkan tujuan untuk menjawab dengan
nilai ≥ 5
mengubah tingkah laku dan
Kurang :
perbuatan seseorang. Atau
Jika responden
dapat juga dikatakan
menjawab dengan
interaksi edukatif yakni
nilai < 5
interaksi yang secara sadar
memiliki tujuan untuk
mendidik, untuk
mengantarkan seseorang
untuk meningkatkan standar
kehidupannya
38

4.5 Sampling Desain

4.5.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek, objek, yang mempunyai

kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. (Sutomo, 2013)

Populasi dalam penelitian ini adalah semua perawat di ruangan

Cempaka dan Palem BLUD RSUD H.Padjonga Daeng Ngalle,

Kabupaten Takalar.

Populasi dalam penelitian ini adalah semua Perawat yang ada di

Perawatn Cempaka dan Palem di RSUD H Padjonga Daeng Ngalle

Kabupaten Takalar yaitu sebanyak 37 responden.

4.5.2 Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang merupakan wakil

dari populasi. (Sutomo, 2013). Pada penelitian ini digunakan rancangan

Total sampling yaitu pengambilan sampel secara keseluruhan. Yang

menjadi sampel dalam penelitian ini adalah perawat ruangan cempaka

dan Ruangan Palem BLUD RSUD H.Padjonga Daeng Ngalle,

Kabupaten Takalar. Dan sampel pada penelitian ini sebanyak 37

responden.

4.5.3 Sampling

Sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi porsi dari

populasi untuk dapat mewakili populasi. Teknik sampling adalah teknik

yang dipergunakan untuk mengambil sampel dari populasi.


39

Teknik sampling dalam penelitian ini menggunakan teknik Total

sampling. Total Sampling adalah teknik pengambilan sampel secara

keseluruhan.

4.6 Pengumpulan Dan Analisa Data

4.6.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian adalah dimulai pada bulan Januari sampai

bulan Juli. Tempat penelitian yaitu di ruangan cempaka dan Ruangan

Palem BLUD RSUD H.Padjonga Daeng Ngalle, Kabupaten Takalar.

4.6.2 Pengumpulan Data

Setelah mendapat izin dari Kepala Rumah Sakit BLUD RSUD

H.Padjonga Daeng Ngalle, Kabupaten Takalar.

maka peneliti mengadakan pendekatan kepada seluruh responden

untuk mengambil data. Data dikumpulkan dengan menggunakan

kuesioner sebagai subjek penelitian tanpa diberi nama tetapi diberi

kode khusus. Hasil pengisisan kuesioner akan dikonfirmasikan dalam

bentuk presentasi dan narasi.

4.6.3 Rencana Pengolahan dan Analisa Data

Dalam penelitian ini tahap-tahap pengolahan data yang dilakukan

adalah:

1. Penyuntingan Data (editing)

Editing dilakukan untuk meneliti setiap daftar pertanyaan

yang sudah diisi, editing meliputi: kelengkapan pengisian, kesalahan

pengisian, dan konsistensi dari setiap jawaban.

2. Pengkodean (coding)
40

Setelah data diedit, langkah selanjutnya yaitu dengan

memberi kode pada setiap lembar jawaban yang telah diisi dari

responden.

3. Tabulasi Data

Setelah dilakukan kegiatan editing dan koding kemudian

dilanjutkan dengan mengelompokkan data kedalam suatu tabel

menurut sifat-sifat yang dimiliki sesuai dengan tujuan penelitian.

4. Analisa Statistik

Setelah data di olah menjadi suatu data yang di harapkan

(tepat dan konsisten) selanjutnya di lakukan analisa untuk menjawab

pertanyaan peneliti.

a. Analisa univariat

Analisa univariat dilakukan untuk menggambarkan distribusi

frekuensi variabel independen dan variabel dependen.

Rumus yang di gunakan:


F
P= x 100 %
N
Keterangan:

P = Persentase

F = Frekuensi

N = Jumlah Responden

b. Analisa bivariat

Analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara

variabel independen dan variabel dependen. Uji statistik yang

digunakan adalah uji chi-square. Uji ini bertujuan untuk melihat


41

ada atau tidaknya perbedaan proporsi yang bermakna antara

distribusi frekuensi yang diamati dengan diharapkan dengan

derajat kemaknaan ρ-value < 0,05 artinya bila hasil uji statistik

menunjukkan ρ-value < 0,05 maka H1 diterima sehingga ada

hubungan yang bermakna (Ho ditolak), sedangkan ρ-value > 0,05

artinya tidak ada hubungan yang bermakna (Ho diterima).

4.7 Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti mendapat izin dari institusi Stikes

Tanawali Persada Takalar untuk melakukan penelitian, khususnya pada

mahasiswa semester 8. Setelah mendapatkan izin, barulah melakukan

penelitian dengan menekan masalah etika yang meliputi:

4.7.1 Lembar Persetujuan (Informed Consent)

Informasi persetujuan setelah mendapat informasi secara jelas

dan menandatangani formulir yang disediakan bila subjek menerima

untuk dilakukan penelitian. Bila subjek menolak, peneliti tidak akan

memaksa dan tetap menghormati hak responden. Lembar persetujuan

diberikan saat melakukan pengumpulan data.

4.7.2 Tanpa Nama (Anonymity)

Bertujuan untuk menjaga kerahasiaan identitas subjek, peneliti

tidak akan mencantumkan nama subjek pada lembar pengumpulan data,

lembar tersebut hanya diberi kode tertentu.

4.7.3 Kerahasiaan (Confidentiality)

Kerahasiaan informasi responden dijamin peneliti, hanya

kelompok data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.


42

4.8 Keterbatasan

Dalam penelitian ini, kelemahan atau keterbatasan yang dihadapi oleh

peneliti adalah:

1. Kemampuan peneliti masih kurang, karena peneliti masih termasuk taraf

pemula, sehingga hasil penelitian masih banyak kekurangan.

2. Instrumen pengumpulan data dirancang oleh peneliti tanpa melaksanakan

uji coba, sehingga masih perlu diuji coba untuk validalitas atau reabilitas.

3. Desain yang dipakai cross sectional, sehingga tidak mampu observasi

lebih lanjut.

4. Jumlah sampel belum cukup untuk generalisasi sehingga hasilnya kurang

respresentatif.
43

Bibliography
Azwar, A. (2012). Epidiomologi Hipertensi. Jakarta: FKUI.

Damayanti, S. (2013). Hubungan Dukungan Keluarga dengan Perilaku Self-Management


pada Pasien Diabetes Melitus.[Skripsi].Fakultas Keperawatan Universitas Padjajaran.

DEPKES. (2017). DepKes RI.

Hasibuan, J. (2012). Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Juniarti, C. (2015). Hubungan Pengetahuan dengan Kepatuhan Diet pada Penderita


Diabetes Melitus yang dirawat di RSUD Labuang Baji Makassar. Stikes nani Hasanuddin .

PERKENI. (2015). Konsensus Pencegahan dan pengelolaan Diabetes Melitus Type 2 di


Indonesia. Jakarta.

Purba, C. (2013). Pengalaman Ketidakpatuhan Pasien terhadap Penatalaksanaan


Diabetes Melitus (Studi Fenomologi dalam Konteks Asuhan Keperawatan di RSUPN Dr.
Cipto Mangunkusumo Jakarta). Tesis .

Riskesdas. (2013). Riset Kesehatan Dasar.

Sadirman. (2016). interaksi dan motivasi belajar. Jakarta: Rajawali Pers.

Soegondo, S. (2015). penatalaksanaan diabetes melitus terbaru. Jakarta: FKUI.

Susanto, T. (2013). Diabetes Deteksi, pencegahan, pengobatan. Yogyakarta: Buku Pintar.

Anda mungkin juga menyukai