Anda di halaman 1dari 48

HUBUNGAN KEIKUTSERTAAN KEGIATAN PROLANIS

DENGAN TINGKAT GULA DARAH PASIEN


PENDERITA DIABETES MELITUS DI
FASILITAS KESEHATAN TINGKAT
PERTAMA POLI DENKESYAH
SERANG TAHUN 2019

Proposal Karya Tulis Ilmiah

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Program D III Ahli
Teknologi Laboratorium Medik

Disusun Oleh :

NUR SYAMSIAH
NIM : P27903319023

JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA TAHUN 2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit gangguan metabolik


menahun akibat pankreas tidak memproduksi cukup insulin atau tubuh
tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif.
(Kemenkes, 2014). Diabetes Melitus adalah suatu kumpulan gejala yang
timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan
kadar glukosa darah akibat penurunan sekresi insulin yang progersif
dilatar belakangi oleh resistensi insulin (Suyono, 2018). Diabetes Melitus
(DM) merupakan penyakit yang disebabkan oleh gangguan metabolisme
yang terjadi pada organ pankreas yang ditandai dengan peningkatan gula
darah atau sering disebut dengan kondisi hiperglikemi yang disebabkan
karena menurunnya jumlah insulin dari pankreas (Isnaiani, 2018).
Kejadian penyakit DM yang paling sering terjadi di masyarakat
adalah DM tipe 2. Prevalensi DM di dunia adalah sebesar 8,4% dari
jumlah populasi penduduk dunia. Diabetes Melitus merupakan penyakit
yang tersembunyi. Gejala tersebut seringkali disadari ketika pasien sudah
merasakan keluhan, sehingga disebut dengan the silent killer
(Isnaini,2018). Diabetes adalah masalah kesehatan masyarakat yang
penting dan menjadi salah satu dari empat penyakit tidak menular prioritas
yang menjadi target tindak lanjut oleh para pemimpin dunia (Kemenkes,
2018).
Diabetes dan komplikasinya menyebabkan kerugian bagi penderita
DM dan keluarganya, sistem kesehatan dan ekonomi nasional melaui
biaya medis langsung, kehilangan pekerjaan dan penghasilan. Termasuk
komponen biaya utama yaitu rumah sakit dan rawat jalan. Faktor lain
yang membutuhkan biaya besar ialah harga insulin analog 1 yang lebih
mahal dibandingkan dengan insulin manusia (Kemenkes, 2018).

2
3

Dalam mengobati penderita DM mempunyai tujuan jangka


panjang, yaitu mencegah terjadinya komplikasi makrovaskuler dan
mikrovaskuler, serta neuoropati diabetikum. Tujuan akhir dari pengelolaan
DM tipe 2 ini yang harus dicapai adalah meningkatkan kualitas hidup
pasien. Tujuan penatalaksanaan meliputi tujuan jangka pendek dan tujuan
jangka panjang. Adapun tujuan jangka pendeknya adalah menghilangkan
keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman, dan dapat
mempertahankan pengendalian kadar gula darah. Tujuan jangka
panjangnya adalah untuk mencegah dan menghambat progesivitas
menurunkan morbiditas dan mortalitas DM. (DM Tipe2, FK Andalas
2019).
Sembilan puluh persen dari kasus diabetes adalah DMT2 dengan
karakteristik gangguan sensitivitas insulin dan atau gangguan sekresi
insulin . DMT2 secara klinis muncul ketika tubuh tidak mampu lagi
memproduksi cukup insulin untuk mengkompensasi peningkatan insulin
resisten. Sehingga tubuh tidak mampu mempertahankan normoglikemia.
Diabetes sering disebut – sebut sebagai ibu dari berbagai penyakit.
Pasalnya, diabetes bisa menjadi penyebab dari banyak kompliksai
penyakit, seperti penyakit pada mata, penyakit pada kaki, penyakit syaraf,
stroke dan masih banyak lagi lainnya. Meskipun faktor resikonya sering
dikaitkan dengan gaya hidup, namun jumlah kematian akibat penyakit
diabetes mellitus cenderung lebih banyak terjadi di negara berkembang
dibandingkan dengan negara maju.
Data WHO memperkirakan, jumlah kematian yang disebabkan
diabetes melitus di Negara maju seperti Jepang, Inggris, Swedia dan
Amerika Serikat lebih sedikit dibandingkan di negara berkembang seperti
Laos, Kamboja, Myanmar. (Kemenkes, 2018). Di dunia setiap 7 detik satu
orang meninggal akibat diabetes , 4,9 juta meninggal tiap tahun dan 50 %
meninggal kurang dari 60 th. Diabetes tergolong penyakit kronik, meski
tidak dapat di sembuhkan, namun dapat dikontrol dengan mengenali gejala
secara dini dan penanganan lebih mudah untuk menghindari komplikasi ,
4

seperti penyakit cerebrovaskular, jantung koroner, mata, ginjal, dan syaraf


(Dahlan dkk, 2018). Di Asia Pasifik menurut International Diabetes
Federaton (IDF) merupakan kawasan terbanyak yang menderita diabetes
melitus, dengan angka kejadian 138 juta kasus (8,5%). IDF
memperkirakan DM akan mengalami peningkatan menjadi 205 juta kasus
di antara usia penderita DM 40-59 tahun (IDF, 2014).
Di Asia Tenggara pada tahun 2015 sebanyak 415 juta orang
dewasa dengan diabetes, kenaikan 4 kali lipat dari 108 juta di 1980 an,
Pada tahun 2040 diperkirakan jumlahnya akan menjadi 642 juta (IDF
Atlas 2015). Pada tahun 2017 Indonesia menempati peringkat ke enam
dunia untuk prevalensi penderita diabetes tertinggi di dunia bersama
dengan China, India, Amerika Serikat, Brazil, Rusia, dan Meksiko dengan
jumlah estimasi orang dengan diabetes sebesar 10,3 juta (IDF Atlas
2015).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan
bahwa prevalensi penyandang diabetes naik menjadi 8,5% dari 6,9%
(Rikesda, 2013). Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RIKESDA, 2013),
jumlah penderita DM tipe 2 di Indonesian adalah 12.191564 jiwa.
Prevalensi penderita DM di Banten yang terdiagnosa dokter sebesar 1,3%
dan 0,4 % terdiagnosa dokter dan gejala sebesar 1,6 %. Prevalensi diabetes
yang terdiagnosa dokter dan gejala tertinggi terdapat di empat kabupaten
/kota yang sama yang sama, yaitu Cilegon 2,2% dan 2,8 %, Tangerang 1,8
% dan 2,5 %. Kota tangerang Selatan 1,7% dan 1,9 % dan kabupaten
Tangerang 1,4% dan 1,7%.(Pusdatin,2018).
Pendekatan yang efektif sangat dibutuhkan untuk mencegah
terjadinya komplikasi dan kematian prematur yang disebabkan oleh
diabetes. Termasuk diantaranya kebijakan dan penerapan langsung di
populasi dan lingkungan sekolah, lingkungan kerja , rumah yang
berkontribusi kepada kesehatan semua orang. Melalui BPJS pemerintah
memberikan pelayanan untuk membantu menjaga tingkat gula darah agar
tetap terkontrol melalui Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis)
5

untuk Diabetes melitus. Program Prolanis dilaksanakan bagi penderita


DM tipe 2. Dimana program ini memilki 4 pilar utama, yaitu
Penatalaksanaan pengendalian gula darah, antara lain edukasi, Terapi
Nutrisi Medis, (TNM), Latihan jasmani, dan intervensi farmakologi (
Dahlan, 2018).
Porgram Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) adalah suatu
sistem pelayanan kesehatan yang dilakukan dengan cara pendekatan
proaktif yang pelaksanaannya melibatkan peserta, fasilitas kesehatan dan
BPJS kesehatan. Tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan Prolanis ini
adalah memotivasi peserta Prolanis dalam, tercapainya kualitas hidup yang
lebih optimal dengan indikator kehadiran 75% peserta yang berkunjung ke
(Faskes Kesehatan Tingkat Pertama)FKTP. Kegiatan Prolanis lebih
mendasar pada penderita salah satunya pada diabetes melitus dikarenakan
penyakit tersebut dapat ditangani di tingkat primer dan dilakukan untuk
mencegah terjadinya komplikasi (Puspita, 2018). Melalui kegiatan
program Prolanis, BPJS memberikan adanya layanan promotiv preventif
dan kegiatan kelompok. Yang mana pada pelaksanaan kegiatan tersebut
mencakup upaya-upaya pencegahan komplikasi berlanjut dan peningkatan
kesehatan masyarakat, yaitu kegiatan konsultasi dan edukasi medis, klub
Prolanis, home-visit dan skrining kesehatan (Sekardiani, 2018).
Keberhasilan suatu program dipengaruhi oleh kepatuhan penderita
DM dalam melaksanakan terapi, ketersediaaan sumber daya yang
mendukung serta pelaksanaan program secara rutin dan
berkesinambungan (Dahlan, 2018). Kegiatan Program Prolanis di FKTP
Poli Denkesyah Serang telah dilaksanakan sejak bulan April 2018 dengan
peserta yang aktif mengikuti kegiatan sebanyak 15 orang. Dari rangakaian
kegiatan Prolanis yang telah dilakukan oleh petugas kesehatan di FKTP
Poli Denkesyah Serang ,maka perlu adanya evaluasi keberhasilan dari
kegiatan tersebut. Salah satu evaluasi yang dirasa perlu untuk dilakukan
adalah pemantauan tingkat gula darah pasien peserta prolanis tersebut
apakah stabil normal atau di atas normal sebelum mengikuti dan setelah
6

mengikuti kegiatan Prolanis. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dahlan


dkk (2018) menunjukkan adanya hubungan keikutsertaan kegiatan
prolanis pada penderita DM dengan tingkat gula darah pasien di
Puskesmas Sudaing (2017). Hasil penelitian Ni Luh Putu (2018)
menunjukkan adanya hubungan keikutsertaan kegiatan prolanis terhadap
tingkat gula darah pasien penderita DM di Puskesmas Petang, Badung -
Bali.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk
mengetahui apakah ada Hubungan Kegiatan Prolanis Dengan Tingkat
Gula Darah Pasien Penderita Diabêtes Melitus Di FKTP Poli Denkesyah
Serang. Dimana pada kegiatan tersebut melibatkan petugas FKTP Poli
Denkesyah Serang, pasien penderita DM peserta Prolanis serta BPJS
Kesehatan sebagai penyelenggara. Adapaun Kegiatan Prolanis di FKTP
Poli Denkesyah Serang meliputi pemeriksaan gula darah, konsultasi dan
edukasi medis, klub Prolanis, home-visit dan skrining kesehatan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan dari latar belakang yang telah penulis uraikan di atas
maka rumusan masalah penelitiannya apakah ada Hubungan
Keikutsertaan Kegiatan Prolanis Dengan Tingkat Gula Darah Pasien
Penderita Diabetus Melitus Di FKTP Poli Denkesyah Serang Tahun 2019

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Diketahuinya Hubungan Keikutsertaan Kegiatan Prolanis Dengan
Tingkat Gula Darah Pasien Penderita Diabetus Melitus Di FKTP Poli
Denkesyah Serang Tahun 2019.
7

1.3.2 Tujuan Khusus


a. Diketahuinya tingkat gula darah pasien penderita DM sebelum
mengikuti kegiatan Prolanis di FKTP Poli Denkesyah Serang.
b. Diketahuinya tingkat gula darah pasien penderita DM sesudah
mengikuti kegiatan Prolanis di FKTP Poli Denkesyah Serang.
c. Diketahui ada tidaknya Hubungan Keikutsertaan Kegiatan
Prolanis Dengan Tingkat Gula Darah Pasien Penderita DM Di FKTP Poli
Denkesyah Serang.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi Pasien
Hasil Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi,
menambah wawasan dan pengetahuan khususnya bagi pasien penderita
DM Di FKTP Poli Denkesyah Serang tentang Hubungan Keikutsertaan
Kegiatan Prolanis Dengan Tingkat Gula Darah Pasien Penderita DM .

1.4.2 Bagi Masyarakat


Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan bacaan dan sebagai
tambahan pengetahuan bagi masyarakat Banten khususnya tentang
Hubungan Keikutsertaan Kegiatan Prolanis Dengan Tingkat Gula Darah
Pasien Penderita DM Di FKTP Poli Denkesyah Serang.

1.4.3 Bagi Peneliti


Peneliti dapat menambah wawasan dan pengalaman meneliti
khususnya tentang Hubungan Keikutsertaan Kegiatan Prolanis Dengan
Tingkat Gula Darah Pasien Penderita Penyakit DM dan memberikan
pengetahuan kepada pembaca Karya Tulis Ilmiah ini.

1.4.4 Bagi Peneliti Selanjutnya


Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi tentang Hubungan
Keikutsertaan Kegiatan Prolanis Dengan Tingkat Gula Darah Penderita
8

Diabetes Melitus sebagai bahan perbandingan antara pengembangan ilmu


sekarang dan ilmu yang akan datang.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Melitus

2.1.1 Definisi Diabetus Melitus


Diabetes melitus adalah penyakit metabolik dengak karakteristik
hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin,
atau kedua-duanya.( PERKENI,2011). Diabetes melitus adalah suatu
kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena
adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat penurunan sekresi insulin
yang progresif dilatar belakangi oleh resistensi insulin (Suyono,2018).
Diabetes melitus merupakan suatu sindrom dengan terganggunya
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh
berkurangnya sekresi insulin atau penurunan sensitivitas jaringan terhadap
insulin dengan karaktersitik hiperglikemia (Guyton & Hall, 2014;
Perkenni, 2015).
Diabetes melitus adalah penyakit yang disebabkan oleh gangguan
metabolisme yang terjadi pada organ pankreas yang ditandai dengan
peningkatan gula darah atau sering disebut dengan kondisi hiperglikemi
yang disebabkan karena menurunnya jumlah insulin dari pankreas.(Isnaini
dkk,2018).
Beberapa pengertian yang telah disebutkan di atas dapat
disimpulkan , diabetes melitus adalah penyakit metabolik dengan ciri khas
meningkatnya gula darah yang disebabkan karena fungsi insulin yang
berkurang,
2.1.2 Klasifikasi Diabetes Melitus

1. DM tipe 1 :
Terjadi dekstruksi sel beta umumnya menjurus ke defisiensi insulin
absolut

9
10

a. Autoimun
b. Idiopati
c. Mudah terjadi ketoasidosis
d. Pengobatan harus dengan insulin
e. Biasanya kurus
f. Biasanya pada umur muda
g. Riwayat keluarga diabetes (+) pada 10%
h. 30-50% kembar identic terkena
2. DM tipe 2 :
a. Tidak mudah terjdai ketoasidosis
b. Bervariasi mulai yang terutama dominan resisten insulin disertai
defisiensi Insulin relative sampai yang terutama defek sekresi
insulin disertai resistens insulin
c. Tidak harus dengan insulin
d. Onset lambat
e. Gemuk atau tidak gemuk
f. Biasanya > 45 tahun
g. Riwayat keluarga (+) pada 30 %
h. ± 100% kembar identik terkena
3. Tipe lain :
a. Defek genetik fungsi sel beta
b. Penyakit endokrin pancreas
c. Endokrinopati
d. Infeksi
e. Pemakaian obat
4. Diabetes mellitus gestasional :
DM yang terjadi saat kehamilan
(Soegondo, 2018)

2.1.3 Etiologi
Diabetes menurut (Unimus, 2015), (FK Andalas, 2019), dan
(Jamiat dkk, 2017) mempunyai beberapa penyebab:
11

a. Hereditas
Peningkatan kerentangan sel-sel beta pankreas dan
perkembangan dan antibodi Autoimun terhadap penghancuran
sel-sel beta
b. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan tersebut adalah adanya obesitas, banyak
makan dan kurang aktifitas, toksin, dan stres
c. Perubahan gaya hidup
Pada orang secara genetik rentan terhadap DM karena
perubahan gaya hidup, menjadikan seseorang kurang aktif
menimbulkan kegemukan dan beresiko terkena DM.
d. Kehamilan
Kadar hormon estrogen dan hormon plasental yang
berkaitan dengan kehamilan mengantogoniskan insulin
e. Usia di atas 65 tahun
f. Obesitas
Obesitas menurunkan jumlah reseptor insulin di dalam
tubuh. Insulin yang tersedia tidak efektif dalam meningkatkan
efek metatabolik.
g. Mempunyai keluarga dengan riwayat DM
h. Hipertensi
i. Riwayat penyakit jantung
j. Diet yang tidak seimbang
k. Merokok

2.1.4 Patofisiologi
Pankreas adalah kelenjar yang berada di perut bagian belakang
yang dihubungkan langsung dengan saluran menuju usus. Salah satu
fungsi utama pankreas adalah mengeluarkan enzim-enzim dalam proses
pencernaan makanan. Enzim tersebut sangat diperlukan untuk mencerna
makanan menjadi zat gizi dan membantu proses penyerapan ke tubuh.
12

Pankreas selain memproduksi enzim, juga menghasilkan hormon


yang langsung dialirkan ke saluran darah. Oleh karena itu , pankreas
merupakan salah satu organ di dalam tubuh dengan tugas menjaga kadar
gula darah selalu dalam batas aman. Gula yang melibihi batas normal akan
meracuni dan mengganggu “ mesin “ kehidupan dalam tubuh . Oleh
karena itu, apabila gula darah tinggi, yaitu seperti ketika sesudah kita
makan, secara otomatis pankreas ( tepatnya sel β ) akan membuat dan
mengeluarkan insulin. Insulin akan menurunkan kadar gula dengan cara
mendistribusikan gula masuk ke dalam sel-sel yang akan diolah lebih
lanjut menjadi energi.
Tubuh sangat memerluka insulin . Tanpa Insulin , tubuh tidak
dapat mengambil manfaat dari makanan yang telah dikonsumsi. Makanan
dicerna oleh tubuh menjadi zat gizi seperti gluksa dan asam lemak yang
memberi energi. Selain itu, zat-zat tersebut juga berguna untuk
membangun tubuh dan mengganti sel-sel tubuh yang telah rusak, serta
berfungsi sebagai cadangan makanan.
Selama pankreas dapat menjalankan tugasnya dengan tepat, semua
akan berjalan lancar tanpa adanya kelainan. Namun, suatu ketika pankreas
terganggu dan kemampuan menghasilkan insulin berkurang dengan
meberikan tanda-tanda seperti buang air kecil menjadi sering dan badan
lemas , saat itu kadar gula darah tinggi.
Di lain waktu , pankreas bisa mengalami masalah lain, seperti
insulin yang dihasilkan tidak bisa diterima oleh sel-sel karena ada yang
menghambat. Jadi gula tidak bisa masuk ke dalam sel sehingga gula dalam
aliran darah tetap tinggi. Pankreas tidak bisa mengatasi sendiri hal tersebut
dan berharap ada yang memberi obat yang mau mengurangi hambatan itu.
Obat untuk itu sudah diciptakan oleh para pakar, walaupun bekerjanya
belum sempurna. Hambatan ini ternyata dapat juga dikurangi dengan olah
raga yang teratur dan mengurangi kegemukan. Kondisi seperti itulah yang
terjadi pada orang diabetes . Pada akhirnya , gula darah yang berlebih di
dalam darah akan langsung dibuang melaui urine sehingga urine akan
13

terasa manis. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa gula darah tinggi
disebabkan :
1.Pankreas yang sakit dan tidak dapat mengasilkan insulin
2.Kerja insulin yang mengalami hambtan
3.Pankreas tidak bisa menghasilkan insulin sama sekali.
(Nurahmani, 2018)
2.1.5 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala penyakit diabetes mellitus adalah :
a. Gejala Utama ( klasik ) :
1. Sering kencing ( Poliura)
Poliuria adalah keadaan dimana volume air kemih dalam 24
jam meningkat melebihi batas normal. Poliuria timbul sebagai
gejala DM dikarenakan kadar gula dalam tubuh relatif tinggi
sehingga tubuh tidak sanggup untuk mengurainya dan berusaha
untuk mengeluarkannya melalui urin. Gejala pengeluaran urin
ini lebih sering terjadi pada malam hari dan urin yang
dikeluarkan mengandung glukosa (Perkenni,2011)
2. Cepat lapar (Polifagia)
Pasien DM akan merasa cepat lapar dan lemas, hal tersebut
disebabkan karena glukosa dalam tubuh semakin habis
sedangkan kadar glukosa dalam darah cukup tinggi (Perkenni,
2011).
3. Sering haus (Polidipsi)
Polidipsia adalah rasa haus berlebihan yang timbul karena
kadar glukosa terbawa oleh urin sehingga tubuh merespon
untuk meningkatkan asupan cairan (Subekti, 2009).

b. Gejala tambahan:
1. Berat badan menurun cepat tanpa penyebab yang jelas .
Penyusutan berat badan pada pasien DM disebabkan karena
14

tubuh terpaksa mengambil dan membakar lemak sebagai


cadangan energi (Subekti, 2009).
2. Kesemutan
3. Gatal di daerah kemaluan wanita
4. Keputihan pada wanita
5. Luka sulit sembuh
6. Bisul yang hilang timbul
7. Cepat lelah
8. Mudah mengantuk
9. Impotensi pada pria ( Kemenkes, 2019)
2.1.6 Komplikasi Diabetes
Komplikasi dari diabetes mellitus menurut ( Nurahmani,
2019) diklasifikasikan menjadi komplikasi akut dan komplikasi
kronik.
A. Komplikasi akut , komplikasi yang datangnya mendadak tanpa
aba-aba. Namun jika diatasi bisa sembuh.
Termasuk komplikasi akut mencakup :
1. Infeksi yang sulit sembuh dan lebih sering terjadi pada
keadaan normal , kuman-kuman yang masuk ke tubuh akan
dilawan dan dibunuh oleh lekosit, pada diabetes saat gula
darah > 200 mg/dl, kekuatan sel-sel darah untuk pergerakan,
penempelan, dan fagositosis berkurang. Sehingga kuman yang
masuk ke tubuh sukar dibunuh.
2. Koma hiperglikemia (koma diabetik) asupan makan yang
terlalu banyak dan lupa mengkonsumsi obat/insulin
mengakibatkan kondisi hipeglikemi
3. Hipoglikemia dan koma hipoglikemi. Hipoglikemi terjadi
apabila pasien sudah minum obat golongan syfonulurea,
suntikan insulin lalu terlambat makan, lupa makan, atau makan
tapi jumlahnya kurang. Atau bisa juga menyuntikkan insulin
dengan dosis berlebih. Hipoglikemi ini ditandai dengan banyak
15

berkeringat, berdebar-debar, pucat, nyeri dada, cemas,


gemetar, lapar penglihatan kabur sakit kepala, penglihatan
kabur.
B. Komplikasi Menahun (kronik)
Komplikasi kronis biasanya menampakkan diri setelah 10-
15 tahun sejak diagnosis diabetes ditegakkan. Komplikasi
tersebut meliputi:
1. Masalah pada mata
Terdapat beberapa jenis komplikasi diabetes pada mata:
a. Retinopati
Retinopati adalah kelainan yang mengenai pembuluh
halus pada retina
b. Katarak
c. Glaukoma
2. Komplikasi pada ginjal ( Nefrotik diabetic )
3. Komplikasi pada syaraf ;
4. Neuropati pada tungkai dan kaki
5. Neuropati pada saluran pencernaan
6. Neuropati pada kandung kencing
7. Komplikasi pada (pembuluh darah) tungkai dan kaki
8. Disfungsi seksual
( Nurrahmani, 2019)
2.1.7 Penatalaksanaan Penyandang Diabetes Melitus
Tujuan secara umum dari penatalaksaan ini adalah untuk
meningkatkan kwalitas hidup penyandang diabetes
A. Tujuan jangka pendek : menghilangkan keluhan dan tanda
DM, mempertahankan rasa nyaman, dan mencapai target
pengedalian glukosa darah
B. Tujuan panjang : mencegah dan menghambat progesivitas
penyulit mikroangiopati, dan neuropati
16

C. Tujuan akhir : turunnya morbiditas dan mortalitas penderita


DM (PERKENI, 2011)
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan
pendendalian gula darah, tekanan darah, berat badan , profil lipid
melalui pengelolaan kegiatan Prolanis.
2.1.7.1 Langkah-langkah penatalaksaan penderita DM:
1. Evaluasi medis pertemuan pertama meliputi :
a. Riwayat penyakit
b. Pemeriksaan fisik
c. Evaluasi laboratorium/ penunjang lain
d. Rujukan
2. Evaluasi medis secara berkala :
a. Pemeriksaan GDP + GDN PP
b. Pemeriksaan kimia darah
c. Pemeriksaan EKG
( PERKENI , 2011)

2.1.7.2 Pilar Penatalaksanaan DM:


1. Edukasi
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu
dilakukan sebagai bagian dari upaya pencegahan dan merupakan
bagian yang sangat penting dari pengelolaan diabetes melitus
secara holistik. Materi edukasi terdiri dari materi edukasi tingkat
awal dan materi edukasi tingkat lanjutan (Perkenni, 2015).
Penderita Diabetes melalui program ini dapat mengikuti
penyuluhan dan konseling gizi secara berkelanjutan
2.Terapi Nutrisi Medis
Terapi Nutrisi Medis (TNM ) merupakan bagian penting
dari penatalaksanaan DMT2 secara komprehensif. Kunci
keberhasilannya adalah keterlibatan secara menyeluruh dari
anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain serta
17

pasien dan keluarganya). Guna mencapai sasaran terapi TNM


sebaiknya diberikan sesuai dengan kebutuhan setiap penyandang
diabetes melitus.
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes
melitus hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat
umum, yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan
kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Penyandang
diabetes melitus perlu diberikan penekanan mengenai pentingnya
keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah kandungan kalori,
terutama pada mereka yang menggunakan obat yang meningkatkan
sekresi insulin atau terapi insulin itu sendiri (Perkenni, 2015).
3. Latihan Jasmani
Latihan jasmani merupakan salah satu pilar dalam
pengelolaan DMT2 apabila tidak disertai adanya nefropati.
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani dilakukan secara
secara teratur sebanyak 3-5 kali perminggu selama sekitar 30-45
menit, dengan total 150 menit perminggu. Jeda antar latihan tidak
lebih dari 2 hari berturut-turut.
Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan glukosa darah
sebelum latihan jasmani. Apabila kadar glukosa darah <100
mg/dL pasien harus mengkonsumsi karbohidrat terlebih dahulu dan
bila >250 mg/dL dianjurkan untuk menunda latihan jasmani.
Kegiatan sehari-hari atau aktivitas sehari-hari bukan termasuk
dalam latihan jasmani meskipun dianjurkan untuk selalu aktif
setiap hari. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga
dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas
insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah
(Perkenni, 2015) .
Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani
dengan intensitas sedang (50-70% denyut jantung maksimal)
seperti: jalan cepat, bersepeda santai, jogging, dan berenang.
18

Denyut jantung maksimal dihitung dengan cara mengurangi angka


220 dengan usia pasien. Penderita Diabetes Mellitus tanpa
kontraindikasi (contoh: osteoartritis, hipertensi yang tidak
terkontrol, retinopati, nefropati) dianjurkan juga melakukan
resistance training (latihan beban) 2-3 kali/perminggu sesuai
dengan petunjuk dokter.Hindari kebiasaan hidup yang kurang
gerak dan bermalas-malasan.

4. Intervensi farmakologi
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan
makan dalam latihan jasmani (gaya hidup sehat).
Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk
suntikan.
a. Obat Anti Hiperglikemia Oral
Berdasarkan cara kerjanya, obat anti hiperglikemia dibagi
menjadi 5 golongan yaitu :
1. Pemacu Sekresi Insulin
Obat pemacu sekresi insulin meliputi sulfonylurea adalah
obat golongan ini mempunyai efek untuk meningkatkan sekresi
insulin ke pankreas, glinid merupakan obat yang kerjanya sama
dengan obat sulfonilurea dapat melakukan respon penekanan pada
peningkatan insulin fase pertama. Obat ini diabsorpsi dengan cepat
dengan pemberian secara oral dan di sekresi dengan cepat oleh
hati, obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post prandial
(Perkenni, 2015).
2. Peningkatan Sensitivitas Terhadap Insulin
Metformin mempunyai efek untuk mengurangi produksi
glukosa hati dan memperbaiki glukosa dijaringan perifer. Pada
pasien DM yang mengalami gangguan fungsi ginjal dosisnya
diturunkan 30-60 ml/menit/1,73 m². Metformin tidak boleh
diberikan pada beberapa keadaan seperti adanya gangguan hati
19

berat, serta pasien-pasien dengan kecenderungan hiposemia seperti


penyakit serebrovaskular, sepsis, PPOK. Efek samping berupa
gangguan saluran pecernaan seperti dyspepsia (PERKENI, 2016).
3. Penghambat Absorpsi Glukosa di Saluran Pencernaan
Obat Penghambat Alfa Glukosidase, jenis obat ini bekerja
dengan memperlambat glukosa darah dalam usus halus sehingga
mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah seseudah
makan. Efek samping obat yang timbul berupa bloating
(penumpukan gas dalam usus) .
4. Penghambat DPP-IV( Dipeptidyl Peptidase-IV)
Obat golongan ini bekerja dengan menghambat kinerja
enzim DPP-IV sehingga GLP-I tetap dalam konsentrasi yang tinggi
dalam bentuk aktif. Aktivitas GLP-I untuk meningkatkan sekresi
insulin dan menekan sekresi glukagon yang bergantung pada kadar
glukosa darah. Contoh obat golongan ini adalah Sitagliptin dan
Linagliptin (PERKENI, 2016).
5. Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucocase ).
Obat golongan penghambat SGLT-2 merupakan jenis obat
diabetes oral jenis baru yang menghambat penyerapan kembali
glukosa di tubuli distal ginjal dengan cara menghambat kinerja
transporter glukosa SGLT-2. Obat yang termasuk dalam golongan
ini adalah Canagliflozin, Dapagliflozin(Perkenni,2015).
b. Obat Anti Hiperglikemi Suntik
1). Insulin
Insulin diberikan dalam keadaan penurunan berat badan
dengan cepat, stress berat, hiperglikemi berat disertai ketosis. Efek
samping pada terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemi, reaksi
alergi terhadap insulin (Perkenni, 2015).
20

2). Agonis GLP-1


Bekerja di sel beta sehingga terjadi peningkatan pelepasan
insulin, mempunyai efek menurunkan berat badan, menghambat
pelepasan glukagon dan menghambat nafsu makan (Perkenni,
2015).

2.2 Kadar Gula Darah

2.2.1 Pengertian Kadar Gula Darah


Kadar gula darah merupakan sejumlah glukosa yang
terdapat di dalam plasma darah (Dorland, 2010). Pemantauan kadar
gula darah sangat dibutuhkan dalam menegakkan sebuah diagnosa
terutama untuk penyakit diabetes melitus, kadar gula darah dapat
diperiksa saat pasien sedang dalam kondisi puasa atau bisa juga
saat pasien datang untuk periksa, dengan hasil pemeriksaan, kadar
glukosa darah sewaktu > 200mg/dl, sedangkan untuk hasil kadar
glukosa saat puasa >126 mg/dl (Waspadji, 2011).
Glukosa darah adalah istilah yang mengacu kepada kadar
glukosa dalam darah yang konsentrasinya diatur ketat oleh tubuh.
Glukosa yang dialirkan melalui darah adalah sumber utama energi
untuk sel-sel tubuh. Umumnya tingkat glukosa dalam darah
bertahan pada batas-batas 4-8 mmol/L/hari (70-150 mg/dl), kadar
ini meningkat setelah makan dan biasanya berada pada level
terendah di pagi hari sebelum orang-orang mengkonsumsi
makanan (Mayes, 2009)

2.2.2 Kadar Gula Darah


Kadar gula darah sepanjang hari bervariasi dimana akan
meningkat setelah makan dan kembali normal dalam waktu 2 jam.
Kadar gula darah yang normal pada pagi hari setelah malam
sebelumnya berpuasa adalah 70-110 mg/dL darah.
21

Kadar gula darah biasanya kurang dari 120-140 mg/dL


pada 2 jam setelah makan atau minum cairan yang mengandung
glukosa maupun karbohidrat lainnya (Price & Wilson, 2013).
Kadar gula darah yang normal cenderung meningkat secara
ringan tetapi bertahap setelah usia 50 tahun, terutama pada orang-
orang yang tidak aktif bergerak. Peningkatan kadar gula darah
setelah makan atau minum merangsang pankreas untuk
menghasilkan insulin sehingga mencegah kenaikan kadar gula
darah yang lebih lanjut dan menyebabkan kadar gula darah
menurun secara perlahan. (Perkeni, 2015):
2.2.3 Monitoring Kadar Gula Darah
Pada praktek sehari-hari, hasil pengobatan diabetes melitus
tipe 2 harus dipantau secara terencana dengan melakukan
anamesis, pemeriksaan jasmani, dan pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah:
A. Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah.
Tujuan pemeriksaan glukosa darah:
1) Mengetahui apakah sasaran terapi telah tercapai
2) Melakukan penyesuaian dosis obat, bila belum tercapai
sasaran terapi
B. Pemeriksaan HbA1C
Tes hemoglobin terglikosilasi, yang disebut juga sebagai
glikohemoglobin, atau hemoglobin glikosilasi (disingkat sebagai
HbA1C), merupakan cara yang digunakan untuk menilai efek
perubahan diperiksa setiap 3 bulan atau tiap bulan pada keadaan
HbA1c yang sangat tinggi (> 10%).
C.Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM)
Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan dengan
menggunakan darah kapiler. Saat ini banyak didapatkan alat
pengukur kadar glukosa darah dengan menggunakan reagen kering
yang sederhana.
22

D. Glycated Albumin (GA)


Berdasarkan rekomendasi yang telah ada, monitor hasil
strategi terapi dan perkiraan prognostik diabetes saat ini sangat
didasarkan kepada hasil dua riwayat pemeriksaan yaitu
glukosaplasma (kapiler) dan HbA1C. Kedua pemeriksaan ini
memiliki kekurangan dan keterbatasan. HbA1C mempunyai
keterbatasan pada berbagai keadaan yang mempengaruhi umur sel
darah merah. Saat ini terdapat cara lain seperti pemeriksaan
Glycated Albumin yang dapat dipergunakan dalam monitoring.
Prosedur Pemantauan menurut Perkenni (2015) dapat
dilakukan dengan rincian sebagai berikut :
1) Tergantung dari tujuan pemeriksaan tes dilakukan pada waktu :
a) Sebelum makan
b) 2 jam sesudah makan
c) Sebelum tidur malam
2) Pasien dengan kendali buruk/tidak stabil dilakukan tes setiap
hari
3) Pasien dengan kendali baik/stabil sebaiknya tes tetap dilakukan
secara rutin. Pemantauan dapat lebih jarang (minggu sampai
bulan) apabila pasien terkontrol baik secara konsisten
4) Pemantauan glukosa darah pada pasien yang mendapat terapi
insulin, ditujukan juga untuk penyesuaian dosis insulin dan
memantau timbulnya hipoglikemia.
5) Tes lebih sering dilakukan pada pasien yang melakukan
aktivitas tinggi, pada keadaan krisis, atau pada pasien yang
sulit mencapai target terapi (selalu tinggi, atau sering
mengalami hipoglikemia), juga pada saat perubahan dosis
terapi
23

2.2.4 Pemeriksaan Untuk Mendeteksi Adanya Diabetes


Macam-macam pemeriksaan untuk mendeteksi adanya DM:
1) Tes darah kapiler
Tes darah kapiler merupakan cara screening yang
lebih cepat dan murah. Pemeriksaan ini dilakukan
dengan cara menusuk ujung jari untuk diambil darahnya
dan tidak boleh lebih dari setetes darah kapiler. Tes ini
disebut finger-prick blood sugar screening atau gula
darah stick. Pada alat stick yang dipakai ini sudah
terdapat bahan kimia yang bila ditetesi darah akan
bereaksi dalam 1-2 menit. Setelah itu akan muncul hasil
pengukuran gula darah pasien. Pemeriksaan ini dapat
dipakai untuk memeriksa gula darah darah puasa, 2 jam
sesudah makan, maupun sewaktu atau acak.
2) Pemeriksaan gula darah vena
Pemeriksaan gula darah vena biasanya dilakukan
oleh petugas laboratorium. Pemeriksaan dilakukan
dengan mengambil darah dari pembuluh darah vena
pada lengan bagian dalam. Tujuan dari pemeriksaan ini
adalah untuk menilai kadar gula darah setelah puasa
(minimal 8 jam) dan glukosa darah 2 jam sesudah
makan (2 jam pp-post prandial). Bagi pasien yang
sudah pasti menderita penyakit DM, pemeriksaan tetap
dilakukan dalam keadaan pasien yang mengkonsumsi
obat atau suntik insulin seperti biasanya karena gula
darah puasa dapat memberikan gambaran bagaimana
keadaan gula darah kemarin harinya, sedangkan yang 2
jam pp untuk melihat kira-kira bagaimana hasil minum
obat yang diberikan dan diet pada pagi itu.
24

3)Tes toleransi glukosa


Tes toleransi glukosa merupakan pemeriksaan yang
dinilai lebih teliti daripada lainnya. Pada pemeriksaan
ini, setelah pasien melakukan 10 jam puasa, pagi
harinya pasien dianjurkan datang ke laboratorium untuk
memeriksakan gula darah. Kemudian dorong pasien
meminum glukosa 75 gram dan 2 jam kemudian
diperiksakan lagi gula darahnya. Namun apabila pasien
terdapat curiga mempunyai penyakit DM, maka perlu
dipikirkan lagi dalam melakukan tes toleransi glukosa
ini.
4) Tes glukosa urin
Glukosa yang menimbun dalam darah akan keluar
melalui urin sehingga dapat terdeteksi pada tes urin.
Adanya glukosa urin adalah indikasi bahwa seseorang
terkena penyakit DM. Namun ini tidak dapat dipakai
untuk memastikan diagnosa DM. Sebab, kadar kadar
glukosa dalam urin tergantung pada jumlah urin,
pengaruh obat-obatan, serta fungsi ginjal.

2.2.5 Macam Kontrol Kadar Gula Darah


1) Kadar gula darah sewaktu .
Pemeriksaan kadar gula darah sewaktu adalah
pemeriksaan gula darah yang dilakukan setiap waktu,
tanpa ada syarat puasa dan makan. Pemeriksaan ini
dilakukan sebanyak 4 kali sehari pada saat sebelum
makan dan sebelum tidur sehingga dapat dilakukan
secara mandiri. Pemeriksaan kadar gula darah sewaktu
tidak menggambarkan pengendalian DM jangka
25

panjang (pengendalian gula darahselama kurang lebih 3


bulan). Normalnya hasil pemeriksaan kadar gula darah
sewaktu berkisar antara 80-144 mg/dl. Pemeriksaan ini
dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang
mungkin timbul akibat perubahan kadar gula secara
mendadak.

2) Kadar gula darah puasa


Pemeriksaan kadar gula darah puasa adalah
pemeriksaan yang dilakukan setelah pasien berpuasa
selama 8-10 jam. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
mendeteksi adanya diabetes atau reaksi hipoglikemik.
Standarnya pemeriksaan ini dilakukan minimal 3 bulan
sekali. Kadar gula darah normal pada saat puasa adalah
70-100 mg/dl. Menurut IDF, ADA, dan Perkumpulan
Endokrinologi Indonesia (Perkeni) telah sepakat bahwa
apabila kadar gula darah pada saat puasa di atas 7,0
mmol/dl (126 mg/dl) dan 2 jam sesudah makan di atas
11,1 mmol/dl (200 mg/dl) maka seseorang diagnosis
Mengalami DM.Berdasarkan penelitian yang dilakukan
pada tahun 2013 menyebutkan bahwa dari 36 pasien
yang teratur melakukan pemeriksaan kadar gula darah
puasa sebanyak 16,7% pasien memiliki kadar gula
darah baik yaitu kurang dari 100 mg/dl, sebanyak 5,5%
pasien memiliki kadar gula darah antara 100 - 126
mg/dl, dan sebanyak 77,8% memiliki kadar gula darah
buruk atau tidak terkontrol karena lebih dari 126 mg/dl.
26

3) Kadar gula darah 2 jam setelah makan (Postprandial)


Pemeriksaan kadar postprandial adalah
pemeriksaan kadar gula darah yang dilakukan saat 2
jam setelah makan. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
mendeteksi adanya diabetes atau reaksi hipoglikemik.
Standarnya pemeriksaan ini dilakukan minimal 3 bulan
sekali. Kadar gula di dalam darah akan mencapai kadar
yang paling tinggi pada saat dua jam setelah makan.
Normalnya, kadar gula dalam darah tidak akan
melebihi 180 mg per 100 cc darah. Kadar gula darah
190 mg/dl disebut sebagai nilai ambang ginjal. Jika
kadar gula melebihi nilai ambang ginjal maka
kelebihan gula akan keluar bersama urin.

4) HbA1c
HbA1c adalah zat yang terbentuk dari reaksi antara
glukosa dan hemoglobin (bagian dari sel darah merah
yang bertugas mengangkut oksigen ke seluruh bagian
tubuh). Makin tinggi kadar gula darah, maka semakin
banyak molekul hemoglobin yang berkaitan dengan
gula. Apabila pasien sudah pasti terkena DM, maka
pemeriksaan ini penting dilakukan pasien setiap 3 bulan
sekali. Jumlah HbA1c yang terbentuk, bergantung pada
kadar glukosa dalam darah sehingga hasil pemeriksaan
HbA1c dapat menggambarkan rata-rata kadar gula
pasien DM dalam waktu 3 bulan.
Selain itu, pemeriksaan HbA1c juga dapat dipakai
untuk menilai kualitas pengendalian DM karena hasil
pemeriksaan HbA1c tidak dipengaruhi oleh asupan
makanan, obat, maupun olahraga sehingga dapat
dilakukan kapan saja tanpa ada persiapan khusus.
27

Pasien didiagnosa menderita penyakit DM apabila


kadar HbA1c lebih dari 6%. Apabila kadar HbA1c
pasien DM di bawah 6,5 % dapat dikatakan bahwa
pasien memiliki kadar gula darah yang baik dan disebut
buruk apabila kadar HbA1c lebih dari 8%.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada tahun
2009 menyebutkan bahwa dari 337 pasien DM yang
teratur memeriksakan HbA1c didapatkan sebanyak
56,1% pasien memiliki HbA1c kurang dari 7%,
sebanyak 23,7% pasien memiliki HbA1c antara 7-
7,9%, dan sebanyak 20,2% pasien memiliki HbA1c
lebih dari 8%.10 Penelitian serupa juga pernah
dilakukan pada tahun 2014 menyebutkan bahwa dari
5.382 pasien DM yang teratur memeriksakan HbA1c
sebanyak 51,4% pasien memiliki kadar HbA1c kurang
dari 7% dan sebanyak 48,6% memiliki kadar HbA1c
lebih dari 7%.11 Dari kedua penelitian tersebut dapat
disimpulkan bahwa semakin teratur pasien melakukan
kontrol kadar HbA1c, maka kadar gula darah pasien
akan semakin terkendali.

2.2.6 Jenis Metode Pemeriksaan Gula Darah


Pengukuran kadar gula darah dengan menggunakan
beberapa pilihan yang telah disebutkan sebelumnya
memerlukan salah satu dari metode. Secara garis besar,
ada dua jenis metode pemeriksaan gula darah. Berikut
ini adalah dua jenis pemeriksaan gula darah:

1. Metode kimia
Pemeriksaan gula darah dengan menggunakan
metode kimia dilakukan dengan menggunakan prinsip dari
28

proses kondensasi dengan akromatik amin dan asam asetat


glasial panas. Proses tersebut akan menghasilkan senyawa
hijau untuk selanjutnya diukur secara fotometris. Metode
ini cukup panjang sehingga memiliki kekurangan terhadap
akurasi hasil tes glukosa darah.

2. Metode enzimatik

Pemeriksaan gula darah juga bisa dilakukan dengan


menggunakan metode enzimatik. Metode enzimatik yang
dilakukan terdiri dari tiga jenis, yaitu metode glukosa
oksidase, metode heksokinase, dan reagen kering. Dua dari
tiga metode enzimatik menggunakan enzim tertentu sesuai
dengan jenis metodenya sebagai katalis reaksi. Contoh
metode glukosa oksidase menggunakan enzim glukosa
oksidase dan metode heksokinase menggunakan enzim
heksokinase untuk mengkatalis sebuah reaksi. Pemeriksaan
gula darah dengan menggunakan reagen kering adalah tes
gula darah yang memeriksa gula darah secara invitro.
Metode reagen kering dapat mengukur kadar glukosa secara
kuantitatif. ( Unimus, 2019 ) Contoh beberapa metode
pemeriksaan enzimatik :

a. GOD PAP
Prinsip : Cara enzimatik menggunakan glukosa oksidase
dan peroksidase. Glukosa dioksidasi oleh enzim glukosa
oksidase (GOD) membentuk asam glukonat dan H2O2.
H2O2yang terbentuk dengan fenol dan 4-aminophenazone
dan bantuan enzim peroksidase membentuk kompleks
berwarna merah yang diukur pada spektrofotometer
panjang gelombang 546 nm.
29

b. Heksokinase
Prinsip : Glukosa dihidrolisis dengan bantuan glukosa
oksidase (GOD), terjadi perubahan NAD+ menjadi
NADH, kecepatan perubahan NAD+ menjadi NADH
diukur pada panjang gelombang 340 nm
c. Gluko stick
Prinsip : Metode stick penetapan kadar glukosa
berdasarkan teknik deteksi elektrokimia. Darah diteteskan
pada carik uji, enzim glukosa oksidase akan mengkatalisis
glukosa oksidase menghasilkan asam glukonat. Selama
reaksi terjadi pelepasan elektron dipindahkan ke
elektrokimiawi ferricinium+ke permukaan elektroda, arus
listrik yang diukur oleh sensor. Besarnya arus sebanding
dengan kadar glukosa.(www.kimiaklinik,_2013)

2.3 PROLANIS
Pemerintah melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Kesehatan (BPJS Kesehatan) telah bekerja sama dengan pihak pelayanan
fasilitas kesehatan khususnya faskes pertama untuk melaksanakan suatu
program yang terintegrasi dengan model pengelolaan penyakit kronis bagi
penderita penyakit kronis yang disebut sebagai Program Pengelolaan
Penyakit Kronis (Prolanis).
2.3.1 Definisi
Prolanis adalah suatu sistem layanan kesehatan dan pendekatan
proaktif yang dilaksanakan secara terintegrasi yang melibatkan peserta,
fasilitas kesehatan dan BPJS Kesehatan dalam rangka pemeliharaan
kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan yang menderita penyakit kronis
untuk mencapai kwalitas hidup yang optimal dengan biaya pelayanan
kesehatan yang efektif dan efisien (BPJS kesehatan,2018).
30

2.3.2 Tujuan
Mendorong peserta penyandang penyakit kronis mencapai kualitas
hidup optimal dengan indikator 75% peserta terdaftar yang berkunjung ke
Faskes Tingkat Pertama memiliki hasil “baik” pada pemeriksaan spesifik
terhadap penyakit DM Tipe 2 dan Hipertensi sesuai Panduan Klinis terkait
sehingga dapat mencegah timbulnya komplikasi penyakit. (BPJS
kesehtan,2018)
2.3.3 Sasaran
Seluruh Peserta BPJS Kesehatan penyandang penyakit kronis
(Diabetes Melitus Tipe 2 dan Hipertensi) (BPJS Kesehatan,2018)
2.3.4 Bentuk Pelaksanaan
Aktifitas dalam Prolanis meliputi aktifitas konsultasi
medis/edukasi, Home Visit, Reminder, aktifitas klub (senam sehat
Prolanis), dan pemantauan status kesehatan. (BPJSKesehatan,2018)
2.3.5 Penanggung jawab
Penanggungjawab adalah Kantor Cabang BPJS Kesehatan bagian
Manajemen Pelayanan Primer.
2.3.6 Langkah Pelaksannan
Persiapan Pelaksanaan Prolanis
1.Melakukan identifikasi data peserta sasaran berdasarkan:
a. Hasil Skrining Riwayat Kesehatan dan atau
b. Hasil Diagnosa DM (pada Faskes Tingkat Pertama maupun
RS)
2. Menentukan target sasaran
3.Melakukan pemetaan Faskes Dokter Keluarga/ Puskesmas berdasarkan
distribusi target sasaran peserta
4.Menyelenggarakan sosialisasi Prolanis kepada Faskes Pengelola
5.Melakukan pemetaan jejaring Faskes Pengelola (Apotek, Laboratorium)
6.Permintaan pernyataan kesediaan jejaring Faskes untuk melayani peserta
Prolanis
31

7.Melakukan sosialisasi Prolanis kepada peserta (instansi, pertemuan


kelompok pasien kronis di RS, dan lain-lain)
8.Penawaran kesediaan terhadap peserta penyandang Diabetes Melitus
Tipe 2 dan Hipertensi untuk bergabung dalam Prolanis
9. Melakukan verifikasi terhadap kesesuaian data diagnosa dengan form
kesediaan yang diberikan oleh calon peserta Prolanis
10. Mendistribusikan buku pemantauan status kesehatan kepada peserta
terdaftar Prolanis

11. Melakukan rekapitulasi data peserta terdaftar

12. Melakukan entri data peserta dan pemberian flag peserta Prolanis
13. Melakukan distribusi data peserta Prolanis sesuai Faskes Pengelola
14. Bersama dengan Faskes melakukan rekapitulasi data pemeriksaan
status kesehatan peserta,meliputi pemeriksaan GDP, GDPP, Tekanan
Darah, IMT, HbA1C. Bagi peserta yang belum pernah dilakukan
pemeriksaan, harus segera dilakukan pemeriksaan
15.Melakukan rekapitulasi data hasil pencatatan status kesehatan awal
peserta per Faskes Pengelola (data merupakan luaran Aplikasi P-Care)
16. Melakukan Monitoring aktifitas Prolanis pada masing-masing Faskes
Pengelola:
a. Menerima laporan aktifitas Prolanis dari Faskes Pengelola
b. Menganalisa data
17. Menyusun umpan balik kinerja Faskes Prolanis
18. Membuat laporan kepada Kantor Divisi Regional/ Kantor Pusat.
2.3.7 Aktifitas PROLANIS
1. Konsultasi Medis Peserta Prolanis : jadwal konsultasi disepakati
bersama antara peserta dengan Faskes Pengelola
2. Edukasi Kelompok Peserta Prolanis
Definisi : Edukasi Klub Fuschia (Klub Prolanis) adalah kegiatan
untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan dalam upaya
32

memulihkan penyakit dan mencegah timbulnya kembali penyakit


serta meningkatkan status kesehatan bagi peserta Prolanis.
Sasaran : Terbentuknya kelompok peserta (Klub) Prolanis minimal 1
Faskes Pengelola 1 Klub. Pengelompokan diutamakan berdasarkan
kondisi kesehatan Peserta dan kebutuhan edukasi.
Langkah - langkah:
a. Mendorong Faskes Pengelola melakukan identifikasi
peserta terdaftar sesuai tingkat severitas penyakit DM Tipe
2 dan Hipertensi yang disandang
b. Memfasilitasi koordinasi antara Faskes Pengelola dengan
Organisasi Profesi/Dokter Spesialis diwilayahnya
c. Memfasilitasi penyusunan kepengurusan dalam Klub
d. Memfasilitasi penyusunan kriteria Duta Prolanis yang
berasal dari peserta. Duta Prolanis bertindak sebagai
motivator dalam kelompok Prolanis (membantu Faskes
Pengelola melakukan proses edukasi bagi anggota Klub)
e. Memfasilitasi penyusunan jadwal dan rencana aktifitas
Klub minimal 3 bulan pertama
f. Melakukan Monitoring aktifitas edukasi pada masing-
masing Faskes Pengelola:
1.Menerima laporan aktifitas edukasi dari Faskes Pengelola
2.Menganalisis data
g. Menyusun umpan balik kinerja Faskes Prolanis
h. Membuat laporan kepada Kantor Divisi Regional/ Kantor
pusat dengan tembusan kepada organisasi profesi terkait di
wilayahnya.
3. Reminder melalui SMS Gateway
Definisi : Reminder adalah kegiatan untuk memotivasi peserta
untuk melakukan kunjungan rutin kepada Faskes Pengelola melalui
pengingatan jadwal konsultasi ke Faskes Pengelola tersebut
33

Sasaran : Tersampaikannya reminder jadwal konsultasi peserta ke


masing-masing Faskes Pengelola.
Langkah – langkah:
a. Melakukan rekapitulasi nomor Handphone peserta
Prolanis/Keluarga peserta
b. masing-masing Faskes Pengelola
c. Entri data nomor handphone kedalam aplikasi SMS Gateway
d. Melakukan rekapitulasi data kunjungan per peserta per Faskes
Pengelola
e. Entri data jadwal kunjungan per peserta per Faskes Pengelola
f. Melakukan monitoring aktifitas reminder (melakukan
rekapitulasi jumlah peserta yang telah mendapat reminder)
g. Melakukan analisa data berdasarkan jumlah peserta yang
mendapat reminder dengan jumlah kunjungan
h. Membuat laporan kepada Kantor Divisi Regional/Kantor Pusat

4. Home Visit
Definisi : Home Visit adalah kegiatan pelayanan kunjungan ke
rumah Peserta Prolanis untuk pemberian informasi/edukasi kesehatan
diri dan lingkungan bagi peserta Prolanis dan keluarga
Sasaran:
Peserta Prolanis dengan kriteria :
a. Peserta baru terdaftar
b. Peserta tidak hadir terapi di Dokter Praktek Perorangan /Klinik
/Puskesmas 3 bulan
c. berturut-turut
d. Peserta dengan GDP/GDPP di bawah standar 3 bulan berturut-turut
(PPDM)
34

e. Peserta dengan Tekanan Darah tidak terkontrol 3 bulan berturut-


turut (PPHT)
f. Peserta pasca opname
Langkah – langkah:
Melakukan identifikasi sasaran peserta yang perlu dilakukan
Home Visit
a. Memfasilitasi Faskes Pengelola untuk menetapkan waktu
kunjungan
b. Bila diperlukan, dilakukan pendampingan pelaksanaan Home
Visit
c. Melakukan administrasi Home Visit kepada Faskes Pengelola
dengan berkas sebagai berikut:
1) Formulir Home Visit yang mendapat tanda tangan
Peserta/Keluarga peserta yang dikunjungi
2) Lembar tindak lanjut dari Home Visit/lembar anjuran
Faskes Pengelola
d. Melakukan monitoring aktifitas Home Visit (melakukan
rekapitulasi jumlah peserta yang telah mendapat Home Visit)
e. Melakukan analisa data berdasarkan jumlah peserta yang
mendapat Home Visit dengan jumlah peningkatan angka
kunjungan dan status kesehatan peserta
g. Membuat laporan kepada Kantor Divisi Regional/Kantor Pusat
2.3.8 Hal-hal yang perlu mendapat perhatian
1. Pengisian formulir kesediaan bergabung dalam Prolanis oleh
calon peserta Prolanis.
2. Peserta Prolanis harus sudah mendapat penjelasan tentang
program dan telah menyatakan kesediaannya untuk bergabung.
3. Validasi kesesuaian diagnosa medis calon peserta. Peserta
Prolanis adalah peserta BPJS yang dinyatakan telah terdiagnosa
DM Tipe 2 dan atau Hipertensi oleh Dokter Spesialis di Faskes
Tingkat Lanjutan.
35

5 Peserta yang telah terdaftar dalam Prolanis harus dilakukan


proses entri data dan pemberian flag peserta didalam aplikasi
kepesertaan. Demikian pula dengan peserta yang keluar dari
program.
6 Pencatatan dan pelaporan menggunakan aplikasi Pelayanan
Primer (P-Care). (BPJS Kesehatan,2018).
Kegiatan Prolanis di FKTP Poli Denkesyah Serang sudah rutin
dilaksanakan setiap bulannya, 15 peserta yang terdaftar, aktif dan
rutin mengikuti kegiatan tersebut. Kegiatan Prolanis yang
dilakukan FKTP Poli Denkesyah Serang diantaranya adalah
pemeriksaan kesehatan, pemantauan dan pengendalian gula darah
dan tekanan darah, home visite, konsultasi kesehatan serta kegiatan
senam sehat Prolanis. Dari rangkaian kegiatan Prolanis yang telah
dilakukan oleh petugas kesehatan di FKTP Poli Denkesyah Serang,
maka perlu adanya evaluasi keberhasilan dari kegiatan tersebut.
Salah satu evaluasi yang dirasa perlu untuk dilakukan adalah
mengenai kestabilan tingkat gula darah peserta Prolanis itu sendiri
yang merupakan indikator dalam pengendalian DM , sehingga
dapat diketahui apakah dengan rutin mengikuti kegiatan Prolanis
yang selama ini dilaksanakan berpengaruh pada kualitas hidup
pesertanya.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian untuk menganalisis hubungan


keikutsertaan kegiatan Prolanis dengan kadar gula darah pada penderita DM tipe 2
merupakan penelitian kuantitatif dengan jenis deskriptif korelatif. Penelitian
korelasional adalah penelitian yang mengkaji hubungan antara variabel dimana
variabel yang dikaji dapat diukur secara serentak dan tujuannya adalah untuk
mengungkapkan hubungan korelatif antar variable (Nursalam, 2008).

Teknik pengambilan sampel menggunakan total sampling yaitu dari


keseluruhan populasi yang ada sebanyak 15 orang peserta kegiatan Prolanis di
FKTP Poli Denkesyah Serang yang menderita DM tipe2. Instrumen penelitian
berupa absensi kehadiran dan Gluko Meter sebagai alat untuk mengukur kadar
gula darah sebelum kegiatan Prolanis dan sesudah kegiatan Prolanis. Hasil
pengukuran dibaca pada alat Gluko Meter dalam waktu 10 detik. Selama masa
penelitian yaitu antara Januari 2020 – Februari 2020. Analisis data menggunakan
analisis univariat dan bivarat dengan korelasi Spearman Ranks untuk menguji
hipotesis penelitian(Wabueraheng, 2019)

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di FKTP Poli Denkesyah Serang,


yang berlokasi di Jl.A.Khotib No. 1 , Cipare , Serang - Banten

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu Penelitian dilakukan pada bulan Januari- Februari 2020

36
37

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi adalah jumlah keseluruhan dari satuan-satuan atau


individu-individu yang karakteristiknya hendak diteliti. Dan satuan-satuan
tersebut dinamakan unit analisis, dan dapat berupa orang-orang, institusi-
institusi, benda-benda, dst. (Hidayat, 2012).

Dalam penelitian ini adalah pasien penderita DM yang berobat di


Poli Denkesyah Serang pada tahun 2020. Dimana keseluruhan jumlah
pasien penderita DM di Poli Denkesyah tahun 2020 adalah 100 pasien.
Pasien yang rajin kontrol berobat pada bulan Januari-Februari 2020
sebanyak 75 orang. Untuk jumlah pasien yang terdaftar sebagai peserta
dan aktif mengikuti kegiatan Prolanis adalah 15 orang.

3.3.2 Sampel

Sampel adalah bagian atau jumlah dan karakteritik yang dimiliki


oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin
mempelajari semua yang ada pada populasi, misal karena keterbatasan
dana, tenaga dan waktu, maka peneliti akan mengambil sampel dari
populasi itu. Apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan
diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi
harus betul-betul representative (Sugiyono, 2012).

Untuk menentukan besarnya sampel suatu penelitian, yaitu


menentukan batas maksimal besarnya sampel serta kebutuhan rencana
analisis yang menentukan batas minimal dari besarnya sampel.

Jadi dalam penelitian ini yang menjadi sampel adalah pasien


penderita DM Tipe2 di FKTP Poli Denkesyah Serang yang mengikuti
kegiatan Prolanis sebanyak 15 orang pada tahun 2020.
38

3.3.3 Alur Penelitian

Pasien penderita DM tahun 2020 di FKTP Poli Denkesyah Serang 100 Orang

Pasien Penderita DM di FKTP Poli Denkesyah Serang yang aktif berobat pada bulan
Januari – Februari 2020 sebanyak 75 Orang

(Sampel Kasus) (Sampel Kasus)

Pasien DM Tipe2 sebelum mengikuti Pasien DM Tipe2 setelah mengikuti


kegiatan Prolanis sebanyak 15 orang kegiatan Prolanis sebanyak 15 Orang

Pemeriksaan gula darah pasien DM Tipe2


sebelum dan sesudah mengikuti kegiatan
Prolanis
39

3.4 Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan


atau kaitan konsep satu terhadap konsep lainnya,atau antara yang satu dengan
yang lain dari masalah yang ingin diteliti ( Notoatmojo, 2018).

Berdasarkan tinjauan di atas serta dilatar belakangi oleh konsep yang


mendasari ini,maka kerangka konsep terdiri dari dua variable yaitu variable
independent ( Tingkat gula darah sebelum mengikuti kegiatan Prolanis), dan
variable dependent (Tingkat gula darah setelah mengikuti kegiatan Prolanis),
seperti dalam kerangka konsep berikut:

Variabel Independent Variabel Dependent

Tingkat Gula Darah Pasien

Kadar Gula Darah Kadar Gula Darah


Sebelum Kegiatan Setelah Kegiatan
Prolanis
Prolanis
40

3.5 Hipotesis
Hipotesis adalah suatu penelitian pada hakikatnya adalah suatu
jawaban atas perta Pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan dalam
perencanaan penelitian.Untuk mengarahkan kepada hasil penelitian ini
maka dalam perencanaan penelitian perlu dirumuskan jawaban sementara
dari suatu penelitian ini, biasanya disebut hipotesis (Notoatmodjo, 2018).
3.5.1 Hipotesis Alternatif (Ha)
Ha1. Ada hubungan antara kegiatan Prolanis dengan tingkat gula
darah pasien penderita diabetus melitus di FKTP Poli
Denkesyah Serang tahun 2019.
3.5.2 Hipotesis Nul (Ho)
Ho1. Tidak ada hubungan kegiatan Prolanis dengan tingkat gula
darah pasien penderita diabetes melitus di FKTP Poli
Denkesyah Serang tahun 2019
41

3.5 Definisi Operasional

Definisi Operasional adalah uraian tentang batasan variable yang


dimaksud, atau tentang apa yang diukur oleh variable yang bersangkutan
(Notoatmojo, 2018).

Tabel 3.1
Definisi Operasional

Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Operasional Ukur
Gula Tingkat Pemeriksaan GlukoMeter 0.Gula Darah Rasio
Darah Glukosa Gula Darah (Accucheck) Meningkat
Sebelum Dalam Darah Kapiler 1.Gula Darah
Kegiatan Sebelum Menurun
Prolanis Senam Dan
Edukasi
Gula Tingkat Pemeriksaan GlukoMeter 0.Gula Darah Rasio
Darah Glukosa Gula Darah (Accucheck) Meningkat
Sesudah Dalam Darah Kapiler 1.Gula Darah
Kegiatan Setelah Menurun
Prolanis Senam dan
Edukasi

3.6. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam


penelitian karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data.Tanpa
mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data
yang memenuhi standar data yang ditetapkan ( Sugiyono,2013)

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan data primer. Data


primer adalah data yang diperoleh dari hasil saat penelitian , yaitu data Kadar
Gula pasien DM Tipe2 sebelum dan sesudah mengikuti kegiatan Prolanis di
FKTP Poli Denkesyah Serang sebanyak 15 orang.
42

3.7 Teknik Pengolahan Data

Pengolahan data terlebih dahulu dilakukan secara manual, kemudian


secara statistik dengan menggunakan program komputer dan melalui beberapa
tahap, yaitu editing, coding, prosseing, dan cleaning.

3.7.1 Pengeditan ( Editing)

Hasil wawancara, angket, atau pengamatan dari lapangan harus dilakukan


penyuntingan (Editing) terlebih dahulu. Secara umum editing adalah merupakan
kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian formulir atau kuesioner tersebut.

3.7.2 Pengkodean (Coding)

Mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau
bilangan. Coding atau pemberian kode ini sangat berguna dalam memasukkan
data (data entry). Adapun pengkodean dalam penelitian ini sebagai berikut:

1.Kadar Gula Darah Sebelum Kegiatan Prolanis

0. Tingkat Gula Darah meningkat


1. Tingkat Gula Darah Menurun
2. Kadar Gula Darah Setelah Kegiatan Prolanis

0. Tingkat Gula darah meningkat

1. Tingkat Gula darah menurun

3.7.3 Memasukkan Data (Processing)

Jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang dalam bentuk


“kode” ( angka atau huruf) dimasukkan ke dalam program “software” computer.

3.7.4 Pembersihan data (Cleaning)

Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai
dimasukkan, perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan – kemungkinan
43

adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidak lengkapan dan sebagainya, kemudian


dilakukan pembetulan atau koreksi ( Notoatmojdjo, 2018).

3.8 Teknik Analisis Data

Data yang telah diolah baik pengolahan secara manual maupun


menggunakann bantuan komputer, tidak akan ada maknanya tanpa dianalisis.
Menganalisis data tidak sekedar mendiskripsikan dan menginterprstasikan data
yang telah diolah. Analisis data harus memperoleh makna arti dari hasil penelitian
(Notoatmodjo,2018). Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
analisis univariat dan bivariate.

3.8.1 Analisis Univariat

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendiskripsiksan


karakteristik setiap variable penelitian. Bentuk analisis univariat tergantung dari
jenis datanya. Untuk data numerik digunakan nilai mean atau rata-rata median dan
standar deviasi. Dalam analisis ini menghasilkan prosentase hasil pemeriksaan
glukosa pasien penderita DM Tipe2 sebelum dan sesudah mengikuti kegiatan
Prolanis. (Notoatmojdo,2018).

3.8.2 Analisis Bivariat

Apabila telah dilakukan analisis univariat tersebut di atas,hasilnya akan


diketahui karakteristik atau distribusi setiap variable, dan dapat dilanjutkan
analisis bivariate (Notoatmodjo, 2018).

Analisis bevariat yang dilakukan terhadap dua variable yang diduga


berhubungan dan berkorelasi. Misalnya variabel tingkat gula darah pasien
penderita DM Tipe2 sebelum mengikuti kegiatan Prolanis dan setelah mengikuti
kegiatan Prolanis. Dalam analisis bevariat ini dilakukan beberapa tahap, antara
lain:
44

a. Analisis proporsi atau presentase, dengan membandingkan


distribusi silang antara dua variabel yang bersangkutan.
b. Melihat dari hasil uji statistik ini akan dapat disimpulkan adanya
hubungan 2 variabel tersebut bermakna atau tidak bermakna. Dari
hasil uji statistik ini dapat terjadi , misalnya antara dua variable
tersebut secara prosentase berhubungan tapi secara statistik
hubungan tersebut tidak bermakna ( Notoatmodjo, 2018).

Hasil akhir uji statistik adalah mengetahui apakah keputusan uji Ho ditolak
atau Ho diterima. Dan untuk menguji kemaknaan hubungan, digunakan uji
statistik dengan cara membandingkan nilai p dengan nilai a (0,05). Ketentuan
yang berlaku adalah sebagai berikut;

a.Jika nilai p value ≤ 0,05, Ho ditolak ( p vlue = a), uji statistik


menunjukkan adanya hubungan yang bermakna (signifikan).

b.Jika nilai p value > 0,05 Ho diterima ( p vlue = a), uji statistik
menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna ( signifikan).

Pada penelitian ini dilakukan kegiatan senam sehat Prolanis , pelaksanaan


kegiatan edukasi Prolanis serta pengukuran kadar gula darah pasien peserta
kegiatan Prolanis. Di FKTP Poli Denkesyah Serang dilakukan pemeriksaan
glukosa darah pasien peserta Prolanis sebelum dan sesudah kegiatan Prolanis
dengan menggunakan metode Point Of Care Test ( POCT).

Prosedur Pemeriksaan Glukosa Stik ( POCT) :

1. Pra - Analitik

a. Persiapan Pasien:

1. GDP :
a). Pasien dipuasakan 8 – 12 jam sebelum tes
45

b). Semua obat dihentikan dahulu, bila ada obat yang harus
diberikan ditulis pada formulir permintaan tes.

2. GD 2 Jam PP :
a). Pengambilan sampel darah dilakukan 2 jam sesudah makan dan
setelah kegiatan Prolanis.

b. Persiapan Sampel:
Tidak ada persiapan khusus. Pengambilan sampel
sebaiknya pagi hari karena adanya variasi diurnal. Pada sore hari
glukosa darah lebih rendah sehingga banyak kasus DM yang tidak
terdiagnosis. Sampel darah yang digunakan adalah darah kapiler.

c. Metode tes:
Metode enzimatik :glucose oxidase / hexokinase

d. Prinsip tes:
Darah kapiler diserap ke dalam strip tes, kemudian
mengalir ke area tes dan bercampur dengan reagen untuk memulai
proses pengukuran. Enzim Glucose dehydrogenase dan koenzim
dalam strip tes mengkonversi glukosa dalam sampel darah menjadi
glukonolakton. Reaksi tersebut menghasilkan listrik DC yang tidak
berbahaya sehingga meter mampu mengukur gula darah.

e. Alat dan bahan:


Alat:
1. Lancet
2. Alat glukosameter
Bahan:
1. Sampel whole blood (darah kapiler)
46

2. Jarum lancet
3. Strip/stik glukosa
4. Kapas alcohol
5. Micropore
6. Kapas kering
5. Handschoen
6. Wadah limbah infeksius

2. Analitik
Cara Kerja:
a. Alat glukosameter disiapkan
b. Jarum lancet dimasukkan dalam autoclix dan dipilih
nomor pada lancet sesuai ketebalan kulit pasien
c. Chip khusus untuk pemeriksaan glukosa dimasukkan pada alat
glukosameter pada tempatnya (sesuai alat glukosameter)
d.Strip dimasukkan pada tempatnya (sesuai alat glukosameter)
e. Jari kedua / ketiga / keempat pasien dibersihkan dengan
menggunakan kapas alkohol lalu dibiarkan mengering
f. Darah kapiler diambil dengan menggunakan lancet yang ditusuk
pada jari kedua /ketiga / keempat pasien
g. Sampel darah kapiler dimasukkan ke dalam strip dengan cara
ditempelkan pada bagian khusus pada strip yang menyerap darah
h.Hasil pengukuran kadar glukosa akan ditampilkan pada layar
dalam waktu 10 detik
i.Strip dicabut dari alat Glukosa meter
j.Jarum dibuang dari lancet ke savety box
( FK.UNHAS, 2018 )
Nilai rujukan:
1). Gula Darah Puasa : > 115 mg/dl
2). Gula Darah 2 Jam PP : > 125 mg/dl
3). Gula Darah Sewaktu : > 200 mg/
47

DAFTAR PUSTAKA

Suyono, Soegondo, Waspadji. 2018. Penatalaksanaan Diabetes melitus Terpadu.


Edisi kedua. Cetakan ke-11. FKUI.Jakarta

Decroli. 2019. DIABETES MELITUS TIPE 2. FK Universitas ANDALAS.


Padang.

Kementerian Kesehatan RI. 2019. Pos Pembinaan Terpadu (POSPINDU).


Kemenkes. Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI.2014. Waspada Diabetes . Pusat Data Dan Informasi


(PUSDATIN). Kemenkes. Jakarta Selatan.

Kementerian Kesehatan RI. 2019.Hari Diabetes Sedunia. Pusat Data dan


Informasi.Kemenkes. Jakarta Selatan.
Nurrahmani. 2018. Stop Diabetes. Edisi pertama. Cetakan ke 1. Familia.
Yogyakarta.

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia.2011. Konsensus Pengelolaan Dan


Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Di Indonesia. PERKENI. Jakarta

Isnaini. 2018. Faktor risiko mempengaruhi kejadian diabetes melitus tipe 2.


Jurnal keperawatan dan kebidanan Aisyiyah. 14(1):59-68.

Dahlan. 2018. Pengaruh Prolanis terhadap pengendalian gula darah terkontrol


Pada pebderita DM di Puskesmas Sudiang Makasar. Prosiding Seminar
Nasional Sinergitas Multidisiplin Ilmu Pengetahuan dan teknologi.(1):
39-49.
Sekardiani. 2018. Gambaran kualitas hidup peserta Prolanis di Puskesmas Petang
Kabupaten Badung Bali. Jurnal lmiah Ilmu-ilmu Kesehatan. 16(3):132-
136.
48

Puspita. 2018. Hubungan lama kepesertaan prolanis dengan tingkat pengetahuan


Gizi dan kepatuhan diet pasien DM di Puskesmas Gilingan Surakarta.
Jurnal dunia gizi.1(2):101-111.
Chaidir. 2017. Hubungan self care dengan kualitas hidup pasien DM. Jurnal
Endurance. 2(2):132-144.

Jamiat. 2016. Pengalaman penderita DM mengikuti Program Prolanis dalam


Mengedalikan kadar glukosa darah di puskesmas. 1,2,3 Stikes Asiyiyah
Bandung:ndgjem@yahoo.com. (116-122).
Aryani. 2016. Program Prolanis DM Tipe 2 Peserta JKN di Kota Serang-Banten.
Jurnal kedokteran dan kesehatan.3(3):146-154.
FK Universitas hasanudin.2016. Manual Glukosa. https://med.unhas.ac.id.2016
BPJS Kesehatan. 2017. Panduan Praktis PROLANIS. BPJS Kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai