Anda di halaman 1dari 21

EPIDEMIOLOGI

PENYAKIT TIDAK MENULAR : DIABETES MELLITUS

Judul
Dosen Pengampu : Alfan Alfandi,S.KM.,M.Kes(epid)

Disusun Oleh :

1. ANNISA SEKAR SALMAWATI (020118A068)


2. AYUNINGTYAS FEBRIYATI AT (020118A007)
3. BRIGITA SHEILA ROSITA (020118A011)
4. LYDIA OVINNE TATENGKENG (020118A027)
5. SONIA HANDAYANI (020118A053)

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

UNGARAN

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Epidemiologi
Penyakit Tidak Menular : Diabetes Mellituas ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Bapak
Alfan Affandi pada mata kuliah Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Selain itu,
makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Diabetes Mellituas
bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Alfan Affandi,selaku dosen mata
kuliah Epidemiologi Penyakit Tidak Menular yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi
yang kami tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Ungaran, 10 Oktober 2019

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit tidak menular (PTM) terus berlangsung dan menjadi masalah besar
kesehatan masyarakat di dunia yang bertanggung jawab terhadap kematian dan kesakitan.
PTM menjadi kematian dan kecatatan di seluruh penjuru dunia. Perkiraan di tahun 2020
penyakit ini merujuk kepada kematian dari 7 orang dari setiap 10 orang di negara
berkembang. (Richardo Betteng et al)
Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang besar. Data
dari studi global menunjukan bahwa jumlah penderita Diabetes Melitus pada tahun 2011
telah mencapai 366 juta orang.
Diabetes Mellitus biasa disebut dengan the silent killer karena penyakit ini dapat
mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Penyakit yang
akan ditimbulkan antara lain gangguan penglihatan mata, katarak, penyakit jantung, sakit
ginjal, impotensi seksual, luka sulit sembuh dan membusuk/gangren, infeksi paru-paru,
gangguan pembuluh darah, stroke dan sebagainya. Tidak jarang, penderita DM yang
sudah parah menjalani amputasi anggota tubuh karena terjadi pembusukan
(Depkes,2005).
Melihat bahwa Diabetes Mellitus akan memberikan dampak terhadap kualitas sumber
daya manusia dan peningkatan biaya kesehatan yang cukup besar, maka sangat
diperlukan program pengendalan Diabetes Mellitus. Diabetes Mellitus Tipe 2 bisa
dicegah, ditunda kedatangannya atau dihilangkan dengan mengendalikan faktor resiko
(Kemenkes, 2010). Oleh karena itu perlu dilakukan adanya skrining terhadap faktor risiko
DM, sehingga penanganan dan pencegahan kasus DM dapat dilakukan lebih terarah dan
disesuaikan dengan kondisi setempat serta dapat mengurangi jumlah penderita DM.
1.2 Rumusan Masalah
1. Epidemiologi penyakit diabetes mellitus?
2. Mencari distribusi,determinan,frekuensi (data terbaru) diabtes mellitus?
3. Determinan diabetes mellitus yang diperkuat dengan penelitian jurnal?
4. Upaya pencegahan diabetes mellitus yang dilakukan pada saat ini?
1.3 Tujuan
1. Dapat mengetahui apa itu epidemiologi penyakit diabetes mellitus
2. Dapat memahami lebih lagi dalam mencari distribusi,determinan,frekuensi (data
terbaru) diabtes mellitus
3. Dapat mengetahui apa itu determinan dari diabetes mellitus yang diperkuat dengan
penelitian jurnal
4. Dapat mengetahui upaya pencegahan diabetes mellitus yang dilakukan pada saat ini
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Epidemiologi Penyakit Diabetes Mellitus

Studi epidemiologi telah mengindentifikasi diabetes melitus tipe 2 sebagai


epidemi global sejak tahun 1970-an, prevalensi diabetes tertinggi terjadi di Indian
Pima, Mikronesia dan Polinesia di Pasifik, orang Meksiko yang berada di Amerika
Serikat, bangsa Creole di Amerika Selatan. Amerika Serikat seperti yang dilaporkan
oleh National Health and Nutrition Survey (NHANES) II tahun 1976 sampai 1980
mendapatkan bahwa prevalensi diabetes melitus baik yang terdiagnosis maupun yang
tidak terdiagnosis adalah sebesar 8,9%, tetapi pada NHANES III (1988 – 1994)
meningkat menjadi sekitar 12,3% pada kelompok umur 40 sampai 74 tahun. Secara
keseluruhan prevalensi diabetes melitus di Amerika Serikat pada penduduk berusia 20
tahun keatas adalah sebesar 6,6%. Prevalensi diabetes melitus tertinggi ditemukan
pada orang Meksiko Amerika yaitu sebesar 20% (Goldstein, Muller, 2008).

Penelitian yang dilakukan oleh International Diabetic Federation (IDF) tahun


2003, menyatakan bahwa prevalensi diabetes tipe 2 akan menjadi 2 kali dalam 20
tahun ke depan. Prevalensi diabetes melitus di dunia saat ini adalah 5,1% atau sekitar
194 juta penduduk menderita diabetes melitus pada kelompok umur 20 sampai 79
tahun. Angka ini diperkirakan akan meningkat menjadi sekitar 333 juta orang pada
tahun 2025 atau prevalensi sekitar 6,3% populasi dewasa. Peningkatan prevalensi
diabetes juga terjadi di Asia Selatan dan Asia Timur sebagaimana dengan laju
pertumbuhan penduduknya yang pesat, jumlah penderita diabetes melitus tipe 2
meningkat dari 705 juta orang pada tahun 2003 menjadi 1.081 juta orang pada tahun
2025. Prevalensi diabetes tertinggi pada tahun 2003 terjadi di Amerika Utara dan pada
tahun 2025 sekitar 10% penderita diabetes diseluruh dunia berasal dari negara-negara
di Amerika Utara. Asia Tenggara Prevalensi dan faktor..., Dedy Irawan, FKM UI,
2010. 12 Universitas Indonesia memiliki prevalensi gangguan terhadap toleransi
glukosa (TGT) tertinggi pada tahun 2003. Prevalensi ini akan meningkat menjadi
13,5% pada tahun 2025. Sekitar 15% sampai 20% orang di Asia Tenggara akan
menderita TGT ataupun diabetes melitus pada tahun 2025 (Goldstein, Muller, 2008).

Peningkatan prevalensi ini terjadi karena adanya perubahan gaya hidup


kebarat-baratan, perubahan pola makan, kurang aktivitas fisik sebagai hasilnya adalah
meningkatnya obesitas sehingga terjadilah diabetes melitus tipe 2 (Goldstein, Muller,
2008). Penelitian di Mauritius membuktikan bahwa perubahan gaya hidup dan
peningkatan kemakmuran suatu bangsa dapat meningkatkan prevalensi diabetes.
Mauritius adalah suatu negara kepulauan yang penduduknya terdiri dari berbagai
kelompok etnik. Dalam penelitian ini didapatkan bahwa pada bangsa-bangsa India,
Cina dan Creole (campuran Afrika, Eropa dan India) prevalensi diabetes melitus jauh
lebih tinggi dibandingkan dengan daerah asalnya. Hal ini disebabkan karena keadaan
ekonomi di Marutius untuk golongan etnik tersebut jauh lebih baik dibandingkan
dengan daerah asalnya (Suyono, 2009).

2.2 Mencari Distribusi, Determinan, Frekuensi (data terbaru) Diabtes Mellitus


DISTRIBUSI

Data Statistik
Kenaikan jumlah penduduk yang terkena penyakit diabetes militus atau kencing
manis semakin mengkhawatirkan. Menurut WHO pada tahun 2000 jumlah penduduk
dunia yang menderita diabetes militus mencapai 171.230.000 orang dan pada tahun
2030 diperkirakan jumlah penderita diabetes didunia akan mencapai jumlah
366.210.100 orang atau naik sebesar 114 % dalam ukuran waktu 30 tahun.
Dibawah ini adalah data statistik jumlah penderita diabetes didunia versi WHO pada
tahun 2000 dan proyeksi jumlah pendeita diabetes dunia pada tahun 2030. Indonesia
menduduki tempat ke 4 terbesar dengan pertumbuhan sebesar 152 % atau dari
8.426.000 orang pada tahun 2000 mencapai 21.257.000 orang ditahun 2030.
Distribusi menurut :
1. Menurut Orang
Berdasarkan American Diabetes Association (ADA) terdapat 1,9 juta kasus baru
diabetes pada orang berusia 20 tahun dan lebih tua pada tahun 2010. Berdasarkan
penelitian Marpaung (2006) di RSUD Pematang Siantar tahun 2003-2004
menyatakan bahwa proporsi penderita DM yang berusia ≥ 45 tahun 80,8% dan
proporsi penderita DM yang berusia < 45 tahun 19,2%.
Berdasarkan penelitian Roza (2008) di RSUP H. Adam Malik Medan tahun
2006, proporsi penderita DM berusia < 40 tahun yaitu yang menderita komplikasi
akut 5,0% dan yang menderita komplikasi kronik 12,6% sedangkan proporsi
penderita DM berusia ≥ 40 tahun yaitu yang menderita komplikasi akut 7,6% dan
yang menderita komplikasi kronik yaitu 74,8%. Proporsi laki-laki yang menderita
DM yaitu yang mengalami komplikasi akut 6,9% dan yang mengalami komplikasi
kronik 39,0% sedangkan proporsi perempuan yang menderita DM yaitu yang
mengalami komplikasi akut 5,7% dan yang mengalami komplikasi kronik yaitu
48,4%.
2. Menurut Tempat
Menurut laporan PERKENI tahun 2005 dari berbagai penelitian epidemiologi di
Indonesia, menunjukkan bahwa angka prevalensi DM terbanyak terdapat di kota-
kota besar, antara lain Jakarta (12,8%), Surabaya (1,8%), Makassar (12,5%), dan
Manado (6,7%). Sedangkan prevalensi DM terendah terdapat di daerah pedesaan,
antara lain Tasikmalaya (1,8%) dan Tanah Toraja (0,9%). Adanya perbedaan
prevalensi DM di perkotaan dengan di pedesaan menunjukkan bahwa gaya hidup
mempengaruhi kejadian DM.
3. Menurut Waktu
Pada tahun 2000 terdapat 2,9 juta kematian akibat penyakit DM di dunia,
dimana 1,4 juta kematian terjadi pada pria dan 1,5 juta kematian pada wanita. Dari
semua jumlah kematian ini, 1 juta kematian terjadi di negara maju dan 1,9 juta
kematian terjadi di negara berkembang. Pada tahun 2003, WHO menyatakan 194
juta jiwa atau 5,1% dari 3,8 miliar penduduk dunia usia 20-79 tahun menderita
Diabetes mellitus dan tahun 2007 mengalami peningkatan menjadi 7,3%

FREKUENSI

Data Statistik Jumlah Penderita Diabetes di Dunia versi


WHO
No Negara Thn 2000 Thn 2030 Growth
1 India 31.705.000 79.441.000 151 %
2 China 20.757.000 42.321.000 104 %
3 United States of Ameica 17.702.000 30.312.000 71 %
4 Indonesia 8.426.000 21.257.000 152 %
5 Japan 6.765.000 8.914.000 32 %
6 Pakistan 5.217.000 13.853.000 166 %
7 Russian Federation 4.576.000 5.320.000 16 %
8 Brazil 4.576.000 11.305.000 148 %
9 Italy 4.252.000 5.374.000 26 %
10 Bangladesh 3.196.000 11.140.000 249 %
11 Turkey 2.920.000 6.422.000 120 %
12 Philippines 2.770.000 7.798.000 182 %
13 Spain 2.717.000 3.752.000 38 %
14 Germany 2.627.000 3.771.000 44 %
15 Egypt 2.623.000 6.726.000 156 %

DETERMINAN

HOST

1. Usia diatas 45 tahun

Pada orang-orang yang berusia diatas 45 tahun, fungsi organ tubuh semakin
menurun, hal ini diakibatkan aktivitas sel beta pankreas untuk menghasilkan
insulin menjadi berkurang dan sensitifitas sel-sel jaringan menurun sehingga tidak
menerima insulin.

2. Pola makan

Pola yang serba instan saat ini memang sangat digemari oleh sebagian masyarakat
perkotaan. Pola makan yang tidak sesuai dengan kebutuhan tubuh dapat menjadi
penyebab Diabetes Mellitus, misalnya makanan gorengan yang mengandung nilai
gizi yang minim.

3. Kurangnya berolahraga atau beraktivitas

Gaya hidup naik mobil ketika berangkat kerja, naik lift ketika berada dikantor,
duduk terlalu lama di depan komputer serta kurangnya aktivitas fisik lainnya
membuat sistem sekresi tubuh berjalan lambat. Akibatnya terjadilah penumpukan
lemak di dalam tubuh yang lambat laun berat badan menjadi berlebih. Olahraga
dapat dilakukan 3-5 kali seminggu, kurang berolahraga dapat menurunkan
sensitifitas sel terhadap insulin dapat menurun sehingga dapat mengakibatkan
penumpukan lemak dalam tubuh yang dapat menyebabkan Diabetes Mellitus.

4. Genetik atau faktor keturunan

DM sering diturunkan atau diwariskan, bukan ditularkan. Anggota keluarga


penderita DM memiliki kemungkinan lebih besar terserang penyakit ini
dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak menderita DM. Para ahli
kesehatan juga menyebutkan DM merupakan penyakit yang terpaut kromosom
seks atau kelamin. Biasanya kaum laki-laki menjadi penderita sesungguhnya,
sedangkan kaum perempuan sebagai pihak yang membawa gen untuk diwariskan
kepada anak-anaknya.

5. Makan terlalu banyak karbohidrat dari nasi atau roti

Tubuh mempunyai kemampuan yang terbatas dalam mengolah makanan yang


dimakan. Jika mengkonsumsi terlalu banyak karbohidrat, maka tubuh akan
menyimpannya dalam bentuk gula dalam darah (glikogen). Jika hal ini
berlangsung setiap hari, maka dapat dibayangkan besarnya penumpukan glikogen
yang disimpan dalam tubuh. Inilah pemicu awal terjadinya gejala diabetes.

6. Merokok

Merokok merupakan salah satu kebiasaan yang tidak baik selain minum minuman
beralkohol. Merokok dapat menjadi pemicu terjadinya diabetes. Selain merusak
paru-paru, merokok juga dapat merusak hati dan pankreas dimana hormon insulin
diproduksi sehingga dapat mengganggu produksi insulin di dalam kelenjar
pankreas.

7. Kegemukan

Obesitas merupakan salah satu penyebab utama diabetes. Studi menunjukkan


bahwa 60 sampai 85% dari penderita diabetes cenderung kelebihan berat badan.
Di Amerika Serikat, sekitar 80 persen tipe -2 non-insulin dependent diabetes
dilaporkan terjadi karena kelebihan berat badan. Kelebihan lemak mencegah
insulin bekerja dengan baik. Jaringan lemak lebih banyak dalam tubuh, . Insulin
memungkinkan gula dalam darah untuk memasuki sel dengan bertindak pada situs
reseptor pada permukaan sel. Orang tua sering cenderung menambah berat badan,
dan waktu yang sama, banyak dari mereka mengembangkan dan bentuk ringan
dari diabetes karena yang kelebihan berat badan

8. Stres dan Ketegangan

Ada hubungan yang dikenal antara stres dan diabetes mellitus, mereka yang
berada di bawah stres dan / atau memiliki gaya hidup yang tidak teratur, perlu
mengambil tindakan pencegahan yang memadai dan membuat penyesuaian gaya
hidup yang diperlukan. Duka, kekhawatiran dan kecemasan yang dihasilkan dari
pemeriksaan, kematian seorang kerabat dekat, kehilangan sukacita, kegagalan
bisnis dan hubungan perkawinan yang tegang, semua pengaruh yang mendalam
pada metabolisme dan dapat menyebabkan gula muncul dalam urin.

9. Jenis Kelamin
Berdasarkan analisis antara jenis kelamin dengan kejadian DM Tipe 2, prevalensi
kejadian DM Tipe 2 pada wanita lebih tinggi daripada laki-laki.Wanita lebih
berisiko mengidap diabetes karena secara fisik wanita memiliki peluang
peningkatan indeks masa tubuh yang lebih besar. Sindroma siklus bulanan
(premenstrual syndrome), pasca-menopouse yang membuat distribusi lemak tubuh
menjadi mudah terakumulasi akibat proses hormonal tersebut sehingga wanita
berisiko menderita diabetes mellitus tipe2 (Irawan, 2010).
10. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan memiliki pengaruh terhadap kejadian penyakit Diabetes
Melitus Tipe 2. Orang yang tingkat pendidikannya tinggi biasanya akan memiliki
banyak pengetahuan tentang kesehatan. Dengan adanya pengetahuan tersebut
oarang akan memiliki kesadaran dalam menjaga kesehatannya (Irawan, 2010).
11. Jenis Pekerjaan
Jenis pekerjaan juga erat kaitannya dengan kejadian DM. Pekerjaan seseorang
mempengaruhi tingkat aktivitas fisiknya. Aktivitas fisik dapat mengontrol gula
darah. Glukosa akan diubah menjadi energi pada saat beraktivitas fisik. Aktivitas
fisik mengakibatkan insulin semakin meningkat sehingga kadar gula dalam darah
akan berkurang. Pada orang yang jarang berolahraga, zat makanan yang masuk ke
dalam tubuh tidak dibakar tetapi ditimbun dalam tubuh sebagai lemak dan gula.
Jika insulin tidak mencukupi untuk mengubah glukosa menjadi energi maka akan
timbul DM (Kemenkes,2010).
12. Obesitas
Orang yang gemuk dengan berat badan melebihi 90 kg mempunyai
kecenderungan yang lebih besar untuk terserang diabetes mellitus dibandingkan
dengan orang yang tidak gemuk (Wijayakusuma, 2004). Data statistic di Amerika
menunjukkan 70% dari total penderita diabetes mellitus, merupakan orang yang
memiliki berat badan berlebihan (obesitas) (dr Endang Lanywati)
13. Penyakit dan infeksi pada pancreas
Mikroorganisme seperti bakteri dan virus dapat menginfeksi pancreas sehingga
menimbulkan radang pancreas. Hal itu menyebabkan sel B pada pancreas tidak
bekerja optimal dalam mensekresi insulin. Beberapa penyakit tertentu, seperti
kolesterol tinggi dan dyslipidemia dapat meningkatkan risiko terkena diabetes
mellitus. (Wijayakusuma, 2004)
14. Kehamilan
Pada saat hamil, untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan janinnya, seorang ibu
secara naluri akan menambah jumlah konsumsi makanannya, sehingga umumnya
berat badan ibu hamil akan naik sekitar 7 kg – 10 kg. Pada saat penambahan
jumlah konsumsi makanan tersebut terjadi, jika ternyata produksi insulin kurang
mencukupi, maka akan timbul gejala penyakit diabetes mellitus.
15. Hipertensi
Beberapa literatur mengaitkan hipertensi dengan resistensi insulin. Pengaruh
hipertensi terhadap kejadian diabetes melitus disebabkan oleh penebalan
pembuluh darah arteri yang menyebabkan diameter pembuluh darah menjadi
menyempit. Hal ini akan menyebabkan proses pengangkutan glukosa dari dalam
darah menjadi terganggu (Zieve, 2012).
16. Kadar Kolesterol
Kadar kolestrol yang tinggi berisiko terhadap penyakit DM Tipe 2. Kadar
kolestrol tinggi menyebabkan meningkatnya asam lemak bebas sehingga terjadi
lipotoksisity. Hal ini akan menyebabkan terjadinya kerusakan sel beta pankreas
yang akhirnya mengakibatkan DM Tipe 2 (Kemenkes, 2010).
17. Bahan-bahan Kimia dan Obat-obatan
Bahan kimiawi tertentu dapat mengiritasi pancreas. Peradangan pada pancreas
dapat menyebabkan pancreas tidak berfungsi secara optimal dalam mensekresikan
hormone yang diperlukan untuk metabolism dalam tubuh, termasuk hormone
insulin (Wijayakusuma, 2004)

AGENT

1. Virus dan bakteri

Virus penyebab DM adalah rubella, mumps, dan human coxsackievirus B4.


Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel beta. Virus ini mengakibatkan
destruksi atau perusakan sel. Bisa juga, virus ini menyerang melalui reaksi
autoimunitas yang menyebabkan hilangnya otoimun dalam sel beta. Sedangkan
bakteri masih belum bisa dideteksi, tapi menurut ahli mengatakan bahwa bakteri
juga berperan penting menjadi penyebab timbulnya DM.

ENVIRONMENT

1. Bahan toksik atau beracun


Bahan beracun yang mampu merusak sel beta secara langsung adalah alloxan,
pyrineuron (rodentisida), dan streptozoctin (produk dari sejenis jamur
2.3 Determinan Yang Diperkuat Dengan Penelitian Jurnal

DM merupakan penyakit kronis yang memerlukan terapi dan perawatan yang


cukup lama dan dapat menimbulkan kebosanan, kejenuhan, bahkan frustasi
(Prasetyani & Sodikin, 2016). Kejenuhan yang timbul karena terapi diet dengan menu
makanan serba dibatasi membuat penderita DM tidak mudah dalam mengatur pola
makannya.
Penderita DM cenderung terus-menerus mengkonsumsi karbohidrat dan
makanan sumber glukosa secara berlebihan yang dapat meningkatkan kadar gula
darah. Pengaturan pola makan pada penderita DM perlu diterapkan dalam kebiasaan
makan sehari-hari sesuai kebutuhan tubuh dengan melakukan diet DM yang
dianjurkan. Oleh karena itu diperlukan adanya motivasi bagi penderita DM untuk
mengontrol kadar gula dalam darah (Bertalina & Purnama, 2016).
Motivasi dapat dikatakan sebagai kekuatan yang ada dalam diri manusia yang
menyebabkan seseorang bertindak atau berbuat untuk memenuhi kebutuhannya
(Jahja, 2011). Motivasi sangat penting peranannya, karena dengan motivasi mampu
membuat seseorang melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan yang diinginkan
(Bertalina & Purnama, 2016). Motivasi adalah dorongan dari dalam yang
digambarkan sebagai harapan, keinginan, dan sebagainya yang bersifat menggiatkan
atau menggerakkan individu untuk bertindak atau bertingkah laku guna memenuhi
kebutuhan (Sarinah & Mardalena, 2017). Motivasi terbagi atas dua jenis, yaitu
motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi intrinsik timbul dari dalam diri individu
dan motivasi ekstrinsik timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu (Nursalam,
2015).
Penelitian yang dilakukan oleh Bertalina dan Purnama tahun (2016) pada 30
responden, diketahui bahwa masih banyak pasien DM yang tidak patuh dalam
pelaksanaan diet yaitu sebesar 60% sedangkan yang patuh dalam melaksanakan diet
DM adalah sebesar 40%. Distribusi berdasarkan motivasi pasien diketahui bahwa
lebih banyak responden yang memiliki motivasi kurang baik yaitu sebesar 53,3%
sedangkan motivasi yang baik adalah sebesar 46,7%.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Gustina, Suratun, dan Heryati
(2014) pada 70 responden, didapatkan bahwa faktor yang berhubungan dengan
kepatuhan diet DM adalah motivasi pasien dengan nilai (p<0,001). Responden dengan
motivasi yang baik memiliki peluang untuk mematuhi diet DM sebesar 329.667 kali
dibandingkan responden dengan motivasi kurang.

2.4 Upaya Pencegahan Diabetes Mellitus Yang Dilakukan Pada Saat Ini

Pada dasarnya ada empat tingkatan pencegahan penyakit secara umum yang meliputi:
pencegahan tingkat dasar (primordial prevention), pencegahan tingkat pertama
(primary prevention) yang meliputi promosi kesehatan dan pencegahan khusus,
pencegahan tingkat kedua (secondary prevention) yang meliputi diagnosa dini serta
pengobatan yang tepat, pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) yang meliputi
pencegahan terhadap terjadinya cacat dan rehabilitasi (Noor, 2002).
1. Pencegahan Tingkat Dasar

Pencegahan tingkat dasar (primordial prevention) adalah usaha mencegah


terjadinya resiko atau mempertahankan keadaan resiko rendah dalam masyarakat
terhadap penyakit secara umum. Pencegahan ini meliputi usaha memelihara dan
mempertahankan kebiasaan atau perilaku hidup yang sudah ada dalam masyarakat
yang dapat mencegah resiko terhadap penyakit dengan melestarikan perilaku atau
kebutuhan hidup sehat yang dapat mencegah atau mengurangi tingkat resiko
terhadap suatu penyakit tertentu atau terhadap berbagai penyakit secara umum.

Umpamanya memelihara cara masyarakat pedesaan yang kurang mengonsumsi


lemak hewani dan banyak mengonsumsi sayuran, kebiasaan berolahraga dan
kebiasaan lainnya dalam usaha mempertahankan tingkat resiko yang rendah
terhadap penyakit (Noor, 2002).

Bentuk lain dari pencegahan ini adalah usaha mencegah timbulnya kebiasaan baru
dalam masyarakat atau mencegah generasi yang sedang bertumbuh untuk tidak
meniru atau melakukan kebiasaan hidup yang dapat menimbulkan resiko terhadap
beberapa penyakit. Sasaran pencegahan tingkat dasar ini terutama pada kelompok
masyarakat berusia muda dan remaja dengan tidak mengabaikan orang dewasa
dan kelompok manula (Noor, 2002).

2. Pencegahan Tingkat Pertama.

Pencegahan tingkat pertama (primary prevention) adalah upaya mencegah agar


tidak timbul penyakit diabetes mellitus. Faktor yang berpengaruh pada terjadinya
diabetes adalah faktor keturunan, faktor kegiatan jasmani yang kurang, faktor
kegemukan, faktor nutrisi berlebih, faktor hormon, dan faktor lain seperti obat-
obatan. Faktor keturunan jelas berpengaruh pada terjadinya diabetes mellitus.
Keturunan orang yang mengidap diabetes (apalagi kalau kedua orangtuanya
mengidap diabetes, jelas lebih besar kemungkinannya untuk mengidap diabetes
daripada orang normal). Demikian pula saudara kembar identik pengidap diabetes
hampir 100% dapat dipastikan akan juga mengidap diabetes pada nantinya
(Sidartawan, 2001).

Faktor keturunan merupakan faktor yang tidak dapat diubah, tetapi faktor
lingkungan (kegemukan, kegiatan jasmani kurang, nutrisi berlebih) merupakan
faktor yang dapat diubah dan diperbaiki. Usaha pencegahan ini dilakukan
menyeluruh pada masyarakat tapi diutamakan dan ditekankan untuk dilaksanakan
dengan baik pada mereka yang beresiko tinggi untuk kemudian mengidap
diabetes. Orang-orang yang mempunyai resiko tinggi untuk mengidap diabetes
adalah orang-orang yang pernah terganggu toleransi glukosanya, yang mengalami
perubahan perilaku/gaya hidup ke arah kegiatan jasmani yang kurang, yang juga
mengidap penyakit yang sering timbul bersamaan dengan diabetes, seperti tekanan
darah tinggi dan kegemukan.
Tindakan yang dilakukan untuk pencegahan primer meliputi penyuluhan
mengenai perlunya pengaturan gaya hidup sehat sedini mungkin dengan cara
memberikan pedoman:

a. Mempertahankan perilaku makan seharihari yang sehat dan seimbang dengan


meningkatkan konsumsi sayuran dan buah, membatasi makanan tinggi lemak
dan karbohidrat sederhana.
b. Mempertahankan berat badan normal sesuai dengan umur dan tinggi badan.
c. Melakukan kegiatan jasmani yang cukup sesuai dengan umur dan
kemampuan.
3. Pencegahan Tingkat Kedua

Sasaran utama pada mereka yang baru terkena penyakit atau yang terancam akan
menderita penyakit tertentu melalui diagnosa dini serta pemberian pengobatan
yang cepat dan tepat.Salah satu kegiatan pencegahan tingkat kedua adanya
penemuan penderita secara aktif pada tahap dini. Kegiatan ini meliputi
pemeriksaan berkala, penyaringan (screening) yakni pencarian penderita dini
untuk penyakit yang secara klinis belum tampak pada penduduk secara umum
pada kelompok resiko tinggi dan pemeriksaan kesehatan atau keterangan sehat
(Noor, 2002).

Upaya pencegahan tingkat kedua pada penyakit diabetes adalah dimulai dengan
mendeteksi dini pengidap diabetes. Karena itu dianjurkan untuk pada setiap
kesempatan, terutama untuk mereka yang beresiko tinggi agar dilakukan
pemeriksaan penyaringan glukosa darah. Dengan demikian, mereka yang
memiliki resiko tinggi diabetes dapat terjaring untuk diperiksa dan kemudian yang
dicurigai diabetes akan dapat ditindaklanjuti, sampai diyakinkan benar mereka
mengidap diabetes. Bagi mereka dapat ditegakkan diagnosis dini diabetes
kemudian dapat dikelola dengan baik, guna mencegah penyulit lebih lanjut
(Sidartawan, 2001).

4. Pencegahan Tingkat Ketiga

Pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) merupakan pencegahan dengan


sasaran utamanya adalah penderita penyakit tertentu, dalam usaha mencegah
bertambah beratnya penyakit atau mencegah terjadinya cacat serta program
rehabilitasi. Tujuan utama adalah mencegah proses penyakit lebih lanjut, seperti
perawatan dan pengobatan khusus pada penderita diabetes mellitus, tekanan darah
tinggi, gangguan saraf serta mencegah terjadinya cacat maupun kematian karena
penyebab tertentu, serta usaha rehabilitas (Noor, 2002).

Upaya ini dilakukan untuk mencegah lebih lanjut terjadinya kecacatan kalau
penyulit sudah terjadi. Kecacatan yang mungkin timbul akibat penyulit diabetes
ada beberapa macam, yaitu:

a. Pembuluh darah otak, terjadi stroke dan segala gejala sisanya.


b. Pembuluh darah mata, terjadi kebutaan.
c. Pembuluh darah ginjal, gagal ginjal kronik yang memerlukan tindakan
cuci darah.
d. Pembuluh darah tungkai bawah, dilakukan amputasi tungkai bawah. Untuk
mencegah terjadinya kecacatan, tentu saja harus dimulai dengan deteksi
dini penyulit diabetes, agar kemudian penyulit dapat dikelola dengan baik
di samping tentu saja pengelolaan untuk mengendalikan kadar glukosa
darah (Sidartawan, 2001).

Pemeriksaan pemantauan yang diperlukan untuk penyulit ini meliputi beberapa


jenis pemeriksaan, yaitu:

a. Mata, pemeriksaan mata secara berkala setiap 6-12 bulan.


b. Paru, pemeriksaan berkala foto dada setiap 1-2 tahun atau kalau ada
keluhan batuk kronik.
c. Jantung, pemeriksaan berkala urin untuk mendeteksi adanya protein dalam
urin.
d. Kaki, pemeriksaan kaki secara berkala dan penyuluhan mengenai cara
perawatan kaki yang sebaik-baiknya untuk mencegah kemungkinan
timbulnya kaki diabetik dan kecacatan yang mungkin ditimbulkannya.
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan
DAFTAR PUSTAKA

https://nunurulakmal.wordpress.com/2012/12/03/tahap-pencegahan-diabetes/

http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/viewFile/615/619

http://www.depkes.go.id/resources/download/infoterkini/materi_rakorpop_2018/Hasil
%20Riskesdas%202018.pdf

https://www.academia.edu/15223111/diabetes_mellitus

http://v2.eprints.ums.ac.id/archive/etd/73408/4/22

http://jurnal.ummu.ac.id/index.php/BIOSAINSTEK/article/view/211

Anda mungkin juga menyukai