Anda di halaman 1dari 31

ASSESSMENT GIZI DAN DIAGNOSIS GIZI

PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK DI RUANG RAWAT INAP RSUD KANJURUHAN


KEPANJEN MALANG

Selly Ningtyas Megasari ; Annasari Mustafa ; Sutomo Rum Teguh K

ABSTRAK

Penyakit ginjal kronik merupakan suatu penyakit yang perlu diberikan asuhan gizi secara
optimal melalui assessment gizi dan diagnosis gizi yang tepat. Asupan zat gizi yang tidak
sesuai dengan kebutuhan, baik kelebihan maupun kekurangan erat kaitannya dengan
peningkatan risiko penyakit maupun komplikasinya (PERSAGI & AsDI, 2011). Tujuan
penatalaksanaan assessment gizi dan diagnosis gizi yang tepat perlu dilakukan untuk
mencapai tujuan asuhan gizi yang optimal. Karena pemberian asuhan gizi yang tepat
pada pasien penyakit ginjal kronik adalah untuk memperbaiki kualitas hidup, menurunkan
morbiditas dan mortalitas, memperlambat progresivitas penyakit ginjal, meminimalkan
toksisitas uremik, mengendalikan terjadinya komplikasi serta mempertahankan status gizi
yang optimal.
Jenis penelitian ini adalah studi kasus yang mengamati assessment gizi dan diagnosis gizi
pada pasien penyakit ginjal kronik. Tujuan penelitian ini untuk mengkaji hasil assesment
gizi dan diagnosis gizi yang dilakukan pada pasien penyakit ginjal kronik di ruang rawat
inap RSUD Kanjuruhan Kepanjen Malang disesuaikan dengan standar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa assessment gizi yang dilakukan pada pasien
penyakit ginjal kronik di ruang rawat inap RSUD Kanjuruhan Kepanjen Malang pada
pengukuran antropometri sebagai penilaian status gizi pasien, 90,5% menggunakan
pengukuran LLA. Pemeriksaan biokimia pada pasien penyakit ginjal kronik menunjukkan
bahwa 100% memiliki kadar ureum dan kreatinin tinggi, 42,8% memiliki kadar kalium
tinggi, 19,0% memiliki kadar albumin rendah, dan 95,3% memiliki kadar hemoglobin
rendah. Pemeriksaan fisik klinis menunjukkan bahwa 61,9% pasien mengalami edema
dan ascites, 52,3% pasien mengalami mual dan nafsu makan menurun, serta 85,7%
pasien memiliki tekanan darah di atas normal. Riwayat personal pasien penyakit ginjal
kronik menunjukkan bahwa 47,6% pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi. Riwayat
gizi dahulu pasien penyakit ginjal kronik 52,3% pasien sering mengonsumsi minuman
berenergi dan berkarbonasi, sedangkan pada riwayat gizi sekarang pasien memiliki
asupan lemak dalam kategori kurang, asupan energi dan karbohidrat dalam kategori
sedang dan asupan protein dalam kategori baik. Hasil diagnosis gizi pasien penyakit ginjal
kronik di ruang rawat inap RSUD Kanjuruhan Kepanjen Malang menunjukkan bahwa
100% pasien diberikan diagnosis peningkatan kebutuhan energi (NI-1.2) dan penurunan
kebutuhan zat gizi tertentu (NI-5.4) pada domain asupan atau nutrition intake (NI),
sedangkan pada doman perilaku atau nutrition behavior (NB) 67% pasien diberikan
diagnosis pengetahuan yang kurang (NB-1.1) dan 24% pasien diberikan diagnosis
kekeliruan pola makan (NB-1.5).

1
Perlunya peningkatan pengisian skrining gizi awal untuk mengetahui adanya pasien yang
berisiko malnutrisi dan tidak berisiko malnutrisi, pengukuran antropometri dengan
memperhitungkan berat badan kering, dan perlunya peningkatan penentuan diagnosis gizi
pada pasien penyakit ginjal kronik.

Kata kunci : assessment gizi, diagnosis gizi, penyakit ginjal kronik

2
NUTRITIONAL ASSESSMENT AND NUTRITION DIAGNOSIS OF CHRONIC KIDNEY
DISEASE PATIENTS HOSPITALIZATION IN SPACE DISTRICT GENERAL HOSPITAL
KANJURUHAN KEPANJEN MALANG

Selly Ningtyas Megasari ; Annasari Mustafa ; Sutomo Rum Teguh K

ABSTRACT
Chronic kidney disease is a disease that needs to be given optimal nutritional care through
nutrition assessment and diagnosis of proper nutrition. Intake of nutrients that do not fit
your needs, whether excess or deficiency is closely related to an increased risk of the
disease and its complications (PERSAGI & Asdi, 2011). The purpose assessment of
nutritional management and nutrition proper diagnosis needs to be done to achieve the
goal of optimal nutritional care. Because of care appropriate nutrition in patients with
chronic kidney disease is to improve the quality of life, reduce morbidity and mortality, slow
the progression of kidney disease, minimizing uremic toxicity, controlling complications and
maintain optimal nutritional status. The purpose of this study to assess the result of the
assessment of nutrition and nutritional diagnosis is performed in patients with chronic
kidney disease patients hospitalization in space district general hospital Kanjuruhan
Kepanjen Malang adjusted to the standard.
This research is a case study that looked at the nutritional assessment and diagnosis of
malnutrition in patients with chronic kidney disease. The research was conducted on
November 7 to December 3, 2016.
The results showed that the results of nutritional assessment conducted in patients with
chronic kidney disease patients in the hospital ward of ward RSUD Kanjuruhan Kepanjen
Malang on anthropometric measurement as an assessment of nutritional status of
patients, 90.5% using LLA measurement. Biochemical examination in patients with chronic
kidney disease showed that 100% had high levels of urea and creatinine, 42.8% had high
potassium levels, 19.0% had low albumin levels, and 95.3% had low hemoglobin levels.
Clinical physical examination showed that 61.9% of patients had edema and ascites,
52.3% of patients experienced nausea and decreased appetite, and 85.7% of patients had
above normal blood pressure. The personal history of chronic kidney disease patients
shows that 47.6% of patients have a history of hypertension. Past history of chronic renal
disease patients 52.3% of patients often consume energy drinks and carbonated, whereas
in the history of nutrition now patients have less intake of fat in the category of less, energy
intake and carbohydrates in the category of moderate and protein intake in either category.
The results of the diagnosis of chronic kidney disease patients in RSUD Kanjuruhan
Kepanjen Malang showed that 100% of patients were given a diagnosis of increasing
energy requirement (NI-1.2) and decreased requirement of certain nutrients (NI-5.4) on
nutrition intake (NI), whereas in the behavioral domain or nutrition behavior (NB) 67% of
patients were given a diagnosis of insufficient knowledge (NB-1.1) and 24% of patients
were given a diagnosis of dietary errors (NB-1.5).
The need for increased initial nutritional screening to determine the presence of patients at
risk of malnutrition and not at risk of malnutrition, anthropometric measurements taking
into account the dry weight, and the need for increased diagnosis of nutrition in patients
with chronic kidney disease

Keywords: nutrition assessment, nutrition diagnosis, chronic kidney disease

3
Pendahuluan (JCI) merekomendasikan pasien yang
Prevalensi gagal ginjal kronik berisiko malnutrisi mendapat terapi gizi
menurut United State Renal Data System (Susetyowati, 2013). American Dietetic
(USRDDS) pada tahun 2009 adalah Association (ADA) merekomendasikan
sekitar 10-13 % di dunia. Berdasarkan suatu konsep model Standarized
Riskesdas di tahun 2013 dengan Nutrition Care Process (SNCP) atau
menggunakan unit analisis individu Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT)
menunjukkan bahwa secara nasional yang menjamin pelayanan dan outcome
0,2% penduduk Indonesia menderita manajemen asuhan gizi menjadi
penyakit ginjal kronik. Diperkirakan berkualitas bagi semua pasien secara
insiden penyakit ginjal kronik tahap akhir individual dan berdasarkan pada fakta
di Indonesia adalah sekitar 30,7 per juta keilmuan (Lacey dan Pritchett, 2003).
populasi dan prevalensi sekitar 23,4 per Outcome pelayanan kesehatan dapat
juta populasi. Pada provinsi Jawa Timur berupa penurunan risiko penyakit atau
sendiri prevalensi pasien gagal ginjal kondisi pasien (PERSAGI & AsDI, 2011).
kronik yaitu sebesar 0,3%. Penyakit ginjal kronik merupakan
Peningkatan angka morbiditas suatu penyakit yang perlu diberikan
dan mortalitas tidak hanya terjadi pada asuhan gizi secara optimal melalui
pasien yang telah menjalani hemodialisis assessment gizi dan diagnosis gizi yang
saja namun sudah terjadi sejak laju tepat. Dalam pemberian asuhan gizi
filtrasi glomerulus (LFG) <60 ml/menit yang tidak optimal dapat mengakibatkan
yang terutama disebabkan oleh kekurangan atau kelebihan asupan zat
komplikasi penyakit kardiovaskular, serta gizi. Asupan zat gizi yang tidak sesuai
pada tahap lanjut karena inflamasi, dengan kebutuhan, baik kelebihan
infeksi dan malnutrisi (PERNEFRI, 2011). maupun kekurangan erat kaitannya
Malnutrisi di rumah sakit dapat
dengan peningkatan risiko penyakit
terjadi sebagai akibat dari intake makan
maupun komplikasinya (PERSAGI &
tidak memenuhi kebutuhan gizi yang
AsDI, 2011). Tahapan asuhan gizi yang
disebabkan penurunan asupan zat gizi,
pertama dilakukan yaitu dengan
kebutuhan gizi yang meningkat karena
assessment gizi, hal ini dilakukan untuk
penyakit yang diderita atau gangguan
mengetahui penyebab, riwayat gizi
utilisasi zat gizi (Scenkes, 2003; Alerda
pasien, riwayat penyakit keluarga, hasil
dkk., 2006). Standar akreditasi rumah
pemeriksaan fisik klinis dan hasil
sakit dan Joint commission international

4
laboratorium, kemudian hasil tersebut oleh ahli gizi ruangan. Pada pasien
digunakan untuk menegakkan diagnosis penyakit ginjal kronik, asuhan gizi
gizi. Tujuan penatalaksanaan dilakukan sesuai dengan tahapan
assessment gizi dan diagnosis gizi yang asuhan gizi, tetapi ada beberapa asuhan
tepat perlu dilakukan untuk mencapai gizi pada pasien penyakit ginjal kronik
tujuan asuhan gizi yang optimal. Karena tidak ditulis secara lengkap yaitu pada
pemberian asuhan gizi yang tepat pada pengukuran antropometri dan data fisik
pasien penyakit ginjal kronik adalah klinisnya.
untuk memperbaiki kualitas hidup, Berdasarkan uraian tersebut
menurunkan morbiditas dan mortalitas, maka peneliti ingin mengkaji bagaimana
memperlambat progresivitas penyakit hasil assessment gizi dan diagnosis gizi
ginjal, meminimalkan toksisitas uremik, yang dilakukan pada pasien penyakit
mengendalikan terjadinya komplikasi ginjal kronik di ruang rawat inap RSUD
serta mempertahankan status gizi yang Kanjuruhan Kepanjen Malang.
optimal. Menurut PERNEFRI (2011)
Metode Penelitian
assessment gizi pada penyakit ginjal
Penelitian ini dilaksanakan pada
kronik meliputi antropometri, biokimia,
tanggal 7 November – 3 Desember 2016
klinis/fisik, riwayat gizi dan malnutrition
dan bertempat di RSUD Kanjuruhan
inflammation score (MIS). Penentuan
Kepanjen Malang. Subyek penelitian ini
diagnosis gizi pada pasien penyakit ginjal
adalah pasien penyakit ginjal kronik yang
kronik yaitu melihat dari hasil
diberikan asuhan gizi di ruang rawat inap
assessment gizi yang telah dikumpulkan.
Hasil survei pendahuluan di RSUD Kanjuruhan Kepanjen Malang
RSUD Kanjuruhan Kepanjen Malang yaitu sebanyak 21 pasien. Data
menunjukkan bahwa pasien penyakit assessment gizi dan diagnosis gizi
ginjal kronik di ruang rawat inap pada diperoleh dengan melakukan
satu bulan terakhir yaitu pada bulan antropometri pasien, mencatat hasil
agustus 2016 kurang lebih terdapat 10 pemeriksaan biokimia pasien, mencatat
pasien berusia diatas 25 tahun dan hasil data fisik klinis pasien, melakukan
pasien diberikan asuhan gizi. recall 1x24 jam dan wawancara
Pelaksanaan proses asuhan gizi mengenai riwayat gizi pasien dan riwayat
terstandar (PAGT) di RSUD Kanjuruhan personal pasien, serta menegakkan
Kepanjen Malang sudah dilaksanakan

5
diagnosis gizi pasien melalui hasil data menyatakan bahwa pasien penyakit
assessment gizi yang diperoleh. ginjal kronik sebesar 53% berjenis
kelamin laki-laki. Chanban dkk. (2003)
Hasil dan Pembahasan
melaporkan di Australia bahwa penyakit
Assessment Gizi Pasien Penyakit
ginjal kronik lebih sering terjadi pada laki-
Ginjal Kronik di Ruang Rawat Inap
laki daripada perempuan. Tiffany dkk.
RSUD Kanjuruhan Kepanjen Malang
(2016) juga melaporkan bahwa pasien
Data subjektif pasien berfungsi
penyakit ginjal kronik berjenis laki-laki
sebagai data dasar yang menunjang
yaitu sebesar 60%. Di Indonesia sendiri
serta mampu menjadi pertimbangan
pasien penyakit ginjal kronik menurut
dalam menentukan hasil assessment gizi
hasil data riskesdas (2013) menyatakan
dan diagnosis gizi yang sesuai. Data
bahwa pasien penyakit ginjal berjenis
subjektif pasien terdiri dari jenis kelamin
kelamin laki-laki (0,3%) lebih tinggi
dan umur. Untuk lebih jelasnya, data
dibanding perempuan (0,2%).
subjektif dapat dilihat pada master sheet
Hal yang sama juga didapatkan
yang terdapat di lampiran 6.
oleh Handayani pada tahun 2013 yang
Tabel 10. Distribusi pasien berdasarkan meneliti 50 orang. Pasien penyakit ginjal
jenis kelamin kronik dengan perbandingan laki-laki dan
Jenis
n % perempuan 2,1 : 1. Kumala M, dkk 2008
Kelamin
Laki-laki 11 52,0 di Jakarta melaporkan perbandingan laki-
Perempuan 10 48,0
Jumlah 21 100,0 laki dan perempuan 2 : 1. Rahmanian M,
dkk pada tahun 2006 di Pakistan yang
Berdasarkan Tabel 10 distribusi
meneliti 60 orang pasien penyakit ginjal
pasien berdasarkan jenis kelamin
kronik yang menjalani hemodialisis juga
menunjukkan bahwa pasien berjenis
melaporkan perbandingan laki-laki dan
kelamin laki-laki lebih banyak daripada
perempuan 1,4 : 1.
pasien berjenis kelamin perempuan
Tjekyan (2014) yang melaporkan
dengan pebandingan 1,1 : 1. Hasil
bahwa pasien gagal ginjal kronik berjenis
penelitian ini didukung oleh hasil
kelamin perempuan lebih banyak
penelitian Hidayanti Hannie dkk. (2014)
daripada laki-laki (53% dan 47%) namun
yang menyatakan pasien penyakit ginjal
selaras dengan penelitian Hidayati dkk.
kronik 61,01% berjenis kelamin laki-laki
berdasarkan uji statistik tidak terdapat
dan Bhagaskara (2015) yang juga
hasil yang bermakna antara jenis kelamin

6
dengan kejadian penyakit ginjal kronik. umur 30 – 49 tahun. Pada penelitian ini,
Begitu pula pada penelitian Triyati dkk. pasien yang terdiagnosis penyakit ginjal
(2008) di RS Cipto Mangunkusumo kronik dimulai sejak usia 17 tahun hingga
terhadap 1238 pasien baru terdiagnosis 70 tahun. Sebagian besar pasien pada
diabetes melitus juga mendapatkan hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa
yang tidak bermakna antara jenis terdiagnosis penyakit ginjal kronik sekitar
kelamin dengan kejadian penyakit gagal 3 sampai 4 bulan, tetapi ada beberapa
ginjal kronik. Ganong (2003) pasien yang sudah terdiagnosis penyakit
mengungkapkan bahwa laki-laki jauh ginjal kronik sejak 3 tahun yang lalu. Hal
lebih beresiko terkena penyakit ginjal ini menunjukkan bahwa kejadian
kronik daripada perempuan dikarenakan penyakit ginjal kronik di RSUD
perempuan mempunyai hormon estrogen Kanjuruhan Kepanjen Malang sudah
lebih banyak. Hormon estrogen berfungsi dimulai sejak usia muda dimana menurut
untuk menghambat pembentukan cytokin Prakash dkk (2009) yaitu dengan adanya
tertentu untuk menghambat osteoklas pertambahan usia akan mempengaruhi
agar tidak berlebihan menyerap kalsium, anatomi, fisiologi dan sitologi ginjal.
sehingga kadar kalsium seimbang. Setelah usia 30 tahun, ginjal akan
Kalsium memiliki efek protektik untuk mengalami atrofi dan ketebalan kortek
mencegah penyerapan oksalat yang bisa ginjal akan berkurang sekitar 20% setiap
membentuk batu ginjal sebagai salah dekade. Tjekyan (2012) dalam
satu penyebab terjadinya penyakit ginjal penelitiannya tentang prevalensi dan
kronik. faktor risiko penyakit ginjal kronik di
Palembang mengungkapkan bahwa
Tabel 11. Distribusi pasien berdasarkan
kelompok umur kejadian penyakit ginjal kronik meningkat
Umur n % seiring dengan bertambahnya usia. Pada
16 – 18 1 4,8
19 – 29 1 4,8 usia muda, saryono dan hadoyo (2006)
30 – 49 11 52,3 melaporkan bahwa penyakit ginjal kronik
50 – 64 6 28,6
dapat terjadi akibat dehidrasi yang kronis
65 – 80 2 9,5
Jumlah 21 100,0 maupun zat nefrotoksis. Konsumsi
makanan atau minuman yang
Berdasarkan Tabel 11 distribusi
mengandung zat nefrotoksis akan
pasien berdasarkan kelompok umur yang
mempercepat terjadinya pengrusakan
paling banyak terdapat pada kelompok
sel-sel ginjal.

7
Hasil penelitian ini sesuai dengan seseorang dengan usia sesudah 40
penelitian yang dilakukan oleh Hidayati tahun akan terjadi penurunan laju filtrasi
(2012) yang melaporkan bahwa kejadian glomerulus secara progresif hingga usia
penyakit ginjal kronik di RSU PKU 70 tahun sebanyak kurang lebih 50% dari
Muhammadiyah Yogyakarta sudah mulai normal. Selain itu, perubahan lain yang
usia muda yaitu pada kelompok umur sering muncul dengan bertambahnya
kurang dari 45 tahun. Menurut riskesdas usia berupa penebalan membran basal
(2013) prevalensi penyakit ginjal kronik glomerulus, ekspansi mesagnium
akan semakin meningkat seiring glomerular dan terjadinya deposit protein
bertambahnya umur. Penyakit ginjal matriks ekstraseluler sehingga
kronik di Indonesia tertinggi pada menyebabkan glomerulosklerosis.
kelompok umur 55-64 tahun. Bhagaskara
(2015) juga melaporkan pada 1. Data antropometri
penelitiannya, dari 93 pasien yang Data antropometri merupakan
mengalami penyakit ginjal kronik terdapat salah satu parameter penilaian status gizi
58 pasien pada kelompok umur 40-59 yang digunakan di RSUD Kanjuruhan
tahun. Wakai dkk. (2004) melaporkan Kepanjen Malang. Menurut PERNEFRI
bahwa insidensi penyakit ginjal kronik (2011) pengukuran antropometri terdiri
karena glomerulonefritis di Jepang mulai dari tinggi badan (TB), berat badan (BB),
mengalami peningkatan sejak umur 25 indeks massa tubuh (IMT), lingkar lengan
tahun baik pada laki-laki maupun pada atas (LLA) dan tebal lipatan kulit (TLK).
wanita. Afolabi, dkk (2006) melakukan Data antropometri yang digunakan
penelitian di Rumah Sakit Umum Wesley, sebagai penilaian status gizi pasien
Nigeria, melaporkan bahwa terdapat penyakit ginjal kronik di ruang rawat inap
hubungan yang signifikan antara RSUD Kanjuruhan Kepanjen Malang
peningkatan usia dengan kejadian yaitu menggunakan pengukuran indeks
penyakit ginjal kronik (p=0,045). Dari massa tubuh (IMT) dan lingkar lengkar
hasil penelitian terlihat bahwa sampel atas (LLA). Pengukuran IMT digunakan
dengan penyakit ginjal kronik lebih untuk pasien yang bisa berdiri dan bisa
banyak pada kelompok usia 10-52 tahun dilakukan penimbangan berat badan
dibandingkan usia >52 tahun. Sesuai serta pengukuran tinggi badan,
dengan teori yang dijelaskan oleh sedangkan untuk pasien dalam kondisi
Smeltzer dan Bare (2002) bahwa edema atau adanya timbunan cairan

8
pada sebagian tubuh pasien dilakukan ginjal kronik banyak menggunakan LLA
pengukuran dengan menggunakan dikarenakan rata-rata pasien penyakit
lingkar lengan atas (LLA). Pada pasien ginjal kronik yang berada di ruang rawat
penyakit ginjal kronik dengan inap sudah disertai dengan edema atau
hemodialisis, pasien akan melakukan adanya timbunan cairan pada sebagian
penimbangan berat badan sebelum dan tubuh pasien. Timbunan cairan pada
sesudah melakukan hemodialisis untuk pasien penyakit ginjal kronik terdapat
mengetahui berat badan kering, tetapi pada bagian kaki, pergelangan tangan,
pasien penyakit ginjal kronik dengan dan perut. Adanya timbunan cairan
hemodialisis sebagian besar merupakan tersebut dapat mempengaruhi berat
pasien rawat jalan. Hasil pengukuran badan pasien sehingga pengukuran LLA
antropometri pasien penyakit ginjal kronik efektif digunakan sebagai parameter
di ruang rawat inap RSUD Kanjuruhan penilaian status gizi pasien karena
Kepanjen Malang dapat dilihat pada tabel massa otot pada lengan tidak
12. Untuk lebih jelasnya, hasil mempengaruhi adanya timbunan cairan.
pengukuran antropometri dapat dilihat Jika melakukan pengukuran
pada master sheet yang terdapat di antropometri dengan pengukuran lingkar
lampiran 6. lengan atas (LLA) kurang efektif untuk
digunakan sebagai penilaian status gizi
Tabel 12. Pengukuran antropometri
pasien penyakit ginjal penyakit ginjal kronik karena tidak
kronik memperhitungkan adanya cairan yang
Pengukuran n %
Antropometri ada di dalam tubuh pasien. The Kidney
IMT (kg/m2) 2 9,5 National Foundation Kidney Disease
LLA (%) 19 90,5
Outcomes Quality Initiative (NKF KDOQI)
Jumlah 21 100,0
(2008) mengungkapkan bahwa LLA
Berdasarkan Tabel 12 dapat
direkomendasikan sebagai bagian
diketahui bahwa pengukuran
penilaian status gizi pasien penyakit
antropometri pasien penyakit ginjal kronik
ginjal kronik, tetapi penilaian dengan LLA
di ruang rawat inap RSUD Kanjuruhan
tidak bisa digunakan secara rutin karena
Kepanjen Malang paling banyak
tidak dapat mengetahui kelebihan cairan
menggunakan LLA untuk menentukan
(edema) pada pasien. Pada pasien
penilaian status gizi pasien. Parameter
penyakit ginjal kronik edema dapat terjadi
penilaian status gizi pasien penyakit
dikarenakan rendahnya albumin serum

9
sehingga menyebabkan penurunan menyebabkan berkurangnya nafsu
onkotik plasma dan transudasi ke makan, pengaruh obat-obatan yang
interstitial (Yogiantoro, 2007). Oleh dapat menga mbat nafsu makan,
karena itu, adanya cairan dalam tubuh pengambilan sampel darah yang
pasien sangat mempengaruhi berulang, dan proses dialisis itu sendiri.
pengukuran antropometri dalam Pengukuran IMT di RSUD Kanjuruhan
penentuan penilaian status gizi pasien. Kepanjen Malang tidak
Penilaian status gizi pada pasien memperhitungkan berat badan kering
penyakit ginjal kronik di ruang rawat inap pasien sehingga hasilnya kurang tepat.
penting dilakukan secara benar karena Menurut Spiegel dkk. (2008) melaporkan
digunakan sebagai pertimbangan ahli gizi bahwa IMT mempengaruhi domain fisik
dalam memberikan intervensi yang tepat kualitas hidup pasien penyakit ginjal
pada pasien. kronik.
Pada penelitian ini, hasil
2. Data fisik klinis
pengukuran antropometri pada pasien
Menurut PERNERI (2011) data
penyakit ginjal kronik di RSUD
fisik klinis dilakukan untuk melihat
Kanjuruhan Kepanjen Malang memiliki
keadaan fisik maupun klinis pasien
nilai tertinggi pada pengukuran persen
seperti adanya cairan pada pasien dan
LLA yaitu sebesar 108% dan terendah
keadaan umum pasien dengan cara
67%. Rata-rata persen LLA pasien
menggunakan interdialytic weight gain
pasien penyakit ginjal kronik yaitu 89%,
(IDWG), bioelectrical impedance alaysis
dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa
(BIA) dan subjective global assessment
sebagian besar pasien mengalami
(SGA).
malnutrisi, sedangkan pada pengukuran
Pemeriksaan fisik dan klinis
dengan menggunakan IMT pasien
dilakukan pada saat skrining gizi awal
penyakit ginjal kronik memiliki status gizi
ketika pasien baru masuk rumah sakit.
normal. Faktor-faktor yang
Skrining gizi awal digunakan untuk
menyebabkannya antara lain asupan
mengetahui pasien berisiko malnutrisi
nutrisi yang dibatasi dan asidosis
dan tidak berisiko malnutrisi. Skrining gizi
metabolik. Menurut Heng, dkk., (2010)
di RSUD Kanjuruhan Kepanjen Malang
faktor-faktor lain yang juga menyebabkan
menggunakan skrining gizi dengan
terjadinya malnutrisi adalah terjadi
metode skrining MUST (Malnutrition
peningkatan hormon leptin yang akan

10
Universal Screening Tools), tidak Pemeriksaan fisik dan klinis pada
menggunakan pemeriksaan fisik klinis assessment gizi terdiri dari pemeriksaan
menurut PERNEFRI (2011). Hal ini fisik meliputi keadaan umum pasien.
dikarenakan belum adanya alat untuk Pada penelitian ini, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan BIA dan IDWG, sedangkan klinis di RSUD Kanjuruhan Kepanjen
pada penggunaan skrining dengan Malang dilakukan dengan cara
metode SGA masih belum dilakukan wawancara sesuai dengan form asuhan
karena menurut ahli gizi ruangan metode gizi. Pemeriksaan fisik terdiri dari adanya
SGA terlalu rumit, selain itu rumah sakit sariawan, mual, muntah, diare,
menuntut ahli gizi harus melakukan konstipasi, sakit gigi, sulit menelan, sulit
skrining dengan cepat dan tepat mengunyah atau keadaan fisik lainnya,
sehingga ahli gizi RSUD Kanjuruhan sedangkan pada pemeriksaan klinis
Kepanjen Malang menggunakan skrining terdiri dari tekanan darah pasien. Data
dengan metode MUST. Skrining gizi fisik dan klinis pasien tersebut
dengan metode MUST ada 3 kriteria, merupakan tanda terjadinya penurunan
tiap-tiap kriteria diberi skor tergantung fungsi ginjal yang mengakibatkan
pada standar yang telah ditetapkan. keseimbangan kesehatan dalam tubuh
Berikut merupakan kriteria penilaian tidak dapat bekerja dengan baik
skrining MUST : sehingga menimbulkan respon tersebut
Tabel 1. Kriteria penilaian skrining pada pasien penyakit ginjal kronik. Data
MUST
fisik dan klinis pasien penyakit ginjal
Kriteria Skor
Indeks 0 ≥ 20,0 kronik di ruang rawat inap RSUD
Massa 1 = 18,5 – 20,0 Kanjuruhan Kepanjen Malang disajikan
Tubuh (IMT) 2 ≤ 18,5
Penurunan 0 ≤ 5% pada tabel 13 sampai tabel 15. Untuk
Berat Badan 1 = 5 – 10% lebih jelasnya, hasil pemeriksaan fisik
dalam waktu 2 ≥ 10%
3-6 bulan klinis pasien penyakit ginjal kronik dapat
Efek 2 apabila penyakit yang dilihat pada master sheet yang terdapat
penyakit diderita mengganggu
akut asupan gizi selama lebih di lampiran 6.
dari lima hari
Sumber: ESPEN, 2002

Data skrining gizi awal yang


menunjukkan pasien berisiko malnutrisi,
maka akan dilakukan assessment gizi.

11
Tabel 13. Data fisik pasien penyakit kondisi seperti ini, penurunan zat gizi
ginjal kronik
tertentu seperti natrium (Na) perlu
Data Fisik n %
Sariawan - 0,0 diberikan oleh ahli gizi.
Mual 11 52,3 Pada pasien penyakit ginjal kronik
Muntah - 0,0
Diare - 0,0 yang masuk rumah sakit penyebab
Sakit gigi - 0,0 utamanya adalah kadar hemoglobin
Sulit menelan - 0,0
Sulit mengunyah - 0,0 pasien menurun hingga kurang dari nilai
Nafsu makan turun 11 52,3 normal. Kadar hemoglobin yang rendah
Nyeri perut dan pinggang 3 14,2
merupakan tanda terjadinya anemia
Pusing 2 9,5
BAK sedikit 3 14,2 pada pasien, hal tersebut dapat
Konstipasi 2 9,5
mengakibatkan sel darah merah yang
Sesak napas 7 33,3
Edema dan ascites 13 61,9 berguna mengangkut oksigen ke seluruh
tubuh terganggu sehingga jantung pasien
Berdasarkan hasil data fisik pada
berdebar cepat dan nafas pasien pendek
Tabel 13 menunjukkan bahwa data fisik
serta kondisi fisik pasien menjadi lemah
pasien terbanyak yaitu dikarenakan
dan muka terlihat pucat. Penelitian ini
pasien mengalami edema dan ascites
memiliki hasil yang sesuai dengan
pada bagian tubuh pasien. Edema dan
Sandjaja, dkk. (2010) yang melaporkan
ascites terjadi akibat cairan yang masuk
bahwa hemoglobin merupakan bagian
ke dalam tubuh pasien tidak dapat keluar
dalam sel darah merah dimana
secara normal. Menurut Prodjosudjadi
merupakan zat warna yang berguna
(2009) dalam Ian Huang (2015)
dalam mengangkut oksigen dan karbon
penyebab edema dan ascites pada
dioksida (Sandjaja, dkk, 2010).
penyakit ginjal kronik yaitu transudasi
Selain itu, berdasarkan data fisik
cairan menyebabkan penurunan volume
pasien keadaan mual dan nafsu makan
intravaskuler diikuti rangsangan pada
menurun banyak terjadi pada pasien
aksi Renin-Angiotensin-Aldosteron (RAA)
penyakit ginjal kronik. Keadaan mual,
yang akan meningkatkan retensi Na dan
nafsu makan menurun, nyeri perut dan
air, sehingga menyebabkan cairan
pinggang, pusing, BAK sedikit, dan
ekstraseluler meningkat sehingga
konstipasi merupakan tanda terjadinya
terjadinya edema. Edema terjadi karena
gangguan pada ginjal. Menurut Kamrianti
pertambahan cairan di ruang interstisial
(2011) mengatakan bahwa terjadinya
yang abnormal (Kowalak, 2011). Pada
gangguan ginjal secara umum dapat

12
mengakibatkan kehilangan nafsu makan, pasien penyakit ginjal kronik tinggi
mual, nyeri bagian pinggang dan kencing diakibatkan karena riwayat penyakit
yang dikeluarkan lebih sedikit dari pasien yaitu hipertensi. Hal ini sesuai
biasanya, sedangkan konstipasi pada dengan penelitian Restu dkk (2015) yang
pasien penyakit ginjal kronik dapat terjadi melaporkan bahwa secara statisktik ada
diakibatkan oleh rendahnya asupan serat hubungan yang bermakna hipertensi
atau penggunaan obat-obatan yang dengan kejadian ginjal kronik. Hipertensi
menghambat neurologis atau fungsi dapat memperberat kerusakan ginjal
saluran pencernaan terutama usus besar melalui peningkatan tekanan
(Dipiro et al, 2005 dalam Indra lesmana, intraglomeruler yang menimbulkan
2015). gangguan struktural dan gangguan
Pada kondisi klinis pasien fungsional pada glomerulus. Selain
penyakit ginjal kronik di RSUD dikarenakan riwayat penyakit hipertensi,
Kanjuruhan Kepanjen Malang terdiri dari pasien penyakit ginjal kronik mengalami
hasil pemeriksaan klinis pasien yaitu tekanan darah tinggi diakibatkan stress
tekanan darah. Data klinis pasien karena dirawat di rumah sakit. Menurut
penyakit ginjal kronik disajikan dalam Kowalak (2011) tekanan darah
tabel berikut : mencerminkan perubahan status cairan
dan elektrolit. Hipertensi pada pasien
Tabel 14. Data klinis pasien penyakit
ginjal kronik berdasarkan penyakit ginjal kronik dapat
tekanan darah mengakibatkan hipernatremia dan
Kategori Tekanan Darah n %
Tinggi (>120/80 mmHg) 18 85,7 kelebihan volume cairan, sedangkan
Normal (120/80 mmHg) 2 9,5 hipotensi dapat mengakibatkan asidosis
Rendah (<120/80 mmHg) 1 4,7
dan gangguan keseimbangan kalium,
Jumlah 21 100,0
kalsium dan magnesium.
Berdasarkan Tabel 14
menunjukkan bahwa 18 pasien (85,7%) 3. Data biokimia

penyakit ginjal kronik di RSUD Pemeriksaan laboratorium pada

Kanjuruhan Kepanjen Malang memiliki pasien penyakit ginjal kronik di ruang

tekanan darah tinggi. Pada penelitian ini, rawat inap RSUD Kanjuruhan Kepanjen

tekanan darah pasien paling tinggi yaitu Malang dilakukan pada pertama kali

sebesar 201/115 mmHg dan terendah pasien masuk rumah sakit dan ketika

sebesar 110/70 mmHg. Tekanan darah dokter menyarankan untuk pemeriksaan

13
laboratorium. Hal ini dilakukan sebagai Tabel 15. Kadar ureum pasien penyakit
ginjal kronik
bentuk monitoring kepada pasien oleh
Kategori Kadar
n %
dokter, perawat, ahli gizi dan tenaga Ureum
kesehatan lain. Menurut PERNEFRI Tinggi (>40 mg/dl) 21 100,0
Normal (20–40 mg/dl) - -
(2011) parameter penilaian pasien Rendah (<20 mg/dl) - -
penyakit ginjal kronik berdasarkan data Jumlah 21 100,0

laboratorium dilihat dari pemeriksaan Berdasarkan Tabel 15


albumin serum, kolesterol total, kreatinin menunjukkan bahwa kadar ureum pada
serum, transferin serum, prealbumin 21 pasien (100%) penyakit ginjal kronik
serum dan bikarbonat serum. di ruang rawat inap RSUD Kanjuruhan
Pemeriksaan laboratorium pasien Kepanjen Malang memiliki kadar ureum
penyakit ginjal kronik yang dilakukan di di atas nilai normal. Pada penelitian ini,
RSUD Kanjuruhan Kepanjen Malang nilai tertinggi pada pemeriksaan kadar
yaitu pemeriksaan kadar ureum, kadar ureum sebesar 499 mg/dl dan terendah
kreatinin, cairan elektrolit, kadar albumin 41 mg/dl. Rata-rata kadar ureum pasien
dan kadar hemoglobin. Pemeriksaan penyakit ginjal kronik yaitu sebesar 196,6
kolesterol total, transferin serum, mg/dl, dari hasil tersebut dapat diketahui
prealbumin serum dan bikarbonat serum bahwa kadar ureum pasien tinggi. Kadar
masih belum dilakukan, dikarenakan ureum dalam serum mencerminkan
biaya pemeriksaan mahal. Pemeriksaan keseimbangan antara produksi dan
laboratorium yang dilakukan di RSUD eksresi. Nilai BUN (Blood Urea Nitrogen)
Kanjuruhan Kepanjen Malang pada meningkat tidak hanya dipengaruhi oleh
pasien penyakit ginjal kronik sudah penyakit ginjal, tetapi juga oleh asupan
sesuai anjuran PERNEFRI (2011) protein dalam diet dan obat steroid
sehingga pasien baru yang masuk rumah (Smeltzer and Bare, 2002).
sakit dan memiliki tanda-tanda adanya Hasil penelitian ini, sama dengan
penyakit ginjal dapat dilakukan penelitian yang dilakukan Saryono dan
pemeriksaan laboratorium dengan hasil Handoyo (2006) yang melaporkan bahwa
yang tepat. Hasil pemeriksaan kadar ureum pasien penyakit ginjal kronik
laboratorium pasien penyakit ginjal kronik di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
dapat dilihat pada master sheet di Purwokerto mengalami peningkatan di
lampiran 6. atas normal dan termasuk tinggi. Nura

14
Ma’shumah, dkk. (2014) juga melaporkan mg/dl. Pada Penelitian ini memiliki hasil
sebanyak 26 (74,3%) dari 35 pasien sesuai dengan penelitian yang dilakukan
penyakit ginjal kronik di RSUD Tugurejo- Nura Ma’shumah, dkk. (2014) yang
Semarang mempunyai kadar ureum melaporkan bahwa sebagian besar kadar
antara 100-200 mg/dl, termasuk dalam kreatinin pasien ginjal di RS Tugurejo
kategori di atas normal atau tinggi. Semarang berada dalam kisaran 5,1 – 20
Gangguan ginjal akan menyebabkan mg/dl sebanyak 29 orang (82,9%) dari 35
penurunan laju filtrasi glomerulus pasien.
sehingga ureum akan meningkat. Oleh Menurut Price dan Lorraine
karena itu, tes atau pemeriksaan kadar (1998) ginjal berfungsi mengeluarkan
ureum selalu digunakan untuk melihat sampah (seperti urea, kreatinin dan
fungsi ginjal pasien yang diduga asam urat), zat kimia asing dan
mengalami gangguan pada organ ginjal. menghasilkan rennin, namun fungsi ini
akan menurun bahkan berhenti bila ginjal
Tabel 16. Kadar kreatinin pasien
penyakit ginjal kronik tidak mampu melakukannya. Selain
Kategori Kadar pemeriksaan kadar ureum, pemeriksaan
n %
Kreatinin
Tinggi (>1,5 mg/dl) 21 100,0 kreatinin juga digunakan RSUD
Normal (0,7-1,5 mg/dl) - - Kanjuruhan Kepanjen Malang untuk
Rendah (<0,7 mg/dl) - -
melihat fungsi ginjal pasien yang diduga
Jumlah 21 100,0
mengalami gangguan pada organ ginjal.
Bardasarkan Tabel 16
Kenaikan kreatinin 1-2 mg/dl dari normal
menunjukkan bahwa 21 (100%) pasien
menandakan penurunan LFG (Laju
penyakit ginjal kronik di RSUD
Filtrasi Glomerulus) ±50% sehingga
Kanjuruhan Kepanjen Malang memiliki
kreatinin sangat berguna untuk menilai
kadar kreatinin di atas nilai normal. Nilai
fungsi ginjal dan lebih baik dibandingkan
tertinggi pada hasil pemeriksaan kadar
kadar ureum (Hascemy, 2011). Kadar
kreatinin pada pasien penyakit ginjal
kreatinin ini mencerminkan kerusakan
kronik sebesar 19,98 mg/dl dan terendah
ginjal yang paling sensitif karena
1,1 mg/dl. Dari hasil tersebut dapat
dihasilkan secara konstan oleh tubuh
diketahui bahwa kadar kreatinin pasien
(Lewis, Heitkemper and Dirksen, 2000
termasuk tinggi. Menurut PERNEFRI
dalam Saryono dan Handoyo, 2006).
(2011) indikator malnutrisi pada pasien
ginjal kronik kadar kreatinin yaitu <10

15
Pada pasien penyakit ginjal dan pasien yang dianjurkan oleh dokter
kronik, selain pemeriksaan kadar ureum untuk dilakukan pemeriksaan
dan kreatinin, pemeriksaan cairan laboratorium secara lengkap. Pada
elektrolit digunakan sebagai pemeriksaan penelitian ini, dari 21 pasien penyakit
penunjang untuk mengetahui adanya ginjal kronik di ruang rawat inap
gangguan pada organ ginjal. Elektrolit didapatkan hasil data pemeriksaan
adalah senyawa di dalam larutan yang cairan elektrolit yang dilakukan pada 15
berdisosiasi menjadi partikel yang pasien.
bermuatan (ion) positif atau negatif.
Tabel 17.
Kadar natrium pasien
Keseimbangan ion disebut sebagai penyakit ginjal kronik
elektronetralitas. Sebagian besar proses Kategori Kadar Natrium n %
Tinggi (>145 mEq/L) 1 4,7
metabolisme memerlukan dan Normal (135-145 mEq/L) 13 61,9
dipengaruhi oleh elektrolit. Konsentrasi Rendah (<135 mEq/L) 1 4,7
Jumlah 21 100,0
eletrolit yang tidak normal dapat
menyebabkan banyak gangguan (Wilson, Berdasarkan hasil pemeriksaan
1995). Menurut Kowalak (2011) ginjal kadar natrium pada Tabel 17
merupakan organ yang mempertahankan menunjukkan bahwa dari 15 pasien yang
keseimbangan cairan dalam tubuh. Oleh diperiksa sebanyak 13 pasien (61,9%)
karena itu, pemeriksaan cairan elektrolit memiliki kadar natrium normal. Nilai
dilakukan di RSUD Kanjuruhan Kepanjen tertinggi pada pemeriksaan kadar
Malang sebagai pemeriksaan penujang natrium ini sebesar 164 mEq/L dan nilai
terjadinya disfungsi ginjal. Pemeriksaan terendah sebesar 129 mEq/L, sedangkan
cairan elektrolit terdiri dari pemeriksaan rata-rata kadar natrium pasien penyakit
kadar natrium, kadar kalium dan kadar ginjal kronik yaitu sebesar 139,7 mEq/L.
klorida. Natrium adalah kation terbanyak dalam
Pemeriksaan cairan ekektrolit di cairan ekstrasel dan sebagian kecil
ruang rawat inap RSUD Kanjuruhan berada dalam cairan intrasel. Jumlah
Kepanjen Malang tidak dilakukan pada natrium dalam tubuh merupakan
semua pasien karena pemeriksaan keseimbangan antara natrium yang
cairan elektrolit biasanya dilakukan pada masuk dan natrium yang dikeluarkan
pasien penyakit ginjal kronik yang sudah (Darwis D, Moenajat Y, dkk. 2008 dalam
melakukan hemodialisa, pasien yang Rismawati dan Ira, 2012). Dari hasil
baru terdiagnosis penyakit ginjal kronik, penelitian ini dapat diketahui bahwa

16
kadar natrium pasien penyakit ginjal penyakit ginjal kronik memiliki kadar
kronik di ruang rawat inap RSUD kalium di atas nilai normal. Pada
Kanjuruhan Kepanjen Malang termasuk penelitian ini, nilai tertinggi kadar kalium
dalam kategori normal sehingga dapat pasien penyakit ginjal kronik yaitu
disimpulkan bahwa terjadi keseimbangan sebesar 7,6 mEq/L dan terendah sebesar
antara natrium yang masuk dan natrium 3,4 mEq/L, sedangkan rata-rata nilai
yang dikeluarkan dalam tubuh pasien. kadar kalium pasien penyakit ginjal
Keseimbangan natrium (Na) kronik yaitu sebesar 5,7 mEq/L, dari hasil
sangat berpengaruh pada ginjal, karena tersebut dapat diketahui bahwa sebagian
retensi natrium oleh ginjal menyebabkan besar pasien penyakit ginjal kronik di
cairan ekstraseluler meningkat sehingga ruang rawat inap RSUD Kanjuruhan
menjadi edema pada bagian tertentu Kepanjen Malang memiliki kadar kalium
dalam tubuh (Prodjosudjadi, 2009 dalam tinggi. Menurut Darwis D, Moenajat Y,
Ian Huang, 2015). Menurut Kowalak dkk. (2008) dalam Rismawati dan Ira,
(2011) gangguan yang diakibatkan (2012) pada keseimbangan kalium (K)
ketidakseimbangan natrium terdiri dari pada ginjal juga berpengaruh, hal ini
hiponatremia dan hipernatremia. dikarenakan bila pasien penyakit ginjal
Hiponatremia terjadi bila konsentrasi kronik mengalami hipokalemia
natrium plasma dalam tubuh turun lebih menunjukkan bahwa pengeluaran kalium
dari miliekuivalen di bawah nilai normal melalui ginjal berlebihan seperti
(135-145 mEq/L) sedangkan pemakaian diuretik, sedangkan
hipernatremia terjadi bila konsentrasi hiperkalemia pada penyakit ginjal kronik
natrium plasma meningkat di atas normal terjadi akibat berkurangnya eksresi
(Guyton A.C and Hall J.E, 2008). kalium melalui ginjal.

Tabel 18. Kadar kalium pasien Tabel 19.Kadar klorida pasien


penyakit ginjal kronik penyakit ginjal kronik
Kategori Kadar Kalium n % Kategori Kadar Klorida n %
Tinggi (>5,0 mEq/L) 9 42,8 Tinggi (>106 mEq/L) 5 23,8
Normal (3,5 – 5,0 mEq/L) 5 23,8 Normal (98-106 mEq/L) 6 28,5
Rendah (<3,5 mEq/L) 1 4,7 Rendah (<98 mEq/L) 4 19,0
Jumlah 21 100,0 Jumlah 21 100,0

Berdasarkan Tabel 18 Berdasarkan Tabel 19


menunjukkan bahwa dari 15 pasien yang menunjukkan bahwa dari 15 pasien yang
diperiksa 9 pasien (42,8%) pasien diperiksa 6 pasien memiliki kadar klorida

17
normal (28,5%). Nilai tertinggi kadar pemeriksaan secara lengkap sesuai
klorida pasien penyakit ginjal kronik dengan rujukan dari dokter. Pernyataan
sebesar 118 mEq/L dan terendah tersebut diungkapkan oleh salah satu ahli
sebesar 85 mEq/L. Sedangkan, nilai rata- gizi ruangan yang menangani pasien
rata kadar klorida pasien penyakit ginjal penyakit ginjal kronik pada saat peneliti
kronik yaitu sebesar 101,5 mEq/L, dari melakukan wawancara.
hasil tersebut dapat diketahui bahwa Pada penelitian ini, pemeriksaan
sebagian besar pasien penyakit ginjal kadar albumin dari 21 pasien penyakit
kronik di ruang rawat inap RSUD ginjal kronik di ruang rawat inap RSUD
Kanjuruhan Kepanjen Malang memiliki Kanjuruhan Kepanjen Malang didapatkan
kadar klorida dalam kategori normal. hasil data pemeriksaan kadar albumin
Menurut Klutts and Scott (2006) yang dilakukan hanya pada 5 pasien.
gangguan akibat keseimbangan klorida
Tabel 20. Kadar albumin pasien
(Cl) terdiri dari hipoklorinemia dan penyakit ginjal kronik
hipeklorinemia. Hipoklorinemia pada Kategori Kadar Albumin n %
Tinggi (> 5 g/dl) - -
penyakit ginjal terjadi karena asidosis Normal (3,5 – 5 g/dl) 1 4,7
respiratorik kronik dengan kompensasi Rendah (<3,5 g/dl) 4 19,0
Jumlah 21 100,0
ginjal yang berkaitan dengan retensi
bikarbonat, sedangkan hiperklorinemia Berdasarkan Tabel 20
dapat menajadi petanda pada gangguan menunjukkan bahwa dari 5 pasien yang
tubulus ginjal yang luas. dilakukan pemeriksaan kadar albumin, 4
pasien (19,0%) memiliki kadar albumin di
Pemeriksaan kadar albumin juga
bawah nilai normal. Pada penelitian ini,
dilakukan pada pasien penyakit ginjal
nilai tertinggi kadar albumin pasien
kronik di ruang rawat inap RSUD
penyakit ginjal kronik yaitu sebesar 3,8
Kanjuruhan Kepanjen Malang tetapi tidak
g/dl dan nilai terendah sebesar 2,27 g/dl,
dilakukan pada semua pasien karena
sedangkan nilai rata-rata kadar albumin
biaya pemeriksaan kadar albumin lebih
pasien penyakit ginjal kronik yaitu
mahal dibandingkan dengan
sebesar 2,92 g/dl, dari hasil tersebut
pemeriksaan kadar ureum, kreatinin dan
dapat diketahui bahwa kadar albumin
cairan elektrolit. Pemeriksaan hanya
pasien termasuk kategori rendah.
dilakukan pada pasien non BPJS dan
Hipoalbuminemia atau penurunan
pasien yang harus melakukan
kadar albumin di dalam darah adalah

18
salah satu komplikasi yang umum Tabel 21. Kadar hemoglobin pasien
penyakit ginjal kronik
ditemui pada penyakit ginjal kronik.
Kategori Kadar n %
Perubahan konsentrasi albumin ini Hemoglobin
diduga disebabkan karena penurunan Tinggi - -
Normal
sistesis, peningkatan metabolisme, (L = 13,3 – 17,7g/dl) 1 4,7
perubahan volume distribusi, dan asupan (P = 11,7 – 15,7 g/dl)
Rendah 20 95,2
makanan yang rendah. Hemodialisis Jumlah 21 100,0
dikatakan menyebabkan
Berdasarkan Tabel 21
hipoalbuminemia karena mengurangi
menunjukkan bahwa 20 pasien (95,3%)
sintesis albumin. Sintesis albumin sendiri
pasien penyakit ginjal kronik memiliki
dipengaruhi oleh faktor nutrisi dan
kadar hemoglobin di bawah normal. Nilai
adanya inflamasi. Pada penyakit ginjal
tertinggi kadar hemoglobin pasien
kronik, akan terjadi beberapa proses
penyakit ginjal kronik sebesar 15,5g/dl
yang menyebabkan malnutrisi. Pasien
dan nilai terendah sebesar 4,1g/dl,
penyakit ginjal kronik dapat mengalami
sedangkan rata-rata nilai kadar
gastritis dan ulserasi di saluran cerna
hemoglobin pasien penyakit ginjal kronik
sebagai komplikasi penyakit ginjal
yaitu sebesar 8,5 g/dl, dari hasil tersebut
kroniknya. Hal ini akan menyebabkan
dapat diketahui bahwa sebagian besar
pasien kekurangan nutrisi. Menurut
pasien penyakit ginjal kronik di ruang
Peralta R., (2015) dalam Tifanny, dkk.,
rawat inap RSUD Kanjuruhan Kepanjen
(2016) setiap penurunan 10 g/L serum
Malang memiliki kadar hemoglobin
albumin, angka kematian meningkat
rendah. Pada Penelitian ini memiliki hasil
sebesar 137% dan morbiditas meningkat
yang sesuai dengan penelitan yang
89%. PERNEFRI (2011) dalam buku
dilakukan oleh Wibowo dan Yuliati (2011)
konsensus nutrisi pada penyakit ginjal
yang melaporkan bahwa dari 22 pasien
kronik mengungkapkan bahwa indikator
86,4% memiliki kadar hemoglobin yang
malnutrisi yaitu albumin serum kurang
rendah dan hanya 13,6% memiliki kadar
dari 3,8 g/dl. Oleh karena itu,
hemoglobin normal.
pemeriksaan kadar albumin digunakan
Hemoglobin merupakan bagian
sebagai data penunjang pemeriksaan
dalam sel darah merah dimana
laboratorium pasien penyakit ginjal kronik
merupakan zat warna yang berguna
di RSUD Kanjuruhan Kepanjen Malang
dalam mengangkut oksigen dan karbon
untuk pasien tertentu.

19
dioksida (Sandjaja, dkk, 2010). Kowalak sehingga harus melakukan transfusi
(2011) menyatakan bahwa penurunan darah hingga kadar hemoglobin cukup
produksi eritropoetin yang menyebabkan untuk melakukan hemodialisa.
penurunan produksi sel-sel darah merah
4. Data riwayat personal
(SDM) didalam sumsum tulang. Zat-zat
Data riwayat personal pasien
toksik uremik yang menyertai gagal ginjal
dapat berfungsi sebagai pertimbangan
kronik akan memperpendek
dalam menentukan asuhan gizi yang
kelangsungan hidup sel darah merah.
sesuai. Data riwayat personal pasien
Selain itu juga terdapat bukti bahwa zat-
terdiri dari pekerjaan, riwayat penyakit
zat toksik uremik dapat menginaktifkan
dan riwayat gizi. Untuk lebih jelasnya,
eritropoietin atau menekan respon
data riwayat personal dapat dilihat pada
sumsum tulang terhadap eritropoietin
master sheet yang terdapat di lampiran
(Price, 2012). Terganggunya
6.
pembentukan sel darah merah bisa
disebabkan makanan yang dikonsumsi
kurang mengandung zat gizi, terutama
zat-zat gizi penting seperti besi, asam
folat, vitamin B12, protein, vitamin C dan
zat gizi penting lainnya (Wirakusumah,
1999 dalam Wibowo dan Yuliati, 2011).
Oleh karena itu, rendahnya kadar Gambar 1. Distribusi pasien
berdasarkan pekerjaan
hemoglobin dalam darah pasien dapat
Gambar 1. menunjukkan bahwa 8
disebabkan oleh dua hal yaitu penurunan
pasien pasien penyakit ginjal kronik di
produksi eritropoetin dan makanan yang
ruang rawat inap RSUD Kanjuruhan
kurang mengandung zat gizi yang
Kepanjen Malang (38%) memiliki jenis
mendukung terbentuknya hemoglobin.
pekerjaan sebagai wiraswasta (petani,
Kadar hemoglobin merupakan
penjual nasi goreng, dan sopir), 7 pasien
salah satu pemicu pasien penyakit ginjal
(33%) yaitu sebagai pegawai (guru,
kronik masuk rumah sakit. Berdasarkan
TKI/TKW, PNS) dan lainnya adalah Ibu
hasil wawancara kepada pasien,
Rumah Tangga (IRT) serta pelajar. Jenis
sebagian besar pasien mengungkapkan
pekerjaan merupakan salah satu faktor
bahwa mereka masuk rumah sakit
sosial ekonomi, selain pendidikan,
diakibatkan kadar hemoglobin rendah

20
teknologi dan budaya. Jenis pekerjaan
Berdasarkan Tabel 23 distribusi
dapat mempengaruhi tingkat pendapatan
pasien berdasarkan riwayat penyakit
dan sumber pangan yang di konsumsi
dapat diketahui bahwa 10 pasien (47,6%)
oleh seseorang. Dari sumber pangan
memiliki riwayat penyakit hipertensi yang
yang dikonsumsi dapat diketahui asupan
merupakan riwayat penyakit paling
yang dikonsumsi oleh seseorang
banyak, 7 pasien (33,3%) memiliki
(Supariasa, 2012).
riwayat gastritis, 2 pasien (9,5%) memiliki
Faktor sosial ekonomi yaitu jenis
riwayat diabetes mellitus, dan 2 pasien
pekerjaan juga memiliki keterkaitan
(9,5%) memiliki riwayat jantung,
dengan faktor psikososial yaitu stres,
sementara liver, usus buntu, stroke
motivasi, ganjaran dan hukuman
terdapat pada masing-masing 1 pasien
(Supariasa, 2012). Stres menimbulkan
(4,7%).
reaksi kimiawi dalam tubuh yang
Penyakit ginjal kronik merupakan
mengakibatkan perubahan-perubahan,
penyakit multifaktorial. Ada beberapa hal
antara lain meningkatnya tekanan darah
yang diduga sebagai faktor resiko
tinggi, tingkat metabolisme, produksi
terjadinya penyakit ginjal kronik, seperti
kolesterol dan adrenalin (Kumalasari,
hipertensi, diabetes mellitus, infeksi
2014). Dengan meningkatnya tingkat
saluran kemih, riwayat batu saluran
kestresan yang berasal dari lingkungan
kemih, dan obesitas. Pasien dengan
pekerjaan dapat mempengaruhi
hipertensi jika tidak mengatur pola hidup
perubahan perilaku asupan makan
dan pola makan, tekanan darahnya akan
pasien hingga terjadinya penyakit ginjal.
tidak terkontrol dan dapat menyebabkan
kerusakan pada organ-organ lain (Merry
dkk, 2016). Pasien penyakit ginjal kronik
Tabel 22. Distribusi pasien yang disebabkan oleh hipertensi
berdasarkan riwayat
penyakit dikarenakan gaya hidup, stress,
Riwayat n % kebiasaan merokok dan kurang olahraga
Penyakit
Hipertensi 10 47,6 sehingga memicu hipertensi (Kasmita,
Lambung 7 33,3 2013 dalam Merry dkk, 2016). Menurut
Diabetes Mellitus 2 9,5
Ritz E, dkk (2000) nefropati diabetik (ND)
Jantung 2 9,5
Stroke 1 4,7 merupakan komplikasi penyakit diabetes
Liver 1 4,7 mellitus yang termasuk dalam komplikasi
Usus buntu 1 4,7

21
mikrovaskular, yaitu komplikasi yang sering mengonsumsi obat antiinflamasi
terjadi pada pembuluh darah halus di atau analgesik setiap kali merasa pusing
ginjal sehingga menimbulkan kerusakan atau sakit lambung dengan frekuensi 3
glomerulus yang berfungsi sebagai kali sehari tanpa resep dokter, yaitu
penyaring darah. terjadi pada 10 pasien (47,6%).
Penggunaan obat analgesik ini
Tabel 23. Riwayat gizi pasien penyakit
ginjal kronik merupakan bahan aktif yang secara
Riwayat Gizi Dahulu n % farmakologi tidak homogeny dan
Konsumsi suplemen 1 4,7
Konsumsi minuman terutama bekerja menghambat produksi
berenergi dan 11 52,3 prostaglandin serta digunakan untuk
berkarbonasi
perawatan nyeri akut dan kronik (Radde
Konsumsi obat-obatan 10 47,6
Konsumsi jamu tradisional 1 4,7 dan Macleod, 1998). Obat ini mempunyai
sifat mampu mengurangi nyeri, demam
Berdasarkan Tabel 23 hasil
dengan inflamasi, dan yang disertai
penelitian menunjukkan bahwa sebagian
dengan gangguan infamasi nyeri lainnya.
besar pasien penyakit ginjal kronik di
Penggunaan analgesik yang berlebihan
ruang rawat inap RSUD Kanjuruhan
memiliki efek samping dapat terjadi pada
Kepanjen Malang memiliki riwayat sering
berbagai organ tubuh repenting seperti
mengonsumsi minuman berenergi dan
saluran cerna, jantung dan ginjal
berkarbonasi yaitu sebanyak 11 pasien
(Fajriani, 2008).
(52,3%). Penelitian ini sesuai dengan
hasil penelitian yang dilakukan Pipit dan Pada hasil riwayat gizi sekarang
Dudung (2009) yang melaporkan bahwa yang diperoleh dari hasil recall pada
dari 27 pasien dengan penyakit ginjal pasien selama 24 jam menunjukkan
kronik sebagian besar mempunyai bahwa asupan energi pada pasien
riwayat konsumsi minuman berenergi. 10 penyakit ginjal kronik di ruang rawat inap
pasien dalam kategori selalu, 7 pasien RSUD Kanjuruhan Kepanjen Malang 11
dalam kategori sering, 4 pasien dalam pasien (52%) memiliki asupan dalam
kategori kadang-kadang, dan 6 pasien kategori sedang. Pada asupan protein 16
dalam kategori tidak pernah. pasien (76%) memiliki asupan protein
Selain mengkonsumsi minuman dalam kategori baik, sedangkan pada
berenergi dan berkarbonasi, pasien asupan lemak 18 pasien (86%) memiliki
penyakit ginjal kronik memiliki riwayat gizi asupan dalam kategori sedang dan pada

22
asupan karbohidrat 11 pasien (52%) atau nutrition behavioral (NB). Pada
memiliki asupan dalam kategori kurang. domain klinis atau nutrition clinic (NC)
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa tidak dituliskan pada asuhan gizi pasien,
sebagian besar pasien memiliki riwayat tetapi dilakukan secara langsung oleh
gizi sekarang kurang dari standar diet ahli gizi ruangan melalui diskusi dengan
yang diberikan ahli gizi rumah sakit. Hal dokter yang menangani. Untuk lebih
ini disebabkan karena kondisi pasien jelasnya, hasil diagnosis gizi pada pasien
lemah sehingga nafsu makan pasien. penyakit ginjal kronik di RSUD
Menurunnya indeks status gizi selama Kanjuruhan Kepanjen Malang dapat
perawatan di rumah sakit dikenal dengan dilihat pada lampiran 7.
malnutrisi iatrogenik. Malnutrisi iatrogenik
a. Domain asupan atau nutrition intake (NI)
ini terjadi akibat tidak terpenuhinya
Pada domain asupan atau
kebutuhan gizi yang disebabkan oleh
nutrition intake (NI) memiliki 5 kelas
berbagai hal, baik faktor internal maupun
masalah yaitu keseimbangan energi,
eksternal. Faktor internal dapat berupa
asupan makanan atau dukungan gizi
penurunan kondisi fisik pasien, gangguan
lain, asupan cairan, asupan zat bioaktif,
fisiologis, dan utilitas sistem pencernaan,
dan asupan zat gizi. Berdasarkan hasil
dan kondisi penyakit pasien saat
penelitian, diagnosis gizi di RSUD
berpengaruh. Faktor eksternal seperti
Kanjuruhan Kepanjen Malang pada
lingkungan, sikap dan perilaku pemberi
domain asupan hampir semua kelas
pelayanan dan menu yang disajikan
digunakan. Untuk diagnosis gizi pasien
(Insel, dkk. 2002 dalam I Wayan dan
penyakit ginjal kronik pada domain
Partiwi, 2009).
asupan terdiri dari peningkatan
kebutuhan energi dan penurunan
Diagnosis Gizi Pasien Penyakit Ginjal
kebutuhan gizi tertentu.
Kronik di Ruang Rawat Inap RSUD
Diagnosis gizi peningkatan
Kanjuruhan Kepanjen Malang
kebutuhan energi (NI–1.2) digunakan
Diagnosis gizi yang digunakan
untuk pasien penyakit ginjal kronik
oleh ahli gizi RSUD Kanjuruhan
karena 21 pasien (100%) mengalami
Kepanjen Malang untuk pasien penyakit
penurunan asupan energi pada saat di
ginjal kronik yang berada di ruang rawat
rawat di rumah sakit. Pada penelitian ini,
inap terdiri dari domain asupan atau
hasil pemeriksaan fisik klinis dari 21
nutrition intake (NI) dan domain perilaku

23
pasien penyakit ginjal kronik yang berada (I Wayan dan Partiwi, 2009).
di ruang rawat inap RSUD Kanjuruhan Berdasarkan hasil wawancara kepada
Kepanjen Malang, 11 pasien (52,3%) ahli gizi ruangan, salah satu ahli gizi
mengalami penurunan nafsu makan dan ruangan mengungkapkan :
merasa mual yang diakibatkan penyakit “Pasien yang masuk rumah
ginjal kronik yang dialami pasien. sakit, rata-rata mengalami
Kamrianti (2011) mengatakan bahwa penurunan nafsu makan sehingga
terjadinya gangguan ginjal secara umum perlu diberikan peningkatan
dapat mengakibatkan kehilangan nafsu kebutuhan energi”.
makan, mual, nyeri bagian pinggang dan Pada diagnosis penurunan
kencing yang dikeluarkan lebih sedikit kebutuhan zat gizi tertentu (NI–5.4)
dari biasanya. Selain itu, sebagian besar digunakan pada pasien penyakit ginjal
pasien penyakit ginjal kronik mengalami kronik yang berada di rumah sakit karena
edema dan ascites pada bagian tubuh sebagian besar pasien penyakit ginjal
pasien. Pasien yang mengalami ascites kronik mengalami peningkatan zat gizi
atau adanya cairan yang berada pada tertentu seperti protein, kalium, dan
bagian perut akan mempengaruhi nafsu natrium. Peningkatan terjadi rata-rata
makan pasien. Pasien mengungkapkan dikarenakan pasien tidak patuh pada diet
bahwa mereka sudah merasa kenyang. yang diberikan oleh ahli gizi atau dokter.
Pada kondisi tersebut, pasien penyakit Berdasarkan hasil pemeriksaan
ginjal kronik tidak dapat menjalankan diet data biokimia pasien, dari 21 pasien
yang telah diberikan ahli gizi sehingga penyakit ginjal kronik yang melakukan
pasien mengalami penurunan asupan pemeriksaan laboratorium, semua pasien
energi pada saat berada di rumah sakit. mengalami peningkatan kadar ureum
Nur Indrawati, dkk. (2006) dan kadar kreatinin. Pada kondisi
melaporkan bahwa sebagian besar tersebut, ahli gizi harus memberikan
pasien 73,33% yang di rawat di rumah intervensi kepada pasien untuk
sakit mengalami asupan energi yang membatasi jumlah konsumsi protein.
kurang. Asupan energi yang kurang Menurut Smeltzer and Bare (2002)
dapat diakibatkan karena kondisi fisik meningkatnya nilai BUN (Blood Urea
pasien, gangguan fisiologis, kondisi Nitrogen) tidak hanya dipengaruhi oleh
penyakit, lingkungan, sikap dan perilaku penyakit ginjal, tetapi juga oleh asupan
serta menu yang sajikan kepada pasien protein dalam diet dan obat steroid.

24
Kadar ureum atau BUN (Blood Urea b. Domain perilaku atau nutrition behavior
Nitrogen) dipengaruhi oleh jumlah protein (NB)
dalam diet, fungsi residual renal, efisiensi Pada domain perilaku atau
hemodialisis, dan katabolisme nutrition behavior (NB) yaitu domain yang
(Suharjono dkk, 2001 dalam Sri Selvia, disebabkan oleh kondisi lingkungan
dkk. 2012). Pada pemeriksaan cairan seperti pengetahuan, perilaku, budaya,
elektrolit, beberapa pasien mengalami ketersediaan makanan, akses ke
peningkatan kadar natrium dan kalium makanan, air minum dan keamanan
sehingga ahli gizi perlu mengurangi makanan yang terjadi pada pasien.
makanan yang mengandung natrium dan Domain perilaku lingkungan mempunyai
kalium tinggi. Selain dari pemeriksaan 3 kelas yaitu pengetahuan dan
hasil laboratorium, hasil pemeriksaan kepercayaan pasien, aktivitas fisik dan
fisik klinis juga menunjukkan bahwa kemampuan mengasuh diri sendiri, dan
sebagian besar pasien mengalami keamanan dan akses makanan.
edema dan ascites. Menurut Berdasarkan hasil penelitian, diagnosis
Prodjosudjadi (2009) dalam Ian Huang gizi di RSUD Kanjuruhan Kepanjen
(2015) edema pada bagian tertentu Malang pasien penyakit ginjal kronik
dalam tubuh pasien ginjal terjadi karena pada domain perilaku terdiri dari
retensi natrium oleh ginjal menyebabkan pengetahuan yang kurang (NB 1.1) dan
cairan ekstraseluler meningkat sehingga kekeliruan pola makan (NB 1.5).
keseimbangan natrium (Na) sangat Pengetahuan yang kurang
berpengaruh pada ginjal. Ryan Y, dkk. tentang pemilihan makanan yang kurang
2016 melaporkan bahwa pada pasien (NB–1.1) merupakan salah satu
penyakit ginjal kronik terjadi gangguan penyebab terjadinya penyakit ginjal
kadar natrium. Peningkatan kadar kalium kronik. Pada penelitian ini, 14 pasien
pada pasien penyakit ginjal kronik dapat (67%) mendapatkan diagnosis gizi
terjadi karena berkurangnya eskresi pengetahuan yang kurang. Berdasarkan
kalium melalui ginjal (Wilson, 1995). Oleh hasil wawancara kepada pasien, riwayat
karena itu, ahli gizi menentukan gizi dahulu sebanyak 16 pasien (76,2%)
diagnosis gizi penurunan zat gizi tertentu penyakit ginjal kronik mengatakan bahwa
agar pemberian intervensi pada pasien mereka sangat senang mengonsumsi
penyakit ginjal kronik tidak salah dalam minuman berkarbonasi, minuman
pemilihan bahan makanannya. berenergi, makan-makanan bersantan,

25
kacang-kacangan, minuman frekuensi 3 kali sehari, minum air mineral
mengandung kafein, dan jamu tradisional kurang dari 2 liter per hari, tidak pernah
yang langsung diseduh. Beberapa sarapan pada pagi hari, sering
psikostimulan (kafein dan amfetamin) mengonsumsi jamu tradisional langsung
terbukti dapat mempengaruhi fungsi seduh dengan frekuensi lebih dari 2 kali
ginjal. Amfetamin dapat menyempitkan per minggu, dan sering mengonsumsi
pembuluh darah arteri ke ginjal sehingga suplemen bernergi 3 kali sehari. Titiek
darah yang menuju ke ginjal berkurang Hidayati, dkk. (2008) melaporkan bahwa
akibatnya ginjal akan kekurangan asupan mengonsumsi minuman suplemen energi
makanan dan oksigen. Keadaan sel berhubungan dengan kejadian penyakit
ginjal kekurangan oksigen dan makanan ginjal kronik di RSU PKU Muhammadiyah
akan menyebabkan sel ginjal mengalami Yogyakarta.
iskemia dan memacu timbulnya reaksi
Kesimpulan
inflamasi yang dapat berakhir dengan
Berdasarkan hasil penelitian dan
penurunan kemampuan sel ginjal dalam
pembahasan, maka penulis menarik
menyaring darah (Riesenhuber A, dkk.
kesimpulan sebagai berikut :
2006 dalam Titiek, dkk. 2008). Oleh
1. Assessment gizi pasien penyakit ginjal
karena itu, pengetahuan yang kurang
kronik di ruang rawat inap RSUD
terhadap pemilihan makanan yang
Kanjuruhan Kepanjen Malang :
kurang tepat digunakan ahli gizi sebagai
a. Antropometri
salah satu diagnosis gizi untuk pasien
Pengukuran antropometri sebagai
penyakit ginjal kronik.
penilaian status gizi pasien
Kekeliruan pola makan (NB–1.5)
penyakit ginjal kronik di ruang
merupakan diagnosis gizi yang diberikan
rawat inap RSUD Kanjuruhan
kepada pasien penyakit ginjal kronik
Kepanjen Malang sebanyak 19
karena dari 5 pasien (24%) yang di
pasien (90,5%) menggunakan
diagnosis gizi ini mengungkapakan
pengukuran Lingkar Lengan Atas
bahwa pola makan mereka kurang tepat.
(LLA).
Berdasarkan hasil data riwayat gizi
b. Biokimia
dahulu, pasien penyakit ginjal kronik
1) Pemeriksaan kadar ureum
mempunyai pola makan yang kurang
dan kreatinin pada pasien
baik seperti meminum minuman
penyakit ginjal kronik di ruang
berenergi atau berkarbonasi dengan

26
rawat inap RSUD Kanjuruhan menunjukkan bahwa 13 pasien
Kepanjen Malang pada 21 (61,9%) mengalami edema dan
pasien (100%) memiliki kadar ascites, 11 pasien (52,3%)
ureum dan kreatinin tinggi. mengalami mual dan nafsu
2) Pemeriksaan cairan elektrolit makan menurun, serta 18 pasien
pada pasien penyakit ginjal (85,7%) memiliki tekanan darah di
kronik di ruang rawat inap atas normal.
RSUD Kanjuruhan Kepanjen d. Riwayat personal
Malang yang memiliki nilai 1) Riwayat penyakit dahulu
tinggi yaitu terdapat pada Pasien penyakit ginjal kronik
pemeriksaan kalium di ruang rawat inap RSUD
sebanyak 9 pasien (42,8%). Kanjuruhan Kepanjen Malang
3) Pemeriksaan kadar albumin memiliki riwayat penyakit
pada pasien penyakit ginjal paling banyak yaitu
kronik di ruang rawat inap hipertensi, terdapat pada 10
RSUD Kanjuruhan Kepanjen pasien (47,6%).
Malang dari 5 pasien yang 2) Riwayat gizi dahulu
dilakukan pemeriksaan Pasien penyakit ginjal kronik
sebanyak 4 pasien (19,0%) di ruang rawat inap RSUD
memiliki kadar albumin Kanjuruhan Kepanjen Malang
rendah. memiliki riwayat gizi dahulu
4) Pemeriksaan kadar sering mengonsumsi
hemoglobin pada pasien minuman bernergi dan
penyakit ginjal kronik di ruang berkarbonasi yaitu sebanyak
rawat inap RSUD Kanjuruhan 11 pasien (52,3%).
Kepanjen Malang pada 20 3) Riwayat gizi sekarang
pasien (95,3%) memiliki Riwayat gizi sekarang pada
kadar hemoglobin rendah. pasien penyakit ginjal kronik
c. Fisik klinis di ruang rawat inap RSUD
Pemeriksaan fisik klinis pada Kanjuruhan Kepanjen Malang
pasien penyakit ginjal kronik di memiliki asupan dalam
ruang rawat inap RSUD kategori kurang pada asupan
Kanjuruhan Kepanjen Malang lemak, sedang pada asupan

27
energi dan karbohidrat, dan adanya pasien yang berisiko
baik pada asupan protein. malnutrisi dan tidak berisiko malnutrisi
pasien penyakit ginjal kronik di ruang
2. Diagnosis gizi pasien penyakit ginjal
rawat inap RSUD Kanjuruhan
kronik di ruang rawat inap RSUD
Kepanjen Malang.
Kanjuruhan Kepanjen Malang :
2. Perlunya peningkatan pengukuran
a. Domain asupan atau nutrition
antropometri dengan mengukur berat
intake (NI)
badan kering pasien penyakit ginjal
Diagnosis gizi pada domain
kronik di ruang rawat inap RSUD
asupan atau nutrition intake (NI)
Kanjuruhan Kepanjen Malang.
yang digunakan pada pasien
3. Perlunya peningkatan penentuan
penyakit ginjal kronik di ruang
diagnosis gizi pasien penyakit ginjal
rawat inap RSUD Kanjuruhan
kronik di ruang rawat inap RSUD
Kepanjen Malang yaitu
Kanjuruhan Kepanjen Malang.
peningkatan kebutuhan energi (NI
– 1.2) dan penurunan zat gizi Daftar Pustaka
tertentu (NI – 5.4) yang terdapat Alam, Syamsir, dkk. 2007. Gagal Ginjal.
pada diagnosis 21 pasien (100%). PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
b. Domain perilaku atau nutrition Almatsier, S. 2007. Penuntun Diet edisi
behavior (NB) Diagnosis gizi pada terbaru. PT.Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
domain perilaku atau nutrition Almatsier, S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu
behavior (NB) yang digunakan Gizi. EGC, Jakarta.
Aritonag, Irianton. 2014. Manajemen
pada pasien penyakit ginjal kronik Asuhan Gizi. PT. Leutika
di ruang rawat inap RSUD Nouvalitera, Yogyakarta.
Baughman, D. C., Hackley J. C. 2000.
Kanjuruhan Kepanjen Malang Keperawatan Medikal-Bedah
yaitu pengetahuan yang kurang Suku saku dari Brunner &
Suddarth. Diterjemahkan oleh:
(NB – 1.1) terdapat pada 14 Yasmin Asih. Buku Kedokteran
pasien (67%) dan kekeliruan pola EGC, Jakarta.
Bhagaskara, dkk. 2015. Hubungan Kadar
makan (NB – 1.5) terdapat pada 5
Lipid dengan Kadar Ureum &
pasien (24%). Kreatinin Pasien Penyakit Ginjal
Kronik di RSUP Dr. Mohammad
Saran Hoesin Palembang. Jurnal
Kedokteran dan Kesehatan, 2
1. Perlunya peningkatan pengisian (2) : 223 – 230, April 2015.
skrining gizi awal untuk mengetahui

28
Brunner & Suddarth, 2001. Buku Ajar Chronic Dialysis Patients:
Keperawatan Medikal Bedah. Comparison to the National
EGC, Jakarta. Health and Nutrition Examination
Cahyaningsih, Niken D. 2009. Survey III. J of Renal Nutrition.
Hemodialisis (Cuci Darah): 13(2):166-72
Panduan Praktis Perawatan Elizabet J. Corwin. 2009. Buku saku
Gagal Ginjal. Mitra Cendikia, Patofisiologi edisi 3. EGC,
Yogyakarta. Jakarta.
Chadijah, S. dan Yekti W. 2011. The Elsayed K. 2008. Obesity and Chronic
Differences in Nutrition Status, Kidney Disease. Arch Item Med.
Ureum and Creatinin Levels 164: 249-258.
Among Chronic Renal Failure Floresa, P.G. 2015. Beberapa Faktor
with Diabetes Mellitus and Non Risiko Gagal Ginjal Kronik di RSD
Diabetic Patients in RSUD dr. dr. Soebandi. Skripsi : Fakultas
Zainoel Abidin Banda Aceh. Kesehatan Masyarakat.
Skripsi : Fakultas Kesehetan. Universitas Jember, Jember.
Universitas Diponegoro, Ganong, W. F, dkk. 2010. Patofisiologi
Semarang. Penyakit . EGC, Jakarta.
Chanban, S.J, E.M Briganti, P.G. Kerr, Gibson, R. S. 2005. Principles of
D.W. Dunstan, T.a. Welborn, P.Z. Nutritional Assesment, Second
Zimmet. 2003. Prevalance of Edition. Oxford University Press,
Kidney Damage in Australian New York.
Adults: The AusDiab Kidney Herawati, Triwahyu S, Arief Alamsyah.
Study. Jam Soc Nephrol 14:S131- 2013. Metode Skrining Gizi di
S138. Rumah Sakit dengan MST Lebih
CMAJ. 2008. Guidelines for the Efektif dibandingkan SGA.
Management of Chronic Kidney Unibraw, Malang.
Disease. CMAJ, 179 (11), 18 Hidayati, T., Haripurnomo
November 2008. Kushadiwijaya, Suhardi. 2008.
Corrigan, R. M. 2011. Experience Of The Hubungan antara Hipertensi,
Older Adult With End-Stage Renal Merokok dan Suplemen Energi
Disease On Hemodialysis. dan Kejadian Penyakit Ginjal
Thesis, Queen’s University - Kronik. Berita Kedokteran
Canada. Masyarakat, 2 (24) : 90 – 102
[Depkes] Departemen Kesehatan. 1996. Jadeja, YP and Vijay, K., 2012, Protein
Pedoman Praktis Pemantauan Energy Wasting in Chronic Kidney
Gizi Orang Dewasa. Depkes, Disease: An Update with Focus
Jakarta. on Nutritional Interventions to
D. Putri, Tiffany, Arthur E. Morgan dan Improve Outcomes, IJEM., 16:
Maya F. Memah. 2016. Gambaran 246-251.
Kadar Albumn Serum pada KDOQI. 2002. Clinical Practice
Pasien Penyakit Ginjal Kronik Guidelines for Chronic Kidney
Stadium 5 Non Dialisis. Jurnal e- Disease: Evaluation,
Biomedik (eBm), 1 (4) : 173–177, Classification, and Stratification.
Januari – Juni 2016.. Online :
Dumler F, Kilate C.2003. Body http://www2.kidney.org/profession
Composition Analysis by als/kdoqi/guidelines_ckd/p4_class
Bioelectrical Impedance in _g1.htm, Diakses 18 Juli 2016.

29
Kemenkes RI. 2013. Pedoman NKDEP. 2015. Chronic Kidney Disease
Pelayanan Gizi Rumah Sakit (CKD) and Diet: Assessment,
(PGRS). Bina Gizi dan Kesehatan Management, and Treatment
Ibu dan Anak. Treating CKD Patients Who Are
Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Not on DialysisAn Overview
Dasar 2013. Badan Penelitian Guide for Dietitians. NKDEP, 1-9.
Dan Pengembangan Kesehatan NKF-KDOQI. 2005. Clinical Practice
Kementerian Kesehatan RI. Guidelines for Cardiovascular
Kemenkes RI. 2014. Pedoman Proses Disease in Dialysis Patients.
Asuhan Gizi Terstandar (PAGT). Online:
Kementrian Kesehatan, Jakarta. http://www2.kidney.org/profession
Komisi Akreditasi Rumah Sakit. 2012. als/kdoqi/guidelines_cvd/malnutrit
Instrumen Akreditasi Standar ion.htm, Diakses tgl 20 Juli 2016.
Akreditasi Versi 2012. Edisi – 1, NKF-KDOQI. 2007. Clinical Practice
tahun 2012. Guidelines and Clinical Practice
Kondrup J., Allison S.P., Elia M., Vellas Recommendations for Diabetes
B., Plauth M. 2003. ESPEN and Chronic Kidney Disease.
Guidelines for nutrition Screening Online :
2002. Clin Nutr 22(4): 415-421. http://www2.kidney.org/profess
Kowalak, J.P., Welsh, W., dan Mayer, B. ionals/kdoqi/guideline_diabetes
2011. Buku Ajar Patologi. EGC, /cpr2.htm, Diakses tgl 20 Juli
Jakarta. 2016.
Lacey K, Pritchett E. 2003. Nutrition care NKF-KDOQI. 2008. Recommendation 1:
process and model: ADA adopts Evaluation Of Growth And
road map to quality care and Nutritional Status. Online:
outcomes management. J Am http://www2.kidney.org/profession
Diet Assoc 103, 1061-1072 alskdoqi/guidelines_ped_ckd/cpr1
Locatelli F, Fouque D, Heimburger O, .htm. Diakses tgl 15 Agustus
Drueke TB. 2002. Nutritional 2016.
Status in Dialysis Patients: a PERNEFRI. 2011. Konsensus Nutrisi
European Consensus Nephrology Pada Penyakit Ginjal Kronik.
Dialysis Transplantation. 17:563- Perhimpunan Nefrologi Indonesia,
72. Jakarta.
Lukman Pura, Rudi Supriyadi, dkk. 2008. PERSAGI & AsDi. 2011. Proses Asuhan
Hubungan Laju Filtrasi Gizi Terstandar (PAGT).
Glomerulus dengan Status Nutrisi Persatuan Ahli Gizi Indonesia dan
pada Pasien Penyakit Ginjal Asosiasi Dietesien Indonesia,
Kronik Predialisis. UNPAD, Jakarta.
Bandung. Pranandari, R. dan Woro, S. 2015. Faktor
Mahan, L. Kathleen dan Maria T. Arlin. Risiko Gagal Ginjal Kronik di Unit
1992. Krause’s Food Nutrition Hemodialisis RSUD Wates Kulon
and Diet Therapy, Edisi 8. Progo. Majalah Farmaseutik, 2
Philadelphia : W. B. Saunders (11) : 316 – 320.
Company. Price, S. A., Lorrain M. W. 2005.
Milner, Q. 2003. Pathophysiology of Patofisiologi: Konsep Klinis
Chronic Renal Failure. British Proses-Proses Penyakit. EGC,
Journal Of Anesthesia, 5 (3). Jakarta.

30
Price, S. A., Lorrain M. W. 2012. Tambajong, R.Y., dkk. 2016. Gambaran
Patofisiologi Konsep Klinis Kadar Natrium dan Klorida pada
Proses-Proses Penyakit Volume Pasien Penyakit Ginjal Kronik
2 Edisi 6 . EGC, Jakarta. Stadium V non-Dialisis. Jurnal e-
Puspitasari, P dan Dudung K. 2009. Biomedik (eBm), 1 (4), Januari –
Hubungan antara Konsumsi Juni 2016.
Minuman Berenergi yang Tania, W. 2012. Studi Kualitatis Proses
Mengandung Kombinasi Taurin Asuhan Gizi Terstandar. Skripsi :
dan Kafein dengan Angka Program Studi Ilmu Gizi. UNDIP,
Kejadian Gagal Ginjal Kronis. Semarang.
Skripsi : Jurusan Keperawatan. Tisher, C. C., Christopher S.W. 1997.
Poltekkes RS dr. Soepraoen, Buku Saku Nefrologi Ed. 3. EGC,
Malang. Jakarta.
Rian ST. 2012. Rujukan WHO 2005. Tjekyan, R.M. Suryadi. 2014. Prevalensi
Online : dan Faktor Risiko Penyakit Ginjal
http://riansaputraridian.blogspot.c Kronik diRSUP Dr. Mohammad
o.id/, Diakses 18 Juli 2016. Hoesin Palembang Tahun 2012.
Robbin dan Cotran. 2010. Dasar Jurnal Bagian Ilmu Kesehatan
Patologis Penyakit, Ed. 7. Buku Masyarakat, Fakultas Kedokteran,
Kedokteran EGC, Jakarta. Universitas Sriwijaya(4) : 280.
Saryono dan Handoyo. 2006. Kadar Weta, I.W. dan NL Partiwi W. 2009.
Ureum dan Kreatinin Darah pada Kecukupan Zat Gizi dan
Pasien yang Menjalani Terapi Perubahan Status Gizi Pasien
Hemodialisis di Rumah Sakit Selama Dirawat di Rumah Sakit
Umum Margono Soekarjo Umum Pusat Sanglah Denpasar.
Purwokerto. Purwokerto. Gizi Indon, 32 (2) : 139 – 149.
SIGN. 2008. Diagnosis and Management Wright, Dr Mark and Dr Colin Jones.
of Chronic Kidney Disease. SIGN 2010. Clinical Practice Guidelines:
guidelines, 103. Nutrition in CKD. Online :
Soeparman., Sarwono W. 1990. Ilmu http://www.renal.org/guidelines/m
Penyakit Dalam Jilid II. Balai odules/nutrition-in-
penerbit FKUI, Jakarta. ckd#sthash.PGlKHEli.VLnCULEB
Susetyowati. 2013. Pengaruh Proses .dpbs, Diakses 19 Juli 2016.
Asuhan Gizi Terstandar Berbasis Yaswir, R dan Ira F. 2012. Fisiologi dan
Skrining Gizi Terhadap Outcome Gangguan Keseimbangan
Pasien Di Rumah Sakit. Disertasi Natrium, Kalium dan Klorida serta
: Program Doktor Ilmu Kedokteran Pemeriksaan Laboratorium.
dan Kesehatan, UGM, Jurnal Kesehatan Andalas, 1 (2) :
Yogyakarta. 80 – 85.
Syaiful, H.Q., dkk. 2014. Hubungan Umur
dan Lamanya Hemodialisis
dengan Status Gizi pada Pasien
Penyakit Ginjal Kronik yang
Menjalani Hemodialisis di RS. Dr.
M. Djamil Padang. Jurnal
Kesehatan Andalas, 3 (3) : 381 –
386.

31

Anda mungkin juga menyukai