BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada umumnya masalah penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis
lingkungan yang masih merupakan masalah kesehatan terbesar di Indonesia baik dikarenakan
masih buruknya kondisi sanitasi dasar, lingkungan fisik maupun rendahnya perilaku masyarakat
untuk hidup bersih dan sehat, dan masih banyak faktor penyebab munculnya penyakit diare
tersebut.
Kebersihan lingkungan merupakan suatu yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan
pada umumnya. Banyaknya penyakit-penyakit lingkungan yang menyerang masyarakat karena
kurang bersihnya lingkungan disekitar ataupun kebiasaan yang buruk yang mencemari
lingkungan tersebut. Hal ini dapat menyebabkan penyakit yang dibawa oleh kotoran yang ada di
lingkungan bebas tersebut baik secara langsung ataupun tidak langsung yaitu melalui perantara.
Penyakit diare merupakan suatu penyakit yang telah dikenal sejak jaman Hippocrates.
Sampai saat ini, diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan utama masyarakat
Indonesia. Diare merupakan penyakit berbahaya karena dapat mengakibatkan kematian dan
dapat menimbulkan letusan kejadian luar biasa (KLB). Penyebab utama kematian pada diare
adalah dehidrasi yaitu sebagai akibat hilangnya cairan dan garam elektrolit pada tinja
diare. Keadaan dehidrasi kalau tidak segera ditolong 50-60% diantaranya dapat meninggal.
Di Indonesia, diperoleh angka kesakitan Diare untuk tahun 2000 sebesar 301 per 1.000
penduduk, angka ini meningkat bila dibandingkan dengan hasil survei yang sama pada tahun
1996 sebesar 280 per 1.000 penduduk. Sedangkan berdasarkan laporan kabupaten/ kota pada
tahun 2008 diperoleh angka kesakitan diare sebesar 27,97 per 1000 penduduk. Sedangkan angka
kesakitan diare pada tahun 2009 sebesar 27,25%. Jauh menurun jika dibandingkan 12 tahun
sebelumnya.
Kabupaten/kota dengan angka kesakitan diare tertinggi (86,87-135,91 per 1000
penduduk) yaitu Kabupaten Takalar, Enrekang, Tanatoraja, Palopo, Soppeng, Enrekang dan
Luwu Timur. Sedangkan terendah (9,82-31,93 per 1000 penduduk) yaitu Kabupaten Selayar,
Bulukumba, Jeneponto, Sinjai, Maros, Bone, Sidrap, Parepare, Luwu dan Palopo. Jumlah
kejadian luar biasa diare periode Januari Desember 2004 sebanyak 21 kejadian, dengan jumlah
penderita sebanyak 1.145 orang dan jumlah kematian sebanyak 25 penderita (CFR=2,18%),
tersebar pada 10 kabupaten, 15 kecamatan dan 24 desa. Untuk tahun 2005, jumlah kejadian luar
biasa diare periode Januari-Desember sebanyak 8 kejadian, 8 Kabupaten/Kota dengan jumlah
penderita sebanyak 443 orang, dengan kematian sebanyak 9 orang (CFR=2,03%). Sementara di
tahun 2006 tercatat jumlah KLB diare sebanyak 14 kejadian, dengan jumlah penderita 465 orang
dan CFR sebesar 2,15%.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang hendak dipaparkan dalam
makalah ini adalah bagaimana kasus penyakit diare di puskesmas perawatan cempae pada tahun
2012.
C. Tujuan
Adapun tujuan yang hendak dicapai adalah untuk mengetahui bagaimana kasus penyakit
diare di puskesmas perawatan cempae pada tahun 2012.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
yang ada pada penderita dan berlangsung tidak lebih dari satu minggu. Apabila diare berlangsung
antara satu sampai dua minggu maka dikatakan diare yang berkepanjangan.
B. Etiologi
Diare terjadi akibat adanya rangsangan terhadap saraf otonom di dinding usus sehingga
menimbulkan reflex mempercepat peristaltic usus, rangsangan ini dapat ditimbulkan oleh :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Beberapa perilaku yang dapat meningkatkan risiko terjadinya diare pada balita, yaitu
( Depkes RI, 2007):
1) Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pertama pada kehidupan. Pada balita yang tidak
diberi ASI resiko menderita diare lebih besar daripada balita yang diberi ASI penuh, dan
kemungkinan menderita dehidrasi berat lebih besar.
2) Menggunakan botol susu, penggunaan botol ini memudahkan pencemaran oleh kuman karena
botol susah dibersihkan. Penggunaan botol yang tidak bersih atau sudah dipakai selama berjamjam dibiarkan dilingkungan yang panas, sering menyebabkan infeksi usus yang parah karena
botol dapat tercemar oleh kuman-kuman/bakteri penyebab diare. Sehingga balita yang
menggunakan botol tersebut beresiko terinfeksi diare.
3) Menyimpan makanan masak pada suhu kamar, bila makanan disimpan beberapa jam pada suhu
kamar, makanan akan tercermar dan kuman akan berkembang biak.
4) Menggunakan air minum yang tercemar.
5) Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang tinja anak atau sebelum
makan dan menyuapi anak.
6) Tidak membuang tinja dengan benar, seringnya beranggapan bahwa tinja tidak berbahaya,
padahal sesungguhnya mengandung virus atau bakteri dalam jumlah besar. Selain itu tinja
binatang juga dapat menyebabkan infeksi pada manusia.
C. Jenis diare
Menurut Depkes RI (2000), berdasarkan jenisnya diare dibagi empat yaitu :
1. Diare Akut
Diare akut yaitu, diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya kurang dari 7
hari). Akibatnya adalah dehidrasi, sedangkan dehidrasi merupakan penyebab utama kematian
bagi penderita diare.
2. Disentri
Disentri yaitu, diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat disentri adalah anoreksia,
penurunan berat badan dengan cepat, dan kemungkinan terjadinnya komplikasi pada mukosa.
3. Diare persisten
Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus menerus.
Akibat diare persisten adalah penurunan berat badan dan gangguan metabolisme.
D. Gejala diare
gejala-gejala diare adalah sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Bayi atau anak menjadi cengeng dan gelisah. Suhu badannya pun meninggi,
Tinja bayi encer, berlendir atau berdarah,
Warna tinja kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu,
Lecet pada anus,
Gangguan gizi akibat intake (asupan) makanan yang kurang,
Muntah sebelum dan sesudah diare,
Hipoglikemia (penurunan kadar gula darah), dan
Dehidrasi (kekurangan cairan).
Dehidarsi dibagi menjadi tiga macam, yaitu dehidrasi ringan, dehidrasi sedang dan
dehidarsi berat. Disebut dehidrasi ringan jika cairan tubuh yang hilang 5%. Jika cairan yang
hilang lebih dari 10% disebut dehidrasi berat. Pada dehidrasi berat, volume darah berkurang,
denyut nadi dan jantung bertambah cepat tetapi melemah, tekanan darah merendah, penderita
lemah, kesadaran menurun dan penderita sangat pucat.
sesudah membuang tinja anak atau sebelum makan atau menyuapi anak, dan tidak membuang
tinja dengan benar.
2. Faktor pejamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare
Faktor pada pejamu yang dapat meningkatkan insiden, beberapa penyakit dan lamanya
diare. Faktor-faktor tersebut adalah tidak memberikan ASI sampai umur 2 tahun, kurang gizi,
campak, imunodefisiensi atau imunosupresi dan secara proposional diare lebih banyak terjadi
pada golongan balita.
3. Faktor lingkungan dan perilaku
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Dua faktor yang
dominan, yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi
dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare
serta berakumulasi dengan perilaku yang tidak sehat pula, yaitu melalui makanan dan minuman,
maka dapat menimbulkan kejadian diare.
F. Upaya Preventif
Dalam pencegahan diare, beberapa upaya yang dapat dilakukan yaitu :
1. Penyiapan makanan yang higienis seperti menjaga kebersihan dari makanan atau minuman yang
kita makan, tutuplah makanan rapat rapat agar terhindar dari lalat dan kebersihan perabotan
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Cucilah tangan sebelum makan dengan sabun atau menyediakan makanan untuk sikecil.
Biasakan buang air besar pada tempatnya (WC, toilet, jamban)
Tempat buang sampah yang memadai yaitu memisahkan sampah kering dengan yang basah
Berantas lalat agar tidak menghinggapi makanan
Lingkungan hidup yang sehat yaitu dengan cara menjaga kebersihan lingkungan sekitar
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Puskesmas yang kemudian resmi sebagai Puskesmas Perawatan pada tanggal 06 Juni
tahun 2006 ini memiliki wilayah kerja seluas 7,76 km 2 dengan keadaan geografis terdiri dari
dataran rendah sekitar 20 %, dataran tinggi 79 % dan pesisir pantai sekitar 1 %. Jumlah
penduduk dalam wilayah kerja Puskesmas Perawatan Cempae adalah
391 kasus diare. Jika dilihat dari jumlah kasus diare dari ke 3 kelurahan tersebut dari
bulan Januari hingga Desember 2012 kasus tertinggi adalah pada bulan Oktober yaitu 126 kasus.
Kelurahan Watang Soreang, Bukit Indah Dan Bukit Harapan tergolong daerah endemik diare.
Karena itu kita tingkatkan pengawasan dan pendataan untuk penyakit tersebut.
B. Konfirmasi Diagnosis
Diare akut akibat infeksi dapat ditegakkan diagnosis etiologi bila anamnesis, manifetasi
klinis, dan pemeriksaan penunjang menyokongnya. Beberapa petunjuk anamnesis yang mungkin
1.
2.
3.
4.
5.
1. Entamoeba hystolitica
Infeksi terjadi karena tertelannya kista dalam makanan dan minuman yang terkontaminasi
tinja. Kista yang tertelan mengeluarkan trofozoit dalam usus besar dan memasuki submukosa.
Masa inkubasi dapat terjadi dalam beberapa hari hingga beberapa bulan. Amebiasis dapat
berlangsung tanpa gejala (asimptomatik). Gejala bervariasi, mulai rasa tidak enak di perut hingga
diare. Gejala yang khas adalah sindroma disentri, yakni kumpulan gejala gangguan pencernaan
yang meliputi diare berlendir dan berdarah disertai tenesmus.
Diagnosis amebiasis yang akurat membutuhkan pemeriksaan tinja untuk mengidentifikasi
bentuk trofozoit dan kista. Metode yang paling disukai adalah teknik konsentrasi dan pembuatan
sediaan permanen dengan trichom stain. Untuk screening cukup menggunakan sediaan basah
dengan bahan saline dan diwarnai lugol agar terlihat lebih jelas. Selain tinja, spesimen yang dapt
diperiksa berasal dari enema, aspirat, dan biopsi.
Sering digunakan kombinasi obat untuk meningkatkan hasil pengobatan. Walaupun tanpa
keluhan dan gejala klinis, sebaiknya diobati, karena amoeba yang hidup sebagai komensal di
dalam lumen usus besar, sewaktu-waktu dapat menjadi patogen.
2. Trichuris trichiura
Disebut juga cacing cambuk dan menimbulkan penyakit trikuriasis. Pada infeksi berat,
terutama pada anak, cacing ini tersebar di seluruh kolon dan rektum, kadang terlihat di mukosa
rektum yang mengalami prolapsus akibat mengejannya penderita pada saat defekasi. Cacing ini
memasukkan kepalanya ke dalam mukosa usus, hingga terjadi trauma yang menimbulkan iritasi
dan peradangan mukosa usus. Pada tempat perlekatannya dapat terjadi perdarahan. Di samping
itu, ternyata cacing ini menghisap darah, sehingga menyebabkan anemia.
Diagnosis dengan menemukan telur di dalam tinja. Penatalaksanaannya dengan
menggunakan mebendazol, albendazol dan oksantel pamoat, infeksi cacing Trichuris dapat
diobati dengan hasil yang cukup baik.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Tinja.
Pemeriksaan penting dalam tinja ialah terhadap parasit dan telur cacing. Sama pentingnya
dalam keadaan tertentu adalah tes terhadap darah samar. Secara makroskopik, warna tinja dapat
dipengaruhi oleh jenis makanan, kelainan dalam saluran usus dan oleh obat-obatan yang
diberikan. Adanya lendir berarti rangsangan atau radang dinding usus. Jika lendir tersebut berada
di bagian luar tinja, lokalisasi iritasi itu mungkin usus besar; jika bercampur baur dengan tinja
mungkin sekali usus kecil. Adanya darah dapat menjadi petunjuk lokasi perdarahan. Makin
proksimal terjadinya perdarahan, darah bercampur dengan tinja sehingga makin hitam warnanya.
Merah muda biasanya oleh perdarahan yang segar di bagian distal. Pada pemeriksaan
mikroskopik, usaha mencari protozoa dan cacing merupakan maksud terpenting.
C. Pendefinisian Kasus dan Perhitungan kasus
Diare adalah perubahan frekuensi dan konsistensi tinja. WHO pada tahun 1984
mendefenisikan diare sebagai berak cair tiga kali atau lebih dalam sehari semalam (24 jam).
Diare adalah buang air besar lembek atau cair dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih
sering dari biasanya (biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari) (Depkes RI, 2000)
Perhitungan kasus
Tabel 1.1. Rekapan kunjungan diare menurut wilayah di Puskesmas Perawatan Cempae tahun
2012
Kelurahan
Watang Soreang
Bukit Indah
Bukit Harapan
Jumlah
Jan
27
26
20
73
Feb
16
17
17
50
Mar
20
17
17
54
Apr
27
25
30
82
Mei
21
36
24
81
Jun
24
28
18
70
Jul
26
33
41
100
Ags
22
30
56
108
Sep
38
30
45
113
Okt
25
54
47
126
Nov
26
43
44
113
Tabel 1.2. Rekapan kunjungan diare menurut golongan umur di Puskesmas Perawatan Cempae
tahun 2012
Gol.
umur
< 1 th
1 4 th
> 5 th
Jumlah
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
17
27
29
73
15
22
23
60
3
23
28
54
11
32
39
82
10
21
50
81
10
23
37
70
Bulan
Jul
12
40
48
100
Ags
Sep
Okt
Nov
Des
6
44
58
108
5
37
61
103
14
41
71
126
11
45
57
113
13
46
41
100
Tabel 1.3. Rekapan kunjungan diare menurut jenis kelamin di Puskesmas Perawatan Cempae
tahun 2012
Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
Jan
35
30
65
Feb
31
19
50
Mar
25
29
54
Apr
40
42
82
Mei
39
50
89
Jun
36
34
70
Jul
51
49
100
Ags
52
56
108
Sep
47
66
113
Okt
55
71
126
Nov
64
49
113
Dari data yang didapatkan di puskesmas perawatan cempae kasus penyakit diare dari
bulan Januari sampai Desember 2012 sebanyak 1.070 kasus dimana terdiri dari 3 kelurahan yaitu
:
1. Watang Soreang sebanyak 301 kasus penyakit diare
2. Bukit indah sebanyak 378 kasus penyakit diare
3. Bukit harapan sebanayak 391 kasus penyakit diare
Dilihat dari segi umur :
1. Umur < 1 Tahun dari Januari hingga Desember 2012 jumlah kasus sebanyak 127.
2. Umur 1-4 Tahun dari Januari hingga Desember 2012 jumlah kasus sebanyak 401.
3. Umur > 5 Tahun dari Januari hingga Desember 2012 jumlah kasus sebanyak 542.
Gambar 1.1. Persentase kasus penyakit diare menurut tempat/lokasi di Puskesmas Perawatan
Cempae tahun 2012
Data yang didapatkan di Puskesmas Perawatan Cempae jika di lihat dari segi tempat
dimana terdiri dari 3 kelurahan yaitu kelurahan Wt. Soreang, Kelurahan Bukit Indah dan
Kelurahan Bukit Harapan. Dari ke 3 kelurahan ini menunjukkan bahwa kelurahan yang paling
tinggi angka persentase kejadian penyakit diare adalah kelurahan bukit harapan dengan
persentase sebesar 37 %. Kemudian yang paling rendah adalah Kelurahan Wt. Soreang dengan
persentase sebesar 28 %.
Gambar 1.2. Persentase kasus diare menurut golongan umur di Puskesmas Perawatan Cempae
tahun 2012
Data yang didapatkan di Puskesmas Perawatan Cempae jika di lihat dari segi golongan
umur dimana terdiri dari umur < 1 tahun, 1-4 tahun dan > 5 tahun. Untuk angka kasus penyakit
diare yang paling tinggi adalah pada golongan umur > 5 tahun dengan besar persentase yaitu 51
%. Dan yang paling rendah adalah golongan umur < 1 tahun dengan persentase 12 %.
Gambar 1.3. Persentase kasus diare menurut jenis kelamin di Puskesmas Perawatan Cempae
tahun 2012
Data yang di dapatkan di Puskesmas Perawatan Cempae jika di lihat dari jenis kelamin ,
jenis kelamin perempuan lebih besar yaitu 52 % dan laki-laki 48 %.
3.
Memasang spanduk dan poster-poster mengenai penyakit infeksi dan slogan-slogan peduli
kesehatan.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Wilayah kasus penyakit diare yakni di Kelurahan Wt. Soreang, Kelurahan Bukit Indah
dan Kelurahan Bukit harapan merupakan wilayah endemik diare, sejak tahun 2010 hingga tahun
2012 mengalami peningkatan kasus pada tahun 2010 sebanyak 732 kasus dan tahun 2012
sebanyak 1070 kasus. Oleh sebab itu perlu peningkatan upaya preventif dan promotif serta
intervensi untuk mengurangi angka kejadian kasus penyakit diare khususnya di wilayah kerja
Puskesmas Perawatan Cempae.
B. Saran
Sebaiknya petugas surveilans lebih giat untuk mengurangi angka kejadian kasus diare di
wilayah kerja PKM Cempae, namun sebagai warga sadar kesehatan sudah seharusnya kita
menjaga kesehatan dan kebersihan baik pribadi, keluarga maupun lingkungan sekitar.
DAFTAR PUSTAKA
Diagnosis
http://agathariyadi.wordpress.com
Mahing, Ana. Dkk. 2011. Makalah Epidemiologi Praktikum Surveilans Diare. Parepare : UMPAR
DISUSUN OLEH :
MISLIANA MULA ASABRI
PUTRIANY
YUSRIANI
KARMAN
MASRI
Puji Syukur atas hidayah dan rahmat ilmu serta kekuatan dari Ilahi Rabbi yang telah
dicurahkan kepada penyusun makalah ini sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik.
Shalawat dan salam juga tetap tercurahkan kepada Rasulullah beserta junjungannya karena
keindahan budi pekerti yang menjadi suri tauladan kita.
Penulis sangat berterima kasih kepada Kepala Puskesmas Cempae yang sudah
memperkenankan kami untuk dapat melihat data rekapan kunjungan khususnya penyakit diare
tahun 2012, sehingga makalah ini menjadi lebih baik dan dapat terselesaikan. Kami menyadari
bahwa tak ada gading yang tak retak, begitu pun dengan makalah ini, namun kami berharap
makalah ini dapat menjadi sumber pengetahuan baru bagi pembaca dan penulis sendiri.
KELOMPOK 4
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................
DAFTAR ISI................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang.......................................................................................
B.
Rumusan Masalah............................................................................
C.
Tujuan...............................................................................................
B.
Etiologi.............................................................................................
C.
Jenis Diare........................................................................................
11
D.
Gejala-gejala.....................................................................................
12
E. Epidemiologi.........................................................................................
12
F. Upaya Preventif......................................................................................
14
15
B.
Konfirmasi Diagnosis.......................................................................
16
C.
19
D.
20
24
24
25
BAB IV PENUTUP
A.
Kesimpulan......................................................................................
26
B.
Saran ................................................................................................
26
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................
27
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada umumnya masalah penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis
lingkungan yang masih merupakan masalah kesehatan terbesar di Indonesia baik dikarenakan
masih buruknya kondisi sanitasi dasar, lingkungan fisik maupun rendahnya perilaku masyarakat
untuk hidup bersih dan sehat, dan masih banyak faktor penyebab munculnya penyakit diare
tersebut.
tersebar pada 10 kabupaten, 15 kecamatan dan 24 desa. Untuk tahun 2005, jumlah kejadian luar
biasa diare periode Januari-Desember sebanyak 8 kejadian, 8 Kabupaten/Kota dengan jumlah
penderita sebanyak 443 orang, dengan kematian sebanyak 9 orang (CFR=2,03%). Sementara di
tahun 2006 tercatat jumlah KLB diare sebanyak 14 kejadian, dengan jumlah penderita 465 orang
dan CFR sebesar 2,15%.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang hendak dipaparkan dalam
makalah ini adalah bagaimana kasus penyakit diare di puskesmas perawatan cempae pada tahun
2012.
C. Tujuan
Adapun tujuan yang hendak dicapai adalah untuk mengetahui bagaimana kasus penyakit
diare di puskesmas perawatan cempae pada tahun 2012.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
B. Etiologi
Diare terjadi akibat adanya rangsangan terhadap saraf otonom di dinding usus sehingga
menimbulkan reflex mempercepat peristaltic usus, rangsangan ini dapat ditimbulkan oleh :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Beberapa perilaku yang dapat meningkatkan risiko terjadinya diare pada balita, yaitu
( Depkes RI, 2007):
1) Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pertama pada kehidupan. Pada balita yang tidak
diberi ASI resiko menderita diare lebih besar daripada balita yang diberi ASI penuh, dan
kemungkinan menderita dehidrasi berat lebih besar.
2) Menggunakan botol susu, penggunaan botol ini memudahkan pencemaran oleh kuman karena
botol susah dibersihkan. Penggunaan botol yang tidak bersih atau sudah dipakai selama berjamjam dibiarkan dilingkungan yang panas, sering menyebabkan infeksi usus yang parah karena
botol dapat tercemar oleh kuman-kuman/bakteri penyebab diare. Sehingga balita yang
menggunakan botol tersebut beresiko terinfeksi diare.
3) Menyimpan makanan masak pada suhu kamar, bila makanan disimpan beberapa jam pada suhu
kamar, makanan akan tercermar dan kuman akan berkembang biak.
4) Menggunakan air minum yang tercemar.
5) Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang tinja anak atau sebelum
makan dan menyuapi anak.
6) Tidak membuang tinja dengan benar, seringnya beranggapan bahwa tinja tidak berbahaya,
padahal sesungguhnya mengandung virus atau bakteri dalam jumlah besar. Selain itu tinja
binatang juga dapat menyebabkan infeksi pada manusia.
C. Jenis diare
Menurut Depkes RI (2000), berdasarkan jenisnya diare dibagi empat yaitu :
1. Diare Akut
Diare akut yaitu, diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya kurang dari 7
hari). Akibatnya adalah dehidrasi, sedangkan dehidrasi merupakan penyebab utama kematian
bagi penderita diare.
2. Disentri
Disentri yaitu, diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat disentri adalah anoreksia,
penurunan berat badan dengan cepat, dan kemungkinan terjadinnya komplikasi pada mukosa.
3. Diare persisten
Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus menerus.
Akibat diare persisten adalah penurunan berat badan dan gangguan metabolisme.
D. Gejala diare
gejala-gejala diare adalah sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Bayi atau anak menjadi cengeng dan gelisah. Suhu badannya pun meninggi,
Tinja bayi encer, berlendir atau berdarah,
Warna tinja kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu,
Lecet pada anus,
Gangguan gizi akibat intake (asupan) makanan yang kurang,
Muntah sebelum dan sesudah diare,
Hipoglikemia (penurunan kadar gula darah), dan
Dehidrasi (kekurangan cairan).
Dehidarsi dibagi menjadi tiga macam, yaitu dehidrasi ringan, dehidrasi sedang dan
dehidarsi berat. Disebut dehidrasi ringan jika cairan tubuh yang hilang 5%. Jika cairan yang
hilang lebih dari 10% disebut dehidrasi berat. Pada dehidrasi berat, volume darah berkurang,
denyut nadi dan jantung bertambah cepat tetapi melemah, tekanan darah merendah, penderita
lemah, kesadaran menurun dan penderita sangat pucat.
sesudah membuang tinja anak atau sebelum makan atau menyuapi anak, dan tidak membuang
tinja dengan benar.
2. Faktor pejamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare
Faktor pada pejamu yang dapat meningkatkan insiden, beberapa penyakit dan lamanya
diare. Faktor-faktor tersebut adalah tidak memberikan ASI sampai umur 2 tahun, kurang gizi,
campak, imunodefisiensi atau imunosupresi dan secara proposional diare lebih banyak terjadi
pada golongan balita.
3. Faktor lingkungan dan perilaku
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Dua faktor yang
dominan, yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi
dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare
serta berakumulasi dengan perilaku yang tidak sehat pula, yaitu melalui makanan dan minuman,
maka dapat menimbulkan kejadian diare.
F. Upaya Preventif
Dalam pencegahan diare, beberapa upaya yang dapat dilakukan yaitu :
1. Penyiapan makanan yang higienis seperti menjaga kebersihan dari makanan atau minuman yang
kita makan, tutuplah makanan rapat rapat agar terhindar dari lalat dan kebersihan perabotan
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Cucilah tangan sebelum makan dengan sabun atau menyediakan makanan untuk sikecil.
Biasakan buang air besar pada tempatnya (WC, toilet, jamban)
Tempat buang sampah yang memadai yaitu memisahkan sampah kering dengan yang basah
Berantas lalat agar tidak menghinggapi makanan
Lingkungan hidup yang sehat yaitu dengan cara menjaga kebersihan lingkungan sekitar
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Puskesmas yang kemudian resmi sebagai Puskesmas Perawatan pada tanggal 06 Juni
tahun 2006 ini memiliki wilayah kerja seluas 7,76 km 2 dengan keadaan geografis terdiri dari
dataran rendah sekitar 20 %, dataran tinggi 79 % dan pesisir pantai sekitar 1 %. Jumlah
penduduk dalam wilayah kerja Puskesmas Perawatan Cempae adalah
391 kasus diare. Jika dilihat dari jumlah kasus diare dari ke 3 kelurahan tersebut dari
bulan Januari hingga Desember 2012 kasus tertinggi adalah pada bulan Oktober yaitu 126 kasus.
Kelurahan Watang Soreang, Bukit Indah Dan Bukit Harapan tergolong daerah endemik diare.
Karena itu kita tingkatkan pengawasan dan pendataan untuk penyakit tersebut.
B. Konfirmasi Diagnosis
Diare akut akibat infeksi dapat ditegakkan diagnosis etiologi bila anamnesis, manifetasi
klinis, dan pemeriksaan penunjang menyokongnya. Beberapa petunjuk anamnesis yang mungkin
1.
2.
3.
4.
5.
1. Entamoeba hystolitica
Infeksi terjadi karena tertelannya kista dalam makanan dan minuman yang terkontaminasi
tinja. Kista yang tertelan mengeluarkan trofozoit dalam usus besar dan memasuki submukosa.
Masa inkubasi dapat terjadi dalam beberapa hari hingga beberapa bulan. Amebiasis dapat
berlangsung tanpa gejala (asimptomatik). Gejala bervariasi, mulai rasa tidak enak di perut hingga
diare. Gejala yang khas adalah sindroma disentri, yakni kumpulan gejala gangguan pencernaan
yang meliputi diare berlendir dan berdarah disertai tenesmus.
Diagnosis amebiasis yang akurat membutuhkan pemeriksaan tinja untuk mengidentifikasi
bentuk trofozoit dan kista. Metode yang paling disukai adalah teknik konsentrasi dan pembuatan
sediaan permanen dengan trichom stain. Untuk screening cukup menggunakan sediaan basah
dengan bahan saline dan diwarnai lugol agar terlihat lebih jelas. Selain tinja, spesimen yang dapt
diperiksa berasal dari enema, aspirat, dan biopsi.
Sering digunakan kombinasi obat untuk meningkatkan hasil pengobatan. Walaupun tanpa
keluhan dan gejala klinis, sebaiknya diobati, karena amoeba yang hidup sebagai komensal di
dalam lumen usus besar, sewaktu-waktu dapat menjadi patogen.
2. Trichuris trichiura
Disebut juga cacing cambuk dan menimbulkan penyakit trikuriasis. Pada infeksi berat,
terutama pada anak, cacing ini tersebar di seluruh kolon dan rektum, kadang terlihat di mukosa
rektum yang mengalami prolapsus akibat mengejannya penderita pada saat defekasi. Cacing ini
memasukkan kepalanya ke dalam mukosa usus, hingga terjadi trauma yang menimbulkan iritasi
dan peradangan mukosa usus. Pada tempat perlekatannya dapat terjadi perdarahan. Di samping
itu, ternyata cacing ini menghisap darah, sehingga menyebabkan anemia.
Diagnosis dengan menemukan telur di dalam tinja. Penatalaksanaannya dengan
menggunakan mebendazol, albendazol dan oksantel pamoat, infeksi cacing Trichuris dapat
diobati dengan hasil yang cukup baik.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Tinja.
Pemeriksaan penting dalam tinja ialah terhadap parasit dan telur cacing. Sama pentingnya
dalam keadaan tertentu adalah tes terhadap darah samar. Secara makroskopik, warna tinja dapat
dipengaruhi oleh jenis makanan, kelainan dalam saluran usus dan oleh obat-obatan yang
diberikan. Adanya lendir berarti rangsangan atau radang dinding usus. Jika lendir tersebut berada
di bagian luar tinja, lokalisasi iritasi itu mungkin usus besar; jika bercampur baur dengan tinja
mungkin sekali usus kecil. Adanya darah dapat menjadi petunjuk lokasi perdarahan. Makin
proksimal terjadinya perdarahan, darah bercampur dengan tinja sehingga makin hitam warnanya.
Merah muda biasanya oleh perdarahan yang segar di bagian distal. Pada pemeriksaan
mikroskopik, usaha mencari protozoa dan cacing merupakan maksud terpenting.
C. Pendefinisian Kasus dan Perhitungan kasus
Diare adalah perubahan frekuensi dan konsistensi tinja. WHO pada tahun 1984
mendefenisikan diare sebagai berak cair tiga kali atau lebih dalam sehari semalam (24 jam).
Diare adalah buang air besar lembek atau cair dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih
sering dari biasanya (biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari) (Depkes RI, 2000)
Perhitungan kasus
Tabel 1.1. Rekapan kunjungan diare menurut wilayah di Puskesmas Perawatan Cempae tahun
2012
Kelurahan
Watang Soreang
Bukit Indah
Bukit Harapan
Jumlah
Jan
27
26
20
73
Feb
16
17
17
50
Mar
20
17
17
54
Apr
27
25
30
82
Mei
21
36
24
81
Jun
24
28
18
70
Jul
26
33
41
100
Ags
22
30
56
108
Sep
38
30
45
113
Okt
25
54
47
126
Nov
26
43
44
113
Tabel 1.2. Rekapan kunjungan diare menurut golongan umur di Puskesmas Perawatan Cempae
tahun 2012
Gol.
umur
< 1 th
1 4 th
> 5 th
Jumlah
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
17
27
29
73
15
22
23
60
3
23
28
54
11
32
39
82
10
21
50
81
10
23
37
70
Bulan
Jul
12
40
48
100
Ags
Sep
Okt
Nov
Des
6
44
58
108
5
37
61
103
14
41
71
126
11
45
57
113
13
46
41
100
Tabel 1.3. Rekapan kunjungan diare menurut jenis kelamin di Puskesmas Perawatan Cempae
tahun 2012
Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
Jan
35
30
65
Feb
31
19
50
Mar
25
29
54
Apr
40
42
82
Mei
39
50
89
Jun
36
34
70
Jul
51
49
100
Ags
52
56
108
Sep
47
66
113
Okt
55
71
126
Nov
64
49
113
Dari data yang didapatkan di puskesmas perawatan cempae kasus penyakit diare dari
bulan Januari sampai Desember 2012 sebanyak 1.070 kasus dimana terdiri dari 3 kelurahan yaitu
:
1. Watang Soreang sebanyak 301 kasus penyakit diare
2. Bukit indah sebanyak 378 kasus penyakit diare
3. Bukit harapan sebanayak 391 kasus penyakit diare
Dilihat dari segi umur :
1. Umur < 1 Tahun dari Januari hingga Desember 2012 jumlah kasus sebanyak 127.
2. Umur 1-4 Tahun dari Januari hingga Desember 2012 jumlah kasus sebanyak 401.
3. Umur > 5 Tahun dari Januari hingga Desember 2012 jumlah kasus sebanyak 542.
Gambar 1.1. Persentase kasus penyakit diare menurut tempat/lokasi di Puskesmas Perawatan
Cempae tahun 2012
Data yang didapatkan di Puskesmas Perawatan Cempae jika di lihat dari segi tempat
dimana terdiri dari 3 kelurahan yaitu kelurahan Wt. Soreang, Kelurahan Bukit Indah dan
Kelurahan Bukit Harapan. Dari ke 3 kelurahan ini menunjukkan bahwa kelurahan yang paling
tinggi angka persentase kejadian penyakit diare adalah kelurahan bukit harapan dengan
persentase sebesar 37 %. Kemudian yang paling rendah adalah Kelurahan Wt. Soreang dengan
persentase sebesar 28 %.
Gambar 1.2. Persentase kasus diare menurut golongan umur di Puskesmas Perawatan Cempae
tahun 2012
Data yang didapatkan di Puskesmas Perawatan Cempae jika di lihat dari segi golongan
umur dimana terdiri dari umur < 1 tahun, 1-4 tahun dan > 5 tahun. Untuk angka kasus penyakit
diare yang paling tinggi adalah pada golongan umur > 5 tahun dengan besar persentase yaitu 51
%. Dan yang paling rendah adalah golongan umur < 1 tahun dengan persentase 12 %.
Gambar 1.3. Persentase kasus diare menurut jenis kelamin di Puskesmas Perawatan Cempae
tahun 2012
Data yang di dapatkan di Puskesmas Perawatan Cempae jika di lihat dari jenis kelamin ,
jenis kelamin perempuan lebih besar yaitu 52 % dan laki-laki 48 %.
3.
Memasang spanduk dan poster-poster mengenai penyakit infeksi dan slogan-slogan peduli
kesehatan.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Wilayah kasus penyakit diare yakni di Kelurahan Wt. Soreang, Kelurahan Bukit Indah
dan Kelurahan Bukit harapan merupakan wilayah endemik diare, sejak tahun 2010 hingga tahun
2012 mengalami peningkatan kasus pada tahun 2010 sebanyak 732 kasus dan tahun 2012
sebanyak 1070 kasus. Oleh sebab itu perlu peningkatan upaya preventif dan promotif serta
intervensi untuk mengurangi angka kejadian kasus penyakit diare khususnya di wilayah kerja
Puskesmas Perawatan Cempae.
B. Saran
Sebaiknya petugas surveilans lebih giat untuk mengurangi angka kejadian kasus diare di
wilayah kerja PKM Cempae, namun sebagai warga sadar kesehatan sudah seharusnya kita
menjaga kesehatan dan kebersihan baik pribadi, keluarga maupun lingkungan sekitar.
DAFTAR PUSTAKA
Diagnosis
http://agathariyadi.wordpress.com
Mahing, Ana. Dkk. 2011. Makalah Epidemiologi Praktikum Surveilans Diare. Parepare : UMPAR