TESIS
YUSNABETI
1506787203
TESIS
YUSNABETI
1506787203
Nama : Ymnabeti
NPM : 1506787203
l^,,
tansan: Ylrt
Tanda
Tanggal : ^Lv
29 Juni 2018
It
HALAMANPENGESAHAN
Nama : Yusnabeti
NPM : 1506787203
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian
persyaratan yang tiiperiukan untlk memperoleh geiar Magister Kesehatan lviasyarakat
Program Studi Ilmu kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Uni'rersitas
indonesia
DEWAN PENGUJI
Nama Yusnabeti
NPM t506'787203
Menyatakan bahwa saya tidak melakukan kegiatan plagiat dalam penulisan tesis saya
yang berjudul:
Apabila suatu saat nanti terbukti saya melakukan plagiat maka saya akan menerima
sanksi yang telah ditetapkan.
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat
dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Hubungan aktivitas
fsisk dengan kejadian stroke pada penduduk Bogor Tengah tahun 2016.
Tesis ini merupakan salah satu bentuk tugas akhir Paskasarjana Program Studi
Ilmu Kesehatan Masyarakat. Dalam menyelesaikan tesis ini berbagai pihak telah
menbimbing dan mendukung sehingga dapat diselesaikan sesuai waktunya. Semoga
Allah SWT membalas semua kebaikan tersebut dengan yang lebih baik lagi, amin.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan
yang setinggi-tingginya kepada:
1. Pimpinan BPSDMK Kementerian Kesehatan RI yang telah memberikan ijin dan
pendanaan parsial kepada penulis untuk mengikuti pendidikan di FKM UI
2. Pimpinan Dirjen Pelayanan Kesehatan, dan pimpinan Balai Besar Laboratorium
Kesehatan Jakarta yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk mengikuti
pendidikan di FKM UI
3. Dr. drs. Sutanto Priyo Hastono, M.Kes. selaku pembimbing akademik yang telah
berkenan memberikan waktu untuk membimbing, mengarahkan, dan nasehatnya
kepada penulis.
4. Dr. drs. Tris Eryando, M.A selaku penguji yang telah memberikan arahan dan
masukan dalam penyusunan tesis ini
5. Dr. Martya Rahmaniati, S.Si., M.Si., Dr. Sudikno, SKM., MKM., dr. Yoan Hotnida
Naomi, M.Sc. yang telah berkenan menjadi penguji untuk tesis ini.
6. Suami dan anak-anak tercinta yang telah memberikan dukungan moril, materil,
semangat, doa dan waktunya kepada penulis.
7. Ayah dan ibu tercinta juga saudara-saudaraku tersayang yang telah memberikan
semangat dan doa yang tak pernah putus.
8. Semua dosen dan staf FKM UI khususnya Departemen Biostatistika atas ilmu,
pengajaran, dan bantuannya.
9. Teman teman FKM UI khusunya peminatan Biostatistika yang telah memberikan
dukungan, bantuan, dan kebersamaan selama masa perkuliahan.
10. Kepada pihak-pihak lain yang tidak dapat dituliskan satu persatu.
vi
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam tesis ini, oleh karena itu kritik
dan saran sangat diharapkan demi peningkatan kualitas bagi penulis sendiri dan untuk
kualitas keilmuan di masa mendatang. Semoga tesis ini memberi manfaat bagi semua
pembaca.
Penulis
vii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKTIIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademika Universitas lndonesia, saya yang bertanda tangan di bawah
ini:
Nama Yusnabeti
NPM ts06'787203
Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Kejadian Stroke Pada Penduduk Bogor Tengah
Tahun 2016
bese(a perangkat yang ada (ika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif
ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola
dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir
saya selama tetap mencanturnlan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai
pemilik Hak Cipta.
Demikian pemyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok
Yang menyatakan
W}
(Yusnabeti)
tx
Untuk :
Suamiku tercinta : Agus Susanto
Anak-anak kami tersayang : Muhammad Zhafran Alfathi
Fayyadh Azmi Muhammad
Fauzi Muhammad Ihsan
viii
ABSTRAK
Nama : Yusnabeti
Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat
Judul : Hubungan aktivitas fisik dengan kejadian stroke pada penduduk Bogor
Tengah tahun 2016
Pembimbing : Dr. drs. Sutanto Priyo Hastono, M.Kes.
Saat ini stroke adalah pembunuh nomor dua setelah penyakit jantung iskemik, dan
tetap menjadi penyebab utama kematian di dunia dalam 15 tahun terakhir. Di Indonesia
kejadian stroke meningkat dari tahun 2007 ke tahun 2013 yaitu dari 8 per 1000 penduduk
menjadi 12 per 1000 penduduk dan provinsi Jawa Barat memiliki prevalensi 12 per 1000
penduduk dengan estimasi jumlah penderita stroke sebesar 17 per 1000 penduduk.
Aktivitas fisik yang tidak mencukupi adalah faktor risiko utama penyakit
kardiovaskular termasuk stroke. Peningkatan perilaku tidak aktif, dikhawatirkan akan
meningkatkan jumlah penderita stroke. Di Indonesia proporsi penduduk dengan aktivitas
fisik kurang aktif adalah 26,1%. Provinsi Jawa Barat memiliki proporsi penduduk kurang
aktif sebesar 25,4%. Angka ini dapat meningkat diwaktu yang akan datang dengan
mempertimbangkan bahwa Provinsi Jawa Barat pada tahun 2013 mempunyai angka
sedentari di atas angka nasional.
Rancangan studi adalah cross sectional melalui penggunaan data dari studi Kohor
penyakit tidak menular Badan Litbangkes Kemenkes RI. Sampel dalam penelitian ini
adalah penduduk berusia 25 sampai 65 tahun yang terdapat pada data studi kohor PTM
di Kecamatan Bogor Tengah Kota Bogor.
Hasil penelitian ini mendapatkan prevalensi stroke di Kecamatan Bogor Tengah
sebesar 15 per 1000 penduduk. Terdapat hubungan aktivitas fisik dengan stroke dengan
risiko yang berbeda pada kelompok umur. Pada kelompok umur kurang dari 45 tahun,
penduduk dengan aktivitas fisik yang kurang akan berisiko terkena stroke sebesar 5.43
kali lebih tinggi dibandingkan yang mempunyai aktivitas fisik cukup. Pada kelompok
umur 45 tahun atau lebih, penduduk dengan aktivitas fisik yang kurang akan berisiko
terkena stroke sebesar 1.18 kali lebih tinggi dibandingkan yang mempunyai aktivitas fisik
cukup.
Peningkatan upaya pencegahan dan pengendalian stroke serta peningkatan
aktivitas fisik perlu dilakukan pemerintah melalui promosi kesehatan dalam skala yang
lebih luas dan melalui berbagai media informasi. Pemerintah perlu memfasilitasi
penyediaan ruang terbuka publik dan sarana penunjang untuk peningkatan aktivitas fisik.
Masyarakat hendaknya menerapkan pola hidup sehat, diantaranya dengan cukup aktivitas
fisik dan berperan aktif dalam promosi peningkatan aktivitas fisik melalui lembaga dan
organisasi kemasyarakatan seperti PKK, Karang Taruna, perkumpulan kerohanian dan
sebagainya.
Kata kunci:
Stroke, aktivitas fisik, prevalensi, risiko
x
ABSTRACT
Name : Yusnabeti
Study Program: Public Health Sciences
Title : The relationship of physical activity with the incidence of stroke in
Central Bogor Residents of 2016
Counsellor : Dr. drs. Sutanto Priyo Hastono, M.Kes.
Currently stroke is the number two killer after ischemic heart disease, and remains the
leading cause of death in the world in the last 15 years. In Indonesia the incidence of
stroke increased from 2007 to 2013 ie from 8 per 1000 population to 12 per 1000
population and West Java province has 12 prevalence per 1000 population with estimated
number of stroke patient equal to 17 per 1000 population.
Inadequate physical activity is a major risk factor for cardiovascular disease including
stroke. Increased inactive behavior, feared will increase the number of stroke patients. In
Indonesia the proportion of population with less active physical activity was 26.1%. West
Java Province has a proportion of less active population of 25.4%. This figure may
increase in the future by considering that West Java Province in 2013 has a sedentary
figure above the national rate.
The design of the study was cross sectional through the use of data from the Cohort
of non-communicable diseases of the Indonesian Ministry of Health Research and
Development. The sample in this study is population aged 25 to 65 years found in data
cohort study of PTM in subdistrict Bogor Central, Bogor City.
The results of this study obtained the prevalence of stroke in subdistrict Bogor Central
by 15 per 1000 population. There is a relationship of physical activity with stroke with
different risk in the age group. In the age group less than 45 years, the population with
less physical activity will be at risk of stroke by 5.43 times higher than those who have
enough physical activity. In the age group of 45 years or older, people with less physical
activity would be at risk of stroke 1.18 times higher than those with sufficient physical
activity.
Increased efforts to prevent and control stroke and increase physical activity needs to
be done by the government through health promotion on a wider scale and through various
media information. The government needs to facilitate the provision of public open spaces
and supporting facilities for the improvement of physical activity. The community should
adopt a healthy lifestyle, among others, with sufficient physical activity and an active role
in promoting the increase of physical activity through institutions and community
organizations such as PKK, Karang Taruna, spiritual associations and so forth
Keywords:
Stroke, physical activity, prevalence, risk
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ......................................................... iii
SURAT PERNYATAAN ............................................................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................................ v
KATA PENGANTAR ................................................................................................... vi
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .................................. ix
ABSTRAK ....................................................................................................................... x
DAFTAR ISI ................................................................................................................. xii
DAFTAR TABEL ........................................................................................................ xvi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. xvii
DAFTAR SINGKATAN ........................................................................................... xviii
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................................ xix
............................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ........................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................ 4
1.3 Pertanyaan Penelitian ........................................................................................... 5
1.4 Tujuan Penelitian ................................................................................................. 6
1.4.1 Tujuan Umum ............................................................................................. 6
1.4.2 Tujuan Khusus............................................................................................. 6
1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................................... 6
1.5.1 Bagi Institusi Kesehatan .............................................................................. 6
1.5.2 Bagi Pengembangan Ilmu ........................................................................... 6
1.6 Ruang Lingkup Penelitian.................................................................................... 7
xii
2.2.1 Kurang aktivitas fisik ................................................................................ 16
2.2.1.1 Mekanisme efek aktifvitas fisik terhadap stroke ............................. 17
2.2.1.2 Pengukuran aktivitas fisik................................................................ 19
2.2.1.3 Penelitian hubungan aktivitas fisik dengan stroke........................... 22
2.2.2 Merokok .................................................................................................... 23
2.2.3 Kurang Konsumsi Sayur Buah .................................................................. 25
2.2.4 Ras ............................................................................................................. 28
2.2.5 Riwayat Keluarga ...................................................................................... 28
2.2.6 Usia............................................................................................................ 29
2.2.7 Jenis Kelamin ............................................................................................ 30
2.2.8 Sindrom Metabolik .................................................................................... 30
2.2.9 Hipertensi .................................................................................................. 32
2.2.10 Obesitas ................................................................................................... 33
2.2.11 Diabetes ................................................................................................... 34
2.2.12 Dislipidemia ............................................................................................ 35
2.2.13 Infeksi virus dan bakteri .......................................................................... 36
2.2.14 Stres ......................................................................................................... 36
2.3 Pengendalian Stroke ........................................................................................... 37
2.4 Kerangka Teori .................................................................................................. 38
xiii
4.4.2 Besar Sampel Penelitian ............................................................................ 51
4.5 Pengumpulan Data Penelitian ............................................................................ 52
4.6 Pengolahan Data ................................................................................................ 53
4.7 Analisa Data ....................................................................................................... 53
4.7.1 Analisis Univariat ...................................................................................... 53
4.7.2 Analisis Bivariat ........................................................................................ 53
4.7.3 Analisis Multivariabel ............................................................................... 54
............................................................................................................................. 55
BAB 6 ............................................................................................................................. 63
PEMBAHASAN ............................................................................................................ 63
6.1 Keterbatasan Penelitian ............................................................................... 63
6.1.1 Bias Informasi ....................................................................................... 63
6.1.2 Faktor Perancu (Confounding Factor) .................................................. 63
6.2 Gambaran stroke .......................................................................................... 64
6.3 Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Stroke..................................... 64
6.4 Hubungan Variabel Konfonding dengan Stroke.......................................... 66
6.4.1 Usia ....................................................................................................... 66
6.4.2 Jenis Kelamin ........................................................................................... 68
6.4.3 Hipertensi .............................................................................................. 69
6.4.4 Kolesterol .................................................................................................. 70
6.4.5 Merokok .................................................................................................... 71
6.4.6 Konsumsi Sayur Buah ............................................................................... 72
6.4.7 Diabetes ..................................................................................................... 73
6.4.8 Obesitas ..................................................................................................... 73
BAB 7 ............................................................................................................................. 75
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Perbedaan gejala stroke hemoragik dan stroke iskemik ................................ 13
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Sepuluh penyakit teratas penyebab kematian global tahun 2015 ................ 9
Gambar 2.3. Kerangka teori faktor risiko kejadian stroke (Blum, 1969: Junaidi, 2011:
WHO, 2018)) ............................................................................................. 39
Gambar 3.1. Kerangka Konsep Hubungan Aktivitas fisik Dengan Kejadian Stroke Pada
Penduduk Bogor Tengah Tahun 2016 ....................................................... 40
xvii
DAFTAR SINGKATAN
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuisioner
xix
PENDAHULUAN
Penyakit tidak menular dikenal sebagai penyakit kronis, tidak menular dari orang ke
orang, memiliki durasi yang panjang dan umumnya mengalami perkembangan yang
lambat. Empat jenis penyakit tidak menular utama adalah penyakit kardiovaskular,
kanker, penyakit pernapasan kronis, dan diabetes (WHO NCD, 2018).
Penyakit kardiovaskular adalah penyakit yang disebabkan oleh gangguan fungsi
jantung dan pembuluh darah. Penyakit kardiovaskular yang banyak dikenal adalah
penyakit jantung dan stroke (Kemenkes Pusdatin, 2014). Stroke disebabkan oleh
terputusnya suplai darah ke otak, biasanya terjadi karena pembuluh darah yang pecah atau
tersumbat oleh gumpalan. Hal tersebut memutuskan suplai oksigen dan nutrisi ke otak
yang menyebabkan jaringan otak menjadi rusak (WHO, 2018).
Pada tahun 2015, diperkirakan 40 juta kematian terjadi oleh penyakit tidak menular,
yaitu 70% dari total kematian (56 Juta). Mayoritas kematian tersebut disebabkan oleh
empat penyakit tidak menular utama. Dari total kematian karena penyakit tidak menular,
proporsinya adalah kardiovaskular 45%, kanker 22%, penyakit pernapasan kronis 10%,
dan diabetes 4% (World Health Statistic, 2017). Dari 56.4 juta kematian di seluruh dunia
pada tahun 2015, lebih dari setengah (54%) disebabkan oleh 10 penyebab teratas. Stroke
adalah pembunuh terbesar kedua setelah penyakit jantung iskemik. Penyakit ini tetap
menjadi penyebab utama kematian di dunia dalam 15 tahun terakhir (WHO media centre,
2017).
Penduduk Indonesia pada tahun 2017 berjumlah 258 juta orang. Jumlah kematian di
Indonesia akibat penyakit tidak menular adalah 1.340.000 dan merupakan 70%
penyumbang penyebab kematian (NCD Progress Monitor, 2017). Menurut data
Riskesdas 2013, prevalensi stroke berdasarkan wawancara menunjukkan kenaikan dari
8,3 per 1000 penduduk tahun 2007 menjadi 12,1 per 1000 penduduk. Peningkatan terjadi
di seluruh provinsi kecuali Provinsi Aceh dan Kepulauan Riau. Berdasarkan diagnosis
tenaga kesehatan dan diagnosis tenaga kesehatan/gejala, prevalensi stroke di Provinsi
Jawa Barat sebesar 6, 6 dan 12 per 1000 penduduk dan memiliki estimasi jumlah absolut
penderita terbanyak yaitu 238.001 dan 533.895, dan estimasi jumlah penderita 7 dan 17
1
Universitas Indonesia
2
orang per 1000 penduduk. Provinsi Papua Barat memiliki estimasi jumlah penderita
paling sedikit, yaitu 4 dan 5 orang per 1000 penduduk (Pusdatin Kemenkes, 2014)
Stroke adalah penyebab utama kecacatan jangka panjang, namun stroke juga dapat
dicegah. Faktor risiko terjadinya stroke antara lain usia, konsumsi yang tidak sehat,
kurangnya aktivitas fisik, penggunaan tembakau, dan risiko metabolik
(Strokeassociation, 2018). Menurut Kemenkes risiko terhadap kejadian stroke yang dapat
diubah adalah hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia, kurang aktivitas fisik, diet tidak
sehat, dan stres (Kemenkes Pusdatin, 2014). Penyebab stroke biasanya kombinasi dari
beberapa faktor risiko seperti penggunaan tembakau, diet tidak sehat, obesitas, kurang
aktivitas fisik, konsumsi alkohol, hipertensi, diabetes, dan hyperlipidemia. Faktor
perilaku yang terpenting terhadap kejadian stroke adalah merokok, kurang aktivitas fisik,
konsumsi yang tidak sehat, dan penyalahgunaan alkohol (WHO, 2017).
Perbaikan sosial ekonomi Indonesia berhasil meningkatkan usia harapan hidup
masyarakat, dengan konsekuensi kenaikan prevalensi penyakit degeneratif atau tidak
menular. Disisi lain urbanisasi, modernisasi dan globalisasi ternyata juga memacu
terjadinya penyakit degeneratif tersebut. Masyarakat cenderung mengadopsi pola hidup
tidak sehat, konsumsi makanan berlemak dan rendah serat, aktivitas fisik jarang
dikerjakan karena adanya kendaraan dan berbagai alat dengan kendali jarak jauh/remote
control (Kemenkes, 2013a).
HL. Blum (1969) telah mengidentifikasi bahwa status kesehatan masyarakat
dipengaruhi empat faktor, yaitu lingkungan, perilaku, keturunan, dan pelayanan
kesehatan. Prevalensi stroke yang meningkat dan diperkirakan akan lebih tinggi pada
dekade berikutnya adalah karena interaksi dari faktor-faktor tersebut. Faktor perilaku dan
lingkungan memegang peran lebih dari 75% dari kondisi derajat kesehatan masyarakat.
Intervensi pada faktor perilaku sebagai upaya pencegahan pengurangan risiko kesakitan
karena kejadian stroke telah menjadi program dan target yang ingin dicapai oleh WHO
dan negara-negara di dunia termasuk Indonesia (WHO, 2017).
Aktivitas yang tidak mencukupi adalah satu dari faktor risiko utama terhadap
kematian dini di seluruh dunia. Orang yang kurang aktif memiliki peluang lebih mungkin
sebesar 20%-30% untuk meninggal lebih cepat dibandingkan mereka yang cukup aktif.
Aktivitas fisik yang tidak mencukupi merupakan faktor risiko utama penyakit
kardiovaskular, kanker, dan diabetes (WHO, 2018).
Universitas Indonesia
3
Menurut WHO (2018), secara global 23% orang dewasa dan 81% anak sekolah tidak
cukup aktif. Prevalensi aktivitas fisik yang tidak mencukupi lebih tinggi pada negara-
negara maju sebesar dua kali dibandingkan negara-negara berkembang yaitu 41% pada
laki-laki dan 48% pada wanita. Peningkatan prevalensi pada negara maju tersebut karena
otomatisasi kerja dan penggunaan kendaraan untuk transportasi. Menurut Macniven
dalam Bauman (2012), jenis aktivitas fisik yang paling umum di negara-negara
berkembang adalah pekerjaan, rumah tangga, dan transportasi, sedangkan kegiatan di
waktu luang berkontribusi lebih banyak terhadap aktivitas fisik di negara-negara maju.
Di Indonesia proporsi penduduk dengan aktivitas fisik kurang aktif adalah 26,1%.
Provinsi Jawa Barat memiliki proporsi penduduk kurang aktif sebesar 25,4%. Terdapat
22 provinsi dengan penduduk aktivitas fisik tergolong kurang aktif berada di atas rata-
rata Indonesia. Lima provinsi tertinggi adalah DKI Jakarta (44,2%), Papua (38,9%),
Papua Barat (37,8%), Sulawesi Tenggara dan Aceh (masing-masing 37,2%) (Riskesdas,
2013).
Perilaku sedentari yaitu perilaku seseorang yang menunjukkan kurang melakukan
aktivitas fisik atau perilaku yang tidak banyak gerakan sehingga mengurangi aktivitas
fisik. Lima provinsi dengan proporsi penduduk sedentari ≥ 6 jam adalah Riau (39,1%),
Maluku Utara (34,5%), Jawa Timur (33,9%), Jawa Barat (33,0%), dan Gorontalo (31,5%)
(Riskesdas, 2013).
Pemilihan Kecamatan Bogor Tengah sebagai wilayah penelitian oleh Balitbangkes
pada studi kohor PTM berdasarkan pertimbangan bahwa persentase mobilitas penduduk
yang rendah dan dianggap stabil, serta proporsi faktor risiko dan penyakit tidak menular
seimbang dengan proporsi yang ada di daerah perkotaan di wilayah Provinsi Jawa Barat.
Mobilitas penduduk menyangkut jumlah pendatang, penduduk pindah, kelahiran, dan
kematian pertahun (Balitbangkes, 2016). Laju pertumbuhan penduduk di Kecamatan
Bogor Tengah paling kecil (1,07%) dibandingkan kecamatan lain di Kota Bogor yaitu
sebesar rata-rata 2% (BPS Kota Bogor, 2017)
Membuat orang bergerak lebih banyak adalah strategi utama untuk mengurangi beban
penyakit tidak menular, sebagaimana dituangkan dalam rencana aksi global WHO untuk
pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular 2013-2020 dengan target
pengurangan 20% ketidak aktivan fisik pada tahun 2025 yang memberikan kontribusi
untuk mencapai Sustainable Development Goals (SDGs) (WHO, 2018).
Universitas Indonesia
4
Tingkat aktivitas fisik yang teratur dan memadai membantu mengurangi risiko
hipertensi, serangan jantung, stroke, diabetes, berbagai jenis kanker (termasuk kanker
payudara dan usus besar), dan depresi. Aktivitas fisik juga berkontribusi pada
pengendalian berat badan, pengendalian diabetes, peningkatan tekanan darah dan
peningkatan kadar kolesterol dan lipid darah lainnya. Aktivitas fisik dan olahraga dapat
menurunkan kadar kolesterol LDL dan meningkatkan porsi HDL, ini dapat
memperlambat penumpukan plak dalam pembuluh darah. Aktivitas fisik dikategorikan
cukup apabila seseorang melakukan latihan fisik atau olahraga selama 30 menit setiap
hari, atau minimal 3-5 hari dalam seminggu (WHO, 2003).
Disfungsi endotel digambarkan sebagai ketidakmampuan arteri melebar sebagai
respons terhadap stimulus (Shahab, 2009). Mekanisme gangguan fungsi endotel berupa
penurunan nitrat oksida, peningkatan stress oksidatif, dan peningkatan vaso konstriktor.
Latihan fisik adalah metode yang efektif untuk meningkatkan fungsi endotel. Peningkatan
pelepasan dari substansi vasodilator nitrit oksida dianggap satu mekanisme dimana fungsi
endotel ditingkatkan melalui latihan fisik (Kearns, 2007).
Hasil penelitian Hermawan (2013) menunjukkan hubungan yang bermakna antara
aktivitas fisik dengan kejadian stroke. Pasien laki-laki yang kurang mempunyai aktivitas
fisik berisiko 14 kali lebih tinggi terkena stroke iskemik dibandingkan pasien laki-laki
dengan aktivitas fisik cukup.
Penelitian Gan Yong (2017) menunjukkan hubungan aktivitas fisik dengan stroke.
Penduduk yang kurang aktivitas fisik mempunyai risiko 1,74 kali terkena stroke
dibanding yang cukup aktivitas fisik.
Untuk mengetahui hubungan aktivitas fisik dengan kejadian stroke pada penduduk
Bogor Tengah pada tahun 2016, maka penelitian ini perlu dilakukan dengan
memperhitungkan faktor-faktor lain yang mempengaruhi, seperti usia, jenis kelamin,
merokok, konsumsi sayur buah, hipertensi, diabetes melitus, obesitas, dan kadar
kolesterol.
Stroke saat ini telah menjadi penyakit pembunuh ke dua di dunia, di Indonesia
prevalensi stroke meningkat dari 8 orang per 1000 penduduk pada tahun 2007 menjadi
12 orang per seribu penduduk pada tahun 2013. Peningkatan perilaku tidak aktif sebagai
Universitas Indonesia
5
akibat kemajuan teknologi saat ini, dikhawatirkan akan meningkatkan jumlah penderita
stroke. Prevalensi stroke di Provinsi Jawa Barat sama dengan angka nasional, namun
estimasi jumlah penderita stroke melebihi angka nasional yaitu 17 orang penderita per
1000 penduduk. Prevalensi kurang aktivitas fisik hampir mendekati angka nasional yaitu
25,4% angka ini dapat meningkat diwaktu yang akan datang dengan mempertimbangkan
bahwa Provinsi Jawa Barat pada tahun 2013 mempunyai angka sedentari 33,0% yaitu di
atas angka nasional (26,1%).
Meningkatnya kejadian stroke akan menimbulkan risiko kematian atau kecacatan
dan berdampak pada meningkatnya beban biaya perawatan bagi masyarakat dan negara.
Jika kejadian stroke dengan faktor risikonya dapat diketahui dan diintervensi,
kemungkinan dapat meminimalkan risiko kematian dan kecacatan. Aktivitas fisik yang
tidak mencukupi adalah satu dari faktor risiko utama terhadap kematian dini di seluruh
dunia (WHO, 2018). Tingkat aktivitas fisik yang teratur dan memadai membantu
mengurangi risiko stroke (WHO, 2003).
Berdasarkan hal tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
mengkaji hubungan aktivias fisik dengan kejadian stroke pada penduduk Bogor Tengah
melalui studi cross sectional Penyakit Tidak menular (PTM). Penelitian ini menggunakan
data sekunder dari Badan Litbangkes Kemenkes RI dengan unit analisis penduduk Bogor
Tengah pada tahun 2016.
1. Bagaimana prevalensi kejadian stroke pada penduduk Bogor Tengah tahun 2016?
2. Bagaimana gambaran aktivitas fisik, usia, jenis kelamin, status merokok, konsumsi
sayur buah, hipertensi, diabetes, obesitas, dan kadar kolesterol pada penduduk
Bogor Tengah tahun 2016?
3. Bagaimana hubungan aktivitas fisik dengan kejadian stroke pada penduduk Bogor
Tengah tahun 2016 setelah dikontrol oleh variabel usia, jenis kelamin, merokok,
konsumsi sayur buah, hipertensi, diabetes, obesitas, dan kadar kolesterol?
Universitas Indonesia
6
Universitas Indonesia
7
Universitas Indonesia
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Stroke
2.1.1 Pengertian Stroke
Menurut WHO (1988), stroke adalah terjadinya gangguan fungsional otak fokal
maupun global secara mendadak dan akut yang berlangsung lebih dari 24 jam, akibat
gangguan aliran darah otak (Junaidi, 2011).
Stroke adalah terminologi klinis untuk gangguan sirkulasi darah non traumatik
yang terjadi secara mendadak pada suatu area di otak, yang mengakibatkan iskemia dan
gangguan fungsi saraf fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam atau
langsung menimbulkan kematian (Wahjoepramono, 2005).
Menurut Dewanto (2009), stroke adalah sindrom yang disebabkan oleh gangguan
peredaran darah otak dengan awitan akut disertai manifestasi klinis berupa difisit
neurologis dan bukan sebagai akibat tumor, trauma, ataupun infeksi susunan saraf pusat.
Menurut WHO (2017), mengetahui jumlah dan penyebab kematian dan juga
mengetahui bagaimana penyakit atau masalah kesehatan mempengaruhi individu, adalah
penting untuk menilai keefektifan sistem kesehatan suatu negara. Statistik penyebab
kematian membantu lembaga kesehatan menentukan fokus tindakan kesehatan
masyarakat mereka.
Dari 56.4 juta kematian di seluruh dunia pada tahun 2015, lebih dari setengah
(54%) disebabkan oleh 10 penyebab teratas. Stroke adalah pembunuh terbesar kedua
setelah penyakit jantung iskemik. Penyakit ini tetap menjadi penyebab utama kematian
di dunia dalam 15 tahun terakhir (WHO media centre, 2017).
8
Universitas Indonesia
9
Gambar 2.1. Sepuluh penyakit teratas penyebab kematian global tahun 2015
Sumber: WHO Media Centre
Universitas Indonesia
10
Berdasarkan penyebabnya stroke dibagi dalam dua kelompok besar (Price, 1995),
yaitu:
1. Stroke perdarahan (hemoragik)
Stroke perdarahan dibagi lagi sebagai berikut:
a. Perdarahan subarachnoid (PSA). Darah yang masuk ke selaput otak
b. Perdarahan intraserebral (PIS). Darah yang masuk ke dalam struktur atau jaringan
otak.
2. Stroke non perdarahan (iskemik)
Stroke non perdarahan, penggolongan berdasarkan perjalanan klinisnya dikelompokkan
sebagai berikut:
a. Transient ischemic attack (TIA); serangan stroke sementara yang berlangsung kurang
dari 24 jam
b. Reversible ischemic neurologic deficit (RIND); gejala neurologis akan menghilang
antara > 24 jam sampai dengan 21 hari
c. Progressing stroke atau stroke in evolution; kelainan atau defisit neurologik
berlangsung secara bertahap dari yang ringan sampai menjadi berat
d. Stroke komplit atau completed stroke; kelainan neurologis sudah lengkap menetap dan
tidak berkembang lagi
Otak dapat berfungsi dengan baik jika aliran darah yang menuju ke otak lancar
dan tidak mengalami hambatan. Darah membawa oksigen dan nutrisi ke seluruh organ
Universitas Indonesia
11
tubuh. Kebutuhan otak akan oksigen adalah 20% dari kebutuhan seluruh tubuh, padahal
berat otak hanya 2.5% dari berat badan manusia. Hal tersebut karena otak terdiri atas
jutaan sel saraf yang mengendalikan seluruh gerakan manusia. Menurut Alfred Sutrisno,
mekanisme terjadinya stroke dapat dijelaskan seperti di bawah ini
Jenis stroke ini disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di otak, atau pembuluh
darah di otak bocor. Ini bisa terjadi karena takanan darah ke otak tiba-tiba meninggi,
sehingga menekan pembuluh darah. Pecahnya pembuluh darah dapat juga dikarenakan
lemahnya dinding pembuluh darah, sehingga mudah robek. Darah akan menggenangi
otak. Darah yang membawa oksigen dan nutrisi tidak sampai ke sel otak. Akibatnya sel-
sel otak tidak mendapatkan pasokan makanan.
Terhalangya suplai darah ke otak pada stroke perdarahan disebabkan oleh
pecahnya arteri yang mensuplai darah ke otak. Penyebabnya misalnya tekanan darah yang
mendadak tinggi, atau oleh stres psikis berat. Tekanan darah yang mendadak tinggi dapat
disebabkan oleh trauma kepala, atau peningkatan lainnya seperti mengedan, batuk keras,
mengangkat beban, dan sebagainya. Pembuluh darah pecah umumnya karena arteri
tersebut berdinding tipis berbentuk balon yang disebut aneurisma atu arteri yang lecet
bekas plak aterosklerotik.
Perdarahan otak dapat terjadi di dalam otak yang disebut hemoragik otak,
sehingga otak tercemar oleh kumpulan darah (hematom). Atau darah masuk ke selaput
otak/ruang subaraknoid yang disebut perdarahan subaraknoid. Perdarahan subaraknoid
primer, yaitu bila pembuluh darah yang pecah berasal dari arteri yang berada di
subaraknoid. Perdarahan subaraknoid sekunder, yaitu bila sumber darah berasal dari
tempat lain di luar subaraknoid. Pada pembuluh darah yang pecah dapat terjadi
konstraksi/vasokonstraksi yaitu pengecilan diameter arteri yang dapat menghambat aliran
darah ke otak dan gejala yang timbul tergantung pada daerah otak mana yang
dipengaruhinya.
Darah yang keluar dari pembuluh darah yang bocor bisa bercampur dengan cairan
di selaput otak dan batang otak. Darah tersebut dapat menutup aliran cairan otak, sehingga
dapat meningkatkan tekanan di otak. Jika dibiarkan akan menggangu fungsi otak bahkan
kematian. Selain itu perdarahan juga dapat menekan pembuluh darah di otak. Pembuluh
Universitas Indonesia
12
darah terimpit sehingga mengganggu aliran darah. Penderita bisa menderita stroke
iskemik berdampingan dengan stroke hemoragik.
Jika persediaan oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh sel-sel darah dan plasma
terhalang oleh suatu bekuan darah atau terjadi thrombosis pada dinding arteri yang
mensuplai otak, maka akan terjadi stroke iskemik yang dapat berakibat kematian jaringan
otak yang disuplai.
Jika gumpalan terjadi pada pembuluh darah ke otak, maka disebut stroke iskemik
trombotik. Gumpalan pada pembuluh darah besar diakibatkan oleh aterosklerosis yang
diikuti oleh pembentukan gumpalan darah yang cepat, juga ditopang oleh tingginya kadar
kolesterol LDL. Gumpalan pada pembuluh darah kecil terjadi ketika aliran darah ke
pembuluh darah arteri kecil terhalang.
Gumpalan yang terjadi tidak pada pembuluh darah otak melainkan di tempat lain,
seperti di Jantung. Hal ini disebut stroke iskemik embolik. Penggumpalan darah terjadi
di jantung, sehingga darah tidak dapat mengalirkan oksigen dan nutrisi ke otak. Kelainan
pada jantung mengakibatkan curah jantung berkurang atau tekanan perfusi yang menurun.
Stroke iskemik embolik biasanya muncul pada saat penderita menjalani aktivitas fisik,
seperti berolahraga. Jantung gagal memompa darah ke otak karena tekanan darah jantung
turun drastis. Atau adanya embolus yang terlepas dari jantung dan menyebabkan
penyumbatan pembuluh darah di otak
Baik trombotik atau embolik, keduanya merupakan jenis bekuan darah dan
pengerasan arteri yang disebut plak aterosklerotik melalui proses aterosklerosis yang
merupakan penumpukan dari lemak darah, kolesterol, kalsium pada dinding pembuluh
darah arteri yang disebut juga ateroma.
Mengenali tanda dan gejala peringatan stroke adalah penting untuk diri sendiri
maupun anggota keluarga, sehingga resiko kecacatan atau kematian akan lebih kecil
dengan perawatan darurat yang segera dilakukan. Pasien yang tiba di ruang gawat darurat
3 jam setelah tanda pertama seringkali menerima risiko kecacatan yang lebih kecil
dibandingkan mereka yang menerima perawatan yang tertunda (cdc, 2018)
Universitas Indonesia
13
Menurut Kemenkes ( 2013b), deteksi dini serangan akut stroke dapat dilakukan
dengan menggunakan alat penilaian “SEGERA KE RS” dengan kriteria sebagai berikut:
1. Senyum yang tidak simetris
2. Gerak anggota tubuh yang melemah atau tidak dapat digerakkan
3. Suara yang pelo. Parau atau menghilang
4. Kebas/baal
5. Rabun/gangguan penglihatan
6. Sempoyongan/vertigo/pusing berputar
Pada tahun 2014, Kemenkes melalui Pusat data dan informasi (Pusdatin), memberi
informasi tentang pengenalan tanda-tanda stroke, yaitu:
1. Senyum mencong
2. Gerakan tangan dan kaki lemah/lumpuh
3. Suara pelo
4. Rasa baal sesisi tubuh dan di sekitar mulut
Universitas Indonesia
14
Universitas Indonesia
15
CT scan merupakan sarana diagnostik yang berharga untuk diagnosis stroke. Alat
terdiri dari tabung sinar x yang dapat berputar dilengkapi dengan suatu alat perekam,
suatu sistem digital dengan alat pembaca otomatis, dan suatu osiloskop dengan kamera
polaroid. CT scan tergantung dari perbedaan kepadatan antara sinar x yang diserap oleh
jaringan normal dan jaringan yang rusak. Alat ini aman dan hasilnya cepat dan cermat
(Price, 1995)
Menurut WHO (2017), penyebab stroke biasanya kombinasi dari beberapa faktor
risiko seperti penggunaan tembakau, diet tidak sehat, obesitas, kurang aktivitas fisik,
konsumsi alkohol, hipertensi, diabetes, dan hyperlipidemia. Faktor perilaku yang
terpenting terhadap kejadian stroke adalah merokok, kurang aktivitas fisik, konsumsi
yang tidak sehat, dan penyalahgunaan alkohol.
Menurut Junaidi (2011) faktor risiko stroke umumnya dibagi menjadi dua golongan
besar, yaitu
a. Faktor risiko yang tidak dapat dikontrol, terdiri dari
1. Umur, makin tua kejadian stroke makin tinggi
2. Ras/bangsa: Afrika/Negro, Jepang, dan Cina lebih sering terkena stroke
3. Jenis kelamin, laki-lakilebih berisiko dibanding wanita
4. Riwayat stroke pada keluarga
Universitas Indonesia
16
Aktivitas fisik menurut WHO (2018) adalah gerakan tubuh yang dihasilkan oleh
otot rangka yang membutuhkan pengeluaran energi termasuk aktivitas yang dilakukan
saat bekerja, bermain, melakukan pekerjaan rumah tangga, bepergian, dan terlibat dalam
kegiatan rekreasi.
Aktivitas fisik yang teratur dan memadai akan mengurangi risiko terjadinya
penyakit jantung koroner, hipertensi, stroke, diabetes, berbagai jenis kanker, dan depresi.
Aktivitas fisik yang tidak mencukupi merupakan salah satu risiko utama kematian global
dan terus meningkat dibanyak negara. Orang yang kurang aktif memiliki 20 – 30 %
peningkatan risiko kematian dibandingkan orang yang cukup aktif (WHO: physical
activity, 2018).
Pada tahun 2010, secara global sekitar 23% orang berusia 18 tahun atau lebih tidak
cukup aktif (pria 20% dan wanita 23%) Di negara berpenghasilan tinggi, 26% pria dan
35% wanita kurang aktif secara fisik dibandingakn 12% pada pria dan 24 % pada wanita
di negara berpenghasilan rendah. Tingkat aktivitas yang menurun atau rendah seringkali
sesuai dengan produk nasional bruto yang tinggi atau meningkat. Penurunan aktivitas
fisik sebagian disebabkan tidak beraktivitas pada waktu senggang, perilaku tidak aktif di
tempat kerja dan di rumah, juga penggunaan moda transportasi pasif (WHO: physical
activity, 2018).
Universitas Indonesia
17
Pada tahun 2013, WHO mengeluarkan suatu kesepakatan tentang target global
yang mencakup penurunan 25% angka kematian dini dari penyakit tidak menular dan
penurunan angka aktivitas fisik yang tidak mencukupi pada tahun 2025. Rencana aksi
global 2013-2030 ini membimbing negara anggota WHO dan badan PBB lainnya
bagaimana mencapai target tersebut secara efektif.
Universitas Indonesia
19
Universitas Indonesia
20
Selain rutin menjalankan aktivitas fisik, masyarakat juga dihimbau untuk membatasi
kegiatan sedentari. Kegiatan sedentari adalah segala jenis kegiatan yang dilakukan di luar
waktu tidur, dengan karakteristik keluaran kalori sangat sedikit yakni <1.5 METs. Contoh
perilaku sendentari adalah :
1. Berbaring atau duduk dalam waktu lama, seperti menonton TV, bermain video game,
dan duduk lama di depan komputer
2. Menggunakan lift meskipun akses tangga tersedia.
3. Perubahan kebiasaan, contohnya menggunakan kendaraan untuk ke sekolah atau mini
market walaupun jaraknya dekat dari rumah.
4. Pekerjaan rumah tangga diserahkan kepada pembantu.
Untuk mengukur aktivitas fisik pada orang dewasa, WHO telah telah
mengembangkan Global Physical Activity Questionnaire (GPAQ). Kuisioner ini
membantu negara-negara memantau aktivitas fisik yang tidak mencukupi sebagai salah
satu faktor risiko penyakit tidak menular utama. IPAQ telah diintegrasikan ke dalam
pendekatan WHO STEPwise, yang merupakan sistem surveilans untuk faktor risiko
penyakit tidak menular utama (WHO: physical activity, 2018).
Pengukuran dengan kuesioner GPAG untuk mengukur aktivitas fisik seseorang
melalui 16 pertanyaan. Pertanyaan tersebut terdiri atas 4 dimensi yang tujuannya
menggali adakah kebiasaan seseorang dalam satu minggu termasuk dalam katagori
ringan, sedang, atau berat. Empat dimensi tersebut yakni aktivitas fisik waktu melakukan
pekerjaan, aktivitas fisik waktu melakukan perjalanan, aktivitas fisik waktu
luang/rekreasi, dan aktivitas duduk dan berbaring.
Katagori aktivitas fisik menurut GPAG (WHO, 2012) antara lain:
1. Aktivitas ringan jika melakukan aktivitas fisik tingkat sedang-tinggi < 10 menit per
hari atau < 600 MET menit per minggu
2. Aktivitas sedang yang terdiri dari 3 katagori:
a. ≥ 3 hari melakukan aktivitas fisik tinggi > 20 menit per hari
b. ≥ 5 hari melakukan aktivitas fisik sedang/berjalan > 30 menit per hari
c. ≥ 5 hari kombinasi dari aktivitas fisik berjalan dengan aktivitas sedang hingga
tinggi dengan total MET ≥ 600 MET menit per minggu.
3. Aktivitas tinggi yang terdiri dari 2 katagori:
Universitas Indonesia
22
a. Aktivitas intensitas tinggi > 3 hari dengan total MET minimal 1500 menit per
minggu
b. ≥ 7 hari kombinasi dari aktivitas berjalan dengan aktivitas intensitas sedang
hingga tinggi dengan total MET > 3000 menit per minggu.
Universitas Indonesia
23
2.2.2 Merokok
Ada sekitar 600 bahan dalam rokok. Saat dibakar, rokok menghasilkan lebih dari
7000 bahan kimia, banyak yang diantaranya yang beracun dan setidaknya mengandung
69 bahan kimia yang diketahui menyebabkan kanker. berikut beberapa contoh zat pada
asap tembakau yang juga ditemukan pada tempat lain: ammonia digunakan sebagai
pembersih rumah tangga, arsen digunakan dalam racun tikus, tar adalah material untuk
paving jalan, toluene digunakan untuk pembuatan cat, nikotin digunakan dalam
insektisida, karbon monoksida yang dikeluarkan oleh asap mobil, dan masih banyak zat
berbahaya lainnya (lung.org).
Nikotin menempati rangking pertama yang menyebabkan kematian, adiksi, dan
tingkat kesulitan untuk tidak menggunakan lagi dibandingkan 4 zat lain seperti kokain,
morfin, kafein, dan alkohol. Dalam waktu 4 sampai 10 detik setelah rokok diisap, nikotin
pada asap rokok dapat mencapai otak. Nikotin berdifusi cepat ke dalam jaringan otak dan
terikat dengan reseptor Asetilkolin nikotinik (nAChRs) sub tipe α4β2 dan melepaskan
dopamin yang memberikan rasa nyaman. Perokok regular memicu penigkatan jumlah
reseptor α4β2 sebanyak 300%. Kadar nikotin akan turun dalam 2 jam sehingga kadar
dopamin juga turun dan akan terjadi gejala putus nikotin. Perokok akan mengulang rasa
nyaman tersebut dengan kembali merokok. Efek fisiologis ini yang membuat perokok
ingin kembali merokok (Kemenkes, 2016).
Merokok dapat membuat kerusakan pada hampir semua bagian tubuh. Gambar
2.1 memperlihatkan dampak yang ditimbulkan dari perilaku merokok bagi kesehatan
Universitas Indonesia
24
Universitas Indonesia
25
yang signifikan (p < 0.001) antara merokok dengan kejadian stroke iskemik. Individu
yang merokok mempunyai odds sebesar 3.04 dibandingkan yang tidak merokok.
Perokok pasif juga membahayakan kesehatan, dapat menyebabkan penyakit
jantung koroner termasuk serangan jantung dan stroke. Di Amerika Serikat, hampir
34.000 kematian akibat jantung koroner terjadi di kalangan bukan perokok. Perokok pasif
yang mengisap asap rokok di rumah dan tempat kerja berisiko terkena serangan jantung
hingga 25-30% dan risiko terkena stroke 20-30%. Setiap tahun paparan asap bekas rokok
pada perokok pasif menyebabkan lebih dari 8 ribu kematian akibat stroke (cdc, 2018).
Diantara 30 juta korban stroke, sekitar sepertiganya hidup dengan cacat sedang
sampai berat. Hal itu berdampak signifikan terhadap ekonomi dan biaya sosial untuk
mengasuh orang-orang yang hidup dengan cacat tersebut. Oleh karena itu pencegahan
sangat penting. Berhenti merokok dan menghilangkan paparan untuk perokok pasif
adalah signifikan untuk mengurangi risiko stroke.
Studi follow up 12 tahun menunjukkan hubungan yang signifikan yaitu penurunan
34% risiko stroke pada mantan perokok dibandingkan yang masih perokok. Mantan
perokok yang telah berhenti merokok 2 hingga 4 tahun memiliki risiko stroke yang
hampir sama dengan yang tidak merokok seumur hidupnya. Studi lain dengan masa
follow up 26 tahun menunjukkan bahwa risiko stroke menurun secara signifikan setelah
2 tahun berhenti merokok dan setelah 5 tahun risikonya adalah seperti pada bukan
perokok (WHO, 2016).
Gizi yang kurang baik adalah faktor risiko penyakit tidak menular, salah satunya
adalah stroke. Sebagian besar penyakit tidak menular terkait gizi berhubungan dengan
kelebihan berat badan dan kegemukan yang disebabkan oleh kelebihan gizi. Data
Riskesdas memperlihatkan kecenderungan prevalensi obesitas (IMT > 25) pada semua
kelompok umur. Kelebihan gizi tersebut timbul akibat kelebihan asupan makanan dan
minuman kaya energi, kaya lemak jenuh, gula dan garam tambahan, namun kekurangan
asupan pangan bergizi seperti sayuran, buah-buahan, dan serealia utuh, serta kurang
melakukan aktivitas fisik (Kemenkes PGS, 2014)
Buah dan sayuran merupakan komponen penting dari makanan sehat. Beberapa
mekanisme yang membuat efek perlindungan terhadap tubuh antara lain melibatkan
Universitas Indonesia
26
antioksidan dan mikronutrien yang terdapat di dalam buah dan sayuran seperti flavonoid,
carotenoid, vitamin C, asam folat, dan serat makanan. Zat tersebut menghalangi atau
menekan aksi karsinogen dan sebagai antioksidan, serta mencegah kerusakan DNA
oksidatif (WHO health report chapter 4).
Asupan buah dan sayur yang rendah diperkirakan menyebabkan 19% kanker
gastrointestinal, 31% penyakit jantung iskemik, dan 11% stroke di seluruh dunia. Secara
keseluruhan 2.7 juta (4.9%) kematian disebabkan asupan buah dan sayuran yang rendah.
risiko dari asupan buah dan sayuran yang rendah 85% adalah penyakit kardiovaskular dan
15 % panyakit kanker (WHO health report chapter 4).
Individu dengan asupan tinggi serat mempunyai risiko lebih rendah untuk terkena
penyakit jantung koroner, stroke, hipertensi, diabetes, obesitas, dan penyakit
gastrointestinal seperti ulkus duodenum, konstipasi, wasir dan sebagainya. Meningkatkan
asupan serat menurunkan tekanan darah dan kadar kolesterol darah. Serat dapat
meningkatkan fungsi kekebalan tubuh. Asupan serat makanan memberikan manfaat yang
sama untuk anak-anak seperti pada orang dewasa (Anderson, 2009).
Kalium yang terkandung dalam sayuran dan buah merupakan suatu mineral yang
berfungsi untuk mengendalikan tekanan osmosis dalam sel. Berkaitan dengan tekanan
darah sebagai faktor risiko stroke, pengaruh kalium dalam tubuh merupakan kebalikan
dari pengaruh natrium yaitu dapat menurunkan tekanan darah (Mulyantoro dan rekan,
2016).
Mekanisme asupan tinggi serat menurunkan risiko stroke melalui sejumlah
mekanisme, diantaranya bahwa tipe serat yang secara fisik tidak larut akan mengikat asam
empedu yang mengandung kolesterol dan mencegahnya diserap di usus halus. Serat yang
larut difermentasi oleh bakteri menghasilkan asam lemak rantai pendek, hal ini selain
menurunkan reabsorbsi asam empedu, juga diperkirakan menurunkan kolesterol darah.
Kekentalan serat yang larut menurunkan kadar glukosa setelah makan, juga
mengenyangkan dan pada akhirnya mempengaruhi berat badan tubuh dengan
menurunkan asupan energi. Asupan serat makanan juga dihubungkan dengan penurunan
sirkulasi C. Reaktif protein suatu indikator peradangan. Kerusakan endotel, peradangan,
dan kelebihan lemak adalah pemicu aterosklerosis yang merupakan penyebab utama
penyakit kardiovaskular termasuk stroke (Threpleton, 2015).
Universitas Indonesia
27
2.2.4 Ras
Orang kulit hitam, Hispanik Amerika, cina, dan Jepang memiliki insiden stroke
yang lebih tinggi dibandingkan orang kulit putih (Wahjoepramono, 2005). Insiden stroke
pada orang kulit hitam sekitar tiga kali lebih tinggi dibandingkan orang kulit putih. Hal
tersebut terjadi antara usia 45 dan 65, tetapi menurun pada usia 85 tahun (Howard, 2016).
Berkaitan dengan hipertensi sebagai faktor risiko utama stroke dan tingginya insiden
stroke pada ras kulit hitam, hal ini dikarenakan hipertensi sering berkembang lebih awal
dan dengan lebih cepat pada ras Afrika-Amerika dibanding dengan ras lain. Tingginya
kejadian hipertensi pada ras Afrika-Amerika dimungkinkan karena alasan genetik. Para
peneliti menduga bahwa orang yang tinggal di Afrika Katulistiwa memiliki faktor genetik
yang senstitif terhadap garam, yang berarti tubuh mereka mempertahankan lebih banyak
garam. Kondisi tersebut meningkatkan volume darah, yang pada gilirannya
meningkatkan tekanan darah. Sensitif garam bisa bermanfaat diiklim yang panas dan
kering karena memungkinkan tubuh menghemat air (Harvard, 2010).
stroke yang berkembang menjadi demensia. Gejala lain termasuk kerusakan kognitif,
kejang, masalah penglihatan, dan masalah kejiwaan seperti depresi berat dan perubahan
perilaku dan kepribadian. Gejala dan onset penyakit sangat bervariasi, dengan tanda-
tanda biasanya muncul di pertengahan 30-an (Strokeassociation, 2018).
Faktor penting adalah gaya hidup yang terbentuk dalam keluarga. Pola diet dan
kebiasaan hidup sehari-hari yang menjadi tradisi yang dijalani sejak masih kecil patut
dijadikan peringatan untuk risiko stroke pada diri seseorang. Kebiasaan diet sehat yang
diajarkan orang tua, kebiasaan jajan makanan yang tidak sehat, dan hidup bermalas-
malasan. Faktor yang sesungguhnya dapat dikendalikan tersebut dapat dianggap sebagai
faktor tidak terkendali jika telah melekat erat dalam kehidupan seseorang. Dengan
meningkatnya insiden stroke di abad ini, para ahli sepakat menganggap fakta bahwa
“evolusi” pola hidup tidak sehat merupakan pendorong terbentuknya gen yang rentan
terhadap sejumlah faktor risiko pemicu stroke (Lingga, 2013).
2.2.6 Usia
Universitas Indonesia
30
Pada banyak studi kasus, lelaki berisiko terkena stroke tiga kali lebih tinggi dari
pada wanita. Laki-laki cenderung terkena stroke iskemik, sedangkan perempuan
cenderung terkena stroke hemoragik (Agromedia, 2009). Walaupun laki-laki lebih
berisiko terkena stroke dari pada perempuan, namun penelitian menyimpulkan bahwa
lebih banyak perempuan yang meninggal karena stroke.
Setelah usia 55 tahun, wanita lebih berisiko terkena tekanan darah tinggi yang
merupakan faktor risiko terhadap terjadinya stroke. Pola ini sebagian bisa dijelaskan
karena perbedaan hormon antara pria dan wanita. Estrogen cenderung melindungi wanita
dari penyakit kardiovaskular. Namun seiring dengan produksi estrogen yang menurun
disertai menopause, wanita kehilangan efek menguntungkannya sehingga risiko penyakit
kardiovaskularnya meningkat (Harvard, 2010).
Penelitian Lin Mei dan Chen Yue tentang hubungan stroke dengan diabetes
berdasarkan usia dan jenis kelamin didapatkan bahwa hubungan antara diabetes dan
stroke lebih kuat pada laki-laki dibandingkan perempuan pada kelompok umur
pertengahan (45 – 64 tahun) tetapi tidak pada kelompok umur yang lebih tua (≥ 65 tahun)
Universitas Indonesia
31
Mekanisme sindrom metabolik yang jelas belum diketahui secara pasti. Suatu
hipotesis yang paling banyak diterima adalah resistensi insulin. Diperkirakan obesitas
merupakan komponen utama kejadian sindrom metabolik. Obesitas yang diikuti dengan
meningkatnya metabolisme lemak akan menyebabkan produksi Reactive Oxygen Spesies
(ROS) yang meningkat, baik di sirkulasi maupun di sel lemak. Meningkatnya ROS
menyebabkan enzim antioksidan menurun di dalam sirkulasi. Keadaan ini disebut stres
oksidatif yang merupakan awal patofisiologi terjadinya sindrom metabolik, hipertensi,
dan aterosklerosis (Stocker, 2004 dalam Rini, 2015)
Kriteria yang diajukan oleh NCEP-ETP III banyak digunakan karena lebih
memudahkan klinisi untuk mengidentifikasi seseorang yang menderita sindrom
metabolik. Untuk orang Asia digunakan ukuran lingkar perut laki-laki ≥ 90 cm dan
perempuan ≥ 80 cm sesuai dengan usulan WHO tahun 2000 (Soegondo & Gustaviani,
2006).
Diagnosis sindrom metabolik ditegakkan bila terdapat minimal tiga dari lima kriteria
di bawah ini:
1. Dalam pengobatan anti hipertensi atau tekanan darah > 130/85 mmHg
2. Kadar trigliserida > 150 mg/dL
3. Kolesterol HDL laki-laki < 40 mg/dL dan wanita < 50 mg/dL
4. Lingkar perut /pinggang laki-laki > 102 cm dan perempuan > 88 cm
5. Gula darah puasa > 110 mg/dL
Penelitian fila Fatmisua dan Santi Martini di RSUD dr. M. Soewandhie Surabaya
pada tahun 2014 menunjukkan hubungan yang signifikan antara sindrom metabolik
dengan kejadian stroke.
Wei-Wei Zhang, Chun-wu liu, et al dalam penelitian yang berjudul “Metabolik
syndrome increases the risk of stroke: a 5-year follow up study in Chinese population”
menghasilkan temuan yang tinggi tentang prevalensi sindrom metabolik pada penduduk
Cina dan dihubungkan dengan peningkatan risiko stroke baik stroke iskemik maupun
stroke hemoragik.
Meta analisis dari penelitian kohor tentang hubungan antara sindrom metabolik
dan risiko stroke oleh Wei Li, Dongrui Ma, et al (2008) menyimpulkan bahwa sindrom
metabolik (memakai kriteria WHO atau ATP III) berhubungan dengan risiko stroke.
Universitas Indonesia
32
2.2.9 Hipertensi
Tekanan darah memiliki fluktuasi normal sepanjang hari seperti, turun disaat
istirahat dan tidur, naik secara alami di pagi hari, meningkat sementara saat stres, gembira,
dan berolahraga. Pada saat istirahat tetapi tekanan darah meningkat terlalu tinggi, hal ini
dapat membekas, menegangkan, dan/ atau melemahkan pembuluh darah (Hopkins
Medicine).
Hipertensi jika dibiarkan tidak terkontrol dapat menyebabkan stroke, infark
myocard, gagal jantung, demensia, gagal ginjal, dan kebutaan. Hipertensi bertanggung
jawab atas setidaknya 45% kematian akibat penyakit jantung, dan 51% kematian akibat
stroke (WHO, 2013). Pun sebaliknya, studi ilmiah secara konsisten telah menunjukkan
manfaat menurunkan tekanan darah. Contohnya adalah, penurunan tekanan darah sistolik
sebesar 10 mmHg dikaitkan dengan penurunan 22% penyakit jantung koroner, 41 %
stroke, dan 41-46% kematian cardiometabolik (WHO, 2014).
Hipertensi merupakan faktor risiko utama baik pada stroke iskemik maupun
stroke hemoragik. Hal ini disebabkan hipertensi memacu proses aterosklerosis yang
berakibat mendorong LDL kolesterol lebih mudah masuk ke dalam lapisan intima lumen
pembuluh darah dan menurunkan elastisitas lumen pembuluh darah tersebut (Lumongga,
2007 dalam Yueniwati, 2015).
Menurut Joint National Commite on Prevention Detection, Evaluation, and
Treatment of High Pressure VII (JNC-VII,2003), hipertensi diklasifikasikan seperti
tertera pada tabel 1.
Tabel 1 menunjukkan klasifikasi hipertensi untuk orang dewasa berusia 18 tahun ke atas
yang didasarkan pada rata-rata dua kali pengukuran dengan jarak minimal satu minggu.
Universitas Indonesia
33
2.2.10 Obesitas
Universitas Indonesia
34
2.2.11 Diabetes
Diabetes adalah masalah kesehatan dunia, diperkirakan 347 juta orang diseluruh
dunia terkena dampaknya. Pada tahun 2008 diabetes menyumbang 1-3 juta kematian.
Kejadian diabetes diperkirakan meningkat lebih dari 50% pada dekade berikutnya karena
peningkatan obesitas yang cepat dan perilaku kurangnya aktivitas fisik. Akibatnya
diabetes diperkirakan menjadi penyebab kematian ketujuh di dunia pada tahun 2030
(Peter Sanne, 2014).
Peningkatan lemak darah pada penderita diabetes sangat meningkatkan risiko
penyakit jantung dan stroke. Diabetes mempercepat terjadinya aterosklerosis baik pada
pembuluh darah kecil maupun pembuluh darah besar di seluruh pembuluh darah termasuk
pembuluh darah otak dan jantung. Kadar glukosa darah yang tinggi pada stroke akan
memperluas besarnya area sel yang mati karena terbentuknya asam laktat akibat
metabolism glukosa yang dilakukan secara an aerob (oksigen sedikit) yang merusak
jaringan otak (Junaidi, 2011).
Universitas Indonesia
35
2.2.12 Dislipidemia
Dislipidemia adalah suatu perubahan kadar normal komponen lemak darah, dapat
meningkat (misalnya kolesterol, trigliserida, LDL, dan lain-lain) atau menurun (misalnya
HDL).
Menurut WHO, menurunkan kadar kolesterol total dalam darah adalah strategi
ideal untuk mengurangi beban panyakit kardiovaskular (buletin WHO, 2011)
Berolahraga, makan makanan yang sehat, dan tidak merokok akan membantu
mencegah kolesterol tinggi atau menurunkan kadar kolesterol. Kolesterol yang tinggi
tidak memiliki gejala. Banyak orang yang tidak menyadari bahwa kadar kolesterolnya
tinggi. Orang dewasa dianjurkan untuk memeriksakan kadar kolesterol setiap 5 tahun
sekali (cdc, 2018).
Tabel 2.7. Batasan kadar lipid/lemak dalam darah
Komponen lipid Batasan (mg/dL) Klasifikasi
Kolesterol Total < 200 Yang diinginkan
200-239 Batas tinggi
≥ 240 Tinggi
Kolesterol LDL < 100 Optimal
100-129 Mendekati optimal
130-159 Batas tinggi
160-189 Tinggi
≥ 190 Sangat tinggi
Kolesterol HDL < 40 Rendah
≥ 60 Tinggi
Universitas Indonesia
36
Studi terbaru menemukan kaitan antara bakteri dengan kejadian stroke ayng
bersifat hubungan tidak langsung. Bakteri dan virus tersebut antara lain Chlamydia
pneumoniae, Helicobacter pylori, Cytomegalovirus, dan virus Herpes simplex 1 dan 2.
Masing masing mikroorganisme tersebut mungkin bersembunyi setelah infeksi akut dan
terus bertahan di tubuh dalam kadar infeksi kronik skala rendah. Dalam risetnya Elkind
dan timnya mengamati 1.625 penduduk yang tinggal di Manhattan. Rata-rata penduduk
tersebut berusia 68 tahun dan bebas stroke pada awal penelitian. Pada delapan tahun
kemudian, dilaporkan sebanyak 67 responden mengalami serangan stroke (Kompas,
2009).
2.2.14 Stres
Menurut Walter M. Quade dan Ann Aikman dalam bukunya yang berjudul Stres
(1987), Stres dapat berpengaruh terhadap kesehatan. Sistem dan organ tubuh yang dapat
dipengaruhi oleh stres adalah sistem kardiovaskular, sistem pencernaan, sistem
kekebalan, dan sistem skeletal-muskular (rangka tubuh dan otot-otot).
Jika kita merasa terancam,walaupun hanya oleh hal sepele, seperti demam
panggung, maka sistem kardiovaskular yang bereaksi paling nyata, yang merubah seluruh
tempo badan. Nadi berdenyut-denyut, tekanan darah naik, tangan menjadi dingin karena
darah dialihkan dari kulit ke organ-organ vital. Jika penyesuaian ini menjadi suatu
Universitas Indonesia
37
kebiasaan, beberapa kondisi dapat berkembang, dari arhythmia biasa yaitu denyut jantung
eksentrik yang kronis, melalui tekanan darah tinggi, sampai ke serangan jantung atau
stroke yang ditakuti.
Pendekatan dari fisher (1988) dan Cox (1988) menjelaskan bagaimana stres dapat
mengarah pada kesakitan. Sesuai dengan pendekatan ini, Sarafino (1990) menyatakan
bahwa rasa stres dapat menimbulkan perubahan-perubahan pada sistem fisik tubuh yang
dapat mempengaruhi kesehatan. Hubungan antara stres dan rasa sakit, ditandai dengan
proses pelepasan hormon, khususnya hormon catecholamines dan corticosteroids yang
dirangsang oleh sistem kardiovaskular. Bila tingkat hormon ini sangat tinggi, maka dapat
menyebabkan jantung berdebar-debar sangat kencang sehingga dapat menyebabkan
kematian yang tiba-tiba (Smet, 1994).
Menurut Rasmiun (2004), sumber stres dapat berasal dari dalam tubuh dan di luar
tubuh. Sumber stres dapat berupa biologi/fisiologik, kimia, psikologik, sosial dan
spiritual. Terjadinya stres karena stresor tersebut dirasakan dan dipersepsikan oleh
individu sebagai suatu ancaman sehingga menimbulkan kecemasan yang merupakan
tanda umum dan awal dari gangguan kesehatan fisik dan psikologis
Penelitian Katarina (2009), suatu studi kasus kontrol dengan analisis regresi
logistik kondisional, menemukan hubungan antara stres psikologis dan stroke iskemik.
Individu yang memiliki status stres psikologis mempunyai odds ratio 3.49 (p < 0.001)
dibandingkan individu tanpa status stres psikologis.
pernah terkena stroke. Pencegahan yang terpenting adalah pencegahan dan pengendalian
faktor risiko dengan menjalani gaya hidup sehat seperti mengkonsumsi makanan yang
sehat (sayur dan buah-buahan), diet rendah garam dan gula, melakukan aktivitas fisik
yang cukup termasuk berolahraga, tidak merokok, dan mengelola stress dengan baik.
Pencegahan sekunder ditujukan untuk masyarakat yang pernah mengalami stroke.
Pencegahan dilakukan dengan mengontrol faktor risiko stroke misalnya mengobati
hipertensi, diabetes, dyslipidemia. Juga menjalankan diet sehat dan berolahraga
(Kemenkes, 2013a).
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes, 2017) menghimbau
seluruh masyarakat untuk menerapkan gaya hidup sehat guna mencegah stroke. Gaya
hidup sehat tercermin melalui gerakan CERDIK yang diinisiasikan oleh Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia yaitu:
Cek kesehatan berkala
Enyahkan asap rokok
Rajin/Rutin aktivitas fisik
Diet seimbang
Istirahat cukup
Kelola stres
Periode Emas Penanganan Stroke adalah waktu yang sangat bergharga untuk
penanganan Stroke, yaitu kurang dari 4,5 jam sejak pertama kali muncul gejala dan tanda
sampai dilakukan penanganan stroke di Rumah Sakit. Sehingga penderita harus sudah
tiba di Rumah Sakit kurang dari 2 jam. Proses pemeriksaan sampai pengobatan
membutuhkan waktu maksimal 2,5 jam. Bila terlambat penanganannya atau sudah lebih
dari 4,5 jam maka Stroke akan menjadi parah bahan berisiko kematian atau kecacatan
permanen.
Terjadinya stroke dikarenakan sumbatan atau pecahnya pembuluh darah otak atau
kedua-duanya. Kejadian karena kedua hal tersebut dipengaruhi oleh perilaku, genetik,
lingkungan dan pelayanan kesehatan. Ke empat faktor tersebut saling terkait sehingga
terjadinya kejadian stroke. Faktor risiko perilaku, lingkungan, dan pelayanan kesehatan
merupakan faktor yang dapat dipengaruhi atau diubah
Universitas Indonesia
39
Ras
Usia
Jenis Kelamin
Riwayat keluarga
Merokok
Aktivitas fisik Stroke
Konsumsi serat - Hemoragik
Hipertensi - Iskemik
Diabetes
Obesitas
Dislipidemia
Infeksi virus dan bakteri
stres
Pelayanan kesehatan
(deteksi dini dan pengelolaan
stroke)
Gambar 2.3. Kerangka teori faktor risiko kejadian stroke (Blum, 1969: Junaidi, 2011:
WHO, 2018)
Universitas Indonesia
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS
Pemilihan variabel pada penelitian ini didasarkan pada data yang didapatkan dari
studi kohor PTM 2016. Penulis memilih variabel yang relevan dengan kerangka teori.
Variabel dependen adalah kejadian stroke. Variabel independen adalah aktivitas fisik.
Variabel konfonding terdiri dari usia, jenis kelamin, merokok, konsumsi sayur buah,
hipertensi, diabetes, obesitas, dan kolesterol
Stroke
Aktivitas fisik
- Usia
- Jenis kelamin
- Merokok
- Konsumsi sayur buah
- Hipertensi
- Diabetes
- Obesitas
- kolesterol
Gambar 3.1. Kerangka Konsep Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Kejadian Stroke Pada
Penduduk Bogor Tengah Tahun 2016
40
Universitas Indonesia
41
Variabel Dependen
Universitas Indonesia
42
Universitas Indonesia
43
individu-identitas
responden-umur
2. Jenis Kelamin Identitas fisik responden Observasi data Kuesioner no 1 = laki-laki Nominal
berdasarkan seks yang kohor PTM FPPKPTM-01Form 0 = perempuan
diperoleh sejak lahir atau (2016) daftar rencana
melihat dari penampilan pemeriksaan
fisiknya individu-identitas
responden-jenis
kelamin
3. Status Merokok Perilaku merokok dalam satu Observasi data Kuesioner 1= merokok jika Nominal
bulan terakhir yang kohor PTM KOHORPTM.2011.I responden
dikatagorikan menjadi (2016) ND Blok I faktor menjawab
perokok tiap hari, tidak tiap Risiko-Ia -ya (setiap hari)
hari dan tidak merokok. penggunaan -ya (kadang-
tembakau dan kadang)
kebiasaan merokok- 0 = tidak merokok jika
Ia01 responden
menjawab
-sekarang tidak
(dulu pernah
kadand-kadang)
-sekarang tidak
(dulu pernah tiap
hari)
Universitas Indonesia
44
4. Konsumsi sayur Dimaksudkan untuk Observasi data Kuesioner 0 = cukup (≥ 5 porsi Nominal
buah mengukur asupan serat pada kohor PTM KOHORPTM.2011. per hari)
responden. Kategori cukup (2016) FR. Food Recall 1 = kurang (< 5 porsi
serat jika responden biasa per hari)
mengkonsumsi sayur atau
buah setiap hari dengan
jumlah 5 porsi sayur atau
buah per hari
5. Hipertensi individu yang mempunyai Observasi data Kuesioner no 1 = Hipertensi, Nominal
tekanan darah pada saat Kohor PTM FPPKPTM-04 Form (tekanan darah sistol
istirahat menetap dengan (2016) hasil pengukuran ≥ 140 dan atau
tekanan darah sistolik ≥ 140 tekanan darah diastol ≥ 90)
mmHg atau tekanan daarah 0 = Tidak hipertensi.
diastolik ≥ 90 mmHg (tekanan darah sistol
< 140 dan atau
diastol < 90)
6. Diabetes Individu dengan hasil Observasi data Kuesioner no 1 = Diabetes (glukosa Nominal
pemeriksaan kadar glukosa Kohor PTM FPPKPTM-02 Form puasa ≥ 126 mg/dL
darah puasa ≥ 126 mg/dL (2016) hasil pemeriksaan atau glukosa 2 jam
atau hasil pemeriksaan kadar laboratorium PP ≥ 200 mg/dL)
glukosa darah 2 jam sesudah 0 = Tidak diabetes
pembebanan 75 g dalam 250 (glukosa puasa < 126
ml air minum ≥ 200 mg/dL mg/dL atau glukosa
2 jam PP < 200
mg/dL)
Universitas Indonesia
45
7. Obesitas Status kegemukan seseorang, Observasi data Kuesioner Kuesioner 1 = Obesitas, bila Nominal
ditentukan berdasarkan IMT. Kohor PTM no FPPKPTM-03 IMT ≥ 27
IMT ditetapkan berdasarkan (2016) Form hasil 0 = Tidak obesitas,
pengukuran berat badan (kg) pengukuran bila IMT < 27
dibagi dengan kuadrat tinggi antropometri
badan (meter)
8. Kadar kolesterol Kadar kolesterol dalam darah Observasi data Kuesioner Kuesioner 0 = kolesterol normal Ordinal
seseorang yang ditentukan Kohor PTM no FPPKPTM-02 (< 200 mg/dL)
dari pemeriksaan (2016) Form hasil 1 = kolesterol batas
laboratorium. Kadar Normal pemeriksaan tinggi (≥ 200-
jika < 200 mg/dL, kolesterol laboratorium 239 mg/dL)
batas tinggi jika ≥ 200-239 2 = kolesterol tinggi
mg/dL, tinggi jika ≥ 240 (≥ 240 mg/dL)
mg/dL
Universitas Indonesia
46
3.3 Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan aktivitas fisik dengan kejadian
stroke pada penduduk Bogor Tengah tahun 2016.
Universitas Indonesia
METODE PENELITIAN
Studi Kohor PTM Balitbangkes dilakukan di wilayah Bogor Tengah yang diawali
pada tahun 2011 di kelurahan Kebon Kelapa. Pada tahun 2012 dilanjutkan dengan
kelurahan Babakan, Babakan Pasar, Ciwaringin, dan Panaragan. Pemilihan lokasi dengan
mempertimbangkan persentase mobilitas penduduk yang rendah dan dianggap stabil,
dekat dengan fasilitas kesehatan, dekat dengan lembaga pendidikan seperti universitas,
serta proporsi faktor risiko dan penyakit tidak menular seimbang dengan proporsi yang
ada di daerah perkotaan di wilayah Provinsi Jawa Barat. Studi kohor ini direncanakan
akan difollow up selama 10 tahun. Mobilitas penduduk menyangkut jumlah pendatang,
penduduk pindah, kelahiran, dan kematian pertahun (Balitbangkes, 2016). Laju
pertumbuhan penduduk di Kecamatan Bogor Tengah paling kecil (1,07%) dibandingkan
kecamatan lain di Kota Bogor yaitu sebesar rata-rata 2% (BPS Kota Bogor, 2017).
Studi kohor faktor risiko penyakit tidak menular (PTM) merupakan studi yang
dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia. Studi ini direncanakan dilaksanakan minimal 10 tahun, dimulai tahun 2011
dengan survei baseline data faktor risiko PTM utama. Penelitian ini membandingkan
47
Universitas Indonesia
48
kecepatan perubahan faktor risiko menjadi PTM dari kelompok yang mempunyai faktor
risiko dengan yang tanpa faktor risiko.
Manfaat studi kohor PTM antara lain:
a. Informasi insiden dan kecepatan terjadinya sindrom metabolik, jantung koroner,
diabetes melitus, kanker, penyakit paru obstruktif kronis, dan stroke.
b. Informasi penyebab utama terhadap PTM utama (jantung koroner, diabetes melitus,
dan stroke) dan risiko relatifnya
c. Informasi penyebab PTM utama dan sindrom metabolik, serta kecepatan faktor risiko
menjadi PTM
d. Menggambarkan riwayat alamiah penyakit
e. Informasi tentang faktor risiko dan PTM yang diderita
Step 2: pengumpulan data faktor risiko obesitas, hipertensi, dan aktivitas fisik melalui
pengukuran fisik (antropometri, tekanan darah)
Step 3: pengumpulan data fisiologis, biologis, dan biomedis melalui pemeriksaan
laboratorium, elektrokardiografi, neurologi, dan foto toraks.
Adapun langkah-langkah pengumpulan data yang terkait dengan variabel dalam
penelitian ini adalah:
Langkah 1:
1. Pengumpulan data sosiodemografi dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang
dikembangkan secara khusus untuk studi kohor faktor risiko PTM di Indonesia
2. Pengumpulan data faktor risiko perilaku (merokok dan aktivitas fisik) dilakukan
dengan menggunakan kuesioner Steps WHO yang dimodifikasi untuk kepentingan
studi kohor faktor risiko PTM. Kuesioner dilengkapi dengan petunjuk/pedoman
wawancara dan cara pengisian kuesioner. Kuantitas konsumsi serat ditelusuri melalui
masukan nutrisi dan pola makan yang didapatkan melalui wawancara diet semi
kuantitatif yaitu jumlah dan frekuensi konsumsi per hari atau per minggu, dan juga
jenis makanan serta minuman yang biasa dikonsumsi dalam 1 minggu terakhir.
Untuk memperkirakan besaran porsi yang telah dikonsumsi dalam wawancara,
digunakan food models makanan Indonesia pada umumnya dan buku kode bahan
makanan
Langkah 2:
1. Pengukuran antropometri, dilakukan untuk mengetahui faktor obesitas (melalui nilai
IMT) pada responden. Pengukuran dilakukan sesuai dengan standar pengukuran
yang dianjurkan pada steps WHO. Kegiatan meliputi pengukuran tinggi badan, dan
berat badan. Tinggi badan diukur dengan alat pengukur tinggi badan yang terbuat
dari bahan fiber glass dengan skala ukuran tinggi 0 cm - 230 cm. berat badan diukur
dengan menggunakan alat timbangan digital (electronic personal scale model AND)
dengan kemampuan berat sampai 140 kg.
2. Pengukuran tekanan darah dilakukan dengan menggunakan tensimeter digital.
Pengukuran dilakukan pada kedua lengan kanan dan kiri. Pengukuran tekanan darah
minimal dilakukan 2 kali dengan waktu jeda pengukuran 2-3 menit. Apabila selisih
antara pengukuran 1 dan 2 lebih dari 10 mmHg maka dilakukan pengukuran tekanan
darah yang ke 3.
Universitas Indonesia
50
Langkah 3:
Pemeriksaan laboratorium, dilakukan untuk mengetahui beberapa faktor risiko
biologis seperti glukosa darah dan kolesterol. Sebelum permeriksaan responden
diminta untuk berpuasa (boleh air putih) selama 12-14 jam. Pengambilan dilakukan
pada pembuluh darah vena dengan jumlah darah lebih kurang 10 ml.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penduduk tetap yang berusia 25 sampai
65 tahun yang berada di wilayah Bogor Tengah. Sampel penelitian adalah penduduk
Universitas Indonesia
51
berusia 25 sampai 65 tahun yang terdapat pada data studi kohor PTM di Kecamatan Bogor
Tengah Kota Bogor.
Seluruh penduduk yang berusia 25-65 tahun yang terdapat di dalam data
penelitian kohor PTM tahun 2016.
Penelitian menggunakan desain cross sectional dengan uji hipotesis beda proporsi
yang dilakukan dengan cara 2 sisi (two tail). Untuk mengetahui jumlah sampel minimal
yang dibutuhkan, digunakan rumus besar sampel sebagai berikut (Lemeshow 1997):
Keterangan:
N = Besar sampel minimal
α = Tingkat kemaknaan 0.05 dengan persamaan nilai zα = 1.96
β = Kekuatan penelitian 80%
P1 = Proporsi individu dengan stroke yang mempunyai perilaku berisiko
P2 = Proporsi individu tanpa stroke yang mempunyai perilaku berisiko
Jumlah minimal sampel untuk variabel hubungan aktivitas fisik dengan stroke
adalah:
[𝟏.𝟗𝟔 √𝟐∗ 𝟎.𝟓𝟑(𝟏−𝟎.𝟓𝟑) +𝟎.𝟖𝟒√𝟎.𝟔𝟖(𝟏−𝟎.𝟔𝟖)+𝟎.𝟑𝟖 (𝟏−𝟎.𝟑𝟖)] 𝟐
n=
(0.68−𝟎.𝟑𝟖)𝟐
Jumlah sampel dalam penelitian ini menggunakan seluruh kandidat sampel yang
memenuhi kriteria inklusi penelitian.
Proses restriksi terhadap kandidat sampel studi kohor PTM pada tahun 2016
adalah sebagai berikut:
Data awal responden studi kohor PTM yaitu penduduk berusia 25-65
tahun di kecamatan Bogor Tengah sebanyak 5690
Dari jumlah sampel tersebut (5273) dapat diketahui besarnya kekuatan penelitian ini yaitu
sebesar > 99% (nilai 1-β = 30.30).
Universitas Indonesia
53
Data dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang didapatkan dalam bentuk
file SPSS. Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan melalui tahapan sebagai
berikut (Hastono, 2016):
a. Cleaning (Pembersihan Data)
Merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di-entry apakah ada
kesalahan atau tidak. Membersihkan data dapat dilakukan dengan cara antara lain
mengetahui missing data, mengetahui variasi data, dan mengetahui konsistensi data.
Dalam penelitian ini terdapat beberapa variabel yang memiliki data missing, data
missing tersebut dibuang karena hanya sebagian kecil dan tidak mengganggu analisa
data.
b. Processing
Pada tahap ini dilakukan analisis data menggunakan program computer SPSS.
Universitas Indonesia
54
hubungan, dengan kata lain tidak dapat mengetahui kelompok mana yang memilki risiko
lebih besar dibandingkan kelompok yang lain (Hastono, 2016).
Pada penelitian ini dilakukan analisis hubungan antar variabel stroke dengan
variabel aktivitas fisik dengan uji Chi Square. Hubungan antara variabel stroke dengan
variabel usia, jenis kelamin, hipertensi, diabetes, obesitas, dan kadar kolesterol juga
menggunakan uji Chi Square.
Penelitian ini menggunakan derajat kemaknaan 95% (α 5%). Hubungan
dikatakan bermakna jika hasil statistik didapatkan nilai p ≤ 0.05, dan dikatakan tidak
bermakna jika didapatkan nilai p > 0.05. Untuk mengetahui derajat hubungan pada
penelitian ini dengan rancangan cross sectional digunakan ukuran OR (Odds Ratio) untuk
membandingkan odds pada kelompok terekspos dengan odds kelompok tidak terekspos.
Analisa ini digunakan untuk mengetahui secara valid hubungan satu variabel
independen utama dengan variabel dependen dengan mengontrol beberapa variabel
konfonding. Pada penelitian ini analisis multivariabel digunakan untuk mengetahui secara
valid hubungan aktivitas fisik dengan kejadian stroke dengan mengontrol variabel
konfonding yaitu usia, jenis kelamin, hipertensi, diabetes, obesitas, dan kolesterol.
Penelitian ini menggunakan analisis regresi logistik model faktor risiko. Langkah-
langkah pemodelannya adalah sebagai berikut (Kleinbaum, 2010):
1. Melakukan pemodelan lengkap yang mencakup seluruh variabel, baik variabel
independen, dependen, konfonding, dan variabel yang diduga berinteraksi
2. Uji interaksi dilakukan jika secara substansi perlu dilakukan. Jika nilai p variabel
interaksi < 0.05, maka interaksi ada.
3. Uji konfonding dilakukan dengan mengeluarkan variabel konfonding dengan nilai
p > 0.05 dimulai dari nilai p yang terbesar. Jika pengeluaran variabel
menyebabkan perubahan OR pada independen utama (atau variabel indepnden
utama yang berinteraksi; jika ada interaksi) > 10% maka konfonding ada, variabel
tersebut dimasukkan kembali ke dalam model.
4. Menganalisis model akhir yang menjelaskan hubungan antara aktivitas fisik
dengan kejadian stroke yang dikontrol oleh variabel usia, jenis kelamin, merokok,
konsumsi sayur buah, hipertensi, diabetes, obesitas, dan kolesterol.
Universitas Indonesia
HASIL PENELITIAN
Data hasil penelitian ini diolah melalui analisis univariat, bivariat, dan
multivariabel. Analisis univariat memberikan gambaran karakteristik masing-masing
variabel, analisis bivariat memperlihatkan hubungan antara variabel independen dengan
variabel dependen, dan analisis multivariable untuk melihat hubungan variabel
independen dengan dependen dengan mengontrol variabel konfonding.
Jumlah responden yang dianalisis dalam penelitian ini berjumlah 5273. Hasil
analisis univariat menggambarkan distribusi responden menurut variabel yang diteliti
yaitu stroke, aktivitas fisik, usia, jenis kelamin, merokok, konsumsi sayur buah,
hipertensi, diabetes, obesitas, dan kolesterol
Aktivitas fisik
Cukup 4190 79,5
Kurang 1083 20,5
Usia
< 45 tahun 2089 39,6
≥ 45 tahun 3184 60,4
Jenis kelamin
Perempuan 3342 63,4
Laki-laki 1931 36,6
Merokok
Ya 1405 26,6
Tidak 3868 73,4
Hipertensi
Tidak 3724 70,6
Ya 1549 29,4
55
Universitas Indonesia
56
Obesitas
Tidak 3828 72,6
Ya 1445 27,4
Kolesterol
Normal 2784 52,8
Batas tinggi 1675 31,8
Tinggi 814 15,4
Dari tabel 5.1. diketahui bahwa kejadian stroke sebagai variabel dependen dibagi
atas stroke dan tidak stroke. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang
mengalamai stroke sebanyak 77 orang (1.5%) dan yang tidak mengalami stroke adalah
lebih dari separuh responden yaitu sebanyak 5196 (98,5%).
Variabel independen yaitu aktivitas fisik dibagi atas cukup dan kurang. Hasil
penelitian menunjukkan 4190 (79,5%) responden mempunyai aktivitas fisik yang cukup,
dan 1083 (20,5%) responden memiliki aktivitas fisik yang kurang.
Dari tabel 5.1 juga terlihat distribusi variabel konfonding yaitu bahwa sebagian
besar (60,4%) responden berusia 45 tahun atau lebih, lebih dari separuh (63,4%) adalah
perempuan, 73,4% tidak merokok, 59,5% responden cukup mengkonsumsi sayur buah,
70,6% tidak hipertensi, 92,3% tidak diabetes, 72,6% tidak obesitas dan 52,8% kadar
kolesterol normal.
Universitas Indonesia
57
Tabel 5.2. Hubungan aktivitas fisik dan variabel konfonding dengan stroke
Stroke
variabel Tidak Ya P value OR 95% CI
n (%) n (%)
Aktivitas fisik
Cukup 4134 (98,7) 56 (1,3)
Kurang 1062 (98,1) 21 (1,9) 0,141 1,46 0,88-2,42
Usia
< 45 tahun 2079 (99,5) 10 (0,5)
≥ 45 tahun 3117 (97,9) 67 (2,1) 0,0005 4,47 2,29-8,71
Jenis kelamin
Perempuan 3291 (98,5) 51 (1,5)
Laki-laki 1905 (98,7) 26 (1,3) 0,600 0,88 0,55-1,42
Merokok
Tidak 3803 (98,3) 65 (1,7)
Ya 1393 (99,1) 21 (0,9) 0,027 0,50 0,27-0,94
Hipertensi
Tidak 3702 (99,4) 22 (0,6)
Ya 1494 (96,4) 55 (3.6) 0,0005 6,20 3,77-10,19
Diabetes
Tidak 4802 (98,7) 63 (1,3)
Ya 394 (96,6) 14 (3,4) 0,001 2,71 1,50-4,88
Obesitas
Tidak 3785 (98,9) 43 (1,1)
Ya 1411 (97,6) 34 (2,4) 0,001 2,12 1,35-3,34
Kolesterol
Normal 2758 (99,1) 26 (0,9)
Batas tinggi 1647 (98,3) 28 (1,7) 1,80 1,05-3,09
Tinggi 791 (97,2) 23 (2,8) 0,0005 3,08 1,75-5,44
Universitas Indonesia
58
Proporsi responden stroke pada usia < 45 tahun adalah 10 orang (0,5%), dan
pada usia ≥ 45 tahun sebanyak 67 orang (2,1%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
ada hubungan antara usia dengan kejadian stroke (p value 0,0005) Responden yang
berusia ≥ 45 tahun memiliki risiko 4,47 kali lebih tinggi untuk mengalami stroke
dibandingkan responden yang berusia < 45 tahun.
Proporsi perempuan yang stroke sebanyak 51 orang (1,5%) dan laki-laki sebanyak
26 orang (1,3%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara jenis
kelamin dengan stroke (p value 0,600).
Proporsi perokok yang mengalami stroke sebanyak 21 orang (0,9%) dan yang
tidak merokok sebanyak 65 orang (1,7%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada
hubungan antara status merokok dengan stroke (p value 0,027). Responden yang merokok
memiliki risiko 0,50 kali dibandingkan responden yang tidak merokok
Proporsi responden dengan konsumsi sayur buah cukup yang mengalami stroke
sebanyak 55 orang (1,8%) dan yang kurang sebanyak 22 orang (1,0%). Hasil penelitian
menunjukkan ada hubungan antara konsumsi sayur buah dengan stroke (p value 0,032).
Responden yang kurang mengkonsumsi sayur buah berisiko terkena stroke 0,58 kali
dibandingkan responden dengan cukup konsumsi sayur buah.
Proporsi responden yang tidak hipertensi mengalami stroke sebanyak 22 orang
(0,6%) dan yang hipertensi mengalami stroke sebanyak 55 orang (3,6%). Hasil penelitian
menunjukkan ada hubungan hipertensi dengan stroke (p value 0,0005). Responden
dengan hipertensi memiliki risiko 6,20 kali lebih tinggi mengalami stroke dibandingkan
responden tanpa hipertensi.
Proporsi responden yang tidak diabetes dengan stroke sebanyak 63 orang (1,3%)
dan yang diabetes mengalami stroke sebanyak 14 orang (3,4%). Hasil penelitian
menunjukkan ada hubungan diabetes dengan stroke (p value 0,001). Responden yang
diabetes memiliki risiko 2,71 kali lebih tinggi untuk mengalami stroke dibandingkan
responden tidak diabetes.
Proporsi responden yang tidak obesitas dengan stroke sebanyak 43 orang (1,1%)
dan yang obesitas mengalami stroke sebanyak 34 orang (2,4%). Hasil penelitian
menunjukkan ada hubungan obesitas dengan stroke (p value 0,001). Responden yang
obesitas memiliki risiko 2,12 kali lebih tinggi untuk mengalami stroke dibandingkan
responden yang tidak obesitas.
Universitas Indonesia
59
5.3 Pemodelan
Langkah pertama pada analisis multivariabel adalah strategi pemodelan dengan cara
mengikut sertakan semua varibel kandidat konfonding dan semua variabel yang diduga
berinteraksi seperti pada tabel 5.3
Universitas Indonesia
60
Lanjutan Tabel 5.3. Pemodelan Lengkap Hubungan aktivitas fisik dengan Stroke
Dari pemodelan lengkap kemudian dilakukan uji interaksi. Dari output model
penuh/lengkap ini kita lakukan uji interaksi, variabel dikatakan berinteraksi bila p value-
nya < 0,05. Seleksinya dengan mengeluarkan secara bertahap variabel interaksi yang
tidak signifikan (p>0,05), pengeluaran dilakukan secara bertahap dari variabel interaksi
yang p value -nya terbesar. Dari hasil di atas variabel interaksi ”aktivitas fisik by sayur”
mempunyai nilai p terbesar (p=0,930) dilakukan seterusnya hingga tidak ada lagi variabel
interaksi dengan nilai p value > 0,05
Dari hasil di atas, uji interaksi telah selesai dan hasilnya terdapat interaksi antara
variabel aktivitas fisik dengan usia.
Universitas Indonesia
61
Universitas Indonesia
62
Universitas Indonesia
BAB 6
PEMBAHASAN
merokok, konsumsi sayur buah, hipertensi, diabetes, obesitas, dan kolesterol. Dengan
langkah tersebut diharapkan distorsi hubungan aktivitas fisik dengan stroke dapat
dihindari walaupun kemungkinan distorsi masih ada karena tidak semua potential
confounder dalam hubungan aktivitas fisik dengan stroke tercakup dalam penelitian ini,
misalnya riwayat keluarga, konsumsi garam, konsumsi alkohol, dan sebagainya.
Pada penelitian ini didapatkan bahwa kejadian stroke lebih tinggi pada responden
dengan aktivitas fisik yang kurang. Hasil ini sesuai dengan beberapa penelitian
sebelumnya bahwa prevalensi stroke lebih tinggi pada responden dengan aktivitas fisik
yang kurang (Ghani dan rekan, 2016).
Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara aktivitas
fisik dengan kejadian stroke yang berbeda menurut kelompok usia. Pada individu dengan
Universitas Indonesia
65
usia < 45 tahun, aktivitas fisik yang kurang akan berisiko terkena stroke sebesar 5.43 kali
lebih tinggi dibandingkan yang mempunyai aktivitas fisik cukup. Pada usia ≥ 45 tahun,
nilai OR aktivitas fisik terhadap kejadian stroke adalah 1.18, artinya pada individu dengan
usia ≥ 45 tahun, aktivitas fisik yang kurang akan berisko terkena stroke sebesar 1.18 kali
lebih tinggi dibandingkan yang mempunyai aktivitas fisik cukup.
Hasil penelitian ini serupa dengan hasil penelitian sebelumnya. Penelitian Abbot
et al (2003) menunjukkan risiko aktivitas fisik terhadap stroke menurun pada kelompok
usia yang lebih tua. Pada kelompok usia yang lebih tua terlihat penurunan index aktivitas
fisik yang berhubungan bermakna dengan kejadian stroke.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa risiko stroke karena kurang aktivitas fisik
pada kelompok usia 25-44 tahun lebih besar dibandingkan dengan kelompok usia 45-65
tahun. Kemungkinan faktor penyebab hasil tersebut, diantaranya karena bias informasi
tentang aktivitas fisik diperkirakan lebih besar pada kelompok usia yang lebih tua.
Penyebab stroke bersifat multifaktorial, risiko stroke yang lebih tinggi pada
kelompok umur yang lebih muda seperti pada penelitian ini dapat karena karakteristik
responden. Pada penduduk yang berusia 25-44 tahun mempunyai perilaku berisiko lain
yang lebih banyak dibandingkan penduduk yang berusia 45 tahun atau lebih, sehingga
dengan aktivitas fisik yang kurang akan lebih meningkatkan risiko stroke. Perilaku
tersebut misalnya pola diet yang tidak sehat dengan lebih memilih makanan tinggi lemak
dan kurang serat, perilaku merokok dan konsumsi alkohol, tingkat stres yang lebih tinggi,
dan lain sebagainya. Menurut Kemenkes (2017), Kurangnya aktivitas fisik
mengakibatkan tren PTM berubah, yang awalnya hanya diderita oleh kelompok usia
lansia, namun kini sudah ditemukan di kelompok usia muda (0-15 tahun) dan kelompok
usia produktif (15-65 tahun).
Perilaku sedentari pada kelompok usia kurang dari 45 tahun dapat menjadi faktor
yang meningkatkan risiko terjadinya stroke dibandingkan pada kelompok usia 45 tahun
atau lebih. Termasuk dalam kelompok ini adalah usia yang masih aktif bekerja. Pada
penelitian ini informasi tentang perilaku sedentari tidak didapatkan, misalnya apakah
jenis dan berapa lama berada dalam transportasi menuju tempat kerja, berapa jam
menggunakan komputer, berapa jam menonton televisi, dan lain sebagainya.
Menurut Alchuriyah dan rekan (2016), pada kaum muda, serangan stroke sangat
berkaitan dengan dengan gaya hidup serta temperamen yang cenderung ambisius. Gaya
Universitas Indonesia
66
hidup yang memicu stroke pada kaum muda adalah makan makanan siap saji, minuman
beralkohol, kerja berlebihan, kurang berolahraga, penggunaan obat perangsang, narkoba,
dan stres.
Jumlah penderita stroke dibawah 45 tahun di seluruh dunia terus meningkat. Pada
konferensi ahli saraf internasional di Inggris, dilaporkan bahwa terdapat lebih dari 1000
penderita stroke berusia kurang dari 30 tahun (American Hearth Association, 2010 dalam
Alchuriyah, 2016).
Aktivitas fisik merupakan faktor perilaku yang secara teori berhubungan tidak
langsung dengan stroke. Faktor ini secara bersama-sama dengan faktor risiko lain
meningkatkan risiko terjadinya stroke seperti faktor usia, jenis kelamin, merokok,
konsumsi sayur buah, hipertensi, diabetes, obesitas, dan kadar kolesterol (Galanagh,
2011). Hal tersebut dibuktikan pada penelitian ini dimana, pada saat uji bivariat tidak
terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian stroke, namun pada hasil akhir
uji multivariabel didapatkan bahwa aktivitas fisik berhubungan dengan kejadian stroke.
Mekanisme efek aktifvitas fisik terhadap stroke cenderung bersifat multifaktorial.
Aktivitas fisik teratur diketahui dapat meningkatkan aktivitas sintesa nitrat oksida yang
meningkatkan fungsi endotel, mengurangi hipertrofi ventrikel kiri, meningkatkan
aktivator plasma plasminogen dan konsentrasi HDL, dan mengurangi aktivitas fibrinogen
dan platelet. Aerobik dapat meningkatkan metabolisme glukosa, menurunkan kolesterol
total dan LDL, trigliserida, total lemak tubuh, dan peradangan sistemik. Oleh karena itu
diantara mekanisme lainnya, olahraga membantu mencegah obesitas, hipertensi,
dislipidemia, dan perkembangan diabetes tipe 2, yang semuanya terlibat dalam
patogenesis stroke (Galanagh, 2011).
Universitas Indonesia
67
yang berusia ≥ 40 tahun dibandingkan penduudk yang berusia < 40 tahun. Hasil
Riskesdas 2013 juga memperlihatkan hubungan yang linier antara kenaikan kelompok
umur dengan peningkatan jumlah penderita stroke.
Penelitan ini sejalan dengan Alchuriyah dan rekan (2016) yaitu sebagian besar
responden berusia ≥ 50 tahun, meskipun sudah terjadi transisi berdasarkan usia: yaitu
adanya kejadian stroke usia < 50 tahun (penderita stroke pada kasus rata-rata usia 43
tahun). Penelitian tersebut juga menyatakan bahwa sudah terjadi pergeseran dari sisi usia
pada penderita stroke. tidak ada lagi anggapan stroke menyerang usia di atas 50 tahun.
Tidak ada patokan mengenai berapa usia seseorang rawan terkena stroke, pada anak
sangat jarang dan biasanya dihubungkan dengan kelainan kongenital. Hasil penelitian
Mei Lin (2007) tentang stroke yang dihubungkan dengan diabetes pada laki-laki
didapatkan risiko yang lebih rendah pada kelompok usia yang lebih tua dibandingkan
kelompok usia yang lebih muda.
Pada penelitian ini usia didapatkan berhubungan bermakna dan merupakan
confounder hubungan aktivitas fisik dengan stroke. Penduduk yang berusia 45 tahun atau
lebih, memiliki OR 8.45 kali lebih tinggi untuk terkena stroke dibandingkan penduduk
yang berusia kurang dari 45 tahun.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Muchsin (2015), kelompok usia 55-
65 tahun berisiko 4,6 kali lebih tinggi untuk terkena stroke dibandingkan kelompok usia
yang lebih muda.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Wang pada tahun
2013 tentang perbedaan usia dalam hubungan faktor perilaku dan faktor psikososial
terhadap kejadian stroke. Didapatkan ada hubungan perilaku dan psikososial terhadap
stroke pada kelompok usia yang lebih tua dibandingkan pada kelompok usia yang lebih
muda. Penelitian tersebut juga menyarankan agar intervensi untuk mengurangi risiko
stroke dikembangkan secara terpisah pada masing-masing kelompok usia.
Satu faktor yang diperkirakan penyebab peningkatan prevalensi stroke dari waktu
ke waktu di dunia salah adalah penuaan populasi di dunia dan peningkatan umur harapan
hidup yang berkontribusi terhadap peningkatan beban di dunia karena stroke (Mathers,
2006). Pada proses penuaan, semua organ tubuh mengalami kemunduran fungsi termasuk
pembuluh daarah otak. Studi penelitian yang dilakukan oleh Rahimic et, al 2013
menunjukkan bahwa aterosklerosis yang dideteksi di arteri karotis menunjukkan
Universitas Indonesia
68
sanggup mengatasi komplikasi akibat stroke. Faktor lain yang diduga karena wanita
cenderung mengalami stres dan depresi yang memperburuk kondisi kesehatannya
(Lingga, 2013).
6.4.3 Hipertensi
Penelitian menunjukkan bahwa pada responden dengan status hipertensi
berjumlah lebih banyak yang mengalami stroke dibandingkan dengan responden tanpa
status hipertensi. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Kabi dan rekan (2015)
menunjukkan bahwa prevalensi stroke pada penderita hipertensi lebih tinggi
dibandingkan penderita pre hipertensi dan tidak hipertensi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hipertensi tidak berhubungan dengan
stroke dan bukan merupakan confounder hubungan aktifitas fisik dengan kejadian stroke.
Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian cross sectional sebelumnya oleh
kristyawati (2009) tentang faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian stroke di
rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang, menunjukkan bahwa hipertensi merupakan
faktor risiko yang paling dominan dengan OR sebesar 22,767.
Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Syukrona (2014) dimana
didapatkan hipertensi sebagai faktor risiko utama yang berhubungan dengan kejadian
stroke. Responden dengan hipertensi stage 1 memiliki risiko 2.64 kali lebih besar untuk
mengalami stroke dibandingkan responden yang tidak hipertensi
Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Zhang (2017) yang
menunjukkan bahwa hipertensi berhubungan bermakna (p value 0,012) dengan kejadian
stroke pada penduduk China. Penduduk yang hipertensi mempunyai OR 4,06 kali lebih
tinggi untuk terkena stroke dibandingkan penduduk yang tidak hipertensi.
Tidak terdapatnya hubungan hipertensi dengan kejadian stroke pada penelitian ini
dapat karena penderita hipertensi melakukan aktivitas fisik yang cukup atau menjalani
pola hidup sehat yang lain sehingga risiko stroke menjadi menurun. Seperti diketahui
bahwa penyebab penyakit tidak menular adalah multifaktorial, satu faktor risiko dapat
bersinergi ataupun berasosiasi dengan atau tanpa faktor risiko lain untuk meningkatkan
atau menurunkan risiko terjadinya stroke.
Hipertensi merupakan faktor risiko utama baik pada stroke iskemik maupun
stroke hemoragik. Hal ini disebabkan hipertensi memacu proses aterosklerosis dan
Universitas Indonesia
70
6.4.4 Kolesterol
6.4.5 Merokok
Pada penelitian ini stroke lebih banyak terjadi pada responden yang tidak
merokok. Hasil ini sama dengan penelitian wahyunah dan M. Saefulloh (2016), bahwa
kejadian stroke lebih banyak pada pasien yang tidak merokok (52,4%). Hasil penelitain
Syukrona (2014) juga menunjukkan bahwa kejadian stroke lebih tinggi pada penderita
yang tidak merokok (69,2%).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa merokok tidak berhubungan dengan
stroke dan bukan merupakan confounder hubungan aktivitas fisik dengan kejadian stroke.
Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Rahajeng dan Riyadina (2013)
yang menyatakan bahwa merokok berhubungan dengan peningkatan 2-4 kali risiko stroke
hemoragik.
Hasil penelitian ini juga berbeda dengan hasil penelitian Katarina (2009),
menunjukkan hubungan yang signifikan (p < 0.001) antara merokok dengan kejadian
stroke iskemik. Individu yang merokok mempunyai rasio odds sebesar 3.04 dibandingkan
yang tidak merokok.
Hasil berbeda ini dapat disebabkan adanya bias informasi ataupun recall bias dari
responden, dan juga mungkin karena data variabel merokok dalam penelitian ini
Universitas Indonesia
72
dipengaruhi oleh variabel jenis kelamin, dimana proporsi perempuan lebih banyak dari
laki-laki, dan perempuan sebagian besar tidak merokok.
Nikotin dalam rokok menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah yang dapat
menyebabkan naiknya tekanan darah. Produksi trombosit meningkat sehingga darah
mudah membeku yang diakibatkan oleh arteri yang menyempit dan pembuluh darah yang
mudah robek. Karbonmonoksida dari rokok dapat mengurangi jumlah oksigen yang
dibawa oleh darah sehingga menyebabkan ketidakseimbangan antara oksigen yang
dibutuhkan dengan oksigen yang dibawa oleh darah (Stroke Association 2010 dalam
nastiti, 2012).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kejadian stroke lebih banyak pada
responden yang cukup mengkonsumsi sayur buah. Hasil ini berbeda dengan penelitian
Perawaty dan rekan (2010) yang menyatakan bahwa kejadian stroke lebih banyak pada
responden yang kurang mengkonsumsi sayur buah (65,8%).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsumsi sayur buah tidak berhubungan
dengan stroke dan bukan merupakan confounder hubungan aktivitas fisik dengan
kejadian stroke.
Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Perawaty dan rekan (2010)
yang menunjukkan bahwa konsumsi buah berhubungan dengan kejadian stroke. Pasien
yang kurang konsumsi buah berisiko terkena stroke 6.98 kali lebih tinggi dibandingkan
pasien yang cukup konsumsi buah.
Tidak terdapatnya hubungan konsumsi sayur buah dengan kejadian stroke pada
penelitian ini dapat karena adanya recall bias, responden lupa mengingat pola atau jumlah
sayur buah yang dikonsumsi.
Kalium yang terkandung dalam buah-buahan mempunyai fungsi meningkatkan
keteraturan denyut jantung, mengaktifkan kotraksi otot, dan membantu menurunkan
tekanan darah. Konsumsi kalium yang memadai dapat mengurangi efek natrium dalam
meningkatkan tekanan darah, dan secara bebas memberikan kontribusi terhadap
penurunan risiko karena stroke. Konsumsi ekstra kalium sebanyak 400 mg setiap hari
dapat mengurangi kemungkinan mendapat penyakit jantung dan pembuluh darah. Buah
berwarna kuning kaya kandungan kalium, yang bermanfaat mencegah stroke dan jantung
Universitas Indonesia
73
koroner, serta mencegah katarak. Sumber kalium banyak terdapat pada belimbing, nanas,
pisang, belimbing buah, dan belimbing sayur (Setiawan, 2008)
6.4.7 Diabetes
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kejadian stroke lebih banyak pada
responden dengan status diabetes. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Mei Lin (2007)
di Canada yang menyatakan bahwa prevalensi stroke lebih tinggi pada penderita diabetes
baik pada laki-laki maupun pada perempuan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa diabetes tidak berhubungan dengan
stroke dan bukan merupakan confounder hubungan aktivitas fisik dengan kejadian stroke.
Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Mei Lin (2007) yang menyatakan
bahwa ada hubungan diabetes dengan kejadian stroke, diamana hubungan yang lebih
kuat didapatkan pada laki-laki dibandingkan perempuan dan pada umur pertengahan
dibandingkan pada umur yang lebih tua (65 tahun atau lebih).
Tidak terdapatnya hubungan diabetes dengan kejadian stroke pada penelitian ini
dapat karena individu dengan diabetes telah mengkonsumsi obat sehingga ketika
dilakukan pemeriksaan darah, kadar gula darahnya normal dan terdata sebagai penduduk
non diabetes.
Diabetes mempercepat terjadinya aterosklerosis baik pada pembuluh darah kecil
maupun pembuluh darah besar di seluruh pembuluh darah termasuk pembuluh darah otak
dan jantung. Kadar glukosa darah yang tinggi pada stroke akan memperluas besarnya area
sel yang mati karena terbentuknya asam laktat akibat metabolism glukosa yang dilakukan
secara an aerob (oksigen sedikit) yang merusak jaringan otak (Junaidi, 2011)
6.4.8 Obesitas
korelasi antara peningkatan lingkar perut dan rasio lingkar perut-panggul dengan
peningkatan risiko stroke.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa Risiko
stroke total atau iskemik meningkat secara linier dengan meningkatnya IMT. Setiap
kenaikan IMT 1 unit menyebabkan peningkatan risiko stroke iskemik atau stroke sebesar
5% pada wanita (Daphne et al, 2011).
Obesitas merupakan risiko penyakit kardiovaskuler, khusunya stroke karena
peningkatan asam lemak darah berakibat kolesterol dan trigliserida dalam darah juga
meningkat (Misnadiarly, 2007).
Tidak terdapatnya hubungan obesitas dengan kejadian stroke pada penelitian ini
dapat karena penduduk yang obesitas melakukan aktivitas fisik yang cukup atau
menjalani pola hidup sehat yang lain sehingga risiko stroke menjadi menurun. Seperti
diketahui bahwa peningkatan aktivitas fisik dianggap sangat penting untuk pencegahan
obesitas. Aerobik dapat meningkatkan metabolisme glukosa, menurunkan kolesterol total
dan LDL, trigliserida, total lemak tubuh, dan peradangan sistemik. Oleh karena itu
diantara mekanisme lainnya, olahraga membantu mencegah obesitas (Galanagh, 2011).
Universitas Indonesia
BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Prevalensi stroke pada penduduk Bogor Tengah pada tahun 2016 sebanyak 77 orang
atau sebesar 1.5% dari seluruh penduduk yang masuk dalam sampel penelitian.
2. Proporsi kejadian stroke lebih tinggi pada penduduk yang kurang aktivitas fisik, pada
wanita, pada kelompok usia ≥ 45 tahun, pada penduduk dengan status tidak merokok,
cukup konsumsi sayur buah, dan lebih tinggi pada penduduk dengan status hipertensi,
diabetes, obesitas dan kadar kolesterol tinggi.
3. Hubungan aktivitas fisik dengan kejadian stroke berbeda menurut kelompok umur (p
value 0,032). Pada umur < 45 tahun, penduduk dengan aktivitas fisik yang kurang
akan berisiko terkena stroke sebesar 5.43 kali lebih tinggi dibandingkan penduduk
yang mempunyai aktivitas fisik cukup. Pada umur ≥ 45 tahun, penduduk dengan
aktivitas fisik yang kurang akan berisko terkena stroke sebesar 1.18 kali lebih tinggi
dibandingkan yang mempunyai aktivitas fisik cukup
7.2 Saran
7.2.1 Bagi Instansi Pemerintah Terkait
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi masukan dalam pencegahan dan
pengendalian penyakit stroke khususnya karena kurang aktivitas fisik. Dalam upaya
pencegahan penyakit stroke, diharapkan pemerikntah pusat dan daerah lebih
meningkatkan promosi kesehatan kepada masyarakat tentang faktor risiko terjadinya
stroke dan komplikasi yang diakibatkan penyakit stroke dengan mengemas informasi
ilmiah dalam bahasa populer yang dapat dimengerti masyarakat dalam skala yang lebih
luas dan melalui berbagai media informasi, sehingga diharapkan faktor risiko terhadap
kejadian stroke pada masyarakat akan berkurang.
Pemerintah diharapkan memfasilitasi gerakan peningkatan aktivitas fisik dengan
penyediaan ruang terbuka publik dan sarana untuk mencegah faktor risiko stroke
misalnya penyediaan jalur sepeda atau pejalan kaki di jalan-jalan di kota-kota besar yang
75
Universitas Indonesia
76
Perlu dilakukan penelitian tentang aktivitas fisik dan kejadian stroke pada lokasi-
lokasi penelitian yang lain dan dengan desain studi yang lebih dapat menggambarkan
hubungan causal antara aktivitas fisik dengan kejadian stroke.
Lembaga-lembaga penelitian hendaknya lebih membuka peluang bagi mahasiswa
atau peneliti di luar institusinya untuk mengakses dan mengolah data yang ada sehingga
dapat lebih memperkaya informasi yang dibutuhkan bagi pengembangan ilmu dan
pencegahan ataupun pengendalian terhadap suatu masalah kesehatan khususnya tentang
penyakit stroke dengan faktor risiko kurang aktivitas fisik
laboratorium penanda faktor risiko stroke seperti pemeriksaan kolesterol lengkap, kadar
glukosa darah, dan lain sebagainya hendaknya dilaksanakan secara berkala dan terus
menerus.
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Abbott, Robert D.; Curb, J.David; Rodriguez, Beatriz L.; Masaki, Kamal H.; Popper,
Jordan S.; et al. Age-related changes in risk factor effects on the incidence of
thromboembolic and hemorrhagic stroke, Journal of Clinical Epidemiology;
Elmsford Vol. 56, Iss. 5, (May 2003): 479
86. DOI:10.1016/S08954356(02)00611-X, 3 Juni
2018.https://search.proquest.com/docview/1033170632/fulltextPDF/DB9C871CE
B144C4PQ/1?accountid=169732
Alodokter, Sindrom Metabolik. 20 Oktober 2017. http://www.alodokter.com/sindrom-
metabolik
Alchuriyah, Siti, C.U. Wahjuni, (2016), Faktor risiko kejadian stroke usia muda pada
pasien Rumah Sakit Brawijaya Surabaya, Jurnal Berkala Epidemiologi, Vo. 4 No.
1 Januari 2016:62-73
Balitbangkes (2016), Laporan akhir penelitian studi kohor faktor risiko penyakit tidak
menular tahun 2016, Jakarta: Pusat Upaya Kesehatan Masyarakat
Bauman, Adrian E; Reis, Rodrigo S; Sallis, James F; Wells, Jonathan C; Loos, Ruth J F;
et al. Physical activity 2: Correlates of physical activity: why are some people
physically active and others not?, The Lancet; London Vol. 380, Iss. 9838, (Jul 21-
Jul 27, 2012): 258-71. 23 Juni
2018 https://search.proquest.com/health/docview/1029876244/FC039C39D41F4E
6BPQ/8?accountid=169732
Bulletin of the World Health Organization (2011), High total serum cholesterol,
medication coverage and therapeutic control: an analysis of national health
examination survey data from eight countries, Bulletin of the World Health
Organization; 89:92-101. doi: 10.2471/BLT.10.079947. 10 Maret 2018.
http://www.who.int/entity/bulletin/about/en/
Centers for Disease Control and Prevention. Stroke facts. 12 Maret 2018.
https://www.cdc.gov/stroke/facts.htm
78
Universitas Indonesia
79
Centers for Disease Control and Prevention. Smoking and Heart Disease and Stroke. 21
Maret 2018. https://www.cdc.gov/tobacco/campaign/tips/diseases/heart-disease-
stroke.html
Chrisna, Fila Fatmisua & Santi Martini (1 Januari 2016), Hubungan sindrom metabolik
dengan kejadian stroke, Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 4, No.: 25–36. 8 Maret
2018. https://e-journal.unair.ac.id/JBE/article/viewFile/2117/2087
Daphne, Antillon & Towfighi, Amytis, (Jul 2011), No time to 'weight': the link between
obesity and stroke in women, Women's Health; London Vol. 7, Iss. 4, : 453-63.10
Maret 2018.
https://search.proquest.com/health/docview/880396417/A991FB5BEE064CE4PQ/
1?accountid=169732
Department health and human services US, (2003), The Seventh Report of the Joint
National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High
Blood Pressure, NIH, NHLBI, 30 Januari 2018.
https://www.nhlbi.nih.gov/files/docs/guidelines/express.pdf
Diaz, Keith M. & Daichi Shim bo, Physical activity and the prevention of hypertension,
24 Februari 2018.https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3901083/
E. Peter Sanne, Huxley, Rachel, R.A., (Jun 7, 2014), Diabetes as a risk factor for stroke
in women compared with men: a systematic review and meta-analysis of 64
cohorts, including 775 385 individuals and 12 539 strokes, The Lancet;
London Vol. 383, Iss. 9933: 1973-80. 11 Maret 2018.
https://search.proquest.com/health/docview/1533428156/12F59FF9CB8A4F71PQ/
3?accountid=169732
Gallanagh, Siobhan, T.J. Quinn, J. Alexander, M.R. Walters (2011), Physical activity in
the prevention and treatment of stroke. 16 Maret 2018.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3263535/
Universitas Indonesia
80
Harvard Health Publications, (Nov 2010), Hypertension: Controlling the ‘silent, Boston
special health reports, 21 Februari 2018.
https://search.proquest.com/health/docview/1370716063/CC668EBFCA37440DP
Q/1?accountid=169732
Hastono, Sutanto Priyo, (2016), Analisis data pada bidang kesehatan, Jakarta: Rajawali
press.
Hermawan, Yusuf Budi, Hubungan derajat aktivitas fisik pada laki-laki dengan kejadian
stroke iskemik di RSUD dr Moewardi Surakarta. Digital library UPT Universitas
Sebelas Maret. 13 Maret 2018.
https://digilib.uns.ac.id/dokumen/detail/39197/Hubungan-derajat-aktivitas-fisik
pada-laki-laki-dengan-kejadian-stroke-iskemik-di-rsud-dr-moewardi-Surakarta.
J. W. Anderson, Baird P. Jr., RH. Davis, Ferreri S., Knutson M., Koraym A., Waters V.,
Williams CL. Health benefits of dietary fiber. 25 Februari 2018.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19335713
John Hopkins Medicine, Healthy Aging, Hypertension: What You Need to Know as You
Age, 20 Februari 2018.
https://www.hopkinsmedicine.org/health/healthy_aging/diseases_and_conditions/h
ypertension-what-you-need-to-know-as-you-age.
Junaidi, Iskandar, (2012). Panduan praktis pencegahan dan pengobatan stroke. Jakarta:
Bhuana Ilmu Populer.
Universitas Indonesia
81
Kamso, Sudijanto, Body mass index, total cholesterol and ratio total to hDL cholesterol
were determinant of metabolic syndrome in the Indonesian elderly, Medical journal
of Indonesia, vol 16, no 3, July-September.
Kearns, Amy K., The acute effects of exercise and inactivity on vascular function,
Disertation, February 2007, Department of Kinesiology, 4 Juli 2018.
https://search.proquest.com/health/docview/304839347/CEE12DDD33A42A2PQ/
6?accountid=169732
Kementerian Kesehatan RI (2016), Petunjuk teknis upaya berhenti merokok pada fasilitas
pelayanan primer (edisi II), Jakarta: Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit,
Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular
Kementerian Kesehatan (2017), Rutin aktivitas fisik, keluarga terhindar PTM, Direktorat
PTM; Dirjen P2P, 24 Juni 2018 http://www.p2ptm.kemkes.go.id/kegiatan-
p2ptm/subbagian-tata-usaha/rutin-aktivitas-fisik-keluarga-terhindar-ptm
Kementerian Kesehatan RI, Infodatin, Pusat Data dan Informasi, (2014): Situasi
kesehatan jantung.
http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/infodati
n-jantung.pdf
Kleinbaum, David G, & Mitchel Klein, (2010), Logistic regression: A self learning text,
Atlanta USA: Springer.
Universitas Indonesia
82
Krarup, Lars Henrik, et al., Level of physical activity in the week preceeding in ischemic
stroke, Cerebrovascular disease Basel Vol. 24, iss. 2-3, (Aug 2007): 296-300. 1 Juli
2018.
https://search.proquest.com/health/docview/221214752/3CF9F0422B7C457FPQ/
2?accountid=169732
Liang, Wenbin, et al., Habitual physical activity reduces the risk of ischemic stroke: A
case-control study in Southern China, Cerebrovascular disease Basel Vol. 28, iss.
5, (Oct 2009): 454-9. DOI:10.1159/000235990. 1 Juli 2018
https://search.proquest.com/health/docview/221225472/CCCFAC814C9543C6PQ
/2?accountid=169732
Lingga, Lanny, (2013), All about stroke; hidup sebelum dan paska stroke, Jakarta: PT
Elek Media Komputindo
Li, Wei, M. Dongrui, L. Ming, L. Hua, F. Shejun, et al, (Jun 2008), Association between
metabolic syndrome and risk of stroke: A meta analysis of cohort studies.
Cerebrovascular disease Base I Vo. 25, Iss, 6- 539-47. 6 Maret 2018.
https://search.proquest.com/health/docview/221218864/98C75D8E58504F7APQ/3
?accountid=169732
Mei, Lin, Y. Chen, Ronald, J. Sigal, (2007), Stroke Associated with Diabetes among
Canadians: Sex and Age Differences, Neuroepidemiology;28:46–49, DOI:
10.1159/000097856. 11 Maret 2018.
https://search.proquest.com/health/docview/232966083/12F59FF9CB8A4F71PQ/9
?accountid=169732
Miranda, L. Soares, Siscovick DS., Psaty BM., Longstreth WT., Mozaffarian D. (2016
Jan 12), Physical Activity and Risk of Coronary Heart Disease and Stroke in Older
Adults: The Cardiovascular Health Study. Circulation;133(2):147-55. doi:
10.1161/CIRCULATIONAHA.115.018323. Epub 2015 Nov 4. 21 Maret 2018.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/26538582
Misnadiarly, (2007), Obesitas: sebagai faktor risiko beberapa penyakit, Jakarta: Pustaka
Obor Indonesia.
Muchsin, (2015), Faktor risiko kejadian stroke pada personel Tentara Nasional
Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) dengan riwayat diagnosis stroke tahun 2013-
2015 di poli penyakit saraf RSAL dr. Mintoharjo Jakarta, Tesis, FKM UI
Universitas Indonesia
83
Murti, Bhisma, (1997), Prinsip dan metode riset epidemiologi, Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
Nastiti, Dian (2012), Gambaran faktor risiko kejadian stroke pada pasien stroke rawat
inap di rumah sakit Krakatau Medika tahun 2011. Skripsi: Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia.
National Geographic Indonesia (16 Juli 2014). Penyakit Stroke Salah Satu Penyebab
Utama Kematian di Indonesia. 24 Februari 2018.
https://nationalgeographic.co.id/berita/2014/07/penyakit-stroke-salah-satu-
penyebab-utama-kematian-di-indonesia
Perawaty, P. Dahlan, H. Astuti. Pola makan dan hubungannya dengan kejadian stroke di
RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya. Jurnal gizi dan dietetik Indonesia Vol. 2,
No. 2, Mei 2014: 51-61. 13 Maret 2018.
ejournal.almaata.ac.id/index.php/IJND/article/download/282/256
Pinzon, Rizaldi & Laksmi Asanti. (2010). Awas Stroke:Pengertian, Gejala, Perawatan,
dan Tindakan. Yogyakarta: Andi.
Price, Sylvia A., & Lorraine M. Wilson (1995). Patofisiologi:Konsep klinis proses-proses
penyakit (edisi 4), Jakarta: EGC
Rasmiun, (2004), stress: koping dan adaptasi-teori dan pohon masalah keperawatan
(edisi pertama), Jakarta: Sagung Seto.
Rau, M. Jusman dan Firdaus Koto, (2011), Faktor risiko kejadian stroke di rsud undata
Palu tahun 2011, Bagian Epidemiologi Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Tadulako
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). 2013. Kementerian Kesehatan RI: Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan. 18 Februari 2017.
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%20201
3.pdf
Universitas Indonesia
84
Shahab, Alwi, Rahasia dibalik selapis sel endotel; Perannya dalam patogenesis
aterosklerosis, Informasi Kedokteran, 4 Juli 2018. http://dokter-
alwi.blogspot.com/2009/07/rahasia-sel-endotel.html
Smet, Bart, (1994), Psikologi kesehatan, Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Soegondo & Gusraviani (2006), Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam: sindrom metabolic, jilid
3 (edisi ke 4), Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Strokeassociation, (2018), Stroke risk; the changes you make now make change what
happens later, 10 Maret
2018.http://www.strokeassociation.org/STROKEORG/AboutStroke/Understandin
gRisk/Understanding-Stroke-Risk_UCM_308539_SubHomePage.jsp
Sutrisno, Alfred, Stroke: you must know before you get it. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
https://books.google.co.id/books?id=1paYDBXVEYsC&pg=PA13&dq=stroke
Syukrona, Aan, (2014), Analisis faktor risiko stroke pada pasien stroke rawat inap di
RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo tahun 2013, Tesis FKM UI 2014.
Threapleton, D.E, VJ. Burley, DC. Greenwood, JE.Cade, Dietary fibre intake and risk of
ischaemic and haemorrhagic stroke in the UK Women’s Cohort Study. Nutrition
Epidemiology Highlights Original Article. 17 Maret 2018.
https://search.proquest.com/health/docview/1667954579/E5159B4E4F764C08P
Q/2?accountid=169732
Wahjoepramono, Eka J. (2005), Stroke tata laksana fase akut. Tangerang: Fakultas
Kedokteran Universitas Pelita Harapan.
Wei-wei, Zhang, C.Y. Liu, Y. J. Wang, Z. Q. Xu, Y. Chen, H. D. Zhou. (16 June 2009),
Metabolic syndrome increases the risk of stroke: a 5-year follow-up study in a
Chinese population, J Neurol (2009) 256:1493–1499. 30 September 2017.
https://link.springer.com/article/10.../s00415-009-5150-2
Universitas Indonesia
85
World Health Organization (2003). Global strategy on diet, physical activity and health.
Geneva: European regional consultation meeting report.
World Health Organization (2017), World Health Statistic. Hearth, Technical package
for cardiovascular disease management in primary health care. 6 Maret 2018.
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/260422/1/WHO-NMH-NVI-18.1-
eng.pdf?ua=1
World Health Organization, (2013), world health day, Global brief of hypertension, 13
Januari 2018,
http://www.who.int/cardiovascular_diseases/publications/global_brief_hypertensio
n/en/
World Health Organization, (2016), Tobacco and stroke: WHO Tobacco Knowledge
Summaries, 9 Maret 2018. www.who.int/entity/tobacco/publications/knowledge-
summaries/stroke/en/ - 31k
World Health Organization, Ageing and health, Fact sheet No. 404 September 2015:
Media Centre. 9 Maret 2018. http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs404/en/
World Health Organization, the world health report, chapter 4, Low fruit and vegetable
intake. 20 Maret 2018. http://www.who.int/
World Health Organization, Media Centre. Fact sheet Updated January 2017. The top 10
causes of death, 9 Maret 2018.
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs310/en/index.html.
World Health Organization, Media Centre, Fact sheet Updated February 2018. Physical
activity, 20 Maret 2018. http://www.who.int/
Universitas Indonesia
86
the Japan Public Health Center-based study cohort. European Journal of Clinical
Nutrition 65, 1233–1241. 17 Maret 2018. https://www.nature.com › european
journal of clinical nutrition › original article
Zhang, Zhizhong, G. Xu, D. Liu, W. Zhu, X. Fan, X. Liu, (February 2013), Dietary
fiber consumption and risk of stroke, European Journal of Epidemiology, Volume
28, Issue 2, pp 119–130. 16 Maret 2018.
https://link.springer.com/article/10.1007%2Fs10654-013-9783-1
Universitas Indonesia
Lampiran 1 Kuisioner
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Lampiran 2
Universitas Indonesia
28. Bersepeda umum, pergi-pulang tempat kerja (< 16 km/jam) 4,0
29. Bersepeda (16-22 km/jam) 6,5
30. Bersepeda (> 22 km/jam) 10,0
31. Berjalan, perlahan (< 3,2 km/jam) 2,0
32. Berjalan, sedang (4,8 km/jam) 3,5
33. Berjalan, cepat (6,4 km/jam) 4,0
34. Bola basket, umum 6,0
35. Bola basket, pertandingan 8,0
36. Bowling 3,0
37. Golf, umum 4,5
38. Hoki es, umum 8,0
39. Berkuda, umum 4,5
40. Bermain skateboard 5,0
41. In-line skating 7,0
42. Sepak bola, pertandingan 10,0
43. Sepak bola, umum 7,0
44. Squash 10,0
45. Tenis meja 4,0
46. Bola voli, pertandingan 8,0
47. Bola voli pantai 8,0
48. Berlari (8-10 km/jam) 8,0-10,5
49. Berlari (11-13 km/jam) 11,5-14,0
50. Berlari (14-16 km/jam) 14,5-17,0
51. Bermain ski, umum 7,0
52. Bermain ski, cross-country, mendaki bukit 6,0
53. Bermain ski, menuruni bukit, umum 6,0
54. Berenang, umum 4,0
Sumber: WHO, 2018
Universitas Indonesia
Lampiran 3
ANALISIS UNIVARIAT
Universitas Indonesia
ANALISIS BIVARIAT
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
UJI INTERAKSI
UJI KONFONDING
Universitas Indonesia
MODEL AKHIR
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Lampiran 4
Universitas Indonesia
Lampiran 5
Universitas Indonesia