Anda di halaman 1dari 83

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

KEJADIAN STUNTING PADA BALITA


(Literature Reviuw)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaian program


Pendidikan Diploma IV Keperawatan Politeknik Kesehatan
Kemenkes Palu Jurusan Keperawatan

Disusun Oleh:

Sry Wulandary
NIM. PO7120316037

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALU


JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI
D IV KEPERAWATAN PALU
2020

i
LEMBAR PENGESAHAN TIM PEMBIMBING

Skripsi penelitian ini telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh Tim Penguji
Poltekkes Kemenkes Palu Jurusan Keperawatan Program Studi D-IV Keperawatan
Palu.
Nama : Sry Wulandary
NIM : PO7120316037

Palu,....................................2020
Pembimbing I,

Ismunandar, S.Kep, Ns, M.Kes


NIP. 197111141998031002

Palu,....................................2020

Pembimbing II,

Lindanur Sipatu, S.Kep, Ns, MM


NIP. 198006162002122002

Mengetahui
Ketua Prodi DIV Keperawatan

Iwan., S.Kep. Ns. SH., M.Kes


NIP. 197703262003121004
LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI

Skripsi ini telah dipertahankan di depan Tim penguji Poltekkes Kemenkes Palu
Jurusan Keperawatan Prodi DIV Keperawatan Palu pada tanggal, 24 Agustus 2020
Nama : Sry Wulandary
NIM : PO7120316037
Palu, Agustus 2020
Penguji I,

Dr. Jurana, S.Kep., Ns.,M.Kes


NIP : 197112151991012001

Penguji II,

Bernadeth Rante, SST, M.Kes


NIP : 195606041984022001

Penguji III,

Iwan, S.Kep. Ns. SH., M.Kes


NIP : 197703262003121004

Mengetahui,
Ketua Prodi D-IV Keperawatan

Iwan, S.Kep, Ns. SH., M.Kes.


NIP : 197703262003121004
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALU
JURUSAN KEPERAWATAN PRODI DIV KEPERAWATAN PALU
(Literatur Review)

Sry Wulandary. 2020. Fakrtor-faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Stunting


Pada Balita. Skripsi Prodi DIV Keperawatan Palu Jurusan
Keperawatan Poltekkes Kemenkes Palu. Pembimbing: (1)
Ismunandar (2) Lindanur Sipatu

ABSTRAK

(xii + 61 halaman + 2 tabel, 2 gambar,2 lampiran)

Stunting merupakan salah satu masalah yang menghambat perkembangan


manusia secara global. Pada saat ini terdapat sekitar 162 juta anak berusia dibawah
lima tahun mengalami stunting Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan
menjelaskan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting pada balita
Metode penelitian ini menggunakan desain literature review, dengan mereview
jurnal sebanyak 3 jurnal. Tinjauan pustaka mencari basis data elektronik (Google
Scholar) untuk studi sebelumnya menggunakan desain cross-sectional yang
diterbitkan antara 2018-2020. Daftar periksa prisma memandu tinjauan, judul,
abstrak, teks lengkap dan metodologi dinilai untuk kelayakan studi.
Hasil dari mereview 3 jurnal yang masuk pada penilaian kualitas terdapat
hubungan antara panjang badan lahir, pendapatan keluarga, tingkat pendidikan ibu,
pengetahuan ibu tentang gizi dan ASI eksklusif dengan kejadian stunting pada balita
dan terdapat 1 jurnal yang tidak memiliki hubunganan antara tingkat pendidikan ibu
dengan kejadian tunting pada balita.
Kesimpulan penelitian yaitu ada hubungan panjang badan lahir, pendapatan
keluarga, tingkat pendidikan ibu, pengetahun ibu tentang gizi dan ASI eksklusif
dengan kejadian stunting pada balita sedangkan ada 1 jurnal yang tidak memiliki
hubunganan antara tingkat pendidikan ibu dengan kejadian tunting pada balita.
Saran peneliti yaitu Diharapkan melalui hasil penelitian ini dapat menambah
informasi tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting pada
balita. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan rujukan bagi
mahasiswa yang akan melakukan penelitian selanjutnya.
Kata kunci : Stunting, faktor-faktor,PBL, pendapatan, pendidikan ,ASI Eksklusif,
DaftarPustaka : 7Buku(2013-2020), 17internet (2014-2020)
KATA PENGANTAR

Puji syukur panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan Skripsi ini tepat

pada waktunya dengan judul “Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian

Stunting pada Balita” yang merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan

program pendidikan D-IV Keperawatan di Politeknik Kesehatan Kemenkes Palu.

Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari dukungan, dorongan, bantuan dari

keluarga peneliti. Oleh karena itu, melalui kesempatan ini saya mengucapkan terima

kasih kepada kedua orang tua saya, Papa Muhajir Muhammad (Almarhum), Mama

Asmawati Lagimpe serta saudara peneliti Mu’amar Kadafi, Tiara dan Oktaviana yang

selalu memberikan semangat, motivasi, nasehat dan doa yang tulus kepada peneliti

sehingga menjadi semangat utama peneliti dalam menyelesaikan pendidikan

walaupun terdapat rintangan dan hambatan yang kadang kala membuat peneliti ingin

menyerah namun, tetap bangkit dan berusaha lagi.

Peneliti sadar bahwa Skripsi ini masih memiliki kelemahan dan kekurangan.

Oleh karena itu, Penyusun memohon maaf atas kekurangan tersebut. Penyusun juga

bersedia untuk menerima kritik dan saran yang membangun agar kelak kami bisa

berkarya lebih baik lagi. Dalam kesempatan ini penyusun ingin mengucapkan

terimakasih kepada :

1. Nasrul, SKM., M. Kes Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes Palu.


2. Selvi Alvrida Mangundap,S.Kep.M.Si Ketua Jurusan Keperawatan Politeknik

Kesehatan Kemenkes Palu.

3. Iwan,S.Kep.Ns.SH.,M.Kes Ketua Program Studi D-IV Keperawatan Politeknik

Kesehatan Kemenkes Palu

4. Ismunandar, S.Kep.Ns, M.Kes pembimbing I yang telah meluangkan waktu dan

pikirannya untuk memberikan arahan serta bimbingan proses penyusunan Skripsi

ini.

5. Lindanur Sipatu, S.Kep.Ns.MM pembimbing II yang telah meluangkan waktu

dan pikirannya untuk memberikan arahan serta bimbingan proses penyusunan

Skripsi ini.

6. Dr. Jurana, S.Kep., Ns.,M.Kes, Bernadeth Rante, SST, M.Kes, Iwan, S.Kep. Ns.

SH., M.Kes kepada tim Penguji Skripsi yang telah meluangkan waktu dan

memberikan saran untuk proses penelitian.

7. Dosen dan staf jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Palu yang telah

memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada peneliti selama menempuh

pendidikan.

8. Semua teman-teman mahasiswa prodi DIV Keperawatan angkatan 2016 dan

semua pihak yang telah membantu dan memberikan masukan kepada saya.

Semoga Skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca khususnya

mahasiswa Poltekkes Kemenkes Palu jurusan keperawatan.

Palu, 2020
Peneliti

Sry Wulandary
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL.............................................................................................i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING............................................................ii
LEMBAR PERSETUJUAN PENGUJI.....................................................................iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP...................................................................................iv
ABSTRAK.................................................................................................................v
KATA PENGANTAR...............................................................................................vi
DAFTAR ISI..............................................................................................................vii
DAFTAR TABEL......................................................................................................ix
DAFTAR GAMBAR.................................................................................................x
DAFTAR LAMPIRAN..............................................................................................xi
DAFTAR SINGKATAN...........................................................................................xii
BAB 1 PENDAHULUAN.........................................................................................1
A. Latar Belakang...............................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................6
C. Tujuan Penelitian...........................................................................................6
D. Manfaat Penelitian.........................................................................................7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................9
A. Konsep Teori Stunting...................................................................................9
1. Pengertian Stunting..................................................................................9
2. Patofisiologi Stunting...............................................................................11
3. Penyebab Stunting....................................................................................12
4. Ciri-ciri Stunting......................................................................................14
5. Dampak Stunting......................................................................................14
6. Solusi Pencegahan Kasus Stunting .........................................................16
7. Pencegahan dan Penanggulangan Stunting..............................................17
B. Konsep Teori Faktor yang mempengaruhi kejadian stunting........................18
1. Panjang Badan Lahir................................................................................18
2. Pendapatan Keluarga................................................................................19
3. Tingkat Pendidikan Ibu............................................................................21
4. Pengetahuan Ibu tentang gizi...................................................................24
5. ASI Eksklusif...........................................................................................25
C. Konsep Teori Balita.......................................................................................26
1. Pengertian Balita......................................................................................27
2. Karakteristik Balita..................................................................................28
3. Kebutuhan Gizi Balita..............................................................................29
4. Faktor Gizi Internal..................................................................................30
5. Faktor Gizi Eksternal...............................................................................32
6. Akibat Kurang Nutrisi pada Balita...........................................................37
D. Kerangka Konsep ..........................................................................................40
BAB III METODE PENELITIAN.............................................................................42
A. Jenis dan Rancangan Penelitian.....................................................................42
B. Protokol dan Registrasi Pencarian Literatur..................................................42
C. Data Base Pencarian.......................................................................................43
D. Kata Kunci.....................................................................................................43
E. Kriteria Inklusi dan Eksklusi..........................................................................44
F. Hasil Pencarian dan Seleksi Studi .................................................................45
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................................48
A. Karakteristik Studi.........................................................................................48
B. Karakter Responden Studi..............................................................................51
C. Pembahasan ...................................................................................................51
1. Panjang badan lahir...................................................................................51
2. Pendapatan keluarga..................................................................................52
3. Pengetahuan ibu tentang gizi.....................................................................54
4. Tingkat pendidikan ibu..............................................................................55
5. ASI eksklusif.............................................................................................58
BAB V PENUTUP.....................................................................................................60
A. Kesimpulan ...................................................................................................60
B. Saran...............................................................................................................60
C. Confict Of Insert............................................................................................61
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kata Kunci Literature Review...........................................................42


Tabel 3.2 Format PCOS dalam Literature Review............................................43
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Pikir...............................................................................40
Gambar 3.1 Diagram Flow Pencarian Literature..............................................45
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 PRISMAChecklis
Lampiran 2 Jurnal yang dianalisis
DAFTAR SINGKATAN

UNICEF : United Nations Children’s Emergency Fund


WHO : World Health Organization
DEPKES : Departemen Kesehatan
IQ : Intelligence Quotient
PTM : Penyakit Tidak Menular
IMD : Inisiasi Menyusui Dini
MPASI : Makanan Pendamping Air Susu Ibu
HPK : Hari Pertama Kehidupan
PB/U : Panjang Badan menurut Umur
TB/U : Tinggi Badan menurut Umur
PHBS : Perilaku Hidup Sehat
PRISMA : Preffed Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-Analyses
PICOS : Problem Intervention Comparation Outcome Study Design
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Stunting merupakan salah satu masalah yang menghambat perkembangan

manusia secara global. Pada saat ini terdapat sekitar 162 juta anak berusia dibawah

lima tahun mengalami stunting. Jika tren seperti ini terus berlanjut diproyeksikan

bahwa pada tahun 2025 terdapat 127 juta anak berusia dibawah lima tahun akan

mengalami stunting. Menurut United Nations Children's Emergency Fund

(UNICEF) lebih dari setengah anak stunting atau sebesar 56% tinggal di ASIA dan

lebih dari sepertiga atau sebesar 37% tinggal di Afrika (UNICEF, 2016).

Masalah kurang gizi dan stunting merupakan dua masalah yang saling

berhubungan. Stunting pada anak merupakan dampak dari defisiensi nutrien

selama seribu hari pertama kehidupan. Gangguan tumbuh kembang pada anak

akibat kekurangan gizi bila tidak mendapatkan intervensi sejak dini akan berlanjut

hingga dewasa. Stunting pada balita perlu mendapatkan perhatian khusus karena

dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan fisik, perkembangan mental dan

status kesehatan pada anak.studi terkini menunjukan anak yang mengalami

stunting berkaitan dengan prestasi disekolah yang buruk, tingkat pendidikan yang

rendah dan pendapatan yang rendah saat dewasa. Anak yang mengalami stunting

memiliki kemungkinan lebih besar tumbuh menjadi individu dewasa yang tidak
sehat dan miskin. Stunting pada anak juga berhubungan dengan peningkatan

kerentanan anak terhadap penyakit, baik penyakit menular maupun Penyakit Tidak

Menular (PTM) serta peningkatan resiko overweight dan obesitas. Keadaan

overweight dan obesitas jamgka panjang dapat meningkatkan risiko penyakit

degenerative. Kasus stunting pada anak dapat dijadikan predictor rendahnya

kualitas sumber daya manusia suatu negara. Keadaan stunting menyebabkan

buruknya kemampuan kognitif, rendahnya produktivitas, serta meningkatnya

risiko penyakit mengakibatkan kerugian jangka panjang bagi ekonomi Indonesia

(Setiawan et al., 2018).

Merujuk pada pola pikir uniceft/Lancet, masalah stunting terutama

disebabkan karena ada pengaruh dari pola asuh, cakupan dan kualitas pelayanan

kesehatan, lingkungan, dan ketahanan pangan, maka berikut ini mencoba untuk

membahas dari sisi pola asuh dan ketahanan pangan tingkat keluarga. Dari dua

kondisi ini dikaitkan dengan strategi implementasi program yang harus

dilaksanakan. Pola asuh (caring), termasuk didalamnya adalah Inisiasi Menyusu

Dini (IMD), menyusui eksklusif sampai dengan 6 bulan, dan pemberian ASI

dilanjutkan dengan makanan pendamping ASI (MPASI) sampai dengan 2 tahun

merupakan proses untuk membantu tumbuh kembang bayi dan anak (Pusat Data

dan Informasi Kemenkes RI, 2018).

Faktor yang berhubungan dengan stunting adalah Panjang badan lahir,

pendapatan keluarga, pendidikan ibu, pengetahuan ibu tentang gizi, riwayat


pemberian ASI eksklusif pada balita. Penelitian di Ethiopia Selatan membuktikan

bahwa balita yang tidak mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan beresiko

tinggi mengalami stunting (Fikadu, Assegid, & Dube, 2014). Faktor sosial

ekonomi akan memengaruhi daya beli terhadap pangan. Ketidaktersediaan pangan

dalam keluarga secara terus menerus akan menyebabkan terjadinya penyakit

kurang gizi pada anggota keluarga. Penelitian di Indonesia menunjukan bahwa ada

hubungan antara peningkatan sosial ekonomi, dan pendidikan formal ibu dan ayah

akan menurunkan prevalensi dan resiko stunting (Rukmana et al., 2016).

Menurut (Khoirun Ni’mah, Siti Rahayu Nadhiroh, 2015) Hasil penelitian

ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Meilyasari dan Ismawati (2014),

dan penelitian Anugraheni (2012) di Pati yang menunjukkan bahwa risiko stunting

lebih tinggi dialami oleh balita dengan panjang lahir rendah (< 48 cm). Risiko

untuk terjadi gangguan tumbuh (growth faltering) lebih besar pada bayi yang telah

mengalami falter sebelumnya yaitu keadaan pada masa kehamilan dan

prematuritas. Artinya, panjang badan yang jauh di bawah ratarata lahir disebabkan

karena sudah mengalami retardasi pertumbuhan saat dalam kandungan. Retardasi

pertumbuhan saat masih dalam kandungan menunjukkan kurangnya status gizi dan

kesehatan ibu pada saat hamil sehingga menyebabkan anak lahir dengan panjang

badan yang kurang (Kusharisupeni, 2002).


Menurut (Farah Okky Aridiyah dkk, 2015) terdapat hubungan yang

signifikan antara pendapatan keluarga dengan kejadian stunting pada anak balita

yang berada didaerah pedesaan maupun diperkotaan.

Menurut (Eko Setiawan dkk, 2018) ada hubungan yang bermakna antara

tingkat pendidikan ibu dengan kejadian stunting. Hasil yang sama diperoleh

penelitian yang dilakukan diwilayah puskesmas cempaka banjar baru, kalimantan

selatan. Bahwa tingkat pendidikan memiliki pengaruh terhadap kesehatan, salah

satunya adalah status gizi.

Hasil penelitian Taufiqurrahman (2013) dan Pormes dkk (2014) yang

menyatakan bahwa pengetahuan orang tua tentang pemenuhan gizi berpengaruh

dengan kejadian stunting.

Menurut (Farah Okky Aridiyah dkk, 2015) hasil penelitian ini sesuai

dengan penelitian yang dilakukan di Surakarta yang menyatakan bahwa status

menyusui juga merupakan faktor risiko terhadap kejadian stunting. Rendahnya

pemberian ASI eksklusif menjadi salah satu pemicu terjadinya stunting pada anak

balita, sebaiknya pemberian ASI yang baik oleh ibu akan membantu menjaga

keseimbangan gizi anak sehingga tercapai pertumbuhan anak yang normal.

Data prevelensi balita stunting yang dikumpulkan World Heath

Organization (WHO), Indonesia termasuk ke dalam negara ketiga dengan

prevelensi tertinggi diregional Asia Tenggara/South-East Asia Regional (SEAR).

Pada tahun 2017 22,2%, atau sekitar 150,8 juta balita didunia mengalami stunting.

Namun angka ini sudah mengalami penurunan jika dibandingkan dengan angka
stunting pada tahun 2000 yaitu 32,6%. Pada tahun 2017, lebih dari setengah balita

stunting didunia berasal dari Asia (55%) sedangkan lebih dari sepertiganya (39%)

tinggal di Afrika Dari 83,6 juta balita stunting di Asia, proporsi terbanyak berasal

dari Asia Selatan (58,7%) dan proporsi paling sedikit di Asia Tengah (0,9%)

(Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI, 2018).

Rata rata Prevelensi balita stunting di Indonesia tahun 2005-2017 adalah

36,4%. (kemenkes, 2018). Masih tingginya prevalensi stunting menunjukan

masalah gizi di Indonesia merupakan masalah kronis yang berkaitan dengan

kemiskinan, rendahnya pendidikan, serta kurang memadainya pelayanan dan

kesehatan lingkungan (Swathma et al., 2016).

Pada tahun 2019 menunjukan prevalensi status gizi balita di Provinsi

Sulawesi Tengah dengan masalah stunting sebesar 21,4%, menurut pusat data dan

informasi prevalensi Status Gizi Balita Stunting yang tertinggi yaitu berada di

Kabupaten Donggala dibandingkan dengan 12 Kabupaten/Kota lainnya, prevalensi

masalah status gizi balita di Kabupaten Donggala yaitu mencapai 34,9%. Status

gizi anak di bawah lima tahun merupakan indicator kesehatan yang penting karena

usia balita merupakan kelompok yang rentan terhadap masalah gizi dan penyakit.

Jumlah balita yang mengalami stunting di Kota Palu tahun 2018 dapat

mencapai 746 orang. Puskesmas Anuntodea Tipo menjadi tempat dengan kejadian

stunting tertinggi yaitu diketahui bahwa mencapai angka 44,40% dan puskesmas

Singgani menjadi tempat terendah kejadian stunting yaitu mencapai angka 12,62
%. Data puskesmas Anuntodea Tipo tahun 2018 diketahui bahwa terdapat 103

orang balita mengalami stunting (Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah,

2018).

Bentuk upaya perbaikan masalah stunting meliputi upaya untuk

mencegah dan mengurangi gangguan secra langsung (intervensi gizi spesifik) dan

upaya untuk mencegah dan mengurangi gangguan secara tidak langsung

(intervensi gizi sensitive). Upaya intervensi gizi spesifik untuk anak pendek

difokuskan pada kelompok 1.000 hari pertama kehidupan (HPK), yaitu ibu Hamil,

Ibu Menyusui, Dan Anak 0-23 bulan, karena penanggulangan anak pendek yang

paling efektif dilakukan pada 1.000 HPK (Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia, 2016).

A. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang maka rumusan masalah dari

penelitian ini adalah ‘’Faktor-faktor apa sajakah yang berhubungan dengan

kejadian stunting pada balita ?’’

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian

stunting pada balita

2. Tujuan Khusus

a. Menganalisis panjang badan lahir dengan kejadian stunting pada balita.


b. Menganalisis status pendapatan keluarga dengan kejadian stunting pada

balita.

c. Menganalisis tingkat pendidikan ibu dengan kejadian stunting pada balita.

d. Menganalisis pengetahuan ibu tentang gizi balita dengan kejadian stunting

pada alita.

e. Menganalisis pemberian ASI eksklusif dengan kejadian stunting pada balita.

C. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Bagi peneliti untuk memperoleh informasi ilmiah dan merupakan

pengalaman berharga dalam bidang riset dalam rangka menambah wawasan

dan pengalaman.

2. Manfaat Praktis

a. Calon Ibu atau Ibu dengan Balita

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber informasi

mengenai fakor-faktor penyebab stunting.

b. Bagi peneliti selanjutnya

Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan

rujukan bagi mahasiswa yang akan melakukan penelitian selanjutnya serta

diharapkan pembaca dapat menyebarkan informasi kepada orang-orang

terdekat agar mereka memahami faktor-faktor apa saja yang berhubungan

dengan kejadian stunting pada balita.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori Stunting

1. Pengertian Stunting

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh anak balita (Bagi bayi dibawah

lima tahun) yang dilakukan kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu

pendek untuk usianya. Kekurangan gizi terjdi sejak bayi dalam kandungan

dan pada masa awal setelah bayi lahir akan terapi, kondisi stunting baru

Nampak setelah bayi berusia 2 tahun. Stunting yang dialami anak dapat

disebabkan oleh tidak terpaparnya periode 1000 hari pertama kehidupan

mendapat perhatian khusus karena menjadi penentu tingkat pertumbuhan

fisik,kecerdasan, dan produktivitas seseorang dimasa depan. Stunting dapat

pula disebabkan tidak melewati periode emas yang dimulai 1000 hari pertama

kehidupan yang merupakan pembentukan tumbuh kembang anak pada 1000


hari pertama. Pada masa tersebut nutrisi yang diterima bayi saat didalam

kandungan dan menerima ASI memiliki dampak jangka panjang terhadap

kehidupan saat dewasa. Hal ini dapat terlampau maka akan terhindar diri

terjadinya stunting pada anak-anak dan status gizi yang kurang (Yuliana &

Nulhakim, 2019).

Stunting/pendek merupakan kondisi kronis yang menggambarkan

terhambatnya petumbuhan karena malnutrisi dalam jangka waktu yang lama.

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1995/MENKES/SK/XII/2010

tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak, pengertian pendek

dan sangat pendek adalah status gizi yang didasarkan pada Indeks Panjang

Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) yang

merupakan istilah stunted (pendek) dan severely stunted (sangat pendek).

(Kemenkes, RI 2010). Balita pendek adalah balita dengan status gizi

berdasarkan panjang atau tinggi bada menurut umur bila dibandingkan dengan

standar buku WHO, nilai Z-scorenya kurang dari -2SD dan dikategorikan

sangat pendek jika nilai Z-scorenya kurang dari -3SD (Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia, 2016).

Stunting yang telah terjadi bila tidak diimbangi dengan cutch-up

growth (tumbuh kejar) mengakibatkan menurunnya pertumbuhan. Maslalah

stunting merupakan masalah kesehatan masyarakat yang berhubungan dengan

meningkatnya resiko kesakitan, kematian, dan hambatan pada pertumbuhan


baik motorik maupun mental. Stunting dibentuk oleh growth faltering dan

catch up growth yang tidak memadai yang mencerminkan ketidakmampuan

untuk mencapai pertumbuhan optimal. Hal tersebut mengungkapkan bahwa

kelompok balita yang lahir dengan berat badan normal dapat mengalami

stunting bila pemenuhan kebutuhan selanjutnya tidak terpenuhi dengan baik

(Kesehatan, 2013)

Masalah gizi terutama stunting pada balita dapat menghambat

perkembangan anak, dengan dampak negatif yang akan berlangsung dalam

kehidupan selanjutnya seperti penurunan intelektual, rentan terhadap penyakit

tidak menular, penurunan produktivitas hingga menyebabkan kemiskinan dan

risiko melajirkan bayi dengan berat lahir rendah (UNICEF, 2012; dan WHO,

2010).

2. Patofisiologi Stunting

Patofisiologi stunting masih belum sepenuhnya dipahami.

Kekurangan nutrisi prenatal dan setelah lahir, infeksi sistemik, dan infeksi

usus diduga berkontribusi terhadap kejadian stunting. Perawakan orang tua

yang pendek, indeks masa tubuh orang tua rendah, serta kenaikan berat badan

yang kurang selama kehamilan juga dinilai berhubungan dengan berat bayi

baru lahir rendah, yang merupakan salah satu resiko stunting. Kehamilan pada

masa remaja, saat ibunya sendiri masih dalam masa pertumbuhan,

meningkatkan resiko stunting maternal dan dapat menyebabkan luaran


obstetrik yang buruk. Jarak antar kelahiran yang dekat juga meningkatkan

kebutuhan nutrisi pada ibu.perawakan ibu yang pendek disertai dengan

kondisi anak dengan berat lahir rendah dan stunting dapat memperparah

lingkaran intergenerasi dari stunting (Prendergast & Humphrey, 2014).

Temuan baru menyatakan bahwa environmental enteric dysfunction

(EED) berberan besar dalam patogenesis stunting. EED adalah gangguan

umum struktur dan fungsi usus halus yang sering ditemukan pada anak-anak

yang hidup dilingkungan yang tidak sehat. Mekanisme EED yang

menyebabkan terjadinya gagal tumbuh adalah karena terjandinya kebocoran

usus dan tingginya permeabilitas usus, inflamasi usus, disbiosis dan

translokasi bakteri, inflamasi sistemik, serta malabsorpsi nutrisi (Owino et al.,

2016).

Studi lain menyatakan bahwa pediatric environmental enteropathy

(PEE), suatu inflamasi kronis pada usus halus diduga berkontribusi besar pada

patofisiologi stunting. Perubahan komposisi mikrobiota diusus diduga

menyebebkan kegagalan intervensi gizi dan berkurangnya respons tubuh

terhadap vaksin oral (Vonaesch et al., 2018).

3. Penyebab Stunting

Stunting dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang dibagi menjadi

4 kategori besar yaitu faktor keluarga dan rumah tangga, makanan

tambahan/komplementer yang tidak adekuat, menyusui, dan infeksi. Faktor


keluarga dan rumah tangga dibagi lagi menjadi faktor maternal dan faktor

lingkungan rumah. Faktor maternal berupa nutrisi yang kurang pada saat

prekonsepsi, kehamilan dan laktasi, tinggi badan ibu yang rendah, infeksi,

kehamilan pada usia remaja, kesehatan mental, Intrauterine Growth

Restriction (IUGR), kelahiran preterm, jarak kehamilan yang pendek, dan

hipertensi (WHO, 2013).

Faktor lingkungan rumah berupa stimulasi dan aktivitas anak yang

tidak adekuat, perawatan yang kurang, sanitasi dan pasukan air yang tidak

adekuat, akses dan ketersediaan pangan yang kurang, alokasi makanan dalam

rumah tangga yang tidak sesuai, dan edukasi pengasuh yang rendah. Faktor

kedua penyebab stunting adalah makanan komplementer yang tidak adekuat,

yang dibagi menjadi tiga, yaitu kualitas makanan yang rendah, cara pemberian

yang tidak adekuat, dan keamanan makanan dan minuman. Kualitas makanan

yang rendah dapat berupa kualitas mikronutrien yang rendah, keragaman jenis

makanan yang dikonsumsi dan sumber makanan hewani yang rendah,

makanan yang tidak mengandung nutrisi, dan makanan komplementer yang

mengandung energi rendah. Cara pemberian yang tidak adekuat berupa

frekuensi pemberian makanan yang rendah, pemberian makanan yang tidak

adekuat ketika sakit dan setelah sakit, konsistensi makanan yang terlalu halus,

pemberian makan yang rendah dalam kuantitas. Keamanan makanan dan

minuman dapat berupa makanan dan minuman yang terkontaminasi,


kebersihan yang rendah, penyimpanan dan persiapan makanan yang tidak

aman (WHO, 2013).

Faktor ketiga yang dapat menyebabkan stunting adalah pemberian

ASI (Air Susu Ibu) yang salah, karena insiasi yang terlambat, tidak ASI

eksklusif, dan penghentian penyusuan yang terlalu cepat. Faktor keempat

adalah infeksi klinis dan sub klinis seperti infeksi pada usus : diare,

environmental enteropathy, infeksi cacing, infeksi pernapasan, malaria, nafsu

makan yang kurang akibat infeksi dan inflamasi (WHO, 2013)

Adapun juga penyebab anak stunting karena gizi buruk yang dialami

oleh ibu hamil maupun anak balita, kurangnya pengetahuan ibu mengenai

kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan, serta setelah ibu

melahirkan. Dan masih terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan Ante

Natal Care (pelayanan kesehatan untuk ibu selama masa kehamilan) Post

Natal Care dan pembelajaran dini yang berkualitas, serta masih kurangnya

akses kepada makanan bergizi. (Eko Putro S, 2017).

4. Ciri-ciri Sunting

Ciri-ciri fisik yang tampak pada anak balita stunting amtara lain :

tinggi dibawah rata-rata, terjadi gagal tumbuh, perhatian dan memori rendah,

menghindari kontak mata, dan lebih pendiam. Stunting juga diakibatkan oleh

kondisi kurang gizi diusia balita dan berat badan lahir rendah (BBLR).

Pemberantasan masalah stunting di Indonesia penting dilakukan terutama


untuk menekankan pada langkah-langkah pencegahan dini dengan gerakan

perbaikan asupan gizi pada remaja, wanita usia subur, ibu hamil dan balita.

Upaya khusus pada balita meliputi pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan,

pemberian pola asuh yang baik, dan pemantauan status pertumbuhan dan

perkembangan anak pada 1000 hari pertama kelahiran. Masalah gizi pendek

diakibatkan oleh keadaan yang berlangsung lama, maka ciri masalah gizi yang

yang pendek diakibatkan oleh keadaan yang berlangsung lama, maka ciri

masalah gizi yang ditunjukan oleh anak pendek adalah masalah gizi yang

sifatnya kronis. (Gibney, 2009).

5. Dampak Stunting

Dampak buruk yang dapat ditimbulkan oleh masalah gizi pada

periode tersebut, dalam jangka pendek adalah terganggunya perkembangan

otak, kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme

tubuh. Sedangkan dalam jangka panjang akibat buruk yang dapat ditimbulkan

adalah menurunnya kemampuan kognitif dan prestasi belajar, menurunnya

kekabalan tubuh sehingga mudah sakit, dan resiko tinggi untuk munculnya

penyakit diabetes, kegemukan, penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker,

stroke, dan disabilitas pada usia tua, serta kualitas kerja yang tidak kompetitif

yang berakibat pada rendahnya produktivitas ekonomi (Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia, 2016).


Anak-anak yang mengalami stunting lebih awal yaitu sebelum usia 6

bulan, akan mengalami stunting lebih berat menjelang usia dua tahun.

Stunting yang parah pada anak-anak akan terjadi defisit jangka panjang dalam

perkembangan fisik dan mental sehingga tidak mampu untuk belajar secara

optimal di sekolah, dibandingkan anak-anak dengan tinggi badan normal.

Anak-anak dengan stunting cenderung lebih lama masuk sekolah dan lebih

sering absen dari sekolah dibandingkan anak-anak dengan status gizi baik. Hal

ini memberikan konsekuensi terhadaap kesuksesan anak dalam kehidupannya

dimasa yang akan datang. (Hidayat, 2012).

Dampak yang ditimbulkan stunting dapat dibagi menjadi dampak

jangka pendek dan jangka panjang : (Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI,

2018)

a. Dampak Jangka Pendek.

1) Peningkatan kejadian kesakitan dan kematian

2) Perkembangan kognitif, motorik, dan verbal pada anak tidak optimal;

dan

3) Peningkatan biaya kesehatan

b. Dampak Jangka Panjang

1) Postur tubuh yang tidak optimal saat dewasa (lebih pendek

dibandingkan pada umumnya)

2) Meningkatnya resiko obesitas dan penyakit lainnya


3) Menurunnya kesehatan reproduksi

4) Kapasitas belajar dan performa yang kurang optimal saat masa sekolah;

dan

5) Produktivitas dan kapasitas kerja yang tidak optimal.

6. Solusi pencegahan kasus stunting

a. Pemenuhan kebutuhan zat gizi bagi ibu hamil. Ibu hamil harus

mendapatkan makanan yang cukup gizi, suplementasi zat gizi (tablet zat

besi atau Fe), dan terpantau kesehatannya. Namun, kepatuhan ibu hamil

untuk meminum tablet tambah darah hanya 33%. Padahal mereka harus

minimal mengkonsumsi 90 tablet selama kehamilan

b. ASI eksklusif sampai umur 6 bulan dan setelah umur 6 bulan diberi

makanan pendamping ASI (MPASI) yang cukup jumlah dan kualitasnya.

c. Memantau pertumbuhan balita diposyandu merupakan upaya yang sangat

strategis untuk mendeteksi dini terjadinya gangguan pertumbuhan.

d. Meningkatkan akses terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi, serta menjaga

kebersihan lingkungan (Mushalih et al., 2018).

7. Pencegahan dan penanggulangan stunting

Periode yang paling kritis dalam p enanggulangan stunting dimulai

sejak janin dalam kandungan sampai anak berusia 2 tahun yang disebut

dengan periode emas (seribu hari pertama kehidupan). Oleh karena itu,

perbaikan gizi diprioritaskan pada usia seribu hari pertama kehidupan yaitu

270 hari selama kehamilannya dan 730 hari pada kehidupan bayi yang
dilahirkannya. Pencegahan dan penanggulangan stunting yang paling efektif

dilakukan pada seribu hari pertam kehidupan (Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia, 2016) meliputi :

a. Pada ibu hamil

1) Memperbaiki gizi dan kesehatan ibu hamil merupakan cara terbaik

dalam mengatasi stunting. Ibu hamil

2) Setiap ibu hamil perlu mendapat tablet tambah darah, minimal 90 tablet

selama kehamilan

3) Kesehatan ibu harus tetap dijaga agar ibu tidak mengalami sakit.

b. Pada saat bayi lahir

1) Persalinan ditolong oleh bidan atau dokter terlatih dan begitu bayi lahir

melakukan IMD (Insiasi Menyusu Dini)

2) Bayi sampai dengan usia 6 bulan diberi ASI saja (ASI Eksklusif)

c. Bayi berusia 6 bulan sampai dengan 2 tahun

1) Mulai usi 6 bulan, selain ASI bayi diberi Makanan Pendamping ASI

(MP-ASI), Pemberian ASI terus dilakukan sampai bayi berumur 2

tahun.

2) Bayi dan anak memperoleh kapsul vitamin A, taburia, imunisasi dasar

lengkap.
3) Memantau pertumbuhan balita diposyandu merupakan upaya yang

sangat strategis untuk mendeteksi dini terjadinya gangguan

pertumbuhan.

4) Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) terus diupayakan oleh setiap

rumah tangga termasuk meningkatkan akses terhadap air bersih dan

fasilitas sanitasi, serta menjaga kebersihan lingkungan. PHBS

menurunkan kejadian sakit terutama penyakit infeksi yang dapat

membuat energi untuk pertumbuhan teralihkan kepada perlawanan

tubuh menghadapi infeksi, gizi sulit diserap oleh tubuh dan

terhambatnya pertumbuhan.

B. Konsep Teori Faktor yang mempengaruhi kejadian stunting

1. Panjang Badan Lahir

Pada bayi baru lahir, perlu dilakukan pengukuran antroprometri yaitu

pengukuran panjang badan secara normal, panjang badan bayi baru lahir adalah

48 cm dan pada usia 0-6 bulan bayi akan mengalami penambahan tinggi badan

sekitar 2,5 cm setiap bulannya. Pada usia 6-12 bulan mengalami penambahan

tinggi badan hanya sekitar 1,25 cm setiap bulannya. Pada akhir tahun pertama

akan meningkat kira-kira 50% dari tinggi badan waktu lahir (Hidayat, 2013).

Menurut (Khoirun Ni’mah, Siti Rahayu Nadhiroh, 2015) Hasil

penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Meilyasari dan

Ismawati (2014), dan penelitian Anugraheni (2012) di Pati yang menunjukkan

bahwa risiko stunting lebih tinggi dialami oleh balita dengan panjang lahir
rendah (< 48 cm). Risiko untuk terjadi gangguan tumbuh (growth faltering)

lebih besar pada bayi yang telah mengalami falter sebelumnya yaitu keadaan

pada masa kehamilan dan prematuritas. Artinya, panjang badan yang jauh di

bawah ratarata lahir disebabkan karena sudah mengalami retardasi pertumbuhan

saat dalam kandungan. Retardasi pertumbuhan saat masih dalam kandungan

menunjukkan kurangnya status gizi dan kesehatan ibu pada saat hamil sehingga

menyebabkan anak lahir dengan panjang badan yang kurang (Kusharisupeni,

2002)..

2. Pendapatan Keluarga

Daya beli keluarga sangat ditentukan oleh tingkat pendapatan

keluarga. Orang miskin biasanya akan membelanjakan sebagian besar

pendapatannya untuk makanan. Rendahnya pendapatan merupakan rintangan

yang menyebabkan orang-orang tidak mampu membeli pangan dalam jumlah

yang dibutuhkan. Ada pula keluarga yang sebenarnya mempunyai penghasilan

cukup namun sebagian anaknya berstatus kurang gizi (Irianto A, 2015). Pada

umumnya tingkat pendapatan naik jumlah dan jenis makanan cenderung untuk

membaik tetapi mutu makanan tidak selalu membaik (Aditianti, 2010). Anak

yang tumbuh dalam suatu keluarga miskin paling rentan terhadap kurang gizi

diantara seluruh anggota keluarga dan yang paling kecil biasanya paling

terpengaruh keadaan gizi (Welassih BD, The Indonesian Journal of Public

Health. 2012;8.70).
Tingkat pendapatan keluarga dan tingkat pendidikan orang tua

termasuk dalam faktor sosial ekonomi keluarga. Tingkat ekonomi keluarga

dapat diukur dari tingkat pendapatan total atau jumlah pengeluaran total dalam

suatu keluarga. Jumlah pengeluaran total keluarga meliputi pengeluaran atas

pangan dan non pangan.

Faktor sosial ekonomi keluarga berpengaruh terhadap pertumbuhan

dan perkembangan anak. Keadaan sosial ekonomi keluarga yang tergolong

rendah dapat menyebabkan daya beli rendah, kurang tersedianya air bersih,

sanitasi dilingkungan keluarga buruk, ketersediaan dan akses pangan

berkualitas yang rendah, serta akses dengan layanan kesehatan yang terbatas

atau rendah.

Proses pertumbuhan dan perkembangan seorang anak sangat

dipengaruhi oleh asupan gizinya. Seorang anak yang tidak mendapat asupan

nutrisi yang cukup akan mengalami gangguan tumbuh kembang. Keluarga

dengan keadaan sosial ekonomi rendah cenderung memiliki anak stunting

akibat tidak terpenuhnya asupan nutrisiyang cukup serta rentan terserang

penyakit infeksi (Swarinastiti et al., 2018).

Menurut (Farah Okky Aridiyah dkk, 2015) terdapat hubungan yang

signifikan antara pendapatan keluarga dengan kejadian stunting pada anak

balita yang berada didaerah pedesaan maupun diperkotaan.

3. Tingkat Pendidikan Ibu


Pendidikan dapat dipandang dalam arti luas dan teknis. Dalam arti luas

pendidikan menunjuk pada suatu tindakan atau pengalaman yang mempunyai

pengaruh yang berhubungan dengan pertumbuhan atau perkembangan jiwa,

watak, atau kemampuan fisik individu. Dalam arti teknis, pendidikan adalah

proses dimana masyarakat melalui lembaga-lembaga pendidikan (sekolah,

perguruan tinggi atau lembaga lainnya) dengan sengaja mentransformasikan

warisan budayanya, yaitu pengetahuan, nilai-nilai keterampilan-keterampila,

dan generasi-generasi. Pendidikan menurut undang-undang Nomor 20 Tahun

2003 adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan

dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Pendidikan formal adalah pendidikan

yang berlangsung secara teratur, bertingkat dan mengikuti syarat-syarat tertentu

secara ketat.

Pendidikan ini berlangsung disekolah, pendidikan dasar, pendidikan

menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan informal adalah pendidikan yang

didapatkan seseorang dari pengalaman sehari-hari baik secara sadar maupun

tidak sadar sepanjang hayat. Pendidikan ini dapat berlangsung dalam keluarga,

dalam pergaulan sehari-hari maupun dalam pekerjaan, masyarakat, dan

organisasi. Pendidikan non formal adalah pendidikan yang dilaksanankan

secara tertentu dan sadar tetapi tidak terlalu mengikuti peraturan yang ketat.
Tingkat pendidikan mempengaruhi pola konsumsi makan melalui cara

pemilihan bahan makanan dalam hal kualitas dan kuantitas. Pendidikan orang

tua memiliki hubungan timbal balik dengan pekerjaan. Pendidikan ayah dan ibu

merupakan faktor yang mempengaruhi harta dan rumah tangga dan

komodiitipasar yang dikonsusmi karena dapat mempengaruhi sikap

kecenderungan dalam memilih bahan-bahan konsumsi. Tingakat pendidikan

juga berkaitan dengan penegetahuan gizi yang dimiliki, dimana semakin tinggi

pendidikan ibu maka semakin baik pula pemahaman dalam memilih bahan

makanan. Orang tua dengan tingkat pendidikan yang rendah juga lebih tidak

memahami pentingnya asupan nutrisi pertumbuhan bagi anak. Masalah yang

dialami keluarga dengan sosiial ekonomi rendah ini memberikan kontribusi

pada tingginya risiko terkena penyakit infeksi dan asupan nutrisi yang tidak

terpenuhi (Yangqiao, Wen Chensi, Lipang, & Fei, 2015).

Pendidikan ibu merupakan modal utama dalam menunjang ekonomi

keluarga juga berperan dalam penyusunan makan keluarga. Serta pengasuhan

dan perawatan anak. Bagi keluarga dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan

lebih mudah menerima informasi kesehatan khususnya dibidang gizi, sehingga

dapat menanmbah pengetahuannya dan mampu menerapakan dalam kehidupan

sehari-hari (Depkes RI, 2015).

Tingkat pendidikan yang dimiliki wanita bukan hanya bermanfaat bagi

penambahan pengetahuan dan peningkatan kesempatan kerja yang dimilikinya,

tetapi juga merupakan bekal atau sumbangan dalam upaya memenuhi


kebutuhan dirinya serta mereka yang tergantung padanya. Wanita dengan

tingkat pendidikan yang lebih tinggi cenderung lebih baik taraf kesehatannya

(Pramudtya SW, 2010).

Jika pendidikan ibu dan pengetahuan ibu rendah akibatnya ia tidak

mampu untuk memilih hingga menyajikan makanan untuk keluarga memenuhi

syarat gizi seimbang (UNICEF, 2010). Hal ini senada dengan hasil penelitian di

Meksiko bahwa pendidikan ibu sangat penting dalam hubungannya dengan

pengetahuan gizi dan pemenuhan gizi keluarga khususnya anak, karena ibu

dengan pendidikan rendah antara lain akan sulit menyerap informasi gizi

sehingga dapat beresiko mengalami resiko stunting (Hizni et al., 2010).

Menurut (Eko Setiawan dkk, 2018) ada hubungan yang bermakna

antara tingkat pendidikan ibu dengan kejadian stunting. Hasil yang sama

diperoleh penelitian yang dilakukan diwilayah puskesmas cempaka banjar baru,

kalimantan selatan. Bahwa tingkat pendidikan memiliki pengaruh terhadap

kesehatan, salah satunya adalah status gizi.

4. Pengetahuan Ibu tentang gizi

Pengetahuan tentang kebutuhan tubuh akan zat gizi berpengaruh

terhadap jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi. Dalam kehidupan

masyarakat sehari-hari sering terlihat keluarga yang sesungguhnya


berpenghasilan cukup, tetapi makanan yang dihidangkan seadanya saja.

Keadaan ini menunjukkan ketidaktahuan akan faedah makanan bagi kesehatan

tubuh, merupakan sebab buruknya mutu gizi makanan keluarga.

Pengetahuan penting peranannya dalam menentukan asupan makan.

Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap perilaku dalam

memilih makanan yang akan berdampak pada asupan gizinya. Dengan adanya

pengetahuan tentang gizi, masyarakat akan tahu bagaimana menyimpan dan

menggunakan pangan (Adriani & Wirjatmadi, 2014).

Gizi kurang banyak menimpa balita sehingga golongan ini disebut

golongan rawan. Masa peralihan antara saat disapih dan mengikuti pola makan

orang dewasa atau bukan anak, merupakan masa rawan kareana ibu atau

pengasuh mengikuti kebiasaan yang keliru. Penyuluhan gizi dengan bukti-bukti

perbaikan gizi dapat memperbaiki sikap ibu yang kurang menguntungkan

pertumbuhan anak (Rahayu A, 2014).

Pengetahuan gizi dipengaruhi oleh beberpa faktor. Disamping

pendidikan yang pernah dijalani, faktor lingkungan sosial dan frekuensi kontak

dengan media masa juga mempengaruhi pengetahuan gizi. Salah satu penyebab

terjadinya gangguan gizi adalah kurangnya pengetahuan gizi atau kemampuan

untuk menerapkan informasi tentang gizi dalam kehidupan sehari-hari

(Suhardjo, 2007).

Tingkat pengetahuan gizi seseorang besar pengaruhnya bagi perubahan

sikap dan perilaku didalam pemilihan bahan makanan, yang bersangkutan.


Keadaan gizi yang rendah disuatu daerah akan menentukan tingginya angka

kurang gizi secara nasional (Mulyati, 2009).

Hasil penelitian Taufiqurrahman (2013) dan Pormes dkk (2014) yang

menyatakan bahwa pengetahuan orang tua tentang pemenuhan gizi berpengaruh

dengan kejadian stunting.

5. ASI Eksklusif

Pemberian ASI secara dini dan eksklusif sekurang-kurangnya 4-6

bulan akan memebantu mencegah berbagai penyakit anak, termasuk gangguan

lambung dan saluran nafas, terutama asma pada anak-anak. Hal ini disebabkan

adanya antibody penting yang ada dalam kolostrum ASI (dalam jumlah yang

lebih sedikit), akan melindungi bayi baru lahir dan mencegah timbulnya alergi.

Untuk alasan tersebut, semua bayi baru lahir harus mendapatkan kolostrum

(Rahmi (2008) dalam Aprilia, 2009). Insiasi menyusu dini dan ASI eksklusif

selama 6 bulan pertama dapat mencegah kematian bayi dan infant yang lebih

besar dengan mereduksi resiko penyakit infeksi, hal ini karena (WHO, 2010).

ASI dapat langsung digunakan oleh tubuh anak tanpa memerlukan

pengolahan, selain itu komposisi ASI juga mengandung zat yang menyebabkan

ASI dapat langsung digunakan tanpa harus melalui proses pencernaan makanan

seperti biasa. Hal ini diharapkan dapat mempertahankan dan meningkatkan

kesehatan bayi. Bayi dengan kesehatan dan status gizi yang baik dapat

mengalami pertumbuhan yang optimal (Swarinasti et al., 2018).


Menurut (Farah Okky Aridiyah dkk, 2015) hasil penelitian ini sesuai

dengan penelitian yang dilakukan di Surakarta yang menyatakan bahwa status

menyusui juga merupakan faktor risiko terhadap kejadian stunting. Rendahnya

pemberian ASI eksklusif menjadi salah satu pemicu terjadinya stunting pada

anak balita, sebaiknya pemberian ASI yang baik oleh ibu akan membantu

menjaga keseimbangan gizi anak sehingga tercapai pertumbuhan anak yang

normal.

C. Konsep Teori Balita

1. Pengertian Balita

Balita adalah individu atau sekelompok individu dari suatu penduduk

yang berada dalam rentan usia tertentu. Usia balita dapat dikelompokkan

menjadi tiga golongan yaitu golongan usia bayi (0-2 tahun), golongan batita (2-

3 tahun), dan golongan prasekolah (>3-5 tahun). Adapun menurut WHO,

kelompok balita adalah 0-60 bulan (Adriani dan Bambang, 2014).

Masa balita adalah masa yang sangat penting dalam upaya

menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Masa balita merupakan

golden age (periode kemasan) yaitu periode penting dalam proses tumbuh

kembang manusia, perkembangan dan pertumbuhan dimasa itu menjadi

penentu keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak diperiode

selanjutnya (Hurlock EB, dalam Ramlah, 2014).

Pada masa balita termasuk kelompok umur paling rawan terhadap

kekurangan energi dan protein, asupan zat gizi yang baik sangat diperlukan
untuk proses pertumbuhan dan perkembangan. Zat gizi yang baik adalah zat-zat

gizi yang berkualitas tinggi dan jumlahnya mencukupi kebutuhan. Apabila zat

gizi tubuh tidak terpenuhi dapat menyebabkan beberapa banyak dampak yang

serius, contohnya gagal dalam pertumbuhan fisik serta perkembangan yang

tidak optimal (Waryana, 2010).

Awal masa kanak-kanak merupakan periode dimana anak akan

mempelajari, perilaku disekitar anak akan dijadikan anak sebagai dasar untuk

amak masuk sekolah nantinya, periode ini juga akan dimanfaatkan anak untuk

mengeksplore lingkungan dengan cara bertanya, periode ini juga digunakan

anak untuk mencontoh tindakan serta cara berbicara orang dewasa, selain itu

periode ini juga dapat digunakan anak untuk memperlihatkan kreativitasnya

meskipun ada yang meniru (Marimbi, 2010).

a. Tugas awal balita

1) Balita belajar makan dan minum yang padat

2) Balita belajar berjalan

3) Balita belajar berbicara

4) Balita belajar toileting

5) Balita belajar membedakan laki-laki dan perempuan

6) Balita belajar membaca

7) Balita belajar membedakan mana yang benar dan mana yang salah serta

mempunyai kasih sayang (Marimbi, 2010).

2. Karakteristik Balita
Septiari (2012) menyatakan karakteristik balita dibagi menjadi dua yaitu :

a. Anak usia 1-3 tahun

Usia 1-3 tahun merupakan konsumen pasif artinya anak menerima

makanan yang disediakan orang tuanya. Laju pertumbuhan usia balita lebih

besar dari usia prasekolah, sehingga diperlukan jumlah makanan yang

relative besar. Perut yang lebih kecil menyebabkan jumlah makanan yang

mampu diterimanya dalam sekali makan leibih kecil bila dibandingkan

dengan anak yang usianya lebih besar oleh sebab itu, pola makan yang

diberikan adalah porsi kecil dengan frekuensi sering.

b. Anak usia prasekolah (3-5 tahun)

Usia 3-5 tahun anak menjadi konsumen aktif. Anak sudah mulai

memilih makanan yang disukainya. Pada usia ini berat badan anak

cenderung mengalami penurunan, disebabkan karena anak beraktivitas lebih

banyak dan mulai memilih maupun menolak makanan yang disediakan

orang tuanya.

Karakter anak usia balita (terutama anak usia di bawah lima tahun

atau todler) adalah sangat egosentris. Selain itu, anak juga mempunyai

perasaan takut pada ketidaktahuannya sehingga anak perlu diberi tahu

tentang apa yang terjdi padanya. Misalnya, pada saat akan diukur suhu

tubuhnya, anak akan merasa takut melihat alat yang ditempelkan pada

tubuhnya. Oleh karena itu, jelaskan bagaimana anak akan merasakannya.


Beri kesempatan padanya untuk memegang thermometer sampai ia yakin

bahwa alat tersebut tidak berbahaya untuknya (Novi, 2002:83).

3. Kebutuhan Gizi Balita

Seacara umum, jadwal pemberian makan sebanyak 3 kali makanan

utama dan 2 kali makanan selingan. Pola hidangan sehari mengikuti pola

makanan seimbang yang terdiri atas sumber karbohidrat, protein, vitamin, dan

mineral serta air. Pada usia balita, terjadi perubahan jenis makanan dan cara

makan dari semula konsumsi ASI dan MP-ASI menjadi makanan-makanan

keluarga, serta pembelajaran makan dan minum sendiri. Jika kebutuhan gizi

pada usia ini tidak terpenuhi dengan baik, akan mengakibatkan pola tumbuh

kembangyang kurang optimal.

Setelah berumur satu tahun, menu makanan harus divariasikan untuk

menghindari kebosanan dan diberi susu, serealia (bubur, beras, roti), daging,

sayuran, sup dan buah. Pada waktu makan, balita mulai diajarkan cara makan

yang baik dengan jenis makanan yang bernilai gizi tinggi. Antara waktu makan

siang dan malam, balita dapat diberikan makanan selinganseperti biscuit, kue

basah, dan es krim (Hardiansyah & Supariasa, 2017).

4. Faktor Gizi Internal


Faktor gizi internal merupakan faktor yang berasal dari seseorang yang

menjadi dasar pemeriksaan tingkat kebutuhan gizi seseorang. Faktor gizi

internal yang memengaruhi gizi balita, meliputi :

a. Nilai cerna makanan

Penganekaragaman makanan erat kaitannya dengan nilai cerna

makanan. Makanan yang disediakan untuk dikonsumsi manusia mempunyai

nilai cerna yang berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh keadaan makanan

misalnya keras atau lembek.

b. Status kesehatan

Status kesehatan seseorang turut menentukan kebutuhan zat gizi.

Kebutuhan zat gizi orang sakit berbeda dengan orang sehat, karena sebagian

sel tubuh orang sakit telah mengalami kerusakan dan perlu digant, sehingga

membutuhkan zat gizi yang lebih banyak. Selain untuk membangun kembali

sel tubuh yang telah rusak, zat gizi tubuh ini diperlukan untuk pemulihan.

c. Keadaan infeksi

Di Indonesia dan juga Negara berkembang lainnya penyakit infeksi

masih menghantuijiwa dan kesehatn balita. Gangguan defisiensi gizi dan

rawan infeksi merupakan suatu pasangan yang erat, maka perlu ditinjau

kaitannya satu sama lain. Infeksi bisa berhubungan dengan gangguan gizi

melalui beberapa cara, yaitu mempengaruhi nafsu makan, menyebabkan

kehilangan bahan makanan karena muntah/diare, atau mempengaruhi

metabolisme makanan. Gizi buruk dan infeksi, keduanya dapat bermula dari
kemiskinan dan lingkungan yang tidak sehat dengan sanitasi buruk. Selain

itu, juga diketahui bahwa infeksi menghambat reaksi imunologis yang

normal dengan menghabiskan sumber energi pada tubuh. Adapun penyebab

utama gizi buruk ialah penyakit infeksi bawaan anak seperti diare, campak,

ISPA, dan rendahnya asupan gizi akibat kurangnya ketersediaan pangan

ditingkat rumah tangga atau karena pola asuh yang salah.

Infeksi akut menyebabkan kurangnya nafsu makan dan toleransi

terhadap makanan. Diberbagai tempat didunia, makanan dapat tercemar oleh

berbagai bibit penyakit yang menimbulkan gangguan dalam penyerapan zat

gizi.

d. Umur

Anak balita yang sedang mengalami pertumbuhan memerlukan

makanan bergizi yang lebih banyak, dibandingkan orang dewasa per kilo

gram berat badannya. Dengan semakin bertambahnya umur, semakin

meningkat pula kebutuhan zat tenaga bagi tubuh.

e. Jenis kelamin

Jenis kelamin menentukan besar kecilnya kebutuhan gizi seseorang.

Anak laki-laki lebih banyak membutuhkan zat tenaga dan protein dari pada

perempuan. Dan hal ini dengan mudah dapat dilihat dari aktivitas yang

dilakukan oleh laki-laki dan perempuan.

f. Riwayat ASI eksklusif


Pemberian ASI secara eksklusif untuk bayi hanya diberikan ASI,

tanpa diberi tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air the,

dan air putih. Pemberian ASI eksklusif dianjurkan untuk jangka waktu

minimal 4 bulan taua 6 bulan.

Air susu ibu merupakan satu-satunya makanan ideal yang

terbaikdan paling sempurna bagi bayi dan memenuhi kebutuhan fisik dan

psikologis bayi yang sedang tumbuh dan berkembang. ASI mudah dicernah

oleh sistem pencernaan bayi, lengkap kandungan gizinya, juga mengandung

zat kekabalan yang mampu melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi.

Selain itu, ASI juga dapat menurunkan angka kematian bayi baru lahir

karena diare.

g. Riwayat Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)

Makanan pendamping ASI atau MP-ASI adalah makanan yang

diberikan kepada bayi disamping ASI, untuk memenuhi kebutuhan gizi anak

mulai 6 bulan sampai umur 24 bulan. Bayi membutuhkan zat gizi yang

tinggi untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Seiring dengan

pertumbuhan anak, kebutuhan zat gizinya juga meningkat.

5. Faktor Gizi Eksternal

Faktor gizi eksternal adalah factor yang berpengaruh diluar dari

seseorang. Faktor gizi eksternal yang mempengaruhi gizi balita meliputi :

a. Tingkat Pendidikan Orang Tua


Pendidikan adalah suatu usaha sadar seseorang untuk

mengembangkan kepribadian dan kemampuan didalam dan diluar sekolah.

Disebutkan pula bahwa tingkat pendidikan yang rata-rata masih rendah,

khususnya kalangan wanita merupakan salah satu masalah pokok yang

berpengaruh terhadap masalah kesehatan. Makin tinggi tingkat pendidikan

seseorang, makin mudah menerima informasi pengetahuan mengenai

penyediaan makanan yang baik.

Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor penting dalam

tumbuh kembang anak. Karena dengan pendidikan yang baik, maka orangitu

dapat menerima segala informasi dari luar terutama cara pengasuhan anak

yang baik. Bagaimana menjaga kesehatan anaknya, pendidikannya, dan

sebagainya.

Tingkat pendidikan orang tua menurut Engle et al (1999) dari buku

Adriani dan Wirjatmadi, terutama pendidikan wanita (sebagai pengasuh

utama dari anak), mempunyai pengaruh yang sangat potensi terhadap

kualitas pengasuhan dan perawatan anak. Wanita yang lebih berpendidikan

akan lebih baik dalam memproses informasi dan belajar untuk memperoleh

pengetahuan/keahlian serta perilaku pengasuhan yang positif. Wanita yang

berpendidikan cenderung lebih baik dalam pemanfaatan fasilitas pelayanan

kesehatan, lebih dapat berinteraksi secara efektif dengan memberi pelayanan

kesehatan serta lebih mudah mematuhi saran yang diberikan oleh provider.
Wanita yang berpendidikan lebih baik dalam melakukan pengasuhan dan

berinteraksi dengan anak serta lebih bisa menstimulasi anaknya.

Tingkat pendidikan seseorang akan berkaitan erat dengan wawasan

pengetahuan mengenai sumber gizi dan jenis makanan yang baik untuk

konsumsi keluarga. Ibu rumah tangga yang berpendidikan akan cenderung

memilih makanan yang lebih baik dalam mutu dan jumlahnya dibandingkan

dengan ibu yang pendidikan lebih rendah.

b. Jenis Pekerjaan Orang Tua

Status ekonomi rumauh tangga dapat dilihat dari pekerjaan yang

dilakukan oleh kepala rumah tangga maupu anggota rumah tangga yang lain.

Jenis pekerjaan yang dilakukan oleh kepala rumah tangga dan anggota

keluarga lain akan menentukan seberapa besar sumbangan mereka terhadapa

keuangan rumah tangga yang kemudian akan digunakan untuk memenuhi

kebutuhan keluarga, seperti pangan yang bergizi, dan perawatan kesehatan.

Jadi, terdapat hubungan antara konsumsi pangan dan status ekonomi rumah

tangga serta status gizi masyarakat.

Tingkat pendapatan akan menentukan jenis dan ragam makanan

yang akan dibeli dengan uang tambahan. Keluarga dengan penghasilan

rendah akan menggunakan sebagian besar dari keuangannya untuk membeli

makanan dan bahan makanan. Penghasilannya yang rendah berati rendah

pula jumlah uang yang akan dibelanjakan untuk makanan, sehingga bahan

makanan yang dibeli untuk keluarga tersebut tidak mencukupi untuk


mendapat dan memelihara kesehatan seluruh keluarga. Apabila pendapatan

meningkat, maka akan terjadi perubahan dalam susunan makanan, karena

peningkatan pendapatan tersebut memungkinkan mereka mampu membeli

pangan yang berkualitas dan berkuantitas lebih baik. Namun perlu diketahui,

bahwa pengeluaran uang yang lebih banyak untuk pangan tidak menjamin

lebih beragamnya konsumsi pangan. Kadang perubahan utama yang terjadi

dalam kebiasaan makan yaitu pangan yang dimakan itu lebih mahal. Asupan

makan yang tidak cukup baik dari segi jumlah maupun kualitas dalam jangka

lama akan menyebabkan terjadinya gangguan gizi. Keadaan kurang gizi

akan mengurangi daya tahan tubuh terhadap penyakit, mempengaruhi tingkat

kecerdasan dan prestasi belajar, produktifitas kerja dan pendapatan.

c. Jumlah Anggota Keluarga

Kasus balita gizi kurang banyak ditemukan pada keluarga dengan

anggota keluarga yang besar disbanding dengan keluarga kecil. Keluarga

dengan jumlah anak yang banyak dan jarak kelahiran yang sangat dekat akan

menimbulkan lebih banyka masalah, yakni pendapatan keluarga yang pas-

pasan. Sedangkan anak banyak makan pemerataan dan kecukupan makan

didalam keluarga akan sulit dipenuhi. Anak yang lebih kecil akan mendapat

jatah makanan yang lebih sedikit, karena makanan lebih banyak diberikan

pada kaka mereka yang lebih besar, sehingga mereka menjadi kurang gizi

dan rawan terkenan penyakit.


Dalam keluarga dengan anak yang terlalu banyak akan sulit untuk

diurus, sehingga suasana rumah kurang tenang dan dapat mempengaruhi

ketenangan jiwa anak. Suasana demikian secara tidak langsung akan

menurunkan nafsu makan bagi anak yang terlalu peka terhadap suasana yang

kurang menyenangkan. Jumlah anak yang kelaparan dari keluarga besar ini

hampir empat kali besar.

d. Tingkat Pengetahuan Gizi Ibu

Pengetahuan tentang kebutuhan tubuh akan zat gizi berpengaruh

terhadap jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi. Dalam kehidupan

masyarakat sehari-hari sering terlihat keluarga yang sesungguhnya

berpenghasilan cukup, tetapi makanan yang dihidangkan seadanya saja.

Keadaan ini menunjukan ketidaktahuan akan faedah makanan bagi

kesehatan tubuh, merupakan sebab buruknya mutu gizi makanan keluarga.

Menurut suhardjo (1986) dari buku Adriani dan Wirjatmadi, jika

tingkat pengetahuan gizi ibu baik, maka diharapkan status gizi ibu dan

balitanya baik, sebab gangguan gizi adalah kurangnya pengetahuan tentang

gizi. Ibu yang cukup pengetahuan gizi akan memperhatikan kebutuhan yang

dibutuhkan anaknya supaya tumbuh dan berkembang seoptimal mungkin.

Sehingga ibu akan berusaha memilih bahan makanan yang sesuai dengan

kebutuhan anaknya. Pengetahuan merupakan hasil “tahu”dan ini terjadi

setelah orang melakukan pengindraan terhadap satu objek tertentu.


Pengetahuan penting perannya dalam menentukan asupan makan.

Tingkat pengetahuan gizi seseoranf berpengaruh terhadapa perilaku dalam

memilih makanan yang akan berdampak pada asupan gizinya. Dengan

adanya pengetahuan tentang gizi, masyarakat akan tahu bagaimana

menyimpan dan menggunakan pangan (Adriani & Wirjatmadi, 2014).

6. Akibat Kurang Nutrisi pada Balita

Nutrisi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia.

Kekurangan nutrisi yang diperlukan tubuh akan mengakibatkan efek yang

sangat serius, seperti kegagalan pertumbuhan fisik, menurunka IQ,

menurunya produktivitas, daya tahan terhadap infeeksi dan penyakit, serta

meningkatkan resiko terjangkit penyakit dan kematian.

Berdasarkan survey tingkat nasional, terdapat 4 keadaan kurang

nutrisi yang menjadi masalah berat bagi Negara-negara berkembang termasuk

Indonesia, yaitu sebagai berikut : (Asydhd & Mardiah, 2014)

a. Kurang Kalori Protein

Peneliti menunjukan, bayi yang menderita kekurangan kalori

protein (KKP) pada tingkat din, berat badannya tidak akan bertambah

dalam jangka waktu tertentu, bahkan kemudian menurun. Anak menjadi

malas, kurang gairah bermain, dan suka menyendiri. Akibat yang akan

terjadi karena Kurang Kalori Protein (KKP), yaitu sebegai berikut :

1) Sering terserang penyakit, dan penyakit yang diderita akan semakin

parah.
2) Pertumbuhan tubuh anak tidak sempurna

3) Perkembangan fisik dan mental terhambat. Meneyebabkan IQ rendah

serta produktivitas belajar berkurang

4) Jika keadaanya parah dapat menyebabkan kematian

b. Kurang Vitamin A (KVA)

Kekurangan vitamin A pada anak dapat disebabkan karena jumlah

vitamin A yang dibutuhkan tubuh sangat kurang, baik dari makanan maupun

sumber lain. Penyebab lain adanya gangguan dalam tubuh, misalnya

penyerapan terganggu. Bisa juga disebabkan kehilangan vitamin A yang

disebabkan pendarahan.

Kekurangan vitamin A dapat menghambat pertumbuhan dan

mengakibatkan pengeringan jaringan epitel pada kulit, seluruh pernapasan,

kelenjar air mata, dan lain-lain.

c. Anemia Gizi

Anemia didefinisikan sebagai keadaan dimana kadar hemoglobin

(Hb) dalam darah rendah dari pada nilai normal (untuk kelompok orang/anak

yang bersangkutan). Batas normal kadar hemoglobin 6 bulan sampai 6 tahun

adalah 11 gram per 100 ml.

Keadaan anemia dapat digolongkan sebagai berikut :

1) Anemia ringan sekali, kadar Hb-nya hanya sedikit dibawah batas normal

2) Anemia ringan, kadar Hb-nya 8-11 gram per 100 ml

3) Anemia sedang, kadar Hb-nya 5-8 gram per 100 ml


4) Anemia berat, kadar Hb kurang 5 gram per 100 ml

Anemia gizi merupakan akibat kekurangan satu atau lebih zat gizi

esensial seperti zat besi, asam folat, dan vitamin B12 yang sangat dibutuhkan

untuk pembentukan sel-sel darah merah. Gejala umum anemia adalah pucat,

cepat pusing, nafsu makan berkurang, tidak bertenaga, sesak napas, selain itu

terjadi gangguan epitel pada kuku, mulut, lidah, lambung, dan selaput mata.

d. Kurang Yodium

Kekurangan yodium ditandai dengan terjadinya pembesaran

kelenjar tiroid dileher. Defisiensi yodium menyebabkan kretin neurologic

atau pertumbuhan cebol yang disertai keterlambatan perkembangan jiwa

serta menurunnya kecerdasan anak.

Ada dua cara yang digunakan untuk mengetahui kecukupan gizi pada anak.

1) Cara subyektif dengan mengganti respon anak terhadap pemberian

makanan. Makanan yang diberikan pada anak dinilai cukup jika

anaktampak puas, tidur nyenyak, aktivitas baik, lincah dan gembira. Anak

cukup gizi biasanya tidak pucat, tidak loyo dan tidak ada tanda-tanda

gangguan kesehatan.

2) Pengukuran status gizi anak berdasarkan kriteria antropometrik dengan

cara melakukan penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan

secara berkala. Kriteria antara lain dengan menetukan perbandingan berat

badan terhadap umur, berat badan terhadap tinggi badan, tebalnya lapisan
lemak dibawah kulit pada bagian otot bisep, trisep, supracapular, dan

subscapular.

Agar nutrisi yang diperlukan anak untuk tumbuh kembang fisik

dan otaknya tercukupi maka ia harus diberi makanan yang baik dan

seimbang dari segi kualitas maupun kuantitas. Untuk usia anak diatas satu

tahun yang sudah dapat merasakan tekstur dan rasa makanan, pemberian

menu diharapkan lebih bervariasi agar si kecil tidak cepat merasa bosan

(Asydhad & Mardiah, 2014).

D. Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan uraian tentang hubungan antar variabel-

variabel yang terkait dengan masalah penelitian dan dibangun berdasarkan

kerangka teori/ kerangka piker atau hasil studi sebelumnya sebagai pedoman

penelitian (Supardi & Rustika, 2013:43).

Panjang badan lahir

Pendapatan keluarga

Pendidikan ibu
Stunting
Pengetahuan ibu tentang gizi balita

Pemberian ASI Ekslusif

Gambar 2.1 Kerangka Pikir


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan metode studi

kepustakaan atau literature review. Literature review merupakan ikhtisar

komprehensif tentang penelitian yang sudah dilakukan mengenai topik yang

spesifik untuk menunjukan kepada pembaca apa yang sudah diketahui tentang

topik tersebut dan apa yang belum diketahui, untuk mencari rasional dari

penelitian yang sudah dilakukan atau untuk ide penelitian selanjutnya (Denney &

Tewksbury, 2013).

Studi literature bisa didapat dari berbagai sumber baik jurnal, buku,

dokumentasi, internet dan pustaka. Metode studi literatur adalah serangkaian

kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca

dan mencatat, serta mengelola bahan penulisan (Nursalam, 2020).

B. Protokol dan Registrasi Pencarian Literatur

Rangkuman menyeluruh dalam bentuk literature review mengenai

faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting pada balita. Protokol

dan evaluasi dari literature review akan menggunakan PRISMA checklist untuk

41
menentukan penyeleksian studi yang telah ditemukan dan disesuaikan dengan

tujuan dari literature review.

C. Data Base Pencarian

Literature review yang merupakan rangkuman menyeluruh beberapa

studi penelitian yang ditentukan berdasarkan tema tertentu. Pencarian literatur

dilakukan pada bulan Mei – Agustus 2020. Data yang digunakan dalam peelitian

ini adalah data sekunder yang diperoleh bukan dari pengamatan langsung, akan

tetapi diperoleh dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti

terdahulu. Sumber data sekunder yang didapat berupa artikel jurnal bereputasi

baik nasional maupun internasional dengan tema yang sudah ditentukan.

D. Kata Kunci

Pencarian artikel atau jurnal menggunakan keyword yang digunakan

untuk memperluas atau menspesifikkan pencarian, sehingga mempermudah dalam

penentuan artikel atau jurnal yang digunakan (Nursalam, 2020)

Kata kunci dalam pencarian ini adalah faktor-faktor dan stunting balita

atau dengan mengetik “Faktor-faktor+stunting+balita’’ pada kolom pencarian.

Tabel 3.1 Kata Kunci Literature Reviuw

Faktor-faktor Stunting Balita


Faktor-faktor Stunting Anak
ATAU ATAU ATAU
Faktor-faktor Stunting Anak

yang

mempengaruhi
E. Kriteria Inklusi dan Ekslusi

Strategi yang digunakan untuk mencari artikel menggunakan PCOS

framework, yang terdiri dari :

1. Population/Problem, yaitu populasi atau masalah yang akan di analisis sesuai

dengan tema yang sudah ditentukan dalam literature review.

2. Comparation, yaitu intervensi atau penatalaksanaan lain yang digunakan

sebagai pembanding, jika tidak ada bisa menggunakan kelompok kontrol

dalam studi yang terpilih.

3. Outcome, yaitu hasil atau luaran yang diperolah pada studi terdahulu yang

sesuai dengan tema yang sudah ditentukan dalam literature review.

4. Study Design, yaitu desain penelitian yang digunakan dalam artikel yang akan

di review.

Tabel 3.2
Format PCOS dalam Literatur Review
Kriteria Inklusi Ekslusi
Populasi Komunitas anak dengan Stunting Komunitas anak tidak
dengan Stunting

Intervensi Intervensi Faktor-faktor dan Tidak ada intervensi


Stunting Faktor-faktor dan Stunting

Pembanding Tidak ada pembanding


Hasil Analisis faktor-faktor yang Tidak menganalisis faktor-
berhubungan dengan kejadian faktor yang berhubungan
stunting pada balita dengan kejadian stunting
pada balita

Desain Study Penelitian quasi eksperimental, Tidak ada peneelitian


dan Jenis random control dan dan trial quasi eksperimental,
Publikasi sistematik reviuw, penelitian random control dan trial
kualitatif dan kuantitatif sistematik reviuw,
penelitian kualitatif dan
kuantitatif.

Tahun publikasi Diatas-2015 Dibawah -2015

Ba hasa Indonesia, Inggris Bahasa indonesia, inggris


dan bahasa lainnya

F. Hasil Pencarian dan Seleksi Studi

Berdasarkan hasil pencarian literature melalui publikasi di lima

databasae dan menggunakan kata kunci, peneliti mendapatkan 3.100 artikel yang

sesuai dengan kata kunci tersebut. Hasil pencarian yang sudah didapatkan

kemudian diperiksa, ditemukan terdapat 3.055 artikel yang sama sehingga

dikeluarkan dan tersisa 45 artikel. Peneliti kemudian melakukan skrining

berdasarkan judul (n = 45), abstrak (n = 17) dan full text (n = 3) yang disesuaikan

dengan tema literature review. Assessment yang dilakukan berdasarkan

kelayakan terhadap kriteria inklusi dan eksklusi didapatkan sebayak 3 artikel

yang bisa dipergunakan dalam literature review. Hasil seleksi artikel studi dapat

digambarkan dalam Diagram Flow di bawah ini :


Penelitian di identifikasi melalui basis
data (n = 3.100) Catatan
Gambar 3.3setelah
Diagramduplikat,
Flow tidak
Pencarian
sesuai dengan judul
Literature (Nursalam, 2020)
(n = 3.055)
Catatan setelah duplikat dihapus
(n = 45)

Judul diidentifikasi dan


disaring (n = 17)
G. Catatan tidakKualitas
Penilaian memenuhi tahun
Studi
terbit dan tidak membahas
panjang badan lahir,
Abstrak diidentifikasi dan pendapatanAnalisis kualitas
keluarga, tingkat
disaring (n = 17) pendidikan ibu, pengetahuan
metodologi dalam setiap
ibu tentang gizi, ASI eksklusif.
studi (n(n=14)
= 3) dengan

Checklist daftar penilaian


Salinan lengkap diambil dan dinilai
untuk kelayakan (n = 3) dengan beberapa

pertanyaan untuk menilai

kualitas dari studi.

Studi termasuk dalam sintesis Penilaian kriteria diberi


(n = 3)
nilai 'ya', 'tidak', 'tidak

jelas' atau 'tidak berlaku',

dan setiap kriteria dengan skor 'ya' diberi satu poin dan nilai lainnya

adalah nol, setiap skor studi kemudian dihitung dan dijumlahkan. Critical

appraisal untuk menilai studi yang memenuhi syarat dilakukan oleh para

peneliti. Jika skor penelitian setidaknya 50% memenuhi kriteria critical


appraisal dengan nilai titik cut-off yang telah disepakati oleh peneliti,

studi dimasukkan ke dalam kriteria inklusi.

Telaah kritis atau critical appraisal adalah cara atau metode

untuk mengkritisi secara ilmiah terhadap penulisan ilmiah. Telaah kritis

menjadi suatu keharusan bagi seorang klinisi untuk menerapkan

pengetahuan baru dalam praktek sehari-hari. Telaah kritis digunakan

untuk menilai validitas (kebenaran) dan kegunaan dari suatu artikel atau

jornal ilmiah. Peneliti mengecualikan studi yang berkualitas rendah untuk

menghindari bias dalam validitas hasil dan rekomendasi ulasan.

Risiko bias dalam literature review ini menggunakan asesmen

pada metode penelitian masing-masing studi, yang terdiri dari: (Nursalam

& Hons, 2020)

1) Teori: Teori yang tidak sesuai, sudah kadaluwarsa, dan kredibilitas

yang kurang

2) Desain: Desain kurang sesuai dengan tujuan penelitian

3) Sample: Ada 4 hal yang harus diperhatikan yaitu Populasi, sampel,

sampling, dan besar sampel yang tidak sesuai dengan kaidah

pengambilan sampel

4) Variabel: Variabel yang ditetapkan kurang sesuai dari segi

jumlah, pengontrolan variabel perancu, dan variabel lainnya


5) Inturmen: Instrumen yang digunakan tidak memeliki sesitivitas,

spesivikasi dan dan validatas-reliablitas

6) Analis is Data: Analisis data tidak sesuai dengan kaidah analisis yang

sesuai dengan satandar.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Studi

Tiga artikel memenuhi kriteria inklusi (Gambar 1) pembahasan

berdasarkan topik Literature Reviuw yaitu faktor yang berkaitan dengan stunting

balita. Faktor yang berkontribusi dalam studi stunting balita sebagian besar

analitik korelasi dengan cross sectional. Jumlah rata-rata 386 responden. Secara

keseluruhan peneliti membahas tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan


kejadian stunting pada balita. Studi yang sesuai dengan tinjauan sistematis ini rata-

rata dilakukan di Kabupaten Kupang,di Wilayah kerja UPT Puskesmas Gadingrejo

Kabupaten Pringsewu, di Puskesmas Biaro Kabupaten Agam.

Tabel 4.1 Hasil Pencarian Literature


Desain penelitian, Sampel,
Penulis &
Variabel, Instrumen dan Hasil Analisis Kesimpulan
Tahun
Analisis
Asweros Desain penelitian : cross Karakteristik Hasil penelitian
Umbu sectional responden studi, menunjukkan faktor
Zogara, Maria Sampel : 176 Balita stunting, orang tua yang
Goreti Variabel : pekerjaan ibu, berhubungan
Pantaleon,
Instrument : kusioner pekerjaan ayah, dengan kejadian
2020
Analysis : Chi Square pendidikan ibu, stunting adalah
pendidikan pendidikan ayah
ayah, (Pvalue=0,035) dan
pengetahuan ibu (Pvalue=0,031),
gizi ibu, jumlah jumlah anggota
anggota keluarga
keluarga, (Pvalue=0,008), dan
karbohidrat, pengetahuan gizi
protein, lemak. ibu (Pvalue=0,002)
Afiskah Desain penelitian : cross Stunting, Didapatkan ada
Primadew, sectional pendidikan, hubungan
Tri Noviaris, Sampel : 149 balita pendapatan, pendidikan ibu
Desi Instrument : Kusioner pekerjaan, dengan kejadian
Kumalasari, Analysis : Chi Square dukungan stunting dengan p –
2019 keluarga, ASI value 0,006 dan OR
eksklusif. = 3,217, ada
hubungan
pendapatan
orangtua dengan
dengan kejadian
stunting dengan p –
value 0,000, dan
OR = 5, 091, dan
Ada hubungan
pekerjaan dengan
kejadian stunting
dengan p – value
0,006 dan OR=
3,303, dan Ada
hubungan
pemberian ASI
eksklusif dengan
kejadian stunting
dengan p – value
0,029 dan OR=
2,551
Suharmianti Desain penelitian : Status stunting, Ada hubungan antara
Mentari, observasional analitik infeksi, pola penyakit infeksi
makan, tingkat terhadap status
Agus dengan desain kasus pendiidikan ibu,
Hermansyah kontrol stunting anak usia 24-
status pekerjaan
59 bulan di Wilayah
, 2018 Sampel : 61 balita ibu, panjang badan
Kerja UPK
Instrument : Kusioner lahir.
Puskesmas Siantan
Analysis : Chi Square Hulu.
Ada hubungan antara
pola makan terhadap
status stunting anak
usia 24-59 bulan di
Wilayah Kerja UPK
Puskesmas Siantan
Hulu.
Tidak ada hubungan
antara tingkat
pendidikan ibu
terhadap status
stunting anak usia 24-
59 bulan di Wilayah
Kerja UPK
Puskesmas Siantan
Hulu.
Tidak ada hubungan
antara status
pekerjaan ibu
terhadap status
stunting anak usia 24-
59 bulan di Wilayah
Kerja UPK
Puskesmas Siantan
Hulu.
Ada hubungan antara
panjang badan lahir
terhadap status
stunting anak usia 24-
59 bulan di Wilayah
Kerja UPK
Puskesmas Siantan
Hulu..

B. Karakteristik Responden Studi

Responden dalam penelitian adalah seluruh balita yang terdampak

Stunting di masing-masing wilayah. Dalam studi telah disebutkan faktor yang

berhubungan dengan balita Stunting. Dengan responden 386 balita. Responden

dalam penelitian rata-rata berusia produktif antara 1–5 tahun dan bersifat multi

wilayah.

C. Pembahasan

Berikut adalah hasil pembahasan dari ke tiga jurnal yang dianalisis

tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting pada balita :

a. Panjang Badan Lahir

Setelah menelusuri dari beberapa penelitian yang telah dilakukan dan

dilakukan review literatur dengan penelitian tersebut sebagai berikut:

Menurut (Suharmianti Mentari, Agus Hermansyah, 2018) Berdasarkan

hasil penelitian diperoleh bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara

panjang badan lahir terhadap status stunting. Penelitian ini juga menyatakan
bahwa bayi lahir dengan panjang badan pendek beresiko 6 kali tetap pendek

pada usia 12 bulan dibandingkan bayi lahir normal (PB ≥ 48 cm). Untuk

mendapatkan data panjang badan lahir anak usia 24 – 59 bulan ini dilihat dari

catatan kelahiran pada buku KMS dan KIA anak. Dari hasil penelitian ini juga

didapatkan bahwa stunting lebih banyak terdapat pada anak yang panjang badan

lahir pendek (82,1%)

Menurut asumsi peneliti Ibu yang mempunyai anak dengan panjang

badan lahir pendek ini ternyata pada masa kehamilannya, ibu–ibu ini kurang

memperhatikan asupan zat gizinya. Ibu tidak mengkonsumsi makanan

seimbang. Terlebih lagi ibu tidak suka mengkonsumsi susu ibu hamil. Karena

beralasankan ibu merasa mual, muntah dan lain sebagiannya. Asupan zat gizi

pada masa kehamilan sangatlah penting karena zat gizi ini sangat dibutuhkan

untuk perkembangan dan pertumbuhan janin. Jika asupan zat gizi selama

kehamilan tidak optimal maka pertumbuhan janin tidak optimal yang

mengakibatkan bayi yang lahir memiliki panjang badan lahir pendek.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Kusuma (2013), bayi dengan

panjang badan lahir pendek berpeluang lebih tinggi untuk tumbuh pendek

dibanding anak panjang badan lahir normal. Anak dengan panjang badan lahir

pendek menunjukkan kurangnya gizi yang diasup Ibu selama masa kehamilan,

sehingga pertumbuhan janin tidak optimal yang mengakibatkan bayi yang lahir

memiliki panjang badan lahir yang rendah.


b. Pendapatan Keluarga

Setelah menelusuri dari beberapa penelitian yang telah dilakukan dan

dilakukan review literatur dengan penelitian tersebut sebagai berikut:

Menurut (Afiskah Primadew, Tri Noviaris, Desi Kumalasari, 2018)

Diketahui dari 109 baduta di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Gading Rejo

Kabupaten Pringsewu Tahun 2017 saat penelitian berlangsung didapatkan

pendapatan orang tua per bulan yang memiliki balita 24-39 balita dalam

kategori pendapatan rendah (<UMK Pringsewu) sebanyak 66 (60,6%).

Hubungan pendapatan/penghasilan dengan kejadian stunting yaitu penghasilan

keluarga akan turut menentukan hubungan yang disajikan untuk kelurga sehari-

hari. Baik kualitas maupun jumlah makanan.

Menurut asumsi peneliti bahwa orang tua yang memiliki baduta dalam

kategori berpendapatan rendah di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Gading Rejo

Kabupaten Pringsewu Tahun 2017 sehingga peneliti berasumsi bahwa

pendapatan rendah dapat memberikan risiko terhadap masalah gizi pada balita

yang berkaitan dengan daya beli orang tua untuk memberikan makanan yang

bergizi. Kurang baiknya ekonomi keluarga mempengaruhi pola makan anak

tersebut dan akan mempengaruhi perrtumbuhan anak. Pendapatan yang rendah

akan mempengaruhi makanan yang diberikan oleh balita. Pendapatan

merupakan faktor yang paling menentukan kualitas dan kuantitas makanan.

Pendapatan dan gizi sangat erat kaitannya dalam pemenuhan makanan

kebutuhan hidup keluarga, makin tinggi daya beli keluarga makin banyak
makanan yang dikonsumsi dan semakin baik pula kualitas makanan yang

dikonsumi.

Hal ini selaras dengan penelitian Lastanto, 2011. Analisis faktor yang

mempengaruhi kejadian balita kurang gizi di Wilayah kerja Puskesmas

Cembongan dengan metode penelitian ini adalah analitik observasional dengan

desai Cross Sectional Study. Teknik sampling menggunakan purposive

sampling dengan jumlah sampel sebanyak 30 balita gizi kurang dan 90 balita

gizi baik. Teknik analisis data menggunakan analisis chisquare. Didapatkan

hasil pendapatan sebesar 45, 56%. Status ekonomi yang rendah dianggap

memiliki dampak yang signifikan terhadap kemungkinan anak menjadi kurus

dan pendek

Pengetahuan tentang kadar zat gizi dalam berbagai bahan makanan,

kegunaan makanan bagi kesehatan keluarga dapat membantu ibu memilih

bahan makanan yang harganya tidak begitu mahal akan tetapi nilainy tinggi

(Proverawati, 2009) .

c. Pengetahuan Ibu Tentang Gizi

Setelah menelusuri dari beberapa penelitian yang telah dilakukan dan

dilakukan review literatur dengan penelitian tersebut sebagai berikut:

Menurut (Asweros Umbu Zogara, Maria Goreti Pantaleon, 2020) Pada

ibu yang memiliki balita stunting, lebih banyak berpengetahuan gizi rendah

(66,2%). Sedangkan pada ibu yang memiliki balita tidak stunting, lebih banyak
yang berpengetahuan gizi baik (60,8%). Hasil uji statistik menunjukkan

pengetahuan gizi ibu berhubungan signifikan dengan stunting pada balita.

Menurut asumsi peneliti pengetahuan gizi ibu berhubungan signifikan

dengan kejadian stunting pada balita. Oleh karena itu, pengetahuan atau

kognitif merupakan aspek yang sangat penting dan berpengaruh terhadap

bentuknya perilaku seseorang dalam hal ini adalah pengetahuan gizi ibu,

sehingga pemahaman dan pengetahuan ibu tentang gizi menjadi salah satu

faktor penyebab kejadian stunting.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian di Nigeria menunujukan

pengetahuan ibu tentang gizi berhubungan dengan status stunting pada balita.

Rendahnya pengetahuan gizi dapat mengakibatkan rendahnya asupan gizi.

d. Tingkat Pendidikan Ibu

Setelah menelusuri dari beberapa penelitian yang telah dilakukan dan

dilakukan review literatur dengan penelitian tersebut sebagai berikut:

Menurut (Asweros Umbu Zogara, Maria Goreti Pantaleon, 2020) Hasil

uji statistik menunjukkan pendidikan ayah dan ibu berhubungan signifikan

dengan stunting pada balita.


Menurut (Afiskah Primadew, Tri Noviaris, Desi Kumalasari, 2019)

Diketahui dari 109 baduta di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Gading Rejo

Kabupaten Pringsewu Tahun 2017 saat penelitian berlangsung didapatkan

pendidikan ibu yang memiliki usia 24-36 bulan dalam kategori pendidikan

tinggi (SMA-PT) sebanyak 59 (54,1%) responden dan pendidikan ibu yang

memiliki balita 24-36 bulan dalam kategori pendidikan rendah (SD-SMP)

sebanyak 50 (45,9%) responden.

Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari sering terlihat keluarga yang

sungguh pun berpenghasilan cukup akan tetapi makanan yang dihidangkan

seadanya saja. Dengan demikian, kejadian gangguan gizi tidak hanya

dotemukan pada keluarga yang berpenghasilan kurang, akan tetapi juga pada

keluarga yang berpenghasilan relatif baik (cukup). Keadaan ini menunjukan

bahwa ketidaktahuan akan faedah makanan bagi kesehatn tubuh mempunyai

sebab buruknya mutu gizi makanan keluarga, khusunya makanan balita.

Pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang

mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis dan doktor

yang diselenggarakan dengan sistem terbuka. Ibu dengan pendidikan tinggi

mempunyai pengetahuan yang lebih luas tentang praktik peawatan anak serta

mampu menjaga dan merawat lingkungannya.

Menurut (Suharmianti Mentari, Agus Hermansyah, 2018) berdasarkan

hasil penelitian yang diperooleh bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna
antara tingkat pendidikan ibu terhadap status stunting. Dari hasil analisis

didapatkan bahwa status gizi tidak stunting pada anak ini banyak terdapat pada

ibu yang berpendidikan rendah. Hal ini dikarenakan ibu yang berpendidikan

rendah belum tentu tidaak memiliki pengetahuan tentang gizi. Tingkat

pendidikan ibu tinggi tidak menjamin anak terhindar dari malnutrisi karena

tingkat pendidikan ibu tinggi tidak berarti ibu memiliki pengetahuan yang

cukup akan gizi yang baik.

Menurut asumsi peneliti terdapat dua jurnal yang signifikan terhadap

faktor tingkat pendidikan ibu dengan kejadian stunting pada balita, dan satu

jurnal yang tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap faktor tingkat

pendidikan ibu dengan kejadian stunting pada balita.

Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian penelitian di Tanzania dan

Bangladesh menunjukkan pendidikan orang tua berhubungan dengan kejadian

stunting pada balita. Pendidikan orang tua, terutama ibu, cukup berperan karena

ibu yang berpendidikan lebih sadar kondisi kesehatan anak. Pendidikan orang

tua, baik ayah maupun ibu, yang rendah dapat menyebabkan pemahaman yang

kurang tentang kesehatan anak dan telah ditemukan keterkaitan dengan masalah

gizi pada balita. Orang tua yang kurang berpendidikan kemungkinan kesulitan

dalam memahami informasi kesehatan.


Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh kusuma

(2013) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan

ibu dengan kejadian stunting. Dalam penelitian ini juga dikatakan bahwa

pendidikan orang tua tidak menjadi faktor resiko stunting disebabkan karena

faktor resiko terjadinya stunting banyak, dimana dalam penelitian ini tidak

semua faktor dilihat seperti pola asuh dan asupan. Pendidikan orang tua

mempunyai pengaruh langsung terhadap pola pengasuhan anak yang kemudian

akan mempengaruhi asupan makan anak.

e. ASI Eksklusif

Setelah menelusuri dari beberapa penelitian yang telah dilakukan dan

dilakukan review literatur dengan penelitian tersebut sebagai berikut:

Menurut (Afiskah Primadew, Tri Noviaris, Desi Kumalasari, 2018)

Diketahui dari 109 baduta di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Gading Rejo

Kabupaten Pringsewu Tahun 2017 saat penelitian berlangsung didapatkan balita

24-36 bulan dengan riwayat ASI Eksklusif sebanyak 62 (56,9%) responden.

Menurut peneliti bahwa baduta dalam kategori diberikan ASI Eksklusif di

Wilayah kerja UPT Puskesmas Gading Rejo Kabupaten Pringsewu tahun 2017.

Menurut asumsi peneliti pada balita yang tidak diberikan ASI Eksklusif

dapat menyebabkan kejadian stunting dimana menyusui sekaligus memberikan

susu formula memang dapat memenuhi kebutuhan zat gizi bayi sehingga tidak
terganggu pertumbuhannya, tetapi susu formula tidak mengandung zat

antibiotik sebaik ASI sehingga bayi lebih rawan terkena penyakit.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Jihad

(2016) tentang analisis determinan kejadian stunting pada balita usia 12-24

bulan diwilayah kerja puskesmas puuwutu kota kendari didapatkan hasil dari 82

responden terdapat 53 anak (64,6%) balita yang ASI eksklusif. Penelitian yang

dilakukan oleh Paudel R (2012) di Nepal menyatakan bahwa risiko anak

menjadi stunting adalah 6,9 kali jika tidak mendapatkan ASI eksklusif.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dari jurnal yang dianalisis maka didapatkan kesimpulan

panjang badan lahir, pendapatan keluarga, tingkat pendidikan ibu, pengetahuan ibu

tentang gizi, dan ASI eksklusif berhubungan dengan kejadian stunting pada balita,
sedangkan tingkat pendidikan ibu dengan kejadian stunting pada balita tidak

berhubungan.

B. Saran

1. Bagi Poltekkes Kemenkes Palu

Bagi institusi pendidikan diharapkan dapat meneyediakan lebih banyak

lagi literature baru, baik berupa buku-buku, jurnal-jurnal nasional maupun

internasional yang membahas tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan

kejadian stunting balita.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan rujukan

bagi mahasiswa yang akan melakukan penelitian selanjutnya serta diharapkan

pembaca dapat menyebarkan informasi kepada orang-orang terdekat agar

mereka memahami faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan kejadian

stunting pada balita.

C. Conflict of Interst

Rangkuman menyeluruh atau literature review ini adalah penulisan secara

mandiri, sehingga tidak terdapat konflik kepentingan dalam penulisannya.


DAFTAR PUSTAKA

Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah. (2018). Profil Kesehatan Provinsi


Sulawesi Tengah Tahun 2018. Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah
Tahun 2018, 1, 1–5. https://doi.org/10.1007/s13398-014-0173-7.2
Eko Putro S. Buku Saku Desa Penanganan Stunting. Kementrian Pembangunan
Daerah Tertinggal dan Transmigrasi: 2017.
Hidayat, A. A. (2013). Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta;
Salemba Medika.
Hizni, A., Julia, M., & Gamayanti, I. L. (2010). Status stunted dan hubungannya
dengan perkembangan anak balita di wilayah pesisir Pantai Utara Kecamatan
Lemahwungkuk Kota Cirebon. In Jurnal Gizi Klinik Indonesia (Vol. 6, Nomor
3, hal. 131). https://doi.org/10.22146/ijcn.17721
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2016). Profil Kesehatan Indonesia
2016. In Profil Kesehatan Provinsi Bali.
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-
indonesia/Profil-Kesehatan-Indonesia-2016.pdf
Kesehatan, K. R. I. (2013). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013. In Journal of
Physics A: Mathematical and General (Vol. 14, Nomor 8).
https://doi.org/10.1088/0305-4470/14/8/037
M. Nazir. (2014). Metode Penelitian. Ghalia Indonesia.
Mushalih, A.., Rahimah, Insiyah, M., Muzdalifah, Uminar, A. N., Imami, F., …
Yusuf, H. (2018). Analisis Kebijakan PAUD. Jawa Tengah: Mangku Bumi.
Ni`mah Khoirun, & Nadhiroh, S. R. (2015). Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kejadian Stunting Pada Balita. Media Gizi Indonesia, 10(1), 13–19. http://e-
journal.unair.ac.id/index.php/MGI/article/view/3117/2264
Nursalam, M. N. (Hons). (2020b). Penulisan Literature Review dan Systematic
Review pada Pendidikan Kesehatan.
Owino, V., Ahmed, T., Freemark, M., Kelly, P., Loy, A., Manary, M., & Loechl, C.
(2016). Environmental enteric dysfunction and growth failure/stunting in global
child health. Pediatrics, 138(6). https://doi.org/10.1542/peds.2016-0641
Pramuditya SW. 2010. Kaitan Antara Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan Gizi Ibu,
Serta Pola Asuh dengan Perilaku Keluarga Sadar Gizi dan Status Gizi Anak
(Skripsi), Bogor: Depatemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Prendergast, A. J., & Humphrey, J. H. (2014). The stunting syndrome in developing
countries. Paediatrics and International Child Health, 34(4), 250–265.
https://doi.org/10.1179/2046905514Y.0000000158
Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI. (2018). Situasi Balita Pendek (Stunting) di
Indonesia. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan, 53(9), 1689–1699.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Rukmana, E., Briawan, D., & Ekayanti, I. (2016). Faktor Risiko Stunting Pada Anak
Usia 6-24 Bulan Di Kota Bogor. Media Kesehatan Masyarakat Indonesia
Universitas Hasanuddin, 12(3), 192–199.
Setiawan, E., Machmud, R., & Masrul, M. (2018). Faktor-Faktor yang Berhubungan
dengan Kejadian Stunting pada Anak Usia 24-59 Bulan di Wilayah Kerja
Puskesmas Andalas Kecamatan Padang Timur Kota Padang Tahun 2018. Jurnal
Kesehatan Andalas, 7(2), 275. https://doi.org/10.25077/jka.v7i2.813
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif
dan R & D. Alfabeta.
Swarinastiti, D., Hardaningsih, G., & Pratiwi, R (2018). Dominasi Asupan Protein
Nabati Sebagai Faktor Risiko Kejadian Stunting pada Anak Usia 2-4 Tahun, 11-
41. Retrieved from http://eprints.undip.ac.id/63719/.
Swathma, D., Lestari, H., & Ardiansyah, R. (2016). Analisis Faktor Risiko Bblr,
Panjang Badan Bayi Saat Lahir Dan Riwayat Imunisasi Dasar Terhadap
Kejadian Stunting Pada Balita Usia 12-36 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas
Kandai Kota Kendari Tahun 2016. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan
Masyarakat Unsyiah, 1(3), 186294.
UNICEF. (2016). THE STATE OF THE WORLD’S CHILDREN 2016 A fair chance
for every child. In Materials Letters (Vol. 2, Nomor 6).
https://doi.org/10.1016/0167-577X(84)90080-6
Vonaesch, P., Randremanana, R., Gody, J. C., Collard, J. M., Giles-Vernick, T.,
Doria, M., Vigan-Womas, I., Rubbo, P. A., Etienne, A., Andriatahirintsoa, E. J.,
Kapel, N., Brown, E., Huus, K. E., Duffy, D., Finlay, B. B., Hasan, M., Hunald,
F. A., Robinson, A., Manirakiza, A., … Gouandjika-Vassilache, I. (2018).
Identifying the etiology and pathophysiology underlying stunting and
environmental enteropathy: Study protocol of the AFRIBIOTA project. BMC
Pediatrics, 18(1). https://doi.org/10.1186/s12887-018-1189-5
Welasih BD, Wirjatmadi B. (2012). Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan
Status Gizi Balita Stunting. The Indonesian Journal of Public Health
2012;8(3):99-104
WHO. (2013). WHA Global Nutrition Targets 2025: Stunting Policy Brief.
Economics and Human Biology, 3(2 SPEC. ISS.), 215–240.
https://doi.org/10.1016/j.ehb.2005.05.005
Yangqiao, Wen, Chensi, Lipang, & Fei. (2015). Preparation Of Activated Carbon
From Furfura Iresiduess By Phosporic Acid Activatio. Blomass Chem Eng,
49(23-6), 1-18.
Yuliana, W., & Nulhakim, B. (2019). Efektifitas Kelas Nenek Terhadap Keberhasilan
ASI Eksklusif untuk Mencegah Stunting. JI-KES (Jurnal Ilmu Kesehatan), 3(1),
29–33. https://doi.org/10.33006/ji-kes.v3i1.128
49

Lampiran 1

PRISMA CHECKLIST

TITLE
Title 1 Identify the report as a systematic review, meta-analysis, or both.
ABSTRACT
Structured summary 2 Provide a structured summary including, as applicable: background; objectives; data sources; study eligibility criteria,
participants, and interventions; study appraisal and synthesis methods; results; limitations; conclusions and
implications of key findings; systematic review registration number.
INTRODUCTION
Rationale 3 Describe the rationale for the review in the context of what is already known.
Objectives 4 Provide an explicit statement of questions being addressed with reference to participants, interventions, comparisons,
outcomes, and study design (PICOS).
METHODS
Protocol and 5 Indicate if a review protocol exists, if and where it can be accessed (e.g., Web address), and, if available, provide
registration registration information including registration number.
Eligibility criteria 6 Specify study characteristics (e.g., PICOS, length of follow-up) and report characteristics (e.g., years
considered, language, publication status) used as criteria for eligibility, giving rationale.
Information sources 7 Describe all information sources (e.g., databases with dates of coverage, contact with study authors to identify
additional studies) in the search and date last searched.
Search 8 Present full electronic search strategy for at least one database, including any limits used, such that it could be
repeated.
Study selection 9 State the process for selecting studies (i.e., screening, eligibility, included in systematic review, and, if applicable,
included in the meta-analysis).
Data collection 10 Describe method of data extraction from reports (e.g., piloted forms, independently, in duplicate) and any processes for
process obtaining and confirming data from investigators.
Data items 11 List and define all variables for which data were sought (e.g., PICOS, funding sources) and any assumptions and
simplifications made.
Risk of bias in 12 Describe methods used for assessing risk of bias of individual studies (including specification of whether this was done at
individual the study or outcome level), and how this information is to be used in any data synthesis.
studies
Summary measures 13 State the principal summary measures (e.g., risk ratio, difference in means).
Synthesis of results 14 Describe the methods of handling data and combining results of studies, if done, including measures of consistency (e.g., I 2
for
) each meta-analysis.
Risk of bias across 15 Specify any assessment of risk of bias that may affect the cumulative evidence (e.g., publication bias, selective reporting
studies within studies).
Additional analyses 16 Describe methods of additional analyses (e.g., sensitivity or subgroup analyses, meta-regression), if done, indicating
which were pre-specified.
RESULTS
Study selection 17 Give numbers of studies screened, assessed for eligibility, and included in the review, with reasons for exclusions at each
stage, ideally with a flow diagram.
Study characteristics 18 For each study, present characteristics for which data were extracted (e.g., study size, PICOS, follow-up period) and
provide the citations.
Risk of bias within 19 Present data on risk of bias of each study and, if available, any outcome level assessment (see item 12).
studies
Results of individual 20 For all outcomes considered (benefits or harms), present, for each study: (a) simple summary data for
studies
each intervention group (b) effect estimates and confidence intervals, ideally with a forest plot.

Synthesis of results 21 Present results of each meta-analysis done, including confidence intervals and measures of consistency.
Risk of bias across 22 Present results of any assessment of risk of bias across studies (see Item 15).
studies
Additional analysis 23 Give results of additional analyses, if done (e.g., sensitivity or subgroup analyses, meta-regression [see Item 16]).

DISCUSSION
Summary of evidence 24 Summarize the main findings including the strength of evidence for each main outcome; consider their relevance to key
groups (e.g., healthcare providers, users, and policy makers).
Limitations 25 Discuss limitations at study and outcome level (e.g., risk of bias), and at review-level (e.g., incomplete retrieval of
identified research, reporting bias).
Conclusions 26 Provide a general interpretation of the results in the context of other evidence, and implications for future research.

FUNDING
Funding 27 Describe sources of funding for the systematic review and other support (e.g., supply of data); role of funders for the
systematic review.

Lampiran 2
Deskripsi penelitian terkait faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting pada balita
Sampel
Nama Tahun Tujuan Rancangan Cara Jumlah Alat Ukur Hasil Analysis
No Judul
Peneliti Terbit Penelitian Studi

1 Asweros Faktor- 2020 Untuk Jenis Simple 176 Kuesioner Hasil penelitian
Umbu faktor yang menganalisis penelitian ini random balita dan menunjukkan
Zogara, Berhubung P- hubungan adalah analitik samplin wawancara pendidikan ayah dan
Maria an dengan ISSN : antara faktor observasional g ibu, jumlah anggota
Goreti Kejadian 2252- orangtua dan
dengan desain keluarga, dan
Pantaleon Stunting 4134 kejadian
pada Balita stunting pada
cross sectional pengetahuan gizi
E- balita di Desa ibu, serta asupan
ISSN : Kairane dan protein dan
2354- Desa karbohidrat
8185 Fatukanutu. berhubungan
signifikan dengan
kejadian stunting
pada balita.
Sedangkan pekerjaan
ayah dan ibu, serta
asupan karbohidrat
tidak berhubungan.
No Nama Judul Tahun Tujuan Rancangan Sampel Alat Ukur Hasil
Peneliti Terbit Penelitian Studi Cara Jumlah Analysis

2 Afiskah Faktor- 2019 Tujuan Jenis Teknik 149 Kuesioner Didapatkan ada
Primade faktor penelitian ini penelitian ini sampling balita hubungan
w, Tri yang P- diketahui adalah stratifika pendidikan ibu
Noviaris, berhubung ISSN : faktor-faktor kuantitatif sirando dengan kejadian
2655- msampli
Desi an dengan yang dengan stunting dengan p –
9951 ng.
Kumalas kejadian berhubungan metode value 0,006 dan OR
ari stunting E- dengan penelitian = 3,217, ada
pada balita ISSN : kejadian menggunaka hubungan
24-36 2656- stunting n cross pendapatan orangtua
bulan 0062 diwilayah sectional. dengan dengan
diwilayah kerja UPT kejadian stunting
kerja UPT puskesmas dengan p – value
Puskesmas gadingrejo 0,000, dan OR = 5,
gadingrejo kabupaten 091, dan Ada
kabupaten pringsewu hubungan pekerjaan
pringsewu dengan kejadian
stunting dengan p –
value 0,006 dan
OR= 3,303, dan Ada
hubungan pemberian
ASI eksklusif
dengan kejadian
stunting dengan p –
value 0,029 dan
OR= 2,551.
Sampel
Nama Tahun Tujuan Rancangan Cara Jumlah Alat Ukur Hasil Analysis
No Judul
Peneliti Terbit Penelitian Studi

3 Suharmi FAKTOR- 2018 Tujuan yang Rancangan Kohort 61 Kuesioner Hasil penelitian
anti FAKTOR ingin dicapai penelitian ini Retrospekti balita dan analisis univariat
Mentari, YANG P- pada secara Cross f pengukuran didapatkan bahwa
Agus BERHUBU ISSN : penelitian ini Sectional tinggi status stunting anak
NGAN 2622- badan.
Hermans adalah untuk dengan kategori
DENGAN 1705
yah. STATUS
mengetahui tidak stunting
STUNTIN faktor-faktor sebesar 68,5%,
E-
G ANAK ISSN : - yang infeksi dengan
USIA 24- berhubungan kategori tidak infeksi
59 BULAN dengan status sebesar 59,6%, pola
DI stunting anak makan dengan
WILAYAH usia 24-59 kategori baik sebesar
KERJA bulan di 74,2% dan panjang
UPK Wilayah badan lahir anak
PUSKESM Kerja UPK dengan kategori
AS
Puskesmas normal sebesar
SIANTAN
HULU
Siantan Hulu. 68,5%. Setelah
dianalisis
menggunakan uji chi
square menunjukkan
ada hubungan antara
infeksi (p=0,004),
pola makan
(p=0,006) dan
panjang badan lahir
anak (p=0,000)
terhadap status
stunting anak usia
24-59 bulan di
Wilayah Kerja UPK
Puskesmas Siantan
Hulu.
53

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama : Sry Wulandary
Nim : PO7120316037
Jurusan/Prodi : Keperawatan/DIV
Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-

benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilan tulisan atau pikiran

orang lain yang saya akui sebagai hasil tulisan atau pikiran saya sendiri.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil

jiblakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Penulis September 2020

Yang bertanda tangan dibawah ini

Anda mungkin juga menyukai