Anda di halaman 1dari 64

PROPOSAL PENELITIAN

HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DAN PRILAKU MASYARAKAT

TERHADAP STIGMA COVID 19 DISUSUN GEREDEG RT 012/004 DESA.

CIGUNUNG SARI KECAMATAN TEGAL WARU KABUPATEN KARAWANG

DISUSUN OLEH:

SRI WULANDARI

0433131420117040

4A S1 KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

HORIZON KARAWANG

2021
KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan

hidayahnya penulis dapat menyelesaikan proposal pra-penelitian yang berjudul

“Hubungan Tingkat Kecemasan Dan Prilaku Masyarakat Terhadap Stigma COVID 19

Disusun Geredeg Rt 012/004 Desa. Cigunungsari Kecamatan Tegalwaru Kabupaten

Karawang’’

Proposal ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Riset

Keperawatan. Dalam penyusunan proposal ini penulis telah mendapatkan bantuan dari

berbagai pihak yang telah memberikan ide, saran dan dukungan oleh karena itu penulis

mengucapkan banyak terimakasih kepada :

1. Hj. Uun Nurjanah, M.Kep selaku Ketua STIKes Horizon Karawang

2. Ns. Lilis Suryani, M.Kep. Selaku Ka. Prodi Sarjana Keperawatan

3. Ns. Abdul Gowi, M.Kep., Sp.Kep. J. selaku Koordinator Mata Ajar Riset

Keperawatan

4. Ibu Eldawati, M.Kep. selaku dosen pembimbing I yang telah banyak membantu

dengan penuh kesabaran dan dapat meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya

selama menyusun proposal penelitian ini.

5. Bapak Saleh Budi Santoso, M.Epid. selaku dosen pembimbing II yang telah banyak

membantu dalam penyusunan proposal skripsi serta memberi pengarahan dan telah

meluangkan waktu dalam penyusunan proposal penelitian.


6. Staf Dosen Prodi Sarjana Keperawatan STIKes Horizon Karawang yang telah

banyak memberikan pendidikan dan ilmu pengetahuan sehingga penulis dapat

mudah menyelesaikan proposal penelitian ini.

7. Orang tua yang selalu mendukung dan selalu memberikan semangat dan do’a yang

tiada hentinya sehingga penulis bisa menyelesaikan tugas penelitian ini dengan baik.

8. Rekan-rekan Mahasiswa/mahasiswi yang selalu mendukung dan bekerjasama

selama penyusunan proposal ini.

9. Semua pihak yang telah membantu menyelesaikan proposal penelitian ini yang tidak

bisa disebutkan satu-persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi yang telah disusun masih jauh dari kesempurnaan.

Oleh karna itu mengharapkan keritik dan saran yang sifatnya membangun demi

perbaikan di masa yang akan datang, akhir kata saya berharap Tuhan Yang Maha Esa

berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga

penyusunan proposal penelitian ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu. Atas

perhatiannya saya ucapkan terimakasih

Karawang, Mei 2021

Penulis
DAFTAR ISI

JUDUL PENELITIAN

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

DAFTAR SKEMA

DAFTAR LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan Penelitian

D. Manfaat Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Tingkat Kecemasan

1. Definisi Kecemasan

2. Toeori – teori penyebab kecemasan

3. Tingkat kecemasan

4. Tanda gejala kecemasan

5. Jenis kecemasan

6. Faktor yang mempengaruhi kecemasan


7. Penatalaksanaan kecemasan

8. Cara mengukur kecemasan

B. Konsep Prilaku

1. Definisi prilaku

2. Prubahan prilaku

3. Faktor faktor yang mempengaruhi prilaku

C. Konsep Stigma

1. Definisi stigma

2. Tipe – tipe stigma

3. Faktor – faktor yang mempengaruhi stigma

4. Dampak stigma

D. Konsep Corina vurus desease 19

1. Sejarah Corina vurus desease 19

2. Definisi Corina vurus desease 19

3. Manifestasi Corina vurus desease 19

4. Transmisi klasifikasi Corina vurus desease 19

5. Pencegahan Corina vurus desease 19

6. Cara medeteksi Corina vurus desease 19

E. Artikel Pendukung

F. Kerangka Teori
BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

B. Variabel Penelitian

C. Hipotesis

D. Definisi Operasional

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian Desain penelitian

B. Tempat dan waktu penelitian

C. Populasi dan Sampel

D. Etika Penelitian

E. Alat Pengumpulan Data

F. Pengolahan Data

G. Analisa data

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

3.1 Definisi operasional


DAFTAR SKEMA

Skema 2.1 kerangka Teori

Skema 3.1 Kerangka Konsep


BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Di tengah wabah COVID-19, muncul satu fenomena sosial yang berpotensi

memperparah situasi, yakni stigma sosial atau asosiasi negatif terhadap

seseorang atau sekelompok orang yang mengalami gejala atau menyandang

penyakit tertentu. Mereka diberikan label, stereotip, didiskriminasi, diperlakukan

berbeda, dan/atau mengalami pelecehan status karena terasosiasi dengan sebuah

penyakit. COVID 19 menyebabkan pilek dengan gejala utama seperti demam

dan sakit tenggorokan akibat pembengkakan adenoid, terutama pada musim

dingin dan awal musim semi. Sebagai penyakit baru, banyak yang belum

diketahui tentang pandemi COVID19. Terlebih manusia cenderung takut pada

sesuatu yang belum diketahui dan lebih mudah menghubungkan rasa takut pada

“kelompok yang berbeda/lain”. Inilah yang menyebabkan munculnya stigma

sosial dan diskriminasi terhadap etnis tertentu dan juga orang yang dianggap

mempunyai hubungan dengan virus ini(Dai, 2020)

Stigma sering melekat pada masalah – masalah kesehatan termasuk COVID 19

alasan munculnya stigma diantarannya adalah faktor penularan dan pengetahuan

yang kurang tepat Adanya stigma sosial dan deskriminasi terhadap penderita

atau yang diduga menderita menjadikan pencegahan akan menjadi lebih sulit.

Orang akan lebih baik memilih tidak dipantau dan diperiksa asalkan jangan di

deskriminasi. Dari informasi yang ada karena tidak mau di deskriminasi,

memunculkan sikap sebaliknya, mereka yang sebenarnya dapat digolongkan


sebagai orang tanpa gejala (OTG) dan seharusnya melakukan isolasi mandiri

namun akan tetap berinteraksi dengan masyarakat dilingkungannya. Akibatnya,

risiko yang kemungkinan terjadi penularan COVOD 19 akan semakin tinggi

dan tidak dapat diduga. Oleh sebab itu, stigma terhadap penderita amaupun

orang tanpa gejala (OTG) atau mereka yang diduga menderita COVID 19

tersebut harus dihilangkan.

Indonesia memberikan stigma dalam bentuk pelabelan yaitu dengan

mendeskriminasi, mengucilkan, pelecehan dan penolakan. Pemberian stigma

akan berpengaruh terhadap orang yang terstigma untuk menyembunyikan

penyakit agar terhindar diskriminasi, dan menolak untuk mencari perawatan

kesehatan segera, serta enggan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat

(PHBS).(Sari & Febrianti, 2020).

Menurut WHO,2020 dalam stigma adalah sesuatu yang menggambarkan suatu

kondisi ataupun keadaan dengan sudut pandang yang bernilai negatif.

Stigma( Arboleda- Florez, 2002) sosial di mana ciri membedakan aib sosial

menempel pada orang lain buat mengenali serta mendevaluasi mereka.

Umumnya stigma terdapat pada beban penyakit( Wilsher, 2011). Stigma sosial

dalam konteks kesehatan merupakan ikatan negatif antara seorang ataupun

sekelompok orang yang berbagi ciri tertentu serta penyakit.(Setiawati et al.,

2020)

Penelitian yang dilakukan Idris dan Jalli melalui dengan melihat percakapan

yang mengarah stigma terkait COVID-19 menyebutkan bahwa sebanyak

(83,3%) masyarakat.
Menurut WHO,2020 dalam stigma adalah sesuatu yang menggambarkan suatu

kondisi ataupun keadaan dengan sudut pandang yang bernilai negatif.

Stigma( Arboleda- Florez, 2002) sosial di mana ciri membedakan aib sosial

menempel pada orang lain buat mengenali serta mendevaluasi mereka.

Umumnya stigma terdapat pada beban penyakit( Wilsher, 2011). Stigma sosial

dalam konteks kesehatan merupakan ikatan negatif antara seorang ataupun

sekelompok orang yang berbagi ciri tertentu serta penyakit.(Setiawati et al.,

2020)

Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa stigma bisa memperburuk

penyakit. COVID-19 sebagai pandemi baru dimana penderita yang terinfeksi

terus meningkat dan disertai dengan banyaknya informasi melalui media yang

tidak semuanya bisa dipercaya dan menimbulkan banyak tanggapan di

masyarakat. Penulisan ilmiah ini penting dilakukan yang bertujuan untuk

mengetahui gambaran stigma masyarakat terhadap COVID-19 melalui literature

review.(Dai, 2020).

Bukti menunjukkan bahwa stigma dan ketakutan seputar penyakit menular

menghambat respons, sedangkan tindakan yang membantu adalah membangun

kepercayaan pada layanan dan saran kesehatan yang terpercaya, menunjukkan

empati kepada mereka yang terkena dampak, memahami penyakit itu sendiri,

dan mengambil langkah-langkah praktis dan efektif sehingga orang dapat

membantu menjaga diri mereka dan orang yang mereka cintai agar tetap aman.

Jika terpelihara di masyarakat, stigma sosial dapat membuat orang-orang

menyembunyikan sakitnya supaya tidak didiskriminasi, mencegah mereka


mencari bantuan kesehatan dengan segera, dan membuat mereka tidak

menjalankan perilaku hidup yang sehat.

Tingkat kecemasan yang dirasakan oleh setiap individu berbeda – beda,

dipengaruhi oleh bagaimana individu tersebut menyesuaikan diri dan mengatasi

situasi yang memicu kecemasan ( lisa mutiara anisa, suryani,2018). Kecemasan

dipicu oleh berbagai macam faktor, salah satunya yaitu pengetahuan.

(utami,2019) pengetahuan merupakan dasar dari tindakan seseorang

menstimulus seseorang untuk melakukan sesuatu. Dari banyaknya kabar yang

simpang siur yang dapat menambah kehawatiran dan kecemasan seseorang baik

informasi dari lingkungan sekitar atau media sosial namun tidak semua

informasi tersebut benar.

Prilaku masyarakat yang mengucilkan dan menjauhi pasien fositif COVID 19

mungkin terjadi akibat ketakutan yang berlebihan Perilaku yang baik dapat

menjadi upaya pencegahan terhadap penularan covid19 (Audria, 2019). Perilaku

kesehatan dipengaruhi oleh banyak factor, diantaranya pengetahuan, persepsi,

emosi, motivasi, dan lingkungan (Rahayu, 2014)..(Dai, 2020). Perasaan

bingung, cemas, dan takut yang kita rasakan dapat di- pahami, tapi bukan berarti

kita boleh berprasangka buruk pada penderita, perawat, keluarga, ataupun

mereka yang tidak sakit tapi memiliki gejala yang mirip dengan COVID-19.

Menurut retnowati, 2019 dalam Yunere & Yaslina, 2020, Kondisi yang datang

tiba-tiba ini membuat masyarakat tidak siap menghadapinya baik secara fisik

ataupun psikis (Sabir & Phil, 2016). Diantara kondisi psikologis yang dialami

oleh masyarakat adalah rasa anxiety apabila tertular (Fitria, 2020), (Hanifah,
Yusuf Hasan, Nanda Noor, Tatang Agus, & Muhammad, 2020). Menurut

American Psychological Association (APA), kecemasan merupakan keadaan

emosi yang muncul saat individu sedang stress, dan ditandai oleh perasaan

tegang, pikirang yang mebuat individu merasa khawatir dan disertai respon fisik.

(Beaudreau & O'Hara, 2009).(Fitria & Ifdil, 2020)

Berdasarkan hasil study pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada 04 juni

2021 Didusun Geredeg Desa Cigunungsari Rt 012/004 dengan cara wawancara

singkat kepada 10 orang warga, 7 orang diantaranya memiliki stigma negatif

dan 3 orang tidak memiliki stigma negatif. Respon masyarakat yang mempunyai

stigma negatif yaitu selain sebagai virus baru yang sangat menakutkan dan

percaya bahwa COVID 19 adalah penyakit yang mematikan ,merasa hawatir

dengan informasi yang tidak jelas tentang COVID 19. Jika ada salah satu dari

keluarga yang mempunyai gejala seperti demam, batuk/flu enggan untuk

membawanya ke pelayanan kesehatan karna takut dengan COVID 19.

Sedangkan respon yang tidak memiliki stigma negatif yaitu dengan cara

menjaga kesehatan, dan mematuhi protokol kesehatan mereka percaya bahwa

COVID 19 tidak akan ada dilingkungan dimana tempat mereka tinggal dan

masyarakat tidak merasa hawatir dengan infomasi yang simpang siur tentang

COVID 19.

Berdasarkan uaraian diatas peneliti tertarik untuk melakuakn penelitian tentang

hubungan tingkat kecemasan dan prilaku masyarakat terhadap stigma covid 19

di wilayah kabupaten Karawang barat.


B. RUMUSAN MASALAH

Peningkatan kasus pandemi COVID 19 secara drastis, setiap orang berhak bebas

akan stigma Di Indonesia sendiri, setiap orang berhak bebas akan stigma seperti

yang tertuang pada UUD 1945 Pasal 28G ayat 2 dimana setiap orang berhak

untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat

manusia. Namun di era globalisasi yang serba cepat akan kemudahan akses

informasi dapat berakibat tidak terkontrolnya informasi yang diterima setiap

individu sehingga menimbulkan tanggapan yang berbeda di setiap individu itu

sendiri. Disinformasi ini dapat mengakibatkan rasa cemas yang berlebihan,

kekhawatiran,dan ketakutan.(Wanodya & Usada, 2020) Tingkat kecemasan

semakin tinggi untuk datang ke pelayanan kesehatan karna takut di deskriminasi

COVID 19 bahkan masyarakat menganggap hal biasa jika salah satu dari

keluarga mereka memiliki gejala seperti flu, demam, batuk mereka lebih

memilih untuk tidak membawanya ke pelayanan kesehatan. Dari prilaku

kejadian deskriminasi mengakibatkan kehawatiran atau kecemasan yang

berlebihan dimasyarakat.

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah penelitian

adakah hubungan tingkat kecemasan dan prilaku masyarakat terhadap stigma

COVID 19 Didusun Geredeg Rt/Rw 012/004 Kec.Tegalwaru Karawang

C. TUJUAN

1. Tujuan umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tingkat kecemasan

dan prilaku masyarakat terhadap stigma covid 19 dikecamatan tegalwaru

kabupaten Karawang.

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui distribusi frekuensi tingkat kecemasan dan perilaku

masyarakat , serta stigma terhadap corona virus desease 19

b. Mengetahui adanya hubungan tingkat kecemasan terhadap stigma corona

virus desease 19

c. Untuk mengetahui adanya hubungan prilaku nasyarakat terhadap

stigma corona virus desease 19

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Layanan dan masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan manfaat bagi

masyarakat di wilayah kabupaten karawang barat terutama dengan stigma –

stigma yang ada dan dengan adanya Tingkat kecemasan masyarakat

semakin tinggi karena ketidaktahuan masyarakat cara menghadapi virus

tersebut sehingga menimbulakn stigma dan prilaku masyarakat yang kurang

baik terhadap corona virus atau pasien positif maupun yang sudah sembuh

dari corona virus sehingga masyarakat tidak menyembunyikan keluhan

keluhan penyakitnya ke pelayanan kesehatan.


2. Pendidikan dan pengembangan ilmu keperawatan

Informasi hasil penelitian ini di harapakan dapat berguna untuk

mengembangkan dan menambah wawasan sebagai upaya yang dapat

dilakukan untuk mengatasi tingkat kecemasan dan prilaku masyarakat

terhadap stigma corona virus


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Kecemasan

1. Definisi kecemasan

Kecemasan( anxiety) berasal dari bahasa Latin yaitu angustus yang

berarti kaku, dan ango yang berarti mencekik(Putri & Septiawan, 2020).

Menurut Hawari (2008) kecemasan menggambarkan kendala alam

perasaan yang ditandai dengan adanya rasa takut serta ketakutan yang

berkepanjangan namun tidak mengalami kendala dalam realita,

kepribadian masih tetap utuh, sikap terganggu namun masih dalam

batasan wajar. Kecemasan dimulai dari terdapatnya suasana yang

mengecam sebagai sesuatu stimulus yang beresiko( stressor).

Menurut (Annisa & Ifdil, 2016) kecemasan adalah kondisi emosi dengan

timbulnya rasa tidak nyaman pada diri seseorang, dan merupakan

pengalaman yang samar-samar disertai dengan perasaan yang tidak

berdaya serta tidak menentu yang disebabkan oleh suatu hal yang belum

jelas.

Pada tingkatan tertentu kecemasan dapat menjadikan seseorang lebih

waspada (aware) terhadap suatu ancaman, karena jika ancaman tersebut

dinilai tidak membahayakan, maka seseorang tidak akan melakukan

pertahanan diri (self defence). Sehubungan dengan menghadapi pandemi

Covid-19 ini, kecemasan perlu dikelola dengan baik sehingga tetap

memberikan kesadaran namun tidak sampai menimbulkan kepanikan


yang berlebihan atau sampai pada gangguan kesehatan kejiwaan yang

lebih buruk.(Vibriyanti, 2020)

2. Teori – teori penyebab kecemasan

Direktorat kesehatan jiwa Depkes RI, 1995 (dalam Nursalam, 2015)

mengembangkan teori-teori penyebab kecemasan sebagai berikut,

a. Teori psikoanalisis

Kecemasan merupakan konflik emosional yang terjadi antara dua

elemen kepribadian yaitu Id dan super ego.Id melambangkan

dorongan insting dan impuls primitive, super ego mencerminkan hati

nurani seseorang, sedangkan ego atau aku digambarkan sebagai

moderator dari tuntutan id dan super ego. Kecemasan berfungsi untuk

memperingatkan ego tentang suatu bahaya yang perlu diatasi.

b. Teori interpersonal

Kecemasan terjadi dari ketakutan dan penolakan interpersonal, hal ini

dihubungkan dengan trauma dari masa pertumbuhan seperti

kehilangan atau perpisahan yang menyebabkan seseorang tidak

berdaya. Individu yang mempunyai harga diri rendah biasanya sangat

mudah untuk mengalami kecemasan berat.

c. Teori perilaku

Kecemasan merupakan hasil frustasi segala sesuatu yang mengganggu

kemampuan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Para ahli

perilaku mengganggap kecemasan merupakan suatu dorongan, yang

mempelajari berdasarkan keinginan untuk menghindari rasa sakit.


Pakar teori meyakini bahwa bila pada awal kehidupan dihadapkan

pada rasa takut yang berlebihan maka akan menunjukkan kecemasan

yang berat pada masa dewasanya. Sementara para ahli teori konflik

mengatakan bahwa kecemasan sebagai benturan-benturan keinginan

yang bertentangan. Mereka percaya bahwa hubungan timbal balik

antara konflik dan daya kecemasan yang kemudian menimbulkan

konflik.

d. Teori keluarga Gangguan kecemasan dapat terjadi dan timbul secara

nyata dalam keluarga, biasanya tumpang tindih antara gangguan

cemas dan depresi.

e. Teori biologi Teori biologi menunjukkan bahwa otak mengandung

reseptor spesifik untuk benzodiasepin. Reseptor ini mungkin

memengaruhi kecemasan

3. Tingkat kecemasan

Menurut Gail W. Stuart (2006: 144) (Annisa & Ifdil, 2016) Kecemasan

(Anxiety) memiliki tingkatan mengemukakan tingkat ansietas,

diantaranya.

1) Ansietas ringan

Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari,

ansietas ini menyebabkan individu menjadi waspada dan

meningkatkan lapang persepsinya. Ansietas ini dapat memotivasi

belajar dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas.


2) Ansietas sedang

Memungkinkan individu untuk berfokus pada hal yang penting dan

mengesampingkan yang lain. Ansietas ini mempersempit lapang

persepsi individu. Dengan demikian, individu mengalami tidak

perhatian yang selektif namun dapat berfokus pada lebih banyak area

jika diarahkan untuk melakukannya.

3) Ansietas berat

Sangat mengurangi lapang persepsi individu. Individu cenderung

berfokus pada sesuatu yang rinci dan spesifik serta tidak berpikir

tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi

ketegangan. Individu tersebut memerlukan banyak arahan untuk

berfokus pada area lain.

4) Tingkat panik

Berhubungan dengan terperangah, ketakutan, dan teror. Hal yang

rinci terpecah dari proporsinya karena mengalami kehilangan

kendali, individu yang mengalami panik tidak mampu melakukan

sesuatu walaupun dengan arahan. Panik mencakup disorganisasi

kepribadian dan menimbulkan peningkatan aktivitas motorik,

menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain,

persepsi yang menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional


4. Menurut HRS-A (Hamilton Rating Scale for Anxiety)

kecemasan dapat dikelompokan dengan gejala-gejala secara spesifik

(Hawari, 2008):

a) Perasaan meliputi firasat buruk, rasa cemas, mudah tersinggung.

b) Ketegangan meliputi ; lesu, tidak bisa istirahat dengan tenang, rasa

tegang, mudah menangis, mudah tersinggung, mudah terkejut,

gemetar dan gelisah.

c) Ketakutan meliputi: takut ditinggal sendiri, takut pada keramain,

takut pada orang asing.

d) Gangguan tidur yaitu sering terbangun tengah malam, tidak bisa tidur

nyenyak, mimpi buruk, susah tidur.

e) Gangguan kecerdasan: tidak bisa konsentrasi, ingatan menurun. 6)

Gangguan depresi: sering merasa sedih, hilangnya minat,

berkurangnya kesenangan terhadap hobi.

f) Gangguan depresi: sering merasa sedih, hilangnya minat,

berkurangnya kesenangan terhadap hobi.

g) Gejala somatik; merasa sakit pada tubuh, otot2 persendian,kaku. 8)

Gejala pendengaran : telinga berdenging, penglihatan kabur, muka

merah.

h) Gejala pendengaran : telinga berdenging, penglihatan kabur, muka

merah.

i) Gejala kardiovaskuler misalnya berdebar-debar, nadi kencang, lemas

detak jantung menghilang berhenti sekejap.


j) Gejala respiratorik , misalnya merasa sesak nafas, tercekik, napas

pendek dan dangkal

k) Gejala gastro intestinal meliputi: rasa terbakar diperut, mual, perut

terasa melilit, kembung, muntah, susah buang air besar.

l) Gejala urogenital meliputi: sering buang air kecil, tidak datang

menstruasi, haid yang berlebihan, masa haid yang pendek.

m) Gejala autonom meliputi mudah berkeringat, sakit kepala, sering

merasa pusing, mulut kering.

n) Tingkah laku meliputi gemetar, kulit kering, napas pendek dan cepat,

gelisah, muka tegang.

5. Jenis kecemasan

Menurut Freud (team MGBK, 2010) terdapat tiga jenis kecemasan:

1) Kecemasan realistik, yaitu ketakutan terhadap bahaya atau ancaman

nyata yang ada dilingkungan maupun didunia luar.

2) Kecemasan neorotik, yaitu ketakutan terhadap hukuman yang akan

menimpanya, kecemasan ini berkembang adanya pengalaman yang

diperoleh pada masa kanak-kanak terkait dengan hukuman atau

ancaman dari orang tua maupun orang lain yang otoritas jika

melakukan perbuatan salah (implusif).

3) Kecemasan moral, yaitu rasa takut pada suara hati (super ego).

Menurut Spilberger (dalam Triantoro Safaria & Nofrans Eka Saputra,

2012: 53) menjelaskan kecemasan dalam dua bentuk, yaitu.


1) Trait anxiety yaitu adanya rasa khawatir dan terancam yang

menghinggapi diri seseorang terhadap kondisi yang sebenarnya tidak

berbahaya. Kecemasan ini disebabkan oleh kepribadian individu

yang memang memiliki potensi cemas dibandingkan dengan individu

yang lainnya.

2) State anxiety, merupakan kondisi emosional dan keadaan sementara

pada diri individu dengan adanya perasaan tegang dan khawatir yang

dirasakan secara sadar serta bersifat subjektif.

6. Faktor faktor yang mempengaruhi kecemasan

Blacburn & Davidson (dalam Triantoro Safaria & Nofrans Eka Saputra,

2012: 51) menjelaskan faktor-faktor yang menimbulakan kecemasan,

seperti pengetahuan yang dimiliki seseorang mengenai situasi yang

sedang dirasakannya, apakah situasi tersebut mengancam atau tidak

memberikan ancaman, serta adanya pengetahuan mengenai kemampuan

diri untuk mengendalikan dirinya (seperti keadaan emosi serta fokus

kepermasalahannya).

menurut trismiati ( 2006) kecemasan yang terjadi akan direspon secara

spesifik dan berbeda oleh setiap individu hal ini dipengaruhi oleh 2

faktor :

a. Fakrot internal meliputi :

pengalaman, pendidikan, tingkat pengetahuan dan informasi respon

terhadap stimulus, usia, gender atau jenis kelamin.


b. Faktor internal meliputi :

dukungan keluarga, pekerjaan, kondisi lingkungan

7. Penatalaksanaan kecemasan

Menurut Hawari (2008) penatalaksanaan atau manajemen pada tahap

pencegahan dan terapi memerlukan metode pendekatan yang bersifat

holistik:

1. Penatalaksanaan farmakologi. Dengan menggunakan obat – obatan

misalnya anti kecemasan benzodiazepim, obat ini tidak boleh

digunakan dalam waktu lama karena bisa mnyebabkan

ketergantungan.

2. Non farmakologi

a. Distraksi : merupakan metode untuk menghilangkan kecemasan

dengan mengalihkan perhatian dari rasa cemas . Stimulus sensori

yang menyenangkan menyebabkan pelepasan endokrin akan

menghambat stimulus cemas yang mengakibatkan lebih sedikit

stimulus yang ditransmisikan ke otak ( perry dan Potter, 2005 ).

b. Relaksasi: Terapi relaksasi yang dapat dilakukan berupa relaksasi,

tarik nafas dalam, rmediasi, relaksai imajinasi dan visualisasi.

8. Cara mengukur tingkat kecemasan

Skala HARS merupakan pengukuran kecemasan yang di dasarkan pada

munculnya symptom pada individu yang mengalami kecemasan. Cara

memberikan penilaian terhadap tigkat kecemasan menurut Hamilton

Rating Scale For Anxiety ( HRS-A) terdiri dari 14 kelompok gejala yang
masing- masing dirinci lagi dengan gejala-gejala spesifik. Masing-

masing kelompok gejala diberi penilaian angka ( score ) antara 0 - 4.

Nilai 0 = Tidak ada gejala, 1 = Gejala ringan, 2 = Gejala sedang, 3 =

Gejala berat, 4 = Gejala berat sekali.

Masing- masing nilai angka (score) dari ke 14 kelompok gejala

dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui tingkat

kecemasan seseorang yaitu : Total nilai ( score ): < 6 = tidak ada

kecemasan, 7 – 14 = kecemasan ringan, 15 – 27 = kecemasan sedang, 28

– 41 = kecemasan berat, > 41 = kecemasan berat sekali.

B. Konsep Prilaku

1. Definisi prilaku

Prilaku adalah hasil dari segala macam pengalamamn serta interaksi

manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk

pengalaman, sikap dan tindakan. Prilaku merupakan respon atau tindakan

seorang individu terhadap stimulasi yang berasal dari luar maupun dalam

dirinya ( Notoatmodjo, 2010).

Prilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap

stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan

kesehatan, makanan da lingkungan. Hal yang paling penting dakam

prilaku kesehatan adalah masalah pembentukan dan perubahan prilaku.

Karena perubahan prilaku merupkan tujuan dari pendidikan atau promosi


kesehatan sebagai penunjang program kesehatan yang lainnya.

(Notoatmodjo, 2010).

Menurut Notoatmodjo (2011), dilihta dari bentuk respon terhadap

stimulus, maka prilaku dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :

a. Prilaku pasif atau prilaku tertutup ( covert behavior )

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau

tertutup. Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas paa

perhatian, persepsi, pengetahuan, atau kesadsran sikap yang terjadi

pada seseorang yang menerima stimulus tersebut dan belum dapat di

amati secara jelas oleh orang lain.

b. Prilaku terbuka ( overt behavior )

Respon seseorang terhadap stmulus dalam bentuk tindakan nyata atau

terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk

tindakan yang dengan mudah dapat di amati atau dilihat oleh orang

lain (notoatmodjo, 2003).

2. Perubahan prilaku

Bentuk perubahan perilaku sangat bervariasi, sesuai dengan konsep yang

digunakan oleh para ahli dalam pemahamannya terhadap perilaku.

Bentuk – bentuk perilaku dikelompokkan menjadi tiga yaitu:

1) Perubahan alamiah (Neonatal chage)

Perilaku manusia selalu berubah sebagian perubahan itu disebabkan

karena kejadian alamiah. Apabila dalam masyarakat sekitar terjadi 20

suatu perubahan lingkungan fisik atau sosial, budaya dan ekonomi


maka anggota masyarakat didalamnya yang akan mengalami

perubahan.

2) Perubahan Rencana (Plane Change)

Perubahan perilaku ini terjadi karena memang direncanakan sendiri

oleh subjek.

3) Kesediaan Untuk Berubah (Readiness to Change)

Apabila terjadi sesuatu inovasi atau program pembangunan di dalam

masyarakat, maka yang sering terjadi adalah sebagian orang sangat

cepat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut (berubah

perilakunya).Tetapi sebagian orang sangat lambat untuk menerima

perubahan tersebut.Hal ini disebabkan setiap orang mempunyai

kesediaan untuk berubah yang berbeda-beda (Notoatmodjo, 2011).

3. Faktor faktor yang mempengaruhi prilaku

Berdasarkan teori dasar yang dikembangkan oleh Lawrence Green

(1991) dalam Nursalam (2014) dalam (Darmawan, 2015), kesehatan

seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok yaitu :

a. faktor perilaku (behavior causes)

b. faktor diluar perilaku (non- behavior causes).

Sementara faktor perilaku (behavior causes) dipengaruhi oleh tiga

faktor yakni :

a. faktor predisposisi (Predisposing Factors) yang meliputi umur,

pekerjaan, pendidikan, pengetahuan dan sikap.


b. faktor pemungkin (Enabling Factors) yang terwujud dalam

lingkungan fisik dan jarak ke fasilitas kesehatan.

c. faktor penguat (Reinforcing Factors) yang

terwujud dalam dukungan yang diberikan oleh keluarga maupun

tokoh masyarakat (Notoatmodjo, 2014)

C. Konsep stigma

1. Definisi stigma

Menurut Arboleda-Florez,2002. Wilsher,2011. Dalam (Setiawati et al.,

2020) Stigma merupakan suatu istilah yang menggambarkan suatu

keadaan atau kondisi terkait sudut pandang atas sesuatu yang dianggap

bernilai negatif. Stigma dipahami sebagai konstruksi sosial di mana

tanda membedakan aib sosial melekat pada orang lain untuk

mengidentifikasi dan mendevaluasi mereka. Biasanya stigma ada pada

beban penyakit.

Menurut (World Health Organization, 2020) Stigma sosial dalam

konteks kesehatan adalah berkaitan dengan hal negatif antara seseorang

atau sekelompok orang yang memiliki kesamaan ciri dan penyakit

tertentu. Dalam suatu wabah, stigma sosial berarti orang-orang diberi

label, distereotipkan, didiskriminasi, diperlakukan secara berbeda,

dan/atau mengalami kehilangan status karena dianggap memiliki

keterkaitan dengan suatu penyakit.


2. Tipe – tipe stigma

Van Brakel dalam Fiorillo, Volpe, dan Bhugra (2016) mengungkapkan

tipe - tipe stigma sebagai berikut :

a. Public stigma, dimana sebuah reaksi masyarakat umum yang memiliki

keluarga atau teman yang sakit fisik ataupun mental.

b. Structural stigma, dimana sebuah institusi, hukum, atau perusahaan

yang menolak orang berpenyakitan

c. Self-stigma, dimana menurunnya harga dan kepercayaan diri

seseorang yang memiliki penyakit.

d. Felt or perceived stigma, dimana orang dapat merasakan bahwa ada

stigma terhadap dirinya dan takut berada di lingkungan komunitas.

e. Experienced stigma, dimana seseorang pernah mengalami

diskriminasi dari orang lain.

f. Label avoidance, dimana seseorang tidak berpartisipasi dalam

pelayanan kesehatan untuk menghindari status dirinya sebagai orang

yang memiliki penyakit. Salah satu contoh adalah pasien

menyembunyikan obatnya.

3. Faktor – faktor yamg mempengaruhi adanya stigma pasien covid

19

Menurut Kipp dkk, 2011 dalam (Oktaviannoor et al., 2020) Stigma

sering melekat pada masalah- masalah kesehatan termasuk Covid-19.

Alasan munculnya stigma diantaranya adalah faktor penularan,


pengetahuan yang kurang tepat, perawatan atau berhubungan dengan

kelompok marjinal atau orang awam.

4. Dampak stigma corona virus desease 19

Stigma memiliki dampak negatif pada orang yang berisiko dan tidak

berisiko. Stigma dapat berkontribusi pada situasi di mana virus menjadi

lebih banyak, tidak berkurang, dan cenderung menyebar sehingga

mengakibatkan masalah kesehatan yang semakin parah serta peningkatan

kesulitan dalam mengendalikan pandemi. Hal ini dikarenakan stigma

dapat mencegah orang mencari perawatan kesehatan dengan segera,

mendorong orang untuk menyembunyikan penyakitnya untuk

menghindari diskriminasi, serta mencegah masyarakat mengadopsi

perilaku sehat. Dengan kata lain stigmatisasi berpotensi menciptakan

motivator negatif bagi masyarakat (World Health Organization, 2020)

D. Pandemi corina virus desease 19 (covid 19)

1. Sejarah corona virus desease (covid 19)

Corona virus sudah dikenal sejak tahun 1930-an dan diketahui terdapat

pada hewan. Pada tahun 2002, muncul penyakit golongan baru yaitu

Corona virus yang menyebabkan penyakit Severe Acute Respiratory

Syndrome (SARS). Pada tahun 2012, muncul lagi golongan Corona virus

ini yang menyebabkan penyakit Middle East Respiratory Syndrome

(MERS) di Timur Tengah, khususnya negara-negara Arab. Pada bulan

Desember 2019, di Kota Wuhan, Tiongkok, terjadi kejadian luar biasa

(KLB) kasus radang paru-paru (pneumonia) yang disebabkan oleh virus


dari keluarga besar Corona virus, tetapi virus ini belum pernah dikenal

sebelumnya, sehingga disebut sebagai Corona jenis baru atau Novel

Coronavirus.

Pada 11 Februari 2020, WHO secara resmi mengumumkan penamaan

baru virus penyebab pneumonia misterius itu dengan nama Severe Acute

Respiratory Syndrome Coronavirus-2 (SARS-CoV-2) dan nama penyakit

yang ditimbulkannya adalah Coronavirus Disease 2019 (COVID-19).

(sutaryo,natasha yang, 2020)

2. Definisi corona virus desease (covid 19)

Covid-19 atau penyakit menular ini disebut juga dengan Corona Virus

adalah kelompok virus yang bisa menyebabkan penyakit pada manusia,

virus ini dapat menyebabkan infeksi saluran pernafasan mulai dari flu

biasa sampai penyakit yang serius seperti Middle East Respiratory

Syndroma (MERS) dan syndroma pernafasan akut berat/ Severe Acute

Respiratory Syndroma (SARS) menurut (WHO, 2020).

3. Manifestasi corona virus desease (covid 19)

Secara umum pasien menunjukan gejala gangguan sistem pernafasan

yang ringan dan demam. Waktu inkubasi virs corona adalah 5 sampai 6

hari, dengan catatan priode inkubasi bisa berada pada tiap individu

dengan rentang waktu satu hingga 14 hari dari infeksi ( buku praktis

penyakit corina vurus desease 19, maret, 2020).

Gejala yang paling umum ditemukan adalah demam dan batuk tidak

berdahak. Hampir 90% kasus menujukan gejala, 67% menunjukan gejala


batuk tidak berdahak, 40% kasus pasien mengeluh fartigue ( tidak enak

badan atau pegal – pegal) dan 33% kasus pasien melaporkan adanya

batuk berdahak. Dari seluruh gejala hanya 18,6% kasus pasien

melaporkan adanya gejala kesulitan bernafas (dyspnea).

4. Transmisi corona virus desease (covid 19)

Bebrapa cara trasmisi corona virus desease (covid 19) :

a. Penyebaran virus Covid-19 melalui droplet, penularan virus Covid-

19 bisa terjadi pada saat bersin, batuk, berbicara, bernyanyi, atau

kegiatan lain yang menghasilkan droplet, virus tersebut akan terbawa

keluar saat aktivitas tersebut. Apabila droplet yang membawa virus

tersebut terhirup oleh orang lain maka virus akan kembali hidup di

dinding saluran pernafasan sejak dari ujung hidung sampai alveolus (

ujung paru – paru ).

b. Penyebara virus Covid 19 melaui udara, virus ini dapat bertahan di

udara selama 3 jam dan dapat hidup lebih lama jika menempel pada

permukaan benda seperti dipermukaan plastik virus corona dapat

bertahan hidup selama 72 jam, dipermukaan stainless steel virus

corona dapat bertahan hidup selama 48 jam, dipermukaan kertas atau

kardus virus corona dapat bertahan hidup selama 24 jam dan

dipermukaan berbahan tembaga selama 4 jam.

c. Kelompok orang yang paling rentan terhadap virus Covid-19.

Menurut Fitri Haryanti Harsono, (maret 2020) adalah:


1) Orang yang tinggal satu rumah dengan suspek atau punya gejala

Covid-19.

2) Tenaga medis yang menangani pasien suspek dan pasien positif

covid-19.

3) Kelompok orang yang masuk kontak sosial.

4) Area dari orang-orang yang terkomfirmasi covid-19.

5) Area dari orang-orang yang terkomfirmasi covid-19.

d. Kelompok orang yang paling beresiko terhadap Covid-19,Menurut

Khadijah Nur Azizah, (detik.com agustus 2020) adalah:

a) Mereka yang memiliki daya tahan tubuh rendah atau auto imun.

b) Adanya penyakit penyerta/ komorbit.

c) Obesitas atau BMI lebih dari 40.

d) Ibu hamil.

e) Usia 60 tahun keatas.

5. Klasifikasi pasien corona virus desease (covid 19)

Ada beberapa kelompok pasien covid 19 yaitu:

1. Kelompom pertama; pelaku perjalanan dari negara terjangkit

a. Pelaku perjalanan dari negara/wilayah terjangkit covid 19 yang

tidak bergejala wajib melakukan monitoring mandiri terhadap

kemungkinan munculanya gejala selama 14 hari setelah

kepulangan dari negara tersebut, mengurangi aktivitas yang tidak

perlu dan menjaga jarak kontak langsung (≥ 1 meter ) dengan

orang lain.
b. Pelaku perjalanan dari negara/ wilayah transmisi lokal maka

harus melakukan karantina mandiri di rumah selama 14 hari sejak

kedatangan bagi warga negara asing harus menunjukan alamat

tempat tinggal selama dikarantina dan informasi tersebut harus

di sampaikan pada saat kedatangan di bandara.

b. Kelompok kedua; orang tanpa gejala (OTG) merupakan orang

yang tidak mengalami gejala covid 19, tetapi ada riwayat kontak

dengan pasien terkompirmasi pisitif covid 19.

c. Kelompok ketiga; orang dalam pantauan (ODP) merupakan oang

yang mengalami deman dan riwayat demam atau gejala

gangguan pernafasan seperti flu, sakit tenggorokan, batuk dan

tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang

meyakinkan dan pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala

memiliki riwayat perjalanan atau tingggal di wilayat yang

melaporkan transmisi lokal.

d. Kelompok keempat; pasien dalam pengawasan (PDP)

merupakan yang mempuyai riwayat penyakit dengan infeksi

saluran pernafasan.
6. Pencegahan corona virus desease 19

Menurut buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus

Disease (COVID-19), (Maret, 2020), langkah-langkah pencegahan

Covid–19 dimasyarakat diantaranya:

a. Melakukan cuci tangan dengan sabun atau hand saniter

b. Hindari menyentuh mata, hidung dan mulut saat keadaan tangan

kotor

c. Terapkan tehnik batuk dan bersin yang betul menurut kesehatan

d. Gunakan masker yang sesuai menurut kesehatan, dan mencuci tangan

setelah membuang masker

e. Jaga jarak minimal 1 meter dari orang yang mengalami gangguan

pernafasan ataupun tidak

7. Cara mendeteksi corona virus desease 19

Untuk identifikasi keberadaan Virus Corona di dalam tubuh, maka

diperlukan pengambilan bahan dari rongga hidung dari depan sampai

belakang (nasofaring), dahak, atau darah oleh petugas laboratorium

untuk diperiksa. Sebenarnya, ada beberapa macam pemeriksaan

tambahan untuk deteksi penyakit antara lain:

1) Kultur atau pengembangbiakkan virus pada pemeriksaan deteksi

Virus Corona dilakukan dengan menanam pada media tertentu.

2) Mikroskop elektron dapat digunakan untuk melihat bentuk virus dan

melihat struktur dari virus.


3) RT-PCR dari apusan rongga hidung dari depan sampai belakang

(nasofaring), dahak, atau darah kemudian diperiksa menggunakan

RT-PCR untuk mendeteksi materi genetik dari virus. Jika pada

pemeriksaan ini positif, maka menandakan adanya infeksi dari Virus

Corona. Sampai saat ini, RT-PCR masih merupakan pemeriksaan

yang paling baik untuk mendeteksi Virus Corona.

4) Tes berdasar adanya antigen virus,Tes ini sampai akhir bulan Maret

2020 belum tervalidasi. Pada dasarnya setiap virus dalam struktur

tubuhnya mempunyai antigen. Kalau terdeteksi ada antigen berarti

terdapat virus. Serupa dengan ini adalah tes NS1 pada infeksi demam

berdarah yang bisa digunakan untuk mendeteksi keberadaan Virus

Dengue pada demam haripertama sampai keempat.

5) Pemeriksaan laboratorium berdasar patologi anatomi Bahan yang

diambil biasanya paru-paru atau organ tubuh lain setelah pasien

meninggal.

6) Tes serologi berdasarkan adanya immunoglobulin (IgM dan IgG)

Bahan dari darah diambil untuk melihat antibodi terhadap virus.

Kalau IgM terdeteksi menandakan adanya infeksi yang baru saja

terjadi. Sedangkan, kalau IgG terdeteksi berarti pernah mendapat

paparan virus telah berlangsung lama (lebih dari 28 hari)


E. Kerangka teori

Bagian 2.1 kerangka teori

Corona virus desease 19

 Klasifikasi pasien corona virus


desease (covid 19)
 Transmisi / penularan corona virus
desease (covid 19)
 Pencegahan penularan corona virus
desease (covid 19)

Tingkat kecemasan

 Kecemasan
 Tingkat kecemasan
 Faktor – faktor kecemasan
Faktor eksternal
- Pengalaman
Hubungan tingkat
- Pendidikan
kecemasandan prilaku
- tingkat pengetahuan dan
masyarakat terhadap Stigma
informasi respon terhadap
pasien positif COVID 19
stimulus
- usia
- gender atau jenis kelamin
faktor internal
- dukungan keluarga
- lingkungan
- pekerjaan
 cara pengukuran kecemasan
- teori HARS

Prilaku masyarakat

Faktor – faktor yang mempengaruhi


prilaku masyarakat

- Pendidikan
- Pengetahuan
- Sikap
- Lingkungan
BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah suatu uraian dan visualisasi tentang hubungan atau

kaitan antara konsep – konsep atau variabel – variabel yang akan di amati

atau diukur melalui penelitian yang akan diukur ( Notoatmodjo, 2012).

Kerangka konsep penelitian adalah abstraksi dari suatu realitas agar dapat

dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan

antara variabel (baik variabel yang diteliti maupun variabel yang tidak

diteliti) dan dibentuk dengan menggeneralisasikan suatu pengertian.

(Nursalam,2008; Notoadmodjo, 2012).

variabel indevendent

Tingkat kecemasan

Stigma masyarakat
variabel indevendent terhadap covid 19

Prikaku masyarakat

gambar 3.1 kerangka konsep

keterangan = : variabel bebas

: variabel terikat
B. Variabel Penelitian

1. Variabel dependent

Variabel dependent adalah variabel yang nilainya dipengaruhi oleh

variabel lain atau menjadi akibat dari adanya variavel bebas dan sering

disebut sebagai variabel output, kriteria atau konsekuen(sugiono,2014).

Variabel dependent dalam penelitian ini adalah stigma masyarakat

terhadap pasien covid 19

2. Variavel dependent

Variabel independet merupakan variabel yang mempengaruhi atau

yangmenjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependent

( sugiono,2016). Variabel dalam penelitian ini adalah tingkat kecemasan

dan prilaku masyarakat

C. Hipotesis

Hipotesis didalam penelitian merupakan suatu jawaban sementara dari

penelitian atau dugaan sementara yang kebenarannya baru akan di buktikan

dalam penelitian yang akan dilakukan ( Notoatmodjo, 2010). Dikatakan

sementara, karena jawaban yang diberikan baru berdasarkan teori relevan,

belum berdasarkan pada fakta – fakta empirisyang diperoleh melalui

pengumpulan data.

Ha : Ada hubungan antara tingkat kecemasan dan prilaku masyarakat

terhadap stigma covid 19

Ho :Tidak Ada hubungan antara tingkat kecemasan prilaku masyarakat

terhadap stigma covid 19


D. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan uraian tentang batasan variabel yang

dimaksud, atau tentang apa yang akan diukur oleh variabel yang

bersangkutan( notoatmodjo,2012).

Definisi operasional variabel penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.2 definisi operasional

no Variabel Definisi Alat ukur cara ukur Hasil ukur skala

operasional
1. Tingkat Kehawatiran Kuesioner Cara Score : Ordinal

kecemasan seseorang dan memberikan  Score kurang

(variabel rasa takut yang penilaian dari 14 =

independent) berlebihan terhadap tigkat Tidak ada

dengan situasi kecemasan kecemasan

sehari – hari menurut  Score 14 – 20

Hamilton = kecemasan

Rating Scale ringan

For Anxiety  Score 21- 27

( HRS-A) = kecemasan

terdiri dari 14 sedang

kelompok  Score 28 – 41

gejala yang = kecemasan

masing- masing berat

dirinci lagi  Score 42 – 56


dengan gejala- = kecemasan

gejala spesifik. berat sekali

Masing-masing

kelompok

gejala diberi

penilaian angka

( score ) antara

0 - 4. Nilai 0 =

Tidak ada

gejala, 1 =

Gejala ringan, 2

= Gejala

sedang, 3 =

Gejala berat, 4

= panik

2. Prilaku Perbuatan yang Kuesioner Peneliti a. prilaku baik Ordinal

masyarakat dilakukan diri mengambil data apabila jumlah

(variabel sendiri baik menggunakan score ≥ nilai

independent) ataupunkurang kuesioner median dari total

baik Mengisi score prilaku

berhubungan kuesioener b. prilaku buruk

dengan sesuai apabila jumlah

lingkungan pertanyaan score ≤ nilai


sekitar dengan cara median dari total

memberikan score prilaku

chek list pada

pilihan kolom

yang sesuai

 Setuju = 3

 Kadang–

kadang = 2

Tidak pernah =

1
3. Stigma Munculnya kuesioner Peneliti a. stigma negatif Ordinal

(variabel prilaku mengambil data apabila jumlah

dependent) deskriminasi menggunakan score ≤ nilai

masyarakat kuesioner median dari total

terhadap Mengisi score stigma

penyakit/ virus kuesioener b. stigma positif

dan penderitanya sesuai apabila jumlah

pertanyaan score ≤ nilai

dengan cara median dari total

memberikan score stigma

chek list pada

pilihan kolom

yang sesuai

 Sangat setuju
=4

 setuju = 3

 tidak setuju =

 sangat tidak

setuju = 1

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain penelitian Penelitian

Desain penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif dengan metode

cross sectional design yaitu mempelajari hubungan tingkat kecemasan dan

prilaku masyarakt (variabel independent) dan stigma masyarakat terhadap

covid 19 ( variabel dependent).

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat penelitian

Penelitian ini dilakukan dikampung geredeg, Rt 012/004

Desa.ciguningsari, Kecamatan pangkalan Kabupaten karawang.

2. Waktu Penelitian

Waktu ini dilakukan dari bulam mei – juni 2021.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi penelitian

Menurut sugiono (2019) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri

atas objek/ subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu

yang ditetapkan oleh peneliti atau dipelajari kemuadian ditarik

kesimpulannya. Populasi penelitian ini yaitu warga yang tinggal

dikampung geredeg, Rt =12/004 Desa.ciguningsari, Kecamatan

Tegalwaru Kabupaten karawang sebanyak 221 orang.

2. Sampel penelitian
Menurut suguino (2019) Sampel adalah bagian dari jumlah dan

karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Cara pengambilan

sampel pada penelitian ini menggunakan non probability sampling yaitu

teknik yang tidak memberi peluang atau kesempatan sama bagi setiap

unsur atau anggota popilasi untuk dipilih menjadi sampel teknik

pengambilan sampel dalam penelitian ini menginakan teknik purposive

yautu dengan menentukan jumlah responden sesuai dengan kriteria yang

ditentukan. Dalam memilih subjek penelitian yang akan dijadikan sampel,

peneliti mengacu pada 2 kriteria:

a. Kriteria Inklus

1) Masyarakat yang berdomisili warga kampung geredeg Rt

012/004

2) Berusia ≥ 21 tahun

3) Bersedia untuk menjadi responden

4) Masyarakat yang mempunyai stigma negatif terhadap covid 19

5) Bisa membaca

b. Kriteria Ekslusi

1) Bukan masyarakat Masyarakat yang berdomisili warga

kampung geredeg Rt 012/004

2) Usia ≥ 60

3) Tidak bersedia menjadi responden

Besar sampel yang digunakan, dengan berdasarkan rumus Solvin yaitu :


N
n=
1+ N e2

keterangan:

n : Jumlah sampel

N : Jumlah Populasi

e : tingkat kesalahan dalam penelitian (1%,5%,10%)

(Masturoh & T., 2018).

N
n=
1+ N e2

221
n= 2
1+221(0,05)

221
n=
1+221(0,0025)

221
n=
1+0,5525

221
n=
1,5525

¿ 142

Jadi kisaran besar sampel berdasarkan rumus slovin pada penelitian ini

sebanyak 142 orang.


D. Etika Penelitian

Kode etik penlitian merupakan pedoman etika yang berlaku untuk kegiatan

penelitian dan melibatkan pihak peneliti, pihak diteliti, dan masyarakat yang

akan memperoleh dampak hasil penelitian. Menurut (Notoatmodjo &

Soekidjo, 2010) “Etika penelitian mencakup perilaku peneliti terhadap

subjek penelitian dan yang dihasilkan dari penelitian bagi masyarakat”.

1. Respect for justice inclusiveness

Peneliti berusaha untuk menerapkan prinsip keadilan yang mengandung

makna bahwa penelitian ini akan memberikan manfaat bagi semua pihak

yang terkait, baik institusi rumah sakit, pendidikan maupun mahasiswa.

Sedangkan prinsip keterbukaan menunjukan makna bahwa penelitian ini

akan dilakukan secara jujur, tepat, cermat, hati-hati dan dilakukan secara

profesional. Peneliti juga berusaha untuk menjaga kenyamanan responden

dan menjaga dari tindakan yang dapat menimbulkan ketidaknyamanan bagi

responden.

2. Respect Privacy dan confidentiality

Pada penelitian ini akan dilakukan dengan cara tidak mencantumkan nama

responden dalam lembar kuesioner dan mengganti nama dengan kode

tertentu serta menjamin kerahasiaan segala informasi dan data yang

diperoleh dari responden dengan tidak menyebarluaskan kepada orang yang

tidak berkepentingan. Peneliti akan menyimpan data dalam kotak yang di

kunci dan akan memusnahkan data-data responden setelah 5 tahun.

3. Respect for Human (Menghormati Manusia)


Responden berhak untuk menentukan apakah akan ikut berpartisipasi dalam

penelitian atau tidak serta berhak untuk mengakhiri keikutsertaan dalam

penelitian tersebut. Peneliti akan memberikan penjelasan selengkap-

lengkapnya tentang prosedur penelitian yang akan dilakukan, dan manfaat

penelitian. Pada penelitian ini, peneliti akan meminta responden untuk

menandatangani lembar persetujuan apabila responden setuju untuk menjadi

responden dalam penelitian dan apabila responden menolak untuk

berpartisipasi maka peneliti tidak akan memaksa responden untuk ikut

dalam penelitian. Responden berhak untuk mengundurkan diri sewaktu-

waktu atau kapan saja tanpa ada sanksi.

4. Balancing harm and benefits

Peneliti memberikan penjelasan kepada responden bahwa data yang diambil

dari penelitian hanya akan dipergunakan untuk kepentingan penelitian saja

dan bukan untuk memanfaatkan responden untuk sesuatu yang bersifat

komersial.

E. Alat Pengumpulan Data

1. Instrumen penelitian

Instrumen penelitian adalah alat – alat yang digunakan untuk pengumpul

data penelitian (Nottoatmodjo,2010). Instrumen dalam penelitian ini

adalah:

a. Kuesioner

Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang sudah tersusun dengan

matang, sehingg responden tinggal memberi jawaban atau dengan


tanda- tanda tertetu ( Notoatmodjo, 2014). Kuesioner bertujuan untuk

mengetahui apakah ada hubungan antara tingkat kecemasan dan

prilaku masyarakat terhadap stigma covid 19.

F. Prosedur Pengumpulan Data

1. Prosedur Administrasi

a.Mendapatkan surat izin penelitian dari Bidang Akademik.

b. Mendapatkan izin melakukan penelitian kepada masyarakat yang

tinggal dikampung geredeg kecamatan Tegalwaru desa cigunungsari

Karawang sebagai tempat penelitian.

c.Menjelaskan tentang rencana penelitian kepada masyarakat yang

tinggal dikampung geredeg kecamatan Tegalwaru desa cigunungsari

Karawang sebagai tempat penelitian.

2. Prosedur pelaksanaan

Prosedur pelaksanaan yang dilakukan merupakan prosedur pemberian

kuesioner yang bertujuan untuk memperoleh data terhadap tingkat

kecemasan dan prilaku masyarakat terhadap stigma covid 19. Berikut

prosedur pelaksanaan yang dilakukan peneliti:

a.Peneliti memilih responden yang sesuai dengan topik

b. Peneliti menemui calon responden dan menjelaskan tentang

tujuan dan manfaat penelitian sesuai dengan etika penelitian.

c.Meminta calon responden untuk bersedia menjadi responden.

Responden yang bersedia akan diberikan surat persetujuan (informed


consent) menjadi responden untuk ditanda tangani tanpa paksaan.

d. Selanjutnya peneliti melakukan pretest dengan memberikan

lembar kuesioner. Setelah kuesioner diisi, peneliti akan memeriksa

kembali kuesioner yang sudah diisi oleh responden dan menghitung

jumlah skor kualitas responden.

e.Selanjutnya peneliti akan mengolah data.

G. Pengolahan data

Setelah data terkumpul kemudian dilakukan pengolahan data, melalui

tahap-tahap berikut.

a. Editing

Editing merupakan proses pemeriksaan data yang telah dikumpulkan

melalui kuisioner. Hal ini dilakukan untuk melihat jawaban dalam

lembar kuisioner sudah baik untuk diproses atau belum. Sehingga bila

terdapat kekurangan dapat segera dilengkapi.

b. Coding

Setelah penyuntingan dilakukan pengkodean atau koding, yaitu;

mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau

bilangan. Koding ini sangat berguna dalam analisis data.

c. Processing (Memasukkan Data)

Data yang sudah dalam bentuk kode dimasukkan kedalam program

computer. Salah satu paket program yang paling sering digunakan

untuk memasukan data penelitian adalah SPSS 22 for windows


d. Cleaning (Pembersihan Data)

Pembersihan data dilakukan apabila semuna data sudah dimasukkan,

hal ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat kemungkinan adanya

kesalahan dalam pengkodean kemudian dilakukan pembetulan atau

korelasi.

H. Analisis Data

Data yang telah diolah tersebut kemudian dianalisis menggunakan alat

bantu computer dengan program olah data statistik. Kegiatan analisis data

tersebut dilakukan secara univariat, dan bivariat.

1. Analisis Univariat

Analisis univariat bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik

masing-masing variabel yang telah diteliti, baik variable independen

maupun dependen.

a. Variabel tingkat kecemasan menggunakan kuesioner yang terdiri

dari 14 pertanyaan yang jawabannya ditentukan menggunakan

skala HRS – A dengan score Score kurang dari 14 = Tidak ada

kecemasan, Score 14 – 20 = kecemasan ringan, Score 21- 27 =

kecemasan sedang, Score 28 – 41 = kecemasan berat, Score 42 – 56

= panik.

b. Variabel prilaku menggunakan kuesioner yang terdiri dari 9

pertanyaan menggunakan skala likert dengan pertanyaan negatif

rentang nilai nya Selalu/S (1), kadang- kadang/KK (2), tidak

pernah/TD (3) dan untuk pertanyaan positif rentang nilainya


Selalu/S (3), kadang- kadang/KK (2), tidak pernah/TD (1) Adapun

Rumus yang dapat digunakan adalah:

f
p= x 100 %
N

Keterangan:

p : Persentase

f : frekuensi/jumlah yang diperoleh

N : jumlah keseluruhan

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat adalah analisis yang tujuannya untuk mengetahui

pengaruh antara variable independen dengan variable dependen.

Teknik analisis data yang digunakan adalah uji statistik chi-square

dengan tingkat kepercayaan 95%. Bila p < 0,05 berarti hasil

perhitungan statistic bermakna (signifikan) maka ada hubungan antara

tingkat kecemasan dan prilaku masyarakat terhadap stigma covid 19

yang bermakna antara variable independen dengan dependen

sedangkan jika p > 0,05 berarti tidak ada hubungan hubungan antara

tingkat kecemasan dan prilaku masyarakat terhadap stigma covid 19

yang bermakna antara variable independen dengan dependent.

Rumus :

X 2 =∑¿ ¿

Keterangan :

O : nilai observasi (pengamatan)

E : nilai expected (harapan)


X2 : distribusi kuantitatif

Adapun prosedur pengujian X2 dimulai dengan langkah langkah sebagai

berikut :

a. Memasukan formasi hipotesisnya (Ho dan Ha)

b. Menghitung frekuensi observasi (O) dalam table silang

c. Menghitung frekuensi harapan € masing-masing sel

d. Menghitung X2 sesuai aturan yang berlaku

e. Menghitung p value dengan membandingkan nilai X2 dengan nilai table

kai kuadrat.
Lampiran 1

KUESIONER

A. Karakteristik reponden

1. Inisial nama

2. Usia

 20 – 30 tahun

 30 – 40 tahun

 Lebih dari 40 tahun

3. Jenis kelamin

 Laki – laki

 Perempuan

4. Pendidikan

 Tidak sekolah

 SD/MI sederajat

 SMA/SMK
 Sarjana D3

 Sarjana S1

 Lainnya …

5. Pekerjaan

 Tidak bekerja

 IRT/ ibu rumah tangga

 Pelajar / mahasiswa

 PNS

 Wiraswasta

 Petani / buruh

B. Kuesioner tingkat kemasan menggunakan metode Hamilton Rating Scale

for Anxiety (HRS-A)

PETUNJUK: Berilah tanda silang (X) pada kolom nilai angka (score). 0 jika

tidak ada gejala, 1jika gejala ringan, 2jika gejala sedang, 3jika gejala berat,

4jika gejala berat sekali.

No Gejala kesemasan Nilai angka ( score )


0=tidakad 1= 2= 3 = 4 =

a gejala ringa sedang berat panik

n
1. Perasaan ansiety (Cemas, Firasat buruk, Takut akan,

pikiran sendiri, Mudah tersinggung)


2. Ketegangan (Merasa tegang , Lesu, Tidak bisa,

istirahat tenang, Mudah terkejut, Mudahmenangis ,

Gemetar, Gelisah )
3. Ketakutan ( Pada gelap, Pada orang asing, Ditinggal

sendiri, Pada binatang besar, Pada keramaian lalu

lintas, Pada kerumunan orang banyak


4. Gangguan tidur( Sukar tidur, Terbangun malam hari,

Tidurtidak nyenyak, Bangun dengan lesu, Banyak

mimpi-mimpi, Mimpi buruk, Mimpi menakutkan)


5. Gangguan kecerdasan( Sukar konsentrasi, Daya ingat

menurun, Daya ingat buruk)


6. Perasaan depresi / murung ( Hilangnya minat,

Berkurangny kesenangan pada hobi, Sedih, Bangun

dini hari, Perasaanberubah-ubah sepanjang hari)


7. Gejala somatik atau fisik ( Sakit dan nyeri di otot-

otot, Kaku, Kedutan otot, Gigi gemerutuk, Suara

tidak stabil)
8. - Gejala somatic atau fisik (sensorik) Tinnitus

(telinga berdenging) Penglihatan kabur

- Muka merah atau pucat

- Merasa lemas

- Perasaan ditusuk-tusuk
9. Gejala kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah)

( Takikardi atau denyut jantung cepat, Berdebar-

debar, Nyeri di dada, Denyut nadi mengeras, Rasa

lesu atau lemas seperti mau pingsan, Detak jantung

menghilang atau berhenti sekejap).


10. Gejala respiratory (pernafasan)

(Rasa tertekan atau sempit di dada, Tercekik, Sering

menarik nafas, Nafas pendek atau sesak)


11. Gejalagastrointestinal (pencernaan)

( Sulit menelan, Perut melilit, Gangguan pencernaan)


12. Gejala urogenital (perkemihan dan kelamin)

( Sering buang air kecil, Tidak dapat menahan air

seni )
13. Gejala autonom ( Mulut kering, Muka merah, Mudah

berkeringat, Kepala pusing, Kepala terasa berat,

Kepala terasa sakit, Bulu-bulu berdiri)


14. Tingkah laku( Gelisah, Tidak tenang, Jari gemetar,

Kerut kening, Muka tegang, Otot tegang atau

mengeras, Nafas pendek dan cepat, Muka merah)

Score :

 Score kurang dari 14 = Tidak ada kecemasan

 Score 14 – 20 = kecemasan ringan

 Score 21- 27 = kecemasan sedang

 Score 28 – 41 = kecemasan berat

 Score 42 – 56 = kecemasan berat sekali


C. Kuesioner prilaku

Berilah tanda centang pada kotak tang tersedia :

S = selalu, Kk= kadang – kadang, Tp= tidak pernah

Pertanyaan S kk TP
1. Saat saya keluar rumah saya memakai masker
2. Saya rajin mencuci tangan setelah melakukan suatu kegiatan
3. Saya berkumpul dengan tetangga saya dengan jarak yang

sangat dekat?
4. Jika ada informasi yang tidak jelas tentang COVID 19 saya

akan langsung percaya ?


5. Disaat wabah COVID 19 saya akan lebih berhati- hati pada

setiap orang yang berada dilingkungan anda?


6. Saya menjaga jarak pada setiap orang yang saya temui

dilingkungan sekitar?
7. Saya perlu menjaga jarak dengan orang yang terpapar covid

19
8. saya akan menyebunyikannya jika salah satu dari anggota

kelurga anda ada yang terpapar covid 19?


9. Saya akan mempengaruhi dan menakuti orang lain untuk

memeriksakan kesehatannya karna jika mereka datang ke

pelayanan kesehatan akan terpapar COVID 19

D. Kuesioner stigma

Berilah tanda centang pada kotak tang tersedia :

STS = sangat tidak setuju, TS= tidak setuju, S= setuju, SS= sangat setuju
n Pertanyaan STS TS S SS

o
1. COVID 19 adalah virus kutukan yang mematikan
2. COVID 19 adalah virus yang menakutkan dan

menjijikan sehingga harus diwaspadai


3. Jika dilingkungan saya ada yang terjangkit COVID 19

saya akan menjauhinya


4. Orang yang terjangkit COVID 19 tidak akan sembuh
5. Saya melarang keluarga untuk bergaul dengan

lingkungan sekitar karena takut terkena COVID 19


6. Ketika saya bertemu orang lain yang sedang batuk/flu

saya tidak mau berada didekatnya karna takut COVID

19
7. Saya akan mempengaruhi masayarakat untuk tidak

pergi ke pelayanan karna jika mereka berobat ke

pelayanan kesehata akan terkena COVID 19


8. Saya percaya bahwa COVID 19 akan tertular jika

saya berjabat tangan dengan orang lain


9. Jika salah satu keluarga saya ada yang terjangkit

COVID 19 saya akan mengusirnya dari rumah


DAFTAR PUSTAKA

Annisa, D. F., & Ifdil, I. (2016). Konsep Kecemasan (Anxiety) pada Lanjut Usia

(Lansia). Konselor, 5(2), 93. https://doi.org/10.24036/02016526480-0-00

Dai, N. F. (2020). Stigma Masyarakat Terhadap Pandemi Covid-19. Prodi Ilmu

Keperawatan Universitas Indonesia Timur, 66–73.

Darmawan, A. A. K. N. (2015). FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PERILAKU KUNJUNGAN MASYARAKAT TERHADAP PEMANFAATAN

PELAYANAN POSYANDU DI DESA PEMECUTAN KELOD KECAMATAN

DENPASAR BARAT. Jurnal Dunia Kesehatan, 5(2), 29–39.

Fitria, L., & Ifdil, I. (2020). Kecemasan remaja pada masa pandemi Covid -19. Jurnal

EDUCATIO: Jurnal Pendidikan Indonesia, 6(1), 1.

https://doi.org/10.29210/120202592

Notoatmodjo, & Soekidjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta.


Oktaviannoor, H., Herawati, A., Hidayah, N., Martina, M., & Hanafi, A. S. (2020).

Pengetahuan dan stigma masyarakat terhadap pasien Covid-19 dan tenaga

kesehatan di Kota Banjarmasin. Dinamika Kesehatan: Jurnal Kebidanan Dan

Keperawatan, 11(1), 98–109. https://doi.org/10.33859/dksm.v11i1.557

Putri, A. P. K., & Septiawan, A. (2020). Manajemen Kecemasan Masyarakat dalam

Menghadapi Pandemi Covid-19. Journal of Multidisciplinary Studies,

4(December), 199–216.

Sari, A. K., & Febrianti, T. (2020). GAMBARAN EPIDEMIOLOGI DAN STIGMA

SOSIAL TERKAIT PANDEMI COVID- 19 DI KOTA TANGERANG

SELATAN TAHUN 2020 PENDAHULUAN Pada bulan Desember ditemukan

kasus peneumonia yang tidak diketahui etiologinya muncul di Wuhan , Hubei ,

China dengan gejala klinis yang sa. collaborative medical journal (cmj), 3(3), 104–

109.

Setiawati, L., Sariti, I., & Livana, P. (2020). Stigma dan perilaku masyarakat pada

pasien positif covid-19. Jurnal Gawat Darurat, 2(2), 95–100.

sutaryo,natasha yang, lintang sagoro. dea sella sabrina. (2020). Penyakit Virus Corona

19 (Covid-19). In book.

Vibriyanti, D. (2020). Kesehatan Mental Masyarakat: Mengelola Kecemasan Di Tengah

Pandemi Covid-19. Jurnal Kependudukan Indonesia, 2902, 69.

https://doi.org/10.14203/jki.v0i0.550

Wanodya, K. S., & Usada, N. K. (2020). Literature Review : Stigma Masyarakat


Terhadap Covid – 19. Indonesian Journal of Public Health, 5(2), 107–111.

World Health Organization. (2020). Stigma Sosial Terkait Dengan COVID-19. Unicef,

1–5.

Yunere, F., & Yaslina, Y. (2020). Hubungan Stigma Dengan Kecemasan Perawat

Dalam Menghadapi Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256.

Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256 Vol. 3 No. 1 Tahun

2020 Hubungan, 3(1), 1–7.

Annisa, D. F., & Ifdil, I. (2016). Konsep Kecemasan (Anxiety) pada Lanjut Usia

(Lansia). Konselor, 5(2), 93. https://doi.org/10.24036/02016526480-0-00

Dai, N. F. (2020). Stigma Masyarakat Terhadap Pandemi Covid-19. Prodi Ilmu

Keperawatan Universitas Indonesia Timur, 66–73.

Darmawan, A. A. K. N. (2015). FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PERILAKU KUNJUNGAN MASYARAKAT TERHADAP PEMANFAATAN

PELAYANAN POSYANDU DI DESA PEMECUTAN KELOD KECAMATAN

DENPASAR BARAT. Jurnal Dunia Kesehatan, 5(2), 29–39.

Fitria, L., & Ifdil, I. (2020). Kecemasan remaja pada masa pandemi Covid -19. Jurnal

EDUCATIO: Jurnal Pendidikan Indonesia, 6(1), 1.

https://doi.org/10.29210/120202592

Notoatmodjo, & Soekidjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta.


Oktaviannoor, H., Herawati, A., Hidayah, N., Martina, M., & Hanafi, A. S. (2020).

Pengetahuan dan stigma masyarakat terhadap pasien Covid-19 dan tenaga

kesehatan di Kota Banjarmasin. Dinamika Kesehatan: Jurnal Kebidanan Dan

Keperawatan, 11(1), 98–109. https://doi.org/10.33859/dksm.v11i1.557

Putri, A. P. K., & Septiawan, A. (2020). Manajemen Kecemasan Masyarakat dalam

Menghadapi Pandemi Covid-19. Journal of Multidisciplinary Studies,

4(December), 199–216.

Sari, A. K., & Febrianti, T. (2020). GAMBARAN EPIDEMIOLOGI DAN STIGMA

SOSIAL TERKAIT PANDEMI COVID- 19 DI KOTA TANGERANG

SELATAN TAHUN 2020 PENDAHULUAN Pada bulan Desember ditemukan

kasus peneumonia yang tidak diketahui etiologinya muncul di Wuhan , Hubei ,

China dengan gejala klinis yang sa. collaborative medical journal (cmj), 3(3), 104–

109.

Setiawati, L., Sariti, I., & Livana, P. (2020). Stigma dan perilaku masyarakat pada

pasien positif covid-19. Jurnal Gawat Darurat, 2(2), 95–100.

sutaryo,natasha yang, lintang sagoro. dea sella sabrina. (2020). Penyakit Virus Corona

19 (Covid-19). In book.

Vibriyanti, D. (2020). Kesehatan Mental Masyarakat: Mengelola Kecemasan Di Tengah

Pandemi Covid-19. Jurnal Kependudukan Indonesia, 2902, 69.

https://doi.org/10.14203/jki.v0i0.550

Wanodya, K. S., & Usada, N. K. (2020). Literature Review : Stigma Masyarakat


Terhadap Covid – 19. Indonesian Journal of Public Health, 5(2), 107–111.

World Health Organization. (2020). Stigma Sosial Terkait Dengan COVID-19. Unicef,

1–5.

Yunere, F., & Yaslina, Y. (2020). Hubungan Stigma Dengan Kecemasan Perawat

Dalam Menghadapi Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256.

Prosiding Seminar Kesehatan Perintis E-ISSN : 2622-2256 Vol. 3 No. 1 Tahun

2020 Hubungan, 3(1), 1–7.

Anda mungkin juga menyukai