Anda di halaman 1dari 5

Nama : Gregori Axel Zefanya

NPM : 2106744891
Mata Kuliah : Perseptual Motor, Motivasi, dan Emosi (D)

Pengaruh Gen dan Lingkungan dalam Perilaku Bullying


Essay On The Spot
a. Pendahuluan
Bullying atau perundungan didefinisikan sebagai perilaku penyalahgunaan kekuasaan yang
terekspresikan melalui berbagai bentuk kekerasan dimulai dari fisik, verbal, pengasingan sosial,
dan bentuk lainnya yang muncul secara tersistematis (Fuentes et al., 2020). Selain itu
perundungan juga dijelaskan oleh (Olweus, 1993, seperti yang dikutip dalam Schoeler et al.,
2019) adalah tindakan intimidasi dan agresi yang disengaja yang dilakukan oleh pihak yang
lebih kuat terhadap individu yang cenderung memiliki impresi lemah.

Lebih jauh lagi Veldkamp et al. (2019) menjelaskan kepada kalangan umum bahwa
tindakan perundungan ini dapat muncul dalam berbagai bentuk dari perundungan secara
langsung seperti panggilan nama yang merendahkan dan bahkan kontak fisik, hingga
perundungan secara tidak langsung seperti pengasingan sosial. Apapun bentuknya itu tentunya
tindakan ini akan sangat berbahaya karena kerugian yang disebabkannya dapat berlangsung
atau berdampak kepada korban sepanjang hidupnya (Olweus, 1993 dalam Schoeler et al., 2019).

Beranjak dari definisi dan berbagai bentuk nyata dari tindakan perundungan tersebut,
banyak peneliti melakukan penelitian untuk mengulik lebih jauh mengenai faktor yang dapat
memunculkan perilaku agresif dan intimidatif yang disebut sebagai bullying ini. Perdebatan
antar peneliti pun tak terhindarkan, menurut beberapa penelitian, perilaku merundung ini dapat
muncul karena adanya pengaruh dari lingkungan seperti pada penelitian yang dilakukan oleh
Bowes et al. (2009) dimana dalam penelitian tersebut pengaruh lingkungan dalam bentuk
sekolah, lingkungan dirumah dan keluarga adalah faktor-faktor yang dapat diasosiasikan
dengan maraknya perilaku ini.

Sementara itu, penelitian lain mengatakan sebaliknya dimana perilaku perundungan atau
bullying ini muncul karena pengaruh genetik seperti pada penelitian yang dilakukan oleh
Schoeler et al. (2019) dimana penelitian tersebut menyatakan bahwa ada faktor-faktor genetik
seperti kerentanan individual yang berkembang sejak dini yang menjadi risiko seseorang untuk
terpapar kepada tindakan perundungan ini. Apapun itu, faktor-faktor ini tentunya sangat
penting untuk diidentifikasi sejak dini agar dapat mendukung penciptaan program intervensi
yang tepat untuk menanganinya (Bowes et al., 2009).

Melalui esai ini, saya akan memaparkan hal-hal yang terkait dengan perundungan seperti
bentuk dan dampaknya, lalu peran gen dan peran lingkungan dalam munculnya perilaku
tersebut, serta usaha-usaha intervensi untuk mengurangi atau menuntaskan perilaku
perundungan tersebut. Saya sendiri memiliki pendapat pribadi akan hal ini, dimana saya yakin
dan percaya bahwa munculnya pola perilaku perundungan atau bullying ini sebagian besar
akan dipengaruhi oleh faktor lingkungan dengan sedikit peran serta pengaruh genetik di
dalamnya.

b. Ide Pokok

Kesulitan tingkah laku, masalah kesehatan fisik, hingga pemikiran yang mengarah kepada
bunuh diri adalah risiko yang sangat mungkin untuk berkembang pada anak-anak yang terlibat
dalam tindakan perundungan yang menjelaskan betapa bahayanya perilaku merundung ini
(Williams et al. 1996; Arseneault et al. 1996; Kim et al. 2005; Kim et al. 2006, dalam Bowes
et al., 2009).

Merespon pada bahayanya perilaku tersebut, Bowes et al. (2009) melakukan penelitian
terhadap anak-anak kelahiran 1994-1995 di England dan Wales yang merupakan anggota dari
Environmental Risk Longitudinal Twin Study (E-Risk). Penelitian ini khususnya
menggunakan sampel yaitu anak-anak yang mulanya berusia 5 tahun dan dilanjutkan ketika
anak tersebut menginjak usia 7 tahun (usia sekolah formal awal).

Penelitian ini dilakukan dengan menguji serta mengidentifikasi tiga faktor lingkungan
utama yang diduga berperan dalam memunculkan perilaku perundungan ini. Tiga faktor
tersebut antara lain adalah sekolah, lingkungan sekitar rumah (tetangga), serta keluarga.
Pertanyaan yang penelitian ini coba untuk jawab adalah apakah ketiga faktor lingkungan
tersebut memiliki pengaruh yang independen terhadap anak dalam mengembangkan perilaku
perundungan atau tidak.

Dari faktor sekolah, aspek khusus yang dijadikan indikator dalam penelitian ini ada tiga
yaitu kerumunan atau warga sekolah yang berlebihan, makanan gratis dari sekolah yang
diterima oleh siswa tertentu, serta ukuran dari sekolah itu sendiri. Ketiga aspek tersebut telah
dikaitkan dengan adanya peningkatan kasus perundungan pada anak di sekolah. Selain itu pada
faktor keluarga, hal-hal seperti perlakuan yang tidak layak dari keluarga, konflik orang tua,
tingkat depresi orang tua, status ekonomi yang rendah, serta rendahnya stimulasi kognitif yang
diberikan adalah aspek-aspek yang dijadikan indikator dalam kemunculan perilaku tersebut.
Lalu yang terakhir pada lingkungan sekitar rumah anak apabila anak tersebut tinggal di
lingkungan yang kurang layak maka terdapat potensi kemunculan perilaku perundungan di
dalam dirinya.

Berdasarkan penelitian tersebut ditemukan bahwa ketiga faktor tersebut memiliki perannya
masing-masing dalam menimbulkan perilaku perundungan. Pada sekolah, aspek-aspek yang
dijadikan indikator menunjukkan bahwa sekolah dapat diasosiasikan dengan meningkatnya
risiko seseorang menjadi korban perundungan dan menurunnya potensi seseorang untuk
menjadi pelaku perundungan. Pada lingkungan sekitar rumah anak, diasosiasikan bahwa
lingkungan meningkatkan kemungkinan seorang anak untuk menjadi korban perundungan dan
juga menjadi pelaku perundungan. Sementara pada faktor keluarga, hasil yang ditunjukkan
adalah faktor ini dapat mendorong atau meningkatkan potensi anak menjadi korban murni,
pelaku murni dan menjadi korban yang juga seorang pelaku perundungan atau keduanya.

Sementara itu dilain sisi penelitian oleh Schoeler et al. (2019) menyatakan sebaliknya,
dengan meneliti anak-anak yang berkediaman di Avon, Inggris yang berusia 8-13 tahun.
Penelitian ini menduga bahwa perilaku perundungan dapat muncul karena adanya kerentanan
atau permasalahan pribadi yang sudah ada sejak lahir (faktor genetik). Hal-hal seperti masalah
mental, masalah kognisi, tingkah laku serta berat badan adalah aspek-aspek yang diindikasikan
memiliki peran signifikan khususnya pada genetik dalam memunculkan perilaku perundungan.

Melalui penelitian ini ditemukan bahwa ada pengaruh hal-hal tersebut dalam munculnya
atau meningkatnya perilaku perundungan seperti perundungan verbal hingga fisik. Misalnya
pada anak-anak yang memiliki gen yang menyebabkannnya memiliki berat badan lebih
daripada anak pada umumnya akan lebih rentan untuk dirundungi daripada anak-anak yang
memiliki berat badan pada umumnya. Namun hal ini tidak akan sepenuhnya terjadi apabila si
anak itu sendiri tumbuh di lingkungan yang menghargai perbedaan fisik manusia. Sehingga
faktor ini pun tidak bisa disebut sepenuhnya berpengaruh. Kalat (2018) melalui bukunya juga
menjelaskan bahwa histone pada gen dapat melonggar dan mengencang seiringan dengan
pengalaman sosial yang dialami oleh seorang individu. Pelonggaran dan pengencangan pada
DNA ini disebabkan oleh perubahan lingkungan kimiawi dalam bentuk bertambahnya atau
berkurangnya gugus Acetylcholine (COCH3) atau gugus Metyl (-CH3).
Pelonggaran atau pengencangan DNA tersebut akan mempengaruhi ekspresi gen yang pada
akhirnya akan mendorong modifikasi-modifikasi tingkah laku seperti misal trauma pada anak-
anak akan membuang banyak gugus metyl yang meningkatkan risiko depresi, PTSD dan
sebagainya. Dapat disimpulkan bahwa faktor lingkungan memiliki pengaruh yang lebih besar
dan signifikan daripada pengaruh gen dalam kemunculan perilaku perundungan.

c. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil adalah munculnya serta meningkatnya perilaku


perundungan atau bullying ini sebagian besar dan secara signifikan dipengaruhi oleh faktor
lingkungan seperti lingkungan di sekolah anak, lingkungan sekitar rumah anak, dan juga
lingkungan keluarga anak. Meskipun begitu genetik tetap memberikan peran dalam
kemunculan perilaku ini meskipun tidak terlalu signifikan karena pengaruh yang diberikannya
akan berbeda pada setiap lingkungan dan setiap kultur atau budaya.

Kita pun tidak boleh lupa untuk juga berfokus pada bagaimana menanggulangi perilaku ini,
saya sendiri berpendapat dan memberikan saran bahwa anak-anak perlu diberikan pengetahuan
tentang perilaku perundungan ini secara bertahap dimulai pada usia dini sebelum bersekolah,
usia formal bersekolah hingga usia remaja agar dapat tertanam nilai akhlak di dalam masing-
masing anak untuk menghindari perilaku ini.

Referensi

Bowes, L., Arseneault, L., Maughan, B., Taylor, A., Caspi, A., & Moffitt, T. E. (2009).
School, neighborhood, and family factors are associated with children’s bullying
involvement: A nationally representative longitudinal study. Journal of the American
Academy of Child and Adolescent Psychiatry, 48(5), 545–553.
https://doi.org/10.1097/CHI.0b013e31819cb017
Fuentes, E. A., Carvallo, P. R., & Poblete, S. R. (2020). Bullying as a risk factor for
depression and suicide. Revista Chilena de Pediatria, 91(3).
https://doi.org/10.32641/rchped.v91i3.1230
Schoeler, T., Choi, S. W., Dudbridge, F., Baldwin, J., Duncan, L., Cecil, C. M., Walton, E.,
Viding, E., McCrory, E., & Pingault, J. B. (2019). Multi-Polygenic Score Approach to
Identifying Individual Vulnerabilities Associated with the Risk of Exposure to Bullying.
JAMA Psychiatry, 76(7), 730–738. https://doi.org/10.1001/jamapsychiatry.2019.0310
Veldkamp, S. A. M., Boomsma, D. I., de Zeeuw, E. L., van Beijsterveldt, C. E. M., Bartels,
M., Dolan, C. v., & van Bergen, E. (2019). Genetic and Environmental Influences on
Different Forms of Bullying Perpetration, Bullying Victimization, and Their Co-
occurrence. Behavior Genetics, 49(5). https://doi.org/10.1007/s10519-019-09968-5

Anda mungkin juga menyukai