Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH TUTORIAL

BLOK FUNGSI NORMAL SISTEM DIGESTI DAN


METABOLISME ENDOKRIN

SKENARIO 1

APA HUBUNGANNYA YA..??

OLEH : KELOMPOK 7

DOSEN TUTOR : dr. SUKSES HADI, Sp.KK

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2019
DAFTAR NAMA ANGGOTA KELOMPOK

FIRZATULLAH EGA RADYASTRA 1710911210020

NIZAM ATOBIG HAMDAN FIRDAUSI 1710911210040

AHMAD DANIAL RIZKILLAH AZ ZAMZAMI 1710911310003

ROJWA HAFIZHAH 1710911120036

ADMA HAYANI DONA YANTI 1710911220002

RIZKINA 1710911120035

AMALIA RAHMAN 1710911120003

HANIATUL AISY 1710911220023

VINA SALSABILA 1710911320046

DWI PRAHESTY SEPTHERESIA ENUS MEBAS 1710911320008

SALSABELLA FIRQAH NAJIYAH 1710911220045

SHAFA RAHMANI PUTERI 1710911220048


SKENARIO

Kata-kata kunci: diare cair seperti air cucian beras, muntah terus menerus, kram
otot, minum air kotor, pemeriksaan tinja

LANGKAH 1. IDENTIFIKASI DAN KLARIFIKASI ISTILAH

1. DIARE : Diare adalah kejadian buang air besar dengan


konsistensi lebih cair dari biasanya, dengan
frekuensi tiga kali atau lebih dalam periode 24 jam.

2. NAUSEA/VOMITTING : Mual adalah rasa tidak nyaman di perut bagian


atas. Muntah adalah dorongan dari dalam perut yang
tidak disadari dan pengeluarannya melalui esofagus
sampai ke mulut. Muntah biasanya disertai dengan
mual tetapi mual tidak selalu menimbulkan muntah.

3. KRAM OTOT : Rasa nyeri yang tidak terlokalisir akibat otot yang
berkontraksi tidak terkendali. Bisa disebabkan
kelelahan, dan bisa juga karena ketidakseimbangan
ion-ion dalam tubuh, sebagai factor penting dalam
mekanisme kontraksi otot.
LANGKAH 2. MEMBUAT DAFTAR MASALAH

1. Apa saja indikasi dilakukan pemeriksaan tinja?


2. Apa yang menyebabkan diare seperti air cucian beras?
3. Bagaimana mekanisme munculnya mual dan muntah?
4. Bagaimana mekanisme munculnya kram otot?
5. Apakah yang dapat didapat dari hasil pemeriksaan mikroskopis tinja
pasien?
6. Selain pemeriksaan tinja, pemeriksaan penunjang apa lagi yang dapat
dilakukan untuk menegakkan diagnose pasien?
7. Apa saja klasifikasi dari diare?
8. Apa hubungan dari kebiasaan minum air kotor dengan keluhan yang
diderita pasien?
9. Apa hubungan antara keluhan diare dengan keluhan penyerta seperti mual
dan muntah?

LANGKAH 3. ANALISIS MASALAH

1. Apa saja indikasi dilakukan pemeriksaan tinja?


a. Adanya diare dan konstipasi
b. Adanya darah dalam tinja
c. Adanya lendir dalam tinja
d. Adanya ikterus
e. Adanya gangguan pencernaan
f. Kecurigaan penyakit gastrointestinal

2. Apa yang menyebabkan diare seperti air cucian beras?

Gambaran klinis tersebut merupakan gejala yang khas dari penyakit kolera.
Penyakit kolera ini memiliki manifestasi klinis setelah masa inkubasi 24 sampai
48 jam. Kolera dimulai dengan awitan diare berair tanpa rasa nyeri yang tiba-tiba
yang mungkin cepat menjadi sangat banyak dan sering langsung disertai muntah.
Pada kasus yang berat, volume feses dapat melebihi 250 mL/kg dalam 24 jam
pertama. Bila cairan elektrolit tidak diganti, dapat terjadi syok hipovolemik dan
kematian. Feses memiliki penampakan yang khas; cairan yang tidak mengandung
empedu, kelabu, agak keruh dengan lendir, tidak ada darah dan berbau agak amis
dan tidak menjijikkan. Kolera dijuluki diare “air cucian beras” karena
kemiripannya dengan air yang sudah digunakan untuk mencuci beras.
3. Bagaimana mekanisme munculnya mual dan muntah?

Umumnya mual dan muntah merupakan suatu proses fisiologis dalam tubuh.
Fisiologi ini bekerja ketika adanya zat-zat yang tidak baik (patogen) masuk ke
dalam tubuh melalui T. Digestivus dan juga dapat terjadi karena efek motion
sickness dan taking short medical treatment (chemotheraphy). Adapun mekanisme
mual dan muntah dapat terjadi sebagai berikut:

The Common Mechanism of Nausea &Emesis

Endogenous Toxins Drugs Motion Sickness Higher Center Brain


dan Patogen (mabuk perjalanan) (Pain, Smell, Sight)
Stimulating

Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ)

Vomiting Center
(Brain stem)  Medulla Oblongata

Vagal Sensory Nerve (N. X)

Abdominal Muscle Squeezes Stomach

Nausea

Emetic Reflux

4. Bagaimana mekanisme munculnya kram otot?

Istilah kram otot perut tidak spesifik dan digunakan untuk merujuk pada sejumlah
gejala atau sensasi yang berbeda. Beberapa penyebab khas sakit perut dan gejala
terkait yang timbul dari saluran cerna meliputi3:

 Keracunan makanan
 Banyaknya gas pada saluran cerna
 Gangguan pencernaan
 Infeksi
 Intoleransi laktosa
 Penyakit radang usus

Pada kasus kram perut yang muncul setelah ada keluhan diare, kram muncul
sebagai tanda adanya defisiensi ion akibat terbuangnya ion-ion bersama cairan
tubuh saat diare terjadi. Seperti yang diketahui, untuk mekanisme kontraksi otot,
peran ion-ion seperti kalium dan natrium sangat besar, dan tentu saja kekurangan
hal tersebut akan berakibat pada gangguan kontraksi otot, dalam kasus ini berupa
rasa nyeri di otot perut.

5. Apa saja yang mungkin ditemukan pada hasil pemeriksaan mikroskopis


tinja pasien?

Pemeriksaan mikroskopik meliputi pemeriksaan protozoa, telur cacing,leukosit,


eritosit, sel epitel, kristal dan sisa makanan. Dari semua pemeriksaan ini
yangterpenting adalah pemeriksaan terhadap protozoa dan telur cacing (Hyde TA,
Mellor LD, Raphael SS, 1976).

a. Protozoa

Biasanya didapati dalam bentuk kista, bila konsistensi tinja cair baru
didapatkan bentuk trofozoit (Hematest, Leaflet, 1956).

b. Telur cacing

Telur cacing yang mungkin didapat yaitu Ascaris lumbricoides, Necator american
us, Enterobius vermicularis, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralisdan
sebagainya (Hematest, Leaflet, 1956).

c. Leukosit

Dalam keadaan normal dapat terlihat beberapa leukosit dalam seluruh


sediaan.Pada disentri basiler, kolitis ulserosa dan peradangan didapatkan peningka
tan jumlah leukosit. Eosinofil mungkin ditemukan pada bagian tinja yang
berlendir pada penderita dengan alergi saluran pencenaan (Hematest, Leaflet,
1956).

d. Eritrosit

Eritrosi thanya terlihat bila terdapat lesi dalam kolon, rektum atau anus.
Sedangkan bila lokalisasi lebih proksimal eritrosit telah hancur. Adanya eritrosit
dalam tinja selalu berarti abnormal (Hematest, Leaflet, 1956).
e. Epitel

Dalam keadaan normal dapat ditemukan beberapa sel epite lyaitu yang berasaldari
dinding usus bagian distal. Sel epitelyang berasal dari bagian proksimal
jarangterlihat karena sel inibiasanya telah rusak. Jumlah sel epitel bertambah
banyak kalau ada perangsangan atau peradangan dinding usus bagian distal
(Hematest,Leaflet, 1956).

f. Kristal

Kristal dalam tinja tidak banyak artinya. Dalam tinja normal mungkin terlihat
kristal tripel fosfat, kalsium oksalat dan asam lemak. Kristal tripel fosfat
dankalsium oksalat didapatkan setelah memakan bayam atau strawberi, sedangkan
kristal asam lemak didapatkan setelah banyak makan lemak. Sebagai kelainan
mungkin dijumpai kristal Charcoat Leyden Tinja LUGOL Butir-butir amilum
dankristal hematoidin. Kristal Charcoat Leyden didapat pada ulkus saluran
pencernaan seperti yang disebabkan amubiasis. Pada perdarahan
saluran pencernaan mungkindidapatkan kristal hematoidin (Hematest, Leaflet,
1956).

g. Sisa makanan

Hampir selalu dapat ditemukan juga pada keadaan normal, tetapi dalamkeadaan
tertentu jumlahnya meningkat dan hal ini dihubungkan dengan keadaanabnormal.
Sisa makanan sebagian berasal dari makanan daun-daunan dan sebagian
lagi berasal dari hewan seperti serat otot, serat elastisdan lainlain. Untuk identifika
si lebih lanjut emulsi tinja dicampur dengan larutan lugol untuk menunjukkan
adanya amilum yang tidak sempurna dicerna.. (Hematest, Leaflet, 1956)

6. Selain pemeriksaan tinja, pemeriksaan penunjang apa lagi yang dapat


dilakukan untuk menegakkan diagnose pasien?

a. Pemeriksaan elektrolit ( darah perifer)


b. Pemeriksaan darah lengkap (darah vena)
c. Berat jenis urine
d. Berat jenis feses
e. Analisis gas darah

7. Apa saja klasifikasi dari diare?

 Departemen Kesehatan RI (2000), mengklasifikasikan jenis diare menjadi


empat kelompok yaitu:

1. Diare akut: yaitu diare yang berlangsung kurang dari empat belas hari
(umumnya kurang dari tujuh hari),

2. Disentri; yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya

3. Diare persisten; yaitu diare yang berlangsung lebih dari empat belas hari
secara terus menerus

4. Diare dengan masalah lain; anak yang menderita diare (diare akut dan
persisten) mungkin juga disertai penyakit lain seperti demam, gangguan
gizi atau penyakit lainnya.

 Berdasarkan mekanisme patofisiologik:

1. Diare sekretorik
Diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan elektrolit dari
usus, menurunnya absorpsi. Yang khas pada diare ini yaitu secara klinis
ditemukan diare dengan volume tinja yang banyak sekali. Diare tipe ini akan
tetap berlangsung walaupun dilakukan puasa makan/minum.
2. Diare osmotik
Diare tipe ini disebabkan meningkatnya tekanan osmotik intralumen dari usus
halus yang disebabkan oleh obat-obat/zat kimia yang hiperosmotik (antara lain
MgSO4, Mg(OH)2), malabsorpsi umum dan defek dalam absorpsi mukosa
usus missal pada defisiensi disakaridase, malabsorpsi glukosa/galaktosa.
8. Apa hubungan dari kebiasaan minum air kotor dengan keluhan yang
diderita pasien?

Air yang kotor mengandung banyak bakteri dan parasite yang bisa menimbulkan
penyakit pada manusia. Untuk warga yang tinggal di bantaran sungai, akan sangat
mudah tertular dan menularkan penyakit, mengingat air merupakan kebutuhan
pokok manusia dan selalu dipergunakan untuk berbagai keperluan mulai dari
mandi sampai minum. Seseorang yang terjangkit suatu penyakit yang jalur
penularannya adalah feccal-oral seperti kolera, bisa menularkan penyakitnya
dengan buang air besar di sekitar sungai. Bakteri kolera tumbuh baik di perairan
sungai, dan akhirnya bisa menjangkiti seluruh warga yang mengonsumsi air
sungai tersebut.

9. Apa hubungan antara keluhan diare dengan keluhan penyerta seperti


demam, mual dan muntah?

Diare merupakan tanda bahwa terjadi abnormalitas dari fungsi usus. Hal tersebut
dapat terjadi akibat infeksi dari virus atau bakteri yang menyebabkan inflamasi.
Demam dapat timbul akibat mengingkatnya prostaglandin yang disebabkan
teraktifasinya pirogen endogen didalam tubuh yang berguna untuk membunuh
pirogen eksogen.
Mual dan muntah merupakan suatu reaksi tubuh untuk mengeluarkan agen asing
didalam tubuh.
LANGKAH 4. POHON MASALAH
Definisi

Etiologi

Epidemiologi

Faktor Resiko

Klasifikasi
Anamnesis

Manifes
Px Fisik DD Px Penunjang KOLERA
Patofisiologi

Diagnosis

Talak

Komplikasi

Pencegahan

Prognosis

LANGKAH 5. SASARAN BELAJAR

1. Definisi.
2. Etiologi.
3. Epidemiologi.
4. Faktor resiko.
5. Klasifikasi.
6. Manifestasi klinis.
7. Patofisiologi.
8. Diagnosis
9. Tata Laksana
10. Komplikasi
11. Pencegahan
12. Prognosis

LANGKAH 6. BELAJAR MANDIRI

LANGKAH 7. SINTESIS HASIL BELAJAR

1. DEFINISI
Kolera adalah penyakit diare akut yang dalam beberapa jam dapat mengakibatkan
dehidrasi progresif yang cepat dan berat serta kematian. Istilah kolera kadang
dipakai untuk segala penyakit diare sekretorik dengan dehidrasi yang berat entah
disebabkan oleh vibrio cholera atau bukan dan bahkan, apakah etiologinya infeksi
atau bukan. Misalnya diare karena sindroma endokrin seperti tumor yang
mensekresi peptida usus vasoaktif.(1)

Kolera adalah penyakit infeksi yang disebabkan Vibrio cholera dengan


manifestasi diare disertai muntah yang akut dan hebat akibat enterotoksin yang
dihasilkan bakteri tersebut. Bentuk manifestasi klinisnya yang khas adalah
dehidrasi, berlanjut dengan renjatan hipovolemik dan asidosis metabolic yang
terjadi dalam waktu sangat singkat akibat diare sekretorik dan dapat berakhir
dengan kematian bila tidak ditanggulangi dengan adekuat.(2)

2. ETIOLOGI

Kolera adalah mikroorganisme berbentuk batang, berukuran pendek, sedikit


melengkung dapat bergerak, bersifat gram negatif dan mempunyai flagela polar
tunggal. Terdapat berbagai serotipe V. Kolera yang dapat menimbulkan diare
akut. V. Kolera tumbuh dengan mudah pada bermacam media laboratorium
nonselektif yaitu agar Mac Conkey dan beberapa media selektif termasuk agar
garam empedu, agar gliserin-telurit-taurokholat serta agar trosulfat-sitrat-garam-
empedu-sukrosa (TCBS). Dikenal 2 biotipe V.Kolera. 01 diklasifikasikan sebagai
klasik dan Elthor berdasarkan atas hemolisin, hemaglutinasi, kerentanan terhadap
polimiksin B, dan kerentanan terhadap bakteriofag. Basil ini juga dibagi menjadi
serogrup (yaitu serovar) didasarkan pada aniten somatik atau O.V. Kolera 0 1
mempunyai dua tipe antigenik O mayor (Ogawa dan India) dan tipe intermediate
tidak stabil (Hikojima). (Gomez, 1992)
Patogenesis terjadinya infeksi oleh Vibrio cholera yaitu dimulai dengan
menempelnya Vibrio pada mukosa usus halus. Penempelan ini dapat terjadi
karena adanya membrane protein terluar dan adhesi flagella. Vibrio cholera
merupakan bakteri yang non invasive, pathogenesis yang mendasari terjadinya
penyakit ini disebabkan oleh enterotoksin yang dihasilkan V. cholera yang
menyebabkan hilangnya cairan dan elektrolit yang maasif yang disebabkan oleh
kerja toksin pada sel epitel usus halus, terutama duodenum dan jejunum.
Enterotoksin adalah suatu protein dengan berat molekuyl 84.000 Dalton, tahan
panas dan tidak tahan asam, resisten terhadap trispsin tapi dirusak oleh protease.
Toksin kolera mengandung 2 sub unit yaitu B (binding) dan A (active). Sub unit B
mengandung 5 polipeptida, dimana masing-masing molekul memiliki berat 11500
dan terikat pada gangliosid monosialosil yang spesifik, reseptor GMI, yang
terdapat pada sel epitel usus halus. Sub unit A kemudian dapat masuk menembus
membran sel epitel. Sub unit ini memiliki aktivitas adenosine diphospate
rybosiltransferase yang menyebabkan transfer ADP ribose dari nicotinamide-
adenine dinucleotide (NAD) ke sebuah guanosine triphospate (GTP) binding
protein yang mengatur aktivitas adenilat siklase. Hal ini menyebabkan
peningkatan produksi cAMP, yang menghambat absorpsi NaCl dan merangsang
ekskresi klorida, yang menyebabkan hilangnya air, NaCl, kalium, dan bikarbonat.
Kolera ditandai dengan diare yang sangat berat yang dapat menyebabkan
dehidrasi, ketidakseimbangan elektrolit dan hipovolemia (Soemarsono, H. 2009).

3. EPIDEMIOLOGI

Angka kesakitan (morbiditas) provinsi Kalimantan Selatan pada tahun 2005


berdasarkan data yang diperoleh dari dinas kesehatan kabupaten/kota dan sara
pelayanan kesehatan diperoleh gambaran 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat
jalan di Puskesmas (7) diare termasuk suspek kolera 22.738 kasus
-kalsel 2007(3)

Diare (termasuk tersangka kolera) 59.175 12,34

-kaltim 2005(4)

Vibrio Cholerae O139


Vibrio cholerae O139 yang merupakan salah satu serogrup non-O1, dilaporkan
menyebabkan wabah besar di India dan Bangladesh pada tahun 1992-1993.
Berawal dari sebuah kota pelabuhan di teluk Bengal di India Selatan, yaitu
Madras, wabah ini kemudian dengan cepat menjalar ke negara-negara tetangga di
Asia dan negara lain yang jauh seperti Amerika dan Eropa. Berbeda dari wabah
karena El Tor, O139 lebih banyak menyerang orang-orang dewasa dan anak-anak.
Ini menunjukkan bahwa banyak orang yang terserang belum mempunyai kekebalan terhadap
kausa dari wabah dan kemudian memang penyebabnya adalah V. cholera galur baru.
Kerentanan dari populasi dewasa terhadap O139 pada daerah dimana V. cholerae O1
endemik telah didapat terhadap serogrup O1, tidak memberikan perlindungan
terhadap infeksi oleh O139 (Lesmana, 2006). Meskipun wabah O139 telah
melanda hampir seluruh dunia, galur ini tidak dijumpai di Indonesia, namun
demikian, upaya-upaya tetap dilakukan untuk mendeteksi secara dini
kemungkinan masuknya galur ini ke Indonesia (Lesmana, 2006).

Kolera tetap merupakan masalah utama kesehatan masyarakat terutama di negara


berkembang seperti Afrika, Asia dan Amerika Selatan, walaupun epidemilogi dan
bakteriologi penyakit kolera sudah diketahui sejak abad yang lalu. Diperkirakan
ada 5,5 juta kasus kolera terjadi setiap tahunnya di Asia dan Afrika(5)

4. FAKTOR RISIKO

 Higiene pribadi

 Sanitasi lingkungan yang kurang

 Makanan yang terkontaminasi tinja

 Air yang mengandung V. Cholera

5. KLASIFIKASI

Vibrio cholera merupakan salah satu baklcri paling banyak terdapat pada
permukaan air yang terkontaminasi limbah industri dan limbah rumah tangga.
Bakteri ini bersifal grarm negatif berbentuk basil batang) bengko!k bcrsifal acrob
dan motil, sertmnyai salu flagel kulub. V. cholera yang menyebabkan penyakit
kolera pada manusia adalah jenis serogrup O1 dan 0139. (1)

Bakteri v.cholerae mempunyai klasifikasi ilmiah :


Kingdom :Bacteria
Filum :Proteobacteria
Kelas :GammaProteobacteria
Ordo :Vibrionales
Famili :Vibrionaceae
Genus :Vibrio
Spesies :V. Cholerae

V cholerae dikelompokkan menjadi dua tipe, yailu serotype dan biotype.Pada tipe
serotype, bakteri V cholerae memiliki kemampuan mengaglutinasi antisera
polyvalent O. Antisera polyvalent O terbagi atas tiga tipe, yailu Serotype Ogawa
(AB), Serotype Inaba (AC) , Serotype Hikojima (ABC).Sementara untuk biotype,
bakteri ini dibagi lagi berdasarkan sensitifitasnya terhadap bakteriofaga, yaitu
Biotype Klasikal & Biotype El-Tor.Berdasarkan variasi antigen, genomic, dan
toksisitasnya V.cholerae dibagi lagi kedalam 30 strain. V cholerae serogrup O1
dibagi atas biotype Klasikal dan El-Tor Biotype Klasika adalah penyebab penyakit
kolera atau asiatik koler:a Biotype El-Torini juga menghasilkan hemolisis selain
menghasilkan toksin.Hemolisis yang dihasilkan merupakan suatu protein yang
dapatmenyebabkan hemolisis darah sehingga pada pasien penderita diare
mengalami diare yang berdarah (Widyastana, 2015 Infeksi yang discbabkan olch
bakteri V.cholerae grup non O1 ini dianggap tidak begitu berbahaya karena bakteri
V. cholerae grup non O1 iri hanya menyebabkan diare yang ringan pada penderita
(Widyastana, 2015). Akan tetapi, pada tahun 1991 dunia dikejutkan dengan
adanya wabah kolera di Bangladesh dan India yang disebabkan oleh bakteri V.
cholerae grup non 01 yang memproduksi toksin seperti grup OI. Strain baru ini
selanjutnya diberi nama V. cholerae 0139.(6)

6. MANIFESTASI KLINIS

Awal terjadinya gejala penyakit dapat mendadak, dengan diare air yang hebat atau
mungkin didahului oleh perasaan tidak enak perut, mual, dan diare ringan. Mula-
mula tinja masih mengandung masa dan berwarna kuning cokelat, tetapi dengan
berkembangnya penyakit, tinja akan menjadi lebih encer dan berwarna abu-abu
pucat, dan selanjutnya akan menyerupai air cucian beras. Tinja kolera ini tidak
mengandung sel-sel radang atau eritrosit dan hampir tidak ada protein. Tidak
adanya sel-sel leukosit, eritrosit, dan protein ini mencerminkan penyakit yang
sifatnya non-inflamatorik dan non-invasif. Diare sering diikuti muntah, terutama
pada awal penyakit.(7)

7. PATOFISIOLOGI

Pada manusia, infeksi V.cholerae O1 terjadi karena masuknya kuman melalui air
atau makanan yang terkontaminasi ke saluran cerna. Tergantung pada jumlah
inokulum dan kerentanan individu, masa inkubasi infeksi V.cholerae O1 berkisar
antara 12 sampai 72 jam. Dibandingkan dengan jumlah kuman yang diperlukan
untuk terjadinya infeksi pada jenis enterik lain, jumlah inokulum untuk terjadinya
infeksi V.cholerae O1 relatif lebih besar. Ini mungkin disebabkan karena
V.cholerae O1 sangat tidak stabil dalam suasana asam sehingga sebagian besar
V.cholerae O1 yang masuk ke saluran cerna (ingested) terbunuh pada lingkungan
asam di lambung. Makanan mempunyai efek penyangga (buffering) seperti yang
terlihat pada pemberian sodium bikarbonat. Masuknya 106 organisme bersamaan
dengan akanan seperti ikan dan nasi dapat meningkatkan attack rate (100%)
seperti bila inokula diberikan bersamaan dengan larutan penyangga (buffer). Usus
halus adalah tempat primer infeksi V.cholerae O1 dan merupakan asal terjadinya
diare sekretorik. Derajat kehilangan cairan paling tinggi pada jejunum.
Kehilangan cairan di bagian usus ini mencapai 11 ml/cm/jam. Vibrio cholerae O1
berkolonisasi di epitel intestinal tetapi tidak bersifat invasif atau menyebabkan
perubahan struktural dari epitel. Efek utama dari infeksi V.cholerae O1 adalah
meningkatnya secara aktif sekresi klorida dan bikarbonat, dan menurunnya
absorpsi sodium klorida. Kedua peristiwa ini terjadi melalui pekerjaan toksin
kolera, yaitu (i) subunit B, yang mengikatkan diri pada reseptor di permukaan
mukosa epitel intestinal yang mengandung glikolipid GM1 gangliosida, dan (ii)
subunit A yang secara enzimatis mengaktifkan adenilat siklase dan meningkatkan
konsentrasi intraseluler AMP siklik (cAMP). Selanjutnya cAMP bekerja sebagai
pembawa perintah intraseluler kedua (intracellular second messenger) untuk
menghambat absorpsi sodium klorida yang terjadi secara aktif, dan sebaliknya
meningkatkan sekresi klorida dan bikarbonat. Mekanisme lain selain peningkatan
konsentrasi intraseluler dari cAMP yang juga dianggap berperan di dalam sekresi
cairan intestinal pada kolera adalah meningkatnya kadar prostaglandin.
Prostaglandin meningkatkan sekresi cairan intestinal secara in vitro dan
meningkatnya prostaglandin dapat dijumpai di dalam tinja penderita kolera.(8)

Prototipe klasik enterotoksin adalah toksin kolera atau Cholera toxin (CT) yang
secara biologis sangat aktif meningkatkan sekresi epitel usus halus. Toksin kolera
terdiri dari satu subunit A dan 5 subunit B. Subunit A1 akan merangsang aktivitas
adenil siklase, meningkatkan konsentrasi cAMP intraseluler sehingga terjadi
inhibisi absorbsi Na dan klorida pada sel vilus serta peningkatan sekresi klorida
dan HCO3 pada sel kripta mukosa usus.(9)

Transmisi terjadi lewat rute fekal-oral. Air yang terkontaminasi memainkan peran
penting dalam terjadinya kolera, walaupun makanan yang terkontaminasi dan
kontak dengan karier juga dapat berkontribusi dalam kejadian epidemik. Keadaan
aklorhidria atau hipokloridria dapat memfasilitasi masuknya V. Cholerae ke dalam
usus halus. Di sana mereka berkolonisasi dan berproliferasi, mengeluarkan
eksotoksin yang dapat meningkatkan sekresi cairan ke dalam lumen usus. Toksin
ini bekerja melalui (i) subunit B, yang mengikatkan diri pada reseptor di
permukaan mukosa epitel intestinal yang mengandung glikolipid GM1
gangliosida, dan (ii) subunit A yang secara enzimatis mengaktifkan adenilat
siklase dan meningkatkan konsentrasi intraseluler AMP siklik (cAMP).
Selanjutnya cAMP bekerja sebagai pembawa perintah intraseluler kedua
(intracellular second messenger) untuk menghambat absorpsi sodium klorida yang
terjadi secara aktif, dan sebaliknya meningkatkan sekresi klorida dan bikarbonat.
(10)
Toksin kolera juga menghasilkan serotonin (5-HT) dari sel enterokromafin usus,
yang mengaktivasi refleks sekretorik pada sistem saraf enterik. Selain itu V.
cholerae juga memproduksi toksin ZOT (zona occludens toxin) dan ACT
(accessory cholera toxin). ACT dapat menstimulasi calcium-dependent chloride
dan sekresi bikarbonat, sedangkan ZOT dapat mengganggu intestinal tight
junctions melalui protein kinase C-dependent.(11)

8. DIAGNOSIS
a. Anamnesis
Frekuensi BAB? Apakah disertai muntah? Lingkungan tempat tinggal?
Pengobatan yang telah dilakukan? Laporan wilayah setempat terkait kasus
kolera?
b. Gejala Klinis
-BAB sering tanpa mulas diikuti muntah tanpa mual
-Cairan tinja seperti air cucian beras
-Suhu tubuh yang relative normal
c. Kultur Bakteriologis
-Berhasil mengisolasi v.cholerae pada media selektif agar gelatin TCBS dan
TTGA
d. Reaksi Aglutinasi dengan Antiserum Spesifik
e. Pemeriksaan Darah
-Pada darah lengkap ditemukan leukosit yang meningkat, menunjukkan
adanya proses infeksi
-Pemeriksaan elektrolit untuk menentukan keseimbangan asam basa(11)

9. TATA LAKSANA
Dengan diketahui pathogenesis dan patofisiologi penyakit kolera, saat ini tidak
ada masalah dalam pengobatannya. Dasar pengobatan kolera adalah terapi
simtomatik dan kausal secara simultan. Tatalaksana mencakup penggantian cairan
tubuh dengan segera dan cermat, koreksi gangguan elektrolit dan bikarbonat, serta
terapi antimikrobial.

1. Rehidrasi cairan

Pada keadaan awal dapat diberi sediaan cairan/bubuk hidrasi peroral setiap
kali diare. Komposisi larutan peroral adalah 3,5 g NaCl; 2,5 g Na bikarbonat;
1,5 g KCl; 20 g glukosa per liter air. Pemberian hidrasi melalui cairan infus
dapat menggunakan sediaan berupa ringer laktat ataupun NaCl isotonis.
Koreksi bikarbonat ataupun kalium perlu diperhitungkan secara tersendiri,
mengingat kedua cairan tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan kalium
ataupun mengatasi asidosis apabila terjadi pada pasien.

Jumlah cairan yang akan diberikan dapat menggunakan perhitungan skor


Daldiyono atau disesuaikan dengan banyaknya cairan yang keluar dari tubuh
yang dapat dinilai melalui perhitungan balans cairan saat pasien dirawat.

Rehidrasi harus dicapai secepat mungkin. Berdasarkan skor Daldiyono


rehidrasi awal dapat dicapai optimal dalam 2 jam pertama. Setelah itu
pemberian cairan disesuaikan dengan perhitungan kebutuhan cairan
berdasarkan kehilangan pada saat 2 jam pertama tersebut. Bila tidak ada syok
atau skor Daldiyono kurang dari 3 maka cairan dapat diberikan per oral.
Pemberian cairan selanjutnya adalah sesuai perhitungan balans pasien.

Rehidrasi dilaksanan dalam dua tahap, yaitu terapi rehidrasi dan rumatan.
Pada dehidrasi berat yang disertai renjatan hipovolemik, muntah yang tak
terkontrol, atau pasien dengan penyulit yang berat yang dapat mempengaruhi
keberhasilan pengobatan, terapi rehidrasi harus diberikan secara infus
intravena. Pada kasus sedang dan ringan, rehidrasi dapat dilakukan secara per
oral dengan cairan rehidrasi oral atau oral rehydration solution (ORS).
Untuk keperluan rumatan dapat diberikan cairan dengan konsentrasi garam
yang rendah seperti: air minum biasa, atau susu yang diencerkan, dan air susu
ibu terutama untuk bayi dan anak-anak. Petunjuk terapi rehidrasi dan
pemeliharaan secara umum dapat dilihat masing-masing pada tabel di bawah
ini.

Derajat Macam cairan Jumlah cairan Jangka waktu


dehidras pemberian
i
Ringan ORS 50ml/KgBB maks. 3-4 jam
750ml/jam
Sedang ORS 100ml/kgBB maks. 3-4 jam
750ml/jam
Berat IV RL 110ml/kgBB 3 jam pertama guyur
sampai nadi teraba
kuat, sisanya dibagi
dalam 2 jam
berikutnya.

Skor Daldiyono

Klinis Skor
Rasa haus / muntah 1
TD sistolik 60-90 mmHg 1
TD diastolik <60 mmHg 2
RR > 120 x/menit 1
Kesadaran apatis 1
Kesadaran somnolen, spoor, atau 2
koma
RR > 30 x/menit 1
Fasies kolerika 2
Vox cholerica 2
Turgor kulit menurun 1
“washer woman’s hand” tangan 1
keriput seperti kena air
Ekstremitas dingin 1 Defisit cairan (ml) = skor/15 x
Cyanosis 2 kgBB x 0,1 x 1000
Umur 50-60 tahun -1
Umut > 60 tahun -2
1. Terapi kausal dengan antibiotika

Terapi antibiotika dini mungkin dapat segera mengeradikasi Vibrio dan


mengurangi frekuensi serta volume diare secara bermakna. Tetrasiklin dengan
dosis 500 mg 4 kali sehari secara oral selama 3 hari pada umumnya cukup efektif.
Sebagai alternative dapat dipilih obat-obatan lain seperti ciprifloksasin,
doksisiklin dan trimetroprim-sulfametoksazol.

Terapi lini pertama Alternatif*


Dewasa Tetrasiklin 500 mg p.o 4 Ciprofloxacin 1000 mg
d d sehari selama 3 hari p.o dosis tunggal
Doksisiklin 300 mg p.o Erythromycin 250 p.o 4
dosis tunggal d d sehari selama 3 hari
Trimetroprim-
sulfametoxazol (5 mg/kg
trimetroprim + 25 mg/kg
sulfametoxazol) p.o 2d d
selama 3 hari
Furazolidon 100 mg p.o
4 d d selama 3 hari
Anak Tetrasiklin 12,5 mg/kg Trimetroprim-
p.o 4 d d sehari selama 3 sulfametoxazol (5 mg/kg
hari+ trimetroprim + 25 mg/kg
Doksisiklin 6 mg/kg p.o
sulfametoxazol) p.o 2d d
dosis tunggal
selama 3 hari
Furazolidon 1,25 mg/kg
p.o 4 dd selama 3 hari

*dipakai jika dicurigai lini pertama telah resisten atau pasien alergi terhadap terapi lini pertama

+tidak dianjurkan pada anak dibawah 8 tahun

2. Pengaturan asupan makanan


Pemberian asupan makanan diberikan secara normal, sebaiknya dalam porsi kecil
namun dengan frekuensi yang lebih sering. Pilih makanan yang mengandung
mikronutrien dan energi. Menghindari makanan atau minuman yang mengandung
susu karena dapat terjadinya intoleransi laktosa, demikian juga makanan yang
pedas ataupun mengandung lemak yang tinggi.

10. KOMPLIKASI

Kehilangan cairan dan elektrolit dalam jumlah besar bisa membahayakan dan
berakibat fatal. Syok dan dehidrasi parah merupakan komplikasi kolera yang
paling berbahaya. Selain itu ada beberapa masalah kesehatan lainnya yang bisa
muncul akibat kolera, yaitu:

Hipokalemia, atau kekurangan kalium yang bisa menyebabkan gangguan fungsi


jantung dan saraf.

Gagal ginjal, yang diakibatkan oleh hilangnya kemampuan ginjal untuk


menyaring, sehingga mengeluarkan sejumlah besar cairan dan elektrolit dari
dalam tubuh. Syok sering muncul pada penderita kolera yang mengalami gagal
ginjal.

Hipoglikemia, atau rendahnya kadar gula darah yang bisa terjadi jika pasien
terlalu sakit untuk makan. Keadaan ini bisa berbahaya karena glukosa merupakan
sumber energi tubuh yang utama. Hilang kesadaran, kejang, dan bahkan kematian
bisa terjadi akibat komplikasi ini. Anak-anak lebih rentan mengalami
hipoglikemia.(12)

11. PENCEGAHAN

Pencegahan dapat dilakukan dengan perbaikan sanitasi khusunya makanan dan air
melalui pendidikan. Pasien kolera seharusnya diisolasi, ekskresinya didisinfeksi,
dan orang-orang kontak diawasi. Khemoprofilaksis dengan obat anti mikroba
mungkin diperlukan.

12. PROGNOSIS

Dubia ad Bonam.(13)
KESIMPULAN

1. .Penyakit kolera merupakan salah satu infeksi pada usus halus yang
disebabkan oleh bakteri Vibrio cholerae O1 atau Vibrio cholerae O139.

2. Penyakit kolera menimbulkan wabah secara eksplosif serta menjadi suatu


penyakit pandemik, sehingga pada awalnya penyakit ini menyebar ke
seluruh dunia. Diantaranya negara yang banyak terkena adalah negara di
benua Afrika, Asia dan Amerika Latin.
3. Penyakit ini menyerang semua usia dan banyak menyebabkan kematian.
4. Penularan kolera terjadi melalui makanan atau minuman yang telah
terkontaminasi dengan bakteri Vibrio cholerae.
5. Perjalanan penyakit kolera di awali dengan interaksi bakteri Vibrio
cholera di luar tubuh manusia atau bakteri belum masuk ke dalam tubuh.
Kemudian, tahap inkubasi yaitu tahap bakteri Vibrio cholerae masuk ke
dalam tubuh melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi dan
masa inkubasi terjadi selama 12-72 jam. Selanjutnya, tahap penyakit dini
yaitu bakteri V.cholerae menginfeksi usus halus setelah lolos dari
pengaruh asam lambung.
6. Dan selanjutnya tahap penyakit lanjut, yaitu penyakit bertambah hebat dan
penderita tidak dapat melakukan pekerjaan. Tahap terkahir yaitu akhir
penyakit, pasien penderita penyakit kolera sembuh total atau meninggal
dunia jika terlambat di berikan pertolongan.
7. Gejala-gejala penyakit kolera yaitu diare mendadak berupa air seperti air
bekas cucian beras, mual, muntah, dan dehidrasi.
8. Pengobatan dilakukan dua terapi yaitu pemberian cairan dan elektrolit
kepada penderita kolera serta pemberian obat antibiotika untuk
menghilangkan bakteri Vibrio cholerae.
9. Penyakit kolera dapat dicegah melalui vaksin kolera serta melakukan
tindakan-tindakan seperti minum air matang, menggunakan air bersih
untuk memasak, mencuci piring, mandi dll, serta tidak memakan bahan
makanan mentah.
REFERENSI

1. Isselbacher, et al. 2014. Harrison: Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi


13. Jakarta: EGC.
2. Setiati, S et al. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Edisi VI. Jakarta: Internal Publishing.
3. [RISKESDAS] Riset Kesehatan Dasar. 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia.
4. [RISKESDAS] Riset Kesehatan Dasar. 2005. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia.
5. Lesmana, Murad, Dr. 2006. Vibrio & Campylobacter. Jakarta. Penerbit
Universitas Trisakti
6. Gomez H.F dan Cleary T.G., Kolera, Nelson, Ilmu Kesehatan Anak, Bagian 2,
edisi 12, EGC, Jakarta, 1992, hal 102
7. Lesmana, Murad, Dr. 2006. Vibrio & Campylobacter. Jakarta. Penerbit
Universitas Trisakti
8. Murad L. Perkembangan mutakhir infeksi kolera. Jurnal kedokteran. 2015; 23
(3): 101-109)
9. Zein U, Sagala K.H, Ginting J. Diare akut disebabkan bakteri. eRespiratory.
2004;1(1)

10. Kumar P, Clark M, editors. Clinical medicine, ed. 7th. London: Saunders
Elsevier; 2009, p. 143-144.)
11. Jawetz, E., Melnick, J.L. & Adelberg, E.A., 2005, Mikrobiologi Kedokteran,
diterjemahkan oleh Mudihardi, E., Kuntaman, Wasito, E. B., Mertaniasih, N.
M., Harsono, S., Alimsardjono, L., Edisi XXII, 327-335, 362-363, Penerbit
Salemba Medika, Jakarta
12. [RISKESDAS] Riset Kesehatan Dasar. 20017. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia.
13. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi V. Jakarta : Interna Publishing. 2000

Anda mungkin juga menyukai