Oleh :
KELOMPOK 2
PSIK A/2014
2017
Judul : “PJBL Tentang Pembuatan Produk Newsletter Sebagai Media
Untuk Menurunkan Stigma Terhadap Penderita HIV/AIDS”
Kelompok : 2 (Dua)
Tujuan
a. Tujuan Umum
b. Tujuan Khusus
i. Memahami dan mengetahui tentang apa itu HIV AIDS, tanda gejala,
Hal – Hal yang Tidak Dapat Menularkan HIV/AIDS, pengertian
stigma sosial, tipe stigma, Stigma pada Pasien HIV/AIDS, Stigma
Masyarakat Tentang HIV/AIDS serta perilaku kita dalam mendukung
gerakan untuk menurunkan stigma terhadap orang yang
terdeteksi/terkena HIV AIDS
ii. Dapat menjadikan suatu acuan dalam proses keperawatan maupun
dalam keluarga serta masyarakat dalam upaya menurunkan stigma
terhadap orang yang terdeteksi/terkena HIV AIDS
iii. Untuk menjelaskan pentingnya upaya dalam menurunkan stigma
terhadap orang yang terdeteksi/terkena HIV AIDS
iv. Untuk menjelaskan bahwa orang yang menderita HIV AIDS dapat
hidup bahagia sama halnya seperti pada orang yang tidak menderita
HIV AIDS
Output yang dikehendaki :
Suatu media newsletter yang dapat digunakan untuk menurunkan stigma
terhadap orang yang terdeteksi/terkena HIV AIDS, agar masyarakat dapat berfikir
bahwa orang yang menderita HIV AIDS itu bukan untuk dijauhi/ditakuti, tetapi di
berikan dukungan agar mereka para penderita HIV AIDS dapat terus berjuang untuk
tetap hidup dan mampu merubah pola hidup mereka, pergaulan mereka yang dulunya
buruk berubah menjadi lebih baik dari sebelumnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan
tubuh manusia yang dapat menyebabkan terjadinya AIDS (Acquired Immuno Deficiency
Syndrome). AIDS adalah kumpulan gejala penyakit yang timbul akibat menurunnya sistem
kekebalan tubuh. HIV/AIDS merupakan permasalahan global. Peningkatan terjadi hampir di
seluruh belahan dunia termasuk di Indonesia. Peningkatan kasus terjadi semakin cepat
terutama dalam lima tahun terakhir. ( Merry Wijaya, 2016)
Penularan melalui hubungan heteroseksual adalah yang paling dominan dari semua cara
penularan. Penularan melalui hubungan seksual dapat terjadi selama senggama laki-laki
dengan perempuan atau laki-laki dengan laki-laki.
2. Melalui transfusi darah atau produk darah yang sudah tercemar dengan virus HIV.
3. Melalui jarum suntik atau alat kesehatan lain yang ditusukkan atau tertusuk ke dalam tubuh
yang terkontaminasi dengan virus HIV, seperti jarum tato atau pada pengguna narkotik suntik
secara bergantian
4. Melalui silet atau pisau, pencukur jenggot secara bergantian hendaknya dihindarkan karena
dapat menularkan virus HIV kecuali benda-benda tersebut disterilkan sepenuhnya sebelum
digunakan.
6. Penularan dari ibu ke anak Kebanyakan infeksi HIV pada anak didapat dari ibunya saat ia
dikandung, dilahirkan dan sesudah lahir melalui ASI.
BKKN (2007) menegaskan bahwa HIV/AIDS tidak dapat menular melalui aktifitas seperti :
a. Berjabat tangan
c. Bergantian pakaian
g. Batuk/bersin
i. Duduk bersama
Stigma sosial adalah suatu cacat atau cela pada karakter seseorang. Stigma adalah suatu ciri
negatif yang menempel pada diri pribadi seseorang karena pengaruh lingkungannya (Chaplin,
2004). Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan stigma sosial adalah ciri negatif yang
diberikan kepada seseorang dalam hal ini adalah pasien HIV/AIDS. Ciri negatif ini diberikan
kepada pasien HIV/AIDS diantaranya karena dianggap membahayakan karena menular,
akibat perilaku yang tidak wajar (seks menyimpang) dan belum ada obatnya.
Tipe-tipe Stigma Goffman (dalam Heatherton; 2003) membedakan tiga jenis stigma, yaitu: a.
Kebencian terhadap tubuh (seperti, cacat tubuh) b. Mencela karakter individu (gangguan
mental, pecandu, pengangguran) c. Identitas kesukuan (seperti ras, jenis kelamin, agama dan
kewarganegaraan)
Takahashi (dalam Rudianto, 2005) mengatakan stigma terjadi pada penderita HIV/AIDS
karena tiga hal yaitu:
a. Fungsi mereka ditengah masyarakat. Dalam hal ini mereka dianggap kurang produktif dan
karena itu merugikan masyarakat. Produktifitas adalah norma sosial yang ada dalam
masyarakat.
Menurut Merati, stigma utama masyarakat terhadap penderita HIV/AIDS adalah karena
infeksi HIV/AIDS berkonotasi segala macam bentuk yang “negatif” karena fakta
menyebutkan 80% ditularkan melalui hubungan “seksual”, sisanya adalah pecandu narkoba
dengan jarum suntik, PSK (Pekerja Seks Komersial), istri yang tertular dari suami dan
seorang istri yang melahirkan anak positif HIV. Singkatnya, penderita HIV/AIDS adalah
orang yang pergaulannya bebas (hubungan seks bebas), pecandu narkoba, orang yang
melanggar norma-norma agama dan sosial.
Dalam Upaya Menurunkan Stigma Sosial Terhadap Penderita HIV/AIDS adalah sebagai
berikut:
Ketika individu dinyatakan terinfeksi HIV, sebagian besar menunjukkan perubahan karakter
psikososial yaitu : hidup dalam stres, depresi,merasa kurangnya dukungan sosial, dan
perubahan perilaku (WHO dalam Nasronudin, 2004). Respons sosial (emosional) yang positif
dapat mendukung proses pengobatan sehingga progresivitas penyakit setidaknya dapat
dihambat dan umur harapan hidup Penyandang HIV/AIDS lebih panjang. Dengan
mencermati adanya keterkaitan antara kondisi Penyandang dengan progresivitas penyakit
maka perlunya menciptakan lingkungan yang kondusif selama proses pengobatan yaitu
dengan cara meningkatkan dukungan sosial pada pasien HIV/AIDS. Dukungan sosial
tersebut dapat sangat membantu setelah mengalami stres dan penting untuk mengurangi
gangguan psikologik yang berkaitan dengan HIV/AIDS. Tersedianya dukungan sosial itu
sangat diperlukan sehubungan dengan rasa keputusasaan dan depresi pasien. Diharapkan
dengan adanya dukungan dari keluarga dan lingkungannya stres berkurang dan respons sosial
(emosional) pasien akan lebih baik, dimana respons emosi, kecemasan dan interaksi sosialnya
menjadi lebih positif.
Ollich, dkk (dalam Winarto, 2007) infeksi HIV saat ini belum ditemukan pengobatannya,
sehingga sangat memungkinkan bagi pasien yang tidak mempunyai strategi koping individu
efektif akan mengalami kecemasan dan depresi. Menurut Niven (2002) bahwa dukungan
sosial keluarga dapat membantu meningkatkan mekanisme koping individu dengan
memberikan dukungan emosi dan saran-saran mengenai strategi alternatif yang didasarkan
pada pengalaman sebelumnya dan mengajak orang lain berfokus pada aspek-aspek yang lebih
positif. Selain dukungan keluarga pasien HIV/AIDS yang mengalami kecemasan sedang juga
melakukan pendekatan religius dengan cara berzikir, berdoa, sesuai dengan keyakinan
masing-masing dan melakukan sholat meskipun dengan berbaring. Dengan melakukan
pendekatan religius tersebut, kebanyakan pasien dapat merasakan ketenangan bathin sehingga
mampu mengendalikan mekanisme koping yang adaptif Pendekatan yang penting dan tidak
boleh dilupakan pada pasien penyakit terminal seperti HIV/AIDS ini adalah pendekatan
Agama. Setiap manusia, baik religius maupun sekular, pada prinsipnya memiliki kebutuhan
dasar spiritual.
Dengan berusaha mencoba memahami pengalaman hidup yang dialami pengidap HIV akan
menyebabkan hasil psikologis yang positif untuk membantu meningkatkan kualitas hidup
orang dengan HIV/ AIDS (Treisman & Angelino, 2004). Memberikan pengertian dan
pengetahuan yang memadai kepada masyarakat terutama kepada mahasiswa sebagai
intelektual muda menjadi suatu hal yang sangat penting, mahasiswa yang notabene kisaran
usianya kurang lebih sama dengan rata-rata usia odha tentunya akan lebih mudah mengerti
dan tersentuh jika belajar dan bergaul langsung dari odha tentang pengalaman pahitnya
menghadapi stigmatisasi, dilain pihak odha akan lebih merasa nyaman mengungkapkan
statusnya kepada mereka yang usianya kurang lebih sama dengan mereka.
1. Upaya Pencegahan AIDS Jangka Pendek adalah dengan KIE, memberikan informasi
kepada kelompok resiko tinggi bagaimana pola penyebaran virus AIDS (HIV), sehingga
dapat diketahui langkah-langkah pencegahannya.
2. Pencegahan Infeksi HIV Melaui Hubungan Seksual HIV terdapat pada semua cairan tubuh
penderita tetapi yang terbukti berperan dalam penularan AIDS adalah mani, cairan vagina
dan darah. HIV dapat menyebar melalui hubungan seksual pria ke wanita, dari wanita ke pria
dan dari pria ke pria. Setelah mengetahui cara penyebaran HIV melaui hubungan seksual
maka upaya pencegahan adalah dengan cara :
Tidak melakukan hubungan seksual. Walaupun cara ini sangat efektif, namun tidak
mungkin dilaksanakan sebab seks merupakan kebutuhan biologis.
Melakukan hubungan seksual hanya dengan seorang mitra seksual yang setia dan
tidak terinfeksi HIV (homogami)
Mengurangi jumlah mitra seksual sesedikit mungkin
Hindari hubungan seksual dengan kelompok rediko tinggi tertular AIDS.
Tidak melakukan hubungan anogenital.
Gunakan kondom mulai dari awal sampai akhir hubungan seksual dengan kelompok
resiko tinggi tertular AIDS dan pengidap HIV.
Carilah informasi tentang HIV dan AIDS dari sumber yang tepat sebanyak-banyaknya
adalah sebagai salah satu cara untuk melindungi diri kita dan orang lain. Paling penting
adalah dengan makin banyak informasi yang diserap masyarakat (dari berbagai lapisan),
maka perlahan-lahan stigma dan diskriminasi dapat dilenyapkan, sehingga mempercepat dan
mempermudah usaha pencegahan karena orang tidak takut lagi untuk mengetahui status HIV-
nya, apakah mereka terinfeksi atau tidak. Semakin banyak masyarakat yang sadar dan peduli
akan HIV dan AIDS maka AIDS akan bisa dihentikan melalui penghapusan stigma dan
menghentikan diskriminasi dengan memulainya dari diri kita sendiri.
BAB III
MEKANISME – MEKANISME
b. Sumber Dana :
Pembuatan Newsletter ukuran A4 : Rp. 10.000,-
Biaya pencarian referensi : Rp. 10.000,-
Transportasi : Rp. 10.000,-
Rp. 30.000,-
01
02
03
04
05
(....................................................................)
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
Ditjen PP & PL Kemenkes RI. Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia dilapor s/d
September 2014. [diunduh 6 September 2015]. Tersedia dari:
http://www.depkes.go.id.
Pusat Promosi Kesehatan Kemenkes RI. Buku Petunjuk Penggunaan Media KIE Versi
Pelajar Aku Bangga Aku Tahu. 2012. [diunduh 28 Maret 2015]. Tersedia dari:
http://www.promkes. depkes.go.id.