DISUSUN OLEH:
UNIVERSITAS JAMBI
i
KATA PENGANTAR
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi
kesempurnaan makalah ini. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini,
penulis memohon maaf.
Demikian yang dapat penulis sampaikan. Akhir kata, semoga makalah ini
dapat bermanfaat.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
JUDUL i
KATA PENGANTAR......................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................16
3.2 Saran...............................................................................................................16
LAMPIRAN...................................................................................................................17
LAMPIRAN 1.............................................................................................................17
LAMPIRAN 2.............................................................................................................43
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................54
iii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 17
Lampiran 2 43
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Diare merupakan salah satu penyakit yang berkaitan dengan tingkatan dalam
derajat kesehatan(Rahman et al., 2016). Diare merupakan suatu penyakit yang
ditandai oleh berubahnya suatu bentuk dan konsistensi tinja, dari lembek hingga
cair, meningkatnya frekuensi buang air besar lebih dari biasanya, yaitu tiga kali
atau lebih dalam satu hari. Menurut WHO (2013) diare merupakan salah satu
penyebab utama dari morbiditas dan mortalitas di negara yang sedang
berkembang dengan kondisi sanitasi lingkungan yang buruk, persediaan air yang
tidak adekuat, kemiskinan, dan pendidikan yang terbatas (Rahman et al., 2016).
Survei morbiditas yang dilakukan Kementerian Kesehatan di Indonesia dari tahun
2000-2010 menunjukkan adanya insiden penyakit diare yang cenderung naik.
Pada tahun 2000, penduduk yang terserang penyakit diare merupakan 301 per
1000 penduduk dan tahun 2010 naik menjadi 411 per 1000 penduduk. Kejadian
Luar Biasa (KLB) pada diare juga masih sering terjadi, dengan CFR (Case
Fatality Rate) yang masih tinggi (Kemenkes RI, 2011)(Hutasoit, 2020). Faktor
terjadinya diare dibagi ke dalam beberapa kelompok, yaitu faktor lingkungan,
faktor individu, dan faktor perilaku. Faktor lingkungan seperti kualitas air yang
tidak bersih, lingkungan yang padat dan kurangnya ketersediaan sarana air bersih.
Faktor individu seperti malnutrisi dan faktor perilaku seperti sanitasi dan hygiene
makanan, buang air besar sembarangan, tidak mencuci tangan sebelum makan dan
tidak mencuci peralatan makan sebelum digunakan.
1
Epidemiologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang pola penyebaran
atau kejadian yang berhubungan dengan kesehatan, beserta faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi kejadian tersebut. Dengan mempelajari epidemiologi
penyakit diare kita dapat mengetahui langkah-langkah yang dapat diambil untuk
mencegah dan menanggulangi penyakit diare tersebut.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Penyakit diare sampai saat ini masih merupakan penyebab kematian utama
didunia, terhitung 5-10 juta kematian/tahun. Besarnya masalah tersebut terlihat
dari tingginya angka kesakitan dan kematian akibat diare. Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) memperkirakan 4 milyar kasus terjadi di dunia dan 2,2 juta
diantaranyameninggal, dan sebagian besar anak-anak dibawah umur 5 tahun.
Menurut data di Amerika, setiap anak mengalami 7- 15 episode diare dengan rata-
rata usia 5 tahun. Menurut data di Negara berkembang rata-rata tiap anak dibawah
usia 5 tahun mengalami episode diare tiga sampai empat kali pertahun (WHO,
2009) (Kosasih et al., 2018).
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau
setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya
3
lebih dari 200 g atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi,
yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar encer
tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah.
Diare akut adalah diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan berlangsung
kurang dari 14 hari, sedang diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari
14 hari. Diare dapat disebabkan infeksi maupun non infeksi. Dari penyebab diare
yang terbanyak adalah diare infeksi. Diare infeksi dapat disebabkan Virus,
Bakteri, dan Parasit.
Diare akut sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan, tidak saja
di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Penyakit diare masih sering
menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa) dengan penderita yang banyak dalam
waktu yang singkat.
Di Indonesia dari 2.812 pasien diare yang disebabkan bakteri yang datang
kerumah sakit dari beberapa provinsi seperti Jakarta, Padang, Medan, Denpasar,
Pontianak, Makasar dan Batam yang dianalisa dari 1995 s/d 2001 penyebab
terbanyak adalah Vibrio cholerae 01, diikuti dengan Shigella spp, Salmonella spp,
4
V. Parahaemoliticus, Salmonella typhi, Campylobacter Jejuni, V. Cholera non-01,
dan Salmonella paratyphi A.
1) Pemeriksaan laboratrium
b) Pemeriksaan urin
Diperiksa berat jenis dan albuminurin. Eletrolit urin yang diperiksa adalah
Na+ K+ dan Cl. Asetonuri menunjukkan adanya ketosis (Suharyono,
2008).
c) Pemeriksaan tinja
Biasanya tinja pasien diare ini mengandung sejumlah ion natrium, klorida,
dan bikarbonat.
2) Pemeriksaan Penunjang
a) Endoskopi
5
o Endoskopi gastrointestinal bagian atas dan biopsi D2,jika dicurigai
mengalami penyakit seliak atau Giardia. Dilakukan jika pasien
mengalami mual dan muntah.
b) Radiologi
c) Pemeriksaan lanjutan
6
Jarang membersihkan dapur dan toilet.
Sumber air yang tidak bersih.
Makan makanan sisa yang sudah dingin.
Tidak mencuci tangan dengan sabun.
Beberapa faktor risiko yang meningkatkan seseorang mengidap diare kronis yang
disebabkan penyakit tertentu. meliputi:
7
2.4 Riwayat Alamiah Penyakit Diare
1) Tahap Prepatogenesis
Pada tahap ini disebabkan oleh mikroorganisme baik bakteri, parasit, maupun
virus diantaranya rotavirus, E.coli, dan shigella. Penyebaran mikroorganisme
ini dapat terjadi melalui jalan fecal dan oral. Pada tahap ini belum di temukan
tanda tanda penyakit bila daya tahan tubuh penjamu baik maka tubuh tidak
terserang penyakit dan apabila daya tubuh penjamu lemah maka sangat mudah
bagi virus masuk dalam tubuh.
2) Tahap Patogenesis
a. Tahap inkubasi
Virus (salmonella, shigella, E,coli, V.cholerae,) masuk kedalam tubuh
dengan menginfeksi usus baik pada jejenum,ileum dan colon. Setelah
virus menginfeki usus virus menembus sel dan mengadakan lisis
kemudian virus berkembang dan memproduksi enterotoksin. Masa
inkubasi biasanya sekitar 2-4 hari, pasien sudah buang air bessar lebih
dari 4x tetapi belum tanpa gejala gejala lain.
b. Tahap Penyakit Dini
Kehilangan cairan 5% berat badan & Kesadaran baik (somnolen), Mata
agak cekung, Turgor kulit kurang dan kekenyalan kulit normal, Berak cair
1-2 kali perhari, Lemah dan haus, Ubun-ubun besar agak cekung.
3) Tahap Postpatogenesis
a. Tahap Penyakit Lanjut
Kehilangan cairan lebih dari 5-10% berat badan, Keadaan umum gelisah,
Rasa haus bertambah, Denyut nadi cepat dan pernapasan agak cepat, Mata
cekung, Turgor dan tonus otot agak berkurang, Ubun ubun besar cekung,
Kekenyalan kulit sedikit kurang dan elastisitas kembali sekitar 1-2 detik,
Selaput lendir agak kering.
b. Tahap Akhir
Kehilangan cairan lebih dari 10% berat badan, kesadaran koma atau
apatis, Denyut nadi cepat sekali, Pernapasan kusmaull (cepat dan dalam),
Ubun ubun besar cekung sekali, Mata cekung sekali, Turgor/tonus kurang
8
sekali Selaput lendir kurang/asidosis. Pada tahap ini bila mendapat
penanganan yang baik maka pasien dapat sembuh sempurna tetapi bila
tahap ini tidak mendapat penanganan yang baik maka bisa mengancam
jiwa (kematian)m
1) Makanan dan minuman, makanan yang sudah terkontaminasi oleh udara dan
kuman yang berada pada suatu tempat atau sudah dihinggapi serangga dan
tangan yang kotor, akan menjadi penyebab penularan diare dari kuman yang
menempel pada makanan tersebut.
2)Mainan Bermain dengan mainan yang sudah terkontaminasi kuman penyebab
diare, terutama anak yang sering memasukkan mainan ke dalam mulutnya.
Virus ini juga bisa bertahan hingga beberapa hari di permukaan.
3)Air penularan lainnya terjadi ketika Anda menggunakan air yang sudah
tercemar oleh kuman penyebab diare, atau meminum air yang kurang matang.
4)Tidak mencuci tangan dengan bersih cuci tangan dengan bersih ketika sudah
membersihkan feses anak yang terinfeksi diare. Karena ditakutkan dapat
mengontaminasi barang-barang lainnya yang Anda pegang.
Menurut Bambang dan Nurtjahyo (2011), cara penularan diare pada umumnya
melalui cara fekal oral yaitu melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh
enteropatogen, atau kontak langsung tangan dengan penderita atau barang-barang
yang telah tercemar tinja penderita atau tidak langsung melalui lalat (melalui 4f =
finger, files, fluid, field). Penyakit diare sebagian besar disebabkan oleh kuman
seperti virus dan bakteri. Kuman atau bakteri penyakit diare (Escherichia coli)
biasanya akan menyebar melalui fekal-oral atau orofekal. Air merupakan media
penularan utama diare dapat terjadi bila seseorang menggunakan air minum yang
tercemar, baik tercemar dari sumbernya, tercemar selama perjalanan sampai ke
rumah-rumah atau tercemar saat disimpan di rumah. Pencemaran di rumah terjadi
bila tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan yang tercemar
9
menyentuh air pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan (Notoatmodjo,
2007) (Neni & Iseu, 2019).
Penyakit menular menjadi salah satu masalah kesehatan yang besar di hampir
semua negara berkembang termasuk Indonesia. Penyakit menular menjadi
masalah kesehatan global karena menimbulkan angka kesakitan dan kematian
yang relatif tinggi dalam kurun waktu yang relatif singkat. Penyakit menular
merupakan perpaduan berbagai faktor yang saling mempengaruhi. Faktor tersebut
terdiri dari lingkungan (environment), agen penyebab penyakit (agent), dan
pejamu (host). Ketiga faktor tersebut disebut sebagai segitiga epidemiologi
(Widoyono, 2008).
10
Salah satu penyakit menular adalah diare. Penyakit diare dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lainkeadaan lingkungan, perilaku masyarakat, pelayanan
masyarakat, gizi, kependudukan, pendidikan yang meliputi pengetahuan, dan
keadaan sosial ekonomi (Widoyono, 2008). Sementara itu penyebab dari penyakit
diare itu sendiri antara lain virus yaitu Rotavirus (40-60%), bakteri Escherichia
coli (20- 30%), Shigella sp. (1-2%) dan parasit Entamoeba hystolitica (<1%)
Diare dapat terjadi karena higiene dan sanitasi yang buruk, malnutrisi, lingkungan
padat dan sumber daya medis yang buruk (Widoyono, 2008).
diare. Setiap anak mengalami episode serangan diare rata-rata 3,3 kali setiap tahun
dan lebih dari 80% kematian terjadi pada anak berusia kurang dari dua tahun
(Widoyono, 2005).
11
Usaha memutus mata rantai penularan penyakit secara umum dan penyakit
diare khususnya seperti yang tercantum pada UNICEF-WHO tahun 2009, maka
Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Departemen Kesehatan tahun 2006 melakukan kegiatan promosi kesehatan
spesifik pada lingkungan dan ekosistem tempat hidup manusia, antara lain
(Rasyidah, 2019):
12
dapat ditularkan melalui air, antara lain diare, kolera, disentri, hepatitis,
penyakit kulit, penyakit mata dan penyakit lainnya. Untuk mencegah
terjadinya penyakit tersebut, penyediaan air bersih yang cukup di setiap rumah
tangga harus tersedia, di samping itu perilaku hidup bersih harus tetap
dilaksanakan.
5) Pengelolaan sampah
Sampah merupakan sumber penyakit dan tempat berkembang biaknya vektor
penyakit, seperti lalat, nyamuk, tikus, kecoa. Sampah yang mencemari tanah
menimbulkan gangguan kenyamanan dan estetika, seperti bau tidak sedap dan
pemandangan yang tidak nyaman untuk dilihat. Pengelolaan sampah sangat
penting, tempat sampah harus disediakan dan dibuang ke tempat
penampungan sementara. Bila tidak terjangkau oleh pelayanan pembuangan
sampah ke tempat pembuangan akhir, maka dapat dilakukan pemusnahan
sampah dengan cara ditimbun atau dibakar.
6) Sarana pembuangan air limbah
Potensi penularan penyakit bisa melalui air limbah pabrik atau limbah rumah
tangga yang dapat menjadi tempat perindukan nyamuk dan sarang tikus, maka
limbah harus dikelola seefisien mungkin, agar tidak menjadi sumber penularan
penyakit diare. Namun, sarana pembuangan air limbah yang tidak memenuhi
syarat akan menimbulkan bau, mengganggu lingkungan.
13
a. Diare tanpa dehidrasi Tanda diare tanpa dehidrasi, bila terdapat 2 tanda di
bawah ini atau lebih:
Keadaan Umum : Baik
Mata : Normal
Rasa Haus : Normal, minum biasa
Turgor Kulit : Kembali cepat
Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb dan selanjutnya
diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa dehidrasi.
c. Diare dehidrasi berat Diare dehidrasi berat, bila terdapat 2 tanda di bawah ini
atau lebih:
Keadaan Umum : Lesu, lunglai, atau tidak sadar
Mata : Cekung
Rasa haus : Tidak bisa minum atau malas minum
Turgor kulit : Kembali sangat lambat (lebih dari 2 detik)
Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke Puskesmas
untuk di infus.
14
Untuk menanggulangi kejadian diare perlu dilakukan upaya promotif
misalnya dengan penyuluhan misalnya tentang pengertian, gejala, cara mencegah,
serta cara menanggulangi Diare, termasuk di dalamnya cara mencegah
kekurangan cairan tubuh (dehidrasi), cara mengobati dehidrasi, cara pemberian
makanan bagi penderita Diare, serta informasi rujukan bagi penderita Diare.
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Faktor Risiko Diare, Setidaknya ada beberapa faktor yang bisa meningkatkan
risiko seseorang terserang diare, seperti:
16
Sumber air yang tidak bersih.
Makan makanan sisa yang sudah dingin.
Tidak mencuci tangan dengan sabun
3.2 Saran
17
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
Josia Ginting
Fakultas Kedokteran
Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam Universitas
Sumatera Utara
PENDAHULUAN
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah
cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari
200 g atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang
air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar encer tersebut
dapat/tanpa disertai lendir dan darah. 1,2
Diare akut adalah diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan berlangsung kurang
dari 14 hari, sedang diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari.
Diare dapat disebabkan infeksi maupun non infeksi. Dari penyebab diare yang
terbanyak adalah diare infeksi. Diare infeksi dapat disebabkan Virus, Bakteri, dan
Parasit.3
Diare akut sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan, tidak saja di
negara berkembang tetapi juga di negara maju. Penyakit diare masih sering
18
menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa) dengan penderita yang banyak dalam
waktu yang singkat.4,5
Di Indonesia dari 2.812 pasien diare yang disebabkan bakteri yang datang
kerumah sakit dari beberapa provinsi seperti Jakarta, Padang, Medan, Denpasar,
Pontianak, Makasar dan Batam yang dianalisa dari 1995 s/d 2001 penyebab
terbanyak adalah Vibrio cholerae 01, diikuti dengan Shigella spp, Salmonella spp,
V. Parahaemoliticus, Salmonella typhi, Campylobacter Jejuni, V. Cholera non-01,
dan Salmonella paratyphi A.7
EPIDEMIOLOGI
infeksi terdapat peringkat pertama s/d ke empat pasien dewasa yang datang
berobat ke rumah sakit.dikutip dari 8
19
Di negara maju diperkirakan insiden sekitar 0,5-2 episode/orang/tahun sedangkan
di negara berkembang lebih dari itu. Di USA dengan penduduk sekitar 200 juta
diperkirakan 99 juta episode diare akut pada dewasa terjadi setiap tahunnya. 5
WHO memperkirakan ada sekitar 4 miliar kasus diare akut setiap tahun dengan
mortalitas 3-4 juta pertahun.9
Bila angka itu diterapkan di Indonesia, setiap tahun sekitar 100 juta episode diare
pada orang dewasa per tahun.10 Dari laporan surveilan terpadu tahun 1989 jumlah
kasus diare didapatkan 13,3 % di Puskesmas, di rumah sakit didapat 0,45% pada
penderita rawat inap dan 0,05 % pasien rawat jalan. Penyebab utama disentri di
Indonesia adalah Shigella, Salmonela, Campylobacter jejuni, Escherichia coli,
dan Entamoeba histolytica. Disentri berat umumnya disebabkan oleh Shigella
dysentery, kadang-kadang dapat juga disebabkan oleh Shigella flexneri,
Salmonella dan Enteroinvasive E.coli ( EIEC).11
PATOFISIOLOGI1,3,9,10
Diare akut infeksi diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis menjadi diare
non inflamasi dan Diare inflamasi. Diare Inflamasi disebabkan invasi bakteri dan
sitotoksin di kolon dengan manifestasi sindroma disentri dengan diare yang
disertai lendir dan darah. Gejala klinis yang menyertai keluhan abdomen seperti
mulas sampai nyeri seperti kolik, mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala
dan tanda dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja rutin secara makroskopis ditemukan
lendir dan/atau darah, serta mikroskopis didapati sel leukosit polimorfonuklear.
Pada diare non inflamasi, diare disebabkan oleh enterotoksin yang mengakibatkan
diare cair dengan volume yang besar tanpa lendir dan darah. Keluhan abdomen
biasanya minimal atau tidak ada sama sekali, namun gejala dan tanda dehidrasi
20
cepat timbul, terutama pada kasus yang tidak mendapat cairan pengganti. Pada
pemeriksaan tinja secara rutin tidak ditemukan leukosit.
Mekanisme terjadinya diare yang akut maupun yang kronik dapat dibagi menjadi
kelompok osmotik, sekretorik, eksudatif dan gangguan motilitas. Diare osmotik
terjadi bila ada bahan yang tidak dapat diserap meningkatkan osmolaritas dalam
lumen yang menarik air dari plasma sehingga terjadi diare. Contohnya adalah
malabsorbsi karbohidrat akibat defisiensi laktase atau akibat garam magnesium.
Diare sekretorik bila terjadi gangguan transport elektrolit baik absorbsi yang
berkurang ataupun sekresi yang meningkat. Hal ini dapat terjadi akibat toksin
yang dikeluarkan bakteri misalnya toksin kolera atau pengaruh garam empedu,
asam lemak rantai pendek, atau laksantif non osmotik. Beberapa hormon intestinal
seperti gastrin vasoactive intestinal polypeptide (VIP) juga dapat menyebabkan
diare sekretorik.
Diare eksudatif, inflamasi akan mengakibatkan kerusakan mukosa baik usus halus
maupun usus besar. Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat infeksi bakteri
atau bersifat non infeksi seperti gluten sensitive enteropathy, inflamatory bowel
disease (IBD) atau akibat radiasi.
Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada infeksi bakteri paling
tidak ada dua mekanisme yang bekerja peningkatan sekresi usus dan penurunan
absorbsi di usus. Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi dan mengeluarkan toksin
yang menyebabkan terjadinya diare. Infeksi bakteri yang invasif mengakibatkan
perdarahan atau adanya leukosit dalam feses.
21
menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi
pertahanan mukosa usus. Adhesi
Mekanisme adhesi yang pertama terjadi dengan ikatan antara struktur polimer
fimbria
atau pili dengan reseptor atau ligan spesifik pada permukaan sel epitel. Fimbria
terdiri atas lebih dari 7 jenis, disebut juga sebagai colonization factor antigen
(CFA) yang lebih sering ditemukan pada enteropatogen seperti Enterotoxic E.
Coli (ETEC)
Mekanisme adhesi yang ketiga adalah dengan pola agregasi yang terlihat pada
jenis kuman enteropatogenik yang berbeda dari ETEC atau EHEC.
Invasi
Kuman Shigella melakukan invasi melalui membran basolateral sel epitel usus. Di
dalam sel terjadi multiplikasi di dalam fagosom dan menyebar ke sel epitel
sekitarnya. Invasi dan multiplikasi intraselluler menimbulkan reaksi inflamasi
serta kematian sel epitel. Reaksi inflamasi terjadi akibat dilepaskannya mediator
seperti leukotrien, interleukin, kinin, dan zat vasoaktif lain. Kuman Shigella juga
memproduksi toksin shiga yang menimbulkan kerusakan sel. Proses patologis ini
akan menimbulkan gejala sistemik seperti demam, nyeri perut, rasa lemah, dan
gejala disentri. Bakteri lain bersifat invasif misalnya Salmonella.
Sitotoksin
22
Prototipe kelompok toksin ini adalah toksin shiga yang dihasilkan oleh Shigella
dysentrie yang bersifat sitotoksik. Kuman lain yang menghasilkan sitotoksin
adalah Enterohemorrhagic E. Coli (EHEC) serogroup 0157 yang dapat
menyebabkan kolitis hemoragik dan sindroma uremik hemolitik, kuman EPEC
serta V. Parahemolyticus.
Enterotoksin
Prototipe klasik enterotoksin adalah toksin kolera atau Cholera toxin (CT) yang
secara biologis sangat aktif meningkatkan sekresi epitel usus halus. Toksin kolera
terdiri dari satu subunit A dan 5 subunit B. Subunit A1 akan merangsang aktivitas
adenil siklase, meningkatkan konsentrasi cAMP intraseluler sehingga terjadi
inhibisi absorbsi Na dan klorida pada sel vilus serta peningkatan sekresi klorida
dan HCO3 pada sel kripta mukosa usus.
ETEC menghasilkan heat labile toxin (LT) yang mekanisme kerjanya sama
dengan CT serta heat Stabile toxin (ST).ST akan meningkatkan kadar cGMP
selular, mengaktifkan protein kinase, fosforilasi protein membran mikrovili,
membuka kanal dan mengaktifkan sekresi klorida.
Efek sekretorik toksin enterik CT, LT, ST paling tidak sebagian melibatkan
refleks neural ENS. Penelitian menunjukkan keterlibatan neuron sensorik aferen
kolinergik, interneuron pleksus mienterikus, dan neuron sekretorik tipe 1
VIPergik. CT juga menyebabkan pelepasan berbagai sekretagok seperti 5-HT,
neurotensin, dan prostaglandin. Hal ini membuka kemungkinan penggunaan obat
antidiare yang bekerja pada ENS selain yang bersifat antisekretorik pada enterosit.
23
DIAGNOSIS
Diarrhea, Nausea
or Vomitting
AR = 2-15 illnesses/person-yr
NONINFLAMMATORY INFLAMMATORY
(No WBC) ( WBC or Lactoferrin or continued
Ex: Vibrio (cholerae et al) E.coli (LT, illnesses)
ST) C.perfringens S.aureus Ex: Shigella
B.cereus Salmonella C.jejuni E.coli (EIEC)
Cytotoxic C.difficile
Culture for :
24
Continue sypmtomatic
therapy : consider
further evaluation
Consider :
25
Manifestasi Klinis8,14,15
26
dapat menyebabkan edema paru pada pasien yang menerima rehidrasi cairan
intravena tanpa alkali.
Pemeriksaan Laboratorium
27
a. Infeksi non-invasif.
Stafilococcus aureus
Bacillus cereus
Clostridium perfringens
28
spora. Bakteri ini sering menyebabkan keracunan makanan akibat dari
enterotoksin dan biasanya sembuh sendiri . Gejala berlangsung setelah 8 – 24
jam setelah asupan produk-produk daging yang terkontaminasi, diare cair dan
nyeri epigastrium, kemudian diikuti dengan mual, dan muntah. Demam jarang
terjadi. Gejala ini akan berakhir dalam waktu 24 jam.
Pemeriksaan mikrobiologis bahan makanan dengan isolasi lebih dari
105 organisma per gram makanan, menegakkan diagnosa keracunan makanan
C perfringens . Pulasan cairan fekal menunjukkan tidak adanya sel
polimorfonuklear, pemeriksaan laboratorium lainnya tidak diperlukan.
Terapi dengan rehidrasi oral dan antiemetik.
Vibrio cholerae
29
sebagai dosis tunggal, merupakan pilihan pengobatan. Perbaikan yang agresif
pada kehilangan cairan menurunkan angka kematian ( biasanya < 1 %). Vaksin
kolera oral memberikan efikasi lebih tinggi dibandingkan dengan vaksin
parenteral.
30
dengan EHEC.
2. Infeksi Invasif
Shigella
Salmonella nontyphoid
31
diare, diikuti dengan mual, muntah, dan kejang abdomen. Occult blood jarang
terjadi. Lamanya berlangsung biasanya kurang dari 7 hari.
Pulasan kotoran menunjukkan sel darah merah dan sel darah putih se.
Kultur darah positip pada 5 – 10 % pasien kasus dan sering ditemukan pada
pasien terinfeksi HIV.
Terapi pada Salmonella nonthypoid tanpa komplikasi dengan hidrasi
adekuat. Penggunaan antibiotik rutin tidak disarankan, karena dapat
meningkatan resistensi bakteri. Antibiotik diberikan jika terjadi komplikasi
salmonellosis, usia ekstrem ( bayi dan berusia
> 50 tahun), immunodefisiensi, tanda atau gejala sepsis, atau infeksi fokal
(osteomilitis, abses). Pilihan antibiotik adalah trimetoprim-sulfametoksazole
atau fluoroquinolone seperti ciprofloxacin atau norfloxacin oral 2 kali sehari
selama 5 – 7 hari atau Sephalosporin generasi ketiga secara intravena pada
pasien yang tidak dapat diberi oral.
Salmonella typhi
32
Pada minggu ketiga timbul penurunan kesadaran dan peningkatan toksemia,
keterlibatan usus halus terjadi pada minggu ini dengan diare kebiru- biruan dan
berpotensi untuk terjadinya ferforasi. Pada minggu ke empat terjadi perbaikan
klinis.
Diagnosa ditegakkan dengan isolasi organisme. Kultur darah positif
pada 90% pasien pada minggu pertama timbulnya gejala klinis. Kultur feses
positif pada minggu kedua dan ketiga.
Perforasi dan perdarahan gastrointestinal dapat terjadi selama jangka
waktu penyakit. Kolesistitis jarang terjadi, namun infeksi kronis kandung
empedu dapat menjadi karier dari pasien yang telah sembuh dari penyakit
akut.
Pilihan obat adalah klorampenikol 500 mg 4 kali sehari selama 2
minggu. Jika terjadi resistensi, penekanan sumsum tulang, sering kambuh dan
karier disarankan sepalosporin generasi ketiga dan flourokinolon. Sepalosforin
generasi ketiga menunjukkan effikasi sangat baik melawan S. Thypi dan harus
diberikan IV selama 7-10 hari, Kuinolon seperti ciprofloksasin 500 mg 2 kali
sehari selama 14 hari, telah menunjukkan efikasi yang tinggi dan status
karier yang rendah. Vaksin thipoid oral (ty21a) dan parenteral (Vi)
direkomendasikan jika pergi ke daerah endemik.
Campylobakter
33
Pulasan feses menunjukkan lekosit dan sel darah merah. Kultur feses
dapat ditemukan adanya Kampilobakter. Kampilobakter sensitif terhadap
eritromisin dan quinolon, namun pemakaian antibiotik masih kontroversi.
Antibiotik diindikasikan untuk pasien yang berat atau pasien yang nyata-nyata
terkena sindroma disentri. Jika terapi antibiotik diberikan, eritromisin 500 mg
2 kali sehari secara oral selama 5 hari cukup efektif. Seperti penyakit diare
lainnya, penggantian cairan dan elektrolit merupakan terapi utama.
Vibrio non-kolera
Yersinia
34
pada penyakit yang parah atau bekterimia. Kombinasi Aminoglikosid dan
Kuinolon nampaknya dapat menjadi terapi empirik pada sepsis.
EHEC telah dikenal sejak terjadi wabah kolitis hemoragik. Wabah ini
terjadi akibat makanan yang terkontaminasi. Kebanyakan kasus terjadi 7-10
hari setelah asupan makanan atau air terkontaminasi. EHEC dapat merupakan
penyebab utama diare infeksius. Subtipe 0157 : H7 dapat dihubungkan dengan
perkembangan Hemolytic Uremic Syndrom (HUS). Centers for Disease
Control (CDC) telah meneliti bahwa E Coli 0157 dipandang sebagai penyebab
diare berdarah akut atau HUS. EHEC non-invasif tetapi menghasilkan toksin
shiga, yang menyebabkan kerusakan endotel, hemolisis mikroangiopatik, dan
kerusakan ginjal.
Awal dari penyakit dengan gejala diare sedang hingga berat (hingga
10-12 kali perhari). Diare awal tidak berdarah tetapi berkembang menjadi
berdarah. Nyeri abdomen berat dan kejang biasa terjadi, mual dan muntah
timbul pada 2/3 pasien. Pemeriksaan abdomen didapati distensi abdomen dan
nyeri tekan pada kuadran kanan bawah. Demam terjadi pada 1/3 pasien.
Hingga 1/3 pasien memerlukan perawatan di rumah sakit. Lekositosis sering
terjadi. Urinalisa menunjukkan hematuria atau proteinuria atau timbulnya
lekosit. Adanya tanda anemia hemolitik mikroangiopatik (hematokrit < 30%),
trombositopenia (<150 x 109/L), dan insufiensi renal (BUN >20 mg/dL) adalah
diagnosa HUS.
HUS terjadi pada 5-10% pasien dan di diagnosa 6 hari setelah terkena
diare. Faktor resiko HUS, usia (khususnya pada anak-anak dibawah usia 5
tahun) dan penggunaan anti
35
jarang dari pada HUS.
Jika tersangka EHEC, harus dilakukan kultur feses E. coli. Serotipe
biasanya dilakukan pada laboratorium khusus.
Terapi dengan penggantian cairan dan mengatasi komplikasi ginjal dan
vaskuler. Antibiotik tidak efektif dalam mengurangi gejala atau resiko
komplikasi infeksi EHEC. Nyatanya pada beberapa studi yang menggunakan
antibiotik dapat meningkatkan resiko HUS. Pengobatan antibiotik dan anti
diare harus dihindari. Fosfomisin dapat memperbaiki gejala klinis, namun,
studi lanjutan masih diperlukan.
Aeromonas
Plesiomonas
36
PENATALAKSANAAN
37
0,001
Metode Pierce berdasarkan keadaan klinis :
- Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan 5% X KgBB
- Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan 8% X KgBB
- Dehidrasi berat, kebutuhan cairan 10% X KgBB
Metode Daldiyono berdasarkan keadaan klinis yang diberi penilaian/skor
(tabel 1) Tabel 1. Skor Daldiyono dikutip dari 8
- rasa haus/muntah 1
- Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg 1
- Tekanan darah sistolik < 60 mmHg 2
- Frekwensi Nadi > 120 x/menit 1
- kesadaran apatis 1
- Kesadaran somnolen, sopor atau koma 2
- Frekwensi nafas > 30 x/menit 1
- Facies cholerica 2
- Vox cholerica 2
- Turgor kulit menurun 1
- Washer’s woman’s hand 1
- Ekstremitas dingin 1
- Sianosis 2
- Umur 50-60 tahun -1
- Umur > 60 tahun -2
38
Jika penderita dapat ditimbang tiap hari, maka kehilangan berat badan 4 Kg
pada fase akut sama dengan defisit air sebanyak 4 liter.
Cara III :
Dengan menggunakan rumus :
Na1 = Kadar Natrium plasma normal; BW1 = Volume air badan normal,
biasanya 60% dari berat badan untuk pria dan 50% untuk wanita ; Na2 =
Kadar natrium plasma sekarang ; BW2
= volume air badan sekarang
Anti biotik
39
Campilobakter spp
Azithromycin, 500 mg oral 2x sehari
Eritromisin 500 mg oral 2x sehari, 5hr
Vibrio Cholera Tetrasiklin 500 mg Resisten Tetrasiklin
oral 4x sehari, 3 hari Ciprofloksacin 1gr oral 1x
Doksisiklin 300mg Eritromisin 250 mg oral
Oral, dosis tunggal 4x sehari 3 hari
Traveler diarrhea Ciprofloksacin 500mg TMP-SMX DS oral 2x sehari, 3 hari
Clostridium difficile Metronidazole 250-500 Vancomycin, 125 mg oral 4x sehari
mg
4x sehari, 7-14 hari, 7-14 hari
oral atau IV
Kelompok opiat
40
peningkatan absorbsi cairan sehingga dapat memperbaiki konsistensi feses dan
mengurangi frekwensi diare.Bila diberikan dengan cara yang benar obat ini
cukup aman dan dapat mengurangi frekwensi defekasi sampai 80%. Bila diare
akut dengan gejala demam dan sindrom disentri obat ini tidak dianjurkan.10
Kelompok absorbent
Zat Hidrofilik
dalam lumen usus dan akan mengurangi frekwensi dan konsistensi feses tetapi
tidak dapat mengurangi kehilangan cairan dan elektrolit. Pemakaiannya adalah
5-10 cc/ 2x sehari dilarutkan dalam air atau diberikan dalam bentuk kapsul
atau tablet.9
Probiotik
41
KOMPLIKASI
PROGNOSIS
42
infeksius hasilnya sangat baik dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal.
Seperti kebanyakan penyakit, morbiditas dan mortalitas ditujukan pada anak-
anak dan pada lanjut usia. Di Amerika Serikat, mortalits berhubungan dengan
diare infeksius < 1,0 %. Pengecualiannya pada infeksi EHEC dengan
mortalitas 1,2 % yang berhubungan dengan sindrom uremik hemolitik.1
PENCEGAHAN1,3,13,16
keamanan air atau air yang tidak dimurnikan yang diambil dari danau atau air,
harus direbus dahulu beberapa menit sebelum dikonsumsi. Ketika berenang di
danau atau sungai, harus diperingatkan untuk tidak menelan air.
Semua buah dan sayuran harus dibersihkan menyeluruh dengan air
yang bersih (air rebusan, saringan, atau olahan) sebelum dikonsumsi. Limbah
manusia atau hewan yang tidak diolah tidak dapat digunakan sebagai pupuk
pada buah-buahan dan sayuran. Semua daging dan makanan laut harus
dimasak. Hanya produk susu yang dipasteurisasi dan jus yang boleh
dikonsumsi. Wabah EHEC terakhir berhubungan dengan meminum jus apel
yang tidak dipasteurisasi yang dibuat dari apel terkontaminasi, setelah jatuh
dan terkena kotoran ternak.
Vaksinasi cukup menjanjikan dalam mencegah diare infeksius, tetapi
efektivitas dan ketersediaan vaksin sangat terbatas. Pada saat ini, vaksin
yang tersedia adalah untuk V. colera, dan demam tipoid. Vaksin kolera
43
parenteral kini tidak begitu efektif dan tidak direkomendasikan untuk
digunakan. Vaksin oral kolera terbaru lebih efektif, dan durasi imunitasnya
lebih panjang. Vaksin tipoid parenteral yang lama hanya 70 % efektif dan
sering memberikan efek samping. Vaksin parenteral terbaru juga melindungi
70 %, tetapi hanya memerlukan 1 dosis dan memberikan efek samping yang
lebih sedikit. Vaksin tipoid oral telah tersedia, hanya diperlukan 1 kapsul
setiap dua hari selama 4 kali dan memberikan efikasi yang mirip dengan
dua vaksin lainnya.
KESIMPULAN
44
LAMPIRAN 2
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG DIARE DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN DIARE
PADA BALITA
The Correlation Between Mother’s Knowledge On Diarrhea Prevention Behaviors Of Diarrhea In Chindren
Under Five
ABSTRAK
Latar Belakang : Kematian balita di Indonesia yang disebabkan oleh diare sering mengalami kenaikan. Oleh sebab
itu perlu adanya pencegahan dan penanganan yang cepat dan tepat untuk mengurangi angka kejadian diare pada
balita dan mewujudkan salah satu tujuan MDG’s pada tahun 2015. Dari hasil wawancara pada 11 ibu yang memiliki
balita masih ada 3 ibu yang tidak mengetahui cara penularan diare dan pencegahan diare.Tujuanpenelitian ini
diketahuinya hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang diare dengan perilaku pencegahan diare pada balita di wilayah
kerja Puskesmas Kotagede II Yogyakarta.
Metode : Jenis penelitian ini meupakan Kuantitatif Korelasionaldengan pendekaan Cross Sectional. Instrumen
penelitian berupa kuesioner tertutup yang sudah dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Populasi penelitian sebanyak
72 ibu, sampel sejumlah 61 ibu dengan metode Total Sampling. Teknik analisa data menggunakan analisa univariat
dan bivariat uji korelasi Kendal Tau.
Hasil : Tingkat pengetahuan ibu tentang diare sebagian besar berada dalam kategori cukup (54,1 %) dan perilaku
pencegahan diare dalam kategori positif (77%). Ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu tentang diare
dengan perilaku pencegahan diare pada ibu di wilayah kerja Puskesmas Kota Gede II Yogyakarta dengan nilai korelasi
Kendall Tau sebesar 0,416 dengan p value 0,000.
Kesimpulan : Ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan tentang diare dengan perilaku pencegahan diare
pada ibu di wilayah kerja Puskesmas Kota Gede II Yogyakarta.
ABSTRACT
Background : The infant mortality in Indonesia's caused by diarrhea is often increased . Therefore, the need for
prevention and quick and precise handling to reduce the incidence of diarrhea in infants and realizing one of the MDG
's by 2015. Interviews from 11 mothers who have children there are three mothers don’t know the mode of transmission
of diarrhea and prevention of diarrhea. Objectivethe research is knowing the correlation between mother’s knowledge
on diarrhea prevention behaviors of diarrhea in children under five health centers in the region of Kotagede II
Yogyakarta.
Methode : The research type was a survey analytic with cross sectional approach. The research instrument was a close
questionnaire which was done the validity and reliability test. The research population was 72 mothers, the sample
numbered 61 mothers taken by a purposive sampling. The data analysis technique used an univariat and bivariat with
the Kendall Tau.
Result : The level of knowledge of mothers about diarrhea mostly in the category fairly (54,1 %) and behavioral
prevention of diarrhea in the positive category (77%). There is a significant correlation between knowledge about the
prevention of diarrhea with diarrhea in maternal behavior in Puskesmas Kotagede II Yogyakarta shown from Kendall
Tau correlation value calculated 0,416 with p value 0,000.
Conclusion : There was a significant correlation between mother’s knowledge on diarrhea prevention behaviors of
diarrhea in chindren under five health centers in the region of Kotagede II Yogyakarta.
45
kelahiran hidup menjadi 29 per 1.000 kelahiran
beragam sumber. Adapun salah satu indikator
hidup. Namun, Indonesia masih menghadapi
yang menetukan derajat kesehatan anak
tantangan, apalagi secara keseluruhan upaya
adalah angka kematiannya8.
pengurangan angka kematian ibu dan anak
Penyebab kematian untuk semua umur
telah melambat, bahkan mencapai titik
telah terjadi pergeseran, dari penyakit
stagnasi selama 5-10 tahun terakhir. Angka
menuluar ke penyakit tidak menular. Penyebab
kematian anak cukup tinggi di Indonesia
kematian perinatal (0-7 hari) yang terbanyak
disebabkan karena beberapa hal, antara lain
adalah respiratory disorders (35,9%) dan
buang air besar (BAB) tidak pada tempatnya. Di
premature (32,3%), sedangkanuntuk usia (7-28
Indonesia menempati peringkat kedua tertinggi
hari) penyebab kematian yang terbanyak
di dunia (63 juta orang) dan sepertiga anak
adalah sepsisneonatorum (20,5%) dan
Indonesia tidak punya akses air bersih. Tidak
congenital malformations (18,1%). Penyebab
adanyasanitasi dan kebersihan, serta air yang
kematian bayi yang terbanyak adalah diare
tercemar menyebabkan diare dan penyakit
(31,4%) dan pnemounia (23,8%). Sedangkan
mematikan lainnya. Sementara itu, sepertiga
untuk penyebab kematian anak balita sama
dari jumlah kematian anak di bawah satu tahun
dengan bayi, yaitu terbanyak adalah diare
disebabkan oleh diare. Diare yang berulang
(25,2%) dan pnemounia (15,5%). Sedangkan
juga menyebabkan gizi buruk11.
untuk usia >5tahun, penyebab kematian yang
Diare adalah pengeluaran feses yang
terbanyak stroke, baik di perkotaan maupun
tidak normal dan cair. Bisa juga didefinisikan
perdesaan22.
sebagai buang air besar yang tidak normal dan
Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan
berbentuk cair dengan frekuensi lebih banyak
United Nations Children Fund (UNICEF)
dari biasanya. Bayi dikatakan diare bila sudah
menyebutkan bahwa setiap tiga menit, satu
lebih dari 3 kali buangair besar, sedangkan
balita meninggal di Indonesia sekitar 150.000
neonatus dikatakan diare bila sudah lebih dari
anak setiap tahun. Meskipun, UNICEF
4 kali buang air besar(Dewi, 2010:91). Menurut
mengumumkan bahwa angka kematian anak
Hanum Marimbi (2010)16 Balita yaitu bayi dan
dibawah lima tahun telah berkurang lebih dari
anak yang berusia 5 tahun ke bawah.
setengah dalam periode antara 1990 dan
Diare menyebar dan menginfeksi anakmelalui
2013. empat faktor, yaitu food(makanan), feces(tinja), fly
Menurut Kepala Perwakilan UNICEF di (udara), dan finger(tangan).
Indonesia Gunilla Olsson, penurunan angka
kematian terjadi dari 84 kematian per 1.000
46
penyakit menular paling berbahaya dan
Oleh karena itu, untuk mencegah agar
mengurangi dua pertiga angka kematian anak
penyakit ini tidak menyebar dan menular, cara
dibawah usia lima tahun.
yang paling praktis adalah memutuskan rantai
Diare kebanyakan disebabkan oleh
penularan tersebut. Faktor kebersihan menjadi
beberapa infeksi virus tetapi juga seringkali
faktor yang penting untuk menghindari anak
akibat dari racun bakteria. Dalam kondisihidup
dari penyakit diare8.
yang bersih dan dengan makanan mencukupi
Survei morbiditas yang dilakukan oleh
dan air tersedia, pasien yang sehat biasanya
Subdit Diare, Departemen Kesehatan dari
sembuh dari infeksi virus umum dalam
tahun 2000 s/d 2010 terlihat kecenderungan
beberapa hari dan paling lama satu minggu.
insidens naik. Pada tahun 2000 IR penyakit
Namun untuk individu yang sakit atau kurang
Diare 301/ 1000 penduduk, tahun 2003 naik
gizi, diare dapat menyebabkan dehidrasi yang
menjadi 374 /1000 penduduk, tahun 2006 naik
parah dan dapat mengancam jiwa bila tanpa
menjadi 423 /1000 penduduk dan tahun 2010
perawatan. Diare dapat menjadi gejala
menjadi 411/1000 penduduk. Kejadian Luar
penyakit yang lebih serius, seperti disentri,
Biasa (KLB) diare juga masih sering terjadi,
kolera atau botulisme, dan juga dapat menjadi
dengan Care Fertility Rate(CFR) yang masih
indikasi sindrom kronis seperti penyakit Crohn.
tinggi. Pada tahun 2008 terjadi KLB di 69
Kebijakan yang ditetapkan pemerintah
Kecamatan dengan jumlah kasus 8133 orang,
dalam menurunkan angka kesakitan dan
kematian 239 orang (CFR 2,94%). Tahun 2009
kematian karena diare mengikuti manajemen
terjadi KLB di 24 Kecamatan dengan jumlah
utama diare yang disosialisasikan oleh
kasus 5.756 orang, dengan kematian
DepKes dan IDAI, yaitu “Lima Langkah
100 orang (CFR 1,74%), sedangkan tahun
Tuntaskan Diare” (LINTAS DIARE) yang
2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatandengan
mencakup: (1) Oralit formula baru (2)
jumlah penderita 4204 dengan kematian 73
Pemberian zink selama 10 hari (3)Melanjutkan
orang (CFR 1,74 %) (Depkes, 2011:1). Dari
pemberian ASI dan makanan (4) Pemberian
data tersebut dapat disimpulkan bahwa
antibiotik selektif sesuai indikasi dan (5)
kematian balita di Indonesia yang disebabkan
Konseling ibu. Untuk diare yang disebabkan
oleh diare sering mengalami kenaikan. Oleh
oleh rotavirus (tinja tanpa darah, muntah dan
sebab itu perlu adanya pencegahan dan
dehidrasi berat, diare berat, demam), tentu saja
penanganan yang cepat dan tepat untuk
antibiotik tidak diberikan. Tatalaksana tersebut
mengurangi angka kejadian diare pada balita
berhasil menurunkan
dan mewujudkan salah satu tujuan MDG’s
pada tahun 2015 yaitu, menangani
47
kematian anak balita usia (12-59 bulan)
angka kematian, namun belum bisa
adalah diare (28,57%), Demam Berdarah
menurunkan angka kejadian diare. Karena
Dengue (14,8%) dan penyebab lain seperti
diare rotavirus tidak dapat diatasi dengan
Pneumonia, Campak, TB, Tenggelam, dan
upaya preventif standar saja. Maka menuntut
Malaria (57,14%). Dari data tersebut dapat
adanya terobosan baru dalam mengatasi
disimpulkan angka kematian balita di
masalah kesehatan akibat rotavirus, yaitu
Yogyakarta yang disebabkan diare masih
dengan vaksin. Tahun 2006 Vaksin Rotavirus
termasuk tinggi, padahal seharusnya angka
mulai diedarkan setelah penelitian-penelitian
kejadian diare di Yogyakarta sudah menurun
yang membuktikan efikasi dan keamanannya di
karena banyak masyarakat yang
negara-negara menengah ke atas dan negara
berpendidikan tinggi dan kemungkinan
Asia Afrika. Pada bulan April 2009, WHO
memiliki pengetahuan yang tinggi pula, maka
merekomendasikan semua lembaga
dari itu perlu adanya suatu tindakan atau suatu
kesehatan di dunia untuk memberikan
program untuk mengurangi angka kejadian
vaksinasi rotaviruspada program imunisasi
diare dengan langkah preventif atau
nasional. WHO menyatakan bahwa
pencegahan.
pengembangan vaksin rotavirus yang aman
Dari studi pendahuluan di Puskesmas
dan terjangkau harusmenjadi prioritas
Kotagede II Yogyakarta didapatkan jumlah
internasional dan WHO mendukung penuh
kasus diare pada tahun 2014 sebanyak 80
kolaborasi Australia dan Indonesia dalam
kasus dari jumlah balita usia 1-5 tahun ada 731
pengembangan vaksin RV3 (Depkes, RI
balita. Dari hasil wawancara pada 11 ibu yang
2011:37).
memiliki balita 2015 di Posyandu Empu Kunir
Menurut data Dinas Kesehatan Kota
Kota Gede Yogyakarta (Wilayah kerja
Yogyakarta tahun 2014, penyebab kematian
Puskesmas Kotagede II Yogyakarta) terdapat
bayi (0-28 hari) yang terbanyak adalah Berat
2 ibu yang sudah mengetahui penularan diare
Badan Lahir Rendah (36,58%) dan Asfiksia
melalui feses, udara, tangan, dan makanan
(26,82%), sedangkan balita (29 hari-11 bulan)
serta mengetahui pencegahan diare seperti
penyebab kematian adalah diare (19,04%),
membuang tinja dengan benar, menggunakan
pnemounia (14,28%), dan penyebab lain
air yang bersih, dan cuci tangan sebelum
sepertiMeningitis, kelainan saluran
makan, 6 ibu yang mengetahui penularan diare
pencernaan, kelainan jantung kongenital dan
melalui udara saja serta mengetahui
Hidrosefalus, Sepsis, Tetanus, Campak, TB,
pencegahan diare dengan mencuci tangan
mal nutrisi, dan penyakit komplikasi lain
sebelum makan, dan 3 ibu yang tidak
(66,66%). Sedangkan untuk penyebab
48
ini adalah kuesioner. Dalam menguji korelasi
mengetahui cara penularan diare dan
dua variabel ini digunakan Korelasi Kendal
pencegahan diare. Berdasarkan latar belakang
Tau.
tersebut, maka penulis ingin mengetahui
bagaimana “Hubungan Tingkat Pengetahuan
HASIL PENELITIAN
Ibu tentang Diare Dengan Perilaku
1. Pengetahuan Ibu tentang Diare
Pencegahan Diare Pada Balita.
Gambaran pengetahuan ibu tentang diare
METODE PENELITIAN
dapat dilihat pada Tabel 1.
Penelitian ini menggunakan desain penelitian
Tabel 1: Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu
kuantitatif korelasional, dengan pendekatan tentang Diare
usia 1-5 tahun baik yang sudah pernah sebagian besar responden mempunyai
mengalami diare maupun belum mengalami pengetahuan tentang diare dalam kategori
diare yang berkunjung di Posyandu Empu Kunir cukup sebanyak 33 orang (54,1 %). Ibu
Yogyakarta sejumlah 61 ibu. Teknik tentang diare dalam kategori baik hanya
Perilaku
terikat dalam penelitian ini adalah perilaku Pencegahan
Frekuensi (n) Presentase (%)
49
1. Hubungan Pengetahuan tentang Diare dengan Perilaku Pencegahan Diare
Tabel 3: Tabulasi Silang Pengetahuan tentang Ibu Diare dengan Perilaku Pencegahan Diare
Perilaku Pencegahan
Pengetahuan tentang Juml Diare
%
Diare ah Negatif Positif
N % n %
Baik 12 0 0 12 19,7 19,7
Cukup 33 3 4,90 30 49,2 54,1
Kurang 16 11 18,0 5 8,2 26,2
Total 61 14 23,0 47 77,0 100
50
Hasil penelitian juga menunjukkan
balita di wilayah kerja Puskesmas Kota
bahwa masih terdapat ibu balita di wilayah
Gede II Yogyakarta mempunyai
kerja Puskesmas Kota Gede II Yogyakarta
pengetahuan tentang diare dalam kategori
yang berpengetahuan kurang sebanyak 16
cukup. Hasil penelitian ini mendukung
orang (26,2 %). Ibu balita yang mempunyai
penelitian yang dilakukan Rahma, N (2014),
pengetahuan kurang tentang diare
sebagian besar ibu balita di wilayah kerja
sebagian besar berasal dari ibu yang
Puskesmas Umbulharjo I Yogyakarta
berpendidikan dasar yaitu sebanyak 17
dalam kategori cukup.
orang (27,9 %). Hal ini sesuai dengan
Menurut Notoatmodjo (2012:10),
pendapat Notoatmodjo (2010),
pengetahuan atau kognitif merupakan
pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh
domain yang sangat penting untuk
tingkat pendidikan formal yang ditempuh.
terbentuknya tindakan seseorang, karena
Semakin tinggi pendidikan formal yang
dari pengalaman dan penelitian ternyata
ditempuh maka semakin baik pula
sikap dan perilaku yang didasari
pengetahuannya. Ibu balita yang
pengetahuan akan lebih langgengdaripada
berpendidikan tinggi mempunyai akses
yang tidak didasari oleh pengetahuan.
informasi yang lebih luas dibandingkan ibu
Pengetahuan tentang diare pada ibu balita
balita yang berpendidikan lebih rendah.
menunjukkan kemampuan ibu balita untuk
Selain itu, ibu yang berpendidikan tinggi
mengetahui segala sesuatu yang berkaitan
akan lebih mudah menyerap informasi
dengan diare yang meliputi pengertian,
kesehatan.
gejala dan tanda- tanda diare, cara
Masih terdapatnya ibu balita yang
penularan diare, penyebab diare,
berpengetahuan tentang diare dalam
pengobatan diare dan pencegahan
kategori kurang menuntut peran serta
penyakit diare.
petugas kesehatan, khususnya bidanuntuk
Menurut pendapat Fida dan Maya
memberikan penyuluhan kesehatan
(2013), diare merupakan buang air besar
tentang diare kepada ibu balita. Dengan
(defekasi) dengan tinja berbentuk cairan
memberikan informasi kesehatan tentang
atau setengah cairan. Kandungan air
cara-cara mencapai hidup sehat, cara
dalam tinja lebih banyak daripada biasanya
pemeliharaan kesehatan, cara
(normal 100-200 ml per jam tinja) atau
menghindari penyakit, dan sebagainya
frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali
akan meningkatkan pengetahuan
pada bayi dan 3 kali pada anak.
masyarakat tentang hal tersebut.
51
menyediakan air minum yang bersih,
Selanjutnya dengan pengetahuan itu akan
menjaga kebersihan perorangan,
menimbulkan kesadaran yang akhirnya
membiasakan mencuci tangan sebelum
akan menyebabkan orang berperilaku
makan, buang air besar pada tempatnya,
sesuai dengan pengetahuan yang
menyediakan tempat pembungan sampah
dimilikinya.
yang memadai, memberantas lalat dan
1. Perilaku Pencegahan Diare pada Balita
menjaga kebersihan lingkungan.
Hasil analisa univariat variabel
Pencegahan diare pada balita juga
perilaku pencegahan diare pada balita
dapat dilakukan dengan memberikan ASI
menunjukkan bahwa terdapat 14 orang (23
eksklusif pada balita dan menghindari
%) berperilaku negatif dan 47 orang (77
penggunaan botol susu. Ibu balita jugaperlu
%) berperilaku positif. Hasil ini
menyimpan dan menyiapkan MPASI
menunjukkan bahwa sebagian besar ibu
dengan baik, menggunakan air bersih dan
balita di wilayah kerja Puskesmas Kota
melakukan cuci tangan dengan sabun,
Gede II Yogyakarta telah berperilaku positif
serta membuang tinja dengan benar
dalam melakukan pencegahan diare pada
(Wahyudi, 2009).
balita.
Hasil penelitian ini menunjukkan
Diare dapat menyebar dan
bahwa masih terdapat ibu balita di wilayah
menginfeksi anak melalui empat faktor,
kerja Puskesmas Kota Gede II Yogyakarta
yaitu food (makanan), feces (tinja), fly
yang berperilaku negatif dalam
(udara), dan finger (tangan).Oleh karenaitu,
pencegahan diare yaitu sebanyak 14 orang
untuk mencegah agar penyakit ini tidak
(23 %) yang sebagian besar berasal dari ibu
menyebar dan menular, cara yang paling
balita yang tidak bekerja. Hal ini sesuai
praktis adalah memutuskan rantai
dengan pendapat Notoatmodjo (2010), ibu
penularan tersebut. Faktor kebersihan
yang bekerja di luar rumah pada umumnya
menjadi faktor yang penting untuk
mempunyai pengetahuan dan perilaku
menghindari anak dari penyakit diare (Fida
kesehatan yang lebih baik. Hal ini
dan Maya (2012: 318).
disebabkan karena ibu yang bekerja dapat
Perilaku pencegahan diare
belajar dari pengalaman temannya dalam
merupakan tindakan yang dilakukan oleh
pencegahan diare. Ada kecenderugan
ibu balita untuk mencegah terjadinya diare
pengalaman yang baik seseorang akan
pada balita. Perilaku ibu yang positif dalam
berusaha untuk melupakan, namun jika
pencegahan diare ditandai dengan
pengalaman
pemberian makanan yang higienis,
52
segera ditangani maka akanmenyebabkan
tersebut menyenangkan mereka secara
kematian.
psikologis akan timbul kesan yang sangat
medalam dan membekas dalam emosi
1. Hubungan PengetahuanIbutentang Diare
kejiwaan, dan akhirnya dapat pula
dengan Perilaku Pencegahan Diare Balita
membentuk sikap positif dalam
Hasil analisa bivariate menunjukkan
keidupannya.
bahwa dari 16 ibu balita berpengetahuan
Menurut Lawrence Green dalam
kurang, sebagian besar berperilaku negatif
Notoatmodjo (2010: 76) faktor-faktor yang
dalam dalam perilaku pencegahan diare
mempengaruhi perilaku salah satunya
yaitu 11 orang (18 %). Untuk 23 ibu balita
adalah pengetahuan, sebelum seseorang
berpengetahan cukup terdapat 30 orang
mengadopsi perilaku baru, ia harus tahu
(49,2 %) beperilaku positif. Untuk 12 ibu
terlebih dahulu apa arti atau manfaat
balita berpengetahuan baik, semuanya
perilaku tersebut bagi dirinya atau
berperilaku positif dalam pencegahandiare.
keluarganya. Pengetahuan tersebut antara
Hasil ini mengindikasikan bahwa sebagian
lain pengetahuan tentang sakit dan
besar ibu balita yang melakukan perilaku
penyakit, pengetahuan tenanga cara
pencegahan diare negatif berasal dari ibu
pemeliharaan kesehatan dan cara hidup
yang berpengetahuan kurang tentang
sehat, serta pengetahuan tentang
diare, sedangkan yang berperilaku positif
kesehatan lingkungan. Setelah seseorang
berasal dari ibu yang berpengetahuan baik.
sudah tahu, maka mereka akan
Hasil penelitian diperoleh nilaikorelasi
mengaplikasikan kedalam kehidupannya
Kendall Tau hitung > korelasi tabel (0,416 >
dan sadar akan kesehatan.
0,252) dengan p value 0,000 < α
Perilaku negatif dapat menjadi
= 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa ada
penyebab terjadinya diare pada balita.Diare
hubungan yang signifikan antara
membutuhkan penanganan yang cepat
pengetahuan tentang diare dengan
agar tidak terjadi dehidrasi. Pengetahuan
perilaku pencegahan diare pada ibu balita
mengenai pencegahan dan penanganan
di wilayah kerja Puskesmas Kota Gede II
diare sangat penting untuk diketahui oleh
Yogyakarta. Hal ini mempunyai arti bahwa
ibu yang dapat dijadikan sebagai upaya
ibu balita yang mempunyai pengetahuan
untuk mencegah terjadinya dehidrasi baik
baik tentang diare cenderung untuk
ringan, sedang, maupun berat. Jika terjadi
berperilaku positif dalam pencegahan
dehidrasi dan tidak
53
menyiapkan makanan sendiri, kualitas
diare. Sedangkan ibu balita yang
makanan dan minuman tergantung padaibu
berpengetahuan kurang, cenderung untuk
sebagai pengasuh utama. Perilaku ibu
berperilaku negatif dalam penanganan
dalam menjaga kebersihan dan mengolah
diare.
makanan sangat dipengaruhi oleh
Hasil penelitian ini sesuai dengan
pengetahuan ibu tentang cara pengolahan
pendapat Notoatmodjo (2010 : 76),
dan penyiapan makanan yang sehat dan
pengetahuan merupakan faktor
bersih. Sehingga dengan pengetahuan ibu
predeposisi dari perilaku. Sebelum
yang baik diharapkan dapat mengurangi
seseorang mengadopsi perilaku
angka kejadian diare pada anak balitanya.
(berperilaku baru) terlebih dahulu apa arti
Selain pencegahan terjadinya diare,
atau manfaat perilaku tersebut bagi dirinya
ibu balita juga perlu mempunyai
atau keluarganya. Pengetahuan atau
kemampuan untuk melakukan
kognitif merupakan domain yang sangat
penanganan awal diare pada balita. Hasil
penting untuk terbentuknya tindakan
penelitian Rahma, N (2014) menunjukkan
seseorang (overt behaviour). Penerimaan
bahwa ada hubungan antara pengetahuan
perilaku baru atau adopsi perilaku didasari
tentang diare dengan penanganan awal
oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap
diare. Untuk meningkatkan pengetahuan
yang positif, maka perilaku tersebut akan
diare, perilaku pencegahan diare dan
bersifat langgeng (long lasting).
penanganan awal diare diperlukan peran
Sebaliknya, apabila perilaku itu tidak
serta petugas kesehatan untuk
didasari oleh pengetahuan dan
memberikan penyuluhan. Pendidikan
kesadaranakan tidak berlangsung lama.
kesehatan yang dilakukan oleh petugas
Jadi pentingnya pengetahuan disini adalah
kesehatan mampu meningkatkan dan
dapat menjadi dasar dalam merubah
mengubah perilaku ibu balita dalam
perilaku sehingga perilaku itu langgeng.
pencegahan dan penanggulangan diare7.
Pengetahuan sebagai parameter
Hasil penelitian menunjukkan adanya
keadaan sosial dapat sangat menentukan
hubungan antara pengetahuan dengan
kesehatan masyarakat. Masyarakat dapat
perilaku pencegahan diare pada balita.
terhindar dari penyakit asalkan
Oleh karena itu, peningkatan pengetahuan
pengetahuan tentang kesehatan dapat
tentang diare juga harus disertai dengan
ditingkatkan, sehingga sikap dan perilaku
proses praktek pencegahan dan
menjadi sehat. Pada balita yang belum
dapat menjaga kebersihan dan
54
media promosi seperti brosur, leaflet, dan
penanganan yang dilaksanakan dalam
lain-lain.
bentuk penyuluhan dan pelatihan.
2. Bagi Penelitian Selanjutnya
Bagi penelitian sejenis yang berkaitan
KESIMPULAN
dengan diare pada balita, sebaiknya
1. Pengetahuan ibu balita tentang diare di
mengambil lokasi penelitian yang
wilayah kerja Puskesmas Kota Gede II
berbeda dan menambahkan variabel
Yogyakarta sebagian besar berada dalam
bebas lain di luar pengetahuan ibu
kategori cukup.
tentang diare.
2. Pencegahan diare pada balita diwilayah
kerja Puskesmas Kota Gede II
Yogyakarta sebagian besar termasuk
dalam kategori positif.
3. Ada hubungan yang signifikan
pengetahuan tentang diare dengan
pencegahan diare pada ibu balita di
wilayah kerja Puskesmas Kota Gede II
Yogyakarta dengan nilai korelasi Kendall
Tau hitung = 0,416 dengan p value
0,000.Hal ini mempunyai arti bahwa
semakin baik pengetahuan tentang diare,
maka semakin positif pencegahan diare
yang dilakukan ibu balita. Sebaliknya,
semakin kurang pengetahuan tentang
diare, maka semakin negatif pencegahan
diare yang dilakukan oleh ibu balita.
SARAN
1. Bagi Tenaga Kesehatan Puskesmas
Kotagede II
Diharapkan bagi tenaga kesehatan di
Puskesmas Kotagede II agar lebih
meningkatkan upaya promosi kesehatan
khususnya tentang diare seperti
penyuluhan pada warga ataupun dengan
55
DAFTAR PUSTAKA
Khasanah, U., & Sari, G. (2016). Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang
Diare Dengan Perilaku Pencegahan Diare Pada Balita. Jurnal Kesehatan
Samodra Ilmu, 7(2), 137570.
Kosasih, C., Sulastri, A., Suparto, T. A., & Sumartini, S. (2018). Gambaran
Pengetahuan Ibu Tentang Diare Pada Anak Usia Balita Di Kelurahan
Padasuka. Jurnal Pendidikan Keperawatan Indonesia, 1(2), 86.
https://doi.org/10.17509/jpki.v1i2.9746
Neni, N., & Iseu, S. A. (2019). Hubungan Perilaku Higenis terhadap Kejadian
Penyakit Diare di Dusun Jagabaya Desa Radjatu Kecamatan Cineam.
Kesehatan Komunitas Indonesia, 15(2), 105–110.
http://jurnal.unsil.ac.id/index.php/jkki/article/download/1258/920
56
https://puskesmas.bantulkab.go.id/pundong/penanggulangan-penyakit/
Rahman, H. F., Widoyo, S., Siswanto, H., & Biantoro, B. (2016). Factors Related
To Diarrhea in Solor Village Cermee District Bondowoso. NurseLine
Journal, 1(1), 24–35.
https://jurnal.unej.ac.id/index.php/NLJ/article/download/3826/2982/
Zein, U., Sagala, K. H., & Ginting, J. (2004). Diare Akut Disebabkan Bakteri.
Universitas Stuttgart, January 2004, 1–15.
57