Anda di halaman 1dari 10

Sumber Pembiayaan Kesehatan dari Pemerintah dan Organisasi

Luar Negeri

A. Sumber Pembiayaan Kesehatan dari Pemerintah

Pada sistem ini, biaya dan penyelenggaraan pelayanan kesehatan sepenuhnya ditanggung oleh
pemerintah. Pelayanannya diberikan secara cuma-cuma oleh pemerintah sehingga sangat jarang
penyelenggaraan pelayanan kesehatan disediakan oleh pihak swasta. Untuk negara yang kondisi
keuangannya belum baik, sistem ini sulit dilaksanakan karena memerlukan dana yang sangat
besar. Anggaran yang bersumber dari pemerintah ini dibagi juga menjadi1 :

a. Pemerintahan pusat dan dana dekonsentrasi, dana program kompensasi BBM dan
ABT
b. Pemerintah Daerah melalui skema dana provinsi (PAD ditambah dana
desentralisasi DAU dan DAK )
c. Keuntungan badan usaha milik daerah
d. Penjualan aset dan obligasi daerah
e. Hutang pemerintah daerah

a) Pemerintahan pusat dan dana dekonsentrasi

Penganggaran kesehatan bertujuan untuk penyediaan pembiayaan kesehatan yang


berkesinambungan dengan jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil, dan termanfaatkan
secara berhasil guna dan berdaya guna untuk menjamin terselenggaranya pembangunan
kesehatan agar meningkatkan derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya. Oleh karena itu
dalam penganggaran kesehatan hendaknya berasaskan pada prinsip kecukupan, menyeluruh,
berkesinambungan, berhasil guna, berdaya guna, menjamin pemerataan, berkeadilan dan
transparan serta akuntabel Dalam sistem perencanaan dan penganggaran terdapat tiga (3)
pendekatan yaitu penganggaran terpadu, penganggaran berbasis kinerja, dan kerangka
pengeluaran jangka menengah (KPJM). 2
1. pendekatan penganggaran terpadu merupakan penyusunan rencana keuangan tahunan
yang dilakukan secara terintegrasi untuk seluruh jenis belanja guna melaksanakan kegiatan
pemerintahan yang didasarkan pada prinsip pencapaian efisiensi alokasi dana. Penganggaran
terpadu dilakukan dengan mengintegrasikan seluruh proses perencanaan dan penganggaran di
lingkungan Kementerian/Lembaga (K/L) untuk menghasilkan Rencana Kerja Anggaran
Kementerian/Lembaga (RKA-K/L) dengan klasifikasi anggaran menurut organisasi, fungsi, dan
jenis belanja. Integrasi atau keterpaduan proses perencanaan dan penganggaran dimaksudkan
agar tidak terjadi duplikasi dalam penyediaan dana untuk K/L baik yang bersifat investasi
maupun untuk keperluan biaya operasional. Perencanaan dan penganggaran disusun secara
terpadu dan menyeluruh dengan memperhatikan berbagai sumber dana yaitu APBN, termasuk
PNBP dan P/HLN, serta APBD. 2

2. pendekatan penganggaran berbasis kinerja merupakan suatu pendekatan dalam sistem


perencanaan dan penganggaran yang menunjukkan secara jelas keterkaitan antara alokasi
anggaran dengan kinerja yang dihasilkan, serta memperhatikan efisiensi dalam pencapaian
kinerja. Kinerja yang dimaksud adalah prestasi kerja yang berupa keluaran dari kegiatan atau
hasil dari program dengan kualitas dan kuantitas yang terukur. 2

3. KPJM merupakan pendekatan penyusunan anggaran berdasarkan kebijakan dengan


pengambilan keputusan yang menimbulkan implikasi anggaran dalam kurun waktu lebih dari
satu tahun anggaran. Pendekatan tersebut sangat bermanfaat dalam mengelola keuangan negara
dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional. Adapun manfaat dari KPJM tersebut antara
lain:

a. memelihara kelanjutan fiskal dan meningkatkan disiplin fiskal.


b. meningkatkan keterkaitan antara proses perencanaan dan penganggaran.
c. mengarahkan alokasi sumber daya agar lebih rasional dan strategis.
d. meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah dengan pemberian
pelayanan yang optimal.2

Dengan tiga pendekatan dalam perencanaan dan penganggaran tersebut diatas,


diharapkan tujuan pembangunan nasional bidang kesehatan akan tercapai secara optimal. Terkait
dengan alokasi dan pemanfaatan anggaran kesehatan maka Alokasi anggaran kesehatan di
tingkat nasional minimal sebesar 5% APBN diluar gaji dan di tingkat provinsi, kabupaten/kota
minimal sebesar 10% dari APBD diluar gaji yang disesuaikan dengan kebutuhan dan
kemampuan pusat maupun daerah. Besaran 5% dan 10% tersebut mencakup alokasi untuk sektor
kesehatan dan sektor-sektor lain yang melaksanakan upaya kesehatan.2

Anggaran kesehatan yang bersumber dari APBN dan APBD diprioritaskan untuk
kepentingan pelayanan publik yang besaranya sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari
anggaran kesehatan dalam APBN dan APBD. Pelayanan publik yang dimaksud adalah pelayanan
promotif, pelayanan preventif, pelayanan kuratif, dan pelayanan rehabilitatif yang dibutuhkan
masyarakat dalam meningkatkan derajat kesehatannya, yang bisa bersifat UKM atau UKP.
Anggaran untuk UKM difokuskan pada pelaksanaan pembangunan kesehatan dengan pedekatan
keluarga, Gerakan Masyarakat, implementasi SPM, pencapaian SDG’s, maupun program UKM
lainnya. Sedangkan anggaran UKP diutamakan bagi penduduk miskin, lanjut usia dan anak
terlantar. Namun demikian anggaran kesehatan juga perlu memperhatikan penguatan
infrastruktur dan manajemen kesehatan.2

UU No. 25 tahun 2004 mengenai Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional


mengamanatkan perencanaan pembangunan nasional yang dituangkan dalam RPJP Nasional dan
menjadi pedoman RPJM Nasional. Di daerah, perencanaan pembangunan daerah perlu mengacu
pada dokumen RPJPN dan RPJMN, sehingga menghasilkan dokumen RPJP Daerah dan RPJM
Daerah. Penyelenggaraan pembangunan di daerah salah satunya dilaksanakan dengan
mekanisme dekonsentrasi. Dekonsentrasi adalah pelimpahan sebagian Urusan Pemerintahan
yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat,
kepada instansi vertikal di wilayah tertentu, dan/atau kepada gubernur dan bupati/wali kota
sebagai penanggung jawab urusan pemerintahan umum dalam bentuk Binwas umum dan teknis
terhadap urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Kab/Kota (berdasarkan NSPK Pusat),
sehingga kegiatan dekon harus dapat mendukung pencapaian PN di daerah (UU No. 23 Tahun
2014). Kegiatan dekon (binwas) dibidang kesehatan dimanfaatkan untuk 4 sub-urusan, yaitu
upaya Kesehatan, SDM Kesehatan, sediaan Farmalkes dan Makanan Minuman, serta
Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan. 3

Di bidang kesehatan, pendanaan dekonsentrasi berasal dari anggaran Kementerian


Kesehatan. Berdasarkan data dari Kemenkeu tahun 2007 hingga 2021, dana dekonsentrasi
Kemenkes menduduki peringkat ke-3 terbesar. Namun demikian, anggaran dekonsentrasi
Kemenkes cenderung fluktuatif dan realisasinya masih kurang dari 95 persen. Ruang lingkup
penajaman dana dekonsentrasi diawali dengan telaah regulasi, hasil studi/kajian sebelumnya, dan
analisis dana dekonsentrasi. Berdasarkan hasil telaah regulasi masih belum ada definisi yang
jelas antara prioritas nasional dan sekaligus prioritas daerah. Di bidang kesehatan, Permenkes
No. 13 tahun 2021 menjelaskan peruntukan dana dekon diprioritaskan untuk prioritas nasional
sesuai RPJMN 2020-2024, Rencana Strategis Kemenkes 2020-2024 dan RKP 2021. Sebagian
besar dana dekonsentrasi digunakan untuk membiayai kegiatan non-fisik (koordinasi,
perencanaan, fasilitasi, pelatihan, pembinaan, pengawasan, dan pengendalian) yang mendukung
program Kemenkes. Sebagian kecil digunakan untuk membiayai kegiatan penunjang penunjang
(pengadaan barang yang menghasilkan aset tetap).3

Definisi porsi peruntukan dana dekon secara kuantitatif serta besaran alokasi kegiatan
penunjang yang diizinkan perlu diperjelas. Berdasarkan hasil kajian sebelumnya ditemukan 61
persen dana dekon di bidang kesehatan dikelola oleh pusat sehingga diperlukan regulasi yang
mempertegas pembagian kewenangan (pusat-daerah) serta diperlukan indikator dan variabel
penentu besaran alokasi yang jelas (Subandari, 2006). Perencanaan dana dekon didominasi
kebutuhan pusat. Selain itu, pengelolaan dana dekon tergantung pada terbitnya DIPA
(Keterlambatan DIPA tidak efektif dan efisien). Realisasi dana dekon dipengaruhi oleh
pengambilan keputusan daerah dan perbedaan alokasi dari pusat (Nur, 2008). Dalam studi lain
didapatkan bahwa menu dekon kurang fokus pada kebutuhan daerah sehingga diperlukan
sinkronisasi antar program untuk pengelolaan dana dekon dan diperlukan tools evaluasi yang
standard dan pengembangan sistem reward (Balitbang Kemenkes, 2018).

Oleh karena itu penggunaan dana dekon perlu pengawasan secara berjenjang (Rohendi,
2018). Analisis evaluatif peruntukan dana dekonsentrasi kesehatan dilakukan dengan pemilihan
indikator RPJMN 2020-2024 dan RKP 2021 yang dalam pencapaiannya didukung dari
pembiayaan dana dekonsentrasi. Besaran dukungan diukur melalui dua aspek, yaitu aspek
kualitas dan kuantitas, dengan skenario pembobotan kualitas 70 persen: kuantitas 30 persen dan
kualitas 65 persen: kuantitas 35 persen. Sebelumnya dilakukan penilaian/scoring besar dukungan
menu dana dekonsentrasi terhadap pencapaian indikator pembangunan dengan rentang skor 1-5.3
b) Pemerintah provinsi melalui skema dana provinsi (PAD ditambah dana
desentralisasi DAU provinsi dan DAK provinsi)

Menurut World Health Organization (WHO)(2000), belanja kesehatan dari total Produk
Domestik Bruto (PDB) dunia meningkat dari 3% pada tahun 1948 menjadi 9,9% pada tahun
2015. Tren yang sama terjadi di Indonesia. Secara nasional, belanja kesehatan meningkat 222%
dalam delapan tahun terakhir. Bahkan, peningkatan belanja kesehatan per kapita (5,4%) lebih
tinggi dari peningkatan pendapatan per kapita (4,3%) untuk kurun waktu 2010 s.d. 2014.
Peningkatan belanja kesehatan utamanya terjadi sejak transisi pembiayaan kesehatan dan
dibangunnya sistem pembiayaan layanan kesehatan menuju jaminan kesehatan universal
(universal health coverage). Namun demikian, belanja kesehatan pada level provinsi sangat
bervariasi, utamanya ditentukan oleh tingkat belanja masing-masing pemerintah daerah untuk
urusan kesehatan, meskipun telah ada amanat perundang-undangan agar pemerintah daerah
mengalokasikan anggaran kesehatan minimal 10% (sepuluh persen) dari total belanja APBD di
luar gaji. 4

Indikator status kesehatan Indonesia terus meningkat, dimana angka harapan hidup saat
lahir meningkat secara signifikan dari 66,3 tahun pada tahun 2000 menjadi 69,1 tahun di 2015.
Terdapat pula perbaikan pada angka kematian bayi dan anak. Namun demikian, perbaikan pada
kematian ibu lebih lambat dan tetap tinggi (5,6). Di tingkat provinsi, terdapat ketimpangan
kondisi kesehatan antardaerah yang beragam. Menurut publikasi WHO (2017), terdapat selisih
21,1 persen poin antara provinsi terbaik (Bali, 65,00%) dan terburuk (Papua, 43,9%) dalam nilai
PHDI (Public Health Development Indices). Sub indeks dengan ketimpangan absolut tertinggi
adalah sub indeks penyakit tidak menular dengan selisih 60,0 persen poin, terbaik di Sulawesi
Selatan (15,6%) dan terburuk di Lampung (75,6%). Sub Indeks Penyediaan Pelayanan Kesehatan
memiliki ketimpangan 48,2 persen poin, dimana terdapat empat provinsi dengan nilai di bawah
20%. Ketimpangan absolut pada sub indeks lainnya adalah 38,9 persen poin pada sub indeks
Kesehatan Ibu dan Reproduksi dan 15,2 persen poin pada Sub Indeks Kesehatan Bayi baru Lahir
dan Anak. Daerah yang selalu berkinerja baik adalah Bali, DIY, dan DKI Jakara. Sementara itu,
Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, dan Gorontalo merupakan provinsi yang selalu
berkinerja buruk menurut penilaian berdasarkan PHDI.4
Dana Alokasi Umum, selanjutnya disebut DAU, adalah dana perimbangan dan bersumber
dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar
daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. DAU
sebagai salah satu elemen desentralisasi fiskal menjadi elemen penting bagi pemerintah daerah
untuk menutup pembiayaaan daerah implikasinya, DAU dialokasikan kepada setiap daerah
dalam rangka menjalankan kewenangan pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan publik
kepada masyarakat. DAU yang merupakan transfer pemerintah pusat kepada daerah bersifat
“block grant”, yang berarti daerah diberi keleluasaan dalam penggunaannya sesuai dengan
prioritas dan kebutuhan daerah dengan tujuan untuk menyeimbangkan kemampuan keuangan
antardaerah.5

Desentralisasi fiskal melalui instrumen utama dana alokasi umum atau DAU dan
pemberlakuan Undang-Undang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah berhasil memberikan
kontribusi bagi daerah untuk menekan ketimpangan di Indonesia? Pertanyaan inilah yang
menjadi titik berat yang harus dikaji lebih dalam, mengingat masih besarnya disparitas antar
daerah di Indonesia. Disparitas antardaerah di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari
ketidakmerataan dalam hal penguasaan sumber daya alam atau sumber penerimaan antara daerah
satu dan daerah lainnya, selain juga perkembangan industri setempat. Porsi kecil yang diterima
daerah tidak berdampak signifikan terhadap pertumbuhan dan perkembangan pembangunan di
daerah-daerah tersebut, karena sebagian besar hasil eksplorasi sumber daya lebih banyak di pusat
dibanding di daerah.5

Landasan hukum pelaksanaan DAU adalah UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang


Perimbangan Keuangan Pusat dan Keuangan Daerah. Sebagai amanat UU No.33 Tahun 2004,
alokasi yang dibagikan kepada Pemerintah Daerah oleh Pemerintah Pusat minimal 26 persen dari
total penerimaan dalam negri netto. Dengan ketentuan tersebut maka, bergantung pada kondisi
APBN dan Fiscal Sustainability Pemerintah Indonesia, alokasi DAU dapat lebih besar dari 26
persen dari total pendapatan dalam negeri netto. DAU diberikan berdasarkan celah fiskal dan
alokasi dasar. Celah fiskal merupakan kebutuhan daerah yang dikurangi dengan kapasitas fiskal
daerah, kebutuhan daerah dihitung berdasarkan variabel-variabel yang ditetapkan undang-
undang sedangkan perhitungan kapasitas fiskal didasarkan atas Penerimaan Asli Daerah (PAD)
dan Dana Bagi Hasil yang diterima daerah. Sementara Alokasi Dasar dihitung berdasarkan gaji
PNS daerah.5

Kebutuhan Fiskal dapat diartikan sebagai kebutuhan daerah untuk membiayai semua
pengeluaran daerah dalam rangka menjalankan fungsi/kewenangan daerah dalam penyediaan
pelayanan publik. Dalam perhitungan DAU, kebutuhan daerah tersebut dicerminkan dari
variabel-variabel kebutuhan fiskal sebagai berikut :

 Jumlah Penduduk

 Luas Wilayah

 Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK)

 Indeks Kemiskinan Relatif (IKR)

Kapasitas fiskal daerah merupakan kemampuan pemerintah daerah untuk menghimpun


pendapatan berdasarkan potensi yang dimilikinya. Potensi penerimaan daerah merupakan
penjumlahan dari potensi PAD dengan DBH Pajak dan SDA yang diterima oleh daerah.5

Dana Alokasi Khusus, selanjutnya disebut DAK, adalah dana perimbangan dan
bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk
membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas
nasional.6

Pengalokasian DAK Bidang Kesehatan ini tidak untuk mengambil alih tanggung jawab
Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan pembiayaan pembangunan kesehatan di daerah
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan pemerintahan daerah dan peraturan
perundangundangan bidang kesehatan. Pelaksanaan dan pengelolaan DAK Nonfisik Bidang
Kesehatan tersebut harus menerapkan prinsip-prinsip tata kelola yang baik (good governance)
yakni transparan, efektif, efisien, akuntabel dan tidak duplikasi dengan sumber pembiayaan
lainnya. Dalam rangka pelaksanaan DAK Nonfisik Bidang Kesehatan Kementerian Kesehatan
menyusun petunjuk teknis sebagai pedoman penggunaan anggaran yang berisi penjelasan rincian
kegiatan pemanfaatan BOK, Jaminan Persalinan (Jampersal), dan Pelayanan Kesehatan Bergerak
Anggaran tersebut digunakan rata-rata digunakan untuk pengadaan infrastruktur kesehatan,
danobat dan perbekalan kesehatan dalam rangka memenuhi kebutuhan obat dan perbekalan
kesehatan pada pelayanan kesehatan primer. Pengadaan infrastruktur kesehatan, meliputi7:

a. Pembangunan Puskesmas;

b. Pembangunan Puskesmas Perawatan;

c. Pembangunan Pos Kesehatan Desa;

d. Pengadaan Puskesmas Keliling Perairan;

e. Pengadaan Kendaraan roda dua untuk Bidan Desa.

Kebijakan umum DAK Nonfisik Bidang Kesehatan meliputi 7:

a. DAK Nonfisik Bidang Kesehatan adalah dana yang bersumber dari APBN yang
dialokasikan kepada daerah untuk membantu mendanai kegiatan operasional bidang kesehatan
yang merupakan urusan daerah sesuai dengan prioritas nasional;

b. DAK Nonfisik Bidang Kesehatan bukan dana utama dalam penyelenggaraan


pembangunan kesehatan di daerah, sehingga daerah dituntut mewujudkan tanggung jawab dalam
pembiayaan pembangunan kesehatan lebih kreatif serta inovatif dalam memadukan semua
potensi yang ada untuk pembangunan kesehatan dan mengupayakan dengan sungguh-sungguh
pemenuhan anggaran pembangunan kesehatan;

c. Dalam rangka penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB), daerah dapat


memanfaatkan dana BOK sesuai dengan fungsi dan kewenangannya dalam pelaksanaan
penanggulangan KLB, misalnya Outbreak Respons Immunization (ORI), penanganan faktor
risiko termasuk vektor dan lain-lain;

d. Kepala Daerah dapat menetapkan peraturan kepala daerah terkait standar biaya dan
pedoman pelaksanaan kegiatan sesuai kondisi daerah dengan tetap mengacu pada peraturan yang
lebih tinggi. Dalam pelaksanaan kegiatan yang dibiayai oleh DAK Nonfisik Bidang Kesehatan
tidak boleh duplikasi dengan sumber pembiayaan APBN, APBD maupun pembiayaan lainnya;
e. Dinas Kesehatan Daerah Provinsi merupakan koordinator dalam perencanaan,
pelaksanaan, monitoring dan Evaluasi DAK Nonfisik Bidang Kesehatan. Dinas Kesehatan
Daerah Kabupaten/Kota di Kabupaten/Kota yang mendapatkan DAK Bidang Kesehatan wajib
berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Daerah Provinsi;

f. Kegiatan dalam Rencana Kegiatan DAK harus mengacu kepada Petunjuk Teknis
Penggunaan DAK Nonfisik Bidang Kesehatan Tahun Anggaran berjalan. Pemilihan kegiatan
sesuai dengan prioritas dan permasalahan di masing-masing daerah yang diselaraskan dengan
prioritas kegiatan dalam rangka mencapai prioritas nasional bidang Kesehatan;

g. Untuk memudahkan pelaksanaan di lapangan, maka Kepala Dinas Kesehatan Daerah


Kabupaten/Kota dapat mengusulkan kepada Bupati/Walikota untuk melimpahkan wewenang
KPA kepada kepala Puskesmas dalam pelaksanaan BOK sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan; h. Daerah tidak diperkenankan melakukan pengalihan atau pergeseran anggaran antar
menu DAK Nonfisik Bidang Kesehatan;

i. Pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan DAK Nonfisik Bidang Kesehatan


mengikuti ketentuan yang telah diatur Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri.

DAK nonfisik bidang Kesehatan Tahun 2022 diarahkan untuk 7:

1. Mendukung 8 area reformasi Sistem Kesehatan Nasional (SKN) dalam penguatan


ketahanan kesehatan termasuk kualitas
2. laboratorium menuju standar BSL-2, inovasi pengendalian penyakit, peningkatan
upaya promotif, preventif serta peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan;
2. Meningkatkan kualitas dan akses pelayanan kesehatan ibu hamil, melahirkan dan
nifas melalui pendidikan kesehatan reproduksi, jaminan ketersediaan sarana
transportasi dan tempat tunggu kelahiran serta penguatan pelayanan maternal di
Puskesmas; 3. Mempercepat penurunan prevalensi balita stunting melalui optimalisasi
koordinasi lintas sektor di daerah serta penguatan intervensi spesifik dan sensitif; 4.
Peningkatan efektifitas pelaksanaan pengawasan pre dan post market industri rumah
tangga pangan dan pemenuhan sediaan farmasi melalui pengawasan perizinan di
sarana pelayanan kefarmasian dan UMOT.
1. M.Sc. GVS, Dosen. Pembiayaan Pelayanan Kesehatan (Health Care Financing). In:
Pembiayaan Kesehatan. 2019. p. 16.

2. Kementrian Kesehatan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK


INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN
DAN PENGANGGARAN BIDANG KESEHATAN. 2017;

3. Dewi Amila Solikha, M.Sc D. PENAJAMAN PERUNTUKAN DANA


DEKONSENTRASI KESEHATAN (STUDI EVALUASI 2021). Jakarta Pusat,: Direktorat
Kesehatan dan Gizi Masyarakat, Kedeputian Pembangunan Manusia, Masyarakat dan
Kebudayaan, Kementerian PPN/Bappenas Jalan Taman Suropati No. 2; 2021. 82 p.

4. Faslan Syam Sajiah DS. Jurnal Anggaran dan Keuangan Negara Indonesia The Efficiency
of Health Expenditure in Indonesia : J Anggar dan Keuang Negara Indones. 2019;1(2):97–
113.

5. Budi Eko Siswoyo, SKM, MPH D. Dana Alokasi Umum [Internet]. Available from:
https://manajemen-pembiayaankesehatan.net/index.php/component/content/article/80-
sumber-dana/169-dana-alokasi-umum

6. Sri Fadillah, SKM D. Dana Alokasi Khusus [Internet]. Available from: https://manajemen-
pembiayaankesehatan.net/index.php/80-sumber-dana/170-dana-alokasi-khusus

7. Kemenkes. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2 Tentang Petunjuk Teknis Dana Alokasi
Non Fisik Bidang Kesehatan. 2022;170(170):2022.

Anda mungkin juga menyukai