Anda di halaman 1dari 9

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA AMBON DALAM

MENGALOKASIKAN DANA APBD UNTUK PRIORITAS KESEHATAN

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana kinerja pemerintah daerah Kota
Ambon dalam mengalokasikan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk
prioritas Kesehatan. Metode kualitatif digunakan dalam penelitian ini. Analisis deskriptif juga
digunakan dalam penelitian ini karena jenis pendekatan yang digunakan adalah studi kasus.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data sekunder. Sumber data sekunder
diperoleh dari data-data yang berkaitan dengan penelitian ini, seperti data APBD Kota Ambon
tahun 2018 – 2022, data dari jurnal dan web serta data dari berita yang beredar di internet yang
berhubungan dengan penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

PENDAHULUAN
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan suatu rancangan
pengelolaan keuangan pemerintah daerah di Indonesia yang disusun oleh pemerintah daerah dan
dibuat untuk satu tahun berjalan yang telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
APBD disusun dan ditetapkan sesuai dengan Peraturan Daerah yang berlaku. Tahun penetapan
APBD dimulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Tujuan dari
penggunaan APBD adalah sebagai acuan utama dalam penentuan jumlah pendapatan dan
pengeluaran dari suatu daerah.
Anggaran yang diperuntukkan untuk tiap daerah terkadang tidak mencukupi dalam
penanggungan biaya Kesehatan masyarakat. Hal ini mengakibatkan pemerintah daerah sering
kali menggunakan dana bantuan sosial atau menyaring dana tanggung jawab sosial (CSR) dari
perusahaan untuk menaggung kekurangan anggaran tersebut. Dalam temuan Ombudsman RI
banyak menunjukkan bahwa pemerintah daerah tidak memprioritaskan alokasi anggaran
pendapatan dan belanja daerah di bidang Kesehatan. Hal ini juga bertentangan dengan Undang-
undang Kesehatan yang mewajibkan setiap pemerintah daerah mengalokasikan 10 persen dari
anggaran daerah untuk anggaran Kesehatan. Akibatnya, pelayanan Kesehatan bagi masyarakat
menjadi terhambat.
(Sitepu et al., 2022) menyatakan bahwa provinsi Sumatera Utara tetap mampu mandiri
dan tidak mengharapkan bantuan dari pemerintah pusat walaupun sedang dilanda pandemic
covid-19 yang menyebabkan pendapatan menurun. Penurunan pendapatan yang terjadi hingga
sampai diangka minus yaitu sebesar -1,24% diakibatkan oleh covid-19, namun pendapatan dari
sektor komunikasi meningkat karena diberlakukannya Work From Home. Dari data hasil
penelitian ditemukan bahwa tingkat kemandirian provinsi Sumatera Utara pada tahun 2020
sebesar 75,2% dan di tahun 2021 sebesar 85,2%. Dalam pola hubungan delegative campur
tangan pemerintah pusat sudah tidak ada lagi karena daerah telah benar-benar mampu dan
mandiri dalam melaksanakan urusan otonom daerahnya sendiri.
Penelitian mengenai kinerja keuangan daerah juga dilakukan oleh (Marselina et al.,
2023) yang menunjukkan bahwa Pendapatan Asli Daerah Maluku dari tahun 2018-2021 terjadi
kenaikan. Jika dilihat dari perhitungan data yang sudah diteliti ditemukan bahwa kinerja laporan
keuangan pemerintah Provinsi Maluku dengan rasio Kemandirian Keuangan Daerah pada tahun
2018 sebesar 17,86%, lalu pada tahun 2019 sebesar 18,41%. Sedangkan pada tahun 2020 terjadi
peningkatan menjadi sebesar 21,84% dan pada tahun 2021 terjadi penurunan menjadi 20,28%.
Jika dirata-rata maka rasio kemandirian keuangan daerah adalah sebesar 20,18% yang
dikategorikan sangat rendah sekali dan belum optimal. Pola hubungannya termasuk pola
hubungan instruktif dimana peranan pemerintah pusat lebih dominan daripada kemandirian
daerah. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat ketergantungan daerah kepada dana transfer dari
pusat masih sangat tinggi.
Penelitian yang dilakukan oleh (Salla et al., 2019) menyatakan bahwa ketersediaan dana
yang dialokasikan oleh pemerintah kabupaten Mamberamo Tengah melalui APBD Kabupaten
masih lebih mengutamakan pembangunan fisik sarana dan prasarana serta belanja pegawai
dibandingkan dengan program atau kegiatan pelayanan dasar kepada masyarakat. Perencanaan
program KIA di tingkat Dinas Kesehatan dan Puskesmas se Kabupaten Mamberamo Tengah
belum optimal karena belum tersusun renja tahunan SKPD dan sistem perencanaan dari tingkat
puskesmas yang belum berjalan. Pendanaan atau pembiayaan kesahatan dalam pelaksanaan
program KIA di Dinas Kesehatan Kabupaten Mamberamo Tengah pada tahun 2016 bersumber
dari dana APBD kabupaten dan dana tugas pembantuan BOK dari Kementrian Kesehatan. Dana
APBD Kabupaten terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Otonomi Khusus (OTSUS)
dan Dana Alokasi Khusus (DAK).
Penelitian lain dilakukan oleh (Suarsih et al., 2017) menemukan hasil bahwa kebijakan
dana desa telah dijalankan oleh Kabupaten Malinau namun pelaksanaan yang dilakukan untuk
pembangunan Kesehatan masih belum dilakukan secara optimal. Hal ini disebabkan oleh
beberapa hal yaitu, 1) kondisi geografis, factor ekonomi, sosial dan budaya serta status desa
memengaruhi perspektif masyarakat dalam melaksanakan proses pembangunan Kesehatan di
desa; 2) Pemanfaatan dana desa untuk pembangunan kesehatan masih rendah; 3) tidak adanya
petunjuk teknis mengenai pelaksanaan pembangunan kesehatan di desa menyebabkan
ketimpangan pembangunan Kesehatan di beberapa desa di Kabupaten Malinau; dan 4)
Permasalahan utama rendahnya alokasi anggaran desa untuk pembangunan Kesehatan di
Kabupaten Malinau adalah incapacity sektor kesehatan dalam memanfaatkan peluang anggaran
desa.
Selanjutnya penelitian dilakukan oleh (Mongan, 2019) menunjukkan bahwa persentase
belanja pemerintah pusat bidang Kesehatan dari PDRB berpengaruh positif dan signifikan
terhadap IPM di Indonesia. Hal ini menunjukkan investasi di bidang Kesehatan khususnya dari
alokasi belanja pemerintah pusat sudah tepat sasaran dan dalam pelaksanaan perlu terus menjaga
dan meningkatkan kualitas pelayanan terhadap masyarakat. Hal ini menunjukkan investasi di
bidang Kesehatan masih harus mendapat perhatian khususnya dari alokasi belanja pemerintah
daerah. Alokasi belanja sebaiknya bertumpu pada belanja yang bersifat preventif (pencegahan)
dari pada belanja kuratif (penyembuhan).
Dikutip dari Kompas.id, Sekretaris Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah
Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) Horas Mauritz Panjaitan memaparkan ada 10
kabupaten/kota yang mengalokasikan dana APBD di bawah 10 persen untuk Kesehatan.
(www.kompas.id) Daerah-daerah itu meliputi Kabupaten Manokwari Selatan, Kota Gunung
Sitoli, Kabupaten Donggala, Kota Baru, Kabupaten Nias Selatan, Kota Ambon, Kabupaten Pulau
Taliabu, Kabupaten Nias Barat, Kabupaten Konawe Utara, dan Kabupaten Mahakam Ulu.
Banyak pemerintah daerah yang masih bergantung pada Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi
Khusus dari pemerintah pusat untuk bidang Kesehatan. Padahal dana ini sudah diarahkan
penggunaanya dari pusat untuk daerah yang masih membutuhkan dukungan pendanaan.
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan analisis bagaimana
kinerja pemerintah daerah kota ambon dalam mengalokasikan dana Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah untuk prioritas Kesehatan di daerahnya guna memberikan dampak positif dalam
peningkatan kesejahteraan masyarakat.

LANDASAN TEORI
Teori Keagenan
Teori keagenan (Agency Theory) merupakan konsep yang berkaitan pada dua pihak yaitu
principal dan agen. Principal merupakan pihak yang memiliki kewenangan dalam pengambilan
keputusan sebagai atasan yang memberikan tanggung jawab atau pekerjaan kepada agen untuk
melakukan semua kegiatan pekerjaan (Marselina et al., 2023).
Pada penyelenggaraan pemerintahan atau sektor public dapat menerapkan teori keagenan.
Hal tersebut dapat dilihat dari hubungan antara pemerintah dengan masyarakat maupun
hubungan antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat. Pemerintah pusat akan
memberikan wewenang kepada pemerintah daerah, sehingga pemerintah daerah harus
mempertanggungjawabkan tugasnya kepada pemerintah pusat. Pemerintah daerah harus
memaksimalkan untuk mensejahterakan daerahnya masing-masing. Dalam sektor public
hubungan keagenan dapat dilihat dalam penyusunan anggaran. (Zelmiyanti, 2016)
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Berdasarkan UU No. 33 tahun 2004, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
adalah suatu rencana keuangan tahunna daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah
tentang APBD. (Mengkuningtyas, 2020) menyatakan bahwa APBD merupakan rencana kerja
pemda yang mencakup seluruh pendapatan atau penerimaan dan belanja atau pengeluaran
pemerintah, dalam rangka mencapai sasaran pembangunan dalam kurun waktu satu tahun yang
dinayatakan dalam satuan rupiah. APBD terdiri dari tiga komponen utama yaitu pendapatan
daerah, belanja daerah, dan pembiayaan daerah.
Prioritas Kesehatan
Pembangunan di bidang Kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan,
dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat Kesehatan masyarakat
setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan Kesehatan dilaksanakan melalui peningkatan
upaya Kesehatan, pembiayaan Kesehatan, sumber daya manusia Kesehatan, sediaan farmasi, alat
Kesehatan dan makanan sehat, manajemen dan informasi Kesehatan, serta pemberdayaan
masyarakat. (Ningsih et al., 2020)
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus.
Lokasi tempat peneliti melakukan penelitian yaitu Kota Ambon. Penelitian ini dilakukan selama
3 minggu dari tanggal 4 Oktober – 25 Oktober 2023.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data runtut waktu
dari periode 2018 – 2022. Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung, siap
dipakai dan diketahui oleh masyarakat seperti data dari beberapa jurnal yang berhubungan
dengan penelitian ini maupun data dari web Kota Ambon serta data dan informasi lain yang
diperoleh dari berita yang meliput kasus prioritas Kesehatan di daerah Ambon.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Alokasi Dana
Pemerintah Daerah Kota Ambon telah mengalokasikan sebagian besar Dana Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk prioritas kesehatan. Hal ini dapat dilihat dari
peningkatan anggaran yang dialokasikan untuk sektor kesehatan dalam beberapa tahun terakhir.
Berikut terdapat Anggaran beserta realisasi tahun 219
1. Kegiatan Penyediaan Fasilitas Pelayanan Kesehatan untuk UKM dan UKP Keweangan
Daerah Kota Ambon Anggaran : Rp. 20.676.758.528 – Realisasi : Rp. 4.000.000
2. Kegiatan Penyediaan Layanan Kesehatan untuk UKM dan UKP Rujukan Tingkat Daerah
Kota Ambon Anggaran Rp. 13.282.845.469 – Realisasi Rp. 4.535.856.045
3. Kegiatan Penyelenggaraan Sistem Informasi Keseharan Secara Terintegrasi Anggaran :
Rp. 648.243.800 – Realisasi : Rp. 140.360.894
Dengan ini Pemerintah mencatat anggaran dari kegiatan Kesehatan sebesar Rp. 34.607.847.797
dengan pencapaian realisasinya sebesar Rp. 4.680.216.939 (Ambon.go.id, 2021). Perbandingan
yang cukup besar antara anggaran dan realisasi hal ini perlu di tanyakan apakah pemerintahan
kota ambon tidak memprioritaskan untuk ke bidang Kesehatan atau tenaga kerja dan fasilitas
disana masih belum memadai.
Fasilitas Kesehatan Kota Ambon
1. Jumlah Tenaga Kerja Kesehatab yang Bekerja pada Rumah Sakit di Kota Ambon 2015 –
2019
Rumah Sakit/Bersalin dan Status Tenaga Kesehatan
Kepemilikan Dokter Ahli Dokter Umum Dokter Gigi Apoteker
RSU Ambon (Pemerintah) 29 17 2 6
RS Jiwa Ambon (Pemerintah) 8 5 2 6
RS DR. Latumeten (RST) 5 3 1 3
RS ALRI Ambon (TNI) 6 3 1 1
RS AURI Ambon (TNI) - - - -
RS POLRI (Polisi) 11 5 2 1
RS Otto Kuick Ambon (Swasta) 3 5 1 2
RS GPM Ambon (Swasta) 18 17 1 6
RS Alfatah Ambon (Swasta) 17 7 2 5
RS Bhakti Rahayu (Swasta) 7 8 - 2
Jumlah 2019 104 70 12 32
2018 103 82 13 36
2017 106 75 11 30
2016 110 71 14 22
2015 80 75 12 22

Sumber: Data BPS Kota Ambon


Dari tabel diatas Tenaga kerja Kesehatan di Kota Ambon yang masyarakatnya sekitar
380rb Penduduk hal ini bisa dikatakan cukup. Tetapi persebaran dokter di kota belum maksimal
karena masih ada Beberapa rumah sakit yang kekurangan dokter bahkan tidak ada dokter. Maka
pemerintahan Kota Ambon bisa melakukan persebaran tenaga kerja agar bisa merata di berbagai
kota Ambon.
2. Jumlah Tenaga Kesehatan Menurut Unit Kerja dan Sarana Pelayanan Kesehatan di Kota
Ambon, 2015-2019

Tenaga Medis Tenaga Non Medis


Unit Kerja Kesehatan
Dokter Perawat Bidan Farmasi Ahli Gizi Teknisi Medis Sanitasi
Masyarakat
Puskesmas 61 215 106 33 55 - 37 29
Instalasi Farmasi - - - - - - - -
Laboratorium Kesehatan Daerah - - - - - - - -
Dinas Kesehatan 5 22 3 9 5 4 9 20
Ruma Sakit 186 793 175 57 48 62 15 17
Jumlah 2019 252 1 030 284 99 108 66 61 66
2018 129 684 220 65 94 37 58 34
2017 145 493 209 50 103 16 83 19
2016 33 248 98 25 45 4 36 4
2015 35 244 112 26 39 13 38 10

Sumber: Data BPS Kota Ambon


Dari Tabel diatas Unit kerja dari puskesmas dan rumah sakit sudah cukup baik,
Pemerintahan Kota Ambon memprioristakan Sarana Kesehatan yang memadai seperti
puskesmas dan rumah sakit. Dengan persebaran kota yang menyesuaikan jumlah
Masyarakat di sekitarnya.
3. Jumlah Fasilitas Kesehatan di Kota Ambon Menurut Kecamatan, 2015-2019

Puskesmas Klinik/Balai
Kecamatan Rumah Sakit Puskesmas Puskemas Keliling Posyandu Praktek Bidan Jumlah
Pembantu Kesehatan
Nusaniwe 2 6 6 13 81 3 3 114
Sirimau 4 8 8 2 115 7 27 171
Leitimur Selatan - 4 4 8 15 - 4 35
T. A. Baguala 3 2 2 5 48 3 8 71
Teluk Ambon - 2 2 8 46 3 4 65
Jumlah 2019 9 22 22 36 305 16 46 456
2018 9 22 22 37 308 10 44 452
2017 9 22 22 36 290 9 52 440
2016 9 22 22 36 286 8 20 403
2015 10 22 22 35 290 7 10 396

Sumber: Data BPS Kota Ambon


Dari Tabel diatas dijelaskan bahwa diberbagai kecamatan di Kota Ambon sudah cukup
memadai meskipun terdapat kecamatan yang tidak ada rumah sakit.
KESIMPULAN
Dengan Realisasi Anggaran yang tercatat di tahun 2019 Kota Ambon sebesar Rp. 4.680.216.939
dengan kualitas fasilitas Kesehatan sudah cukup bisa dikatakan baik karena dengan realisasi
anggaran 4.680.216.939, Lili (36) yang menjadi salah satu pasien dari RS yang ada di Kota
Ambon mengatakan “Pelayanan cukup baik dan cepet. Saya sangat bersykur saat itu dengan
pelayanan yang saya dapat bisa mengangkat penyakit yang saya derita”
Pemerintah Daerah Kota Ambon telah mengalokasikan sebagian besar Dana Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk prioritas kesehatan, yang tercermin dari
peningkatan anggaran dalam beberapa tahun terakhir. Namun, ada perbedaan yang signifikan
antara anggaran yang dialokasikan dan realisasi anggaran kesehatan. Hal ini menimbulkan
pertanyaan apakah pemerintah kota Ambon telah memprioritaskan dengan baik sektor kesehatan
atau apakah ada kendala dalam pelaksanaan proyek-proyek tersebut.
Fasilitas Kesehatan di Kota Ambon: Meskipun jumlah tenaga kerja kesehatan yang bekerja di
rumah sakit di Kota Ambon mungkin mencukupi untuk jumlah penduduk yang ada, perlu
diperhatikan bahwa masih ada beberapa kekurangan, terutama dalam distribusi yang tidak
merata. Upaya untuk lebih meratakan distribusi tenaga medis di seluruh kota mungkin perlu
ditingkatkan.
Puskesmas dan Rumah Sakit: Kota Ambon memiliki jumlah puskesmas dan rumah sakit yang
memadai, dan pemerintah telah memprioritaskan sarana kesehatan yang cukup untuk
mengakomodasi kebutuhan masyarakat di berbagai wilayah kota.
Fasilitas Kesehatan Berdasarkan Kecamatan: Secara umum, fasilitas kesehatan di berbagai
kecamatan di Kota Ambon dianggap memadai. Namun, ada beberapa kecamatan yang tidak
memiliki rumah sakit, yang mungkin memerlukan perhatian khusus untuk memastikan akses
pelayanan kesehatan yang memadai di seluruh kota.
Untuk meningkatkan kinerja dalam mengalokasikan dana APBD untuk prioritas kesehatan,
pemerintah Kota Ambon mungkin perlu mengevaluasi kembali alokasi anggaran dan
memastikan bahwa dana dialokasikan dengan efektif untuk memenuhi kebutuhan kesehatan
masyarakat yang merata di seluruh kota. Selain itu, perlu ditingkatkan upaya untuk memastikan
keberlanjutan dan pelaksanaan proyek-proyek kesehatan sesuai dengan rencana.
Daftar Pustaka
Marselina, D., Soselia, K. E., Ningrum, C. S., Pangestu, N. F., Lero, A. F., &
Kristanti, P. (2023). Analisis Kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi
Maluku. Jurnal Riset Akuntansi Dan Keuangan, 19(1), 1.
https://doi.org/10.21460/jrak.2023.191.438
Mengkuningtyas, Y. (2020). Jurnal Ilmiah Administrasi Publik (JIAP). Jurnal
Ilmiah Administrasi Publik (JIAP)Vol. 6 No. 3 (2020), 6(1), 389.
Mongan, J. J. S. (2019). Pengaruh pengeluaran pemerintah bidang pendidikan dan
kesehatan terhadap indeks pembangunan manusia di Indonesia. Indonesian
Treasury Review Jurnal Perbendaharaan Keuangan Negara Dan Kebijakan
Publik, 4(2), 163–176. https://doi.org/10.33105/itrev.v4i2.122
Ningsih, D. P. S., Sahayati, S., & Dharmawidjaja, I. (2020). Analysis of Priority of
Health Problems in Sleman District Yogyakarta. Jurnal Sains Kesehatan,
25(3), 1–13. https://doi.org/10.37638/jsk.25.3.1-13
Salla, S. T., Zuklifli, A., & Palutturi, S. (2019). Kinerja Dinas Kesehatan
Kabupaten Mamberamo Tengah Pada Program Kesehatan Ibu Dan Anak.
Jurnal Kesehatan Masyarakat Maritim, 1(1), 63–72.
https://doi.org/10.30597/jkmm.v1i1.8696
Sitepu, Y. L. B., Munawarah, M., & Simatupang, N. L. (2022). Analisis Kinerja
Keuangan Pemerintah Daerah Sumatera Utara Pada Masa Pandemi Covid-19.
JCA (Jurnal Cendekia Akuntansi), 3(1), 1.
https://doi.org/10.32503/akuntansi.v3i1.2516
Suarsih, S., Sunjaya, D. K., Setiawati, E. P., Wiwaha, G., Herawati, D. M., &
Rinawan, F. (2017). Analisis Kebijakan Dana Desa Untuk Pembangunan
Kesehatan Di Kabupaten Malinau Dengan Pendekatan Segitiga Kebijakan.
Jurnal Sistem Kesehatan, 2(4), 211–217.
https://doi.org/10.24198/jsk.v2i4.12500
Zelmiyanti, R. (2016). Riri Zelmiyanti. Jurnal RAK (Riset Akuntansi Keuangan),
7(1), 11–21.
https://www.kompas.id/baca/humaniora/2023/03/30/banyak-pemda-tidak-
prioritaskan-kesehatan-dalam-apbd

Anda mungkin juga menyukai